Anda di halaman 1dari 5

Makalah Leukimia Limfoblastik Akut (LLA)

0 comments
Posted in Labels: Materi Kuliah

undefined
undefined

BAB I
PENDAHULUAN
A.      LATAR BELAKANG
Leukimia limfasitik akut (LLA) dianggap sebagai suatu proliferasi ganas
limfoblas. Paling sering terjadi pada anak – anak dengan puncak insideasi pada
usia 4 tahun. Setelah usia 15, LLA jarang terjadi (Brunner, 2002). Penelitian yang
dilakukan pada ALL menunjukkan bahwa ALL mempunyai homogenitas pada
fenotip permukaan sel blas dari setiap pasien. Hal ini memberi dugaan bahwa
populasi sel leukimia itu berasal sari sel tunggal.
Pada pasien LLA terjadi proliferasi patologis sel – sel limfoid muda di
sumsum tulang. Ia akan mendesak sistem hemopoietik normal lainnya, seperti
eritropoietik, trombopoietik dan granulopoietik, sehingga sumsum tulang
didominasi sel blast dan sel – sel leukemia hingga mereka menyebar (berinfiltrasi)
sampai ke darah tepi dan organ tubuh lainnya dan akan terlihat tanda – tanda
anemia seperti pucat, lelah, lesu, kemudian anoreksia, osteoartritis akibat infiltrasi
sel leukemi ke sumsum tulang, demam, infeksi akibat penurunan daya tahan tubuh
akibat aktifitas sel limfosit yang tidak normal, perdarahan kulit, gusi, hematuria,
perdarahan saluran cerna, hingga perdarahan otak. Selain itu ditemukan juga
hepatomegali, splenomegali, limfadenopati dan massa di mediastinum.

B.       RUMUSAN MASALAH


1.         Apa pengertian leukimia limfoblastik akut (LLA) ?
2.         Apa etiologi leukimia limfoblastik akut (LLA) ?
3.         Bagaimanakah patofisiologi leukimia limfoblastik akut (LLA) ?
4.         Bagaimanakah manifestasi klinis leukimia limfoblastik akut (LLA) ?
5.         Apa saja tanda dan gejala leukimia limfoblastik akut (LLA) ?
6.         Bagaimanakah diagnosis leukimia limfoblastik akut (LLA) ?
7.         Bagaimanakah epidemiologi leukimia limfoblastik akut (LLA) ?
8.         Apa saja klasifikasi leukimia limfoblastik akut (LLA) ?
9.         Bagaimanakah penatalaksanaan leukimia limfoblastik akut (LLA) ?

C.       TUJUAN
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini antara lain :
1.         Menjelaskan pengertian leukimia limfoblastik akut (LLA).
2.         Menjelaskan etiologi leukimia limfoblastik akut (LLA).
3.         Menjelaskan patofisiologi leukimia limfoblastik akut (LLA).
4.         Menjelaskan manifestasi klinis leukimia limfoblastik akut (LLA).
5.         Menjelaskan tanda dan gejala leukimia limfoblastik akut (LLA).
6.         Menjelaskan diagnosis leukimia limfoblastik akut (LLA).
7.         Menjelaskan epidemiologi leukimia limfoblastik akut (LLA).
8.         Menjelaskan klasifikasi leukimia limfoblastik akut (LLA).
9.         Menjelaskan penatalaksanaan leukimia limfoblastik akut (LLA).

BAB II
PEMBAHASAN
A.      PENGERTIAN
Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) adalah suatu keganasan sel limfosit,
berupa proliferasi patologis sel – sel hematopoietik mudah ditandai dengan
kegagalan sumsum tulang memproduksi sel darah  (I Hartantyo, 1997).
Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) adalah suatu keganasan pada sel – sel
prekursor limfoid yakni sel darah yang nantinya akan berdiferensiasi menjadi
limfosit T dan limfosit B. LLA ini banyak terjadi pada anak – anak yakni 75%,
sedangkan sisanya terjadi pada orang dewasa. Lebih dari 80% dari kasus LLA
adalah terjadinya keganasan pada sel T dan sisanya adalah keganasan pada sel B.
Insidennya 1 : 60.000 orang/tahun dan didominasi oleh anak – anak usia < 15
tahun dengan insiden tertinggi pada usia 3 – 5 tahun.

B.      ETIOLOGI
Penyebab LLA pada dewasa sebagian besar tidak di ketahui. Faktor
keturunan dan sindroma redisposisi genetik lebih berhubungn dengan LLA yang
terjadi pada anak – anak. Beberapa faktor lingkungan dan kondisi klinis yang
berhubungna dengan LLA adalah :
1.         Radiasi Ionik.
2.         Paparan dengan benzene kadar tinggi dapat menyebabkan aplasia sumsum tulang,
kerusakan kromosom dan leukemia.
3.         Merokok sedikit meningkatkan resiko LLA pada usia 60 tahun.
4.         Obat kemoterapi.
5.         Infeksi virus Epstein Barr berhubungan kuat dengan LLA L3
6.         Pasien dengan sindrom down dan wiskott – Aldrich mempunyai resiko yang
meningkat untuk menjadi LLA.
Menurut Ngastiyah, 2005 penyebab ALL sampai sekarang belum diketahui
dengan jelas, diduga kemungkinan besar karena virus (virus onkologik), faktor
lain yang turut berperan adalah :
1.         Faktor eksterogen seperti sinar X, sinar radioaktif, hormon, bahan kimia (bentol,
arsen, preparat sulfat), infeksi (virus, bakteri).
2.         Faktor endogen seperti ras (orang Yahudi mudah menderita). Faktor konstitusi
seperti kelainan kromosom (Sindrom Down, angka kejadian tinggi, hereditas atau
kembar).
C.       PATOFISIOLOGI
Virus penyebab ALL akan mudah masuk ke tubuh manusia jika struktur
antigennya sesuai dengan struktur antigen manusia. Struktur antigen manusia
terbentuk oleh struktur antigen dari berbagai alat tubuh, terutama kulit dan selaput
lendir yang terletak di permukaan tubuh. Oleh WHO terhadap antigen jaringan
telah ditetapkan istilah HL-A (Human Leucocyte Locus A). Sistem HL-A
individu ini diturunkan menurut hukum genetika sehingga adanya peranan faktor
ras dan keluarga dalam etiologi leukimia tidak dapat diabaikan (Ngastiyah, 2005).

D.      MANISFESTASI KLINIS


Manifestasi klinis yang paling fatal adalah infeksi yang ditandai dengan
demam, menggigil, radang dan lemah. Sering timbul perdarahan (kulit, gingival
atau visera), karena trombositopenia nafsu makan berkurang, berat badan
menurun, keletihan dan pucat (anemia). Karena meningeal terkena maka timbul
sakit kepala, gangguan pengelihatan, mual dan muntah. Terdapat hepato –
splenomegali, nyeri tekan pada abdomen, anoreksia : limfadenopati dan mungkin
teraba massa neoplastik (Jan T, 1999).

E.       TANDA dan GEJALA


1.         Anorexia;
2.         Demam, banyak berkeringat;
3.         Anemia : mudah lelah, pusing, sesak, nyeri dada;
4.         Keterlibatan organ lain : testis, retina, kulit, pleura, perikardium, tonsil;
5.         Nyeri tulang dan sendi (karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel – sel leukemia)
6.         Leukemia sistem saraf pusat : nyeri kepala, muntah (gejala tekanan tinggi
intrakranial);
7.         Perdarahan kulit, perdarahan gusi, hematuria, perdarahan saluran cerna dan
perdarahan otak;
8.         Infeksi saluran nafas atas dan bawah. Penyebab yang paling sering stafilokokus,
strepkokokus dan bakteri gram negatif serta spesies jamur.

F.       DIAGNOSIS
ALL dapat didiagnosa pada pemeriksaan :
1.         Anamnesis
Anemia, kelemahan tubuh, berat badan menurun, anoreksia mudah sakit,
sering demam, perdarahan, nyeri tulang, nyeri sendi (Ngastiyah, 2005). Kemudian
menurut Celily, 2002 dilakukan kepemeriksaan.
2.         Hitung darah lengkap (CBC), anak dengan CBC kurang dari 10.000/mm 3 saat
didiagnosa memiliki prognosis paling baik jumlah leukosit lebih dari 50.000/mm 3
adalah tanda prognosis kurang baik pada anak sembarang umur.
3.         Pungsi lumbal – untuk mengkaji keterlibatan SSP.
4.         Foto toraks – mendeteksi keterlibatan mediastinum.
5.         Aspirasi sumsum tulang – ditemukannya 25% sel blas memperkuat diagnosis.
6.         Pemindahan tulang atau survei kerangka untuk mengkaji keterlibatan tulang.
7.         Pemindahan ginjal, hati dan limpa untuk mengkaji infiltrasi leukemik.
8.         Jumlah trombosit – menunjukkan kapasitas pembekuan.
G.      EPIDEMIOLOGI

Insidensi LLA adalah 1/60.000 orang per tahun dengan 75 % berusia £ 15


tahun, insidensi puncaknya usia 3 – 5 tahun.
LLA lebih banyak di temukan pada pria dari pada perempuan. Saudara
kandung dari pasien LLA mempunyai resiko 4 kali lebih besar untuk berkembang
menjadi, LLA, sedangkan kembar monozigot dari pasien LLA mempunyai resiko
20% untuk berkembang menjadi LLA.

H.      KLASIFIKASI
1.         Klasifikasi Imunologi
a.      Precursor B – Acute Lymploblastic Leukaemia (ALL) – 70% : common ALL
(50%), null ALL, pre – B ALL.
b.      T – ALL (25%).
c.       B – ALL (5%).
Definisi subtipe imunologi ini berdasarkan atas ada atau tidak
adanya berbagai antigen permukaan sel. Subtipe imunologi yang paling
sering ditemukan adalah common ALL, Null cell. ALL berasal dari sel yang
sangat primitif dan lebih banyak pada dewasa. B – ALL merupakan
penyakit yang jarang dengan morfologi L3 yang sering berperilaku
sebagai limfoma agresif (varian Burkirtt).

2.         Klasifikasi Morfologoi [(the French – American – British (FAB)]


a.        L1 : sel blas berukuiran kecil seragam dengan sedikit sitoplasma dan nukleoli
yang tidak jelas.
b.        L2 : sel blas berukuran besar heterogen dengan nukleoli yang jelas dan rasio inti
sitoplasma yang rendah.
c.         L3 : sel blas dengan sitoplasma bervakuola dan basofalik.
Kebanyakan LLA pada dewasa mempunyai morfologi L2, sedangkan L1
paling sering ditemukan pada anak – anak. Sekitar 95% dari tipe LLA kecualai sel
B mempunyai ekspresi yang meningkat dari terminal deoxynucleotidyl transferasi
(TdT), suatu enzim nukklear yang terlibat dalam pengaturan kembali gen reseptor
sel T dan immunoglobulin. Peningkatan ini sangat berguna dalam diagnosis. Jika
konsentrasi enzim ini tidak meningkat, diagnosis LLA dicurigai.

I.         PENATALAKSANAAN
Untuk penatalaksanaannya, terlebih dahulu perlu diperhatikan beberapa
kondisi sebagai berikut :
1.         Infeksi, akibat imunosupresi. Perlu diberi pencegahan terhadap agen infeksi
berbahaya seperti virus herpes, pneumoni.
2.         Kondisi metabolik, perlu diperhatikan juga pada pasien LLA ini apabila terjadi
hiperurisemia, hiperfosfatemia atau hipokalsemia sekunder yang sebelumnya
harus diterapi dulu dengan hidrasi intravena, alkalinisasi urin atau pemberian
alupurionol untuk mencegah akumulasi asam urat.
3.         Kondisi hematologik, dimana terjadi anemia dan trombositopenia. Perlu juga
diberi tranfusi jika kondisinya memang sangat buruk, kecuali pada pasien yang
hiperleukositosis (leukosit >100.000/mm3) karena bisa meningkatkan viskositas
darah secara mendadak dan mempresipitasi leukostasis.
Oleh karena itu, dapat dilakukan terapi sebagai berikut :
1.         Terapi Induksi dan Remisi
Tujuan dari terapi ini adalah untuk mencapai remisi komplit hematologi yaitu
eradikasi sel leukemia yang dapat dideteksi secara morfologi dalam darah dan
sumsum tulang.
2.         Terapi Intensifikasi atau Konsolidasi
Tujuannya yaitu mengeliminasi sel leukemia resuidual untuk mencegah
relaps dan juga timbulnya sel yang resisten obat.
3.         Transplantasi Sumsum Tulang
Pada pasien LLA yang mempunyai resiko tinggi untuk relaps dilaklukan
transplantasi sumsum tulang alogenik pada remisi komplit yang pertama.

Anda mungkin juga menyukai