Anda di halaman 1dari 2

Empat Langkah Memusuhi Sang Liyan

udul : Image of The Other as Enemy; Radical Discourse in Indonesia


Penulis : Muhammad Iqbal Ahnaf
Jumlah Hal. : 76 hal
Penerbit : AMAN - Silkworm Books, Bangkok
Tahun Terbit : 2006

Oleh Nurun Nisa’

“He is a good man. I respect him. But, unfortunately, he is a Christian. We should be


careful”.

Demikian tuturan seorang petinggi Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) Irfan S Awwas, ketika
ditanyai soal tokoh terkemuka dialog antar-iman asal Yogyakarta yang beragama Nasrani,
Th. Sumartana.

Ungkapan tersebut serasa bernada curiga. Kesan yang timbul, boleh saja ia baik hati, tapi
kalau beda agama, nanti dulu. Kita harus berhati-hati terhadap orang yang beda agama.
Walaupun sama-sama manusia, posisinya cenderung dianggap sebagai sang liyan, the
others atawa al-akhar. Dengan status tersebut, sang liyan layak di-lain-kan. Kalau perlu
dianggap sebagai musuh, enemy.

Tak ada asap kalau tak ada api. Begitupun tentang persepsi ‘musuh’ ini. Ini diungkapkan
oleh Muhammad Iqbal Ahnaf dalam bukunya yang bertajuk The Image of The Other as
Enemy; Radical Discourse in Indonesia.

Berdasarkan penelitiannya terhadap Majelis Mujahidin Indonesia dan Hizbut Tahrir


Indonesia di Yogyakarta, Iqbal menyimpulkan bahwa citra musuh ini sesuatu yang
diproduksi dan direproduksi.

Citra ‘musuh’ ini diproduksi melalui dua aspek; teologis dan historis. Dari aspek teologis,
citra ‘musuh’ disandarkan pada ayat-ayat al-Qur’an. Ada kata ‘aduwwun mubin, musuh yang
nyata. Dianggap musuh karena mereka akan selalu mengajak masuk ke agamanya. Ikhtiar
ini tak akan berhenti, kecuali kiamat datang. Siapa tidak takut dengan wanti-wanti model
begini? Jadi, pantaslah kalau kita merasa harus ber-syakwasangka terhadap liyan. Meski ini
adalah pemahaman literal.

Yang kedua melalui aspek historis. Konflik yang bertubi-tubi antara umat Islam dan non-
muslim yang tak berkesudahan sampai kini. Sebut saja konflik di Ambon dan Poso. Atau
konflik Israel-Palestina untuk kontek luar negeri. Tidak bisa tidak, jika disimpulkan, Islam dan
agama lain memang tidak dapat di-damaikan alias saling bermusuhan.

Kemudian, citra musuh ini direproduksi melalui empat pola. Pertama, ideologisasi. Yakni,
dengan menegaskan keunggulan sistem Islam sekaligus menekankan kegagalan sistem
sekuler. Caranya dengan memakai simbol dan gambar yang memberi pesan ideologis itu.

Kedua, demonisasi. Yaitu mencitrakan sang liyan sebagai ancaman, culas, barbar, dan tidak
beradab. Ketiga, insistensi (baca; bersikeras) atas apa yang disebut dengan benturan
antara sistem Islam dan non-Islam yang didasarkan pada keyakinan superioritas sistem
yang pertama atas yang kedua. Pola ini membawa pada penolakan untuk berbagi,
berkompromi atau bernegosiasi dengan sang liyan.
Keempat, imajinasi atas kemenangan Islam yang akan segera datang menggantikan
kapitalisme yang tengah kolaps. (Sistem) Islam diandaikan sebagai kekuatan adidaya.

Proses produksi dan reproduksi atas citra sang liyan sebagai musuh, secara kasat mata,
memang tidak menyebabkan problem serius atau konfrontasi dalam soal relasi dengan sang
liyan. Ini terbukti dengan kekerasan yang tidak pernah dilakukan oleh HTI dan MMI di
Yogyakarta sejauh amatan Iqbal.

Akan tetapi, pencitraan sang liyan sebagai musuh, bagaimanapun, termasuk ‘kekerasan


simbolik’ seperti digambarkan oleh Pierre Bordeau. Kekerasan simbolik ini merupakan
pemaksaan sistem simbolisme dan makna (seperti agama) atas kelompok atau komunitas
lain, sehingga (seakan-akan) hal itu dianggap sebagai sesuatu yang sah. Atau yang
digambarkan De Lauretis sebagai ‘kekerasan retorik’.

Kedua jenis kekerasan ini merupakan diskursus yang tidak objektif dan monolitik. Juga
menciptakan generalisasi stigma dan membuat pernyataan provokatif melawan sang
liyan yang potensial menyulut konflik dan kekerasan fisik.

Buku ini unik karena menggunakan analisis media sebagai metodologi penelitiannya. Segala
macam terbitan dan pidato para pemimpin MMI dan HTI diteliti sedemikian rupa sehingga
melahirkan pelbagai kesimpulan menarik. Iqbal diganjar oleh Asian Muslim Action Network
(AMAN) sebagai salah satu peneliti terpilih dalam seri penelitian bertemakan Islam in South-
east Asia; Views from Within atas ikhtiarnya ini. Selamat membaca.[]

Anda mungkin juga menyukai