PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dinasti Abbasiyah merupakan dinasti Islam yang paling berhasil dalam mengembangkan
peradaban Islam. Para ahli sejarah tidak meragukan hasil kerja para pakar pada masa
pemerintahan dinasti Abbasiyah dalam memajukan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam.
B. Umusan Masalah
BAB II
1
PEMBAHASAN
. Pembentukan Pemerintahan
Seiring dengan naik tahtanya Umar bin Abdul Aziz untuk memimpin Daulah Umayyah
pada tahun 99 H, telah muncul benih-benih untuk meruntuhkan daulah tersebut, yang dipimpin
oleh Ali bin Abdullah, cucu dari Abbas bin Abdul Muthalib yang merupakan paman Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam1. Beliau mengklaim bahwasanya keturunannya, yakni Bani
Hasyim lebih berhak untuk memimpin negara islam karena mereka adalah kerabat terdekat
Nabi2. Ide ini kemudian lambat laun tersebar dan meluas dalam beberapa tahun.
Dengan tersebarnya ide tersebut dan diperkuat dengan kondisi kemunduran Daulah
Umayyah yang disebabkan oleh kehidupan hedonis mereka, serta munculnya disintegrasi dengan
kalangan non Arab yang pada saat itu dianaktirikan oleh Daulah Umayyah, maka pada akhirnya
kelompok yang ingin menumbangkan dinasti tersebut memiliki momen yang tepat untuk
melakukan pergerakan.
Pergerakan ini dimulai dengan mengajak beberapa kalangan yang memiliki kebencian
terhadap Daulah Umayyah, diantaranya adalah kelompok Syi’ah yang juga merupakan keturunan
Bani Hasyim, dan memang secara historis memiliki hubungan yang tidak baik dengan
pemimpin-pemimpin daulah tersebut, karena mereka mengira Daulah Umayyah yang didirikan
oleh Muawiyyah pada waktu itu dibentuk dengan mengorbankan nyawa Husain.
Selain daripada itu, kalangan Persia yang dianaktirikan oleh dinasti tersebut, baik secara
politik, ekonomi maupun sosial, juga ikut bergabung dengan pergerakan ini, sehingga terciptalah
sebuah aliansi yang kuat dan massif3. Gerakan ini berpusat di Humaymah sebagai tempat untuk
perencanaan, dan Kufah sebagai kota penghubung, serta Khurasan sebagai pusat gerakan
praktis4.
1
Syamruddin Nasution, Sejarah peradaban Islam,(Depok:Rajawali Pers,2018) hal 151
2
Tim Penulis, Ensiklopedi islam,(Jakarta:PT Ichtiar Van Hoeve,2001) jilid 1 hal 6
3
Sejarah peradaban islam, hal 151
4
Ensiklopedi Islam, jilid 1 hal 6
2
Mereka melakukan propaganda dengan menyebarluaskan ide mereka di daerah-daerah
yang penduduknya mayoritas bukan bangsa Arab, dengan mengangkat dua tema, yaitu al-
Musawah (persamaan kedudukan) yang berkaitan dengan keinginan kalangan non Arab dan al
Ishlah (perbaikan), yang artinya kembali kepada ajaran Qur’an dan hadits, yang dimana tema ini
sangat menarik kalangan Sunni yang melihat Daulah Umayyah telah jauh dari ajaran Islam5.
Gerakan ini menjadi terang-terangan kala Ibrahim bin Muhammad memimpin aliansi,
dengan mengutus Abu Muslim al Khurasani untuk menginvansi wilayah Khurasan. Namun
ditengah-tengah proses pergerakan ini, Ibrahim bin Muhammad ditangkap dan dibunuh oleh
pemimpin Daulah Umayyah. Tanggung jawab kepemimpinan diambil alih oleh Abul Abbas as
Shaffah, dia memindahkan pusat pemerintahannya di Kufah, yang telah diambil alih seutuhnya
oleh panglima dari Abu Muslim, yaitu Qutaibah bin Syahib dan anaknya Hasan, dan pada saat
itu, Abul Abbas memproklamirkan diri sebagai Khalifah Daulah Abbasiyah yang di bai’at oleh
penduduk disana6.
Kejadian tersebut mendapat reaksi keras dari Khalifah Marwan yang merupakan
pemimpin Daulah Umayyah pada saat itu. Beliau mengirimkan pasukan ke Kufah, sehingga
pecahlah pertempuran di pinggir sungai Zab. Peperangan tersebut dimenangkan oleh pihak
Abbasiyah yang dipimpin oleh Abdullah bin Ali.
Abdullah bin Ali menaklukan kota demi kota yang masih menjadi kekuasaan Daulah
Umayyah termasuk Damaskus, yang menjadi ibukotanya. Khalifah Marwan pun melarikan diri
dari sana menuju ke Mesir, namun pada akhirnya tertangkap dan dibunuh oleh pasukan Abdullah
bin Ali, yang secara otomatis dengan kejadian tersebut resmilah berdiri Daulah Abbasiyah7.
Daulah Abbasiyah berdiri selama 508 tahun dengan 37 khalifah nya yang silih berganti
memimpinnya. Di dalam pemerintahannya, daulah ini terbagi menjadi empat periode, yaitu 1
5
Sejarah peradaban islam, hal 152
6
Ibid, hal 152
7
Ibid, hal 153
3
periode integrasi dan 3 lainnya periode disintegrasi. Dapat dikatakan periode integrasi (750-847
M) merupakan masa kejayaan dari Daulah Abbasiyah, dengan besarnya pengaruh Persia di
dalamnya, mulai dari Abul Abbas sampai ke Al Watsiq
C. Perkembangan Pemerintahan
8
Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan kebudayaan islam,(Yogyakarta:Kota Kembang,1989),hal 42
9
Sejarah peradaban islam, hal 154-155
4
Abu Ja’far Al Manshur memegang peranan penting dalam tumbuhnya
perkembangan Daulah Abbasiyah. Dia merupakan saudara dari Abul Abbas Al Saffah,
dan memiliki unsur-unsur penting yang harus dimiliki seorang pemimpin. Salah satu
unsur yang paling menonjol adalah sifat kesederhanaannya, yang demikian menjadi
sebuah daya tarik dalam mendapatkan kepercayaan masyarakat pada saat itu.
Sikap pertama yang dilakukan oleh Al Manshur pada saat menjabat sebagai
Khalifah adalah menstabilkan kondisi pemerintahannya, yang menjadi modal utama
dalam membangun sebuah Daulah. Al Manshur menangani beberapa pemberontakan
sebagai misi dalam menciptakan stabilitas pemerintahan10.
11
Ibid, hal 157
12
Ensiklopedi Islam, jilid 1 hal 6
5
Mengetahui hal itu, Al Manshur berinisiatif untuk mengeksekusi Abu Muslim
dengan hukuman mati di istana pada tahun 755 M 13.Dengan demikian, hanya tersisa
satu pihak lagi yang di khawatirkan oleh Al Manshur, yaitu pemberontakan golongan
Syiah.
13
Ibid, jilid 1 hal 6
14
Yoesoef So’yb, Sejarah Daulah Abbasiyah (Jakarta:Bulan Bintang,1977), hal 45
15
Ensiklopedi Islam, jilid 1 hal 6
6
pemerintahan, karena sebelumnya dijadikan tempat peristirahatan raja Persia yang
bernama Kisra Anusyirwan16.
Selain itu, paling tidak terdapat tiga factor yang mendorong al Manshur untuk
menadikan Baghdad sebagai ibukota: pertama, karena sisa-sisa pendukung Bani
Umayyah bermukim di Damaskus, yang letaknya dekat dengan Hasyimiah. Kedua,
dukungan kuat orang Persia pada masa Al manshur mendorongnya membuat pusat
pemerintahan di dekat kawasan Persia. Ketiga, untuk menjauhkan diri dari agresi
Bizantium, karena letak Baghdad yang tidak berbatasan langsung dengannya17.
Kondisi kota Baghdad pada saat itu sudah berpotensi untuk menciptakan kondisi
ekonomi yang baik, karena sumber kehidupan dengan mudah didapatakan dari letaknya
yang strategis dan lingkungan yang baik. Posisinya yang berada di dekat sungai Tigris,
memudahkan Al Manshur untuk melakukan kegiatan perdagangan sampai ke Tiongkok,
Armenia, dan daerah sekitarnya, sehingga kegiatan ini menjadi salah satu penyokong
penting tumbuhnya perekonomian pada masanya18.
e. Memajukan Ekonomi
Pemindahan ibukota ke Baghdad karena factor geografisnya, berbandung lurus
dengan pesatnya pertumbuhan ekonomi Daulah Abbasiyah. Kegiatan ekspor dan impor
komoditas menjadi hal penting dalam memajukan ekonomi. Al Manshur kemudian
berinisiatif membuat pelabuhan di sisi sungai Tigris, sebagai sarana penunjang kegiatan
tersebut. Peningkatan ekonomi yang pesat membuat rakyat pada saat itu hidup tenang
dan makmur19.
17
Sejarah peradaban islam, hal 162
18
Philip K. Hitti, Dunia Arab,(Bandung;Sumur bandung,1970), hal 108
19
Sejarah peradaban islam, hal 163
7
ilmiah dan kesusastraan dari bahasa asing, yaitu India, Yunani Kuno, Bizantium, Persia
dan Syiria ke bahasa Arab, yang membuat para peminat ilmu tertarik dan berpindah
menuju pusat kota20, sehngga ibukota menjadi sangat padat dan ramai oleh adanya
kegiatan Urbanisasi.
Berkembangnya ilmu pengetahuan juga disebabkan oleh hadirnya seorang wazir
yang berasal dari keluarga Baramikah yang berasal dari Balkh, Persia, yaitu Khalid bin
Barmak. Asal nama Barmak itu sendiri berasal dari nama pendeta agung kuil api
Majusi21. Keluarga Barmak terbukti juga mengisi banyak posisi yang ada didalam
pemerintahan, seperti Yahya bin Khalid yang menjadi wazir pengganti bagi Khalid,
Fadhil bin Yahya yang mengis jabatan Gubernur Persia Barat dan kemudian Khurasan.
Hal ini karena keluarga Barmak memliki kelebihan di bidang administrasi dan tata
negara, dan untuk meruntuhkan disintegrasi dengan kalangan non Arab22.
Khalifah Al Manshur telah meletakkan pondasi yang kokoh di dalam
perkembangan ilmu pengetahuan, sehingga terus berlanjut sampai puncaknya pada
zaman Khalifah Al Makmun.
20
Ibid, hal 163
21
Ensiklopedi Islam, jilid 1 hal 7
22
Ibid, hal 7
23
Syed Mahmudunnasir, Islam Konsepsi dan Sejarahnya,(Bandung: Rosda Bandung, 1988), hal 259
8
serta bantuan dari Harun dari serangan Bizantium, sedangkan Harun mengharapkan
perlindungan Charles dari serangan Bani Umayyah di Spanyol24.
24
Ibid, hal 259-260
25
Syed Amir, Api Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), hal 91
26
Ibid, hal 112-113
9
terus menetap di Baghdad, karena mereka cukup fokus mencari ilmu tanpa harus
bekerja.
Keluarga Barmak sekali lagi menjadi tokoh utama dibalik peristiwa ini, empat
anak dari Yahya bin Khalid ditunjuk untuk menjadi pejabat Negara yang berfokus
pada pengembangan pengetahuan, mereka memberikan hadiah yang mahal untuk
siapa saja yang dapat menciptakan sebuah karya27. Adanya hal itu mendorong
menetasnya produk-produk teknologi, pendidikan, kesehatan dan lainnya yang
bentuknya berupa suatu barang ataupun buku.
27
Islam Konsepsi dan Szejarahnya, hal 264-265
28
Jamil Ahmad, Seratus Muslim Terkemuka, (Jakarta: Pustaka Firdaus,1997), hal 314
29
Sejarah peradaban islam, hal 169
30
Ibid, hal 169-170
10
salah satu contoh dari kepedulian Al Makmun dengan eksistensi ilmu pengetahuan dan
kesejahteraan para pencarinya.
Ada beberapa faktor yang menjadi acuan terwujudnya kemajuanilmu pengetahuan,
diantaranya adalah kesejahteraan hidup dengan adanya perbaikan ekonomi, ilmu
pengetahuan yang dihargai, dan mental ilmiah yang dimiliki penguasa Negara.
Harun Al Rasyid dan Al Makmun menjadi mesin penggerak dari berkembangnya ilmu
pengetahuan, dan dari mereka juga muncul berbagai cabang ilmu beserta tokoh-tokohnya 31,
seperti Imam Abu Hanifah dari cabang Fiqh, Sibawaih dari cabang tata bahasa/Nahwu, dan
Al Kisa’I dari cabang Qira’ah. Pengaruh dua Khalifah besar ini dalam membawa dinasti
Abbasiyah kepada puncak kejayaan, tidak terlepas dari 2 faktor, yaitu :
Asimilasi, yang ditunjang dengan partisipasi kalangan non Arab, terutama Persia
Orientasi kepada pembangunan peradaban daripada perluasan wilayah dengan
menjadi suatu negara yang terbuka dalam bertukar ilmu pengetahuan dan ekonomi32
31
Ibid, hal 170
32
Ensklopedi Islam, hal 7
11
Dari cabang ini, Islam pada masa Dinasti Abbasiyah melahirkan banyak tokoh, seperti
Ali bin Rabba al Thabari, Al Razi dan Ibnu Sina. Salah satu sumbangan ilmu yang paling
besar untuk dunia adalah dari Al Razi mengenai wabah cacar dan campak33.
c. Ilmu Matematika
Ilmu matematika pada mulanya sudah mulai berkembang pada masa Al Manshur, yang
dibuktikan dengan perencanaan ibukota Baghdad dengan keindahannya dan
kemegahannya. Sumbangan terbesar yang dibverikan oleh islam pada masa itu adalah
ditemukannya angka nol yang di dalam bahasa arab disebut dengan sifir. Adapun tokoh
ilmu matematika yang terkenal adalah Muhammad bin Musa Al khawarizmi yang berjasa
dalam penemuan aljabar secara sistematis34.
d. Ilmu Astronomi
Ilmu astronomi pada masa itu umumnya digunakan untuk kepentingan keagamaan,
sepeerti penentuan waktu shalat, kemunculan bulan Ramadhan, dan penentuan arah kiblat.
Para astronom muslim merujuk kepada karya milik Yunani dan Iskandariyah serta yang
lainnya. Al Manshur pada masa pemerintahannya meminta Abu Yahya al Batriq untuk
menerjemahkan buku Quadripartitum karya Ptolemeus yang diberikan oleh kaisar
Bizantium, dan didalamnya berisi tentang astronomi, geometri dan fisika.
Dinasti Abbasiyah juga menelurkan tokoh-tokoh dari bidang sains, diantaranya :
Bidang astronomi, yaitu Tsabit bin Qurra, Al Abbadi Al Battani, Al Buzjani, dan Al
Farghani, yang bukunya mendapat penghargaan dari Universitas Bologna di Italia
pada masa Renaissance
Bidang Fisika, Ibnu Sina dengan karyanya yang bernama Al Syifa, yang membahas
tentang kecepatan suara dan cahaya, ibn Al Haitsam yang membahas tentang optik,
Al Biruni dengan karyanya tentang mekanika dan hidrostatika, dan Al Khazin yang
mengeluarkan teori bahwa udara adalah suatu zat yang memiliki berat35 .
33
Sejarah peradaban islam, hal 171
34
Abdul Halim Mutasir, Dalam komisi Nasional Mesir untuk UNESCO; sumbangan Islam Kepada Ilmu dan
Kebudayaan (Bandung: Pustaka,1986) hal 179-180
35
Ibid, hal 185-193
12
e. Ilmu Kimia
Diantara ilmuwan kimia dari kalangan islam yang terkenal adalah Jabir bin Hayyan.
Beliau menggagas perubahan beberapa macam logam menjadi emas murni. Begitu juga
dengan Al Majriti yang merupakan salah satu ilmuwan muslim yang terkenal. Beliau telah
menulis buku mengenai kimia dan sempat diterjemahkan ke dalam bahasa latin dan menjadi
rujukan penting dalam ilmu kimia36.
f. Ilmu Farmasi
Ilmu farmasi merupakan ilmu penunjang di dalam ilmu kedokteran sehingga ilmu ini
termasuk ilmu yang sangat penting, terutama di bidang kesehatan dan pengobatan. Salah
satu tokoh islam dalam bidang ini adalah Ibnu Sina dengan karyanya yang berjudul al
Qanun fi al Tibbi yang tertuang didalamnya berbgai macam obat dari tanaman, hewan, dan
barang tambang37.
g. Ilmu Georgrafi
Perkembangan ilmu geografi dipicu oleh berkembangnya kota Baghdad menjadi pusat
perdagangan, yang mendorong kepada masyarakat islam untuk menghadirkan keamanan
dalam perjalanan.Adapun tokoh ahli geografi yang terkenal pada saat itu adalah Ibn
Khardazabah dengan karyanya yang berjudul al Masalik wal Mamalik38.
h. Falsafat
Islam mengenal ilmu falsafat dari Yunani, Persia dan India, yang dimana tiga wilayah itu
adalah tempat lahirnya ilmu falsafat.Adapun Filsuf terkenal dari islam adalah Al Kindi yang
sangat terwarnai oleh falsafat Aristoteles tentang hukum kausalitas dan sebagian dari falsafat
Neoplatonisme. Selain Al Kindi, filsuf muslim lainnya adalah Ibn Sina, Al Farabi yang
dijuluki al Muallim al Tsani (Guru kedua setelah Aristoteles) 39, serta Al Ghazali yang
dijuluki sebagai Hujjatul Islam karena kedalaman ilmunya.
36
Ibid, hal 197-200
37
Ibid, hal 208-209
38
Sejarah Kebudayaan Islam, hal 351
39
Oemar Amin Husein, filsafat islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), hal 87-90
13
E. Peranan Orang Persia Dalam Pemerintahan Abbasiah
pada masa daulah bani umaiyah 1 berkuasa orang-orang persia dianaktirikan baik secara
politik maupoun ssosial ekonomi.maka sebagai bangsa yang sudah mencapai kemajuan perdaban
dan kebudyaan yang tinggi tidak dapat menerima perlakuann tersebut.
oleh karena itu mereka berpihak keepada bani abbasiah disaat bani abbasiah ingin
menumba ngkan daulah bani umayyah. setelah bani abbasiah berdiri, maka Bani Abbasiah
menjadikan orang –orang perisa sebagai tulang punggung pemerintahan yang baru mereka
dirikan dengan memberikan jabatan-jabatan penting kepada orang-orang perisa.hubungan
kekeluargaan dimulai dari istri Khalifah Abu Abbas al-Shafah memelihara anak Khalifah Khalid
bin Barmaki, kemudian sebaliknya anak khalifah dipelihara oleh Khalid bin Barmaki. Maka
terjalinlah hubungan erat keduanya. Oleh sebab itu hubungan kedua pihakl sudah terjalin
sebelum berdirinya pemerintahan Daulah Abbasiah. Peran orang persia sdalam peerintahan
daulah abbasiah dimulai sejak pemerintsahan khalifah abu abbas al-shafah karena khalid binn
bamarki dipercaya menduduki pemerintahan menteri keuangan oleh khalifah. Kemudian sehabis
itu diangkat menjadi gubernur.40
Ada beberapa faktor penyebab kemunduran dan kehancuran Dinasti Abbasiyah. Biasanya
sejarawan mengklasifikasikan faktor-faktor penyebab ini kedalam dua faktor, yaitu faktor
internal dan faktor eksternal.
40
Syamruddin nasution,hal 210-211.
41
Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam, (Semarang: Pustaka Riski Putra, 2009), hal. 102-103
14
A. Faktor internal
Secara umumfaktor internal ada dua hal yaitu politik dan ekonomi. Kedua faktor ini ditengarai
sebagai penyebab mundur dan jatuhnya Abbasiyah yang berkuasa selama 508 tahun itu.42
B. Faktor eksternal
Kemunduran Dinasti Abbasiyah yang disebabkan oleh faktor eksternal ini oleh sejarawan
biasanya meliputi dua hal, yaitu karena perang salib dan yang kedua karena serangan bangsa
Mongol.43
Sedangkan menurut Dr. Badri Yatim M.A, diantara hal yang menyebabkan kemunduran daulah
Bani Abbasiyah adalah sebagaia berikut:
Kholifah Abbasiyah didirikan oleh Bani Abbas yang bersekutu dengan orang-orang Persia.
Persekutuan dilatar belakangi oleh persamaan nasib kedua golongan itu pada masa Bani
Umayyah berkuasa. Keduanya sama-sama tertindas. Setelah Dinasti Abbasiyah berdiri, Bani
Abbasiyah tetap mempertahankan persekutuan itu. Pada masa ini persaingan antar bangsa
menjadi pemicu untuk saling berkuasa. Kecenderungan masing-masing bangsa untuk
mendominasi kekuasaan sudah dirasakan sejak awal kholifah Abbasiyah berdiri.
Kemerosotan ekonomi
Konflik keagamaan
42
Ibid, hal.148
43
Samsul Munir Amin, hal. 153-155
15
Fanatisme keagamaan terkait erat dengan persoalan kebangsaan. Pada periode Abbasiyah,
konflik keagamaan yang muncul menjadi isu sentra sehingga mengakibatkan terjadi perpecahan.
Berbagai aliran keagamaan seperti mu’tazilah, syi’ah, ahlus sunnah, dan kelompok-kelompok
lainnya menjadikan pemerintahan Abbasiyah mengalami kesulitan untuk mempersatukan
berbagai faham keagamaan yang ada.
Perang Salib
Perang salib merupakan sebab dari eksternal umat islam. Perang salib yang berlangsung
beberapa gelombang banyak menelan korban. Konsentrasi dan perhatian pemerintahan
Abbasiyah terpecah belah untuk mengadapi tentara salib sehingga memunculkan kelemahan-
kelemahan.44
44
Ibid 155-157
16
dibunuh dengan kejam. Dengan terbunuhnya Al Mu’tashim Billah yang merupakan kholifah
terakhir Dinasti Abbasiyah maka berakhir pulalah pemerintahan Bani Abbasiyah ini45
BAB III
PENUTUP
Daulah Bani Abbasiyah diambil dari nama Al-Abbas bin Abdul Mutholib, paman Nabi
Muhammad SAW. Pendirinya ialah Abdullah As-Saffah bin Ali bin Abdullah bin Al-Abbas, atau
lebih dikenal dengan sebutan Abul Abbas As-Saffah. Daulah Bani Abbasiyah berdiri antara
tahun 132- 656 H / 750 -1258 M. Lima setengah abad lamanya keluarga Abbasiyah menduduki
singgasana khilafah Islamiyah. Pusat pemerintahannya di kota Baghdad.
Di antara kota pusat peradaban pada masa dinasti Abbasiyah adalah Baghdad dan Samarra.
Bangdad merupakan ibu kota negara kerajaan Abbasiyah yang didirikan Kholifah Abu Jafar Al-
Mansur (754-775 M) pada tahun 762 M. Sejak awal berdirinya, kota ini sudah menjadi pusat
peradaban dan kebangkitan ilmu pengetahuan. Ketika banyak terjadi pemberontakan, kekuatan
Dinasti Abbasiyah pun melemah. Sehingga terjadi kegoncangan kekuasaan yang berakhir dengan
disintegrasi wilayah dan keruntuhan dinasti ini.
45
Ibid, 157-157
17
DAFTAR PUSTAKA
- Al-Azizi, Abdul Syukur, 2014, Kitab Sejarah Peradaban Islam Terlengkap, Jogjakarta:
Saufa
- Amin, Samsul Munir, 2010, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Amzah
- Fu’adi, Imam, 2011, Sejarah Peradaban Islam, Yogyakarta: Teras
- Sou’yb, Joesoef, Sejarah Daulah Abbasiyah, Jakarta: Bulan Bintang
- Syamruddin Nasution, Sejarah Peradaban Islam, Cet Ketiga (Pekanbaru, Yayasan
Pustaka Riau: 2013),
- Syukur, Fatah, 2009, Sejarah Peradaban Islam, Semarang: Pustaka Riski Putra
18