Pengertian Haji
Secara lughawi, haji berarti menyengaja atau menuju dan mengunjungi. Menurut
etimologi, kata haji mempunyai arti qashd, yakni tujuan, maksud, dan
menyengaja. Menurut istilah syara', haji ialah menuju ke Baitullah dan tempat-
tempat tertentu untuk melaksanakan amalan-amalan ibadah tertentu pula. Yang
dimaksud dengan temat-tempat tertentu dalam definisi diatas, selain Ka'bah dan
Mas'a(tempat sa'i), juga Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Yang dimaksud dengan
waktu tertentu ialah bulan-bulan haji yang dimulai dari Syawal sampai sepuluh
hari pertama bulan Dzulhijjah. Adapun amal ibadah tertentu ialah thawaf, sa'i,
wukuf, mazbit di Muzdalifah, melontar jumrah, mabit di Mina, dan lain-lain.
E. Rukun Haji
Rukun haji adalah hal-hal yang wajib dilakukan dalam berhaji yang apabila ada
yang tidak dilaksanakan, maka dinyatakan gagal haji alias tidak sah, harus
mengulang di kesempatan berikutnya.
1. Ihram
Pernyataan mulai mengerjakan ibadah haji atau umroh dengan memakai
pakaian ihram disertai niat haji atau umroh di miqat.
Sabda Rasulullah SAW :
2. Wukuf
Hadir di Padang Arafah pada waktu yang ditentukan, yaitu mulai dari
tergelincirnya matahari (waktu Zhuhur) tanggal 9 bulan Haji sampai terbit fajar
tanggal 10 Bulan Haji. Artinya, orang yang sedang mengerjakan haji itu wajib
berada di Padang Arafah pada waktu tersebut.
Sabda Rasulullah :
Dari Abdur Rahman bin Ya’mur, “bahwa orang-orang yang Najd telah
datang kepada Rasulullah SAW. Sewaktu beliau sedang wukuf di Padang
Arafah. Mereka bertanya kepada beliau, maka beliau terus menyuruh orang
supaya mengumumkan : Haji itu hanyalah Arafah. Artinya, yang terpenting
urusan haji adalah hadir di Arafah. Barangsiapa yang datang pada malam
sepuluh sebelum terbit fajar, sesungguhnya ia telah mendapat waktu yang
sah”. (Riwayat Lima Orang Ahli Hadits).
3. Tawaf Ifadah
1. Mengelilingi Ka'bah sebanyak 7 kali, dilakukan setelah melontar jumroh Aqabah
pada tgl 10 Zulhijah. Thawaf rukun itu dinamakan “Thawaf Ifadah”.
Firman Allah SWT :
Artinya : “Dan hendaklah mereka melakukan thawaf sekeliling rumah yang
tua itu ( Baitullah)”. ( Al-Hajj : 29)
Syarat Thawaf
a. Menutup aurat. Sabda Rasulullah SAW :
Sabda Rasulullah SAW :
Niat Thawaf
Thawaf yang terkandung dalam haji tidak wajib niat karena niatnya sudah
terkandung dalam niat ihram haji. Tetapi kalau thawaf itu sendiri bukan
dalam ibadah haji, Seperti Thawaf Wada’ (thawaf karena akan meninggalkan
Mekkah), maka wajib berniat. Niat thawaf di sini menjadi syarat sahnya
thawaf itu.
Macam-macam Thawaf
a. Thawaf Qudum (thawaf ketika baru sampai) sebagai shalat tahiyatul
masjid.
b. Thawaf Ifadah (thawaf rukun haji).
c. Thawaf Wada’ (thawaf ketika akan meninggalkan Mekkah).
d. Thawaf Tahallul (penghalalan barang yang haram karena ihram).
e. Thawaf Nazar (Thawaf yan dinazarkan).
f. Thawaf Sunnat.
Dari Jabir, “Rasulullah SAW telah bersabda ,”hendaklah kamu mulai (sa’i
kamu) di bukit yang terlebih dahulu disebut Allah dalam Al-Qur’an”.
(Riwayat Nasa’i)
Sedangkan yang terlebih dahulu disebut Allah dalam Al-Qur’an ialah bukit
Shafa.
b. Hendaklah sa’i itu tujuh kali karena Rasulullah SAW telah sa’i tujuh kali.
Dari Shafa ke Marwah dihitung satu kali, kembalinya dari Marwah ke Shafa
dihitung dua kali, dan seterusnya.
c. Waktu sa’i itu hendaklah sesudah thawaf, baik thawaf rukun ataupun thawaf
qudum.
5. Tahallul
Bercukur atau menggunting rambut setelah melaksanakan Sa'i. Hal ini kalau
kita berpegang atas pendapat yang kuat. Sekurang-kurangnya menghilangkan
tiga helai rambut. Pihak yang mengatakan bercukur menjadi rukun beralasan
karena tida dapat diganti dengan menyembelih
6. Tertib
Mengerjakan kegiatan sesuai dengan urutan dan tidak ada yang tertinggal. Yaitu
mendahulukan niat dari semua rukun yang lain, mendahulukan hadir d Padang
Arafah dari thawaf dan bercukur, mendahulukan thawaf dari sa’i, jika ia tidak
sa’I sesudah thawaf qudum. (keterangannya adalah amal Rasulullah SAW).
Dari Ibnu Umar, “Bulan Haji itu ialah bulan Syawal, Zulkaidah dan 10 hari
bulan Haji”. (Riwayat Bukhari).
Dari Jabir, “nabi Besar Muhammad SAW berkata :” Miqat ahli Irak
ialah Zatu’irqin”. (Riwayat Muslim)
Barangsiapa yang datang ke Mekkah dengan maksud hendak beribadah
haji dan umrah, maka apabila ia sampai dalam perjalanannya ke tempat
tersebut, atau setentang dengan tempat-tempat itu, ia sudah wajib ihram
(berniat); kalau tidak, ia wajib membayar denda (dam), yaitu memotong
seekor kambing yang sah untuk qurban. Perkara denda ini akan dijelaskan
kemudian.
2. Berhenti di Muzdalifah sesudah tengah malam, di malam Hari Raya Haji
sesudah hadir di Padang Arafah. Maka apabila ia berjalan dari Muzdalifah
tengah malam, maka ia wajib membayar dam (denda). (keterangannya adalah
amal Rasulullah SAW).
3. Melontar Jumratul ‘Aqabah pada Hari Raya Haji.
Dari ‘Aisyah, “Nabi Muhammad SAW telah tinggal di Mina selama hari
Tasyriq (tanggal 11, 12, 13 Haji). Beliau melontar jumrah apabila matahari
telah condong ke sebelah barat, tiap-tiap jumrah dilontar dengan tujuh batu
kecil.” (Riwayat Ahmad dan Abu Dawud)
Orang yang sudah melontar pada hari pertama dan kedua, kalau dia ingin
pulang, tidak ada halangan lagi. Kewajiban bermalam pada malam ketiga dan
kewajiban melontar jumrah pada hari ketiga, hilang darinya.
Firman Allah :
Artinya :”Barangsiapa yang ingin cepat berangkat (dari Mina)sesudah dua
hari, maka tiada dosa baginya”. ( Al-Baqarah : 203)
Syarat melontar
a. Melontar dengan tujuh batu, dilontarkan satu persatu.
b. Menertibkan tiga Jumrah, dimulai dari jumrah yang pertama (dekat
Masjid Khifa), kemudian yang di tengah, dan sesudah itu yang terakhir
(Jumratul ‘Aqabah).
c. Alat untuk melontar adalah batu (batu kerikil), tidak sah melontar dengan
selain batu. Orang yang berhalangan tidak dapat melontar, sedangkan
halangannya itu tidak ada harapan akan hilang dalam masa yang
ditentukan untuk melontar, maka orang tersebut hendaklah mencari
wakilnya, sekalipun dengan mengupah. Orang yang tidak melontar sehari
ataupun dua hari harus menggantinya pada hari lain asal masih dalam
masa yang ditentukan untuk melontar, yaitu : 11 – 13.
5. Bermalam di Mina. Beralasan atas perbuatan Rasulullah SAW selagi beliau
hidup dan hadits ‘Aisyah yang telah disebut dalam no. 4.
6. Thawaf Wada’ (Thawaf sewaktu akan meninggalkan Mekkah.
“Ya Allah, saya tetap tunduk mengikuti perintah-Mu, tidak ada sekutu bagi-
Mu sesungguhnya segala puji dan nikmat bagi-Mu, dan Engkaulah yang
menguasai segala sesuatu, tidak ada yang menyekutui kekuasaan-Mu”.
(Riwayat Bukhari dan Muslim)
3. Berdo’a sesudah membaca talbiyah.
Dari Abdullah bin Saib, katanya ;” Saya dengar Rasulullah SAW bersabda
di antara rukun (sudut) yamani dan Hajar Aswad : Wahai Tuhan kami,
berilah kami kebaikan di dunia dan juga kebaikan di akhirat dan peliharalah
kami dari siksaan api neraka”. (Riwayat Abu Dawud)
5. Shalat dua rakaat sesudah thawaf.
6. Masuk ke Ka’bah (Rumah Suci).
Sabda Rasulullah SAW :
Dari Ibnu Umar, “Rasulullah SAW telah ditanya, “Apakah pakaian yang
harus dipakai oleh orang yang sedang ihram haji?” jawab beliau.”Orang
ihram tidak boleh memakia baju, ikat pkepala, topi, celana, kain yang
dicelup dengan sesuatu yang harum; tidak boleh memakai za’faron, dan
sepatu, kecuali kalau ia tidak mempunyai terompah, maka ia boleh memakai
sepatu, hendaklah sepatunya itu dipotong sampai di bawah dua mata kaki”.
(Riwayat Bukhari dan Muslim)
2. Dilarang menutup kepala , kecuali karena suatu keperluan , maka
diperbolehkan, tetapi wajib membayar denda (dam).
Sabda rasulullah SAW terhadap seseorang yang mati karena terjatuh dari
untanya :
“Jangan kamu tutup kepalanya, maka sesungguhnya ia akan dibangkitkan
nanti pada hari kiamat dalam keadaan membaca talbiyah”. (Riwayat
Bukhari dan Muslim)
Maka keadaannya dibangkitkan seperti sewaktu membaca talbiyah itu
menunjukkan bahwa dilarang menutup kepala ketika ihram.
Dari Ibnu Umar, “nabi Muhammad SAW telah bersabda, ”tidak boleh bagi
perempuan yang ihram memakai tutup muka dan tidak boleh memakai sarung
tangan”. (Riwayat Bukhari dan Ahmad)
Dari Usman Bin ‘Affan, Nai Muhammad SAW telah bersabda , “Orang yang
sedang dalam ihram tidak boleh menikah , tidak boleh menikahkan (menjadi
wali atau wakil), dan tidak boleh meminang”. (Riwayat Muslim)
Rujuk tidak dilarang, sebab rujuk itu berarti mengekalkan pernikahan, bukan
akad nikah. Hal ini berdasarkan kaidah berikut :
Adapun memakan binatang yang diburu oleh orang lain, tidak ada halangan
bagi orang ihram, asal niat orang yang berburunya bukan untuk orang ihram.
Sabda Rasulullah SAW :
Apabila dua perkara di antara tiga perkara tersebut telah dikerjakan, halallah
baginya beberapa larangan berikut ini ;
a. Memakai pakaian berjahit.
b. Menutup kepala bagi laki-laki dan menutup muka dan tapak tangan bagi
perempuan.
c. Memotong kuku.
d. Memakai wangi-wangian, berminyak rambut, dam memotongnya kalau ia
belum bercukur.
e. Berburu dan membunuh binatang liar.
Maka apabila dikerjakannya satu perkara lagi sesudah dua perkara yang pertama
tadi, hasillah penghala kedua, dinamakan “tahallul kedua”, dan halallah semua
larangan yang belum halal pada tahallul pertama tadi. Sesudah itu ia wajib
meneruskan beberapa pekerjaan haji yang belum dikerjakannya kalau ada,
umpamanya melontar, sedangkan ia tidak dalam ihram lagi. Adapun penghalal
umrah yaitu sesudah selesai dari semua pekerjaannya.
Orang yang meninggalkan salah satu rukun dari rukun-rukun haji selain dari hadir
di Padang Arafah, ia tidak halal dari ihramnya hingga dikerjakannya rukun yang
ketinggalan itu. Karena rukun-rukun yang lain itu mempunyai waktu yang luas,
maka hendaklah ia lekas mengerjakannya agar ia halal dari ihramnya.
Barangsiapa meninggalkan salah satu dari wajib-wajib haji atau umrah, ia wajib
membayar denda (dam). Tetapi barangsiapa meninggalkan sunnat haji atau
umrah , ia tidak wajib melakukan apa-apa.
Tanah Haram Dan Isinya
Firman Allah SWT :
Artinya : “Dan apakah mereka tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya kami
telah menjadikan (negeri mereka) tanah suci yang aman, sedangkan manusia
sekitarnya rampok-merampok”. (Al-Ankabut : 67)
Tanah Haram, yaitu tanah sekeliling Masjidil Haram, telah diberi tanda (batas)
pada beberapa penjuru. Dilarang (haram) memburu binatang Tanah Haram, begitu
juga memotong dan mencabut pohon-pohonan dan rumput-rumputnya, baik bagi
orang yang sedang dalam ihram ataupun tidak. Pohon-pohon dan rumput-rumput
yang terlarang dipotong dan dicabutnya ialah apabila ia masih hidup dan dan tidak
menyakiti. Tetapi kalau rumput-rumput dan pohon-pohon yang sudah kering atau
menyakiti, misalnya yang berduri maka boleh dicabut atau dipotong ; boleh pula
mengambilnya untuk dijadikan obat. Juga tidak dilarang membunuh binatang
yang berbahaya.
Dari ‘Aisyah,” Rasulullah SAW telah menyuruh membunuh lima macam binatang
yang jahat , baik di Tanah Haral maupun di Tanah Haram, yaitu : 1) gagak, 2)
burung elang, 3) kalajengking, 4) tikus, 5) anjing yang suka menggigit (anjing
gila).” (Riwayat Bukhari dan Muslim).
Ada lagi beberapa hadits lain yang memperbolehkan membunuh binatang yang
berbahaya.
1. Dam (denda) Tamattu’ dan Qiran. Artinya, orang yang mengerjakan haji dan
umrah dengan cara tamattu’ atau qiran, ia wajib membayar denda; dendanya
wajib diatur sebagai berikut :
a. Menyembelih seekor kambing yang sah untuk qurban
b. Kalau tidak sanggup memotong kambing, ia wajib puasa sepuluh hari ;
tiga hari wajib dikerjakan sewaktu ihram paling lambat sampai hari raya
haji. Tujuh hari lagi wajib dikerjakan sesudah ia kembali ke negerinya.
Firman Allah SWT :
“Maka barangsiapa yang ingin mengerjakan umrah sebelum haji (di dalam
bulan Haji), wajiblah ia menyembeih qurban yang mudah didapat. Tetapi
jika ia tidak menemukan (binatang qurban atau tidak mampu), maka wajib
berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah
pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna”. (Al-Baqarah : 196)
Umrah
Hukum umrah adalah fardhu ’ain atas tiap-tiap orang laki-laki atau perempuan,
sekali seumur hidup, seperti haji.
Firman Allah SWT :
“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah” (Al-Baqarah : 196)
Sabda Rasulullah SAW :
Miqat Umrah
Miqat Zamani (ketentuan masa), yaitu sepanjang tahun boleh ihram untuk umrah.
Miqat makani (ketentuan tempat), seperti haji, berarti tempat ihram haji yang telah
lalu itu juga tempat ihram umrah. Kecuali bagi yang bermaksud umrah dari
Mekkah, maka hendaklah ia keluar dari Tanah Haram ke Tanah Halal. Jadi, miqat
orany yang di Mekkah adalah Tanah Halal.
Wajib Umrah
1. Ihram dari miqatnya.
2. Menjauhkan diri dari segala muharramat atau larangan umrah, yang
banyaknya sama dengan muharramat atau larangan haji.
Dan beberapa hadits yang lain . kata Hafiz Ibnu Qayyim, “Rasulullah ziarah ke
makam sahabat-sahabat beliau untuk mendoakan mereka dan memintakan ampu
bagi mereka dari segala kesalahan mereka, maka itulah cara ziarah yang diatur
oleh beliau untuk umat beliau. Beliau menyuruh umat beliau supaya membaca
salam kepada ahli kubur serta mengatakan,”Kami juga mudah-mudahan akan
turut dengan kau, dan kami pun selalu mendoakan dan (meminta) kepada Allah
supaya kita sama-sama selamat dan afiat. Ziarah seperti itulah yang disyariatkan
menjadi sunnat. Adapun ziarah seperti keadaan kebanyakan orang-orang Islam
sekarang, sudah tentu hukumnya berbeda dengan hukum yang tersebut di atas.