Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peradaban Islam mengalami puncak kejayaaan pada masa daulah Abbasiyah.


Perkembangan ilmu pengetahuan sangat maju yang diawali dengan penerjemahan naskah asing
terutama yang berbahasa Yunani kedalam bahasa Arab, pendirian pusat perkembangan ilmu, dan
perpustakaan dan terbentuknya madzahab ilmu pengetahuan dan keagamaan sebagai buah dari
kebebasan berfikir.

Dinasti Abbasiyah merupakan dinasti Islam yang paling berhasil dalam mengembangkan
peradaban Islam. Para ahli sejarah tidak meragukan hasil kerja para pakar pada masa
pemerintahan dinasti Abbasiyah dalam memajukan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam.

B. Umusan Masalah

Bagaimana Pembentukan Dinasti Abbasiyah?

Periodesasi Dinasti Abbasiyah?

Bagaimana Perkembangan Pemerintahan Masa Dinasti Abbasiyah?

Kapan Dan Seperti Apa Kejayaan Pemerintahan Dinasti Abbasiah?

Bagaimana peran orang persia terhadap pemerintahan daulah abbasiah

Apa yang melatar belakangi mundurnya Daulah Abbasiah?

Serangan mongol dan kehancuran bahgdad?

BAB II
1
PEMBAHASAN

. Pembentukan Pemerintahan

Seiring dengan naik tahtanya Umar bin Abdul Aziz untuk memimpin Daulah Umayyah
pada tahun 99 H, telah muncul benih-benih untuk meruntuhkan daulah tersebut, yang dipimpin
oleh Ali bin Abdullah, cucu dari Abbas bin Abdul Muthalib yang merupakan paman Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam1. Beliau mengklaim bahwasanya keturunannya, yakni Bani
Hasyim lebih berhak untuk memimpin negara islam karena mereka adalah kerabat terdekat
Nabi2. Ide ini kemudian lambat laun tersebar dan meluas dalam beberapa tahun.

Dengan tersebarnya ide tersebut dan diperkuat dengan kondisi kemunduran Daulah
Umayyah yang disebabkan oleh kehidupan hedonis mereka, serta munculnya disintegrasi dengan
kalangan non Arab yang pada saat itu dianaktirikan oleh Daulah Umayyah, maka pada akhirnya
kelompok yang ingin menumbangkan dinasti tersebut memiliki momen yang tepat untuk
melakukan pergerakan.

Pergerakan ini dimulai dengan mengajak beberapa kalangan yang memiliki kebencian
terhadap Daulah Umayyah, diantaranya adalah kelompok Syi’ah yang juga merupakan keturunan
Bani Hasyim, dan memang secara historis memiliki hubungan yang tidak baik dengan
pemimpin-pemimpin daulah tersebut, karena mereka mengira Daulah Umayyah yang didirikan
oleh Muawiyyah pada waktu itu dibentuk dengan mengorbankan nyawa Husain.

Selain daripada itu, kalangan Persia yang dianaktirikan oleh dinasti tersebut, baik secara
politik, ekonomi maupun sosial, juga ikut bergabung dengan pergerakan ini, sehingga terciptalah
sebuah aliansi yang kuat dan massif3. Gerakan ini berpusat di Humaymah sebagai tempat untuk
perencanaan, dan Kufah sebagai kota penghubung, serta Khurasan sebagai pusat gerakan
praktis4.

1
Syamruddin Nasution, Sejarah peradaban Islam,(Depok:Rajawali Pers,2018) hal 151

2
Tim Penulis, Ensiklopedi islam,(Jakarta:PT Ichtiar Van Hoeve,2001) jilid 1 hal 6

3
Sejarah peradaban islam, hal 151

4
Ensiklopedi Islam, jilid 1 hal 6
2
Mereka melakukan propaganda dengan menyebarluaskan ide mereka di daerah-daerah
yang penduduknya mayoritas bukan bangsa Arab, dengan mengangkat dua tema, yaitu al-
Musawah (persamaan kedudukan) yang berkaitan dengan keinginan kalangan non Arab dan al
Ishlah (perbaikan), yang artinya kembali kepada ajaran Qur’an dan hadits, yang dimana tema ini
sangat menarik kalangan Sunni yang melihat Daulah Umayyah telah jauh dari ajaran Islam5.

Gerakan ini menjadi terang-terangan kala Ibrahim bin Muhammad memimpin aliansi,
dengan mengutus Abu Muslim al Khurasani untuk menginvansi wilayah Khurasan. Namun
ditengah-tengah proses pergerakan ini, Ibrahim bin Muhammad ditangkap dan dibunuh oleh
pemimpin Daulah Umayyah. Tanggung jawab kepemimpinan diambil alih oleh Abul Abbas as
Shaffah, dia memindahkan pusat pemerintahannya di Kufah, yang telah diambil alih seutuhnya
oleh panglima dari Abu Muslim, yaitu Qutaibah bin Syahib dan anaknya Hasan, dan pada saat
itu, Abul Abbas memproklamirkan diri sebagai Khalifah Daulah Abbasiyah yang di bai’at oleh
penduduk disana6.

Kejadian tersebut mendapat reaksi keras dari Khalifah Marwan yang merupakan
pemimpin Daulah Umayyah pada saat itu. Beliau mengirimkan pasukan ke Kufah, sehingga
pecahlah pertempuran di pinggir sungai Zab. Peperangan tersebut dimenangkan oleh pihak
Abbasiyah yang dipimpin oleh Abdullah bin Ali.

Abdullah bin Ali menaklukan kota demi kota yang masih menjadi kekuasaan Daulah
Umayyah termasuk Damaskus, yang menjadi ibukotanya. Khalifah Marwan pun melarikan diri
dari sana menuju ke Mesir, namun pada akhirnya tertangkap dan dibunuh oleh pasukan Abdullah
bin Ali, yang secara otomatis dengan kejadian tersebut resmilah berdiri Daulah Abbasiyah7.

B. Periodisasi Daulah Abbasiyah

Daulah Abbasiyah berdiri selama 508 tahun dengan 37 khalifah nya yang silih berganti
memimpinnya. Di dalam pemerintahannya, daulah ini terbagi menjadi empat periode, yaitu 1
5
Sejarah peradaban islam, hal 152

6
Ibid, hal 152

7
Ibid, hal 153
3
periode integrasi dan 3 lainnya periode disintegrasi. Dapat dikatakan periode integrasi (750-847
M) merupakan masa kejayaan dari Daulah Abbasiyah, dengan besarnya pengaruh Persia di
dalamnya, mulai dari Abul Abbas sampai ke Al Watsiq

Adapun periode disintegrasi, ketiganya merupakan periode kemunduran, karena


mengalami tekanan dari turki, dimulai dari Al Mutawakkil sampai akhir pemerintahan Al
Mustaqi (847-944 M). Kemudian setelah periode itu, muncul tekanan dari Bani B uwaihi, pada
masa Al Mustaqfi sampai Al Kasim (944-1075 M). Pada periode berikutnya, tekanan datang dari
Turki Bani Saljuk, sejak Al Muktadi sampai pemerintahan Al Muktasim (1075-1258), sampai
akhirnya pemerintahan ini berakhir dengan adanya agresi dari Mongol8.

C. Perkembangan Pemerintahan

1. Abul Abbas Al Saffah (750-754 M/133-137 H)


Abul Abbas didalam beberapa pendapat, sebenarnya hanya dikatakan sebagai
pendiri, dan bukan sebagai pemimpin yang membina Daulah Abbasiyah, hal ini
disebabkan karena waktu kepemimpinannya yang singkat. Pada masa pemerintahannya,
Abul Abbas melakukan beberapa gerakan, pertama:membunuh pemuka-pemuka Daulah
Umayyah yang tersisa dengan cara mengundangnya untuk makan malam. Total yang
dibunuhnya mencapai 80 orang, dan sejak saat itulah dia memiliki gelara Al Saffah yang
bermakna Sang Penumpah Darah.
Kedua, mengirim mata-mata untuk memberantas sisa-sisa orang dari Daulah
Umayyah. Namun ada satu orang yang berhasil melarikan diri ke Spanyol dan
mendirikan Daulah Umayyah babak kedua disana, yaitu Abdul Rahman.
Ketiga, membongkar semua makam dari Khalifah daulah Umayyah, kecuali
makam Umar bin Abdul Aziz, kemudian membakarnya hal ini didasari karena dendam
pribadinya terhadap mereka9.

2. Abu Ja’far Al Manshur (754-775 M/137-159 H)

8
Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan kebudayaan islam,(Yogyakarta:Kota Kembang,1989),hal 42

9
Sejarah peradaban islam, hal 154-155
4
Abu Ja’far Al Manshur memegang peranan penting dalam tumbuhnya
perkembangan Daulah Abbasiyah. Dia merupakan saudara dari Abul Abbas Al Saffah,
dan memiliki unsur-unsur penting yang harus dimiliki seorang pemimpin. Salah satu
unsur yang paling menonjol adalah sifat kesederhanaannya, yang demikian menjadi
sebuah daya tarik dalam mendapatkan kepercayaan masyarakat pada saat itu.
Sikap pertama yang dilakukan oleh Al Manshur pada saat menjabat sebagai
Khalifah adalah menstabilkan kondisi pemerintahannya, yang menjadi modal utama
dalam membangun sebuah Daulah. Al Manshur menangani beberapa pemberontakan
sebagai misi dalam menciptakan stabilitas pemerintahan10.

a. Menghadapi Pemberontakan Abdullah bin Ali dan Shaleh bin Ali


Pada saat Abul Abbas mengangkat Al Manshur menjadi khalifah, pamannya yang
bernama Abdullah bin Ali dan Shaleh bin Ali merasa kecewa dan melakukan
pemberontakan, karena sebelumnya telah dijanjikan oleh Abul Abbas untuk menjadi
Khalifah setelahnya, disebabkan oleh apa yang mereka lakukan dalam terbentuknya
Daulah Abbasiyah, yaitu dengan menghabisi pasukan Khalifah Marwan dari Daulah
Umayyah11.
Hal ini sempat menggoyang kursi khalifah yang diduduki oleh Al Manshur,
sehingga pada saat itu dia berhasil menyingkirkan mereka dengan cara mengirim Abu
Muslim Al Khurasani, yang nantinya juga menjadi kompetitornya dalam
memperebutkan jabatan khalifah12. Mereka berdua dikalahkan dan ditangkap Abu
Muslim di Nasibin.

b. Menghadapi kekuatan Abu Muslim


Setelah pertempuran di Nasibin, Abu Muslim kembali ke Khurasan, dia
mendapatkan apresiasi yang sangat besar sehingga menjadi lupa daratan dan merasa
kalau dia lebih berhak untuk mengisi jabatan khalifah karena lebih popular dan berjasa.
Hal itu diperkuat dengan pengaruh besarnya di tempat asalnya, yaitu Khurasan.
10
Sejarah peradaban islam, hal 156

11
Ibid, hal 157

12
Ensiklopedi Islam, jilid 1 hal 6
5
Mengetahui hal itu, Al Manshur berinisiatif untuk mengeksekusi Abu Muslim
dengan hukuman mati di istana pada tahun 755 M 13.Dengan demikian, hanya tersisa
satu pihak lagi yang di khawatirkan oleh Al Manshur, yaitu pemberontakan golongan
Syiah.

c. Menghadapi pemberontakan golongan Syiah


Setelah membantu menjatuhkan Daulah Umayyah, golongan Syi’ah mengklaim
bahwa mereka memiliki hak juga dalam mengisi kursi pemerintahan dan merasa lebih
baik daripada Bani Abbas. Pemikiran tersebut akhirnya menjadi landasan mereka untuk
melakukan pemberontakan.
Al Manshur pun bertindak tegas dengan mencari pimpinan mereka, yaitu
Muhammad bin Abdullah untuk dibunuh, namun tidak membuahkan hasil, sehingga
pada akhirnya Muhammad bin Abdullah mengirim saudaranya Ibrahim bin Abdullah
bersama pasukannya ke Basrah untuk melakukan pemberontakan besar, dikarenakan
oleh terbunuhnya 15 orang Syiah di Irak. Pasukan Al Manshur menemui mereka dan
menghasilkan kemenangan bagi Al Manshur, walaupun Muhammad bin Abdullah
datang membantu saudaranya di medan pertempuran bersama pasukan yang lebih besar,
akan tetapi mereka pun tetap kalah dan tewas14.
Dengan diberantasanya ketiga pemberontakan ini, secara politis kekuasaan Al
Manshur menjadi relatif lebih aman dan stabil, walaupun dicapai dengan mengorbankan
banyak nyawa. Situasi yang stabil ini dimanfaatkan Al Manshur untuk fokus bekerja
pada sektor pembangunan, material maupun imaterial.

d. Membangun kota Baghdad


Al Manshur berperan dalam pemindahan ibukota yang asalnya berada di Al
Hasyimiyah ke kota Baghdad pada tahun 767 M 15. Dipilihnya Baghdad sebagai ibukota
yang baru karena secara geografis tempat tersebut sangat baik untuk pusat

13
Ibid, jilid 1 hal 6

14
Yoesoef So’yb, Sejarah Daulah Abbasiyah (Jakarta:Bulan Bintang,1977), hal 45

15
Ensiklopedi Islam, jilid 1 hal 6
6
pemerintahan, karena sebelumnya dijadikan tempat peristirahatan raja Persia yang
bernama Kisra Anusyirwan16.
Selain itu, paling tidak terdapat tiga factor yang mendorong al Manshur untuk
menadikan Baghdad sebagai ibukota: pertama, karena sisa-sisa pendukung Bani
Umayyah bermukim di Damaskus, yang letaknya dekat dengan Hasyimiah. Kedua,
dukungan kuat orang Persia pada masa Al manshur mendorongnya membuat pusat
pemerintahan di dekat kawasan Persia. Ketiga, untuk menjauhkan diri dari agresi
Bizantium, karena letak Baghdad yang tidak berbatasan langsung dengannya17.
Kondisi kota Baghdad pada saat itu sudah berpotensi untuk menciptakan kondisi
ekonomi yang baik, karena sumber kehidupan dengan mudah didapatakan dari letaknya
yang strategis dan lingkungan yang baik. Posisinya yang berada di dekat sungai Tigris,
memudahkan Al Manshur untuk melakukan kegiatan perdagangan sampai ke Tiongkok,
Armenia, dan daerah sekitarnya, sehingga kegiatan ini menjadi salah satu penyokong
penting tumbuhnya perekonomian pada masanya18.

e. Memajukan Ekonomi
Pemindahan ibukota ke Baghdad karena factor geografisnya, berbandung lurus
dengan pesatnya pertumbuhan ekonomi Daulah Abbasiyah. Kegiatan ekspor dan impor
komoditas menjadi hal penting dalam memajukan ekonomi. Al Manshur kemudian
berinisiatif membuat pelabuhan di sisi sungai Tigris, sebagai sarana penunjang kegiatan
tersebut. Peningkatan ekonomi yang pesat membuat rakyat pada saat itu hidup tenang
dan makmur19.

f. Mendirikan Pusat kajian Ilmu Pengetahuan


Dengan tumbuhnya perekonomian yang pesat, fokus Al Manshur kemudian
berpindah pada perkembangan ilmu pengetahuan, kesusastraan dan kebudayaan. Dalam
merealisasikan hal tersebut, Al Manshur memerintahkan penerjemahan buku-buku
16
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 1993), hal 277

17
Sejarah peradaban islam, hal 162

18
Philip K. Hitti, Dunia Arab,(Bandung;Sumur bandung,1970), hal 108

19
Sejarah peradaban islam, hal 163
7
ilmiah dan kesusastraan dari bahasa asing, yaitu India, Yunani Kuno, Bizantium, Persia
dan Syiria ke bahasa Arab, yang membuat para peminat ilmu tertarik dan berpindah
menuju pusat kota20, sehngga ibukota menjadi sangat padat dan ramai oleh adanya
kegiatan Urbanisasi.
Berkembangnya ilmu pengetahuan juga disebabkan oleh hadirnya seorang wazir
yang berasal dari keluarga Baramikah yang berasal dari Balkh, Persia, yaitu Khalid bin
Barmak. Asal nama Barmak itu sendiri berasal dari nama pendeta agung kuil api
Majusi21. Keluarga Barmak terbukti juga mengisi banyak posisi yang ada didalam
pemerintahan, seperti Yahya bin Khalid yang menjadi wazir pengganti bagi Khalid,
Fadhil bin Yahya yang mengis jabatan Gubernur Persia Barat dan kemudian Khurasan.
Hal ini karena keluarga Barmak memliki kelebihan di bidang administrasi dan tata
negara, dan untuk meruntuhkan disintegrasi dengan kalangan non Arab22.
Khalifah Al Manshur telah meletakkan pondasi yang kokoh di dalam
perkembangan ilmu pengetahuan, sehingga terus berlanjut sampai puncaknya pada
zaman Khalifah Al Makmun.

D. Kejayaan Pemerintahan dan kemajuan Ilmu Pengetahuan

1. Harun Al Rasyid (786-809 M/170-194 H)


Pada masa Harun Al Rasyid, daulah Abbasiyah mencapai puncak kejayaannya dan
memasuki era yang gemilang. Kecakapannya dan kemuliannya membuat dia menjadi
penguasa yang paling baik di Daulah Abbasiyah dan juga dinobatkan sebagai raja besar dari
wilayah timur23.
Harun menjalin hubungan dengan Raja besar Romawi dari wilayah barat , yaitu Charles
yang didorong dengan kepentingan masing-masing. Charles menharapkan perlindungan

20
Ibid, hal 163

21
Ensiklopedi Islam, jilid 1 hal 7

22
Ibid, hal 7

23
Syed Mahmudunnasir, Islam Konsepsi dan Sejarahnya,(Bandung: Rosda Bandung, 1988), hal 259
8
serta bantuan dari Harun dari serangan Bizantium, sedangkan Harun mengharapkan
perlindungan Charles dari serangan Bani Umayyah di Spanyol24.

a. Memperindah Kota Baghdad


Sejak berdirinya, kota ini sudah menjadi pusat peradaban dan kebangkitan ilmu
pengetahuan islam. Selain itu aspek sosial, budaya, pendidikan, kesehatan dan
kesusastraan pun berkembang luas di kota tersebut. Alhasil, kota Baghdad muncul
sebagai salah satu model kota termegah dan terindah di dunia pada zamannya.
Terdapat tiga keistimewaan kota ini, yaitu prestise politik, supremasi ekonomi dan
aktivitas intelektual. Tiga hal ini menjadi unsur-unsur penting bagi terciptanya
puncak kejayaan sebuah Negara25.
Gambaran lain mengenai kemegahan kota Baghdad adalah ketika Harun menjamu
duta dari Raja Konstantin VII. Harun dikawal oleh 16.000 pasukan, penjamuan
dilakukan oleh 7000 pelayan, dan belum termasuk 700 orang yang menjadi pegawai
istana. Didalam istana terdapat 38.000 buah tirai, 12.000 diantaranya bersadur
benang emas dan permadani sebanyak 22.000 helai, dan dialamnya juga terdapat
sebatang pohon yang terbuat dari 500.000 gram emas yang diatasnya bertengger
burung yang terbuat dari emas dan dapat bernyanyi secara otomatis26.

b. Baghdad Sebagai Pusat Perkembangan Ilmu Pengetahuan


Kemajuan ekonomi Daulah Abbasiyah dimanfaatkan untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan dan intelektual. Keindahan dan kemegahan kota Baghdad pun
menstimulasi para ilmuwan untuk mengkaji ilmu lebih mendalam.
Istana Harun Al Rasyid sendiri menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan
dalam berbagai cabang ilmu. Disana berkumpul para ilmuwan dari berbagai cabang
dan penjuru dunia. Harun melayani penuh segala kebutuhan mereka demi kemajuan
ilmu pengetahuan. Hal ini membuat para ilmuwan dan cendikiawan betah dan ingin

24
Ibid, hal 259-260

25
Syed Amir, Api Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), hal 91

26
Ibid, hal 112-113
9
terus menetap di Baghdad, karena mereka cukup fokus mencari ilmu tanpa harus
bekerja.
Keluarga Barmak sekali lagi menjadi tokoh utama dibalik peristiwa ini, empat
anak dari Yahya bin Khalid ditunjuk untuk menjadi pejabat Negara yang berfokus
pada pengembangan pengetahuan, mereka memberikan hadiah yang mahal untuk
siapa saja yang dapat menciptakan sebuah karya27. Adanya hal itu mendorong
menetasnya produk-produk teknologi, pendidikan, kesehatan dan lainnya yang
bentuknya berupa suatu barang ataupun buku.

2. Al Makmun (813-833 M/198-218 H)


Di masa Khalifah Al Makmun, pusat kajian dan peretmuan ilmiah tidak dilaksanakan lagi
di istana, melainkan di suatu tempat yang dinamakan Baitul Hikmah. Tempat itu menjadi
sebuah balai ilmu yang menjadi magnet bagi kalangan ilmuwan dari berbagai cabang untuk
menambah ilmu, bertukar pikiran dan diskusi tentang apapun dari ilmu pengetahuan 28. Al
Makmun kemudian mendesain agar balai ilmu tersebut memiliki 3 fungsi, yaitu sebagai
akademi, sebagai perpustakaan dan sebagai temapat penerjemahan berbagai ilmu
pengetahuan ke dalam bahasa arab29. Tentunya dengan fungsi yang ketiga ini menjadikan
bahasa arab sebagai bahasa yang paling popular dan universal, karena semua sumber ilmu
ditulis dengan bahasa arab.
Terdapat tiga macam aktivitas pengembangan ilmu di masa Al makmun, yaitu
digalakkannya diskusi-diskusi ilmiah, dilakukannya penerjemahan berbagai buku secara
massif, dan didirikannya perpustakaan sebagai tempat penyimpanan buku-buku tersebut, dan
tiga hal ini merupakan aplikasi dari fungsi Baitul Hikmah yang dibuat oleh Al Makmun.
Salah satu penerjemah yang masyhur pada saat itu bernama Hunain bin Ishak, yang
kabarnya mendapatkan gaji sebesar 500 dinar per bulannya, belum termasuk dengan emas
yang diberikan yang beratnya sebesar dengan buku-buku yang diterjemahkan30. Ini menjadi

27
Islam Konsepsi dan Szejarahnya, hal 264-265

28
Jamil Ahmad, Seratus Muslim Terkemuka, (Jakarta: Pustaka Firdaus,1997), hal 314

29
Sejarah peradaban islam, hal 169

30
Ibid, hal 169-170
10
salah satu contoh dari kepedulian Al Makmun dengan eksistensi ilmu pengetahuan dan
kesejahteraan para pencarinya.
Ada beberapa faktor yang menjadi acuan terwujudnya kemajuanilmu pengetahuan,
diantaranya adalah kesejahteraan hidup dengan adanya perbaikan ekonomi, ilmu
pengetahuan yang dihargai, dan mental ilmiah yang dimiliki penguasa Negara.
Harun Al Rasyid dan Al Makmun menjadi mesin penggerak dari berkembangnya ilmu
pengetahuan, dan dari mereka juga muncul berbagai cabang ilmu beserta tokoh-tokohnya 31,
seperti Imam Abu Hanifah dari cabang Fiqh, Sibawaih dari cabang tata bahasa/Nahwu, dan
Al Kisa’I dari cabang Qira’ah. Pengaruh dua Khalifah besar ini dalam membawa dinasti
Abbasiyah kepada puncak kejayaan, tidak terlepas dari 2 faktor, yaitu :
 Asimilasi, yang ditunjang dengan partisipasi kalangan non Arab, terutama Persia
 Orientasi kepada pembangunan peradaban daripada perluasan wilayah dengan
menjadi suatu negara yang terbuka dalam bertukar ilmu pengetahuan dan ekonomi32

a. Perkembangan Ilmu Pengetahuan


Perkembangan ilmu pengetahuan terus melaju dengan pesat dan menghasilkan karya
karya yang luar biasa dan bahkan masih digunakan dan dijadikan rujukan sampai saat ini,
mulai dari cabang kedokteran, matematika, sampai ilmu yang berkaitan dengan astronomi.
b. Ilmu Kedokteran
Ilmu kedokteran islam telah ada semenjak masa Rasulullah, namun kedokteran islam
mulai berkembang pada masa Dinasti Abbasiyah, yang mendapat pengaruh dari Judhisafur,
yang merupakan pusat kedokteran di Persia dan Iskandariyah, yang merupakan pusat
kedokteran Yunani di Timur.
Terjadi penerjemahan buku-buku kedokteran yang massif pada saat itu, dan
penerjemahan buku kedokteran pertama dari bahasa Persia ke bahasa Arab bernama Al
Muqaffa. Adapun penerjemah kedokteran yang paling terkenal adalah dokter pribadi dari Al
Makmun itu sendiri, yaitu Hunain.

31
Ibid, hal 170

32
Ensklopedi Islam, hal 7
11
Dari cabang ini, Islam pada masa Dinasti Abbasiyah melahirkan banyak tokoh, seperti
Ali bin Rabba al Thabari, Al Razi dan Ibnu Sina. Salah satu sumbangan ilmu yang paling
besar untuk dunia adalah dari Al Razi mengenai wabah cacar dan campak33.

c. Ilmu Matematika
Ilmu matematika pada mulanya sudah mulai berkembang pada masa Al Manshur, yang
dibuktikan dengan perencanaan ibukota Baghdad dengan keindahannya dan
kemegahannya. Sumbangan terbesar yang dibverikan oleh islam pada masa itu adalah
ditemukannya angka nol yang di dalam bahasa arab disebut dengan sifir. Adapun tokoh
ilmu matematika yang terkenal adalah Muhammad bin Musa Al khawarizmi yang berjasa
dalam penemuan aljabar secara sistematis34.

d. Ilmu Astronomi
Ilmu astronomi pada masa itu umumnya digunakan untuk kepentingan keagamaan,
sepeerti penentuan waktu shalat, kemunculan bulan Ramadhan, dan penentuan arah kiblat.
Para astronom muslim merujuk kepada karya milik Yunani dan Iskandariyah serta yang
lainnya. Al Manshur pada masa pemerintahannya meminta Abu Yahya al Batriq untuk
menerjemahkan buku Quadripartitum karya Ptolemeus yang diberikan oleh kaisar
Bizantium, dan didalamnya berisi tentang astronomi, geometri dan fisika.
Dinasti Abbasiyah juga menelurkan tokoh-tokoh dari bidang sains, diantaranya :
 Bidang astronomi, yaitu Tsabit bin Qurra, Al Abbadi Al Battani, Al Buzjani, dan Al
Farghani, yang bukunya mendapat penghargaan dari Universitas Bologna di Italia
pada masa Renaissance
 Bidang Fisika, Ibnu Sina dengan karyanya yang bernama Al Syifa, yang membahas
tentang kecepatan suara dan cahaya, ibn Al Haitsam yang membahas tentang optik,
Al Biruni dengan karyanya tentang mekanika dan hidrostatika, dan Al Khazin yang
mengeluarkan teori bahwa udara adalah suatu zat yang memiliki berat35 .

33
Sejarah peradaban islam, hal 171

34
Abdul Halim Mutasir, Dalam komisi Nasional Mesir untuk UNESCO; sumbangan Islam Kepada Ilmu dan
Kebudayaan (Bandung: Pustaka,1986) hal 179-180

35
Ibid, hal 185-193
12
e. Ilmu Kimia
Diantara ilmuwan kimia dari kalangan islam yang terkenal adalah Jabir bin Hayyan.
Beliau menggagas perubahan beberapa macam logam menjadi emas murni. Begitu juga
dengan Al Majriti yang merupakan salah satu ilmuwan muslim yang terkenal. Beliau telah
menulis buku mengenai kimia dan sempat diterjemahkan ke dalam bahasa latin dan menjadi
rujukan penting dalam ilmu kimia36.

f. Ilmu Farmasi
Ilmu farmasi merupakan ilmu penunjang di dalam ilmu kedokteran sehingga ilmu ini
termasuk ilmu yang sangat penting, terutama di bidang kesehatan dan pengobatan. Salah
satu tokoh islam dalam bidang ini adalah Ibnu Sina dengan karyanya yang berjudul al
Qanun fi al Tibbi yang tertuang didalamnya berbgai macam obat dari tanaman, hewan, dan
barang tambang37.
g. Ilmu Georgrafi
Perkembangan ilmu geografi dipicu oleh berkembangnya kota Baghdad menjadi pusat
perdagangan, yang mendorong kepada masyarakat islam untuk menghadirkan keamanan
dalam perjalanan.Adapun tokoh ahli geografi yang terkenal pada saat itu adalah Ibn
Khardazabah dengan karyanya yang berjudul al Masalik wal Mamalik38.
h. Falsafat
Islam mengenal ilmu falsafat dari Yunani, Persia dan India, yang dimana tiga wilayah itu
adalah tempat lahirnya ilmu falsafat.Adapun Filsuf terkenal dari islam adalah Al Kindi yang
sangat terwarnai oleh falsafat Aristoteles tentang hukum kausalitas dan sebagian dari falsafat
Neoplatonisme. Selain Al Kindi, filsuf muslim lainnya adalah Ibn Sina, Al Farabi yang
dijuluki al Muallim al Tsani (Guru kedua setelah Aristoteles) 39, serta Al Ghazali yang
dijuluki sebagai Hujjatul Islam karena kedalaman ilmunya.

36
Ibid, hal 197-200

37
Ibid, hal 208-209

38
Sejarah Kebudayaan Islam, hal 351

39
Oemar Amin Husein, filsafat islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), hal 87-90
13
E. Peranan Orang Persia Dalam Pemerintahan Abbasiah

pada masa daulah bani umaiyah 1 berkuasa orang-orang persia dianaktirikan baik secara
politik maupoun ssosial ekonomi.maka sebagai bangsa yang sudah mencapai kemajuan perdaban
dan kebudyaan yang tinggi tidak dapat menerima perlakuann tersebut.
oleh karena itu mereka berpihak keepada bani abbasiah disaat bani abbasiah ingin
menumba ngkan daulah bani umayyah. setelah bani abbasiah berdiri, maka Bani Abbasiah
menjadikan orang –orang perisa sebagai tulang punggung pemerintahan yang baru mereka
dirikan dengan memberikan jabatan-jabatan penting kepada orang-orang perisa.hubungan
kekeluargaan dimulai dari istri Khalifah Abu Abbas al-Shafah memelihara anak Khalifah Khalid
bin Barmaki, kemudian sebaliknya anak khalifah dipelihara oleh Khalid bin Barmaki. Maka
terjalinlah hubungan erat keduanya. Oleh sebab itu hubungan kedua pihakl sudah terjalin
sebelum berdirinya pemerintahan Daulah Abbasiah. Peran orang persia sdalam peerintahan
daulah abbasiah dimulai sejak pemerintsahan khalifah abu abbas al-shafah karena khalid binn
bamarki dipercaya menduduki pemerintahan menteri keuangan oleh khalifah. Kemudian sehabis
itu diangkat menjadi gubernur.40

F. Faktor-faktor yang menyebabkan kemunduran Dinasti Abbasiyah

Kebesaran, keagungan, kemegahan dan gemerlapnya Baghdad sebagai pusat


pemerintahan Dinasti Abbasiyah seolah-olah hanyut dibawah sungai Tigris, setelah kota itu
dibumihanguskan oleh tentara Mongol dibawah Hulagu Khan pada tahun 1258 M. Semua
bangunan kota termasuk istana emas tersebut dihancurkan pasukan Mongol, meruntuhkan
perpustakaan yang merupakan gudang ilmu, dan membakar buku-buku yang ada di dalamnya.
Pada tahun 1400 M kota ini serang pula oleh pasukan timur Lenk, dan pada tahun 1508 M oleh
tentara kerajaan Samawi.41

Ada beberapa faktor penyebab kemunduran dan kehancuran Dinasti Abbasiyah. Biasanya
sejarawan mengklasifikasikan faktor-faktor penyebab ini kedalam dua faktor, yaitu faktor
internal dan faktor eksternal.

40
Syamruddin nasution,hal 210-211.
41
Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam, (Semarang: Pustaka Riski Putra, 2009), hal. 102-103
14
A. Faktor internal

Secara umumfaktor internal ada dua hal yaitu politik dan ekonomi. Kedua faktor ini ditengarai
sebagai penyebab mundur dan jatuhnya Abbasiyah yang berkuasa selama 508 tahun itu.42

B. Faktor eksternal

Kemunduran Dinasti Abbasiyah yang disebabkan oleh faktor eksternal ini oleh sejarawan
biasanya meliputi dua hal, yaitu karena perang salib dan yang kedua karena serangan bangsa
Mongol.43

Sedangkan menurut Dr. Badri Yatim M.A, diantara hal yang menyebabkan kemunduran daulah
Bani Abbasiyah adalah sebagaia berikut:

 Persaingan antara bangsa

Kholifah Abbasiyah didirikan oleh Bani Abbas yang bersekutu dengan orang-orang Persia.
Persekutuan dilatar belakangi oleh persamaan nasib kedua golongan itu pada masa Bani
Umayyah berkuasa. Keduanya sama-sama tertindas. Setelah Dinasti Abbasiyah berdiri, Bani
Abbasiyah tetap mempertahankan persekutuan itu. Pada masa ini persaingan antar bangsa
menjadi pemicu untuk saling berkuasa. Kecenderungan masing-masing bangsa untuk
mendominasi kekuasaan sudah dirasakan sejak awal kholifah Abbasiyah berdiri.

 Kemerosotan ekonomi

Kholifah abbasiyah juga mengalami kemunduran dibidang ekonomi bersamaan dengan


kemunduran dibidang politik. Pada periode pertama, pemerintahan Bani Abbasiyah merupakan
pemerintahan yang kaya. Dana yang masuk lebih besar dari pada yang keluar, sehingga Baitul
Mal penuh dengan harta. Setelah kholifah mengalami periode kemunduran, pendapatan negara
menurun, dan dengan demikian terjadi kemerosotan dalam bidang ekonomi.

 Konflik keagamaan

42
Ibid, hal.148
43
Samsul Munir Amin, hal. 153-155
15
Fanatisme keagamaan terkait erat dengan persoalan kebangsaan. Pada periode Abbasiyah,
konflik keagamaan yang muncul menjadi isu sentra sehingga mengakibatkan terjadi perpecahan.
Berbagai aliran keagamaan seperti mu’tazilah, syi’ah, ahlus sunnah, dan kelompok-kelompok
lainnya menjadikan pemerintahan Abbasiyah mengalami kesulitan untuk mempersatukan
berbagai faham keagamaan yang ada.

 Perang Salib

Perang salib merupakan sebab dari eksternal umat islam. Perang salib yang berlangsung
beberapa gelombang banyak menelan korban. Konsentrasi dan perhatian pemerintahan
Abbasiyah terpecah belah untuk mengadapi tentara salib sehingga memunculkan kelemahan-
kelemahan.44

G. Serangan Bangsa Mongol (1258M)

Serangan tentara Mongol kewilayah kekuasaan islam menyebabkan kekuatan islam


menjadi lemah, apalagi serangan Hulagu Khan dengan pasukan Mongol yang biadab
menyebabkan kekuatan Abbasiyah menjadi lemah dan akhirnya menyerah kepada kekuatan
Mongol. Akhir dari kekuasaan Dinasti Abbasiyah ialah ketika baghdad dihancurkan oleh
pasukan Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan, 656H/1258 M. Hungalu Khan dalah seorang
saudara Kubilay Khan yang berkuasa di Cina hingga ke Asia Tenggara dan saudara Mongke
Khan yang menugaskannya untuk mengembalikan wilayah-wilayah sebelah barat dari cina ke
pangkuannya. Baghdad dibumihanguskan dan diratakan dengan tanah. Kholifah Bani Abbasiyah
yang terakhir dengan keluarganya, Al Mu’tashim Billah dibunuh. Buku-buku yang terkumpul di
Baitul Hikmah dibakar dan dibuang ke sungai Tigris sehingga berubahlah warna air sungai
tersebut yang jernih bersih menjadi hitam kelam karena lunturan tinta yang ada pada buku-buku
itu. Diperkirakan sekitar 800.000 orang baik pria, wanita maupun anak-anak menjadi sasaran
pembantaian pasukan mongol. Dalam pembantaian ini Al-Mu’tasim sendiri beserta keluarganya

44
Ibid 155-157
16
dibunuh dengan kejam. Dengan terbunuhnya Al Mu’tashim Billah yang merupakan kholifah
terakhir Dinasti Abbasiyah maka berakhir pulalah pemerintahan Bani Abbasiyah ini45

BAB III
PENUTUP
Daulah Bani Abbasiyah diambil dari nama Al-Abbas bin Abdul Mutholib, paman Nabi
Muhammad SAW. Pendirinya ialah Abdullah As-Saffah bin Ali bin Abdullah bin Al-Abbas, atau
lebih dikenal dengan sebutan Abul Abbas As-Saffah. Daulah Bani Abbasiyah berdiri antara
tahun 132- 656 H / 750 -1258 M. Lima setengah abad lamanya keluarga Abbasiyah menduduki
singgasana khilafah Islamiyah. Pusat pemerintahannya di kota Baghdad.

Di antara kota pusat peradaban pada masa dinasti Abbasiyah adalah Baghdad dan Samarra.
Bangdad merupakan ibu kota negara kerajaan Abbasiyah yang didirikan Kholifah Abu Jafar Al-
Mansur (754-775 M) pada tahun 762 M. Sejak awal berdirinya, kota ini sudah menjadi pusat
peradaban dan kebangkitan ilmu pengetahuan. Ketika banyak terjadi pemberontakan, kekuatan
Dinasti Abbasiyah pun melemah. Sehingga terjadi kegoncangan kekuasaan yang berakhir dengan
disintegrasi wilayah dan keruntuhan dinasti ini.

45
Ibid, 157-157
17
DAFTAR PUSTAKA

- Al-Azizi, Abdul Syukur, 2014, Kitab Sejarah Peradaban Islam Terlengkap, Jogjakarta:
Saufa
- Amin, Samsul Munir, 2010, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Amzah
- Fu’adi, Imam, 2011, Sejarah Peradaban Islam, Yogyakarta: Teras
- Sou’yb, Joesoef, Sejarah Daulah Abbasiyah, Jakarta: Bulan Bintang
- Syamruddin Nasution, Sejarah Peradaban Islam, Cet Ketiga (Pekanbaru, Yayasan
Pustaka Riau: 2013),
- Syukur, Fatah, 2009, Sejarah Peradaban Islam, Semarang: Pustaka Riski Putra

18

Anda mungkin juga menyukai