Anda di halaman 1dari 12

JURNAL

KARAKTER NORMATIF ISI NASKAH AKADEMIK UNDANG-UNDANG

NI PUTU NITI SUARI GIRI

NIM. 1090561031

PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI MAGISTER (S2) ILMU HUKUM
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
2013
KARAKTER NORMATIF ISI NASKAH AKADEMIK UNDANG-UNDANG

Oleh :

NI PUTU NITI SUARI GIRI

ABSTRAK

Naskah akademik harus disertakan dalam mengajukan RUU, baik oleh


DPR, Presiden maupun DPD. Hal ini sesuai dengan pengaturan Pasal 43 ayat (3)
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan Namun fungsi dari keharusan disertakannya naskah
akademik dalam pengajuan RUU masih belum dipahami dengan baik, sehingga
naskah akademik masih disepelekan dan diabaikan di dalam pengajuan RUU.
Bertitik tolak dari permasalahan tersebut, maka permasalahan yang muncul yaitu
Apakah karakter normatif isi naskah akademik menurut hukum dan doktrin ilmu
hukum.

Tujuan dari penelitian ini, yaitu untuk memahami karakter normatif isi
naskah akademik menurut hukum dan doktrin ilmu hukum. Penelitian yang
digunakan adalah penelitian yuridis normatif. Sumber bahan hukum yang
digunakan terdiri dari peraturan perundang-undangan, literatur-literatur, hasil
penelitian, makalah-makalah dalam seminar, jurnal, artikel-artikel, dan bahan-
bahan bacaan yang berkaitan dengan permasalah yang dalam penelitian ini, serta
kamus dan ensiklopedia hukum.

Penggunaan kata „harus‟ dalam suatu undang-undang, bahwa kata „harus‟


digunakan untuk pemenuhan suatu kondisi atau persyaratan tertentu. Apabila
keharusan yang diatur tidak terpenuhi, maka yang bersangkutan tidak
mendapatkan hal yang seharusnya akan didapat apabila persyaratannya
terpenuhi. Jadi pengaturan pada Pasal 43 ayat (3) tersebut valid. Sifat dari
pengaturan mengenai keharusan menyertakan naskah akademik dalam
mengajukan RUU adalah bersifat imperatif. Kata „harus‟ tersebut mengikat DPR,
Presiden dan DPD untuk menyertakan naskah akademik. Apabila naskah
akademik ini tidak disertakan, maka konsekuensinya RUU yang diajukan tidak
dapat diproses ke tahap selanjutnya.

Kata kunci : naskah akademik, karakter normatif, valid

ABSTRACT

The Article 43 (3) Act Number 12, 2011 concerning Regulations Making
stipulated that the act draft from DPR, President, or DPD must be accompanied
the academic text. However the function was from the obligation enclosed by the
submitting the academic text still not well understood, so as the academic text was
still being considered unimportant and ignored in the submitting act draft. Starting
from these problems, then the problem that emerged that is what is the normative
character of the contents of the academic text according to the law and the
doctrine of legal knowledge.

The purpose is to understand the character of the normative content of the


academic text according to the law and the doctrine of legal knowledge. The
research that used was the juridical normative research. The legal source took
form the regulations, literatures, results of the researches, papers in the seminar,
the journals, articles, and reading materials that were linked with the problem that
was studied in this research, the dictionaries and the legal encyclopedias.

The use of the word 'shall' in the regulations, that words is used for the fulfillment
of a condition or specific requirements. If the obligation that was arranged this
was not fulfilled, that was relevant did not receive something or the matter that
necessarily will be got if the condition or this condition was fulfilled. So the
regulation to the Article 43 (3) was valid. The characteristics from the regulation
concerning the obligation enclosed the academic text in putting forward the act
draft was to be imperative. The word 'shall' bind the DPR, President and DPD to
submitting the academic text. If the academic text was not submitted, then the
consequences that the act draft could not be processed to the further stage.

Key words : academic texts, normative character,valid

Perpu ini, bersifat khusus dan tidak


I. PENDAHULUAN
mengatur hal-hal yang langsung mengatur
1.1.Latar Belakang
permasalahan yang terjadi di masyarakat.
Pada Pasal 43 ayat (3) UU No. Berdasarkan atas Pasal 43 ayat (5) UU
12/11 Tentang Pembentukan Peraturan No. 12/11, pengajuan RUU APBN, RUU
Perundang-Undangan yang merupakan Perpu, atau RUU Pencabutan UU atau
UU pengganti dari UU No. 10/04, diatur Pencabutan Perpu disertai dengan
bahwa RUU yang berasal dari DPR, keterangan yang memuat pokok pikiran
Presiden, atau DPD harus disertai dengan dan materi muatan yang diatur.
naskah akademik. Kata „harus‟ dalam
Naskah akademik, berdasarkan
perumusan tersebut menuntut baik DPR,
pengaturan Pasal 1 angka 11 UU No.
Presiden ataupun DPD dalam
12/11 merupakan naskah dari hasil
mengajukan rancangan undang-undang
penelitian hukum dan hasil penelitian
untuk menyertakan naskah akademik.
lainnya terhadap suatu permasalahan
Pengecualian tidak perlu menyertakan
yang dapat dipertanggungjawabkan
naskah akademik terhadap pengajuan
secara ilmiah mengenai pengaturan
RUU APBN, RUU Perpu, atau RUU
permasalahan tersebut dalam suatu RUU,
Pencabutan UU atau Pencabutan Perpu
Ranperda Provinsi atau Ranperda
diatur pada Pasal 43 ayat (4) UU No.
Kabupaten/Kota sebagai solusi terhadap
12/11. Hal ini dapat dilihat dari sifat
permasalahan dan kebutuhan hukum di
norma yang akan diatur pada RUU
masyarakat. Sebaliknya, menurut Harry
tersebut. Sifat norma yang akan diatur
Alexander, naskah akademik merupakan
dalam RUU APBN, RUU Perpu, atau
naskah awal yang berisi ide-ide
RUU Pencabutan UU atau Pencabutan
pengaturan dan materi muatan suatu pertimbangan dari segi sosiologis).
peraturan dalam bidang tertentu. Bentuk Tumpuan keilmuan dibuat berdasarkan
dan isi naskah akademik berisi gagasan kaidah-kaidah teori dan doktrin
pengaturan suatu materi hukum dalam sedangkan tumpuan kenyataan didasarkan
bidang tertentu yang sudah dikaji dari pada kebutuhan nyata yang diinginkan
berbagai aspek ilmu yang dilengkapi masyarakat.3 Disusunnya naskah
dengan referensi yang memuat; urgensi, akademik ini oleh para akademisi atau
konsepsi, landasan, dasar hukum, prinsip- ahli-ahli dari perguruan tinggi, maka
prinsip yang digunakan serta pemikiran diharapkan naskah akademik dapat
mengenai norma-norma yang telah bermanfaat dalam penyusunan rancangan
ditransformasikan ke dalam bentuk pasal- undang-undang. Namun fungsi dari
pasal dengan mengajukan beberapa keharusan disertakannya naskah
alternatif yang dapat dijadikan bahan akademik dalam pengajuan RUU masih
pertimbangan, yang diuraikan secara belum dipahami dengan baik, sehingga
sistematis dan dapat naskah akademik masih disepelekan dan
dipertanggungjawabkan secara ilmu diabaikan di dalam pengajuan RUU.
hukum.1
1.2.Rumusan Masalah
Pada tahap penyusunan, naskah
Berdasarkan uraian pada latar
akademik, selain berisi dasar-dasar,
belakang, terdapat permasalahan yang
alasan-alasan dan pertimbangan-
berkaitan dengan naskah akademik, yaitu
pertimbangan yang tidak semata-mata
Apakah karakter normatif isi naskah
politik, akan tetapi juga berisi dasar
akademik menurut hukum dan doktrin
pertimbangan yuridis, sosiologis dan
ilmu hukum?
filosofis dari RUU yang akan diajukan.2
Dengan berlandaskan atas tiga hal 1.3.Tujuan Penelitian
tersebut, naskah akademik yang dibuat Tujuan dari penelitian ini, yaitu
tidak saja bertumpu pada keilmuan secara umum untuk memahami hal-hal
(berdasarkan pertimbangan dari segi yang berkaitan dengan naskah akademik
filosofis dan yuridis) tetapi juga ditunjang dalam penyusunan RUU dan untuk
dengan kenyataan sosial (berdasarkan memahami karakter normatif isi naskah
1
Sirajuddin, Fatkhurohman dan Zulkarnain, 2008,
Legislative Drafting, Yappika, Jakarta, h. 123-124.
2
Bagir Manan, 1992, Dasar-Dasar Perundang-
3
Undangan Indonesia, Ind-Hill Co, Jakarta, h. 18- Sirajuddin, Fatkhurohman dan Zulkarnain, op.cit.
19. h. 125.
akademik menurut hukum dan doktrin berkaitan dengan pengaturan masalah
ilmu hukum. tertentu dalam suatu RUU yang akan
II. METODE PENELITIAN diajukan. Dapat dikatakan bahwa naskah
akademik merupakan awal mula untuk
Penelitian yang digunakan di
membentuk suatu RUU, karena sebuah
dalam penulisan penelitian ini yaitu
RUU berasal dari naskah akademik,
penelitian yuridis normatif. Penelitian
sepatutnya naskah akademik disusun
yuridis normatif ini mengumpulkan bahan
berdasarkan penyusunan peraturan
dengan cara studi kepustakaan, yaitu
perundang-undangan yang baik pula,
dengan memperoleh data-data yang
sehingga menghasilkan naskah akademik
berkaitan dengan permasalahan yang
yang baik, yang nantinya setelah RUU
diangkat melalui penelitian kepustakaan
yang disertai naskah akademik tersebut
(library research).
disetujui akan menghasilkan sebuah
Sumber bahan hukum yang undang-undang yang baik, yang dapat
digunakan berupa : bahan hukum primer menciptakan keadilan, kepatutan dan
yaitu peraturan perundang-undangan baik kesejahteraan bagi masyarakat.

yang berkaitan dengan naskah akademik


Untuk menciptakan undang-
maupun yang mengatur mengenai naskah
undang yang baik, sudah tentu RUU yang
akademik; bahan hukum sekunder, yang
akan diajukan menjadi undang-undang
terdiri atas literatur-literatur, hasil
juga harus disusun secara baik terlebih
penelitian, makalah-makalah dalam
dahulu. Oleh karena berdasarkan
seminar, jurnal, artikel-artikel, dan bahan-
pengaturan dari UU No. 12/11 pada Pasal
bahan bacaan yang berkaitan dengan
43 ayat (3) mengatur mengenai keharusan
permasalahan yang diteliti; dan bahan
menyertakan naskah akademik bagi para
hukum tersier, berupa kamus dan
pembentuk undang-undang di dalam
ensiklopedia hukum.
mengajukan undang-undang, maka naskah

III. PEMBAHASAN akademik pun perlu dibuat dengan baik.


Untuk menghasilkan naskah akademik
Naskah akademik suatu RUU yang baik perlulah menyusun naskah
merupakan suatu naskah hasil dari akademik tersebut sesuai dengan kaidah-
penelitian hukum terhadap suatu kaidah yang baik, guna menghasilkan
permasalahan yang dapat hukum yang baik.
dipertanggungjawabkan secara ilmiah
Dapat disimpulkan bahwa akhirnya dapat dipertanggungjawabkan
pemerintah mengeluarkan UU No. 12/11 secara ilmiah mengenai konsepsi
ini dan mengganti UU No. 10/04, yang di yang berisi latar belakang, tujuan
dalamnya terdapat pengaturan yang tegas penyusunan, sasaran yang ingin
dan jelas mengenai penyertaan naskah diwujudkan dan lingkup,
akademik dalam mengajukan RUU, jangkauan, objek atau arah
terdapat beberapa alasan, yaitu :4 pengaturan RUU, seharusnya
naskah akademik disusun sebelum
1. Karena keberadaan naskah
RUU terbentuk, namun pada
akademik di dalam penyusunan
kenyataannya, kebanyakan naskah
suatu RUU masih belum
akademik disusun setelah
mempunyai kekuatan mengikat dan
rancangan undang-undangnya
tegas, yang dikarenakan oleh
dirumuskan.
naskah akademik dalam
4. Untuk mengamati apakah
penyusunan suatu rancangan
pembentukan suatu undang-undang
undang-undang tidak merupakan
telah sesuai dengan yang
suatu keharusan bagi lembaga-
direncanakan dan telah dirumuskan
lembaga pemerintah yang menjadi
dalam suatu naskah akademik,
pemrakarsa penyusun RUU,
diperlukan suatu risalah
demikian pula di lingkungan DPR
pembahasan yang dilakukan
dan DPD.
selama proses pembentukan
2. Karena suatu naskah akademik
undang-undang tersebut
masih disusun berdasarkan
berlangsung. Pembuatan risalah
kebiasaan-kebiasaan yang berlaku,
yang lengkap terhadap seluruh
yang dikarenakan belum adanya
pembahasan RUU, dapat
pedoman yang baku, yang
digunakan sebagai bahan evaluasi
menunjukan bahwa naskah
terhadap kesesuaian naskah
akademik dianggap sebagai bukan
akademik dan undang-undang yang
suatu produk hukum.
dibentuk, serta dapat mengetahui
3. Karena secara definisi ditetapkan
alasan-alasan yang mendasari
bahwa naskah akademik
setiap perumusan dalam undang-
merupakan suatu naskah yang
undang tersebut.
4
Maria Farida Indrati S., 2011, Ilmu Perundang- Demi menunjang tercapainya suatu
Undangan : Proses Dan Teknik Pembentukannya,
Kanisius, Jogjakarta, h. 248-249. penyusunan undang-undang yang baik,
serta memenuhi keinginan akan adanya tertentu. Apabila keharusan yang diatur
harmonisasi dalam bidang perundang- tersebut tidak terpenuhi, yang
undangan, maka pembahasan dan kajian bersangkutan tidak memperoleh sesuatu
mengenai fungsi dan pentingnya naskah atau hal yang seharusnya akan didapat
akademik bagi penyusunan rancangan apabila kondisi atau persyaratan tersebut
undang-undang menjadi sesuatu hal yang terpenuhi. Jadi pengaturan pada Pasal 43
penting. ayat (3) tersebut valid. Sifat dari
Kata „harus‟ pada Pasal 43 ayat (3), pengaturan mengenai keharusan
menyatakan pengertian spesifik bahwa menyertakan naskah akademik dalam
DPR, Presiden dan DPD harus mengajukan RUU adalah bersifat
menyertakan naskah akademik dalam imperatif. Kata „harus‟ tersebut mengikat
mengajukan RUU. Keharusan menyatakan DPR, Presiden dan DPD untuk
pengertian spesifik bahwa perilaku menyertakan naskah akademik. Apabila
manusia ditentukan oleh norma hukum. naskah akademik ini tidak disertakan,
Tindakan yang diharuskan oleh pengaturan maka konsekuensinya RUU yang diajukan
tersebut adalah dituntut, meskipun tidak tidak dapat diproses ke tahap selanjutnya.
ada yang menghendakinya.5 Ini Validitas memiliki makna sebagai
menunjukan, pengaturan dalam Pasal 43 eksistensi spesifik dari norma. Suatu
ayat (3) yang mengatur mengenai norma yang valid, artinya bahwa
„keharusan‟ dalam konteks ini, merupakan pengaturannya diterima atau diakui
suatu pernyataan kehendak yang berasal keberadaannya atau dapat dikatakan juga
dari undang-undang dalam bentuk bahwa aturan tersebut memiliki kekuatan
imperatif, bahwa subjek yang diatur harus mengikat bagi mereka yang diatur
melakukan tindakan atau cara yang telah perbuatannya oleh undang-undang
diatur dalam undang-undang tersebut. tersebut.6 Validitas hukum memiliki
Berdasarkan Lampiran II UU No. pengertian bahwa undang-undang tersebut
12/11, mengenai makna penggunaan kata mengikat, bahwa subjek yang diatur dalam
„harus‟ dalam suatu undang-undang, undang-undang tersebut harus berbuat
bahwa kata „harus‟ digunakan untuk sesuai dengan apa yang diharuskan oleh
pemenuhan suatu kondisi atau persyaratan undang-undang tersebut, bahwa subjek

5 6
Meuwissen, 2008, Meuwissen Tentang Hans Kelsen, 2007, General Theory of Law and
Pengembangan Hukum, Ilmu Hukum, Teori State (Teori Hukum Dan Negara : Dasar-Dasar
Hukum, Dan Filsafat Hukum, Cet. 2, diterjemahkan Ilmu Hukum Normatif Sebagai Ilmu Hukum
oleh B. Arief Sidharta, Refika Aditama, Bandung, Deskriptif-Empirik), diterjemahkan oleh H.
h. 42-44. Somardi, Bee Media Indonesia, Jakarta. h.36.
tersebut harus mematuhi dan
menerapkannya. Validitas merupakan
kualitas dari hukum. Hukum sebagai
norma yang valid menemukan
ungkapannya di dalam pernyataan bahwa
DAFTAR BACAAN
orang harus berbuat atau bertindak
berdasarkan suatu cara tertentu.7 Literatur

Alexander, Harry, 2004, Panduan


IV. PENUTUP Perancangan Peraturan
4.1. Simpulan daerah Di Indonesia,
Solusindo XSYS, Jakarta.
Berdasarkan pemaparan
Algra, N. E., dan K. Van Duyvendijk,
sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan 1983, Mula Hukum :
Beberapa Bab Mengenai
bahwa karakter normatif dari naskah
Hukum Dan Ilmu Untuk
akademik adalah imperatif. Hal ini terlihat Pendidikan Hukum Dalam
Pengantar Ilmu Hukum,
dari pengaturan dalam Pasal 43 ayat (3)
diterjemahkan oleh J.C.T.
UU No. 12/11 Tentang Pembentukan Simorangkir, Binacipta.
Peraturan Perundang-undangan, yaitu Amiruddin dan H. Zainal Asikin, 2008,
dengan adanya kata “harus” untuk Pengantar Metode
Penelitian Hukum, cet. IV,
menyertakan naskah akademik, dalam Raja Grafindo Persada,
mengajukan RUU. Jakarta.

Asshiddiqie, Jimly, 2010, Perihal


4.2.Saran Undang-Undang, PT.
Konstitusi Press, Jakarta.
Sebaiknya di dalam proses
penyusunan undang-undang, para Atmadja, I Dewa Gede, 2013, Filsafat
Hukum : Dimensi Tematis
pembentuk undang-undang harus benar- Dan Historis, Setara Press,
benar memperhatikan aturan-aturan yang Malang.

berlaku, harus mentaati dan melaksanakan ____________, 2013, Membangun


Hukum Indonesia :
secara rinci hal-hal yang diatur berkaitan
Paradigma Pancasila.
dengan proses pembentukan undang- Dalam : Membangun
Negara Hukum Yang
undang, sehingga tidak terjadi kesalahan
Bermartabat, Setara Press,
ataupun kelalaian dalam pembentukan Semarang.
undang-undang. ____________, 2010, Hukum Konstitusi
:Problematika Konstitusi
7
Ibid. h. 48.
Indonesia Sesudah Normatif, Bayumedia
Perubahan UUD 1945, Publishing, Malang.
Setara Press, Malang.
Indrati S., Maria Farida, 2012, Ilmu
Attamimi, A. Hamid S., 1992, Teori Perundang-Undangan :
Perundang-undangan Jenis, Fungsi, Dan Materi
Indonesia : Suatu Sisi Ilmu Muatan, cet. 13, Kanisius,
Pengetahuan Perundang- Jogjakarta.
Undangan Indonesia Yang
Menjelaskan Dan ____________, 2011, Ilmu Perundang-
Menjernihkan Undangan : Proses Dan
Pemahaman, Pidato Teknik Pembentukannya,
Pengukuhan Jabatan Guru Kanisius, Jogjakarta.
Besar Tetap pada Fakultas
Hukum Universitas Islamy, M. Irfan, 1988, Prinsip-Prinsip
Indonesia di Jakarta pada Perumusan Kebijaksanaan
tanggal 25 April 1992. Negara, Bina Aksara,
Jakarta.
Bako, Ronny Sautma Hotma, 1999,
Pengantar Pembentuk Kelsen, Hans, 2007, General Theory of
Undang-Undang Republik Law and State (Teori
Indonesia, Citra Aditya Hukum Dan Negara :
Bakti, Bandung. Dasar-Dasar Ilmu Hukum
Normatif Sebagai Ilmu
Halim, Hamzah dan Kemal Redindo Hukum Deskriptif-
Syahrul Putera, 2009, Empirik), diterjemahkan
Cara Praktis Menyusun oleh H. Somardi, Bee
Dan Merancang Media Indonesia, Jakarta.
Peraturan Daerah (Suatu
Kajian Teoritis dan Lubis, M. Solly, 1977, Landasan Dan
Praktis Disertai Manual) : Teknik Perundanng-
Konsepsi Teoritis Menuju Undangan, Alumni,
Artikulasi Empiris, Bandung.
Kencana Perdana Media
Group, Jakarta. Mahfud MD., Moh., 2010, Membangun
Politik Hukum
Hamidi, Jazim et. al., 2008, Panduan Menegakkan Konstitusi,
Praktis Pembentukan Cet. 1, PT. Raja Grafindo
Peraturan Daerah Persada, Jakarta.
Partisipatif, Prestasi
Pustaka, Jakarta. __________, 2011, Politik Hukum Di
Indonesia, Cet. 4, PT. Raja
Handoyo, B. Hestu Cipto, 2008, Prinsip- Grafindo Persada, Jakarta.
Prinsip Legal Drafting
Dan Desain Naskah Manan, Bagir, 1992, Dasar-Dasar
Akademik, Cet. 1, Penerbit Perundang-Undangan
Universitas Atma Jaya, Indonesia, Ind-Hill Co,
Yogyakarta. Jakarta.

Ibrahim Johnny, 2012, Teori Dan Metode


Penelitian Hukum
Marzuki, Peter Mahmud, 2011, Penelitian Hak Asasi Manusia
Hukum, Kencana Prenada Republik Indonesia,
Media Group, Jakarta. Jakarta.

Meuwissen, 2008, Meuwissen Tentang Yuliandri, 2009, Asas-Asas Pembentukan


Pengembangan Hukum, Peraturan Perundang-
Ilmu Hukum, Teori Undangan Yang Baik :
Hukum, Dan Filsafat Gagasan Pembentukan
Hukum, Cet. 2, Undang-Undang
diterjemahkan oleh B. Berkelanjutan, Raja
Arief Sidharta, Refika Grafindo Persada, Jakarta.
Aditama, Bandung.

Parsons, Wayne, 2006, Public Policy :


Pengantar Teori Dan Peraturan Perundang-Undangan
Praktik Analisis
Kebijakan, diterjemahkan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011
oleh Tri Wibowo Budi Tentang Pembentukan
Santoso, Kencana Prenada Peraturan Perundang-
Media Group, Jakarta. Undangan, Lembaran
Negara Republik
Ranggawidjaja, Rosjidi, 1998, Pengantar Indonesia Tahun 2011
Ilmu Perundang- Nomor 82, Tambahan
Undangan Indonesia, Lembaran Negara
Mandar Maju, Bandung. Republik Indonesia Nomor
5234.
Rapar, J.H., 2001, Filsafat Politik, Raja
Grafindo Persada, Jakarta.

Sirajuddin, Fatkhurohman dan Zulkarnain,


2008, Legislative Drafting :
Pelembagaan Metode
Partisipatif Dalam
Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, Cet.
3, In-TRANS Publishing
Malang, Malang.

Vlies, I.c Van Der, 2005, Buku Pegangan


Perancangan Peraturan
Perundang-Undangan,
diterjemahkan oleh Linus
Doludjawa, Direktoral
Jenderal Peraturan
Perundang-Undangan
Departemen Hukum Dan
BIODATA PENULIS

Nama : Ni Putu Niti Suari Giri, S.H.

Alamat : Jalan Gunung Agung, gang Bumi Ayu G, nomor 4.

No. telpon : 082146140487

Email : shirayuki_mate89@yahoo.com

Anda mungkin juga menyukai