Anda di halaman 1dari 12

KEPEMIMPINAN PEREMPUAN DALAM PERSPEKTIF HADIS

Tasmin Tangngareng
Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar
Jl. Sultan Alauddin No. 36, Samata, Gowa, Sulawesi Selatan 90222
e-mail: asrulmuslim88@yahoo.com

Abstrak:
Wacana kepemimpinan perempuan tidak pernah berakhir didiskusikan. Bebera-
pa pertimbangan teologis Islam selalu menjadi alasan utama untuk mendukung
kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Artikel ini mencoba untuk menyaji-
kan analisis tekstual dan kontekstual tentang kepemimpinan perempuan di
ranah publik. Hal ini karena berdasarkan pemahaman secara tekstual terhadap
sunah Nabi dan opini dari sebagian ulama Muslim secara buruk menyatakan
bahwa kepemimpinan perempuan dalam urusan publik dilarang. Namun ber-
dasarkan pemahaman secara kontekstual tidak demikian dengan syarat mampu
mengemban amanah. Sejarah Islam mencatat „Â`isyah, al-Syifâ, dan Ratu Balqis
termasuk segelintir pemimpin perempuan yang menduduki jabatan publik. Oleh
karena itu, dalam memahami masalah kepemimpinan perempuan, pemahaman
secara kontekstual harus terlebih dahulu dipertimbangkan.

Abstract:
Discourse of women's leadership is never-ending to discuss. Some Islamic theo-
logical considerations has always been a major reason to support equality bet-
ween men and women. This article presents the textual and contextual analysis
of the leadership of women in the public sphere. It is based on textual under-
standing of the Sunnah of the Prophet and the opinion of the majority of Muslim
scholars poorly stated that the leadership of women in public affairs is prohi-
bited, but is based on a contextual understanding is not the case with the proviso
able to carry out the mandate. Islamic history records „Â`isyah, al-Syifâ, and
Queen Balqis including a handful of women leaders who occupy public office.
Therefore, in the understanding of women's leadership issues, contextual under-
standing must first be considered.

Kata Kunci:
Kepemimpinan, perempuan, hadis

Pendahuluan dan Zoroaster di Persia.1 Masyarakat Yu-


Sebelum Al-Qur‟an turun, banyak nani yang terkenal dengan pemikiran
peradaban besar seperti Yunani-Romawi,
India, dan Cina sudah ada dan berkem- 1 M. Quraish Shihab, Kodrat Perempuan Versus
bang. Demikian juga agama-agama besar Norma Kultural, dalam ed. Lily Zakiyah Munir,
seperti Yahudi, Nasrani, Hindu, Budha, Memposisikan Kodrat Perempuan dan Peru-bahan
dalam Perspektif Islam, (Bandung: Mizan, 1999),
hlm. 77.

DOI: http://dx.doi.org/10.19105/karsa.v23i1.615
Kepemimpinan Perempuan dalam Perspektif Hadis

filsafatnya tidak banyak membicarakan ‫ال لَ ْن يُ ْفلِ َح قَ ْوٌم َولَّ ْوا أ َْمَرُه ْم‬
َ َ‫َن فَا ِر ًسا َملَّ ُكوا ابْنَ َة كِ ْسَرى ق‬
َّ ‫َو َسلَّ َم أ‬
hak perempuan. Pada puncak peradaban 3
.‫ْامَرأًَة‬
Yunani, perempuan diberi kebebasan se-
Menceritakan kepada kami Utsman ibn
demikian rupa untuk memenuhi kebutu- al-Haytsam, menceritakan kepada kami
han dan selera laki-laki. Dalam ajaran „Awf dari al-Hasan dari Abu Bakrah ber-
Nasrani, perempuan adalah senjata Iblis kata, „Allah telah memberiku manfaat
untuk menyesatkan manusia. Bahkan dengan kalimat yang aku dengar dari Ra-
pada abad ke-6 Masehi diselenggerakan sulullah Saw pada Perang Unta. Abu
suatu pertemuan untuk membahas apa- Bakrah berkata, ketika sampai berita kepa-
kah perempuan itu manusia atau bukan. da Rasulullah Saw bahwa orang Persia
mengangkat putri Raja sebagai penggan-
Dalam pembahasan tersebut kemudian
tinya, Rasulullah bersabda, „Tidak sukses
disimpulkan bahwa perempuan adalah suatu kaum (masyarakat) yang menyerah-
manusia yang diciptakan semata-mata kan urusan mereka kepada perempuan.
melayani laki-laki.2 (HR. al-Bukhârî)
Islam datang membawa pesan mo- Tapi di lain pihak, ada ulama lain
ral kemanusiaan yang tiada bandingan- yang membolehkan perempuan menjadi
nya dengan agama mana pun. Islam tidak pemimpin di luar rumah tangganya, ka-
hanya mengajak manusia untuk melepas- rena Al-Qur‟an memberi isyarat perem-
kan diri dari belenggu dan tirani kemanu- puan pun bisa menjadi pemimpin, bukan
siaan, tapi lebih jauh lagi mengajak mem- hanya laki-laki. Oleh karena itu, sebagian
bebaskan diri dari belenggu ketuhanan ulama membolehkan kepemimpinan pe-
yang poleteis menuju ketuhanan mono- rempuan secara umum4 jika mereka me-
teis. Oleh karena itu, sebenarnya Islam miliki kemampuan untuk melaksanakan
menjadi sarana yang tepat untuk mem- amanah tersebut. Di samping itu, mereka
persatukan misi dan visi kesetaraan laki- juga memiliki kriteria-kriteria atau syarat-
laki dan perempuan. syarat5 sebagai seorang pemimpin.
Sejarah telah menunjukkan kedu-
dukan perempuan pada masa Nabi Mu-
hammad Saw. tidak hanya dianggap se-
3 Abû „Abd Allâh Muhammad ibn Ismâ`îl ibn
Ibrâhîm al-Bukhârî, Shahîh al-Bukhârî, Juz V (Bei-
bagai istri, pendamping, dan pelengkap rut: Dâr al-Fikr, 1994), hlm. 160.
laki-laki saja, tapi juga dipandang sebagai 4 Kepemimpinan dalam kamus bahasa Indonesia

manusia yang memiliki kedudukan yang diartikan sebagai perihal memimpin, sedangkan
setara dalam hak dan kewajiban dengan urusan umum adalah urusan mengenai berbagai
manusia lain di hadapan Allah Swt. hal yang ada sangkut-pautnya dengan pekerjaan,
jawatan, dinas, dan sebagainya, yang mengurus
Adapun mengenai kepemimpinan sesuatu. Departemen Pendidikan dan Kebudaya-
perempuan dalam urusan umum, masih an, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai
kontroversi. Mayoritas ulama melarang Pustaka, 1989), hlm. 864 dan 997.
perempuan menjadi pemimpin dalam 5 Adapun kriteria-kriteria atau syarat-syaratnya

urusan umum sesuai dengan hadis Ra- yaitu: 1) berpengetahuan luas, 2) kemampuan ber-
pikir secara konsepsional, 3) kemampuan meng-
sulullah Saw.: identifikasi hal-hal yang strategis, 4) kemampuan
‫ال‬َ َ‫اْلَ َس ِن َع ْن أَِِب بَكَْرَة ق‬
ْ ‫ف َع ْن‬ ٌ ‫َحدَّثَنَا ُعثْ َما ُن بْ ُن ا ْْلَْي ثَِم َحدَّثَنَا َع ْو‬ berperan selaku integrator, 5) obyektif dalam
‫اَّللُ َعلَْي ِه‬
َّ ‫صلَّى‬ ْ ‫لََق ْد نَ َف َع ِِن ا ََّّللُ بِ َكلِ َم ٍة أَََّّي َم‬
َّ ِ‫ قال لَ َّما بَلَ َغ الن‬.‫اْلَ َم ِل‬
َ ‫َِّب‬
menghadapi dan memperlakukan bawahan, 6)
cara bertindak dan berpikir rasional, 7) pola dan
gaya hidup yang dapat dijadikan teladan, 8)
2Ibid., hlm. 78; Khurshid Ahmad, Mempersoalkan keterbukaan terhadap bawahan, tanpa melupakan
Wanita (Jakarta: Gema Insani, 1989), hlm. 13-14. adanya hirarki yang berlaku, 9) gaya kepemim-

KARSA, Vol. 23 No. 1, Juni 2015 | 166


Kepemimpinan Perempuan dalam Perspektif Hadis

Analisis Hadis perang Jamal (unta) dengan ucapan yang


Sebelum menganalisis kandungan telah aku dengar dari Rasulullah Saw.
hadis tentang kepemimpinan perempuan Kata ayyâm menurut gramatika bahasa A-
di atas, perlu diurai beberapa kosa kata rab berdistribusi secara semantik dengan
kuncinya sebagai berikut: Kata yuflihu6 verbal nafa‟anî, bukan dengan verbal sa-
berarti kesuksesan, kemenangan, kejaya- mi‟tuhâ secara qath`î ia telah mendengar
an,7 yang berasal dari kata falaha; kata hal itu sebelum peristiwa perang unta.12
qawmun8 berarti jemaah atau kelompok; Redaksi ba‟da mâ kidtu an alhaqa bi ashhâbi
kata amruhum9 berarti urusan yang be- al-jamal (sesudah hampir saja aku meng-
rasal dari kata amara; dan kata imraatun10 ikuti pasukan „Â‟isyah ra.), dan yang di-
yang berarti perempuan yang bentuk maksud ashhâb al-jamal,13 dalam hadis ini
jamaknya adalah al-nisâ‟ yang berarti pe- adalah bala tentara „Â‟isyah ra. Menurut
rempuan.11 Ibn Mâlik, kata farisan dalam redaksi
Penggalan hadis “laqad nafa‟aniya lammâ balagha Rasulullâh Shallallâhu „alayhi
Allah bikalimatin sami‟tuhâ…” bermakna wa sallam anna ahla fârisa adalah isim yang
memberikan hikmah kepadaku pada saat di-tashrîf, namun sebenarnya isim ini ti-
dak bisa di-tashrîf. Sedangkan menurut
pinan yang demokratis, 10) kemampuan berperan al-Kirmânî, kata ini ditujukan untuk o-
selaku penasihat yang bijaksana. SP. Siagian, rang-orang Iran dan negaranya.14
Bunga Rampai Managemen Modern (Jakarta: Haji
Maksud kalimat lammâ balagha
Masagung, 1993), hlm. 28; F. Ducler, Bagaimana
Menjadi Eksekutif yang Efektif (Jakarta: Pedoman adalah Abû Bakrah. Frase tersebut adalah
Ilmu Jaya, 1986), hlm. 25; Kartini Kartono, Pemim- interpretasi atas frase bikalimatin. Di sini
pin dan Kepemimpinan (Jakarta: Raja Grafindo Per- terjadi gejala bahasa ithlâq (deduksi), ka-
sada, 1994), hlm. 38-40. limah adalah kata yang menunjukkan arti
6 Kata yuflihu berasal dari kata falaha terdiri atas
pembicaraan yang panjang,15 (mereka di-
huruf-huruf fa‟, lam, dan ha‟ yang berarti keme-
nangan dan kekal. Abû al-Husayn Ahmad ibn pimpin oleh Bintu Kisra).
Fâris ibn Zakariyâ, Maqâyîs al-Lughah, Juz II (Me-
sir: Maktabah wa Mathba`ah Musthafâ al-Bâbî al-
Halabî wa Awlâduh, 1972), hlm. 450. 12 Syihâb al-Dîn Abû al-Fadl Ahmad ibn „Alî ibn
7 Muhammad Idrîs „Abd al-Ra‟ûf al-Marbâwî, Hajar al-„Asqalânî, Fath al-Bârîy, Juz VIII, (Beirut:
Qâmûs al-Marbâwî, Juz I-II (Mesir: Dâr al-Fikr, Dâr al-Ma‟rifah, 1379 H), hlm. 472.
t.th.), hlm. 250. 13 Ketika „Utsmân ibn „Affân mati terbunuh dan
8 Kata qawm terdiri atas huruf-huruf qaf, waw, dan „Alî ibn Abû Thâlib dibaiat menjadi khalifah,
mim, makna asalnya ada dua, yakni a) sekelom- Thalhah dan Zubayr bertolak ke Mekah. Di sana
pok orang, b) penegakan atau berdiri tegak atau mereka melihat „Â‟isyah sedang melaksanakan
dapat juga berarti keinginan yang kuat. Zakariyâ, ibadah haji. „Â‟isyah beserta pasukannya (bala
Maqâyîs al-Lughah, Juz VI, hlm. 43; Butros al-Bus- tentaranya) sepakat menuju ke kota Basrah dan
thâmî, Quthr al-Muhîth, Juz II (Beirut: Maktabah meminta bantuan untuk mengadakan tuntutan
Lubnân, t.th.), hlm. 151; al-Marbâwî, Qâmûs al- atas kasus pembunuhan „Utsmân bin „Affân. Be-
Marbâwiy, hlm. 163. rita ini sampai kepada „Alî, dan beliau keluar
9 Kata amara berasal dari akar kata; hamzah, mim, menghadapi pasukan „Â‟isyah, hingga kemudian
dan ra‟ yang berarti urusan antonim larangan. terjadilah peristiwa yang dikenal dengan jamal.
Zakarîyâ, Maqâyîs al-Lughah, Juz I, hlm. 137. Istilah jamal (yang berarti unta) dinisbahkan atau
10 Kata imra‟ah berasal dari akar kata mim, ra‟, merujuk kepada unta yang dikendarai oleh
hamzah, yang berarti perempuan. Zakarîyâ, Maqâ- „Â‟isyah ra. dalam sebuah tandu ia menyeru pen-
yîs al-Lughah, Juz V, hlm. 315. duduk negeri untuk menuntut perbaikan. al-
11 Muhammad Warson Munawwir, Kamus Mu- „Asqalânî, Fath al-Bârî, Juz VIII, hlm. 472.
nawwir Arab-Indonesia (Yogyakarta: Pesantren al- 14 al-„Asqalânî, Fath al-Bârî, Juz VIV, hlm. 558.

Munawwir, 1984), hlm. 415. 15 al-„Asqalânî, Fath al-Bârî, Juz VIII, hlm. 472.

KARSA, Vol. 23 No. 1, Juni 2015 | 167


Kepemimpinan Perempuan dalam Perspektif Hadis

Dalam riwayat Humayd disebut- dan berbagai jabatan yang setara dengan-
kan lamma halaka kisrâ qâla al-nabiyyu yang nya dilarang. Menurut syara‟, perempuan
artinya ketika kisra Persia meninggal du- hanya diberi tanggung jawab untuk men-
nia, Rasulullah bersabda: “Siapa yang jaga suaminya.19 Menurut al-Khatthâbî,
menggantikannya? Mereka menjawab, a-
nak perempuannya.” Yang dimaksud de- qih tentang Perempuan” dalam Kepemimpinan
ngan Bintu Kisra adalah Burawan binti Petrempuan dalam Islam, ed. Syafiq Hasyim (Tk.:
Syayrawayh ibn Kisra ibn Barwaiz. tp, t.th.), hlm. 43.
18 Para ahli fiqih menyebutkan beberapa per-
Dalam riwayat al-Turmudzî dan
syaratan yang disepakati, yaitu: a) Muslim; b) be-
al-Nasâ`î dari jalur Humayd ibn al-Tawail rakal; c) dewasa dan merdeka; d) sehat jasmani;
dari al-Hasan dari Abû Bakrah dengan dan e) adil dan memahami hukum syariat. Semen-
redaksi ashamaniya Allah bi syay‟in sami‟- tara itu, persyaratan jenis kelamin diperdebatkan.
tuhû min rasulillâhi shallallâhu „alayhi wa- Ada tiga padangan ulama mengenai syarat te-
sallam kemudian disebutkan falammâ qa- rakhir. Pertama, Mâlik ibn Anas, al-Syâfi‟î, dan
Ahmad ibn Hanbal menyatakan jabatan ini
dimat „Âisyah dzakartu dzâlika fa‟ashama-
haruslah dipegang laki-laki dan tidak boleh pe-
niyallâhu. „Amr ibn Syu`bah meriwayat- rempuan. Menurut mereka, seorang hakim di
kan dari Mubârak ibn Fudhâlah dari al- samping harus menghadiri sidang-sidang terbuka
Hasan bahwa „Â‟isyah ra. diutus kepada yang di dalamnya terdapat kaum laki-laki, ia juga
Abû Bakrah dan Abû Bakrah berkata: harus memiliki kecerdasan akal yang prima.
Padahal tingkat kecerdasan perempuan di bawah
“Engkau adalah seorang ibu dan sesung-
tingkat-tingkat kecerdasan laki-laki. Selain itu, ia
guhnya kebenaranmu agung, namun saya dalam posisi tersebut akan berhadapan dengan
mendengar Rasulullah bersabda: laki-laki. Kehadirannya seperti ini akan dapat me-
‫لَ ْن يُ ْفلِ َح قَ ْوٌم َولَّ ْوا أ َْمَرُه ْم ْامَرأَة‬ nimbulkan fitnah. Kedua, mazhab Hanafî dan Ibn
“Tidak sukses suatu kaum (masyarakat) Hazm al-Zhâhirî. Mereka mengemukakan bahwa
laki-laki bukan syarat mutlak untuk kekuasaan
yang menyerahkan (untuk memimpin)
kehakiman. Perempuan boleh saja menjadi hakim,
urusan mereka kepada perempuan.”16 tapi ia hanya dapat mengadili perkara-perkara di
luar pidana berat (hudud dan qishash). Hal ini
Ragam Pandangan Ulama karena perempuan-perempuan dibenarkan men-
Mayoritas ulama memahami hadis jadi saksi untuk perkara-perkara tadi. Di samping
tersebut secara tekstual. Mereka berpen- itu, hakim tidak sama dengan mufti, selain itu,
gagasan ini menolak hadis mengenai kepemim-
dapat bahwa berdasarkan petunjuk hadis
pinan negara sebagai dasar hukum untuk fungsi
tersebut, pengangkatan perempuan men- yudikatif. Ketiga, Ibn Jarîr al-Thabarî dan al-Ha-
jadi kepala negara,17 hakim pengadilan,18 san al-Bashrî menyatakan bahwa perempuan bo-
leh menjadi hakim untuk menangani berbagai
perkara. Laki-laki tidak menjadi syarat dalam
16 Syihâb al-Dîn Abû al-Fadl Ahmad ibn „Alîy ibn kekuasaan kehakiman. Bagi mereka, jika perem-
Hajar al-„Asqalânîy, Fath al-Bârîy, Juz VIV, hlm. puan bisa menjadi mufti, maka logis kalau ia juga
558. menjadi hakim. Tugas mufti adalah menjelaskan
17 Para mufasir seperti al-Qurthubî, Ibn Katsîr, hukum-hukum agama melalui analisis ilmiah de-
Muhammad „Abduh, dan Muhammad Thâhir ibn ngan tanggung jawab personal, sementara hakim
„Âsyûr memiliki pendapat yang sama. Mereka juga mempunyai tugas yang sama. Tapi pendapat
sepakat bahwa kelebihan-kelebihan laki-laki ter- yang ketiga ini ditolak oleh al-Mâwardî dengan
sebut merupakan pemberian Tuhan, sesuatu yang mengemukakan bahwa pendapat Ibn Jarîr al-Tha-
fitri, alami, dan kodrati. Atas dasar semua inilah barî telah menyimpang dari ijmak ulama. Hasyim
mereka berpendapat perempuan tidak layak men- (ed.), Kepemimpinan Petrempuan, hlm. 39- 40.
duduki posisi-posisi kekuasaan publik dan poli- 19 al-„Asqalânî, Fath al-Bârî, Juz VIII, hlm. 123;

tik, lebih-lebih kekuasaan kepemimpinan negara. Muhammad ibn Ismâ‟îl al-Kahlânî, Subul al-Salâm
Hussein Muhammad, “Membongkar Konsepsi Fi- Syarh Bulûgh al-Marâm min Jâmi` Adillah al-Ahkâm,

KARSA, Vol. 23 No. 1, Juni 2015 | 168


Kepemimpinan Perempuan dalam Perspektif Hadis

hadis ini mengisyaratkan perempuan ti- sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka
dak boleh menjadi seorang pemimpin perempuan yang saleh ialah yang taat ke-
atau seorang hakim. Ini sebagai konse- pada Allah lagi memelihara diri ketika
suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah
kuensi dia tidak bisa menikahkan diri-
memelihara (mereka) perempuan-perem-
nya sebagaimana dia tidak bisa menikah- puan yang kamu khawatirkan nusyûznya,
kan perempuan lain.20 maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah
Di samping itu, ada beberapa dalil mereka di tempat tidur mereka, dan pukul-
mereka yang melarang perempuan men- lah mereka. Kemudian jika mereka menaati-
jadi pemimpin di luar rumah tangganya, mu, maka janganlah kamu mencari-cari
yaitu: pertama, QS. al-Nisâ‟ [4]: 34. Kedua, jalan untuk menyusahkannya. Sesungguh-
hadis Nabi Muhammad Saw. yang me- nya Allah Maha Tinggi lagi Maha Be-
nyatakan perempuan kurang cerdas di- sar.”22
banding laki-laki. Ketiga, hadis “lan yuf- Kata qawwâmûna pada ayat di atas
liha qawm wallau amrahum imra‟ah.” Ketiga tidak bermakna tunggal, tapi mempunyai
dalil tersebut saling terkait dalam mem- tiga pengertian: 1) Qawwâmûna bisa be-
perkuat argumentasi ketidakbolehan pe- rarti kepemimpinan, tapi kepemimpinan
rempuan memegang kepemimpinan. De- ini tidak permanen dan tidak disebabkan
ngan alasan lain, baik ayat maupun hadis oleh kriteria biologis. Sebab di belakang-
tersebut mengisyaratkan kepemimpinan nya dikaitkan dengan pemberian nafkah
hanya untuk laki-laki, dan menegaskan dan kelebihan laki-laki. Ketika kemam-
keharusan perempuan mengakui kepe- puan ini tidak ada, maka menurut Mâlik,
mimpinan ini. kepemimpinan ini bisa menjadi gugur; 2)
Al-Qurthubî dalam menafsirkan a- Qawwâmûna dapat be-rarti orang yang
yat tersebut cenderung melihat aktifitas bertanggung jawab atas keluarganya; dan
laki-laki sebagai pencari nafkah, laki-laki 3) Qawwâmûna dapat diartikan sebagai
yang menjadi penguasa, tukang bekam, ke-pemimpinan dalam keluarga.23
dan tentara. Pendapat al-Qurthubî diikuti Kata al-rijâl24 pada ayat di atas bu-
oleh para mufasir lainnya, namun para kan berarti laki-laki secara umum, tapi
mufasir kontemporer melihat ayat terse- 22 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terje-
but tidak harus dipahami seperti itu, apa- mahnya (Jakarta: Yayasan Penyelenggara Pe-
lagi ayat tersebut berkaitan dengan per- nerjemah/Penafsir Al-Qur‟an, 2011), hlm. 123.
soalan rumah tangga.21 23 Hasyim (ed.), Kepemimpinan Perempuan, hlm. 9.

Alasan pertama yaitu QS. al-Nisâ‟ 24 Al-Qur‟an secara konsisten membedakan peng-

[4]: 34: gunaan kata tersebut. Perhatikan penggunaan


kata al-rajul/al-rijâl, al-imra‟ah, dan al-nisâ‟ pada a-
Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum
yat-ayat berikut: QS. al-Baqarah [2]: 222, 223, 228,
perempuan, oleh karena Allah telah me-
231, 232, dan 282; QS. al-Nisâ‟ [4]: 7, 22, 24, 32, dan
lebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas 34; QS. al-A‟râf [7]: 46, 48, dan 155, QS. Al-Ahzâb
sebagian yang lain (perempuan), dan ka- [33]: 23; QS. Yâsîn [36]: 20; QS.al-Tahrîm [66]: 10
rena mereka (laki-laki) telah menafkahkan dan 11; dan QS. Al-Mujâdalah [58]: 2 dan 3;
perhatikan pula penggunaan kata al-zakar dan al-
Juz IV (Beirut: Dâr al-Kutub al-„Ilmîyah, t.th.), untsâ dalam ayat berikut: QS. Âli „Imrân [3]: 36
hlm. 123; Abû al-„Ulâ Muhammad ibn „Abd al- dan 290; QS. al-An‟âm [6]: 143; QS. al-Nahl [16]:
Rahmân ibn al-Rahîm al-Mubârakfûrî, Tuhfah al- 58; dan QS. Fâthir [35]: 11. Selanjutnya kata al-
Ahwazî bi Syarh Jâmi` al-Turmuzî, Juz VI (Beirut: dzakar dan al-untsâ digunakan untuk menun-
Dâr al-Fikr, 1399 H/1979 M), hlm. 542. jukkan jenis kelamin laki-laki dan perempuan se-
20 al-„Asqalânî, Fath al-Bârî, Juz VIII, hlm. 123. cara biologis, sementara kata al-rajul/al-rijâl dan
21 Hasyim (ed.) Kemimpinan Perempuan, hlm. 9. al-mar‟ah/al-nisâ` hanya khusus untuk makhluk

KARSA, Vol. 23 No. 1, Juni 2015 | 169


Kepemimpinan Perempuan dalam Perspektif Hadis

suami karena konsideran lanjutan ayat yaitu: 1) Faktor fisik dan naluri. Pe-
tersebut adalah “karena mereka (para rempuan diciptakan untuk mengemban
suami) menafkahkan sebagian harta un- tugas keibuan, mengasuh, dan mendidik
tuk istri-istri mereka.” Seandainya kata anak. Itulah sebabnya perempuan memi-
“laki-laki” adalah kaum pria secara u- liki perasan yang peka dan emosional.
mum tentu konsiderannya tidak begitu. Dengan naluri kewanitaan ini, wanita bia-
Lebih jauh lagi lanjutan ayat tersebut jelas sanya menonjolkan perasaan emosi dari-
berbicara tentang persoalan para istri dan pada penalaran dan hikmah; dan 2) Fak-
rumah tangga. Ayat tersebut secara jelas tor kodrati. Perempuan tidak terlalu tepat
menyajikan pembagian kerja antara sua- memangku jabatan dalam urusan umum,
mi istri, dan jika dikaitkan lagi dengan sebab perubahan fisiknya selalu terjadi
QS. al-Baqarah [2]: 288, maka pengertian karena menstruasi, hamil, melahirkan,
QS. al-Nisâ‟ [4]: 34 semakin jelas dikait- dan menyusui anak. Semua ini membuat
kan dengan urusan kerumahtanggaan. fisik, psikis, dan pemikiran perempuan ti-
Alasan kedua, hadis yang menya- dak mampu mengemban tugasnya di luar
takan perempuan kurang cerdas diban- rumah tangganya.25
dingkan dengan laki-laki, begitu pula da- Menurut al-Râzî, kelebihan laki-la-
lam sikap keberagamaannya. ki meliputi dua hal, yaitu ilmu penge-
Yûsuf al-Qardlâwî mengemukakan tahuan (al-„ilm) dan kemampuan fisiknya
alasan mengapa perempuan dilarang (al-qudrah). Akal dan pengetahuan laki-la-
menjadi pemimpin dalam urusan umum, ki, menurutnya melebihi akal dan penge-
tahuan perempuan dan untuk pekerjaan-
pekerjaan keras laki-laki lebih sempur-
manusia. Karena itu, tidak semua al-dzakar adalah na.26
al-rajul .Juga tidak semua al-nisâ` adalah al-mar‟-
Menurut al-Zamakhsyarî (467-538
ah/al-imra‟ah. Dalam ungkapan lain, hanya laki-
laki yang memiliki kualifikasi budaya tertentu, H), kelebihan laki-laki atas perempuan
misalnya dewasa, berpikir, matang, dan mem- adalah karena akal (al-„aql) ketegasan (al-
punyai sifat-sifat kejantanan dalam bahasa Arab hazm), tekadnya yang kuat (al-`azm), ke-
disebut al-rajlah. Demikian pula hanya perempuan kuatan fisik (al-qudrah) secara umum, me-
yang memiliki kualifikasi budaya tertentu, seperti
miliki kemampuan menulis (al-kitâbah)
dewasa, sudah menikah yang dapat disebut al-
imtâ`/al-nisâ‟. Di samping itu, berdasarkan kaidah dan kebenaran,27 sedangkan al-Thabâ-
bahasa Arab, kata al-rijâl tidak menunjukkan se- thabâ‟î berpendapat bahwa kelebihan la-
mua laki-laki, melainkan laki-laki tertentu, kemu- ki-laki atas perempuan adalah karena ia
dian kata tersebut menggunakan al yang menun- memiliki kemampuan berpikir (quwwah
juk pada arti definitif atau tertentu. Dengan demi-
al-ta`aqqul), yang karena itu kemudian
kian, ayat-ayat itu akan dipahami bahwa hanya
laki-laki yang memiliki kualifikasi tertentu yang melahirkan keberanian, kekuatan, dan
bisa menjadi pemimpin atas perempuan tertentu.
Lagi pula bahwa asbâb al-nuzûl ayat tersebut di-
turunkan dalam konteks kehidupan suami-istri di 25 Yûsuf al-Qardlâwî, Fiqih Daulah Perspektif al-
dalam rumah tangga. Dari perspektif ini ayat ter- Qur`an dan Sunnah (Jakarta: Pustaka al-Kautsar,
sebut bermakna “para suami tertentu saja yang 1997), hlm. 240-244; Ahmad Muhammad Jamal,
dapat menjadi pemimpin bagi istrinya, dan kepe- Problematika Muslimah di Era Globalisasi (Tk.:
mimpinannya itu pun hanya terbatas di bidang Pustaka Mantiq, 1995), hlm. 83.
26 Fakhr al-Dîn al-Râzî, Al-Tafsîr al-Kabîr, Juz X
domestik atau di rumah tangga.” Musdah Mulia,
Potret Perempuan dalam Lektur Agama: Rekonstruksi (Teheran: Dâr al-Kutub al-„Ilmîyah, t.th.), hlm. 88.
Pemikiran Islam Menuju Masyarakat yang Egaliter 27 Al-Zamakhsyarî, Tafsîr al-Kasysyâf, Juz I (Mesir:

dan Demokratis (Jakarta: tp., 1999), hlm. 38-40. „Isâ al-Bâb al-Halabî wa Syirkah, t.th.), hlm. 523.

KARSA, Vol. 23 No. 1, Juni 2015 | 170


Kepemimpinan Perempuan dalam Perspektif Hadis

kemampuan mengatasi berbagai kesuli- kewibawaan, sedangkan perempuan pa-


tan, sementara perempuan lebih sensitif da saat itu sama sekali tidak memiliki
dan emosional.28 kewibawaan untuk menjadi pemimpin.
Adapun ulama yang memboleh- Dalam sejarah, penghargaan ma-
kan perempuan menjadi pemimpin di lu- syarakat kepada kaum perempuan makin
ar rumah tangganya, mereka memahami meningkat dan akhirnya dalam banyak
hadis tersebut secara kontekstual. Untuk hal kaum perempuan diberi kedudukan
memahami hadis tersebut, perlu dikaji yang sama dengan kaum laki-laki. Al-
terlebih dahulu keadaan yang sedang Qur‟an memberi peluang yang sama ke-
berkembang pada saat hadis itu disab- pada kaum perempuan dan kaum laki-
dakan oleh Nabi Muhammad Saw. Pada laki untuk melakukan berbagai kebijakan,
waktu itu, derajat kaum perempuan da- sebagai-mana firman Allah dalam QS. al-
lam masyarakat berada di bawah derajat Taubah [9]: 71:
kaum laki-laki. Perempuan sama sekali Dan orang-orang yang beriman, laki-laki
tidak dipercaya untuk ikut serta meng- dan perempuan, sebagian mereka (adalah)
urus kepentingan masyarakat umum, ter- menjadi penolong bagi sebagian yang lain.
Mereka menyuruh (mengerjakan) yang
lebih dalam masalah kenegaraan. Hanya
makruf, mencegah dari yang munkar,
laki-lakilah yang dianggap mampu me- mendirikan salat, menunaikan zakat, dan
ngurus kepentingan masyarakat dan ne- mereka taat pada Allah dan rasul-Nya.
gara. Keadaan seperti itu tidak hanya ter- Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah.
jadi di Persia saja, tapi juga di Jazirah A- Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi
rab dan lain-lain. Islam datang mengu- Maha Bijaksana.30
bah nasib kaum perempuan; mereka di- Secara umum, ayat di atas dipaha-
beri berbagai hak, kehormatan, dan seba- mi sebagai gambaran tentang kewajiban
gai makhluk yang bertanggung jawab ke- melakukan kerja sama antara laki-laki
pada Allah Swt., baik terhadap diri, ke- dan perempuan dalam berbagai aspek ke-
luarga, dan masyarakat maupun nega- hidupan, yang dilukiskan dengan kalimat
ra.29 perintah mengerjakan yang makruf dan
Dalam kondisi kekaisaran Persia mencegah yang mungkar. Kata awliyâ da-
dan masyarakat seperti itu, maka Nabi lam ayat ini menjakup kerja sama, ban-
Muhammad Saw. yang memiliki kearifan tuan, dan penguasaan; sedangkan me-
menyatakan bahwa bangsa yang menye- nyuruh mengerjakan yang makruf men-
rahkan masalah-masalah kenegaraan dan cakup segala segi kebaikan, termasuk
kemasyarakatan kepada perempuan tidak memberi masukan dan kritik terhadap
akan sukses. Sebab, bagaimana mungkin penguasa. Dengan demikian, setiap laki-
akan sukses kalau orang yang memimpin laki dan perempuan Muslimah hendak-
itu adalah mahluk yang sama sekali tidak nya mampu mengikuti perkembangan
dihargai oleh masyarakat yang dipim- masyarakat agar masing-masing mereka
pinnya. Salah satu syarat yang harus di- mampu melihat dan memberi saran dan
miliki oleh seorang pemimpin adalah nasihat dalam berbagai aspek kehi-
dupan.31
28 Muhammad Husayn al-Thaba‟thabâ‟î, Tafsîr al-
Mîzân, Jilid IV (Beirut: Mu‟assasah al-„Âlamî li al- 30 Departemen Agama RI., Al-Qur` an dan
Mathba‟ah, 1991), hlm. 351. Terjemahnya, hlm. 291.
29 Qâsim Amîn, Tahrîr al-Mar‟ah (Kairo: Dâr al- 31 Amîn al-Khûlî, Al-Mar‟ah al-Muslimah fî al-„Ashr

Ma‟ârif, t.th.), hlm. 25. al-Mu‟âshir (Baghdad: tp., t.th.), hlm. 13.

KARSA, Vol. 23 No. 1, Juni 2015 | 171


Kepemimpinan Perempuan dalam Perspektif Hadis

Selain itu, dalam QS. al-Ahzâb kekuasaan setelah membunuh sang ayah
[33]: 35: dan saudara-saudaranya, tapi dia juga di-
Sesungguhnya laki-laki dan perempuan takdirkan tewas sehingga kerajaannya di-
yang muslim, laki-laki dan perempuan pimpin oleh seorang perempuan. Peris-
yang mukmin, laki-laki dan perempuan tiwa ini, lanjut al-Thabarî, membawa ke-
yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki
hancuran kerajaan Kisra beserta ketu-
dan perempuan yang benar, laki-laki dan
perempuan yang sabar, laki-laki dan runannya. Mereka mencabik-cabik kera-
perempuan yang khusyuk, laki-laki dan jaan mereka sendiri seperti yang telah
perempuan yang bersedekah, laki-laki dan disumpahkan oleh Rasulullah Saw.34
perempuan yang berpuasa, laki-laki dan
perempuan yang memelihara kehorma- Oleh karena itu, sebagian ulama
tannya, dan laki-laki dan perempuan yang tidak berpendapat perempuan tidak bisa
banyak menyebut (nama) Allah, Allah menjadi pemimpin dengan alasan hadis
telah menyediakan untuk mereka ampu- tersebut hanya bersifat sekadar pembe-
nan dan pahala yang besar.32 ritaan bukan ketentuan hukum, dan hadis
Mahmûd Syaltût menjelaskan bah- tersebut tidak berlaku umum. Karena
wa tabiat kemanusian antara laki-laki dan hadis tersebut disabdakan oleh Nabi Saw.
perempuan hampir sama. Allah Swt. Te- Berkaitan dengan peristiwa suksesi di
lah menganugerahkan kepada perempu- Persia. Ketika itu, kaisar Persia meninggal
an sebagaimana menganugerahkan ke- dunia, para petinggi kerajaan melimpah-
pada laki-laki; Tuhan menganugerahkan kan pimpinan Persia kepada seorang
kepada mereka berdua potensi dan ke- ratu. Di tangan ratu itulah kekaisaran
mampuan untuk memikul tanggung ja- Persia berantakan. Peristiwa ini direspons
wab dan yang menjadikan kedua jenis ini oleh Nabi Saw. karena terbukti ratu ter-
dapat melaksanakan pelbagai aktifitas, sebut tidak berhasil mengendalikan ne-
baik yang bersifat umum maupun yang gara. Hadis itu tidak hanya berhenti di
bersifat khusus. Karena itu, syariat pun situ, ia juga tidak mengandung penega-
meletakkan keduanya dalam satu kerang- san melarang seluruh perempuan men-
ka yang sama.33 jadi pemimpin masyarakat.35 Kemudian
al-Thabarî mempertegas bahwa walau-
Al-Thabarî menjelaskan kebolehan
pun hadis tersebut digunakan sebagai
seorang perempuan menjadi pemimpin,
dasar hukum, tapi itu hanya menyangkut
yang bertolak dari kebolehan perempuan
satu masalah khusus, yaitu perempuan
menjadi saksi dalam proses pernikahan.
tidak boleh memegang pucuk pimpinan
Kesesuaian interpretasi al-Thabarî ini de-
tertinggi negara, perempuan tidak bisa
ngan konteks hadis dilihat dari segi bah-
menjadi khalifah, tapi selain itu bisa.36
wa hadis ini merupakan pelengkap kisah
Kisra yang merobek surat Rasulullah Dalam sejarah Islam, banyak
Saw. sebagai hukuman Allah Swt. dengan perempuan Islam yang tampil sebagai
menimpakan musibah terhadap kerajaan-
nya, sehingga anaknya mengambil alih
34 al-„Asqalânî, Fath al-Bârî, Juz VIII, hlm. 123.
35 Ali Yafie, Kodrat, Kedudukan, dan Kepemimpinan
32 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Perempuan, dalam Memposisikan Kodrat Perempuan
Terjemahnya, hlm. 673. dan Perubahan dalam Perspektif Islam, ed. Lily Za-
33 Mahmûd Syaltût, Min Taujîhât al-Islâm (Kairo: kiyah Munir (Bandung: Mizan, 1999), hlm. 72.
Al-Idârah al-„Âmah li al-Azhar, 1959), hlm. 193. 36 Ibid., hlm. 72-73.

KARSA, Vol. 23 No. 1, Juni 2015 | 172


Kepemimpinan Perempuan dalam Perspektif Hadis

pemimpin. „Â‟isyah ra., istri Nabi Mu- toris, yang bisa berubah dan menyebab-
hammad Saw., diakui sebagai seorang kan perempuan juga memiliki kemam-
mufti. Bahkan kedudukannya sebagai puan memberi nafkah dan memiliki akses
panglima perang Unta.37 Al-Syifâ, seo- di bidang publik. Oleh karena itu, kepe-
rang perempuan yang pandai menulis, mimpinan perempuan bisa terjadi tidak
ditugaskan oleh khalifah „Umar ibn al- hanya pada lingkup keluarga, tapi juga
Khaththâb sebagai petugas yang mena- pada lingkup yang lebih umum seperti
ngani pasar kota Madinah.38 Al-Qur‟an negara. QS. al-Nisâ‟ [4]: 34 jika dilihat,
juga menyebutkan tentang seorang ratu kalimatnya berbentuk pemberitaan, maka
di zaman Nabi Sulaiman As., yaitu Ratu kurang tepat bila seseorang menjadikan
Balqis yang memimpin rakyatnya dengan ayat ini sebagai sebuah legitimasi keharu-
baik, penuh hikmah, dan keadilan.39 san perempuan tidak boleh menjadi seo-
rang pemimpin keluarga dan negara.
Analisis Tekstual dan Kontekstual
Beragam pendapat ulama menge- Begitu juga kepemimpinan perem-
nai masalah kepemimpinan perempuan puan dalam perspektif hadis, yang memi-
di atas menunjukkan bahwa masalah ter- liki nuansa senada seperti kepemimpi-
sebut masih berada dalam wilayah yang nan perempuan dalam perspektif Al-
diperselisihkan. Artinya, tidak ada satu Qur`an. Ketidakbolehan perempuan men-
pun dalil agama yang secara pasti menya- jadi pemimpin ternyata masih perlu di-
takan perempuan tidak boleh menjadi kaji ulang. Pertama, dilihat dari sudut
pemimpin negara. Dalil QS. al-Nisâ‟ [4]: kualitasnya, hadis tersebut termasuk da-
34 ternyata menurut para mufasir memili- lam kategori hadis âhâd.40 Hadis âhâd ti-
ki makna yang tidak tunggal. dak memiliki petunjuk pasti (qath‟î) un-
tuk dijadikan dasar dalam menentukan
Sebagian ahli tafsir menyatakan sebuah keputusan hukum, karena hadis
bahwa kepemimpinan yang dimaksud tersebut masih bersifat zhannî.41 Kedua,
dalam QS. al-Nisâ‟ [4]: 34 adalah kepe-
mimpinan laki-laki dalam lingkup keluar- 40 Dari segi bahasa, hadis âhâd berasal dari kata
ga. Hal ini diperkuat oleh lanjutan ayat ahad yang muhtamil al-jam`dari wâhid yang berarti
satu. Dengan demikian, kata âhâd berarti satuan,
tersebut “bi mâ fadldlala Allâh ba‟dlahum
yakni angka bilangan dari satu sampai ke angka
„alâ ba‟dl wa bi mâ anfaqû”. Melihat po- sembilan, sedangkan menurut istilah hadis âhâd
tongan ayat ini, setidaknya ada dua ala- adalah hadis yang diriwayatkan oleh orang seo-
san mengapa laki-laki pantas menjadi rang, atau dua orang atau lebih, tapi belum cukup
pemimpin. Pertama, karena laki-laki me- syarat untuk dimasukkan sebagai hadis mutawâtir.
Dengan kata lain, hadis âhâd adalah hadis yang
nafkahi, dan kedua, karena laki-laki pada
jumlah periwayatnya tidak sampai kepada jum-
masa itu memiliki akses yang lebih ke- lah periwayat hadis mutawâtir. M. Syuhudi Ismail,
pada dunia publik dibandingkan kaum Pengantar Ilmu Hadis (Bandung: Angkasa, 1991),
perempuan. Penafkahan dan kelebihan hlm. 141.
41 Ulama berbeda pendapat mengenai penga-
akses ini sangat bersifat sosilogis dan his-
malan hadis âhâd. Jumhur ulama sepakat seka-
lipun hadis âhâd bersifat zhannî al-wurûd, tapi
37 Ibid., hlm. 72-73. wajib diamalkan sesudah diakui kesahihannya.
38 Muhammad al-Ghazâlî, Al-Islâm wa al-Thâqah al- Ismail, Pengantar Ilmu Hadis, hlm. 158. Al-Syâfi‟î,
Mu‟atthalah (Kairo: Dâr al-Kutub al-Hadîtsah, Abû Hanîfah, dan Ahmad ibn Hanbal menerima
1964), hlm. 138. hadis âhâd apabila syarat-syarat periwayatan yang
39 QS. Al-Naml (27): 23-24. sahih terpenuhi. Abû Zahrah, Ushul Fiqh (Jakarta:

KARSA, Vol. 23 No. 1, Juni 2015 | 173


Kepemimpinan Perempuan dalam Perspektif Hadis

dilihat dari segi historisnya, hadis ini Persia, Nabi Muhammad saw., tidak akan
adalah respons atas penobatan seorang bersabda demikian.
putri Kisra Persia sebagai ratu, yang di- Terkait hal tersebut, Fatima Mer-
anggap oleh Nabi Muhammad saw. tidak nissi telah melakukan kritik tajam terha-
memiliki kemampuan memimpin peme- dap hadis ini. Dia mengkritik dari sisi
rintahan. Penolakan Nabi Muhammad sanad dan matannya. Dalam kritiknya, ia
Saw. ini juga tidak didasarkan karena dia mempertanyakan kredibilitas Abû Bakrah
seorang perempuan, tapi lebih didasar- sebagai periwayat hadis, dan mengapa
kan kepada ketidakcakapan putri terse- Abû Bakrah baru memunculkan hadis ini
but dalam memegang kendali pemerin- pada saat terjadi kemelut politik dalam
tahan. Sangat mungkin apabila perem- perang Jamal antara „Â‟isyah dan „Alî bin
puan yang memimpin bukan putri Kisra Abû Thâlib setelah 23 tahun wafatnya
Rasulullah Saw., yang mana dirinya ber-
pihak kepada „Alî. Lagi pula konteks
Pustaka Firdaus, 1994), hlm. 156-157; T.M. Hasbi
hadis tersebut tertuju pada kasus suksesi
Ash- Shiddiqy, Pokok-Pokok Dirayah Hadis (Jakarta: kisra di Persia yang mewariskan tahta
Bulan Bintang, 1980), hlm. 100. Selanjutnya, untuk kepada anak perempuannya yang tidak
masalah akidah, ulama berbeda pendapat tentang memiliki kapasitas sebagai pemimpin.42
kehujahan hadis âhâd. Sebagian ulama menyata- Di samping itu, dalam perspektif
kan hadis âhâd tidak dapat dijadikan hujah.
Alasannya, sesuatu yang zhannî tidak dapat dija-
politik keagamaan, posisi perempuan
dikan dalil untuk yang berkaitan dengan keyaki- tampaknya mendapat hambatan. Namun
nan, karena soal keyakinan harus berdasarkan demikian, dalam praktik politik, sesung-
dengan dalil qath‟î. Zahrah, Ushul Fiqh, hlm. 156- guhnya tidak sedikit perempuan yang
15; Mahmûd Syaltût, Al-Islâm: Aqîdah wa Syarî‟ah, menduduki jabatan penting. Bahkan
(Mesir: Dâr al-Qalam, 1966), hlm. 513. Ulama lain
menyatakan hadis âhâd yang sahih dapat dijadi-
menjadi kepala pemerintahan. Di Indone-
kan hujah untuk masalah akidah. Sebab hadis sia, misalnya, perempuan menjabat seba-
âhâd yang sahih berstatus qath‟îy al-wurûd. Ala- gai kepala pemerintahan seperti di Aceh.
sannya, pertama, sesuatu yang zhannî masih Al-Qur‟an juga secara deskriptif menu-
mengandung kemungkinan salah. Hadis yang turkan kisah-kisah tentang keberhasilan
telah diteliti dengan cermat dan ternyata ber-
kualitas sahih, walaupun berkategori âhâd, memi-
Ratu Balqis memimpin negaranya.
liki status qathîy al-wurûd. Kedua, Nabi Muham- Dengan demikian, menurut penu-
mad Saw. pernah mengutus sejumlah mubalig ke lis, Islam tidak melarang perempuan
berbagai daerah, yang jumlah mereka tidak men- menjadi pemimpin dalam urusan umum.
capai kategori mutawâtir. Sekiranya penjelasan Bahkan menjadi kepala negara. Yang pen-
tentang agama harus berasal dari berita mutawâtir,
niscaya masyarakat tidak membenarkan dan me-
ting dia mampu melaksanakan tanggung
nerima dakwah mubalig yang diutus oleh Ra- jawab tersebut, tapi dengan catatan jika
sulullah Saw. Ketiga, „Umar ibn al-Khaththâb per- tidak ada laki-laki yang sanggup meng-
nah membatalkan hasil ijtihadnya karena men- emban jabatan tersebut. Oleh karena itu,
dengar hadis Nabi Muhammad Saw. yang disam- hadis tersebut harus dipahami secara
paikan oleh al-Dhahhâk ibn Sufyân secara âhâd.
Taqîy al-Dîn Ahmad ibn Taimîyah, Majmû` Fatâwâ
kontekstual, karena kandungan petunjuk-
Ibn Taimîyah, Jilid XVIII (Tk.: Mathâbi` Dâr al- nya bersifat temporal.
„Arabîyah, 1398), hlm. 40-41; Sâlim „Alî al-Bahna-
sâwî, Al-Sunnah al-Muftarâ `alaihâ (Tk.: Dâr al-
Buhûts al-„Ilmîyah, 1979), hlm. 103; Muhammad
Adîb Shâlih, Lamahât fî Ushûl al-Hadîts (Beirut: Al- 42Fatima Mernissi, Beyond the Veil (Indiana: India-
Maktabah al-Islâmî, t.t), hlm. 99-100. na University, 1987), hlm. 49-61.

KARSA, Vol. 23 No. 1, Juni 2015 | 174


Kepemimpinan Perempuan dalam Perspektif Hadis

Penutup Departemen Agama RI. Al-Qur‟an dan


Kualitas hadis riwayat al-Bukhârî, Terjemahnya. Jakarta: Yayasan Pe-
al-Turmuzî, dan al-Nasâ‟î tentang kepe- nyelenggara Penerjemah dan Penaf-
mimpinan perempuan secara umum ada- sir Al-Qur‟an, 2011.
lah shahîh li dzâtihi. Sanadnya memenuhi Departemen Pendidikan dan Kebudaya-
kaidah kesahihan sanad hadis, yaitu sa- an. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Ja-
nadnya bersambung, periwayatnya bersi- karta: Balai Pustaka, 1989.
fat tsiqah, dan terhindar dari syudzûdz dan Ducler, F. Bagaimana Menjadi Eksekutif
‘illah. Matannya juga memenuhi kaidah yang Efektif. Jakarta: Pedoman Ilmu
kesahihan matan hadis, yakni terhindar Jaya, 1986.
dari syudzûdz dan ‘illah. Ghazâlî, Muhammad al-. Al-Islâm wa al-
Secara tekstual, hadis tersebut me- Thâqah al-Mu‟atthalah. Kairo: Dâr al-
nunjukkan larangan bagi perempuan Kutub al-Hadîtsah, 1964.
menjadi pemimpin dalam urusan umum. Hasyim, Syafiq (ed.). Kepemimpinan Pe-
Oleh karena itu, mayoritas ulama secara rempuan dalam Islam. tp., t.th.
tegas menyatakan kepemimpinan perem- Ismail, M. Syuhudi. Pengantar Ilmu Hadis.
puan dalam urusan umum dilarang. Na- Bandung: Angkasa, 1991.
mun secara kontekstual hadis tersebut Jamal, Ahmad Muhammad. Problematika
dapat dipahami bahwa Islam tidak mela- Muslimah di Era Globalisasi. Tk.: Pus-
rang perempuan menduduki suatu jaba- taka Mantiq, 1995.
tan atau menjadi pemimpin dalam uru- Kahlânî, Muhammad ibn Ismâ‟îl al-. Su-
san umum. Bahkan menjadi kepala nega- bul al-Salâm Syarh Bulûgh al-Marâm
ra, dengan syarat sanggup melaksanakan min Jâmi‟ Adillah al-Ahkâm. Beirut:
tugas tersebut. Oleh karena itu, hadis ter- Dâr al-Kutub al-„Ilmîah, t. th.
sebut harus dipahami secara kontekstual, Kartono, Kartini. Pemimpin dan Kepemim-
kare-na kandungan petunjuknya bersifat pinan. Jakarta: Raja Grafindo Persa-
temporal.[] da, 1994.
Khûlî, Amîn al-. Al-Mar-‟ah al-Muslimah fî
Daftar Pustaka al-„Ashr al-Mu‟ashir. Baghdad: tp.,
Ahmad, Khurshid. Mempersoalkan Perem- t.th.
puan. Jakarta: Gema Insani 1989. Marbâwî, Muhammad Idrîs „Abd al-Ra‟ûf
Amîn,Qâsim. Tahrîr al-Mar‟ah. Kairo: Dâr al-. Qâmûs al-Marbâwî. Mesir: Dâr al-
al-Ma‟ârif, t.th. Fikr, t.th.
„Asqalânî, Syihâb al-Dîn Abû al-Fadl Mernissi, Fatima. Beyond the Veil. Indiana:
Ahmad ibn „Alî ibn Hajar al-. Fath Indiana University, 1987.
al-Bârî. Beirut: Dar al-Ma‟rifah, 1379 Munir, Lily Zakiyah (ed.). Memposisikan
H. Kodrat Perempuan dan Perubahan da-
Bahnasâwî, Sâlim „Alî. Al-Sunnah al- lam Perspektif Islam. Bandung: Mi-
Muftarâ „alayhâ. t.t.: Dâr al-Buhûts al- zan, 1999.
„Ilmîah, 1979. Mulia, Musdah. Potret Perempuan dalam
Bukhârî, Abû „Abd Allâh Muhammad ibn Lektur Agama: Rekonstruksi Pemiki-
Ismâ‟îl ibn Ibrâhîm al-. Shahîh al-Bu- ran Islam Menuju Masyarakat yang
khârî. Beirut: Dâr al-Fikr, 1994. Egaliter dan Demokratis. Jakarta: tp.,
Busthâmî, Butros al-. Quthr al-Muhîth. 1999.
Beirut: Maktabah Lubnân. t.th.

KARSA, Vol. 23 No. 1, Juni 2015 | 175


Kepemimpinan Perempuan dalam Perspektif Hadis

Munawwir, Muhammad Warson. Kamus Siagian, SP. Bunga Rampai Managemen


Munawwir Arab-Indonesia. Yogya- Modern. Jakarta: Haji Masagung,
karta: Pesantren al-Munawwir, 1984. 1993.
Qardlâwî, Yûsuf al-. Fiqhi Daulah Perspek- Syaltût, Mahmûd. Al-Islâm: Aqîdah wa
tif Al-Qur‟an dan Sunnah. Jakarta: Syarî‟ah. Mesir: Dâr al-Qalam, 1966.
Pustaka al-Kautsar, 1997. -----. Min Taujîhât al-Islâm. Kairo: Al-
Mubârakfûrî, Abû al-„Ulâ Muhammad Idârah al-„Âmmah li al- Azhar, 1959.
ibn „Abd al-Rahmân ibn al-Rahîm Taimîyah, Taqîy al-Dîn Ahmad ibn.
al-. Tuhfah al-Ahwazî bi Syarh Jâmi` al- Majmû‟ Fatâwâ Ibn Taimîyah. Mathâ-
Turmuzî. Beirut: Dâr al-Fikr, 1399 bi‟ Dâr al-„Arabîyah, 1398 H.
H/1979 M. Thaba‟thabâ‟î, Muhammad Husayn al-.
Râzî, Fakhr al-Dîn al-. Al-Tafsîr al-Kabîr. Tafsîr al-Mîzân. Beirut: Mu‟assasah
Teheran: Dâr al-Kutub al-„Ilmîyah, al-„Âlamî li al-Mathba‟ah, 1991.
t.th. Zakarîyâ, Abû al-Husayn Ahmad ibn Fâ-
Shâlih, Muhammad Adîb. Lamahât fî ris, Maqâyîs al-Lughah. Mesir: Makta-
Ushûl al-Hadîts. Beirut: Al-Maktabah bah wa Math-ba‟ah Musthafâ al-Bâb
al-Islâmî, t.t al-Halabî wa Awlâduh, 1972.
Shiddiqy, T.M. Hasbi ash-. Pokok-Pokok Zahrah, Abû. Ushul Fiqhi. Jakarta: Pustaka
Dirayah Hadis. Jakarta: Bulan Bin- Firdaus, 1994.
tang, 1980. Zamakhsyarî al-. Tafsîr al-Kasysyâf. Mesir:
„Îsâ al-Bâb al-Halabî wa Syirkah,
t.th.



KARSA, Vol. 23 No. 1, Juni 2015 | 176

Anda mungkin juga menyukai