PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada dasarnya hukum hadir sebagai suatu alat yang dapat mengontrol
tatanan kehidupan masyarakat dari segala aspek yang menyimpang, entah itu
tujuan hukum adalah menciptakan ketertiban sosial, sejak itu pula ketertiban
dipandang sebagai sesuatu yang mutlak yang harus diciptakan oleh hukum.1
Sebagai sarana social engineering, hukum merupakan suatu sarana yang ditujukan
sakit, atau penderitaan pada orang lain. Salah satu unsur yang perlu diperhatikan
disini adalah berupa paksaan atau ketidakrelaan atau tidak adanya persetujuan
pihak lain yang dilukai.3 Walaupun kekerasan identik dengan perilaku fisik,
1
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Prenadamedia Group,
Jakarta, 2016, hal 128
2
Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 2016, hal
135
3
Sofia Hardani & Wilaela, Perempuan dalam Lingkaran KDRT, Pusat Studi Wanita,
Universitas Islam Negeri Riau, 2010, hal 7
2
namun kekerasan pada dasarnya adalah semua bentuk perilaku baik verbal maupun
belakang sosial atau identitas sosial yang melekat pada diri seseorang. Hal ini
dikarenakan adanya perasaan unggul atau lebih kuat dibandingkan dengan korban
yang dianggap lebih lemah dan tidak berdaya, kemudian menjurus pada tindakan
yang ingin menguasai dan apabila tidak mendapat persetujuan dari korban maka
muncul tindakan kekerasan tadi. Identitas sosial dalam konteks ini adalah gender
yang melekat pada diri seseorang. Gender berbeda dengan jenis kelamin,
walaupun keduanya melekat pada diri seseorang namun memiliki konsep yang
berbeda.
berkaitan dengan alat dan fungsi reproduksinya, laki-laki memiliki penis, testis,
jakun, dan sperma sedangkan perempuan memiliki rahim, indung telur, dan
4
Ibid, hal 8
3
menyusui. Alat dan fungsi ini adalah pemberian Tuhan yang tidak dapat
dipertukarkan.5
secara sosial dan kultural yang berkaitan dengan peran, perilaku, dan sifat yang
dianggap layak bagi laki-laki dan perempuan yang dipertukarkan. Sifat gender
merujuk pada sifat dan perilaku yang diharapkan pada laki-laki dan perempuan
berdasarkan pada nilai, budaya dan norma masyarakat pada masa tertentu. Dalam
konstruksi sosial gender tersebut, terdapat suatu sistem yang disebut dengan
menguasai dan mengambil kontrol atas perempuan, dan apabila tidak mendapat
5
Siti Azisah Abdillah Mustari Himayah Ambon Masse, Kontekstualisasi Gender, Islam
dan Budaya, Alauddin University Press, Makassar, 2016, hal 4
6
Ibid, hal 5
4
Kekerasan berbasis gender ini pun kemudian semakin meningkat jumlah kasusnya
Setidaknya ada 8 bentuk kekerasan berbasis gender pada media sosial yang
dan eksploitasi.7
7
Ellen Kusuma dan Nenden Sekar Arum, “Memahami dan Menyikapi Kekerasan
Berbasis Gender Online”, Panduan KBGO, Vol 2, Jakarta, 2019, hal 4, diakses dari
https://id.safenet.or.id/wp-content/uploads/2019/11/Panduan-KBGO-v2.pdf, pada 27 Agustus
2020
5
dari tahun 2019 hingga saat ini, dimana pada tahun sebelumnya yang tercatat ada
65 kasus, dan menjadi 97 kasus di tahun 2019. Adapun jenis atau bentuk KBGO
video pribadi korban atau malicious distribution, pelecehan berbasis online atau
KBGO. Dapat dilihat bahwa kasus kekerasan terhadap perempuan di dunia maya
meningkat dari tahun 2018 ke tahun 2019 sebagaimana data Catatan Tahunan
2019:9
8
Zevica Rafisna, “Kekerasan Gender Berbasis Online Pada Perempuan” diakses dari
http://yayasanpulih.org/2020/06/kekerasan-gender-berbasis-online-pada-perempuan/, pada
tanggal 27 Agustus 2020
9
Wijatnika Ika, “Kekerasan terhadap Perempuan Indonesia Meningkat: Bagaimana
Negara Membiarkan ini Terjadi? [Review Catahu Komnas Perempuan 2019]” , diakses dari
https://www.wijatnikaika.id/2020/05/kekerasan-terhadap-perempuan-indonesia.html?m=1, pada
tanggal 04 Januari 2021
6
Gambar 1.1 Data Kasus Cyber Crime dari Lembaga Layanan dan Pengaduan Langsung ke
tahun 2019 ada 281 kasus yang dilaporkan langsung ke Komnas Perempuan.10
Gambar 1.2 Data Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan Sepanjang Tahun 2019
(sumber: jurnalperempuan.org)
10
Andi Misbahul Pratiwi, “Kekerasan terhadap Perempuan Meningkat Delapan Kali Lipat
Selama 12 Tahun Terakhir”, diakses dari http://www.jurnalperempuan.org/warta-
feminis/kekerasan-terhadap-perempuan-meningkat-delapan-kali-lipat-selama-12-tahun-terakhir,
pada tanggal 04 Januari 2021
7
Dilihat dari banyaknya kasus kekerasan berbasis gender pada media sosial
lainnya. Munculnya media sosial bermula pada akhir abad ke-19. Titik awalnya
adalah teknologi telegraf yang dikirimkan oleh Samuel Morse pada tahun 1844,
hingga pada tahun 1999 muncul media sosial untuk Blogging yang membuat para
pengguna dapat membagikan tulisan dan berkomunikasi melalui blog dan jurnal
mereka sendiri. Sedangkan grup jejaring sosial mulai tumbuh pesat dengan
membuat profil dan terkoneksi secara virtual dengan orang di seluruh dunia. Pada
tahun 2004, kemudian muncul jejaring sosial dengan nama Facebook. Para pekerja
kreatif terus mengembangkan media sosial jenis lain, hingga pada tahun 2005,
Youtube diluncurkan dan pada tahun 2006 muncul Twitter.11 Dan kemudian
berkembang lagi dengan munculnya whatsapp pada tahun 2009 dan Instagram
informasi, namun interaksi antar pengguna yang ada di media sosial ini juga
11
Resa Eka Ayu Sartika, “Penemuan yang Mengubah Dunia: Media Sosial, Kenapa Bikin
Panik saat Diblokir?”, diakses dari
https://sains.kompas.com/read/2019/05/23/220400623/penemuan-yang-mengubah-dunia--media-
sosial-kenapa-bikin-panik-saat-diblokir-
?page=all#:~:text=Sejarah%20media%20sosial%20bermula%20pada,oleh%20Samuel%20Morse
%20pada%201844.&text=Sedangkan%20media%20sosial%20sendiri%20dianggap,awal%20mul
a%20dari%20media%20sosial., pada tanggal 13 September 2020
8
tersebut.
Kasus kekerasan berbasis gender dapat kita temukan pada media sosial
seperti contohnya yang terjadi pada siswi bernama Nira yang mendapat teror
kiriman gambar penis dan video onani melalui pesan pribadinya pada akun media
sosial LINE oleh orang yang tidak dikenal, yang kemudian ia laporkan pada
lainnya adalah kasus Revenge Porn yang dilakukan dengan penyebaran gambar
Revenge Porn ini juga diklasifikasikan dengan Image-Based Sexual Abuse (IBSA)
yakni pembuatan foto dan/atau video telanjang dan/atau yang berbau seksual tanpa
yang dibuat sendiri oleh korban atau dibuat atas persetujuan korban), serta
seksual.13
Patresia Kirnandita, “Kiriman 'Dick Pic' dan Video Porno Tak Konsensual Naik
12
olehnya dan disebarkan oleh pelaku. Kekerasan berbasis gender ini pun semakin
gambar atau video penis atau onani via pesan langsung kepada korban di
14
Instagram atau Twitter dari pelaku yang memakai akun palsu. Berdasarkan
kekerasan dalam rumah tangga mengalami penurunan laporan yang mana tidak
lepas dari Pandemi Covid-19, dimana mobilitas istri dan anak perempuan terbatas
untuk menghapus akun media sosial atau menarik diri dari interaksi sosial. Hal ini
Patresia Kirnandita, “Kiriman 'Dick Pic' dan Video Porno Tak Konsensual Naik
14
dan perasaan tidak adil karena tidak dapat mendapat keadilan dengan memproses
pelaku melalui jalur hukum dan juga membuat para pelaku dapat bebas melakukan
hal tersebut tanpa takut akan jerat hukum pidana. Hal ini juga diperburuk dengan
kondisi korban kekerasan gender yang belum menentu dimana korban sering
menyalahkan korban (victim blaming).16 Harus ada sebuah tindakan tegas dengan
tersebut.
Kebijakan kriminal ini dapat dilakukan dengan menggunakan dua jenis upaya
yaitu upaya penal dan non-penal. Dimana upaya penal berfokus pada upaya
penanggulangan atau represif dan upaya non penal berfokus pada upaya
16
Atikah Nuraini dkk, Hukum Pidana Internasional dan Perempuan, Komnas Perempuan,
Jakarta, 2006, hal 132
11
blaming dan stigrma dari masyarakat. Perempuan sangat rentan untuk mengalami
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
media sosial
3. Sebagai salah satu syarat dalam penyelesaian studi pada Fakultas Hukum
Universitas Pattimura
D. Manfaat Penelitian
sosial
12
media sosial
E. Kerangka Konseptual
1. Konsep Kekerasan
kejahatan dan sanksi yang diancam atas pelanggaran yang telah ditentukan
diatur dalam Buku ke-II, Bab I sampai dengan Bab XXXI Pasal 104 sampai
(overtredingen) Bab I sampai dengan Bab IX Pasal 489 sampai dengan Pasal
569 Buku III.17 Hukum pidana harus mengakomodir segala bentuk kejahatan
Fungsi hukum pidana dengan sanksinya yang berupa pidana ialah pertama-
tama sebagai sarana dalam menanggulangi kejahatan atau sebagai kontrol sosial
(pengendalian masyarakat). Dalam hal ini maka hukum pidana adalah bagian
dari politik kriminal yaitu usaha yang rasional dari masyarakat untuk
17
M Ali Zaidan, Kebijakan Kriminal, Sinar Grafika, Jakarta, 2016, hal 24
18
Maroni, Pengantar Politik Hukum Pidana, Aura, Bandar Lampung, 2016, hal 49
13
suatu tindak pidana. Dan pidana itu sendiri pada dasarnya adalah merupakan
suatu penderitaan atau nestapa yang sengaja dijatuhkan negara kepada mereka
bahwa:
seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya orang
lain. 20
Criminal Justice, bahwa kekerasan adalah semua jenis perilaku yang tidak sah
Menurut Sally E. Merry, kekerasan adalah suatu tanda dari perjuangan untuk
19
Andi Sofyan dan NurAzisa, Hukum Pidana, Pustaka Pena Press, Makassar, 2016, hal
84
20
Kekerasan. 2016. Pada KBBI Daring. Diambil 20 Agustus 2020 dari
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/kekerasan
21
Mia Amalia, “Kekerasan Perempuan Dalam Perspektif Hukum Dan Sosiokultural”,
Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 25, Cianjur, 2011, hal 404, diakses dari
http://www.sthb.ac.id/jurnal/index.php/wawasanhukum/article/view/25, pada 20 Agustus
2020
22
Prisilla Viviane Merung, “Kajian Kriminologi Terhadap Upaya Penanganan Kasus
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di Indonesia”, Jurnal Unpar, Vol. 2 No. 2, Bandung,
14
adalah
disertai penggunaan kekuatan kepada orang lain. Oleh karena itu secara umum
ada empat jenis kekerasan yakni (1) kekerasan terbuka, kekerasan yang dilihat,
perlindungan diri.23
Menurut Mulyana W. Kusumah yang mengutip dari pendapat Rosa Det Olmo,
2. Konsep Gender
dengan jenis kelamin biologis. Dikatakan sebagai jenis kelamin sosial karena
merupakan tuntutan masyarakat yang sudah menjadi budaya dan norma sosial
masyarakat yang melekat pada kaum laki-laki dan perempuan dan membedakan
dari bahasa Inggris, berarti jenis kelamin. Dalam Webster’s New World, gender
23
Ibid.
24
Erniwati, “Kejahatan Kekerasan Dalam Perspektif Kriminologi”, Mizani, Vol. 25 No.
2, Bengkulu, 2015, hal 110, diakses dari
https://ejournal.iainbengkulu.ac.id/index.php/mizani/article/viewFile/73/73, pada 15
September 2020
16
dilihat dari segi nilai dan tingkah laku”. Sedangkan dalam Women’s Studies
dipertukarkan antara sifat perempuan dan laki-laki yang bisa berubah, baik itu
gender terjadi melalui proses yang sangat panjang. Perbedaan Gender terbentuk
25
9otjr, “4 Pengertian Gender Menurut Para Ahli”, diakses dari https://imn.co.id/4-
pengertian-gender-menurut-para-ahli/, pada tanggal 14 September 2020
26
Tips Serba Serbi, “Pengertian Gender, Kesetaraan Gender dan Istilah Terkait”, diakses
dari https://tipsserbaserbi.blogspot.com/2016/10/pengertian-gender-kesetaraan-gender-dan-
istilah-terkait.html, pada tanggal 23 September 2020
17
Kekerasan langsung pada seseorang yang didasarkan atas seks atau gender. Ini
peradilan pidana (pendekatan penal) dapat pula dilakukan dengan sarana “non
27
Ellen Kusuma dan Nenden Sekar Arum, “Memahami dan Menyikapi Kekerasan
Berbasis Gender Online”, Panduan KBGO, Vol 2, Jakarta, 2019, hal 4, diakses dari
https://id.safenet.or.id/wp-content/uploads/2019/11/Panduan-KBGO-v2.pdf, pada 26 Agustus
2020
28
M Ali Zaidan, Kebijakan Kriminal, Sinar Grafika, Jakarta, 2016, hal 262
18
tindakan preventif sebelum terjadinya suatu tindak pidana. Sisi non penal yakni
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
bangunan sistem norma. Sistem norma yang dibangun adalah mengenai asas-
perjanjian serta doktrin (ajaran).31 Penelitian ini dilakukan dengan cara meneliti
bahan pustaka atau data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan
29
Ibid, hal 111
30
Ibid, hal 112
31
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris,
Cetakan IV, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2017, hal 33
19
2. Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang dipakai dalam penulisan ini bersifat deskriptif analitis.
diteliti melalui data yang telah terkumpul.32 Dengan alasan bahwa hasil yang
antara lain;
32
Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Alfabeta, Bandung, 2009,
hal 30
20
Elektronik
hukum primer yang bersumber dari studi kepustakaan seperti buku teks,
penelitian buku, jurnal online maupun literatur online sebagai sarana untuk
jawaban dan solusi yang tepat untuk menjawab permasalahan yang akan
dibahas.
Bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier
dan dianalisis dengan cara menghubungkan satu teori dengan teori yang lain
G. Sistematika Penulisan
penulisan. Untuk itu, dalam kaitannya dengan penulisan ini penulis menyusun
sistematikanya yang dimulai dari Bab I yaitu pendahuluan terdiri dari latar
gender di media sosial terdiri dari kekerasan dan bentuk-bentuknya, gender dan
jenis kelamin, perkembangan media sosial di Indonesia. Bab III yaitu upaya
kriminal dan kebijakan hukum pidana, jenis dan bentuk kekerasan berbasis gender
di media sosial, dan kebijakan penal dan non penal dalam penanggulangan
kekerasan berbasis gender di media sosial. Bab IV yaitu penutup terdiri dari