Anda di halaman 1dari 21

Referat

BENDA ASING TRAKEOBRONKIAL

Disusun oleh:

Muthia Adhana Y., S.Ked 04054822022001


Muthiara Adlin A., S.Ked 04054822022004
Achmad Affaier, S.Ked 04054822022049
Syauqi Nabila M., S.Ked 04054822022192
Dela Erjalia, S.Ked 04054822022175

Pembimbing:
dr. Adelien, Sp.T.H.T.K.L, FICS

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN


TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA LEHER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RUMAH SAKIT DR. MOHAMMAD HOESIN
PALEMBANG
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Referat
BENDA ASING TRAKEOBRONKIAL

Disusun oleh:

Muthia Adhana Y., S.Ked 04054822022001


Muthiara Adlin A., S.Ked 04054822022004
Achmad Affaier, S.Ked 04054822022049
Syauqi Nabila M., S.Ked 04054822022192
Dela Erjalia, S.Ked 04054822022175

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat ujian kepaniteraan
klinik di Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Rumah Sakit dr. Mohammad Hoesin
Palembang periode 6 Juni 2020 – 22 Juli 2020.

Palembang, Juli 2020

dr. Adelien, Sp.T.H.T.K.L, FICS


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan YME karena atas rahmat
dan berkat-Nya referat yang berjudul “Benda Asing Trakeobronkial” ini dapat
diselesaikan tepat waktu. Referat ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat
ujian kepaniteraan klinik senior di Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Rumah Sakit
dr. Mohammad Hoesin Palembang periode 6 Juli 2020 – 22 Juli 2020.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr.
Adelien, Sp.T.H.T.K.L, FICS, selaku pembimbing yang telah memberikan
bimbingan selama penulisan dan penyusunan referat ini. Tak lupa ucapan terima
kasih kepada rekan-rekan dokter muda dan semua pihak yang telah membantu
dalam menyelesaikan referat ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan referat ini
yang disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi
perbaikan di masa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat memberi manfaat
dan pelajaran bagi kita semua.

Palembang, Juli 2020

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.............................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN..............................................................................ii
KATA PENGANTAR..........................................................................................iii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................2
A. Anatomi Trunkus Trakeobronkial.....................................................2
B. Fisiologi Trunkus Trakeobronkial....................................................4
C. Benda Asing Trakeobronkial.............................................................6
1. Definisi...................................................................................6
2. Epidemiologi..........................................................................6
3. Etiologi dan Faktor Predisposisi.............................................6
4. Gejala Klinis...........................................................................7
5. Patofisiologi............................................................................9
6. Diagnosis...............................................................................10
7. Tatalaksana............................................................................15
8. Komplikasi............................................................................16
9. Prognosis...............................................................................17
BAB III KESIMPULAN....................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................19

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Anatomi Tonsil.....................................................................2


Gambar 2. Cincin Waldeyer...................................................................3
Gambar 3. Grading Tonsilitis.................................................................8
Gambar 4. Gambaran Tonsilitis Akut dan Kronik.................................9
Gambar 5. Detritus pada Kripta Tonsil.................................................10
Gambar 6. Pembesaran Tonsil...............................................................12
Gambar 7. Friedman Grading Scale.....................................................13

v
BAB I
PENDAHULUAN

Aspirasi benda asing merupakan masuknya benda asing ke dalam tubuh yang
biasanya masuk melalui hidung atau mulut. Benda asing dibagi atas benda asing eksogen
dan endogen. Benda asing eksogen dapat berupa benda padat, cair, ataupun gas baik itu
organik seperti makanan maupun anorganik seperti jarum dan paku. Sedangkan benda asing
endogen merupakan benda asing yang berasal dari dalam tubuh dan biasanya merupakan
sisa dari reaksi inflamasi, contohnya sekret kental, darah atau bekuan darah, nanah, krusta,
perkijuan, membran difteri, bronkolit, cairan amnion, dan mekonium.1,2
Aspirasi benda asing ke dalam saluran napas dapat menyebabkan peningkatan angka
morbiditas dan mortalitas baik pada dewasa maupun anak, kejadian benda asing
trakeobronkial paling banyak adalah pada anak usia 1-4 tahun. Banyak faktor yang dapat
mempengaruhi angka kejadian benda asing di saluran napas, seperti faktor personal, faktor
fisik, faktor proteksi, faktor dental, faktor kejiwaan. Laki-laki lebih tinggi angka
kejadiannya dibanding perempuan.1,3,4
Benda asing dalam saluran napas dapat masuk kedalam berbagai organ, termasuk
trunkus trakeobronkial. Benda asing dalam traktus trakeobronkial merupakan bentuk
kegawatan yang memiliki gejala dan tanda yang berbeda dan harus dikenali dengan cepat
dan tepat karena keterlambatan mendiagnosis akan menyebabkan perubahan-perubahan
pada saluran napas seperti edema, granulasi, bronkiektasis, dan pneumonia obstruksi. Maka
dari itu, kemampuan mendiagnosis secara tepat dan cepat sangat dibutuhkan. Selain melalui
anamnesis dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang juga dibutuhkan untuk
menentukan diagnosis dan penatalaksanaan yang sesuai.2,5,6
Referat ini dibuat dengan tujuan mengenal lebih dalam mengenai penegakan
diagnosis dan tatalaksana benda asing di traktus trakeobronkial mengingat kasus yang
terjadi cukup sering dijumpai. Penegakan diagnosis yang cepat dan penanganan yang tepat
diharapkan dapat menghindari komplikasi yang mungkin terjadi.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Trunkus Trakeobronkial

Trakea merupakan pipa yang dikelilingi oleh cincin tulang rawan dan otot
yang dilapisi oleh epithelium pseudostratified ciliated columnar, mulai dari
kartilago krikoid sampai percabangan ke bronkus utama kanan dan kiri, pada
setinggi iga ke-2 pada orang dewasa dan setinggi iga ke tiga pada anak-anak.
Batas atas trakea pada anak-anak berada setinggi vertebra cervical 2 dan setinggi
cervical 6 pada orang dewasa. Bifurkasio trakea pada bayi yang baru lahir berada
setinggi vertebrae cervical 3-4, sementara pada orang dewasa berada setinggi
vertebrae thorakalis 5.7,8,9
Trakea terletak di tengah-tengah regio cervicalis, tepatnya di sebelah depan
kerongkongan (faring) dan makin ke distal bergeser ke sebelah kanan dan masuk
ke rongga mediastinum di belakang manubrium sterni. Trakea sangat elastis dan
panjang serta letaknya berubah-ubah tergantung pada posisi kepala dan leher.
Pada bagian dalam rongga terdapat silia-silia yang berfungsi menyaring benda-
benda asing yang masuk ke saluran pernapasan. Lumen trakea ditunjang oleh kira-
kira 18 cincin tulang rawan yang bagian posteriornya tidak bertemu. 7,8,9
Di bagian posterior terdapat jaringan yang merupakan perbatasan dengan
esofagus yang disebut tracheoesophageal party wall (dinding bersama antara
trakea dan esofagus). Panjang trakea sekitar 12 cm pada pria dan 10 cm pada
wanita. Diameter anteroposterior sekitar 13 mm, sedangkan diameter transversal
sekitar 18 mm. Cincin trakea yang paling bawah meluas ke inferior dan posterior
di antara bronkus kanan dan kiri, membentuk sekat yang lancip di sebelah dalam,
yang disebut karina. 7,8,9
Mukosa di daerah subglotik merupakan jaringan ikat longgar, yang disebut
konus elastikus. Keistimewaan jaringan ini adalah bila terangsang mudah terjadi
edema dan membentuk jaringan granulasi bila rangsangan berlangsung lama. Pada
pemeriksaan endoskopik, tampak trakea merupakan tabung yang datar pada
bagian posterior sedangkan di bagian anterior tampak cincin tulang rawan. 7,8,9

2
Mukosa di atas cincin trakea berwarna putih, dan di antara cincin itu
berwarna merah muda. Pada bagian servikal dan torakal trakea berbentuk oval,
karena tertekan oleh kelenjar tiroid dan arkus aorta. Trakea bercabang dua di
setinggi torakal empat menjadi bronkus utama kanan dan kiri yang diantara
keduanya terdapat karina. 7,8,9

Gambar 1. Anatomi dan histologi trakeobronkial9

Gambar 2. Ukuran trakea sesuai umur8

3
Gambar 3. Anatomi traktus trakeobronkial9
Trakea bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus kanan dan bronkus
kiri. Sekat dari percabangan itu disebut karina. Karina letaknya lebih ke kiri dari
garis median, sehingga lumen bronkus utama kanan lebih luas dari bronkus utama
kiri. Struktur lapisan mukosa bronkus sama dengan trakea, hanya tulang rawan
bronkus bentuknya tidak teratur dan pada bagian bronkus yang lebih besar cincin
tulang rawannya melingkari lumen dengan sempurna. Bronkus bercabang-cabang
lagi menjadi bronkiolus. 7,8,9
Lumen bronkus utama kanan pada potongan melintang seperempat lebih
luas dari bronkus utama kiri. Bronkus utama kanan lebih pendek dari bronkus
utama kiri, panjangnya pada orang dewasa 2,5 cm dan mempunyai 6-8 cincin
tulang rawan. Panjang bronkus utama kiri sekitar 5 cm dan mempunyai cincin
tulang rawan sebanyak 9-12 buah. Bronkus utama kanan lebih vertikal daripada
yang kiri, yakni membentuk sudut 25o ke kanan dari garis tengah sedangkan bronkus
4
utama kiri membentuk sudut 45o ke kiri dari garis tengah. Dengan demikian, bronkus
utama kanan, hampir membentuk garis lurus dengan trakea sehingga benda asing
eksogen yang masuk ke dalam bronkus akan lebih mudah masuk ke dalam lumen
bronkus utama kanan daripada kiri (pada orang yang sedang berdiri). Faktor lain yang
mempermudah masuknya benda asing ke dalam bronkus utama kanan ialah kerja otot
trakea yang mendorong benda asing itu ke kanan. Selain itu, udara inspirasi ke dalam
bronkus utama kanan lebih besar dibandingkan dengan udara inspirasi ke bronkus
utama kiri. 7,8,9
Bronkus sebelah kanan (bronkus primer) bercabang menjadi tiga bronkus lobaris
(bronkus sekunder), sedangkan bronkus sebelah kiri bercabang menjadi dua
bronkiolus. Cabang-cabang yang paling kecil masuk ke dalam gelembung paru-paru
atau alveolus. Dinding alveolus mengandung kapiler darah, melalui kapiler-kapiler
darah dalam alveolus inilah oksigen dan udara berdifusi ke dalam darah. 7,9
Dinding bronkus terdiri atas cincin tulang rawan. Di bagian posterior pada
umumnya terdiri dari membran. Oleh karena itu, pada waktu inspirasi lumen bronkus
berbentuk bulat, sedangkan pada waktu ekspirasi lumen berbentuk ginjal. Makin ke
distal cincin tulang rawan bronkus makin hilang sehingga di bronkus terminal dan
alveolus sudah tidak ada cincin tulang rawan lagi dan otot dinding bronkus relatif
makin lebih penting. 7,8,9
Bronkus utama kanan bercabang menjadi 3 buah lobus yaitu superior, medius,
dan inferior sedangkan bronkus utama kiri bercabang menjadi 2 buah lobus yaitu
lobus superior dan inferior. Tiap lobus mempunyai lobus sekunder (bronkus lobaris).
Tiap lobus diliputi oleh pleura viseral yang masuk ke fisura yang dalam di celah
antara lobus dan hilus. Tiap lobus bercabang lagi menjadi segmen bronkopulmoner.
Lobus superior kanan mempunyai tiga buah segmen, apikal, posterior dan anterior.
Lobus medius kanan mempunyai segmen lateral dan segmen medial. Lobus inferior
kanan mempunyai sebuah segmen apikal dan empat buah segmen basal. Segmen-
segmen basal itu ialah basal-medial, basal- anterior, basal-lateral dan basal-posterior.
Lobus superior kiri mempunyai dua buah cabang yang sesuai dengan lobus superior
kanan dan lobus medius kanan. Cabang superior mempunyai dua segmen, segmen
apikal-posterior dan segmen anterior. Cabang inferior mempunyai segmen superior
dan segmen inferior. Lobus inferior kiri bercabang menjadi segmen apikal dan empat
buah segmen basal, yaitu segmen basal-medial, segmen basal-anterior, segmen basal-
5
lateral dan segmen basal-posterior. 7,8,9

B. Fisiologi Trunkus Trakeobronkial


Fungsi traktus trakeobronkial dibagi dalam fungsi konduksi dan ventilasi.
Saluran konduksi ialah trakea, bronkus sampai bronkus terminalis selanjutnya bronkus
respiratorius, duktus alveolaris dan alveolus yang pada orang dewasa sebanyak 300
juta buah, untuk pertukaran udara. Traktus trakeobronkial berguna untuk ventilasi,
drainase paru, daya perlindungan paru.5,9,10
Dalam menjalankan fungsinya sebagai ventilasi, traktus trakeobronkial
bermanfaat untuk pasase udara (konduksi) setelah dari hidung-faring-laring, sampai ke
bronkus terminalis dan langsung ke bronkus respiratorius, tempat terjadinya
pertukaran udara. Duktus alveolaris dan alveolus terbuka ke bronkus respiratorius.
Drainase sekret dari paru ke traktus trakeobronkial lalu ke faring dilakukan oleh
mekanisme gerakan silia, batuk, dan hembusan mendeham. Dengan bersihnya saluran
napas dari sekret, maka udara napas akan lancar masuk ke alveolus tempat terjadinya
pertukaran udara. Bila drainase sekret terganggu, sekret akan menyumbat saluran
napas dan menimbulkan kelainan pada bagian distal dari sumbatan itu. Mekanisme
perlindungan paru dan bronkus dilakukan oleh mukus, mekanisme muko-siliar,
kontraksi otot bronkus, refleks batuk, dan makrofag alveolar. Selain itu, fungsi lain
dari trakea adalah mengatur keseimbangan kardiovaskular, mengatur tekanan intra-
pulmonal, mengatur tekanan CO2 dalam darah.10

C. Benda Asing Trakeobronkial


1. Definisi
Benda asing didalam suatu organ ialah benda asing yang berasal dari luar
tubuh atau dari dalam tubuh, yang dalam keadaan normal tidak ada. Benda asing
yang berasal dari luar tubuh disebut benda asing eksogen, biasanya masuk melalui
hidung atau mulut. Sedangkan yang berasal dari dalam tubuh, disebut benda asing
endogen. Benda asing eksogen terdiri dari benda padat, cair atau gas. Benda asing
eksogen padat terdiri dari zat organik, seperti kacang-kacangan, tulang dan zat
anorganik seperti paku, jarum, peniti, batu dan lain-lain. Benda asing endogen dapat
berupa sekret kental, darah atau bekuan darah, nanah, krusta, perkijuan, membrane
difteri, bronkolit, cairan amnion, meconium dapat masuk ke dalam saluran napas bayi
6
pada saat proses persalinan. Aspirasi benda asing di traktus trakeobronkial adalah
masuknya benda yang berasal dari luar tubuh ke dalam saluran traktus
trakeobronkial.2,3,5
2. Epidemiologi
Menurut Rovin dkk, lebih dari 50% kasus aspirasi benda asing terjadi pada
anak dengan usia kurang dari 3 tahun, dan sekitar 75%–85% kasus terjadi pada anak
di bawah usia 15 tahun. Pada kelompok dewasa, aspirasi benda asing lebih sering
terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. Hal tersebut disebabkan oleh karena proteksi
jalan napas pada usia tersebut tidak adekuat.11
Sebuah penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin
Palembang pada periode Januari 2012 - Desember 2016, didapatkan 20 pasien
dengan riwayat teraspirasi benda asing di saluran trakeobronkial. Dijumpai 9 orang
laki-laki dan 11 orang perempuan dengan perbandingan 1:1,2, di mana usia 0-15
tahun merupakan penderita terbanyak aspirasi benda asing ini. Benda asing yang
paling banyak ditemukan adalah mainan dan benda plastik sebanyak 9 kasus, serta
jarum pentul sebanyak 6 kasus.12
3. Etiologi dan Faktor Predisposisi
Aspirasi benda asing paling sering adalah makanan (terutama kacang dan
biji-bijian), gigi, peralatan dental, dan instrumen medis. Anak sering memasukkan
mainan kecil, permen atau kacang kedalam mulutnya. Anak usia 1-3 tahun belum
memiliki gigi yang sempurna sehingga makanan tidak dikunyah dengan sempurna
dan dapat teraspirasi ke saluran napas trakea. Kurangnya pengawasan orangtua dapat
meningkatkan risiko terjadinya aspirasi benda asing. Pada orang dewasa, aspirasi
benda asing di trakea dapat disebabkan oleh adanya gangguan pada refleks menelan,
gangguan refleks batuk, kondisi mental retardasi, pengaruh alkohol atau sedatif, dan
lain sebagainya.13,14
Faktor yang mempermudah terjadinya aspirasi benda asing ke dalam saluran
napas antara lain faktor personal (umur, pekerjaan, kondisi sosial, tempat tinggal),
kegagalan mekanisme proteksi yang normal (keadaan tidur, kesadaran menurun,
alkoholisme dan epilepsi), faktor fisik (kelainan dan penyakit neurologik), proses
menelan yang belum sempurna pada anak, faktor dental, medikal dan surgical
(tindakan bedah, ekstraksi gigi, belum tumbuhnya gigi molar pada anak yang
berumur <4 tahun), faktor kejiwaan (emosi, gangguan psikis), dan faktor
7
kecerobohan. 13,14

4. Patofisiologi
Adanya benda asing yang masuk ke dalam tubuh merespon reaksi baik itu
reaksi inflamasi lokal, edema, ulserasi dan terbentuknya jaringan granulasi yang
dapat mengakibatkan obstruksi jalan nafas. Akibat obstruksi ini maka bagian
distal dari sumbatan akan terjadi air trapping, emfisema, atelektasis, abses paru
dan bronkiektasi, Reaksi inflamasi akan mengakibatkan terjadinya peningkatan
vaskularisasi mukosa dan bertambahnya sekret mukoid, berkurangnya gerakan
silia mengakibatkan menumpuknya lendir atau sekret di ujung bronkiolus
sehingga dapat mengakibatkan atelektasis maupun komplikasi lainnya.1,7,8
5. Gejala Klinis
Gejala yang paling sering ditemukan adalah adanya riwayat memasukkan
benda asing ke dalam mulut kemudian tersedak (85%), batuk yang paroksismal
(59%) dan sumbatan jalan nafas yang nyata (5%). Gejala lain yang muncul adalah
batuk berdarah, demam dan pneumotoraks15,16,17,18
Gejala klinis dari aspirasi benda asing pada saluran nafas dibagi menjadi tiga
stadium, yakni: 16,17,18
1) Fase Awal
Rasa tercekik, muntah, dan mengi terjadi dalam waktu yang singkat. Selain itu
gejala lain yang dapat muncul adalah batuk secara tiba-tiba, rasa tersumbat di
tenggorok, obstruksi nafas, dan adanya sianosis terutama perioral. Benda asing
mungkin dimuntahkan atau tersangkut di laring atau turun lebih ke bawah ke
traktus trakeobronkial. Kematian pada fase ini sangat tinggi.

2) Fase Asimtomatik
Mukosa pernafasan beradaptasi dengan adanya benda asing dan gejala awal
menghilang. Interval asimtomatik bervariasi sesuai dengan ukuran dan sifat
benda asing. Periode ini dapat berlansung beberapa jam hingga beberapa minggu.
Stadium ini berbahaya karena sering menyebabkan keterlambatan diagnosis atau
cenderung mengabaikan kemungkinan aspirasi benda asing karena gejala dan
tanda tidak jelas. Pasien dengan benda asing bronkus kebanyakan datang ke

8
rumah sakit pada fase asimtomatik, keadaan umum masih baik, dan foto rontgen
toraks belum memperlihatkan kelainan.

3) Fase Lanjutan
Hal ini disebabkan oleh sumbatan jalan nafas, inflamasi, atau trauma yang
diinduksi oleh benda asing dan tergantung dari tempat tersangkutnya.

6. Jenis Benda Asing Trakeobronkial


Berdasarkan asal benda asing dibedakan menjadi dua yaitu :1,17,18
1) Benda asing eksogen

Benda asing yang berasal dari luar tubuh disebut benda asing eksogen,
biasanya masuk melalui hidung atau mulut. Benda asing eksogen terdiri dari
benda padat, cair atau gas. Benda asing eksogen padat terdiri dari zat organik,
seperti kacang-kacangan (yang berasal dari tumbuh-tumbuhan) atau tulang (yang
berasal dari kerangka binatang) dan zat anorganik seperti paku, jarum, peniti,
batu dan lain-lain. Benda asing eksogen cair dibagi dalam benda cair yang
bersifat iritatif, seperti zat kimia, dan benda cair non-iritatif, yaitu cairan dengan
pH 7,4.
2) Benda asing endogen

Benda asing yang berasal dari dalam tubuh disebut juga dengan benda
asing endogen. Benda asing endogen dapat berupa sekret kental, darah atau
bekuan darah, nanah, krusta, pengkijuan, membran difteri, bronkolit, cairan
amnion, ataupun mekonium yang dapat masuk ke dalam saluran napas bayi pada
saat proses persalinan

7. Diagnosis
Diagnosa pada benda asing di saluran nafas ditegakkan berdasarkan pada
anamnesis, pemeriksaan fisik, radiologis dan tindakan bronkoskopi.1,2
1) Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan adanya riwayat tersedak sesuatu, tiba-tiba
muncul choking(rasa tercekik), gejala yang sering ditemukan seperti batuk,
sesak napas, nyeri dada, lama keluhan dirasakan, dan tanda lainnya. Anamnesis
9
yang cermat perlu ditegakkan karena kasus aspirasi benda asing sering tidak
segera dibawa ke dokter saat kejadian. Perlu diketahui macam benda atau bahan
yang teraspirasi dan telah berapa lama tersedak benda asing itu. 1,2,13,15

2) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik juga sangat diperlukan karena pada kasus kegawatan nafas
atau sianosis memerlukan penanganan yang segera. Pada jam-jam pertama
setelah terjadinya aspirasi benda asing, tanda yang bisa ditemukan di dada
penderita adalah akibat perubahan aliran udara di traktus trakeobronkial yang
dapat dideteksi dengan stetoskop. Benda asing di saluran nafas akan
menyebabkan suara nafas melemah atau timbul suara abnormal seperti wheezing
pada satu sisi paru-paru. Pada pemeriksaan fisik sering ditemukan tidak adanya
kelainan atau asimtomatis (40%), wheezing (40%) penurunan suara nafas pada
sisi terdapatnya benda asing (5%).1,2,13,15,16,17
3) Pemeriksaan Penunjang
Diperlukan permeriksaan penunjang seperti pemeriksaan radiologis (foto
x-ray dan CT scan) dan pemeriksaan bronkoskopi untuk membantu menegakkan
diagnosis pada kasus aspirasi benda asing. Benda asing yang bersifat radioopak
dapat dibuat rontgen foto segera setelah kejadian, sedangkan benda asing
radiolusen (seperti kacang-kacangan) dibuatkan rontgen foto setelah 24 jam
kejadian, karena sebelum 24 jam kejadian belum menunjukkan gambaran
radiolusen yang berarti. Biasanya setelah 24 jam baru tampak tanda atelektasis
atau emfisema.2,6,8
Perlunya pemeriksaan bronkoskopi dapat dinilai dengan kriteria Heyer,
yaitu: hiperinflasi paru fokal, tersedak yang disaksikan, dan leukositosis
>10.000, jika ditemukan dua dari tiga tanda tersebut dibutuhkan bronkoskopi
untuk konfirmasi diagnosis. Pemeriksaan bronkoskopi kaku merupakan gold
standarduntuk aspirasi benda asing pada percabangan trakeobronkial yang
tampak secara langsung. Bronkoskopi kaku merupakan pilihan untuk ekstraksi
benda asing yang teraspirasi pada anak karena ventilasi lebih terjamin, yaitu
mempunyai konektor yang dihubungkan dengan oksigen, sehingga lebih mudah
untuk melakukan tindakan dan bisa untuk mengatasi perdarahan.2,6,8

10
8. Tatalaksana
Untuk menanggulangi kasus ini adalah harus mengeluarkan benda asing
dengan sesegera mungkin Penentuan cara pengambilan benda asing dipengaruhi
oleh beberapa faktor, yaitu usia penderita, keadaan umum, lokasi, jenis benda asing
dan lamanya benda asing berada di saluran nafas. Benda asing dibronkus dapat
dikeluarkan dengan menggunakan bronkoskop kaku maupun dengan bronkoskop
serat optik. Bronkoskopi kaku merupakan baku emas penatalaksanaan aspirasi
benda asing pada percabangan trakeobronkial yang tampak secara langsung. Angka
keberhasilan pengangkatan benda asing disaluran nafas mencapai 91,3%.4,5,9

Pada bayi dan anak yang diameter jalan nafasnya relatif kecil dipakai
bronkoskop kaku untuk dapat mempertahankan jalan nafas dan pemberian oksigen.
Pemilihan bronkoskop yang sesuai dengan diameter lumen, berpedoman pada usia
penderita disertai persiapan bronkoskop dengan ukuran yang lebih kecil dapat
meningkatkan angka keberhasilan. Pemberian steroid dan antibiotika pre operatif
dapat mengurangi komplikasi seperti edema jalan nafas dan infeksi. Antibiotik dan
steroid tidak rutin diberikan sebelum tindakan bronkoskopi, hanya pada kasus yang
terlambat dalam diagnosisnya dan pada benda asing organik.4,16,17

Tindakan bronkoskopi yang dilakukan dalam penanganan aspirasi benda


asing berdasarkan jenis, lokasi tersangkutnya, dan derajat obstruksi yang terjadi,
dapat dibagi atas:16,17,18

1. Bronkoskopi darurat yaitu tindakan bronkoskopi yang segera dilakukan pada


saat diagnosis ditegakkan.
2. Bronkoskopi segera yaitu tindakan bronkoskopi dilakukan sesegera mungkin
setelah alat, pasien dan tim bronkoskopi siap secara optimal.
3. Bronkoskopi elektif yaitu tindakan bronkoskopi dilakukan secara terencana
dengan persiapan sempurna.

9. Komplikasi
Tingkat keparahan komplikasi aspirasi benda asing trakeobronkial ini
berhubungan dengan usia, jenis, dan lokalisasi benda asing, serta lama waktu
kejadian setelah aspirasi. Keadaan yang mengancam jiwa setelah aspirasi

11
biasanya terlihat pada anak-anak karena ukuran jalan napas mereka lebih kecil
daripada orang dewasa. Komplikasi yang mungkin terjadi pada aspirasi benda
asing di trakeobronkial berhubungan dengan benda asing sendiri dan tindakan
bronkoskopi.3,5,9,19
Komplikasi akibat benda asing yang paling sering adalah infeksi paru dan
kelainan lain seperti edema, tracheitis, bronkitis atau timbulnya jaringan
granulasi, dan atelectasis. Selain itu, komplikasi teknis yang paling mungkin
terjadi pada operator yang kurang berpengalaman adalah benda asing masuk lebih
jauh sampai ke perifer sehingga sulit dicapai oleh skop, laserasi mukosa,
perforasi, atau benda asing masuk ke segmen yang tidak tersumbat pada
saatdikeluarkan. Bisa juga terjadi edema laring dan reflek vagal.5,19
Komplikasi yang berhubungan dengan tindakan bronkoskopi terdiri dari:19
1. Komplikasi mayor: tension pneumotoraks, perdarahan hebat, hipoksia berat,
gagal jantung.
2. Komplikasi minor; perlukaan mukosa faring, laringitis akut, hifoksia,
perdarahan sedang, demam.
Komplikasi setelah bronkoskopi paling sering adalah pneumonia,
walupun secara absolut kejadiannya rendah berkisar 2,9%.19

10. Prognosis
Hampir seluruh benda asing di saluran nafas dapat diangkat dengan
bronkoskopi dan memiliki prognosis baik. Namun pada kasus obstruksi trakea
total dari benda asing yang teraspirasi memiliki prognosis buruk dan komplikasi
akan meningkat jika diagnosis maupun penatalaksanaan dilakukan setelah 24 jam
kejadian. Tidak cukup data untuk mengatakan berapa lama benda asing di dalam
saluran nafas sehingga tidak dapat diangkat dengan bronkoskopi. Pemilihan
instrumen yang tepat dalam melakukan bronkoskopi dapat meningkatkan
keberhasilan.4,16,17,19

12
BAB III
KESIMPULAN
Aspirasi benda asing di traktus trakeobronkial adalah masuknya benda yang
berasal dari luar tubuh ke dalam saluran traktus trakeobronkial. Angka kejadian
kasus benda asing di saluran napas sebesar 50% pada anak dengan usia kurang dari 3
tahun, dan sekitar 75%–85% kasus terjadi pada anak di bawah usia 15 tahun. Anak
belum memiliki gigi sempurna sehingga makanan menjadi benda asing yang paling
sering teraspirasi akibat fungsi mengunyah yang belum sempurna, sedangkan pada
orang dewasa dapat disebabkan oleh gangguan refleks menelan, gangguan refleks
batuk, kondisi mental retardasi, pengaruh alkohol atau sedatif, dan lainnya. Gejala
klinis aspirasi benda asing tergantung pada lokasi, derajat sumbatan (total atau
sebagian), sifat, bentuk, dan ukuran benda asing. Seseorang yang mengalami aspirasi
benda asing akan mengalami 3 stadium: (1) tahap akut, (2) periode tanpa gejala, dan
(3) gejala susulan.
Diagnosis benda asing di saluran napas ditegakkan berdasarkan: (1) anamnesis
dengan trias gejala khas yaitu tersedak, batuk dan mengi (wheezing) yang timbul
mendadak; (2) pemeriksaan fisik; dan (3) pemeriksaan penunjang dengan radiologi
atau bronkoskopi sebagai gold standard. Prinsip penatalaksanaan adalah
mengeluarkan benda asing sesegera mungkin dalam kondisi maksimal dan trauma
yang minimal. komplikasi yang dapat terjadi yaitu atelektasis, pneumonia,
respiratory distress, perforasi trakea, pneumothoraks, hemoptisis, bahkan kematian.
Hampir seluruh benda asing di saluran nafas dapat diangkat dengan bronkoskopi
memiliki prognosis baik.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Rose D, Dubensky L. Airway Foreign Bodies. StatPearls Publishing; 2020.


2. Correia JB, Ennis G, Santos CF, Albuquerque A. Foreign Body Airway Obstruction.
Arch Bronconeumol. 2019; 2896(19): hal. 344-348.
3. Lowe DA, Vasquez R, Maniaci V. Foreign Body Aspiration in Children. Clinical
Pediatric Emergency Medicine. 2015; 16(3); hal.140-148.
4. Srivastava G. Airway Foreign Bodies In Children. Clinical Pediatric Emergency
Medicine. 2010; 11(2); hal. 67-72.
5. Grover S, Bansal A, Singhi SC. Airway foreign body aspiration. Indian Journal of
Pediatric. 2011; 78(11); hal. 1401-1403.
6. Hegde S V., Hui PKT, Lee EY. Tracheobronchial Foreign Bodies in Children:
Imaging Assessment. Seminars Ultrasound, CT MRI. 2015; 36(1); hal.8-20.
7. Snell R. Anatomi Klinis: Berdasarkan Sistem. Jakarta: EGC; 2012. 33–75 p.
8. Clarke R. Diseases of the Ear, Nose, and Throat Edisi 11. United Kingdom: Wiley-
Blackwell; 2014. 190 p.
9. Bittencourt P, Camaragos PA. Foreign body aspiration: clinical, radiological
findings and factors associated with its late removal. Intentational Journal of
Pediatric Otolaryngology. 2014;70(3):879–84.
10. Sherwood L. Fisiologi Manusia: Dari Sistem Ke Sel. Edisi ke 8. Jakarta: EGC; 2014.
487–510.
11. Rovin JD, Rodgers BM. Pediatric foreign body aspiration. Pediatrics in Review.
2000;21(3):86–90.
12. Zuleika P, Ghanie A. Karakteristik pasien benda asing trakeobronkial di bagian
THTKL Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin Palembang. Oto Rhino Laryngol
Indones. 2018;47(2):164–70.
13. Soepardi EA. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan
Leher. 7th ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2012. 237–243 p.
14. Salih AM, Alfaki M, M D. Airway foreign bodies: A critical review for a common
14
pediatric emergency. World Journal of Emergency Medicine. 2016;7(1):5–12.
15. Mangunkusumo E, Balfas HA, Hermani B. Buku Teks Komprehensif Ilmu THT-KL.
Jakarta: EGC; 2019. 352, 367 p.
16. Ilhan H. Foreign body aspirations in children. Cocuk Cerrahisi Derg. 2017;
17. Hewlett J, Rickman O, Lentz R. Foreign body aspiration in adult airways:
therapeutic approach. Journal of Thoracic Disease. 2017;9(9):3389–409.
18. Qureshi A, Behzadi A. Foreign-body aspiration in an adult. Canadian Journal of
Surgery. 2008;51(3):69–70.
19. Altunas BY, Aydion A. Complications of Tracheobronchial Foreign Bodies. Turkish
J Med Sciences. 2016;46(3):795–800.

15
1

Anda mungkin juga menyukai