Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

INTRA CEREBRAL HEMATOMA (ICH)

A. Defenisi

Intracerebral Hematome (ICH) adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan

otak biasanya akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak. Pada

pemeriksaan CT Scan didapatkan lesi pendarahan di antara neuron otak yang

relative normal. Indikasi di lakukan operasi adanya daerah hiperdens, diameter >

3 cm, perifer, adanya pergeseran garis tengah (Amin dan Hardhi, 2015).

Perdarahan intracerebral adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan otak

biasanya akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak. Secara

klinis ditandai dengan adanya penurunan kesadaran yang kadang-kadang disertai

lateralisasi, pada pemeriksaan CT Scan didapatkan adanya daerah hiperdens yang

indikasi dilakukan operasi jika single, diameter lebih dari 3 cm, perifer, adanya

pergeseran garis tengah, Secara klinis hematom tersebut dapat menyebabkan

gangguan neurologis/lateralisasi. Operasi yang dilakukan biasanya adalah

evakuasi hematom disertai dekompresi dari tulang kepala. Faktor-faktor yang

menentukan prognosenya hampir sama dengan faktor-faktor yang menentukan

prognose perdarahan subdural (Paula, 2016).

Intra Cerebral Hematoma adalah perdarahan ke dalam substansi otak.

.Hemorragi ini biasanya terjadi dimana tekanan mendesak kepala sampai daerah

kecil, dapat terjadi pada luka tembak ,cidera tumpul (Suharyanto, 2010).
Intra secerebral hematom adalah pendarahan dalam jaringan otak itu sendiri.

Hal ini dapat timbul pada cidera kepala tertutup yang berat atau cidera kepala

terbuka. Intraserebral hematom dapat timbul pada penderita stroke hemorgik

akibat melebarnya pembuluh nadi.(Corwin, 2015).

Perbedaan EDH, SDH dan ICH

1. EDH (Epidural Hematom) 

Epidural hematom adalah Perdarahan  yang terletak antara durameter dan


tulang, biasanya sumber pendarahannya adalah robeknya Arteri meningica media
(paling sering), Vena diploica (oleh karena adanya fraktur kalvaria), Vena
emmisaria, Sinus venosus duralis. Pada keadaan yang normal, sebenarnya tidak
ada ruang epidural.

Perdarahan biasanya terjadi dengan fraktur tengkorak bagian temporal parietal


yang mana terjadi laserasi pada arteri atau vena meningea media.
Pada kasus yang jarang, pembuluh darah ini dapat robek tanpa adanya
fraktur. Keadaan ini mengakibatkan terpisahnya perlekatan antara dura dengan
kranium dan menimbulkan ruang epidural. Perdarahan yang berlanjut akan
memaksa dura untuk terpisah lebih lanjut, dan menyebabkan hematoma menjadi
massa yang mengisi ruang.

Gejala klinis yang khas adalah :

Lucid Interval (adanya fase sadar diantara 2 fase tidak sadar karena
bertambahnya volume darah)

Gelaja paling menonjol yaitu penurunan kesadaran secara progresif 

Gejala lain yang sering tampak :  

 Bingung 
 Penglihatan kabur 
 Susah bicara 
 Nyeri kepala yang hebat
 Keluar cairan darah dari hidung atau telinga
 Nampak luka yang dalam atau goresan pada kulit kepala 
 Mual 
 Pusing 
 Berkeringat 
 Pucat 
 Pupil anisokor, yaitu pupil ipsilateral menjadi melebar
Pemeriksaan penunjang
 Foto polos : sulit untuk menentukan
 CT-Scan 
 MRI 
Penatalaksanaan 
Penatalaksaan epidural hematoma dapat dilakukan segera dengan cara trepanasi
dengan tujuan melakukan evakuasi hematoma dan menghentikan perdarahan 
Prognosis
Prognosis tergantung pada :
 Lokasinya ( infratentorial lebih jelek )
 Besarnya 
 Kesadaran saat masuk kamar operasi.  

Jika ditangani dengan cepat, prognosis hematoma epidural biasanya baik, karena
kerusakan otak secara menyeluruh dapat dibatasi. Prognosis sangat buruk pada
pasien yang mengalami koma sebelum operasi.  

2. SDH (SUBDURAL HEMATOMA ) 

Subdural hematoma adalah hematom yang terletak diantara lapisan  duramater


dan arhacnoid dengan sumber perdarahan dapat berasal dari vena jembatan atau
bridging vein (paling sering), A/V cortical, Sinus venosus duralis  
Subdural hematoma dibagi 3 : 

 Subdural hematom akut


 Subdural hematom subakut 
 Subdural hematom kronis

 SUBDURAL HEMATOMA AKUT

Gejala yang timbul segera hingga berjam - jam setelah trauma sampai dengan
hari ke tiga. Biasanya terjadi pada cedera kepala yang cukup berat yang dapat
mengakibatkan perburukan lebih lanjut pada pasien yang biasanya sudah
terganggu kesadaran dan tanda vitalnya.
Perdarahan dapat kurang dari 5 mm tebalnya tetapi melebar luas.
Secara klinis subdural hematom akut ditandai dengan penurunan kesadaran,
disertai adanya lateralisasi yang paling sering berupa hemiparese/plegi. Pada
pemeriksaan radiologis (CT Scan) didapatkan gambaran hiperdens yang berupa
bulan sabit

 SUBDURAL HEMATOMA SUBAKUT

 Berkembang dalam beberapa hari biasanya sekitar  hari ke 3 – minggu ke


3 sesudah trauma 
 Perdarahan dapat lebih tebal tetapi belum ada pembentukan kapsula di
sekitarnya
 Adanya trauma kepala yang menyebabkan ketidaksadaran, selanjutnya
diikuti perbaikan status neurologik yang perlahan-lahan. 
 Namun jangka waktu tertentu penderita memperlihatkan tanda-tanda
status neurologik yang memburuk. 
 Tingkat kesadaran mulai menurun perlahan-lahan dalam beberapa jam. 
 Dengan meningkatnya tekanan intrakranial seiring pembesaran hematoma,
penderita mengalami kesulitan untuk tetap sadar dan tidak memberikan
respon terhadap rangsangan bicara maupun nyeri.

 SUBDURAL HEMATOMA KRONIS

 Biasanya terjadi setelah minggu ketiga 


 SDH kronis biasanya terjadi pada orang tua 
 Trauma yang menyebabkan perdarahan yang akan membentuk kapsul,
saat tersebut gejala yang terasa Cuma pusing. 
 Kapsul yang terbentuk terdiri dari lemak dan protein yang mudah
menyerap cairan dan mempunyai sifat mudah ruptur. 
 Karena penimbunan cairan tersebut kapsul terus membesar dan mudah
ruptur, jika volumenya besar langsung menyebabkan lesi desak ruang. 
Prognosis 
Prognose dari penderita SDH ditentukan dari: 
 GCS awal saat operasi 
 Lamanya penderita datang sampai dilakukan operasi 
 Lesi penyerta di jaringan otak
 Serta usia penderita pada penderita dengan GCS kurang dari 8
prognosenya 50 %, makin rendah GCS, makin jelek prognosenya makin
tua pasien makin jelek prognosenya adanya lesi lain akan memperjelek
prognosenya.
3. ICH (INTRACEREBRAL HEMATOM) 

Perdarahan yang terjadi pada jaringan otak biasanya akibat robekan pembuluh
darah yang ada dalam jaringan otak. 

Secara klinis ditandai dengan adanya penurunan kesadaran yang kadang-


kadang disertai lateralisasi pada pemeriksaan CT Scan didapatkan adanya
daerah hiperdens yang indikasi dilakukan operasi jika Single, diameter lebih
dari 3 CM, Perifer. Adanya pergeseran garis tengah. Secara klinis hematom
tersebut dapat menyebabkan gangguan neurologis/lateralisasi 

Operasi yang dilakukan biasanya adalah evakuasi hematom disertai


dekompresi dari tulang kepala.
Faktor-faktor yang menentukan prognosenya hampir sama dengan faktor-
faktor yang menentukan prognose perdarahan subdural.

B. Etiologi

Etiologi dari Intra Cerebral Hematom menurut Suyono (2017) adalah :

1. Kecelakaan yang menyebabkan trauma kepala

2. Fraktur depresi tulang tengkorak

3. Gerak akselerasi dan deselerasi tiba-tiba

4. Cedera penetrasi peluru

5. Jatuh

6. Kecelakaan kendaraan bermotor

7. Hipertensi

8. Malformasi Arteri Venosa

9. Aneurisma

10. Distrasia darah

11. Obat

12. Merokok

C. Manifestasi Klinik

Intracerebral hemorrhage muncul dengan tiba-tiba. Dalam sekitar setengah

orang, hal itu diawali dengan sakit kepala berat, seringkali selama aktifitas.

Meskipun begitu, pada orang tua, sakit kepala kemungkinan ringan atau tidak ada.
Dugaan gejala terbentuknya disfungsi otak dan menjadi memburuk sebagaimana

peluasan perdarahan.

Beberapa gejala, seperti lemah, lumpuh, kehilangan perasa dan mati rasa,

seringkali mempengaruhi hanya salah satu bagian tubuh.orang kemungkinan tidak

bisa berbicara atau menjadi pusing. Penglihatan kemungkinan terganggu atau

hilang. Pupil bisa menjadi tidak normal besar atau kecil. Mual, muntah dan

kehilangan kesadaran adalah biasa dan bisa terjadi di dalam hitungan detik sampai

menit.

Menurut Corwin (2015), manifestasi klinik dari dari Intra Cerebral Hematom

yaitu :

1. Kesadaran mungkin akan segera hilang atau bertahap seiring dengan

membesarnya hematom.

2. Pola pernapasaan dapat secara progresif menjadi abnormal.

3. Respon pupil mungkin lenyap atau menjadi abnormal.

4. Dapat timbul muntah-muntah akibat peningkatan tekanan intra cranium.

5. Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan gerakan

motorik dapat timbul segera atau secara lambat.

6. Nyeri kepala dapat muncul segera atau bertahap seiring dengan peningkatan

tekanan intra cranium.

D. Patofisiologi

Perdarahan intraserebral ini dapat disebabkan oleh karena ruptur arteria

serebri yang dapat dipermudah dengan adanya hipertensi. Keluarnya darah dari
pembuluh darah didalam otak berakibat pada jaringan disekitarnya atau

didekatnya, sehingga  jaringan yang ada disekitarnya akan bergeser dan tertekan.

Darah yang keluar dari pembuluh darah sangat mengiritasi otak, sehingga

mengakibatkan vosospasme pada arteri disekitar perdarahan, spasme ini dapat

menyebar keseluruh hemisfer otak dan lingkaran willisi, perdarahan aneorisma-

aneorisma ini merupakan lekukan-lekukan berdinding tipis yang menonjol pada

arteri pada tempat yang lemah. Makin lama aneorisme makin besar dan kadang-

kadang pecah saat melakukan aktivitas.

Dalam keadaan fisiologis pada orang dewasa jumlah darah yang mengalir ke

otak 58 ml/menit per 100 gr jaringan otak. Bila aliran darah ke otak turun menjadi

18 ml/menit per 100 gr  jaringan otak akan menjadi penghentian aktifitas listrik

pada neuron tetapi struktur sel masih baik, sehingga gejala ini masih revesibel.

Oksigen sangat dibutuhkan oleh otak sedangkan O2 diperoleh dari darah, otak

sendiri hampir tidak ada cadangan O2 dengan demikian otak sangat tergantung

pada keadaan aliran darah setiap saat. Bila suplay O2 terputus 8-10 detik akan

terjadi gangguan fungsi otak, bila lebih lama dari 6-8 menit akan tejadi jelas/lesi

yang tidak putih lagi (ireversibel) dan kemudian kematian.

Perdarahan dapat meninggikan tekanan intrakranial dan menyebabkan

ischemi di daerah lain yang tidak perdarahan, sehingga dapat berakibat

mengurangnya aliran darah ke otak baik secara umum maupun lokal. Timbulnya

penyakit ini sangat cepat dan konstan dapat berlangsung beberapa menit, jam

bahkan beberapa hari. (Corwin, 2015) .


E. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Radiologi

CT scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel,

atau menyebar ke permukaan otak.

MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik.

Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma

atau malformasi vaskuler.

Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah

terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda

hipertensi kronis pada penderita stroke.

2. Pemeriksaan Laboratorium

Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada

perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna

likuor masih nlkormal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.

Pemeriksaan darah rutin

Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia.

Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian

berangsur-angsur turun kembali.

Pemeriksaan darah lengkap : unutk mencari kelainan pada darah itu

sendiri.

F. Penatalaksanaan
Pendarahan intracerebral lebih mungkin menjadi fatal dibandingkan stroke

ischemic.Pendarahan tersebut biasanya besar dan catastrophic, khususnya pada

orang yang mengalami tekanan darah tinggi yang kronis.Lebih dari setengah

orang yang mengalami pendarahan besar meninggal dalam beberapa hari.Mereka

yang bertahan hidup biasanya kembali sadar dan beberapa fungsi otak bersamaan

dengan waktu. Meskipun begitu, kebanyakan tidak sembuh seluruhnya fungsi

otak yang hilang..

Pengobatan pada pendarahan intracerebral berbeda dari stroke ischemic.

Anticoagulant (seperti heparin dan warfarin), obat-obatan trombolitik dan obat-

obatan antiplatelet (seperti aspirin) tidak diberikan karena membuat pendarahan

makin buruk.. Jika orang yang menggunakan antikoagulan mengalami stroke

yang mengeluarkan darah, mereka bisa memerlukan pengobatan yang membantu

penggumpalan darah seperti:

1. Vitamin K, biasanya diberikan secara infuse.

2. Transfusi atau platelet.

3. Transfusi darah yang telah mempunyai sel darah dan pengangkatan platelet

(plasma segar yang dibekukan).

4. Pemberian infus pada produk sintetis yang serupa pada protein di dalam darah

yang membantu darah untuk menggumpal (faktor penggumpalan).

5. Operasi untuk mengangkat penumpukan darah dan menghilangkan tekanan di

dalam tengkorak, bahkan jika hal itu bisa menyelamatkan hidup, jarang

dilakukan karena operasi itu sendiri bisa merusak otak. Juga, pengangkatan
penumpukan darah bisa memicu pendarahan lebih, lebih lanjut kerusakan otak

menimbulkan kecacatan yang parah. Meskipun begitu, operasi ini

kemungkinan efektif untuk pendarahan pada kelenjar pituitary atau pada

cerebellum.

Menurut Corwin (2015), menyebutkan penatalaksanaan untuk Intra

Cerebral Hematom adalah sebagai berikut:

1. Observasi dan tirah baring terlalu lama.

2. Mungkin diperlukan ligasi pembuluh yang pecah dan evakuasi hematom

secara bedah.

3. Mungkin diperlukan ventilasi mekanis.

4. Untuk cedera terbuka diperlukan antibiotiok.

5. Metode-metode untuk menurunkan tekanan intra kranium termasuk

pemberiandiuretik dan obat anti inflamasi.

6. Pemeriksaan Laboratorium seperti : CT Scan, Thorax foto dan

laboratorium lainnya yang menunjang.


KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status
kesehatan klien yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya,
spiritual, kognitif, tingkat perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi
dan gaya hidup klien.
1. Identitas klien:
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, diagnosa medis.
2. Keluhan utama:
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara
pelo, kesadaran menurun, dan tidak dapat berkomunikasi.
3. Riwayat penyakit sekarang
4. Riwayat penyakit dahulu
5. Riwayat penyakit keluarga
6. Riwayat psikososial
7. Keadaan umum: lemah, gelisah, cenderung untuk tidur
8. TTV: suhu,nadi,tensi,RR,GCS
9. Body of system
a) Pernafasan (B1 : Breathing)
 Hidung : kebersihan
 Dada
Inspeksi : bentuk simetris kanan kiri inspirasi dan ekspirasi
pernafasan, frekuensi, irama, gerakan cuping hidung,terdengar
suara nafas tambahan, bentuk dada, batuk.
Palpasi : pergerakan asimetris kanan dan kiri,taktil fremitus,raba
sama antara kanan dan kiri dinding dada.
Percusi : Adanya suara-suara sonor pada kedua paru, suara redup
pada batas paru dan hepar
Auskultasi : terdengar adanya vesikuler di kerdua lapisan paru,
suara ronchi dan wheezing.
b) Kardiovaskuler (B2: Bleeding)
 Inspeksi : bentuk dada simetris kanan dan kiri, denyut jantung pada
ictus cordis 1 cm lateral medial, pulsasi jantung tampak
 Palpasi : frekuensi nadi / HR, tekanan darah, suhu, perfusi dingin,
berkeringat
 Percusi : suara pekak
 Auskultasi : irama reguler, systole/murmur, bendungan vena
jugularis,oedema.
c) Persyarafan (B3 : Brain) , kesadaran,GCS
 Kepala : bentuk ovale, wajah
 Mata : konjungtiva tidak anemis,sklera tidak icteric, pupil isokor,
gerakan bola mata mampu mengikuti perintah.
 Mulut : kesulitan menelan, kebersihan, penumpukan ludah dan
lendir, bibir tampak kering,afasia
 Leher : tidak ada pembesaran pada leher, tidak tampak pembesaran
pada vena jugularis, tidak terdapat kaku kuduk
d) Perkemihan- Eliminasi urine (B4 : Bledder)
 Inspeksi : jumlah urine, warna urine, gangguan perkemihan,
pemeriksaan genitalia eksterna, jamur, ulkus, lesi dan keganasan.
 Palpasi : pembesaran kelenjar inginalis,nyeri tekan.
 Percusi : nyeri percusi pada daerah ginjal
e) Pencernaan-Eliminasi Alvi (B5 : Bowel)
 Inspeksi : mulut dan tenggorokan tampak kering, kelainan pada
abdomen, gangguan pencernaan,kembung,diara
 Palpasi : Hepar dan ginjal tidak teraba, tidak ada nyeri tekan
 Percusi : suara timpani pada abdomen, kembung
 Auskultasi : peristaltik cepat atau lemah.
 Abdomen : Tidak terdapat acites, turgor menurun, peristaltik usus
normal
 Rektum : Rectal touche
f) Tulang- Otot- Integument (B6 : Bone)
 Kemampuan pergerakan sendi : kesakitan pada kaki saat gerak
pasif, droop foot, kelemahan otot pada ekstremitas atas dan bawah.
 Kulit : Warna kulit, tidak terdapat luka dekubitus,turgor baik.
10. Aktivitas/Istirahat
Gejala : Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda : Perubahan kesalahan, letargi, hemisparase, quadriplegia, ataksia
cara berjalan tak tegap, masalah dalam keseimbangan, cedera (trauma)
ortopedi, kehilangan tonus otot, otot spastik.
11. Sirkulasi
Gejala : Perubahan tekanan darah atau normal (Hipertensi), perubahan
frekuensi jantung (bradikardia, takikardia, yang diselingi dengan
bradikardia, distritmia).
12. Integritas Ego
Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau dramatis).
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, Delirium, Agitasi, bingung, depresi
dan impulsif.
13. Eliminasi
Gejala : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami gangguan
fungsi.
14. Makanan/Cairan
Gejala : Mual/muntah dan mengalami perubahan selera.
Tanda : Muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, air liur
keluar, dispagia), berkeringat, penurunan berat badan, penurunan massa
otot/lemak subkutan.
15. Neurosensori
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, Amnesia seputar kejadian,
Vertigo, Sinkope, tinnitus, kehilangan pendengaran, tingling, baal pada
ekstrimitas, perubahan pola dalam penglihatan seperti ketajamannya,
diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, fotofobia, gangguan
pengecapan dan penciuman
Tanda : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental,
perubahan pupil (respon terhadap cahaya simetris/deviasi pada mata,
ketidakmampuan mengikuti). Kehilangan pengindraan seperti pengecapan,
penciuman dan pendengaran, wajah tidak simetris, genggaman lemah, tidak
seimbang, reflex tendon dalam tidak ada atau lemah, apraksia,
quadriplegia, kejang, sangat sensitif terhadap sentuhan dan gerakan,
kehilangan sensasi sebagian tubuh.
16. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Sakit kepala intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya lama.
Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri yang
hebat, gelisah tidak dapat beristirahat, merintih.
17. Pernafasan
Tanda : Perubahan pola nafas (apnoe yang diselingi oleh hiperventilasi),
nafas berbunyi stridor, tersedak, ronkhi, mengi positif. (kemungkinan
adanya aspirasi).
18. Keamanan
Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan.
Tanda : Fraktur/dislokasi, gangguan penglihatan.
Kulit : laserasi, abrasi, perubahan warna, seperti “raccoon eye” tanda battle
disekitar telinga (merupakan tanda adanya trauma), adanya aliran
(drainage) dari telinga/hudung (CSS), gangguan kognitif, gangguan rentang
gerak, tonus otot hilang, kekuatan secara umum mengalami pralisis,
demam dan gangguan dalam regulasi suhu tubuh.
19. Interaksi Sosial
Tanda : Afasia motorik atau sensorik, berbicara tanpa arti, bicara berulang-
ulang, disartria.
20. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Penggunaan alkohol atau obat lain.
Rencana pemulangan : membutuhkan bantuan pada perawatan diri,
ambulasi, transportasi, menyiapkan makan, belanja, perawatan,
pengobatan, tugas-tugas rumah tangga, perubahan tata ruang, dan
pemanfaatan fasilitas lainnya di rumah sakit.
B. Diagnosa Keperawatan

1. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral

2. Nyeri akut 

3. Resiko infeksi

4. Hambatan  mobilitas fisik 

5. Defisit perawatan diri : berpakaian

6. Resiko jatuh

7. Ansietas
C. Intervensi Keperawatan

N DIAGNOSA NOC NIC


O
1. Resiko ketidakefektifan  Circulation status  Monitor TTV
perfusi jaringan serebral  Neurologic status  Monitor AGD, ukuran pupil,
Faktor Resiko :  Tissue Prefusion : cerebral ketajaman, kesimetrisan dan
 Agens farmaseutikal Setelah dilakukan tindakan reaksi
 Aterosklerosis aortik keperawatan selama 3x24 jam  Monitor adanya diplopia,

 Baru terjadi infark ketidakefektifan perfusi jaringan pandangan kabur, nyeri

miokardium cerebral teratasi dengan kepala

 Diseksi arteri Kriteria hasil:  Monitor tingkat kesadaran

 Endokarditis infektis  Tekanan systole dan dan orientasi


diastole dalam rentang yang  Monitor tonus otot
 Fibrilasi atrium
diharapkan pergerakan
 Hiperkolesterolemia
 Tidak ada ortostatik  Monitor tekanan intrkranial
 Hipertensi
hipertensi dan respon nerologis
 Kardiomiopati dilatasi
 Komunikasi jelas  Catat perubahan pasien dalam
 Katup prostetik mekanis
 Menunjukkan konsentrasi merespon stimulus
 Koagulasi intravaskular
dan orientasi  Monitor status cairan
diseminata
 Pupil seimbang dan reaktif  Pertahankan parameter
 Koagulopati (mis., anemia  Bebas dari aktivitas kejang hemodinamik
sel sabit)  Tidak mengalami nyeri  Tinggikan kepala 0-45
 Masa protrombin abnormal kepala bergantung pada posisi pasien
 Masa tromboplastin parsial
abnormal
 Moksoma atrium
 Neoplasma otak
 Penyalahgunaan zat
 Segmen ventrikel kiri
akinetik
 Sindro sick sinus
 Stenosis karotid
 Stenosis mitral
 Terapi trombolitik
 Tumor otak (mis., gangguan
serebrovaskular, penyakit
neurologis, trauma, tumor)
Nyeri akut  Pain Level,  ManajemenNyeri
Faktor yang berhubungan :  pain control, AktivitasKeperawatan:
 Agens cedera biologis (mis.,  comfort level 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
infeksi, iskemia, neoplasma) komprehensif termasuk lokasi,
Setelah dilakukan tindakan
 Agens cedera fisik karakteristik, durasi, frekuensi,
keperawatan selama 3x24 jam
(mis.,abses, amputasi, luka kualitas dan faktor presipitasi
Pasien tidak mengalami nyeri,
bakar, terpotong, mengangkat dengan 2. Observasi reaksi nonverbal dari
berat, prosedur bedah, ketidaknyamanan
Kriteria Hasil:
trauma, olahraga berlebihan) 3. Ajarkan tentang teknik non
 Mampu mengontrol nyeri (tahu
 Agens cedera kimiawi penyebab nyeri, mampu farmakologi: napas dalam,
menggunakan tehnik relaksasi, distraksi, kompres
(mis.,luka bakar, kapsaisin,
nonfarmakologi untuk
meliten klorida, agens mengurangi nyeri, mencari hangat/ dingin
mustard) bantuan) 4. Berikan analgetik untuk
 Melaporkan bahwa nyeri mengurangi nyeri: ……...
berkurang dengan menggunakan 5. Tingkatkan istirahat
manajemen nyeri 6. Monitor vital sign sebelum dan
 Mampu mengenali nyeri (skala, sesudah pemberian analgesik
intensitas, frekuensi dan tanda
pertama kali
nyeri)
 Menyatakan rasa nyaman setelah
nyeri berkurang
 Tanda vital dalam rentang normal
Batasan Karakteristik :
 Buktikan nyeri dengan
menggunakan standar daftar
periksa nyeri untuk psien yang
tidak dapat mengungkapkan
(mis., Neoplasma Infart Pain
Scale, Pain Asessement Checklist
for Senior with Limetid Ability to
Communicate)
 Diaforesis
 Dilasi Pupil
 Ekspresi wajah nyeri (mis., mata
kurag bercahaya, tampak kacau,
gerakan mata berpencar atau tetap
pada satu fokus, meringis)
 Fokus menyempit (mis., persepsi
waktu, proses berpikir, interaksi
dengan orang dan lingkungan)
 Fokus pada diri sendiri
 Keluhan tentang intensitas
menggunaka standar skala nyeri
(mis., skal Wong-Baker FACES,
skala analog, visual, skala
penilaian munerik)
 Keluhan tentang karakteristik
nyeri dengan menggunakan
standar instrumen nyeri dengan
menggunakan nyeri
 Laporan tentangperilaku
nyeri/perubahan aktivitas (mis.,
gelisah, merengek, menangis,
waspada)
 Perilaku distraksi
 Perubahan pada parameter
fisiologis (mis., tekanan darah,
frekuensi jantung, frekuensi
pernapasan, saturasi oksigen, dan
end-tidal karbon dioksida
 Perubahan posisi untuk
menghindari nyeri
 Perubahan posisi untuk
menghindari nyeri
 Perubahan selera makan
 Putus asa
 Sikap melingdungi area nyeri
Sikap tubuh melindungi
Resiko Infeksi Setelah dilakukan tindakan Pengendalian Infeksi :
Faktor Resiko : keperawata selama 3x24 jam, 1. Pantau tanda dan gejala infeksi
 Prosedur infasif pasien tidak mengalami infeksi (mis., suhu tubuh, denyut jantung,
 Kerusakan jaringan dan dengan penampilan luka, sekresi,
peningkatan paparan Kriteria hasil : penampilan urine, suhu, keletihan
lingkungan  Klien bebas dari tanda dan dan malaise)
 Malnutrisi gelaja infeki 2. Kaji factor yang dapat
 Peningkatan paparan  Menunjukkan kemampuan meningkatkan kerentanan terhadap
lingkungan patogen untuk mencegah timbulnya infeksi (mis., usia lanjut, usia kurang

 Imunosupresi infeksi dari 1 tahun dan malnutrisi)

 Tidak adekuat pertahanan  Jumlah leukosit dalam batas 3. Pantau hasil laboratorium (mis.,

sekunder (penurunan Hb, normal hitung darah lengkap, hitung jenis,

leukopenia, penekanan  Menunjukkan perilaku hidup protein, serum dan albumin)

respon inflamasi) sehat 4. Ajarkan pasien teknik mencuci

 Status imun, gastrointestinal, tangan yang benar


 Kurang pengetahuan
genitourinaria dalam batas 5. Ajarkan kepada pengunjung
 Gangguan integritas kulit
normal pengunjung untuk mencuci tangan
 Merokok
sewaktu masuk dan meninggalkan
 Leukimia
ruang pasien
 Penurunan haemoglbin
6. Kolaborasi pemberian terapi
 Supresi respons inflamasi
antibiotik bila diperlukan

4. Hambatan mobilitas fisik  Joint Movement : Exercise therapy : ambulation


Faktor yang Berhubungan : Active 1. Monitoring vital sign
 Agens farmaseutikal  Mobility Level 2. Kaji kemampuan pasien dalam
 Ansietas  Self care : ADLs mobilisasi

 Depresi  Transfer 3. Latih pasien dalam pemenuhan


performance kebutuhan ADLs secara mandiri
 Disuse
Setelah dilakukan perawatan sesuai kemampuan
 Fisik tidak bugar
selama 3x24 jam klien dapat 4. Dampingi dan Bantu pasien saat
 Gangguan fungsi kognitif
melakukan aktivitas dengan mobilisasi dan bantu penuhi
 Gangguan metabolisme Kriteria Hasil : kebutuhan ADLs.
 Gangguan muskuloskeletal  Klien meningkat 5. Ajarkan pasien bagaimana
dalam aktivitas fisik merubah posisi dan berikan
 Gangguan neuromuskular
 Mengerti tujuan bantuan jika diperlukan
 Gangguan sensoripersepsual
dari peningkatan mobilitas
 Gaya hidup kurang gerak
 Memverbalisasika
 Indeks massa tubuh diatas n perasaan dalam
persentil ke-75 sesuai usia meningkatkan kekuatan dan
kemampuan berpindah
 Intoleren aktivitas
 Memperagakan
 Kaku sendi
penggunaan alat Bantu untuk
 Keenggangan memulai
mobilisasi (walker)
pergerakan
Batasan Karakteristik :
 Dispnea setelah beraktivitas
 Gangguan sikap berjalan
 Gerakan lambat
 Gerakan spastik
 Gerakan tidak terkoordinasi
 Instabilitas postur
 Kesulitas membolak-balik posisi
 Keterbatasan rentang gerak
 Ketidaknyamanan
 Melakukan aktivitas lain sebagai
pengganti pergerakan (mis.,
meningkatkan perhatian pada
aktivitas orang lain,
mengendalikan perilaku, fokus
pada aktivitas sebelum sakit)
 Penurunan kemampuan
melakukan keterampilan motorik
halus
 Penurunan waktu reaksi
 Tremor akibat bergerak

5. Defisit Perawatan Diri : Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau tingkat kekuatan dan
berpakaian keperawatan selama 3x24 jam toleransia terhadap aktivitas
Faktor yang berhubungan : kilen dapat mengenakan pakaian 2. Pantau peningkatan atau
 Ansietas sendiri secara mandiri dengan atau penurunan kemampuan untuk
 Gangguan fungsi kognitif tanpa alat bantu, dengan berpakaian dan melakukan

 Gangguan muskuloskaletal Kriteria Hasil : perawatam rambut

 Gangguan neuromuskular  Mengungkapkan kepuasan dalam 3. Pantau defisit sensori, kognitif,


berpakaian atau fisik yang dapat membuat
 Gangguan persepsi
 Menggunakan alat bantu untuk kesulitan dalam berpakaian pada
 Kelemahan
memudahkan dalam berpakaian pasien
 Keletihan
 Mengenakan pakaian secara rapi 4. Ajarkan pasien penggunaan
 Kendala lingkungan
Batasan Karakteristik : metode alternatif untuk
 Ketidaknyamanan
 Hambatan memilih pakaian berpakaian
 Nyeri
 Hambatan mempertahankan 5. Dukung kemandirian dalam
 Penurunan motivasi
penampilan yang memuaskan berpakaian/berhias bantu pasien
hanya jika diperlukan
 Hambatan mengambil pakaian
6. Bantu pasien memilih pakaian
 Hambatan menggunakan pakaian
yang mudah dipakai dan dilepas
pada bagian tubuh atas
 Hambatan mengenakan pakaian
pada bagian tubuh bawah
 Hambatan menggunakan alat
bantu
 Hambatan menggunakan resleting
 Ketidakmampuan melepaskan
atribut pakaian (mis., blus, kaus
kaki, sepatu)
 Ketidakmapuan
memadupadankan pakaian
 Ketidakmampuan mengancing
pakaian
 Ketidakmampuan mengenakan
atribut pakaian
6. Resiko jatuh Setelah dilakukan tindakan  Pencegahan jatuh
Faktor Resiko : keperawatan 3x24 jam pasien 1. Identifikasi karakteristik
Dewasa akan memperlihatkan : lingkungan yang dapat
 Penggunaan alat bantu (mis.,  Gerakan terorganisasi meningkatkan potensi jatuh
kursi roda, tongkat)  Perilaku pencegahan jatuh 2. Pantaucara berjalan,
 Prostesis ekstremitas bawah  Pengetahuan : pencegahan jatuh keseimbangan, dan tingkat
 Riwayat jatuh Kriteria Hasil : keletihan

 Tinggal sendiri 1. Resiko jatuh akan menurun 3. Atur tata letak barang-barang

 Usia >65 tahun 2. Menciptakan lingkungan yang yang mudah di jangkau pasien
aman 4. Ajarkan pasien bagaimana
3. Menghindari cedera fisik posisi terjatuh yang dapat
4. Mengidentifikasi risiko yang meminimalkan cidera
Lingkungan :
meningkatkan keretanan
 Lingkungan yang tidak
terhadap jatuh
terorganisasi
 Kurang pencahayaan
 Kurang material antislip di
kamar mandi
 Penggunaan restrein
 Penggunaan karpet yang
tidak rata/terlipat
 Ruang yang tidak dikenal
 Pemajanan pada kondisi
cuaca tidak aman (mis., lantai
basah, es)

Ansietas Setelah dilakukan tindakan Penurunan kecemasan


Faktor yang Berhubungan : keperawatan selama 3x24 jam 1. Identifikasi tingkat kecemasan
 Ancaman kematian diharapkan: 2. Gunakan pendekatan yang
 Ancaman pada status terkini 1. Pasien mencari informasi tenang dan meyakinkan

 Hereditas tentang kesehatan 3. Jelaskan semua prosedur

 Hubungan interpersonal 2. Pasien mampu menyesuaikan termasuk sensasi yang akan


perubahan dalam status dirasakan.
 Hubungan yang tidak
kesehatan 4. Berikan informasi factual terkait
dipenuhi
3. Pasien menunjukan diagnosis, perawatan dan
 Konflik nilai
kegembiraan. prognosis
 Konflik tentang tujuan hidup
Kriteria hasil : 5. Libatkan keluarga untuk
 Krisis maturasi
 Pasien mampu menangani mendampingi pasien
 Krisis situasi
ansiatasnya 6. Bantu pasien mengenal situasi
 Pajanan pada toksin
 Pasien mampu mengungkapkan yang menimbulkan kecemasan
 Penularan interpersonal
dan menunjukkan tehnik untuk 7. Dorong pasien untuk
 Penyalahgunaan zat mengontrol cemas. mengungapkan perasaan,
 Perubahan besar (mis., status Batasan Karakteristik : ketakutan, persepsi
ekonomi, lingkungan, status Perilaku : 8. Kolaboraso pemberian obat anti
kesehatan, fungsi peran,  Agitasi cemas
status peran)
 Gelisah
 Gerakan ekstra
 Insomnia
 Kontak mata yang buruk
 Melihat sepintas
 Mengekspresikan kekhawatiran
karena perubahan dalam peristiwa
hidup
 Penurunan produktivitas
 Perilaku mengintai
 Tampak waspada
Afektif :
 Berfokus pada diri sendiri
 Distres
 Gelisah
 Gugup
 Kesedihan yang mendalam
 Ketakutan
 Menyesal
 Peka
 Perasaan tidak adekuat
 Putua asa
 Ragu
 Sangat khawatir
Fisiologis :
 Gemetar
 Peningkatan keringat
 Peningkatan ketegangan
 Suara bergetar
 Wajah tegang
Simpatis :
 Anoreksia
 Diare
 Lemah
 Mulut kering
 Wajah memerah
Parasimpatis :
 Ayang-ayangan
 Diare
 Mual
 Nyeri abdomen
 Pusing
 Penurunan denyut nadi
 Penurunan tekanan darah
Kognitif :
 Bloking Pikiran
 Gangguan konsentrasi
 Lupa
 Melamun
 Penurunan lapang persepsi
 preokupasi
DAFTAR PUSTAKA

Sudoyo,2016.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1,2,3, Edisi ke 4. Internal

Publishing, Jakarta

Corwin, 2015,S C & Bare, B G.. Buku Ajar Keperawatan Medikal- Bedah vol.3,ed.8.

EGC : Jakarta

Suyono Shires.GT ; Spencer.FC; Ahli bahasa : Laniyati; Kartini. A; Wijaya.C;

Komola. S;Ronardy. DH; Editor Chandranata. L; Kumala P. 2017. Intisari

Prinsip- Prnsip Ilmu Bedah. EGC; Jakarta

Paulo,. DC; alih bahasa: Andrianto.P; Editor Ronardy DH. 2016. Buku Ajar Bedah
Bagian 2. EGC; Jakarta.
Amin Huda Nurarif dan Hardhi Kusuma, 2015. Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC Edisi 3. yogyakarta
Judith M. Wilkinson, 2016. Diagnosa Keperawatan : diagnosa NANDA-I,intervensi
NIC, Hasil NOC Edisi 10, Jakarta EGC

Anda mungkin juga menyukai