Anda di halaman 1dari 7

“PERATURAN PEMBANGUNAN”

MAKALAH

“Di susun untuk memenuhi salah satu Tugas Individu pada Mata Kuliah Dasar-dasar
Manajemen Konstruksi”
Dosen Pengajar: Pungky Dharma Saputra, S.T., M.Si

DI SUSUN OLEH :

M. KHUTOBI AKBAR N. (1801411014)

PRODI D-4 TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN

JURUSAN TEKNIK SIPIL

POLITEKNIK NEGERI JAKARTA


2019

PERATURAN PEMBANGUNAN

A. Jenis-Jenis Peraturan Negara

Menurut M. Solly Lubis, yang dimaksud dengan peraturan negara (staatsregelings) adalah peraturan-
peraturan tertulis yang diterbitkan oleh instansi resmi, baik dalam pengertian lembaga maupun dalam
pengertian pejabat tertentu. Peraturan yang dimaksud meliputi Undang-Undang, Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri, Peraturan
Daerah, Instruksi, Surat Edaran, Pengumuman, Surat Keputusan, dan lain-lain. Menurut I Gde Pantja
Astawa yang disebut dengan peraturan negara (staatsregelings) atau keputusan dalam arti luas
(besluiten). Keputusan dalam arti luas (besluiten) dapat dibagi dalam 3 (tiga) kelompok yakni:

(1) Wettelijk regeling (peraturan perundang-undangan), seperti UUD, undangundang, peraturan


pemerintah pengganti undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, peraturan menteri,
peraturan daerah, dan lain-lain;

(2) Beleidsregels (peraturan kebijakan), seperti instruksi, surat edaran, pengumuman dan lain-lain;

(3) Beschikking (penetapan), seperti surat keputusan dan lain-lain

B. Sejarah dan Dasar Kewenangan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Dilihat dari kewenangan asalnya sebagaimana terlihat pada ajaran Rousseau, pembentukan peraturan
negara yang mengikat warga negara dan penduduk secara umum (dari segi adressat) dan secara abstrak
(dari segi hal yang diaturnya) beserta sanksi pidana dan sanksi pemaksaannya pada hakikatnya semua
itu berasal dari fungsi legislatif yang bersumber pada volonte generale. Dalam perkembangan
selanjutnya, ketika badan legislatif sering terlambat mengikuti perkembangan masyarakat, badan
legislatif melimpahkan sebagian dari kewenangan legislatifnya kepada badan eksekutif sehingga badan
eksekutif ikut pula membentuk peraturan perundang-undangan. Hal ini merupakan perkembangan
revolusioner dari teori Trias Politica Montesquieu yang menempatkan pemerintah hanya sebagai
pelaksana (perintah) undang-undang. Dalam kaitannya dengan perkembangan tersebut, A. Hamid S
Attamimi mengemukakan: “Hanya perkembangannya yang datang kemudian menyebabkan dikenalnya
pembentukan peraturan negara berdasarkan fungsi reglementer dan berdasarkan fungsi eksekutif.
Sementara pada umumnya, kewenangan pengaturan yang timbul dari fungsi reglementer dan eksekutif
itu selalu didasarkan pada peraturan negara yang lebih tinggi dalam wujud kewenangan atribusi
ataupun delegasi”. Atribusi kewenangan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan menurut
Maria Farida Indrati S, yakni pemberian kewenangan membentuk peraturan perundangundangan yang
diberikan oleh suatu peraturan perundang-undangan kepada suatu lembaga negara/pemerintahan.
Kewenangan tersebut melekat terus menerus dan dapat dilaksanakan atas prakarsa sendiri setiap waktu
diperlukan, sesuai dengan batasbatas yang diberikan. Contohnya: Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 Tentang 3 Pemerintahan Daerah, dalam Pasal 136 memberikan kewenangan kepada Pemerintah
Daerah untuk membentuk Peraturan Daerah. Delegasi kewenangan dalam pembentukan peraturan
perundang-undangan ialah pelimpahan kewenangan membentuk peraturan perundang-undangan yang
dilakukan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi kepada peraturan perundangundangan
yang lebih rendah, baik pelimpahan dinyatakan dengan tegas maupun tidak. Perbedaannya dengan
kewenangan atribusi, pada kewenangan delegasi kewenangan tersebut tidak diberikan, melainkan
“diwakilkan”, dan selain itu kewenangan delegasi ini bersifat sementara dalam arti kewenangan ini
dapat diselenggarakan sepanjang pelimpahan tersebut masih ada. Contohnya: Pasal 11 Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara mengatur: “Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas,
fungsi, dan susunan organisasi Kementerian diatur dengan Peraturan Presiden”. Bertitik tolak dari
penjelasan diatas, maka pada hakikatnya kewenangan pemerintah atau pejabat administrasi negara
dalam pembentukan peraturan perundang-undangan merupakan kewenangan yang bersifat pelimpahan
(delegated authority) karena kewenangan asli (original authority) pembentukan peraturan perundang-
undangan ada pada badan legislatif. Pendelegasian kewenangan legislatif kepada pemerintah (eksekutif)
atau pejabat administrasi negara membuat pejabat pemerintah atau pejabat administrasi negara
memiliki kewenangan legislatif seperti halnya pembentuk undangundang asli (badan legislatif).

Kebijakan yang ditetapkan pejabat administrasi negara berdasarkan wewenang yang bersumber dari
peraturan perundang-undangan, kemudian dituangkan dalam berbagai bentuk-bentuk hukum yang ada
di Indonesia termasuk dalam golongan peraturan perundang-undangan. di Indonesia, bentuk-bentuk
peraturan perundang-undangan yang disebut diatas beraneka ragam, antara lain mencakup: Peraturan
Pemerintah; Peraturan Presiden; Peraturan Menteri/Peraturan Badan/Lembaga/Komisi yang dibentuk
dengan Undang-Undang atau pemerintah atas perintah Undang-Undang; Peraturan 4 Direktur Jenderal;
Peraturan Daerah Provinsi; Peraturan Gubernur; Peraturan Daerah Kabupaten/Kota; dan Peraturan
Bupati/Walikota. C. Peraturan Kebijakan Selain kebijakan yang bersifat terikat (gebonden beleids) berd

C. Keinsinyuran

Profesi Insinyur telah diatur pada Undang-Undang No. 11 Tahun 2014 menjelasakan tentang
Keinsinyuran yang menyebutkan bahwa insinyurmerupakan seseorang yang mempunyai gelar profesi di
bidang keinsinyuran. Untuk memperoleh gelar profesi Insinyur, seseorang harus lulus dari Program
Profesi Insinyur. Adapun wadah untuk menampung para Insinyur Indonesia yang sering disebut dengan
PII atau Persatuan Insinyur Indonesia yang merupakan sebuah organisasi wadah berhimpun Insinyur
yang melaksanakan penyelenggaraan Keinsinyuran di Indonesia.

Menjadi insinyur tidaklagh mudah, seorang insinyur harus memiliki untuk dapat mengikuti Program
Profesi Insinyur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu:

a) sarjana bidang teknik atau sarjana terapan bidang teknik, baik lulusan perguruan tinggi dalam
negeri maupun perguruan tinggi luar negeri yang telah disetarakan.

b) sarjana pendidikan bidang teknik atau sarjana bidang sains yang disetarakan dengan sarjana
bidang teknik atau sarjana terapan bidang teknik melalui program penyetaraan.

Gelar profesi Insinyur atau yang disingkat ‘Ir.’ diberikan oleh perguruan tinggi penyelenggara Program
Profesi Insinyur yang bekerja sama dengan kementerian terkait dan PII. Hampir semua program
pendidikan insinyur (engineering) berkonsentrasi pada disiplin teknik spesifik beserta pelajaran
matematika dan sains. Beberapa program juga menyertakan ilmu ekonomi, ilmu sosial kemanusiaan,
dan lain-lain.

Menurut UU No. 11 Tahun 2014 BABIV mengenai registrasi insinyur bahwa setiap Insinyur memiliki
Surat Tanda Registrasi Insinyur yang dikeluarkan oleh PII dan juga setiap Insinyur diharuskan memiliki
Sertifikat Kompetensi Insinyur .Setelah lulus Uji Kompetensi yang dilakukan oleh lembaga sertifikasi
profesi maka Insinyur memperoleh Sertifikat Kompetensi Insinyur yang kemudian menjadi syarat untuk
mendapatkan Surat Tanda Registrasi Insinyur.

Surat Tanda Registrasi Insinyur paling sedikit mencantumkan jenjang kualifikasi profesi dan masa
berlaku. Surat Tanda Registrasi Insinyur ini berlaku selama 5 tahun dan diregistrasi ulang setiap 5 tahun.
Jika Surat Tanda Registrasi Insinyur tidak berlaku maka akan dikenakan sanksi administratif pada
Insinyur yang melakukan kegiatan keinsinyuran tanpa memiliki Surat Tanda Registrasi Insinyur.

D. Pengadaan Barang

Pengadaan Barang dan Jasa diatur dalam UU No.16 Tahun 2018. Pengadaan Barangatau Jasa adalah
kegiatan. Pengadaan Barang atau Jasa Kementerian/Lembaga/ Perangkat Daerah yang dibiayai oleh
APBN/APBD yang prosesnya sejak identifikasi kebutuhan, sampai dengan serah terima hasil pekerjaan.

Dalam Perpres tersebut disebutkan, bahwa metode pemilihan Penyedia Barang/ Pekerjaan
Konstruksi/Jasa Lainnya dibagi menjadi lima bagian yang terdiri atas:

• E-purchasing

E-Purchasing adalah tata cara pembelian Barang/Jasa oleh K/L/D/I terhadap barang/jasa yang sudah
dimuat dalam sistem katalog elektronik (E-Catalog).

• Pengadaan Langsung

Pengadaan Langsung adalah salah satu metode pemilihan pengadaan barang atau jasa langsung kepada
penyedia barang atau jasa tanpa melalui proses pelelangan atau seleksi menggunakan penunjukan
langsung yang dilakukan oleh Pejabat Pengadaan.

• Penunjukan Langsung

Penunjukan Langsung adalah metode pemilihan penyedia barang atau jasa dengan cara menunjuk
langsung satu penyedia barang jasa yang berlaku sebagai salah satu metode pengadaan barang jasa oleh
Pemerintah Indonesia.

• Tender Cepat

Penyedia barang atau jasa yang dapat diikutsertakan dalam E-Lelang Cepat dan E-Seleksi Cepat adalah
Penyedia barang atau jasa yang riwayat kinerja dan/atau data kualifikasinya sudah tersedia dalam
Sistem Informasi Kinerja Penyedia (SIKaP). SiKAP atau yang biasa juga disebut Vendor Management
System (VMS) merupakan sebuah subsistem dari Sistem Pengadaan secara Elektronik yang digunakan
untuk mengelola data/informasi mengenai riwayat kinerja dan/ data kualifikasi penyedia barang/jasa
yang dikembangkan oleh LKPP. SiKAP membantu proses identifikasi data penyedia, sehingga pemilihan
penyedia dapat dilakukan dengan cepat.

• Tender
Tender adalah suatu rangkaian penawaran yang bertujuan untuk menyeleksi, mendapatkan,
menetapkan serta menunjuk perusahaan mana yang paling pantas dan layak untuk mengerjakan suatu
pake pekerjaan.(malik:2010).

Pelelangan dapat didefinisikan sebagai serangkaian kegiatan untuk menyediakan barang/jasa dengan
cara menciptakan persaingan yang sehat diantara penyedian barang/jasa yang setara dan memenuhi
syarat, berdasarkan metode dan tata cara tertentu yang telah ditetapkan dan diikuti oleh pihak – pihak
yang terkait secara taat sehingga terpilih penyedia terbaik (Ervianto:2007).

E. Jasa konstruksi

UU Jasa Konstruksi terbaru yang diatur dalam Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun
2017 Tentang Jasa Konstruksi memiliki beberapa poin-poin penting didalamnya , diantaranya adalah:

• Adanya pembagian peran berupa tanggung jawab dan kewenangan antara Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan jasa konstruksi;

• Menjamin terciptanya penyelenggaraan tertib usaha jasa konstruksi yang adil, sehat dan terbuka
melalui pola persaingan yang sehat;

• Meningkatnya peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan jasa konstruksi melalui


kemitraan dan sistem informasi, sebagai bagian dari pengawasan penyelenggaraan jasa konstruksi;

• Lingkup pengaturan yang diperluas tidak hanya mengatur usaha jasa konstruksi melainkan
mengatur rantai pasok sebagai pendukung jasa konstruksi dan usaha penyediaan bangunan;

• Adanya aspek perlindungan hukum terhadap upaya yang menghambat penyelenggaraan jasa
konstruksi agar tidak mengganggu proses pembangunan. Perlindungan ini termasuk perlindungan bagi
pengguna dan penyedia jasa dalam melaksanakan pekerjaan konstruksi. Pada RUU tentang Jasa
Konstruksi yang baru tidak terdapat klausul kegagalan pekerjaan konstruksi hanya ada klasul kegagalan
bangunan. Hal ini sebagai perlindungan antara pengguna dan penyedia jasa saat melaksanakan
pekerjaan konstruksi;

• Perlindungan bagi tenaga kerja Indonesia dalam bekerja di bidang jasa konstruksi, termasuk
pengaturan badan usaha asing yang bekerja di Indonesia, juga penetapan standar remunerasi minimal
untuk tenaga kerja konstruksi;

• Adanya jaring pengaman terhadap investasi yang akan masuk di bidang jasa konstruksi;

• Mewujudkan jaminan mutu penyelenggaraan jasa konstruksi yang sejalan dengan nilai-nilai
keamanan, keselamatan, kesehatan, dan keberlanjutan (K4).

F. Usaha dan peran masyarakat jasa

PP No. 28 Tahun 2000 mengatur tentang peran masyarakat umum dan masyarakat jasa konstruksi yang
memuat banyak hal mengenai peran masyarakat dan jasa, yang diantaranya ,yaitu:

1 Hak dan kewajiban masyarakat umum dalam rangka tertib jasa konstruksi
• Hak masyarakat

a) Melakukan pengawasan untuk mewujudkan tertib pelaksanaan jasa konstruksi.

b) Memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang dialami secara langsung sebagai akibat
penyelenggaraan pekerjaan konstruksi

• Kewajiban Masyarakat

a) Menjaga ketertiban dan memenuhi ketentuan yang berlaku di bidang pelaksanaan konstruksi

b) Turut mencegah terjadinya pekerjaan konstruksi yang membahayakan kepentingan umum

2 Penyelenggaraan peran masyarakat jasa konstruksi (masyarakat yang mempunyai kepentingan


dan/ atau kegiatan yang berhubungan dengan usaha pekerja konstruksi ) dikembangkan melalui suatu
forum yang keanggotaanya meliputi unsur - unsur swasta (Asosiasi jasa konstruksi,asosiasi mitra usaha
jasa konstruksi ,lembaga konsumen ,dan organisasi kemasyarakatan yang terkait) serta unsur
pemerintah yang berfungsi untuk :

a) Membahas dan merumuskan pemikiran arah pengembangan jasa konstruksi nasional.

b) Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.

c) Mendorong tumbuh dan berkembangnya peran pengawasan masyarakat.

d) Memberi masukan kepada pemerintah dalam merumuskan pengaturan , pemberdayaan dan


pengawasan.

3 Pelaksanaan pengembangan jasa konstruksi dilakukan oleh suatu lembaga yang inpenden dan
mandiri ,yang beranggotakan wakil -wakil aosiasi perusahaan , asosiasi profesi jasa konstruksi ,pakar dan
perguruan tinggi serta pemerintah yang mempunyai tugas :

a) Melakukan penelitian dan pengembangan jasa konstruksi

b) Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan jasa konstruksi

c) Memberikan sertifikat registrasi badan usaha

d) Melakukan akreditasi sertifikat keterampilan dan keahlian kerja

e) Menyelenggarakan atau meningkatkan peran arbitrase mediasi dan penilai ahli dibidang jasa
konstruksi.
DAFTAR PUSTAKA

Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintah daerah

Republik Indonesia. 2014. Undang-Undang No. 11 Tahun 2014 tentang

keinsinyuran

Republik Indonesia. 2017. Undang – Undang No. 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.

Sutedi, Adrian. 2015. Hukum Perizinan Dalam Sektor Pelayanan Publik, cetakan ketiga, (Jakarta: Sinar
Grafka, 2015)

Republik Indonesia. 2000. PP No. 28 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa
Konstruksi.

Barie S. Donald, Boy C. Pauldson,1987. Manajemen Konstruksi Professional. Erlangga. Jakarta

Republik Indonesia. 2018. UU No.16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa.

Ervianto, Wulfram I. 2007. Manajemen Proyek Konstruksi. Yogyakarta : Andi Publisher.

Malik,Alfian. 2010. Pengantar Bisnis Jasa Pelaksana Konstruksi: Kiat Andal Meraih Sukses pada
Bisnis Kontraktor. Jakarta : Andi Offset

Anda mungkin juga menyukai