Anda di halaman 1dari 31

https://blog.cicil.co.

id/suka-duka-yang-dirasakan-mahasiswa-saat-kuliah-online/
Nggak terasa udah hampir sebulan sejak penyebaran virus COVID-19 menyerang Indonesia.
Pemerintah pun menghimbau untuk melakukan social distancing atau jaga jarak dan juga
himbauan untuk berada di dalam rumah aja. Hal ini membuat beberapa kegiatan harus dikerjakan
di rumah termasuk kegiatan perkuliahan. Meskipun banyak hal yang harus kita kerjakan dari
rumah, bukan berarti seluruhnya efektif bila dikerjakan dari rumah.

Selama masa social distancing seperti saat ini, kegiatan perkuliahan juga dilakukan dari dalam
rumah. Udah banyak perguruan tinggi yang mulai mengubah metode perkuliahan yang awalnya
bertatap muka menjadi online, dan membatasi kegiatan di sekitar kampus karena ancaman wabah
COVID-19 ini.

Tapi, mungkin banyak sekali di antara kamu yang udah mulai bosan dan malas untuk melakukan
perkuliahan online di rumah. Jangan khawatir, kali ini kita akan mengupas tuntas permasalahan
kuliah online dan berbagi tips untuk kamu nggak bosan dan malas saat kuliah melakukannya di
rumah!

Suka dan Duka Kuliah Online

Selama kuliah online kamu lebih banyak merasakan suka atau lebih banyak merasakan dukanya,
nih? Berikut ada beberapa suka dan duka saat kuliah secara online yang mungkin kamu rasakan
juga.

Keluhan Saat Melakukan Kuliah Online

1. Kondisi Internet yang Berbeda-beda

Kendala ini pasti sering banget kamu rasakan saat sedang kuliah online. Kondisi internet di tiap
daerah pastinya berbeda-beda. Untuk kamu yang tinggal di daerah perkotaan mungkin nggak
terlalu masalah dengan hal ini, tapi untuk kamu yang tinggal di daerah yang masih minim akses
internet pasti kendala ini mengganggu banget.

2. Kuliah Nggak Kondusif

Penggunaan berbagai macam aplikasi untuk kuliah online memang awalnya buat kamu bingung
sendiri. Nggak jarang juga, dosennya sendiri ikutan bingung dengan pengoperasian aplikasi
tersebut. Ditambah dengan kondisi rumah setiap mahasiswa pasti berbeda-beda yang
menyebabkan suasana perkuliahan menjadi nggak kondusif.

3. Tugas Lebih Banyak Daripada Kuliah Biasa

Akibat sulit dan kurang mengertinya pengoperasian medianya, banyak dosen yang mengganti
kuliahnya dengan memberikan mahasiswanya banyak tugas. Akibatnya jumlah tugas kuliahmu
menumpuk dan nggak sebanding dengan pelaksanaan kuliahnya.
4. Perangkat yang Nggak Memadai

Perlu banget untuk diketahui kalau kondisi sosial ekonomi setiap mahasiswa pastinya berbeda-
beda. Nggak semua mahasiswa mampu untuk membeli perangkat komputer atau laptop. Nggak
semua perangkat juga mampu digunakan untuk menginstall aplikasi seperti Zoom atau Webex
yang membutuhkan memori yang besar. Akibatnya, perkuliahan menggunakan media tersebut
sulit untuk dilaksanakan.

5. Beberapa Dosen Nggak Kasih Feedback

Karena sulitnya proses komunikasi saat kuliah online, banyaknya tugas yang diberikan dosen
tanpa adanya feedback. Hal ini seakan cuma formalitas semata bagi sebagian dosen, memberikan
tugas, dikumpulkan, setelah itu diberikan tugas lagi tanpa adanya penjelasan mengenai tugas
tersebut. Mahasiswa pun dianggap seakan-akan udah mengerti dan menguasai semua materinya.

Di sisi lain, kuliah secara online sebenernya punya banyak manfaat untuk kamu sebagai
mahasiswa maupun untuk dosen sebagai penyelenggara perkuliahan.

Manfaat Kuliah Online

1. Bisa belajar teknologi

Mungkin media kuliah menggunakan Whatsapp udah sering kamu lakukan bukan cuma saat
social distancing. Tapi, lain halnya dengan aplikasi seperti Zoom, Webex, atau Google
Classroom yang masih jarang digunakan karena masih mengandalkan pertemuan tatap muka.
Dengan adanya kuliah online ini, baik dosen atau kamu sebagai mahasiswa sama-sama belajar
untuk menggunakan teknologi tersebut supaya kuliah online-mu berjalan dengan maksimal tanpa
kendala.

2. Bisa dilakukan kapan pun dan di mana pun

Kuliah online bisa kamu lakukan kapan pun dan di mana pun. Kamu bisa melakukan kuliah
online di tempat tidurmu, di depan rumahmu, atau di mana pun tempatnya. Waktu
perkuliahannya pun fleksibel sesuai kesepakatan antara mahasiswa dengan dosennya. Tapi, kamu
tetap harus ingat akan kesopanan terhadap dosen dan teman-temanmu, ya!

3. Nggak perlu berdandan rapi

Biasanya kalau kamu hendak pergi kuliah seperti biasanya kamu akan sibuk dengan baju apa
yang akan kamu pakai, dan juga sibuk berdandan. Tapi, saat kuliah online kamu nggak perlu
melakukan hal tersebut, karena saat kuliah online orang-orang nggak akan menyadari kamu udah
mandi atau belum, juga apakah kamu udah dandan atau belum.

4. Hemat
Untuk kamu yang melakukan kuliah online menggunakan kuota pulsa, hemat adalah kebohongan
besar karena pengeluaranmu untuk membeli pulsa jadi besar dari biasanya. Tapi, bila kamu
menghitung dari aspek yang lain sesungguhnya disitu letak hematnya. Saat kuliah biasa pasti
kamu memerlukan biaya untuk transportasi, makan siang, dan hal-hal nggak terduga lainnya.
Dengan adanya kuliah online, kamu cuma perlu mengeluarkan biaya untuk beli kuota aja, nggak
perlu mengeluarkan biaya transportasi dan uang makan karena untuk makan kamu bisa ambil
sendiri di dapur rumahmu.

Beberapa Aplikasi yang Sering Digunakan

Beberapa aplikasi ini sering banget digunakan mahasiswa untuk kuliah online di situasi social
distancing.

1. Zoom Cloud Meeting

Aplikasi pertama yaitu Zoom Cloud Meeting. Aplikasi tersebut mulai ramai digunakan akhir-
akhir ini. Zoom Cloud Meeting merupakan aplikasi meeting online yang udah hadir di platform
desktop sejak tahun 2011. Aplikasi ini bisa kamu unduh melalui smartphone kamu baik
pengguna Android maupun pengguna iOS.

2. Google Classroom

Google Classroom adalah suatu aplikasi dari Google untuk menunjang proses kegiatan belajar
mengajar. Banyak mahasiswa dan dosen menggunakan aplikasi ini saat mereka mengadakan
kuliah secara online. Aplikasi ini diumumkan secara resmi pada 6 Mei 2014. Google Classroom
bisa kamu unduh melalui smartphone kamu juga baik untuk pengguna Android maupun
pengguna iOS.

3. Slack

Slack mempunyai fungsi yang mirip-mirip dengan Whatsapp, perbedaannya Slack memiliki fitur
yang lebih kompleks dan lengkap. Nggak cuma memiliki fitur video call aja, Slack juga memiliki
fitur lain seperti berbagi file, melakukan pengiriman pesan, melihat proses kinerja dalam
menjalankan suatu proyek, dan lain-lain. Slack juga didesain untuk mengakomodir kebutuhan
komunikasi di dalam suatu manajemen. Semua fitur Slack ini bisa membantu kamu saat
melakukan kuliah di rumah, kamu nggak harus bertatap muka dengan dosen atau teman-
temanmu.

4. Google Hangouts Meet

Google Meeting merupakan bagian dari fitur Google Hangouts yang bisa memberikan fasilitas
video conference hingga 250 peserta secara live. Aplikasi ini bisa membantu kamu saat sedang
melakukan kuliah secara online. Bisa kamu unduh melalui smartphone Android atau iOS juga,
lho!

5. Whatsapp
Aplikasi pesan instan yang satu ini udah cukup populer di semua kalangan. Nggak cuma
kalangan pekerja aja, Whatsapp juga cukup penting dalam sistem komunikasi perkuliahan
mahasiswa saat melakukan kuliah secara online. Dengan aplikasi Whatsapp, kamu bisa
berkoordinasi dengan teman kuliahmu untuk berkirim pesan teks, foto, atau melakukan video
call hingga empat orang sekaligus secara bersamaan. Kamu juga bisa manfaatkan aplikasi ini
untuk berkoordinasi juga dengan dosen-dosenmu.

Tips Kuliah Online yang Efektif

Berikut beberapa tips yang bisa membantu kamu melakukan kuliah secara online dengan lebih
efektif.

1. Buat Reminder Jadwal Kuliah

Kuliah di rumah bukan berarti kamu bisa bermalas-malasan dan lupa akan kewajibanmu sebagai
mahasiswa, ya! Kamu harus mengingat dan mencatat jadwal kuliah secara online yang udah
disepakati oleh dosenmu. Biasanya, setiap perkuliahan online dosen akan mewajibkan
mahasiswanya untuk absensi agar bisa dilihat kehadiranmu dalam perkuliahannya. Jadi, jangan
menganggapnya sepele, kalau kamu menyepelekannya bisa-bisa kamu akan dapat teguran atau
dianggap nggak hadir oleh dosenmu.

2. Disiplin Waktu Dalam Mengumpulkan Tugas

Selain kamu harus mengecek jadwal kuliah secara online-mu, kamu juga harus mencatat jadwal
pengumpulan tugas yang diberikan oleh dosenmu. Biasanya, saat kamu melakukan kuliah secara
online, kamu harus tepat waktu dalam mengumpulkan tugas tersebut. Nggak ada toleransi saat
kamu telat mengumpulkan tugas, karena semuanya tercatat secara online.

3. Perhatikan Materi Kuliah Dengan Baik

Kuliah di rumah bukan berarti juga kamu bisa seenaknya sendiri dalam perkuliahan. Baik kuliah
biasa ataupun kuliah secara online di rumah, kamu harus perhatikan materi kuliah yang
disampaikan oleh dosenmu. Nggak cuma itu, kamu juga harus fokus pada perkuliahannya agar
kuliah secara. online-mu berjalan efektif.

4. Catat Poin Penting Dari Materi Perkuliahan

Nggak cuma memperhatikan aja, kamu juga harus mencatat poin-poin penting dari materi
perkuliahan yang dijelaskan oleh dosenmu. Meskipun kamu kuliah di rumah, usahakan untuk
tetap aktif dalam kuliah secara online dan aktif bertanya untuk materi yang nggak kamu
mengerti, ya.

5. Carilah Tempat yang Nyaman


Namanya juga kuliah di rumah, pasti ada aja kendala yang kamu alami saat melakukannya.
Mulai dari tiba-tiba ibumu memanggil, suara kendaraan atau suara berisik dari luar rumah,
sampai hal-hal lain yang bisa mengganggu kuliahmu yang akhirnya kamu nggak bisa
berkonsentrasi. Maka dari itu, carilah tempat yang nyaman di rumahmu agar memudahkan kamu
untuk berkonsentrasi saat sedang kuliah.

https://wolipop.detik.com/worklife/d-5071489/curhat-para-mahasiswa-ini-7-masalah-kuliah-
online
Metode perkuliahan dengan berbasis web dan seminar (webinar), atau biasa disebut kuliah secara
online kini diterapkan seluruh kampus di tanah air seiring dengan adanya pandemi Corona.
Kuliah daring yang memanfaatkan kecanggihan teknologi ternyata menemui berbagai hambatan.
Para mahasiswa mengungkapkan keluh-kesahnya selama menjalani kuliah online.
"Kuliah online bukannya nilai makin bagus, malah makin ***. Kuota abis, ilmu ga dapet, tugas
numpuk, begadang tiap hari tp nilai kek setan," unggahnya pada Senin (22/6/2020).

Tweet mahasiswa bernama Amanda itu disambut meriah mahasiswa lainnya yang bernasib
serupa. Hingga kini tweet tersebut sudah di-retweet lebih dari 11.900 kali dan diserbu lebih dari
1.000 komentar.

Merangkum curhatan para mahasiswa yang diwawancara Wolipop, berikut tujuh masalah kuliah
online:

1. Komunikasi dosen dan mahasiswa


Kuliah online menyebabkan komunikasi antara mahasiswa dan dosen mengalami kendala teknis.
Hal ini dialami Amanda, salah satu mahasiswa di Padang, Sumatera Barat.

"Hambatan dalam kuliah online sih salah satunya itu komunikasi dan hubungan antara dosen dan
mahasiswa rada sulit. Semua dosen selalu berpendapat dan merasa kalau semua tugas bisa
dipahami dengan mudah," ujar Amanda.

Hal yang sama diungkapkan Intan Khairani Afifah, mahasiswi asal Yogyakarta yang kuliah di
jurusan pendidikan bahasa Jerma. Ia mengaku selama kuliah online mendapatkan sedikit ilmu
atau materi yang diberikan oleh dosen.

"Selama kuliah online ini sedikit banget ilmu dari perkuliahan dosen yang benar-benar masuk
gitu. Karena banyak dari mereka yang nggak jelasin apa-apa. Bahkan ada dosen yang nggak
pernah mengajar selama online class terus tiba-tiba aja UAS gitu. Jadi aku ngimbanginnnya
belajar mandiri lebih rajin lagi daripada kelas offline. Apalagi aku kan jurusan bahasa Jerman
dan ada mata kuliah speaking gitu kan. Nah, susah deh tuh interaksinya soalnya beda jam juga
kan sama dosennya yang di Jerman," tuturnya pasrah.

2. Susah sinyal
Permasalahan sinyal kerap dihadapi rekan-rekan Amanda. Apalagi dirinya dan teman-temannya
notabene tinggal bukan di kota besar seperti Jakarta.
"Bukan aku si karena di rumahku sinyalnya lumayan bagus. Tapi buat teman-temanku yang
tinggal di desa kasihan. Mereka bisa ketinggalan kuliah dan ambil absen tiap pagi karena harus
cari tower dulu. Dosen kadang pake aplikasi Zoom yang butuh sinyal kuat, tapi dosen tidak
menyadari kalau semua orang nggak bisa akses itu dengan mudah. Kasarnya sih dosen-dosen
nggak pengertian," kisah Amanda saat dihubungi oleh Wolipop, Selasa (23/6/2020).

Permasalahan sinyal pun dialami mahasiswa yang tinggal di kota besar seperti penuturan Amir
Hafizh Islami atau biasa disapa Hafiz. Mahasiswa yang kuliah di Universitas Gunadarma, Depok
jurusan psikologi itu mengatakan jika koneksi sering buffering karena banyaknya
mahasiswa,"Koneksinya kadang buffering soalnya 1 kelas bisa 25 orangan saat kuliah online."

Curhat soal sinyal juga diungkapkan Rahma Nur Faizah, atau biasa dipanggil Rahma yang kuliah
di salah satu sekolah tinggi bahasa di Bekasi. "Ketika dosen menerangkan materi suaranya jadi
hilang hilangan kalau koneksinya lagi lambat. Nah kalau sudah kaya gitu murid jadi susah
menangkap apa yang dosen terangkan," kata mahasiswi jurusan Sastra Inggris itu.

Tak jauh berbeda, Intan Khairani Afifah, mahasiswa jurusan pendidikan bahasa Jerman di
Universitas Negri Yogyakarta (UNY) juga menyampaikan hal serupa. "Wifi rumah suka lemot.
Apalagi pas awal-awal sebelum dapet subsidi kuota dari kampus," ujar Intan.

Bisnis kuliner onlineIlustrasi masalah kuliah online. Foto: Getty Images/wundervisuals


3. Mata kuliah yang saling bentrok
Komunikasi yang tidak lancar antara dosen dan mahasiswa, bisa menimbulkan beberapa masalah
seperti jadwal mata kuliah yang jadi tak beraturan dan waktu perkuliahan yang tak sesuai jadwal.
Seperti pengalaman Ferdy, mahasiswa Universitas Diponegoro Semarang.

"Jadwal mata kuliah nggak sesuai bahkan sering tabrakan. Kan sehari ada 2-3 mata kuliah, nah
kadang dosen suka mulai perkuliahan nggak sesuai jadwal, ngaret jadi nabrak ke jadwal mata
kuliah yang lain," ucapnya saat wawancara dengan Wolipop lewat Whatsapp, Rabu (24/6/2020).

4. Semangat belajar menurun


Kuliah daring yang mewajibkan para peserta didik untuk kuliah #dirumahaja, menimbulkan rasa
jenuh. Seperti yang dirasakan oleh Rahma Nur Faizah, atau biasa disapa Rahma, mahasiswi
jurusan Sastra Inggris salah satu kampus bahasa di Bekasi.

Belajar kalo di rumah aja beda pasti vibesnya sama di kampus. Dan kalau aku biasanya di kelas
prakteknya pake bahasa Inggris jadi terlatih. Nah, pas kuliah online jadi terhambat karena sudah
lama nggak ngobrol pakai bahasa Inggris di kelas," jelasnya saat dihubungi oleh Wolipop, Jumat
(26/6/2020).

Rasa jenuh juga dirasakan Julian, mahasiswa jurusan keperawatan di salah satu universitas di
Solo. Julian merasa seharusnya dosen bisa menggunakan metode yang lebih menarik saat
memberikan mata kuliah secara online.
"Pastinya banyak sekali metode pembelajaran yang lebih menarik dan interaktif yang bisa
dilakukan, tapi nyatanya hampir semua dosen lebih memilih metode yang hanya menurut mereka
mudah dan tidak menguras tenaga," ucapnya.

5. Tertinggal materi perkuliahan


Selain semangat belajar yang menurun, Julian juga menuturkan dia dan rekan-rekannya kerap
tertinggal mata kuliah karena terbentur koneksi internet. Dan dosen atau pihak kampus tak
memberikan mereka alternatif lainnya.

"Beberapa mahasiswa terkendala dengan jaringan tapi dari dosen tidak diberikan alternatif lain
untuk mencover kendala tersebut, seperti diberikan e-book, video, konsul personal via
WhatsApp, atau lainnya.

Alhasil kata Julian, jika dia ketinggalan materi maka akan menjadi tanggung jawab dan
urusannya sendiri. Si mahasiswa yang harus mencari materi perkuliahan yang tertinggal tersebut.

6. Metode mengajar dosen


Intan Khairani Afifah mengatakan dosen mempunyai bermacam-macam metode dalam kuliah
online. Hal ini membuat dia dan teman-temannya harus cepat beradaptasi dengan metode yang
berbeda-beda itu.

"Jadi selama kuliah online itu dosen macem-macem metodenya. Ada yang cuma diskusi di
WhatsApp Group atau di Hangout, ada juga yang cuma ngasih tugas via Google Classroom aja.
Terus awal-awal online class itu banyak mata kuliah yang nyoba lewat Zoom, tapi ternyata
kurang efektif. Soalnya kehalang sama jaringan dan mahasiswanya yang pada diem-diem aja gitu
selama kuliah. Malahan ada yang sengaja join absen terus keluar gitu aja. Ya sebenernya enak
sih bisa belajar sambil nyantai. Tapi banyakan mahasiswanya jadi ngegampangin kuliah gitu
loh," ujarnya miris.

7. Belajar jadi kurang efektif


Kendala berikutnya yang dirasakan oleh para mahasiswa adalah mereka merasa kuliah online
kurang efektif karena tak saling bertatap muka secara langsung. Hal ini diungkapkan oleh
Rahma.

"Penyampaian materinya agak terganggu kalau koneksi internetnya lagi nggak stabil jadi kita
sebagai murid nangkepnya nggak maksimal. Contohnya aku dari jurusan Sastra Inggris ada mata
kuliah listening, nah biasanya di kelas itu diperdengarkan audionya secara langsung. Nah
sekarang audionya yang dishare suka nge-lag dan jadi ganggu banget," tuturnya.
https://www.bulaksumurugm.com/2020/04/21/kuliah-online-beserta-keluhan-dan-overthinking-
yang-menyertainya/

Sudah sebulan lebih sistem kuliah daring atau online diterapkan sebagai salah satu langkah
pencegahan penyebaran COVID-19 di antara civitas academica. Berbagai online platform
digunakan untuk menunjang kegiatan perkuliahan agar tetap bisa berjalan efektif meski dosen
dan mahasiswanya berada di tempat yang jauh satu sama lain.

Perkuliahan yang dilaksanakan secara daring ini, menyebabkan beberapa dosen untuk
mengalihkan kegiatan pemberian materi kuliah mereka menjadi tugas atau semacam presentasi
online. Pemberian tugas semacam ini tentu mengundang berbagai reaksi keluh kesah dari satu
atau dua kalangan mahasiswa. Mulai dari keluhan jumlah tugas yang terasa menjadi dua kali
lipat, kuota internet cepat habis dan koneksi yang tidak stabil, sampai kuliah online merupakan
kesempatan bagi dosen untuk memberikan banyak tugas tanpa harus mengajar pun disampaikan.

Tentu saja, keluhan tersebut datang dari sebagian kalangan mahasiswa saja. Karena ada juga
mahasiswa yang berpendapat bahwa kuliah online bukan berarti kesempatan dosen memberi
banyak tugas, tetapi kesempatan bagi kita untuk menghabiskan waktu bersama keluarga di
rumah—tetap dengan tugas-tugas tentunya. Saya sendiri merasa lebih condong ke pendapat
kedua ini. Lagipula, di mana pun kita berada, banyak atau sedikit, mengerjakan tugas
perkuliahan merupakan kewajiban kita sebagai mahasiswa?

Bukanlah suatu masalah ketika mahasiswa mengkritisi tugas yang diberikan oleh dosen dalam
perkuliahan. Sudah sangat wajar apabila dosen selalu membuka ruang untuk negosiasi, sehingga
mahasiswa tidak perlu ragu untuk bernegosiasi apabila terbebani dengan tugas di waktu yang
sudah berat ini. Pihak universitas melalui surat edaran dari rektor juga, telah menyatakan bahwa
sistem kuliah online dilakukan dengan tidak memberatkan mahasiswa1. Hal ini kemudian
dipertegas dengan surat edaran dari dekan beberapa fakultas, misalnya di FIB setiap
perkuliahannya tidak diperkenankan memberikan tugas terlalu banyak2 atau Fisipol yang
melarang pertemuan kelas lebih dari satu kali per minggu untuk setiap mata kuliah3. Sehingga,
surat edaran inilah yang bisa dijadikan mahasiswa sebagai modal untuk bernegosiasi dengan
dosen jika memberi tugas yang terlalu memberatkan.

Oleh karena itu, agaknya kurang tepat apabila sampai ada mahasiswa yang menyalahkan dosen,
terutama di media sosial—sebuah tempat di mana orang-orang mendapat kebebasan berbicara
dan orang lain dapat dengan mudah merasa empati terhadap satu cuitan yang ditulis—tentang
tugas yang mereka dapatkan.

Dosen pun tentunya pasti memikirkan dengan matang mana cara pemberian materi yang lebih
baik, strategi kuliah apa yang tepat, ataupun tugas apa yang sebaiknya diberikan. Belum lagi,
dosen juga harus adaptasi dengan berbagai media yang digunakan dalam kuliah daring, Webex
atau Zoom misalnya. Karena harus kita ingat juga bahwa tidak semua dosen terbiasa dengan
kecanggihan teknologi seperti halnya mahasiswa, beberapa di antara mereka banyak yang sudah
sepuh sehingga belum tentu bisa dengan mudah menggunakan media tersebut. Disinilah
kemudian, beban dosen sebenarnya lebih banyak—terutama dosen merupakan pihak yang harus
memberi nilai pada semua pekerjaan mahasiswa termasuk menghadapi sikap mahasiswa yang
sering kali acuh ketika perkuliahan daring berlangsung.

Maka dari itu, alih-alih mengeluh dan menyalahkan dosen, bukannya lebih baik kita sebagai
mahasiswa untuk membuka laptop lantas diam mengerjakan tugas yang diberikan?

Walaupun begitu, kalau aku kepikiran terus dan cuma pingin sambat melulu itu kenapa dong,
kak?

Itu namanya overthinking. Kamu terlalu banyak pikiran. Sistem kuliah daring serta kondisi yang
mengharuskan untuk tetap berada di dalam rumah memang rawan sekali untuk membuat kita-
kita overthinking. Bagi sebagian orang, overthinking menjadi hal yang kerap dirasakan—
terutama bagi mereka yang memiliki gangguan kecemasan.

Ketika overthinking, kita sering kepikiran banyak hal, bahkan hingga terlalu banyak dan terlalu
dalam serta berlebihan. Mungkin kita sempat berpikir; Bagaimana jika nilai semester ini hancur?
Mengapa tidak pernah bisa paham dengan materi yang disampaikan? Bagaimana jika orang lain
terus belajar dan produktif sementara aku hanya bermalas-malasan terus? Kapan pandemi ini
akan berakhir? Dan bagaimana jika tidak akan terus berlanjut sampai semester depan?

Ya… mau bagaimana lagi.

Semua itu wajar bagi sebagian orang. Bagi saya sendiri yang tidak bisa bertemu secara langsung
dengan teman dan hanya bisa berdiam diri sepanjang hari di rumah akan terasa sangat
menjemukkan. Setiap hari melakukan rutinitas yang sama, berulang-ulang. Pikiran seperti itu
pasti muncul setidaknya satu atau dua kali—bahkan sebelum masa isolasi sekalipun.

Maka dari itudi situasi seperti sekarang ini, cobalah sekali-kali tenangkan diri dan melaksanakan
segala sesuatu—termasuk kuliah daring tentu saja—dengan perasaan yang lebih enjoy. Hubungi
teman-teman dekat, ajak ngobrol mulai dari hal-hal yang receh hingga diskusi mengenai topik
perkuliahan. Bisa juga dengan mencari hobi atau mengasah skill baru, bikin dalgona coffee tanpa
mixer misalnya. Selain itu, yang tak kalah penting adalah coba kurangi kebiasaan mengeluh dan
menyalahkan orang lain atas kondisi yang dialami.

https://news.unimal.ac.id/index/single/1260/curhat-mahasiswa-tentang-kuliah-daring-selama-
pandemi
PANDEMI Corona telah mengubah semua sendi kehidupan. Semua aktivitas dilakukan secara
online, karena adanya larangan keluar rumah guna memutus mata rantai penyebaran virus yang
telah menelan banyak korban. Konsep pendidikan juga berubah, tadinya proses belajar mengajar
dilakukan secara tatap muka, sekarang menggunakan berbagai aplikasi jejaring sosial.
Hal ini ternyata sangat membosankan dirasakan sebagian besar mahasiswa Universitas
Malikussaleh (Unimal). Hal tersebut terungkap dalam curhatan mahasiswa belajar daring, Jumat
(15/5/2020).

Banyak mahasiswa mulai mengeluhkan proses perkulihan dilakukan secara daring. Mulai adanya
kebosanan dengan sistem ini, banyaknya tugas yang diberikan dosen, dan adanya kerinduan
untuk berjumpa dengan kawan-kawan serta ingin merasakan kuliah tatap muka yang menurut
mereka sangat membantu dalam memahami ilmu secara efektif.

“Saya kebingungan apabila mendapat tugas dari dosen, karena semua dosen kasih tugas dan
tugasnya itu sangat banyak, ada dosen yang kasih tugas menggambar, ada yang suruh meringkas
buku, ada juga dosen yang menyuruh kita membuat karangan sendiri,” keluh Muhammad Abrar,
Mahasiswa Teknik Sipil Unimal.

Tambahnya, yang lebih membingungkan lagi, kadang-kadang tugas diberikan sudah melebihi
kapasitas. “Belum siap tugas yang satu, saya sudah mendapatkan tugas yang lain, itu belum lagi
tugas saya di rumah. Di rumah saya harus disiplin membagi waktu antara membuat tugas
perkuliahan dan membantu pekerjaan orang tua di rumah,” tandasnya.

Berbeda dengan teman sekelasnya, Cut Fika Listya malah mengeluhkan sinyal internet yang
tidak stabil ketika sedang mengikuti perkuliahan secara daring, sehingga banyak materi yang
tidak dipahaminya akibat terputusnya jaringan internet.

“Tempat saya agak susah sinyal, makanya banyak meteri kadang-kadang tidak jelas, tambah lagi
saya harus menyediakan kuota tiap harinya, kadang saya membeli kuota tiap minggu, kadang
juga tiap hari, karena kuliah online itu memakan kuota lumayan banyak dan kami mahasiswa
harus meminta uang kepada orang tua. Tapi Alhamdulillah, Unimal sudah memberikan kami
kuota 4GB,” ujarnya.

Sementara, Evi Dyah Lestasi, mahasiswa Teknik Arsitektur mengatakan kuliah daring ada
kalanya sangat menyenangkan dan kadang sangat membosankan. Namun karena kuliah online
tidak mengharuskan bertatap muka secara langsung membuatnya sedikit lebih rileks dalam
belajar.

“Saya tidak perlu mengenakan baju yang rapi dan duduk tegak mendengarkan materi yang dosen
berikan. Namun yang kurang menyenangkan yaitu terkadang dalam kemudahan belajar online
terasa sulit dikarenakan susah mengakses e-learning yang disebabkan susahnya jaringan dan
servernya yang down. Tugas juga terasa lebih banyak diberikan sehingga saya sedikit repot
mengerjakannya,” ungkapnya.

Sedangkan Auliya Endah Prigita, mahasiswa Teknik Kimia, Unimal, mengungkapkan bahwa
selama pandemi Covid-19, dirinya merasa perkuliahan daring kurang efektif dilakukan. Banyak
jadwal kuliah yang tidak sesuai, bahkan hari libur juga dirinya harus mengikuti perkuliahan yang
dilakukan oleh sebagian dosen.
“Sudah dua bulan perkuliahan daring ini berjalan, tapi saya merasa hal ini justru membuat kami
para mahasiswa merasa tertekan. Tugas yang terus dikasih dosen, tetapi dalam pembelajarannya
hanya sedikit yang dapat kami ketahui, sehingga ketika mengerjakan tugas kami cukup kesulitan
menyelesaikannya,” keluh Auliya.

Tidak hanya itu banyak problem lain, terutama dari segi kuota internet. Perkuliahan daring
memanfaatkan beberapa via aplikasi yang menurutnya membutuhkan begitu banyak kuota
bahkan untuk sekali meeting di Zoom bisa menghabiskan 1,5 GB lebih untuk satu mata kuliah.

“Bayangkan jika dalam satu minggu semua mata kuliah melakukan meeting pasti sangat
sangatlah boros pemakaian kuota internet. Harapan saya semoga pandemi Covid-19 ini segera
berakhir dan kami dapat kembali melakukan perkuliahan tatap muka yang lebih eketif dan
efesien,” tandas Auliya.

Dalam beberapa diskusi, banyak pemerhati pendidikan menyebutkan kuliah daring memang
tidak efektif, selain membutuhkan biaya banyak bagi mahasiswa. Namun, di tengah pandemi
Covid-19 yang menghentikan kuliah tatap muka sementara waktu, pil pahit ini harus ditelan
bersama. Tak hanya bagi mahasiswa, dosen pun tidak punya banyak pilihan.

https://lpmopini.online/kuliah-daring-bagaimana-curhat-mahasiswa/
Kuliah daring tentunya berdampak secara langsung terhadap civitas akademika kampus, baik itu
tenaga pendidik, tenaga kepegawaian, hingga mahasiswa. Kami merangkum beberapa hal yang
terjadi selama kuliah daring pada semester sebelumnya dilihat dari perspektif mahasiswa.

Karina, mahasiswi Ilmu Komunikasi Undip angkatan 2019 merasakan campur aduk antara
senang dan sedih dengan keputusan kuliah daring hingga akhir tahun. Ia mengaku merasa sedih
karena banyaknya kendala dan perkuliahan yang tidak semaksimal kuliah tatap muka, dan
senang karena tidak dipaksakan masuk ke kampus saat kondisi belum membaik sepenuhnya.

“Sebenarnya campur aduk antara senang dan sedih. Sedihnya, aku merasa yang didapat selama
kulon tidak sebanyak ketika kuliah offline, terus banyak banget kendalanya. Senangnya karena
kita gak dipaksa untuk tetap masuk, karena jujur meskipun aku pengen kuliah offline, tapi aku
takut kalau kuliah dengan kondisi seperti ini, mahasiswa kan asalnya dari banyak kota,” kata
Karina saat dihubungi pada Minggu (21/6).

Kuliah daring, seperti yang dilansir dari Kompas.com, menurut Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan, Nadiem Makarim, universitas memiliki potensi mengadopsi pembelajaran jarak
jauh dengan lebih mudah ketimbang pendidikan menengah dan dasar. Untuk mata kuliah yang
tidak dapat dilaksanakan secara daring, Nadiem menyarankan untuk meletakkannya di bagian
akhir semester. Kecuali untuk sejumlah aktivitas prioritas yang memengaruhi kelulusan
mahasiswa, maka pemimpin perguruan tinggi boleh mengizinkan mahasiswa untuk datang ke
kampus.
Kebijakan ini menuai pro dan kontra. Selain karena pembelajaran daring dianggap kurang
efektif, kendala sinyal dan kuota internet juga menjadi momok bagi para mahasiswa yang tinggal
di daerah terpencil dan terkendala ekonomi. Belum lagi beberapa perguruan tinggi yang tidak
mengeluarkan kebijakan mengenai penurunan UKT, membuat mahasiswa semakin kecewa.
Sebab keresahan tersebut, Mendikbud Nadiem Makarim akhirnya kembali mengeluarkan
kebijakan terkait Uang Kuliah Tunggal. Mekanisme penyesuaian UKT diatur melalui Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 25 tahun 2020 tentang Standar
Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi pada Perguruan Tinggi Negeri di Lingkungan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Karina, mahasiswi asal Medan tersebut juga masih berharap adanya penurunan UKT di Undip
bagi mahasiswa akibat dari terdampaknya kondisi ekonomi saat pandemi.

Senada dengan Karina yang berasumsi kuliah daring kalah efektif dengan kuliah tatap muka
langsung, mahasiswi Ilmu Kelautan angkatan 2019, Wa Ode Rima bahkan merasa kuliah daring
terkesan tidak manusiawi. Ia pun merasa keberatan dengan praktikum secara daring yang dirasa
kurang efektif.

“Menurut saya, kulon sampai akhir tahun itu efektif gak efektif, sih. Gimana ya, kulon tuh lebih
gak manusiawi saja. Tanggal merah di-trabas, kuliah gak sesuai jadwal, praktikum gak sesuai
jadwal, dosen jelasin di WAG, kalau ngetik ada yang disingkat dan itu bikin mikir ‘ini nulis apa
ya?’ gitu. Terutama praktikum, sih ya, harus liat dari YouTube caranya, padahal dari pengalaman
semester satu, praktikum yang kita lakukan dengan yang ada di YouTube tuh pasti ada bedanya.
Ditambah semester tiga ada praktikum sedimentologi, yang mana harus mengamati spesimen
kita, praktikum dari jam 8 malam sampai 3 pagi, kebayang gak kalau online mau gimana?” jelas
Rima saat diwawancarai pada Minggu (21/6).

Tidak hanya masalah efektivitas kuliah, Rima turut merasa sedih dari segi finansial karena harus
tetap membayar indekos dengan harga normal meskipun tidak menggunakan fasilitasnya sama
sekali.

“Perasaan saya saat tahu kuliah online akan diadakan sampai akhir tahun ya pasti sedih. Tidak
bertemu teman-teman itu rasanya jadi tidak terpacu apa-apa. Lalu berdampak juga ke
pembayaran kosan, bayar tapi dikosongkan, mau keluar gak punya kosan, tapi nanti barang-
barang taruh mana. Dampak lainnya dari segi ilmunya, gak maksimal karena praktikum online,
sedangkan praktikum itu sumber ilmu yang sangat banyak,” pungkasnya.

Berbeda dengan Karina dan Rima, Mahasiswi D4 Bahasa Asing Universitas Diponegoro, Nida
Fadhilah, yang akrab disapa Nida, merasa dengan adanya kuliah daring membuatnya bisa
mereduksi kelemahannya dalam mengerjakan tugas kuliah.

“Aku kan anak bahasa, di kelas kerjaannya nulis sama ngomong. Nah, karena aku orangnya
gampang ke-distract, kalau nugas di kelas dan harus dikumpulkan saat itu juga, aku susah fokus.
Tapi sejak kulon, nugas itu lancar jaya karena aku terisolasi dari orang lain, tidak terdistraksi.
Aku gak butuh lab juga, sih, jadi gak masalah online juga,” kata Nida pada LPM Opini, Minggu
(21/6).
Meskipun begitu, Nida enggan merasa naif bahwa kuliah daring juga membuat motivasi
belajarnya menjadi turun dan cenderung membuat mahasiswa berisiko menyepelekan kuliah
daring.

“Aku jujur merasa motivasi buat belajar tuh turun banget, entah karena sudah tertanam yang
namanya belajar tuh kudu siap-siap, ganti baju, ke kelas, terus ketemu orang. Atau entah karana
nyepelein kuliah gara-gara bisa kelas sambil rebahan, nonton drakor, malah sambil tidur yang
penting absen. Tapi menurut aku, itu bukan masalah online atau offline, sih. Kesadaran masing-
masing saja. Belajar kan dari mana saja, idealnya mah gak ngaruh mau sistemnya gimana, asal
ada kemauan belajar mandiri,” terangnya.

Nida pun tidak luput mengkritik dosen yang dalam kuliah daring masih belum maksimal dan
membuat kuliah menjadi tidak efisien.

“Sistemnya kuliahnya kan beda-beda ya, ada dosen yang kelasnya di WA, MS Teams, Webex,
Google Classroom, Kulon Undip, dll. Tidak masalah sebenarnya mau dimana saja, asal
mahasiswanya punya akses ke sana dan bisa mengikuti. Tapi, tidak hanya mahasiswanya yang
adjusting ya, idealnya dosen juga harus mencari cara agar materi yang disampaikan itu efisien
meski metodenya kuliah online.” Kritiknya.

Mahasiswi Ilmu Komunikasi Undip lain, yakni Rahma Kurniasari, mencoba memandang kuliah
daring dari sisi positif dengan tidak menampikkan kekurangan yang ada.

“Pendapatku secara positif, aku senang saja karena teman-teman yang biasanya tidak aktif di
kelas, jadi aktif di kulon, diskusi tetap jalan, tapi juga kadang kasihan sama teman-teman yang
susah sinyal atau kuotanya habis karena kulon. Meskipun sudah dibantu dari universitas, tapi
tidak tahu itu menutup kebutuhan kuliah atau tidak karena banyak dosen yang teleconference
pakai video juga,” terangnya saat dihubungi LPM Opini pada Minggu (21/6)

Rahma mengaku kuliah daring selain membuatnya tertekan, materi yang disampaikan juga tidak
semaksimal kuliah tatap muka, serta membuatnya sakit mata karena terus berhadapan dengan
layar laptop.

“Dampaknya menurut aku jadi sakit mata. Selain gak terlalu paham materi karena gak face to
face sama dosen, gak ketemu teman, juga jadi lebih gampang stres menurut aku,” ungkap
Rahma.

Di akhir kesempatan, Rahma merasa dengan adanya kuliah daring membuat waktunya bersama
keluarga menjadi lebih hangat, ia juga merasa pola makannya menjadi lebih teratur ketimbang
saat merantau. “Dampak positifnya jadi punya waktu sama keluarga lebih intens, keluarga jadi
paham kalau kuliah itu ga gampang-gampangnya doang, terus jadi makannya teratur,”
pungkasnya.
https://sumberpost.com/2021/01/13/keluhan-mahasiswa-baru-terkait-kuliah-online/
Sejak masuknya virus Corona ke Indonesia pada Maret 2020 lalu, ada beberapa perubahan yang
timbul pada kehidupan masyarakat.

Kegiatan perkuliahan di Indonesia pun tersendat karena pengajaran harus dilakukan dengan
sistem dalam jaringan (daring). Sudah hampir setahun kegiatan pembelajaran terganggu akibat
virus ini.

UIN Ar-Raniry merupakan salah satu kampus terdampak dan masih memberlakukan sistem
pembelajaran daring. Ini sangat berdampak bagi mahasiswa baru tahun masuk 2020 yang belum
pernah belajar tatap muka dan merasakan kehidupan kampus. Pandemi sudah terjadi sejak
mereka SMA, namun tak kunjung susut hingga kini. Saat itu, pelaksanaan ujian nasional
ditiadakan dan ujian masuk ke perguruan tinggi dilakukan secara online.

Seorang mahasiswi baru UIN Ar-Raniry, Cut Rasmanidar dari Prodi Pendidikan Bahasa Inggris
mengatakan, ia akui bahwa kuliah daring ini memang satu-satunya jalan keluar yang bisa
diterapkan di tengah pandemi, namun ia sering terkendala untuk mengikuti kelas karena
buruknya jaringan internet.

“Tapi Icut tinggalnya di daerah terpencil dengan akses jaringan yang sulit dan terbatas,” keluh
mahasiswi yang biasa disapa Icut ini.

Ia menambahkan, ada hambatan lain seperti perekonomian di daerahnya masih rendah, padahal
kuliah online membutuhkan banyak kuota untuk mengakses kelas. Ini memerlukan cukup banyak
uang.

” Semoga di semester depan pihak pemerintah bisa membuka kembali kampus dengan tetap
memperhatikan protokol kesehatan” harap Icut.

Sementara mahasiswi lainnya, Nurul Maulidar dari prodi Pendidikan Matematika mengatakan, ia
sempat kesulitan dalam memahami materi pelajaran. Ia juga menyayangjan sistem belajar yang
dilakukan tanpa berinteraksi langsung dengan dosen.

“Kuliah online ini banyak hambatan, tidak bisa berinteraksi langsung dengan dosen, dan
kewalahan mengerjakan tugas yang sangat banyak,” tambahnya.

Ia berharap agar pandemi dapat segera berakhir sehingga aktivitas kuliah bisa dilakukan secara
tatap muka.
https://www.kompasiana.com/winaputria9135/5feb354c8ede48021d0449f2/keluhan-mahasiswa-
kuliah-daring-membosankan?page=all#sectionall

Corona Virus Disease 2019 atau yang kerap disebut Covid-19, mulai menyapa Ibu Pertiwi sejak
Maret 2020 Kian hari kian merebak. Hal tersebut yang membuat pemerintah negeri ini
mengeluarkan kebijakan pembatasan sosial untuk mengurangi penyebaran wabah virus Corona
Virus Disease 2019 (COVID-19) di Indonesia. Terhitung sejak Maret 2020, banyak sekolah,
kampus, tempat ibadah, bahkan perusahaan yang mengeluarkan kebijakan untuk bekerja atau
belajar dari rumah.

Bagi mahasiswa pembelajaran jarak jauh merupakan perbubahan yang harus dilakukan oleh
mahasiswa untuk tetap belajar secara evektif. Tujuan pembelajaran jarak jauh adalah untuk
meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan, serta meningkatkan akses yang adil dan
memperluas kesempatan pendidikan. Pembelajaran jarak jauh dengan penjaminan mutu yang
baik dan terselenggara sesuai dengan kebutuhan stakeholders merupakan salah satu mekanisme
perluasan akses pendidikan tinggi.

Kuliah daring

Bagi mahasiswa belajar dari rumah sama halnya dengan kuliah dari rumah, menggantikan
kuliah tatap muka dengan kuliah online atau daring. Kuliah online, itulah sebutan bagi kegiatan
belajar saat ini.

"Fleksibel sih, enak jadi punya banyak waktu luang"

Kegiatan pembelajaran daring ini memang dapat diakses dimana saja dan kapan saja sesuai
dengan waktu yang telah di sepakati bersama. Materi kuliah yang diberikan juga dapat di akses
kembali dengan mudah. Mahasiswa juga dapat melakukan pembelajaran dengan lebih santai
dengan caranya masing-masing saat mengikuti perkuliahan secara daring.

Iya memang, kuliah daring memberi waktu yang lebih luang bagi beberapa mahasiswa, sehingga
dapat melakukan kegiatan lain. Namun, taidak bisa dipungkiri, mahasiswa hanyalah manusia
biasa yang memiliki rasa bosan.

"Bosan"

"Monoton"

"Jam tidur tidak teratur"

"Lelah menatap layar terus menerus "


kenyataannya tidak semua mahasiswa merasakan kenikmatan dari kuliah daring. Tidak banyak
pula mahasiswa yang mengeluh akan sistem perkuliah daring yang dijalani . Lalu, bagaimana
kabar mahasiswa dengan kuliah daringnya?

Membosankan

Tidak dapat dipungkiri, berhari-hari menghabiskan waktu di rumah, akan menimbulkan rasa
bosan. Tetapi, ada berbagai cara untuk menghilangkan rasa bosan selama perkuliahan daring.
Ada banyak cara untuk mengatasi rasa bosan selama perkuliahan daring seperti :

Membaca buku dan komik agar anda tidak bosa


Mengedengarkan musik dengan mendengarkan musik otak kita menjadi tenang.
Olahraga dengan berolahraga dapat menghilangkan bosan selain itu tubuh dapat menjadi sehat
Melukis
Marathon filem/serial tv
Bermain game
Belajar memasak
Berkebun dan kegiatan lainnya.
Tugas yang menumpuk

" Ya, Tugas yang semakin hari semakin menumpuk"

" Tugas yang diberikan dengan tenggat waktu yang sangat cepat"

"Sudah hampir empat bualan perkuliahan daring ini berjalan, tapi saya rasa justru hal ini
membuat para mahasiswa merasa tertekan karena selama pe

mbelajaran hanya sedikit materi yang kita pahami, sehingga kita kesulitan dalam menyelesaikan
tugas yang diberikan dosen."

Ekspektasi mahasiswa mengenai kuliah daring yang menyenangkan seakan lenyap karena realita
yang terjadi. Praktikum yang seharusnya di laksanakan secara langsung beralih menjadi tugas
secara daring. Tak hanya itu, tenggat waktu yang diberikan oleh dosen pun membuat mahasiswa
merasa tertekan.

Perkuliahan online memiliki beberapa pengaruh bagi mahasiswa, dan di harapkan ini menjadi
semacam evaluasi, sehingga dapat dilakukan upaya agar pembelajaran online dapat diterima
dengan baik oleh mahasiswa tanpa mengurangi sifat pendidikan. Pembelajaran online juga
dapat membuat mahasiswa merasa lelah dan bosan, tetapi dengan melakukan aktivitas yang
bermanfaat di rumah, anda dapat menghilangkan kebosanan selama pembelajaran online.
KESEHATAN MENTAL MAHASISWA SAAT MENJALANI PERKULIAHAN DARING

https://tirto.id/data-riset-kesehatan-mental-mahasiswa-saat-pandemi-kuliah-online-gaEc
Pada Maret 2020 lalu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan surat edaran
yang berisi perintah bagi seluruh instansi pendidikan untuk menunda pembelajaran secara tatap
muka, dan menggantinya dengan metode video conference atau kelas online.

Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) secara online tersebut kemudian dijalankan oleh semua sekolah
dan kampus. Hingga Maret 2021, mayoritas sekolah dan kampus masih menjalankan
pembelajaran online. Alhasil, sebagian besar peserta didik di Indonesia sudah belajar online
nyaris setahun.

Di sisi lain, pandemi tidak hanya meningkatkan risiko gangguan kesehatan akibat penularan
virus corona. Efek pandemi pada kesehatan mental juga jadi perhatian Badan Kesehatan Dunia
(WHO).

"Pandemi telah berdampak besar terhadap kondisi kesehatan mental jutaan orang," kata Direktur
Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, 9 Oktober 2020 lalu di siaran resmi badan PBB
itu.

Para petugas kesehatan, peserta didik yang tidak bisa ke sekolah, pekerja yang berisiko terpapar
Covid-19 dan terancam PHK, masyarakat yang jatuh miskin, hingga mereka yang harus
menjalani isolasi adalah kelompok yang menghadapi risiko penurunan kesehatan mental,
menurut WHO.

Pandemi dan Kesehatan Mental Mahasiswa

Jika merujuk pada pernyataan WHO di atas, kualitas kesehatan mental peserta didik yang tak
bisa menjalani pembelajaran tatap muka adalah isu penting. Adapun di antara kelompok peserta
didik yang cukup rentan mengalami masalah kesehatan mental adalah mahasiswa.

Sebuah hasil riset garapan peneliti lintas-kampus di AS yang dirilis dalam Jurnal PLOS One
pada 7 Januari 2021 lalu menggambarkan hal tersebut.

Laporan berjudul "Psychological Impacts from COVID-19 Among University Students: Risk
Factors Across Seven States in the United States" itu menyimpulkan, kualitas kesehatan mental
sebagian besar mahasiswa di Amerika Serikat anjlok selama pandemi.

Psikolog dan akademikus Clemson University di South Carolina, Matthew Browning menulis
bahwa penelitian timnya tersebut dilandasi fakta, bahwa sebelum pandemi sekalipun kesehatan
mental mahasiswa AS sudah tidak baik-baik saja.
Banyak mahasiswa AS menghadapi masalah depresi, kecemasan, dan gangguan kesehatan
mental lainnya pada tingkat yang lebih tinggi daripada populasi umum, pada tahun-tahun
sebelum Covid-19 membuat dunia tidak lagi sama.

Situasi ini, menurut Browning dan timnya, terjadi karena para mahasiswa harus bergulat dengan
lingkungan sosial baru, menghadapi tuntutan untuk meniti karier, hingga problem keuangan.

Maka itu, Browning dan timnya melakukan survei yang melibatkan lebih dari 2.500 mahasiswa
dari 7 universitas negeri di AS pada musim semi 2020, saat penularan virus corona melonjak.

Kesimpulan survei itu adalah 85 persen mahasiswa mengalami tekanan emosional tingkat tinggi
hingga sedang. Sebanyak 45 persen mahasiswa di antaranya mengalami tekanan level tinggi.

Faktor-faktor tertentu juga membuat sebagian mahasiswa di AS berisiko lebih besar merasa
sangat tertekan. Survei itu mendapati mahasiswa perempuan 2 kali lebih mungkin
mengalaminya.

Sejumlah faktor lain yang juga berpengaruh ialah: berusia 18-24 tahun; memiliki kesehatan level
sedang-buruk; hingga menghabiskan 8 jam atau lebih di depan layar komputer setiap hari.

Bagaimana Kesehatan Mental Mahasiswa Indonesia?

Apakah penurunan kualitas kesehatan mental mahasiswa juga terjadi Indonesia? Mengenai isu
ini, ada sejumlah hasil riset yang sudah diterbitkan sejumlah jurnal tanah air. Namun, sebagian
besar riset hanya mencakup responden di level lokal.

Sebagian riset juga menyoroti secara langsung dampak dari kuliah online selama pandemi
kepada kualitas kesehatan mental mahasiswa.

Misalnya, hasil studi berjudul "Social media fatigue pada mahasiswa di masa pandemi COVID-
19: Peran neurotisisme, kelebihan informasi, invasion of life, dan kecemasan" dalam Jurnal
Psikologi Sosial (Juni, 2020) terbitan UI.

Riset itu memeriksa apakah neurotisisme, kelebihan informasi, invasion of life, dan kecemasan
memengaruhi "social media fatigue" pada mahasiswa yang belajar di rumah karena pandemi.

Partisipan riset ini berjumlah 639 orang mahasiswa dari Jabodetabek dan beberapa kota lain yang
aktif menggunakan media sosial sebagai sarana belajar di rumah dan juga mencari dan menerima
berbagai informasi.

Social media fatigue adalah perasaan subjektif pengguna media sosial yang merasa lelah,
jengkel, marah, kecewa, dan kehilangan minat, atau motivasi berinteraksi di berbagai medsos
karena banyaknya konten yang ditemui.
Hasil penelitian ini menunjukkan besarnya pengaruh kelebihan informasi pada social media
fatigue dan lebih rentannya kelompok mahasiswa pria untuk mengalami kondisi ini saat belajar
di rumah selama pandemi COVID-19.

"Individu menemui kesulitan untuk bisa mengatasi begitu banyaknya informasi dan
meninggalkan media sosialnya sebab hal ini terkait dengan kebutuhan akademis untuk belajar di
rumah selama pandemi COVID-19," tulis para peneliti di laporan itu.

"Mahasiswa yang belajar di rumah karena pandemi rentan mengalami social media fatigue
karena media sosial yang biasa digunakan sebagai coping stress dalam kasus ini menjadi sumber
stres baru," demikian kesimpulan mereka.

Hasil riset lainnya, berjudul "Gambaran Psikologis Mahasiswa Dalam Proses Pembelajaran
Selama Pandemi Covid-19" yang termuat di Jurnal Keperawatan Jiwa (Agustus, 2020) terbitan
Universitas Muhammadiyah Semarang, memperlihatkan dampak kuliah daring pada psikologis
mahasiswa.

"Masalah psikologis yang paling banyak dialami mahasiswa karena pembelajaran online adalah
kecemasan," demikian kesimpulan laporan tersebut.

Dengan sampel 190 mahasiswa, hasil penelitian itu menunjukkan 41,58% responden mengalami
kecemasan ringan dan 16,84% merasakan kecemasan sedang akibat kuliah daring.

Sementara laporan bertajuk "Deteksi Dini Kesehatan Mental Akibat Pandemi Covid 19 pada
Unnes Sex Care Community," dalam Jurnal Praxis (September, 2020) terbitan Unika
Soegijapranata juga menyoroti hal yang sama.

Hasil riset ini menunjukkan 63,6% responden terindikasi mengalami masalah kesehatan mental
akibat pandemi. Sejumlah masalah itu: merasa cemas dan khawatir (59%); sulit tidur (50%); sulit
berpikir (50%); lelah sepanjang waktu (50%); dan punya pikiran mengakhiri hidup (9%).

Namun, yang perlu dicatat, riset di atas melibatkan responden mahasiswa sebanyak 44 orang saja
yang tergabung di UKM Unnes Sex Care Community Universitas Negeri Semarang.

Seorang mahasiswa Fakultas Kedokteran Unika Soegijapranata, Estevania Hantoro juga


mengaku sempat mengalami kesulitan yang memicu tekanan saat menjalani kuliah daring.
Kebutuhan kuota internet yang besar kerap memusingkannya meski sudah ada bantuan dari
Kemendikbud.

“Proses daring juga memusingkan,” jelasnya. Estevania mengaku mengalami tekanan saat kuliah
daring, tapi untungnya bisa menemukan metode untuk mengatasinya.
https://linikampus.com/2020/05/06/kuliah-daring-dan-kesehatan-mental-2/

Pandemi Covid-19 tidak hanya memberikan dampak yang besar terhadap bidang kesehatan dan
ekonomi global, namun juga memberikan dampak yang besar di bidang pendidikan. Dilansir dari
tempo.co (19/4) bahwa Organisasi Pendidikan, Keilmuwan,dan Kebudayaan Perserikatan
Bangsa Bangsa atau UNESCO menyebut bahwa hingga 850 juta lebih siswa di seratus dua
negara terganggu kegiatan sekolahnya dan terancamnya hak hak pendidikan mereka di masa
depan. Lebih dari 300 ribu sekolah dan 4.504 Universitas (data dari kemdikbud.go.id) yang ada
di Indonesia ditutup. Sistem pembelajaran dalam kelas dialihkan dengan sistem daring (dalam
jaringan). Pengalihan sistem pembelajaran ini bertujuan untuk menekan penyebaran virus
corona.

Perubahan sistem belajar yang mendadak ini ditanggapi dengan beragam oleh mahasiswa.
Sebagian mahasiswa menganggap sistem perkuliahan daring yang hampir berjalan selama dua
bulan ini memberatkan mereka. Hal ini memunculkan spekulasi bahwa perkuliahan daring
karena pendemi ini berpengaruh buruk terhadap kesehatan mental mereka.

Jadi apakah anggapan para mahasiswa mengenai efek dari kuliah daring ini benar? Untuk menja
wab pertanyaan tersebut, di sini kita berbincang dengan ibu Fatma Kusuma
Mahanani,S.Psi.,M.Psi., Psikolog dan Dosen Psikologi Unnes.

Tak hanya membahas pertanyaan tersebut, kita akan membahas efek dari kuliah daring terhadap
kesehatan mental serta tips untuk selalu menjaga kesehatan mental kita di tengah pandemi ini.

Bagaimana sebenarnya konsep kesehatan mental itu dan hubungannya dengan kuliah daring?

Menurut ilmu psikologi, kesehatan mental itu suatu kondisi kesejahteraan seseorang yang
disadari, yang di dalamnya terdapat kemampuan-kemampuan untuk mengelola stres, untuk
bekerja secara produktif, menghasilkan dan berperan serta di masyarakat, komunitas maupun
lingkungan.

Bisa jadi tiap orang berbeda dalam merespons sesuatu, terutama kuliah daring yang merupakan
dampak dari pandemi Covid-19. Jadi, mungkin tekanannya tidak hanya masalah pandemi tapi
masalah terkait masalah kesehatan juga.

Banyaknya ditemukan keluhan mahasiswa mengenai kuliah daring yang dianggap memberatkan.
Sehingga muncul asumsi bahwa hal itu bisa mempengaruhi kesehatan fisik dan mental mereka.
Apakah benar kuliah daring bisa menyebabkan gangguan kesehatan fisik dan mental?

Tentu bisa, tatarannya bisa ringan hingga berat. Yang umum dialami menurut survei-survei yang
sudah dilakukan, biasanya mahasiswa itu ketika harus dihadapkan dengan kuliah daring mereka
merasa cemas dan stres.
Bagi mahasiswa yang tidak mampu beradaptasi dengan cepat, stresnya berkepanjangan dan bisa
jadi menuju ke arah indikasi depresi. Tapi untuk mengetahui seseorang itu depresi atau tidak,
harus melalui assessement ke professional (psikolog, psikiater, atau ahli kesehatan lain) jadi kita
harus menghindari self diagnose.

Contoh gangguan kesehatan mental akibat kuliah daring, bagaimana gejala dan penjelasannya?

Gejala-gejalanya biasanya akan dimunculkan dari fisik maupun psikologis. Berdasarkan survei
yang dilakukan APPI (Asosiasi Psikologi Pendidikan Indonesia), masalah-masalah fisik yang
dialami mahasiswa selama kuliah daring antara lain mata lelah, perih, tegang otot, sulit istirahat,
nafsu makan terganggu, dan makan juga terlambat. Hal-hal tersebut membuat kondisi fisik tidak
nyaman, kondisi tubuh yang tidak fit dan bisa memengaruhi psikologis seseorang.

Masalah psikis yang sering dikeluhkan selama daring, stres banyak tugas, sulit menyesuaikan
diri, cognitive overload, tidak berdaya, dan lain sebagainya. Ketika itu bercampur jadi satu, itu
membuat tekanan yang sangat besar untuk dihadapi seseorang, sehingga seseorang itu merasa
stres, takut, dan cemas.

Kenapa gangguan kesehatan mental di atas bisa terjadi?

Ketika kita menghadapi masa kuliah daring ini yang notabenenya dampak dari pandemi covid,
tentu banyak reaksi yang berbeda antar individu satu sama lainnya. Cara meresponnya mungkin
berbeda, nah kita perlu belajar.

Ada sedikit kajian yang diterjemahkan oleh Annastasia Ediati, dosen psikologi Undip tentang
“Siapakah aku di era covid?” Kita dibagi ke 3 zona: 1. Zona ketakutan 2. Zona belajar 3. Zona
bertumbuh.

Kenapa itu bisa terjadi? Gangguan-gangguan mental itu bisa terjadi jika seseorang itu stuck di
zona ketakutan. Zona ketakutan itu orang akan sering mengeluh, langsung share info apapun dari
medsos, mudah marah, menyebarkan rasa takut dan amarah, dan lain sebagainya.

Kenapa seseorang bisa mengalami gangguan kesehatan mental? Karena dia stuck di zona
ketakutan, ia tidak mau beralih ke zona belajar atau bertumbuh. Secara umum sebenarnya jika
kita bersama-sama melakukannya, pasti bisa menghadapi ini.

Yang tidak bisa sebenarnya pada orang-orang bawaan tertentu dengan kondisi psikologis
bawaan, sehingga gangguan kesehatan mental yang ia hadapi berat. Kalau sejauh ini yang umum
dialami adalah stres ringan dan kecemasan.

Respon seperti apa yang akan dialami oleh mahasiswa ketika berada di zona ketakutan dan
bagaimana batas wajar dari seseorang yang berada di zona ini?
Contohnya kita kaget seperti “Kok kuliah daring tidak seperti yang kita harapkan ya? Tidak
mempermudah malah justru mempersulit, kuota data mahal dan sebagainya.” Sehingga ada
meme tentang keluhan kuliah daring dan sebagainya.

Itu tandanya mahasiswa sedang berada dalam zona ketakutan tapi tidak masalah, itu sebenarnya
normal, karena semua manusia akan mengalami hal tersebut. Karena ketika kita mengalami hal
baru, kita tidak serta merta menerimanya dan langsung adaptasi. Hanya saja, proses itu kita
pelihara terus atau move on ke zona belajar.

Apa indikasi bahwa seorang mahasiswa sudah berada di zona belajar dan bagaimana supaya bisa
beranjak dari zona ketakutan ke zona belajar hingga ke zona bertumbuh?

Indikasinya adalah seseorang sudah mulai menyadari situasi dan berpikir untuk bertindak. Lalu
menyadari semua pihak telah melakukan yg terbaik, misal “Aduh mahasiswa paling diberatkan
dalam urusan ini.” Tapi dalam zona belajar menyadari bahwa semua pihak berusaha melakukan
yang terbaik. Jadi selain mahasiswa, dosen pun setiap hari juga harus menentukan materi,
metode pembelajaran, dosen juga dihadapkan dengan tanggung jawab di rumahnya. Jadi, semua
sebenarnya menghadapi masalah yang sama.

Di zona belajar, masing masing sudah mengerti perannya. Selanjutnya di sini mulai mengenali
emosi diri sendiri. Di zona belajar juga mereka sudah mulai menerima kenyataan. Caranya untuk
tidak terpengaruh berita-berita atau status teman yang membuat cemas dan berpikir negatif. Pada
zona ini juga sudah stop share info dari medsos yang tidak jelas kebenarannya. Kita mulai
realistis, ya ini kenyataan yang harus kita hadapi.

Akhirnya seseorang akan masuk ke zona bertumbuh, yaitu mulai memikirkan orang lain dan
saling membantu. Lalu berterima kasih dan mengapresiasi orang lain, yang juga sama-sama telah
berusaha beradaptasi dengan perubahan yang tidak mudah ini. Mahasiswa bisa mengapresiasi
dosen, Tim IT, temannya, dll. Begitu pula sebaliknya, dosen juga sebaiknya mengapresiasi
mahasiswanya. Kemudian menjaga emosi agar tetap bahagia dan menyebarkan optimisme.
Misalnya, melakukan kegiatan yang membuat pikiran negatif itu hilang dan mencari cara untuk
beradaptasi dengan perubahan. Misalnya, barangkali ada dosen yang bisa diajak bekerja sama
menentukan metode pembelajaran yang disepakati kedua pihak dan membuat nyaman kedua
pihak. Mungkin saja ada dosen yang sulit diajak berkomunikasi. Nah, disitulah zona bertumbuh,
mencari cara untuk beradaptasi dengan perubahan.

Kemudian, yang penting tetap mempraktekkan bagaimana tetap sabar, menjalin relasi, dan
mengembangkan kreativitas di bawah tekanan seperti ini. Lalu hidup saat ini dan fokus ke masa
depan, tidak menyesali masa lalu ataupun terlalu khawatir dengan masa depan. Ya, kita hidup
sekarang. Yang kita dihadapi sekarang adalah kuliah daring, karena kondisi tak memungkinkan.
Ya kita harus fokus menjalaninya.

Bagaimana tips-tips atau adakah cara pencegahan agar seseorang bisa sehat mental saat
menghadapi masa pandemi ini?
Pada zona bertumbuh juga kita harus menumbuhkan kasih sayang pada diri sendiri dan orang
lain. Bagaimana menumbuhkan kasih sayang pada diri sendiri? Bagaimana caranya agar kita
tidak burnout, capai, lelah menghadapi ini, yaitu dengan menjaga kesehatan fisik/imunitas
dengan makan makanan bergizi, dengan melakukan work out atau gerakan-gerakan ringan untuk
relaksasi.

Selain itu lakukan aktivitas atau hobi yang menyenangkan di rutinitas sehari-hari. Selanjutnya
adalah buat skala prioritas, yang mana yang harus diselesaikan dahulu dan tidak menumpuk
semua tugas (prokrastinasi) serta belajarlah secara rutin.

Ada juga tips secara umum yang bisa dilakukan, yaitu saling memberi dukungan dengan
menyebar energi positif dan menguatkan bahwa kita tidak sendiri menghadapi kuliah daring ini.
Selain itu kita dapat mencari dukungan profesional jika diperlukan, misal psikolog atau psikiater
kalau memang perasaan tertekan itu sudah parah. Posting hal positif, menyenangkan, dan
memberikan harapan agar kita tidak terlalu dibombardir dengan hal-hal negatif serta gunakan
medsos dengan bijak.

Kemudian cobalah untuk berhenti berpikir negatif dan mengurangi membaca berita atau
informasi yang membuat kita jadi tertekan, cemas, dan takut. Yakinkan pada diri sendiri maupun
orang lain bahwa pandemi ini segera berakhir, sehingga kuliah daring akan segera berganti
menjadi kuliah tatap muka. Terakhir, mulailah melatih emosi positif dengan mencari sisi baik
dari apa yang dihadapi saat ini serta perbanyak berdoa.

Daftar istilah

Burnout: suatu sindrom kelelahan emosional, fisik, dan mental ditunjang oleh perasaan
rendahnya self esteem, dan self efficacy, disebabkan penderitaan stres yang intens dan
berkepanjangan (Baron dan Greenberg: 1990)
Cognitive load dalam proses pembelajaran berarti kemampuan menerima dan mengolah
informasi siswa
Prokrastinasi: Tindakan mengganti tugas berkepentingan tinggi dengan tugas berkepentingan
rendah, sehingga tugas penting pun tertunda.
Self Diagnose: mendiagnosis diri sendiri memiliki sebuah gangguan atau penyakit berdasarkan
pengetahuan yang dimiliki diri sendiri.

https://mediaindonesia.com/weekend/340566/online-learning-dan-kesehatan-mental

PANDEMI covid-19 telah membawa perubahan besar terhadap aktivitas dan perilaku
masyarakat dunia.

Sayangnya, perubahan tersebut tidak melulu berdampak positif, terutama dalam hal kesehatan
mental. Kematian, physical distancing, dan kejenuhan selama pandemi menghantui keseharian
masyarakat.
Pandemi covid-19 secara khusus membawa dampak nyata terhadap mahasiswa fakultas
kedokteran yang harus melakukan online learning atau pembelajaran jarak jauh (PJJ).

Beberapa dampak itu diungkapkan dalam penelitian M Czeisler dan kawan-kawan tentang
dampak karantina pada kesehatan mental dan perilaku belajar mahasiswa kedokteran (mental
health, substance use, and suicidal ideation during the covid-19 pandemic) di Amerika Serikat,
24-30 Juni 2020.
Riset itu mengemukakan, mahasiswa merasa dampak dari karantina membuat mereka terpisah
secara emosional dari keluarga dan teman serta menurunnya kinerja dan waktu belajar.

Menurut penelitian tersebut, 23,5% mahasiswa kedokteran merasa depresi dan putus asa.
Penelitian lain yang dilakukan S Abbasi dan kawan-kawan di Liaquat College of Medicine and
Dentistry Pakistan dalam Perceptions of Students Regarding E-Learning During Covid19,
menyatakan, mahasiswa di sana tidak lebih memilih pembelajaran e-learning daripada
pembelajaran tatap muka selama lockdown.

Berangkat dari hasil penelitian-penelitian tersebut, kami mahasiswa Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Katolik Indonesia Atmajaya Jakarta semester 7 sekaligus peserta
blok Ilmu Pendidikan Kedokteran (IPK) juga melakukan survei singkat kepada 182 mahasiswa
kedokteran angkatan 2017, pada 15-16 Agustus 2020, melalui kuesioner.

Survei itu antara lain untuk mengetahui apakah selama PJJ, para responden merasa cemas, stres,
dan depresi. Kemudian pertanyaan lain terkait dengan identitas diri. Responden kemudian juga
diminta memberikan penjelasan panjang atas gejala yang mereka alami.

Hasilnya, terdapat 55 responden yang mengisi kuesioner. Sebanyak 40 di antara mereka (22%)


mengakui mengalami masalah kesehatan mental. Di antara mereka ada 23 merasa cemas, 32
merasa cemas dan stres, dan 4 merasakan gejala ketiganya, yakni cemas, stres, dan depresi.

“Tugas selalu muncul tibatiba, bahkan di luar jam kuliah. Pernah saat saya mau tidur pukul 22.00
atau 23.00 WIB, tiba-tiba tugas muncul dan harus dikerjakan saat itu juga karena deadline pukul
04.00,” kata salah satu responden berinisial A Semenjak PJJ, lanjutnya, semua serbadigital.

Hal itu membuat dosen bahkan teman-teman semakin tidak tahu waktu kapan harus istirahat dan
kapan harus bekerja atau belajar.

“Karena hal tersebut, saya merasa kurang istirahat, screen time saya juga bertambah semenjak
PJJ. Hal ini membuat saya hanya tidur 3-4 jam sehari dan hal tersebut menurut saya memicu
depresi,” jelas responden A dalam kuesionernya.

Kebosanan sebabkan stres

Setelah mengolah data hasil survei, kelompok kami mewawancarai psikiater dr Mahaputra SpKJ,
Selasa (18/8). Menurutnya, ada tiga hal yang dapat menyebabkan mahasiswa mengalami
masalah mental saat online learning.
Pertama, mahasiswa merasa seperti terjebak dalam rumah. Rasanya seperti tidak ada kesempatan
untuk keluar rumah, terutama pada saat pembatasan sosial berskala besar (PSBB) awal. Jadi,
kebosanan yang terjadi lambat laun menciptakan stres.

Kedua, perbedaan ketika kuliah tatap muka langsung dan saat pembelajaran jarak jauh.
Keberadaan bertemu empat mata jauh lebih membuat pesertanya merasa lebih terhubung jika
dibandingkan dengan hanya bertemu melalui layar. Kemudian, ketiga, karena takut akan
penyakit covid-19.

“Online learning memang melelahkan dan menjadi sebuah tantangan baru untuk kita semua.
Beberapa orang mungkin merasa lebih lelah ketimbang biasanya karena rasanya seperti tidak ada
celah untuk bernapas,” ujarnya.

Namun, tambah Mahaputra, coba lihat kembali apa yang dapat kita lakukan sekarang. Oleh
karena itu, kita harus sama-sama berjuang, baik dari mahasiswa maupun dosen.

Tidak ada yang menginginkan covid-19 terjadi sehingga kita harus mendukung satu sama lain
untuk kuat menghadapi perubahan baru. Jangan saling menuntut dan harus saling memahami.
Musuh utama bukanlah online learning-nya, melainkan pandeminya. (M-2)  

https://www.kompas.com/edu/read/2021/03/05/204247771/mahasiswa-ini-cara-kelola-
kesehatan-mental-selama-kuliah-daring?page=all

Banyak suka duka yang dialami mahasiswa selama menjalani Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ)
karena adanya pandemi Covid-19. Salah satunya mungkin kerinduan mengikuti pembelajaran di
dalam kelas, berdiskusi hingga melakukan kegiatan organisasi.

Dengan perubahan drastis rutinitas selama pandemi ini, selain menjaga agar tubuh tetap bugar,
kesehatan mental juga perlu diperhatikan.

Tema ini diangkat dalam webinar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Atma Jaya
Yogyakarta (FISIP UAJY). Dengan adanya webinar ini, bisa memberi pemahaman jika dalam
masa pandemi Covid-19 ini, seluruh proses perkuliahan harus tetap dilaksanakan.

Sehingga perlu adanya pemahaman serta tips dan trik dalam mengelola kesehatan jiwa selama
kuliah daring.

Suka duka kuliah daring

Dosen FISIP UAJY Dr. V. Sundari Handoko, M.Si. mengatakan, ada banyak tantangan kuliah
daring yang dialami mahasiswa.

Menurut Sundari, jika kuliah daring pasti memiliki dampak positif dan juga adanya tantangan
yang dihadapi.
Dampak positif yang dirasakan adalah fleksibilitas waktu yang dirasakan mahasiswa. Sedangkan
tantangan yang dihadapi adalah berkurangnya fokus dan rasa terisolasi.
“Perasaan terisolir bisa muncul bisa jadi merasa tertekan karena kurang leluasa untuk bisa
bertemu siapapun,” jelas Sundari seperti dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com,
Jumat (5/3/2021).

Tips cegah insomnia

Sementara itu Psikolog Rumah Sakit Jiwa Ghrasia Yogyakarta Herlini Utari, M.Psi
mengungkapkan, tips dan trik mengelola kesehatan mental selama kuliah daring.

Herlini memberikan saran mengenai cara menghadapi insomnia yakni dengan menjaga pola
makan dan berusaha membiasakan diri tidak beraktivitas di atas kasur.

“Coba kita pantau lagi kegiatan harian kita. Insomnia bisa terjadi karena otak dan fisik kita
belum siap untuk beristirahat,” ungkap Herlini.

Ada beberapa tips yang bisa dilakukan untuk mencegah insomnia. Yakni dengan menghindari
makan sebelum tidur karena itu bisa mengaktifkan lagi syaraf otak. Hindari berkegiatan di atas
kasur, selain untuk tidur.

"Sehingga tubuh kita akan langsung relax saat waktu tidur," tandas Herlini.

Kuncinya adalah bahagia

Kepala Departemen Kesehatan Jiwa dan Disabilitas Yayasan SATUNAMA Karel Tuhehay,
S.Sos menambahkan, untuk menjaga kesehatan jiwa perlu adanya dukungan dari orang tua,
keluarga, dan sahabat.

Selain itu juga perlu mengutamakan hidup sehat, serta kunci dari kesehatan psikis adalah
bahagia.

Selama webinar berlangsung juga menghadirkan juru bahasa isyarat untuk membantu peserta
berkebutuhan khusus.

https://www.republika.co.id/berita/qcmwd0428/suka-duka-perkuliahan-daring-di-tengah-
pandemi  

Menjalani kehidupan sebagai mahasiswa di tengah pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-
19) memiliki banyak suka dan duka. Salah satu hal yang menyenangkan adalah karena
perkuliahan tatap muka ditiadakan membuat mereka dapat pulang kampung berkumpul bersama
keluarga tercinta dalam waktu lama.
Rino salah seorang mahasiswa perguruan tinggi negeri di Padang, sejak April 2020 sudah berada
di kampungnya di Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat. Mahasiswa Semester IV itu senang
bisa berkumpul bersama keluarga dalam waktu lama meskipun sesekali muncul kerinduan untuk
bisa ke kampus, mengikuti kuliah tatap muka, bertemu rekan dan dosen.

Sejak tiga bulan lalu perkuliahan dilaksanakan secara daring dan ia termasuk yang beruntung
karena fasilitas penunjang untuk mengikuti perkuliahan daring cukup memadai. Akses internet
yang cukup baik dan laptop dengan spesifikasi mumpuni membuat Rino lancar saja mengikuti
perkuliahan tanpa kendala.

Secara umum layanan internet disediakan oleh dua jenis provider, yaitu perusahaan yang
memang fokus menyediakan layanan internet dan yang kedua perusahaan penyedia jaringan
seluler. Biasanya berlangganan internet dari provider yang memang fokus menyediakan internet
akses lebih cepat dan stabil. 

Berbeda dengan provider seluler yang amat bergantung pada keberadaan sinyal. Rino
menceritakan beberapa temannya terkendala mengikuti perkuliahan daring karena kampungnya
berada di daerah yang akses sinyal telepon seluler masih sulit.

Akibatnya, temannya harus menempuh perjalanan sekitar lima kilometer menuju ke ibu kota
kabupaten untuk bisa mendapatkan sinyal yang baik dan bisa mengikuti perkuliahan daring.
Kendati demikian, upaya itu tetap tidak bisa optimal karena berada di tempat umum menjadi
bising sehingga kurang kondusif.

Pada sisi lain perkuliahan secara daring membuat pengeluaran untuk membeli paket data
meningkat. Untuk membeli paket internet dengan kapasitas 30 GB yang berlaku 30 hari
dibanderol mulai dari Rp150 ribu.

Biasanya sekali perkuliahan daring dengan durasi 1,5 jam dapat menghabiskan paket data hingga
dua GB. Belum lagi bagi mahasiswa yang pulang kampung uang kos tetap harus dibayar kendati
sudah tiga bulan tak menetap.

Tidak hanya mengikuti perkuliahan daring, bimbingan skripsi, tesis, seminar proposal hingga
ujian komprehensif pun dilaksanakan secara daring. Toni, salah seorang mahasiswa pascasarjana
di perguruan tinggi negeri di Padang, mengikuti seminar proposal tesis secara daring.
Usai pelaksanaan seminar ia terkendala turun ke lapangan melakukan penelitian karena adanya
pembatasan sosial berskala besar dan pembatasan fisik sehingga sulit melakukan wawancara.

Mengganti dengan tugas

Salah seorang dosen Jurusan Sastra Inggris Universitas Andalas Padang Donny Eros


menyampaikan dalam proses perkuliahan pihaknya memilih mempermudah mahasiswa karena
kebanyakan sedang berada di kampung halaman. "Kalau kuliah pakai zoom biasanya
merepotkan mahasiswa, saya memilih memberikan tugas kemudian untuk umpan balik
dievaluasi melalui whatsap grup atau google clas room," ujarnya.

Bahkan, menurutnya, untuk ujian skripsi tidak 100 persen menggunakan sistem daring. Pihaknya
menggunakankan acara mahasiswa mengunggah video presentasi dan dikirimkan kepada penguji
untuk kemudian diberikan umpan balik dan penilaian.

Ia mengatakan ujian daring terkadang tidak hanya menyulitkan mahasiswa tetapi juga dosen
karena belum tentu situasinya kondusif di rumah. Hal demikian juga dialami untuk bimbingan
skripsi yang dilaksanakan lewat email, whatsap grup, dan sifatnya fleksibel.

Donny menilai kendala yang dihadapi mahasiswa adalah kesulitan jaringan bagi yang
kampungnya belum ada akses sinyal sehingga untuk memudahkan cukup mencari sinyal saat
hendak mengunggah tugas. Lain lagi di Jurusan Teknik Sipil Universitas Andalas menjelang
pelaksanaan ujian semester pada awal Juni 2020. 

Para dosen menyemangati mahasiswa dengan menggarap video kolaborasi lagu bertajuk Semua
kan Berlalu. "Ini merupakan bentuk dukungan sosial dari kami para dosen kepada mahasiswa di
tengah pandemi Covid-19," kata Ketua Jurusan Teknik Sipil Unand Taufika Ophiyandri, PhD.

Video kolaborasi yang melibatkan 24 orang dari 43 dosen Jurusan Teknik Sipil tersebut terdiri
atas tiga bagian, yaitu pembacaan puisi, menyanyikan lagu serta pemberian narasi semangat dan
dukungan untuk mahasiswa ditayangkan di akun youtube dan media sosial instagram.
Taufika mengakui sebagai institusi yang menyelenggarakan pendidikan keteknikan, perkuliahan
daring sedikit menyulitkan, mulai dari pemilihan media atau platform perkuliahan hingga
penyusunan bahan ajar dari dosen kepada mahasiswa.

Bahan ajar yang semula disusun untuk penyampaian langsung, dalam waktu relatif singkat harus
diubah untuk disampaikan secara daring. "Belum lagi kendala kekuatan dan stabilitas jaringan
internet yang tidak sama pada daerah tempat tinggal mahasiswa," ujarnya.

Padahal, menurutnya, keilmuan teknis tidak bisa hanya didapatkan dari perkuliahan daring,
namun juga melalui serangkaian praktikum, kerja praktik yang untuk sementara ditunda
pelaksanaannya selama pandemi.

Efektivitas

Pada satu sisi perkuliahan daring dinilai efektif karena tetap bisa melakukan tatap muka tanpa
harus bertemu langsung sehingga bisa mencegah penularan Covid-19. Kemajuan teknologi telah
membuat orang bisa melakukan interaksi dan komunikasi tanpa harus bertemu langsung.

Hanya, Wakil Rektor I Universitas Andalas (Unand) Prof Mansyurdin mengakui ada sejumlah
kendala yang dihadapi, mulai dari keterbatasan bahan ajar dengan format daring, sinyal hingga
transfer pengetahuan yang kurang maksimal. "Covid-19 ini kan mendadak, jadi semua materi
pembelajaran harus dibuat dengan format daring, Unand memang sudah memiliki e-learning,
namun belum mampu mengakomodasi kebutuhan semua mahasiswa karena kapasitas masih
terbatas," kata dia.

Selain itu, ia melihat transfer pengetahuan juga kurang maksimal dibandingkan bertemu
langsung, termasuk pada perkuliahan yang harus ada pratikum. Kemudian untuk bimbingan
tugas akhir juga lebih optimal saat bertemu langsung antara mahasiswa dengan dosen.

Ia melihat Covid-19 merupakan salah satu ujian untuk menguji sejauh mana ketangguhan sistem
IT perguruan tinggi. "Bagi perguruan tinggi yang sudah bagus dan mapan sistem IT-nya tidak
akan ada kendala pandemi ini karena infrastruktur penunjang sudah lengkap," ujarnya.

Kampus Nagari
Menyikapi kesulitan akses internet bagi mahasiswa untuk mengikuti perkuliahan daring, Dekan
Fakultas Teknologi Pertanian Unand Padang Dr Feri Arlius mengajak pemerintahan daerah dan
pimpinan perguruan tinggi se-Sumbar menggagas pendirian kampus nagari. "Kampus nagari itu
nantinya disediakan fasilitas internet gratis. Lokasinya, di aula atau ruang rapat yang ada di 928
kantor wali nagari dan 230 kelurahan yang tersebar di 179 kecamatan pada 12 kabupaten dan 7
kota yang ada di Sumbar," kata dia.

Menurut dia, kampus nagari ini merupakan salah satu solusi dalam meringankan biaya yang
dikeluarkan mahasiswa dalam mengikuti proses pembelajaran secara daring yang dikenal dengan
istilah online learning, mobile learning, web-based learning atau e-learning.

Sejak pandemi Covid-19 merebak di Indonesia pada Maret 2020, kampus di Sumbar telah
menerapkan berbagai konsep stimulan demi meringankan beban mahasiswa dalam mengikuti
pembelajaran daring. Kendati demikian, bantuan untuk mahasiswa ternyata masih belum
terintegrasi satu sama lain. 

Padahal, jika dikolaborasikanakan mampu menyelesaikan kendala mahasiswa yang tengah


berada di kampung mengikuti perkuliahan daring. Feri memberi ilustrasi program kampus nagari
ini digagas pada 1.000 nagari di Sumbar dengan perkiraan jumlah mahasiswa mencapai 160 ribu
orang.

"Jika masing-masing nagari itu dibantu paket internet senilai Rp250.000 per bulan, maka
diperlukan dana sebesar Rp250 juta. Artinya, dalam satu semester (enam bulan), dibutuhkan
biaya Rp1,5 miliar," kata dia.

Ia menilai jika biaya sebesar itu dikompromikan oleh 10 perguruan tinggi dengan jumlah
mahasiswa terbanyak saja, maka biaya paket internet akan jauh lebih murah. Jadi Rp150 juta saja
dalam satu semester atau setara Rp25 juta per bulan.

"Jika unit biaya dihitung per mahasiswa, angka yang muncul juga jadi sangat kecil, sekitar Rp10
ribu saja per orang," lanjutnya

Selain murah, mahasiswa juga mendapatkan koneksi internet secara gratis di seluruh kantor wali
nagari di Sumbar. “Jika nagari tersebut berada pada area tanpa sinyal, penyelesaian masalahnya
jadi lebih fokus dan mudah. Jika nagari sudah punya akses wifi, tentu bisa digunakan untuk
meningkatkan kuota, sehingga akses internet jadi lebih cepat,” katanya.
Selain itu, dengan berkumpulnya mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi pada satu titik dalam
satu kesempatan, tentunya akan tercipta kelompok belajar yang akan saling membantu
memecahkan persoalan dalam mata kuliah yang dihadapi. Pandemi Covid-19 telah memaksa
hampir seluruh perguruan tinggi di dunia mengubah proses belajar mengajar ke sistem e-learning
yang membuat kampus dan mahasiswa harus lebih adaptif dalam menggunakan teknologi
informasi.

Anda mungkin juga menyukai