Anda di halaman 1dari 271

LAPORAN PENDAHULUAN PADA ANAK DENGAN

BRONKOPNEMONIA
Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Keperawatan Anak

Dosen Pembimbing
Winda Aliarosa, S.kep, Ners., MAN

Disusun Oleh :
Abdul Mannap (E.0105.18.001)

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BUDI LUHUR CIMAHI
TA 2018/2021
A. DEFINISI

Pneumonia adalah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam


etiologi, seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing (Ngastiyah, 2000: 39).
Pneumonia adalah infeksi akut paru-paru disebabkan oleh bakteri dan virus
(Biddulph, 1999: 208).
Bronkopneumonia adalah radang paru yang berasal dari cabang-cabang tenggorok
yang mengalami infeksi dan tersumbat oleh getah radang, menimbulkan pemadatan-
pemadatan bergerombol dalam lobulus paru yang berdekatan, biasanya terjadi akibat
batuk rejan, campak, influenza, tifus, dan sebagainya (Ramali Ahmad, 2000: 41)
Bronchopneumoni merupakan salah satu jenis pneumonia yang memiliki pola
penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam bronchi &
meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya. (Smeltzer & Suzanne C, 2002 ).
Bronkopneumonia suatu cadangan pada parenkim paru yang meluas sampai
bronkioli atau dengan kata lain peradangan yang terjadi pada jaringan paru melalui cara
penyebaran langsung melalui saluran pernafasan atau melalui hematogen sampai ke
bronkus.(Riyadi sujono&Sukarmin,2009).

B. ETIOLOGI

Umumnya individu yg terserang bronchopneumonia diakibatkan karena adanya


penurunan mekanisme pertahanan daya tahan tubuh terhadap virulensi organisme
patogen. Seseorang yg normal dan sehat mempunyai mekanisme pertahanan tubuh
terhadap organ pernafasan yg terdiri atas : reflek glotis & batuk, adanya lapisan mukus,
gerakan silia yg menggerakkan kuman ke arah keluar dari organ, & sekresi humoral
setempat.
Timbulnya bronchopneumonia biasanya disebabkan oleh virus,  jamur, protozoa,
bakteri, mikobakteri, mikoplasma, dan riketsia. (Sandra M. Nettiria, 2001 : 682) antara
lain:
1. Virus : Legionella pneumoniae

2. Jamur : Aspergillus spesies, Candida albicans

3. Bakteri : Streptococcus, Staphylococcus, H. Influenzae, Klebsiella.

4. Aspirasi makanan, sekresi orofaringeal atau isi lambung ke dalam paru-paru

5. Terjadi karena kongesti paru yang lama.


C. KLASIFIKASI

Berikut merupakan klasifikasi pneumonia :


1. Community Acquired Pneunomia dimulai juga sebagai penyakit pernafasan
umum & dapat berkembang menjadi sebuah pneumonia. Pneumonia Streptococal
ialah suatu  organisme penyebab umum. Tipe pneumonia ini umumnya menimpa
kalangan anak-anak atau kalangan orang lanjut usia.

2. Hospital Acquired Pneumonia dikenal juga sebagai pneumonia nosokomial.


Organisme seperti ini ialah suatu  aeruginisa pseudomonas. Klibseilla / aureus
stapilococcus, ialah bakteri umum penyebab hospital acquired pneumonia.

3. Lobar & Bronkopneumonia dikategorikan berdasarkan lokasi anatomi infeksi.


Saat Ini ini pneumonia diklasifikasikan berdasarkan organisme, bukan cuma menurut
lokasi anatominya.

4. Pneumonia viral, bakterial & fungi dikategorikan berdasarkan dari agen


penyebabnya, kultur sensifitas dilakukan untuk dapat mengidentifikasikan organisme
perusak.( Reeves, 2001).

D. MANISFESTASI KLINIS

Bronchopneumonia biasanya didahului oleh infeksi traktusrespiratoris bagian

atas selama beberapa hari suhu tubuh naik sangat mendadak sampai 39-40 derajat

celcius dan kadang disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah,

dispenia pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung serta sianosis

sekitar hidung dan mulut, kadang juga disertai muntah dan diare. Batuk biasanya tidak

ditemukan pada permulaan penyakit tapi setelah beberapa hari mula-mula kering

kemudian menjadi produktif.

Pada stadium permulaan sukar dibuat diagnosis dengan pemeriksaan fisik tetapi

dengan adanya nafas dangkal dan cepat, pernafasan cuping hidung dan sianosis sekitar

hidung dan mulut dapat diduga adanya pneumonia. Hasil pemeriksaan fisik tergantung

luas daerah auskultasi yang terkena, pada perkusi sering tidak ditemukan kelainan dan

pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronchi basah nyaring halus dan sedang.
(Ngastiyah,2014)

E. PATOFISIOLOGI
Sebagian besar penyebab dari bronkopneumonia ialah mikroorganisme (jamur,
bakter, virus) & sebagian kecil oleh penyebab lain seperti hidrokarbon (bensin, minyak
tanah, & sejenisnya). Serta aspirasi ( masuknya isi lambung ke dalam saluran napas).
Awalnmya mikroorganisme dapat masuk melalui percikan ludah ( droplet) infasi ini
dapat masuk ke saluran pernapasan atas & menimbulkan reaksi imunologis dari tubuh.
Reaksi ini menyebabkan peradangan, di mana ketika terjadi peradangan ini tubuh dapat
menyesuaikan diri maka timbulah gejala demam pada penderita. Reaksi peradangan ini
dapat menimbulkan secret.
Semakin lama secret semakin menumpuk di bronkus maka aliran bronkus menjadi
semakin sempit & pasien dapat merasa sesak. Tidak Hanya terkumpul di bronkus, lama
kelamaan secret dapat sampai ke alveolus paru & mengganggu sistem pertukaran gas di
paru.Tidak Hanya menginfeksi saluran napas, bakteri ini dapat juga menginfeksi saluran
cerna ketika ia terbawa oleh darah. Bakteri ini dapat membuat flora normal dalam usus
menjadi agen pathogen sehingga timbul masalah GI tract.
PATHWAYS
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Untuk dapat menegakkan diagnose keperawatan dapat digunakan cara:


1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah
Pada kasus bronkopneumonia oleh bakteri akan terjadi leukositosis
(meningkatnya jumlah neutrofil) ( Sandra M,Nettina 2001: 684).
b. Pemeriksaan sputum
Bahan pemeriksaan diperoleh dari batuk yang spontan dan dalam. Digunakan
untuk pemeriksaan mikroskopis dan untuk kultur serta tes sensifitas untuk
mendeteksi agen infeksius (Barbara C, Long, 1996 : 435).
c. Analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status asam basa
(Sandra M, Nettina, 2001 : 684).
d. Kultur darah untuk mendeteksi bakterimia.
e. Sampel darah, sputum, dan urin untuk tes imunologi untuk mendeteksi antigen
mikroba (Sandra M, Nettina 2001 : 684).

2. Pemeriksaan Radiologi
a. Rontgenogram thoraks
Menunujukan konsolidasi lobar yang seringkali dijumpai pada infeksi
pneumokokal atau klebsiella. Infilrate multiple seringkali dijumpai pada infeksi
stafilokokus dan haemofilus (Barbara C, Long, 1996 : 435).
b. Laringoskopi / bronkoskopi untuk menentukan apakah jalan nafas tersumbat oleh
benda padat (Sandra M, Nettina, 2001).

G. KOMPLIKASI
Komplikasi dari bronchopneumonia adalah :
1. Atelektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna atau kolaps paru yang
merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau reflek batuk hilang.
2. Empyema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalm rongga pleura
yang terdapat disatu tempat atau seluruh rongga pleura.
3. Abses paru adalah pengumpulan pus dala jaringan paru yang meradang.
4. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
5. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.(WhaleyWong, 2006)
H. PENATALAKSANAAN

a.Medis

Menurut Mansjoer Arif 2000, penatalaksanaan medis bronkopneumonia adalah:

1. Oksigen 1-2 liter

2. IVFD dextrose 10%; NaCl 0,9%=3:1, +KClL 10mEq/500ml cairan.

3. Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai makanan enteral bertahap melalui selang

nasogastrik dengan feading drip.

4. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan beta

agonis untuk memperbaiki transfor mukosilier.

5. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit

6. Anti biotik sesuai dengan hasil biakan atau berikan:

a. Untuk kasus bronkopneumonia community base:

1. Ampicilin 100mg/kgBB/hari dalam 4 hari pemberian.

2. Chloramfenikol 75 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian.

b. Untuk kasus bronkopneumonia hospital base:

1. Cefotaxim 100mg/kgBB/Hari dalam 2 kali pemberian.

2. Amikasin 10-15mg/kgBB/Hari dalam 2 kali pemberian.

b. Non Medis

Penatalaksanaan Keperawatan/ non medis yang dapat diberikan pada klien

bronkopneumonia adalah:

1. Menjaga kelancaran pernapasan

2. Kebutuhan istirahat

3. Kebutuhan nutrisi dan cairan

4. Mengontrol suhu tubuh


5. Mencegah komplikasi atau gangguan rasa nyaman dan nyaman

I. PENCEGAHAN PADA ANAK

1. Hindari anak dari adanya paparan asap rokok, polusi dan tempat keramaian yang
berpotensi terjadinya penularan.
2. Hindari kontak langsung anak dengan penderita ISPA.
3. Membiasakan melakukan pemberian ASI.
4. Segera berobat apabila terjadi demam, batuk, dan pilek, terlebih disertai suara
sesak dan sesak pada anak.
5. Imunisasi Hb untuk kekebalan terhadapa hameophilus influenza.

J. KONSEP TUMBUH KEMBANG

Berdasarkan Markum (1997), konsep tumbuh kembang anak:

a. Menurut Sigmun Freud

Pada usia 1-3 tahun disebut fase anal yang bercirikan: sifat fisik keakuan

menonjol, mulai belajar kenal dengan organ tubuhnya sendiri dan mendapatkan kepuasan

dengan auto erotiknya. Tugas utama anak pada fase ini adalah toilet training, latihan

kebersihan, merasa nikmat pada saat menahan ataupun mengeluarkan tinja, rasa kepuasan

bersifat egosentrik. Bila latihan kebersihan dilakukan secara berlebihan, misal: dengan

kemarahan dan hukuman, anak akan meretensi tinja atau membuang tinja sembarangan.

Sisa konflik pada fase ini adalah kepribadian dengan: anak retensif yaitu berpandangan

sempit, introvet, pelit. Anak eksklusif yaitu sifat ekstrofet, impulsif, tidak rapih dan

kurang pengendalian diri

b. Menurut Erik Erikson

Pada usia 1-3 tahun merupakan masa otonomi vs ras malu dan ragu, yang

bercirikan: Pada masa ini alat gerak dan rasa telah matang dan ada rasa percaya terhadap
ibu dan lingkungan. Perkembangan otonomi selama periode toddler berfokus pada

kemampuan anak untuk mengontrol tubuhnya dan lingkungannya, kepuasan untuk

berjalan dan memanjat, selain itu anak menggunakan kemampuan mentalnya untuk

menolak dan menerima atau mengambil keputusan. Rasa otonomi ini perlu

dikembangkan, penting untuk pembentukan rasa percaya diri dan harga diri. Bila anak

mendapat suport yang kurang dari keluarga dan lingkungan, misal: orang tua terlalu

mengontrol dan anak merasa tidak mampu mengatasi tindakan yang diambilnya, timbul

perasaan negatif (rasa malu dan ragu). Masalah gangguan yang dapat timbul: rasa malu

dan ragu, pengekangan diri yang berlebihan, tempertantrum, keras kepala, menentang dan

sadistik.

c. Menurut Jean Piaget

Masa perkembangan antara usia 0-24 bulan adalah masa seorang anak

mempunyai sikap egosentrik dan sangat terpusat pada diri sendiri. Kebutuhan pada fase

ini kebanyakan bersifat fisik. Maka yang berkembang dengan pesat adalah kemampuan

sensorik motorik. Anak belajar melakukan kegiatan yang makin terkoordinasi. Terarah

dan bertujuan. Kepuasan yang didapat dari fungsi sensorik motoriknya menyebutkan

sianak menguasainya.

d. Menurut Robert Sears

Masa bayi berkisar antara umur 0-2tahun. Pada masa ini bayi masih sibuk dengan

diri sendiri. Bayi mementingkan kebutuhannya sendiri dan belajar dengan berbagai cara

untuk memenuhinya. Bayi sebenarnya banyak 14 menuntut dan menguasai lingkungan.

Pada masa inilah kepribadian dasar seseorang dibangun.


K. KONSEP HOSPITALISASI

Konsep hospitalisasi menurut Wong dan Whelley’s (2004: 1056).

Hospitaliasasi adalah suatu keadaan sakit dan harus dirawat di rumah sakit yang

terjadi pada anak maupun pada keluarganya yang mana menimbulkan suatu kondisi baik

bagi anak maupun bagi keluarga. Bagaimana anak memahami, bereaksi terhadap

hospitalisasi dan metode koping yang digunakan saat sakit sangat dipengaruhi oleh

stresor utama selama hospitalisasi. Hal tersebut berupa perpisahan, kehilangan kontrol,

trauma pada tubuh dan nyeri, serta reaksi perilaku anak.

a. Respon kecemasan karena perpisahan pada anak yang dirawat tergantung pada tingkat

usia perkembangan anak.

Toddler (1-3 tahun)

Pada masa ini anak sudah melibatkan diri pada kebiasaan atau aktivitas dan bermain.

Pada waktu terjadi pembatasan kebiasaan rutin ini, akan mengakibatkan terjadinya regresi

bahkan gangguan dari kebiasaan tersebut. Respon perilaku yang ditunjukkan dapat

langsung atau spontan.

b. Respon kehilangan kendali pada anak yang dirawat menurut usia tumbuh kembang

Toddler (1-3 tahun)

Merupakan masa dimana anak mencari otonomi yang ditampakkan dengan tingkah laku

antara lain: ketrampilan motorik, permainan, hubungan inter personal, aktivitas sehari-

hari dan komunikasi. Tetapi sebaliknya mereka menunjukkan reaksi negatifisme seperti

tempertantrum karena sikap egosentris anak. Anak merasa gagal dan kehilangan kendali

jika ketrampilan yang disukainya tidak dapat dilakukan. Hal ini akan menurunkan rasa

percaya diri pada anak. Anak yang sedang meningkat aktivitas motoriknya akan merasa

cemas jika harus dan diikat tangan kakinya.

c. Mekanisme koping anak pada Hospitalisasi.


Toddler (1-3 tahun)

Memberikan toddler bersama obyek yang memberi rasa aman bagi mereka. Seperti:

selimut, boneka beruang atau obyek lain. Hal tersebut amatlah penting selama tindakan

prosedur. Seringkali poto ibu dipergunakan anakanak sebagai pelindung saat mengalami

tindakan prosedur atau harus makan obat atau injeksi. Mereka kemudian menjadi lebih

tenang dan mau bekerja sama dengan perawat jika memegangi atau memeluk poto

ibunya.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Pengkajian Fokus
a. Biodata
Usia klien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada perbedan dan kekhasan
bronkopneumonia anak, terutama dalam spektrum etiologi, gambaran klinis, dan strategi
pengobatan (Price, 2009 dalam (Fadhila, 2013)). Bayi dan balita memiliki mekanisme
pertahanan tubuh yang masih rendah dibanding orang dewasa, sehingga balita masuk ke
dalam kelompok yang rawan terhadap infeksi seperti influenza dan pneumonia. Anak-anak
berusia 0-24 bulan lebih rentan terhadap penyakit pneumonia dibanding anak-anak berusia di
atas 2 tahun.
Hal ini disebabkan imunitas yang belum sempurna dan saluran pernapasan yang relatif
sempit (Depkes RI, 2004) dalam (Hartati, et al., 2012). Usia terbanyak klien
bronkopneumonia pada anak adalah < 5 tahun (Kyle, 2014).
Anak yang menderita infeksi saluran pernapasan paling banyak adalah jenis kelamin laki-
laki dikarenakan diameter saluran pernapasan anak laki-laki memiliki ukuran lebih kecil
dibandingkan anak perempuan atau adanya perbedaan dalam daya tahan tubuh anak laki-laki
dan perempuan (Kaunang, 2016).
Menurut Heriyana (2015) latar belakang pendidikan ibu merupakan salah satu unsur penting
dalam menentukan upaya pencegahan bronkopneumonia. Tinggi rendahnya tingkat
pendidikan ibu erat kaitannya dengan tingkat pengetahuan ibu terhadap kesehatan dan
pencegahan bronkopneumonia pada balitanya.
Pada masyarakat dengan tingkat pendidikan yang rendah sering menunjukkan pencegahan
kejadian bronkopneumonia yang kurang dan sebaliknya pada masyarakat dengan tingkat
pendidikan yang tinggi menunjukkan pencegahan kejadian bronkopneumonia yang lebih
baik.
Sedangkan menurut Hurlock (2005) umur merupakan salah satu hal yang penting dalam
mempengaruhi pengetahuan seseorang, semakin tinggi umur seseorang semakin tinggi
pula tingkat pengetahuannya dan ini dipengaruhi oleh pengalamannya.

b. Keluhan utama
Saat dikaji biasanya penderita bronchopneumonia akan mengeluh sesak nafas, disertai batuk
ada secret tidak bisa keluar.
c. Riwayat penyakit sekarang
Kaji deskripsi mengenai penyakit dan keluhan utama saat ini. Catat awitan dan
perkembangan gejala. Tanda dan gejala yang umum dilaporkan selama pengkajian riwayat
kesehatan meliputi:
1) Infeksi saluran napas atas anteseden akibat virus
2) Demam
3) Batuk (catat tipe dan apakah batuk produktif atau tidak)
4) Peningkatan frekuensi pernapasan
5) Riwayat letargi, tidak mau makan, muntah, atau diare pada bayi
6) Menggigil, sakit kepala, dispnea, nyeri dada, nyeri abdomen, dan mual atau muntah
pada anak yang lebih besar (Kyle, 2014).Kaji penyebab terkait yang dikeluhkan pasien.
Penyebab penyakit bronkopnemoni karena bakteri/virus dan lain-lain.
Hal yang berhubungan dengan keluhan utama:
a. Munculnya keluhan
Tanggal munculnya keluhan, waktu munculnya keluhan (gradual/tiba-tiba),
presipitasi/predisposisi (perubahan emosional, kelelahan, kehamilan, lingkungan,
toksin/allergen, infeksi).
b. Karakteristik Karakter (kualitas, kuantitas, konsistensi), loksai dan radiasi, timing (terus
menerus/intermiten, durasi setiap kalinya), hal-hal yang
meningkatkan/menghilangkan/mengurangi keluhan, gejalagejala lain yang berhubungan. c.
Masalah sejak muncul keluhan
Perkembangannya membaik, memburuk, atau tidak berubah.
d. Keluhan pada saat pengkajian

d. Riwayat penyakit dahulu


Kaji riwayat medis anak dimasa lampau dan saat ini untuk mengidentifikasi faktor resiko
yang diketahui berhubungan dengan peningkatan keparahan bronkopneumonia,
seperti:
1) Prematuritas.
Prematurisasi adalah persalinan pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu tanpa
memperhatikan berat badan lahir (Wong, 2008). Pada imunisasi, vaksinasi yang tersedia
untuk mencegah secara langsung bronkopneumonia adalah vaksin pertusis (ada dalam DTP).
Vaksin DPT ini, telah masuk ke dalam program vaksinasi nasional di berbagai negara,
termasuk Indonesia. Menurut laporan WHO, vaksin DPT dapat mencegah kematian
1.075.000 anak setahun. Namun, karena harganya mahal belum banyak negara yang
memasukkan vaksin tersebut ke dalam program nasional imunisasi (Kemenkes RI, 2010).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Sumiyati, 2015), dari 40 kasus
(bronkopneumonia), terdapat 22,5% (9) bayi yang mengalami bronkopnemounia dengan
status imunisasi DPT tidak lengkap sedangkan dari 80 kontrol (tidak bronkopneumonia)
terdapat 7,5% (6) bayi dengan status imunisasi DPT tidak lengkap. Hasil analisis
memperlihatkan ada hubungan status imunisasi DPT dengan bronkopnemounia (p=0,040).
Bayi dengan status imunisasi DPT tidak lengkap berisiko 3,581 kali mengalami
bronkopneumonia dibandingkan bayi dengan status imunisasi DPT lengkap. Imunisasi DPT
adalah suatu vaksin 3-in-1 yang melindungi terhadap difteri, pertusis dan tetanus. Difteri
merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Coryneba cterium. Berdasarkan jadwal
imunisasi rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) imunisasi DPT diberikan
sebanyak 3 kali pada bayi usia 0-12 bulan yaitu pada usia 2, 4 dan 6 bulan (Mulyani dan
Rinawati, 2013).
Pemberian imunisasi lengkap sebelum anak mencapai usia 1 tahun, anak akan terlindung
dari beberapa penyebab yang paling utama dari infeksi pernafasan termasuk batuk rejan,
difteri, tuberkulosa dan campak. Penderita difteri, pertusis apabila tidak mendapat
pertolongan yang memadai akan berakibat fatal. Dengan pemberian imunisasi berarti
mencegah kematian pneumonia yang diakibatkan oleh komplikasi penyakit campak dan
pertusis (Kemenkes RI, 2007) dalam (Sumiyati, 2015).

2) Malnutrisi.
Malnutrisi adalah keadaan dimana tubuh tidak mendapat asupan gizi yang cukup (Behman, et
al., 2000). ASI mengandung nutrisi untuk pertumbuhan dan perkembangan, serta zat
protektif yang berfungsi melindungi bayi dari infeksi. Air Susu Ibu mengandung karbohidrat,
protein, lemak, vitamin, mineral dan trace element. Terdapat tiga jenis protein yang
ditemukan relatif tinggi dalam ASI dan memiliki fungsi imunologis terhadap bayi, yaitu IgA
sekretori, laktoferin, dan lisozim. IgA dalam ASI adalah bentuk molecular dari IgA sekretori
dan tahan terhadap proses proteolisis di saluran cerna. IgA sekretori mencegah perlengketan
bakteri pada mukosa dan menetralisir toksin mikroorganisme tersebut. IgA sekretori dalam
ASI berperan untuk melindungi bayi dari berbagai infeksi bakteri, virus, maupun parasit. IgA
sekretori melindungi bayi dari infeksi bakteri seperti Eschericia coli, Helicobacter pylori,
Salmonella, Shigellasp, Clostridium tetani, Corynebacterium diphteriae, Klebsiela
pneumoniae, Haemophilusi nfluenzae, Streptococcus pneumonia. IgA sekretori juga
melindungi bayi dari infeksi virus seperti Rotavirus, Polio, Rubella, Cytomegalovirus
(CMV), Influenza, dan Respiratory Synctitial Virus (RSV). IgA sekretori juga melindungi
bayi dari infeksi parasite seperti Giardia lambdia, dan Entamoeba histolitika (Ruhana & dkk,
2016).

3) Pajanan pasif terhadap asap rokok.


Raharjoe (2010) menyatakan, terdapat faktor resiko penyebab tingginya angka mortalitas
bronkopneumonia pada anak balita dinegara berkembang. Faktor resiko tersebut adalah
bronkopneumonia yang terjadi pada masa bayi, berat badan lahir rendah, tidak mendapat
imunisasi, tidak mendapat ASI yang adekuat, malnutrisi dan tingginya polusi udara seperti
paparan asap rokok. Sedangkan Nurjazuli (2011) berpendapat bahwa faktor resiko yang
berhubungan dengan kejadian bronkopneumonia terbagi atas faktor instrinsik dan esktrinsik.
Faktor instrinsik meliputi umur, jenis kelamin, status gizi, BBLR, status imunisasi, dan
pemberian ASI. Faktor ekstrinsik meliputi kepadatan tempat tinggal, polusi udara, tipe
rumah, ventilasi, asap rokok, penggunaan bahan bakar, penggunaan obat nyamuk bakar, serta
faktor ibu baik pendidikan, umur, maupun pengetahuan ibu.
4) Status sosioekonomi rendah
5) Penyakit jantung-paru, imun ata system saraf yang mendasari (Kyle, 2014)..

e. Riwayat penyakit keluarga


Pengkajian riwayat penyakit keluarga sistem pernafasan merupakan hal yang mendukung
keluhan klien, perlu dicari riwayat keluarga yang dapat memberikan predisposisi keluhan
seperti adanya riwayat sesak nafas, batuk dalam jangka waktu yang lama, dan batuk darah
dari generasi darah tinggi, kedua penyakit itu juga akan mendukung atau memperberat
keluhan klien (Muttaqin, 2012).
Selain itu, faktor lingkungan juga mempengaruhi angka kejadian bronkopneuomonia pada
anak seperti pajanan pasif rokok terhadap anak (Kyle, 2014).

f. Pengkajian Psiko-Sosio-Spiritual
Pengkajian psikologis klien meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan perawat untuk
memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien.
Perawat mengumpulkan data hasil pemeriksaan awal klien tentang kapasitas fisik dan
intelektual saat ini. Data ini penting untuk menentukan tingkat perlunya pengkajian psiko-
sosiospiritual yang seksama. Pada kondisi klinis, klien dengan bronkopneumonia sering
mengalami kecemasan bertingkat sesuai dengan keluhan yang dialaminya.
Hal lain yang perlu ditanyakan adalah kondisi pemukiman dimana klien bertempat tinggal,
klien dengan bronkopneumonia sering dijumpai bila bertempat tinggal di lingkungan dengan
sanitasi buruk seperti pemukiman yang berdekatan dengan pabrik industri dan jarak antara
pembakaran sampah dengan rumah yang terlalu dekat (Muttaqin, 2012).
Raharjoe (2010) menyatakan, terdapat faktor resiko penyebab tingginya angka mortalitas
bronkopneumonia pada anak balita dinegara berkembang. Faktor resiko tersebut adalah
bronkopneumonia yang terjadi pada masa bayi, berat badan lahir rendah, tidak mendapat
imunisasi, tidak mendapat ASI yang adekuat, malnutrisi dan tingginya polusi udara seperti
paparan asap rokok.
Sedangkan Nurjazuli (2011) berpendapat bahwa faktor resiko yang berhubungan dengan
kejadian bronkopneumonia terbagi atas faktor instrinsik dan esktrinsik. Faktor instrinsik
meliputi umur, jenis kelamin, status gizi, BBLR, status imunisasi, dan pemberian ASI. Faktor
ekstrinsik meliputi kepadatan tempat tinggal, polusi udara, tipe rumah, ventilasi, asap rokok,
penggunaan bahan bakar, penggunaan obat nyamuk bakar, serta faktor ibu baik pendidikan,
umur, maupun pengetahuan ibu.

g. Pola Pola Fungsi Kesehatan (Sujono & Sukarmin, 2009).


1) Pola persepsi sehat-penatalaksanaan sehat
Data yang muncul sering orangtua berpersepsi meskipun anaknya batuk masih menganggap
belum terjadi gangguan yang serius, biasanya orangtua menganggap anaknya benar-benar
sakit apabila anak sudah mengalami sesak nafas.

2) Pola metabolisme atau nutrisi


Anak dengan bronkopneumonia sering muncul anoreksia akibat respon sistemik melalui
kontrol saraf pusat, mual dan muntah (karena peningkatan rangangan gaster sebagai dampak
peningkatan toksik mikroorganisme).

3) Pola eliminasi
Penderita sering mengalami penurunan produksi urin akibat perpindahan cairan melalui
proses evaporasi karenan demam.

4) Pola tidur-istirahat
Data yang sering muncul adalah anak mengalami kesulitan tidur karena sesak nafas.
Penampilan anak terlihat lemah, sering menguap, mata merah, anak juga sering menangis
pada malam hari karena ketidaknyamanan tersebut.

5) Pola aktivitas-latihan
Anak tampak menurun aktifitas dan latihannya sebagai dampak kelemahan fisik. Anak
tampak lebih banyak minta digendong orangtuanya atau bedrest.

6) Pola kognitif-persepsi
Penurunan kognitif untuk mengingat apa yang pernah disampaikan biasanya sesaat akibat
penurunan asupan nutrisi dan oksigen pada otak. Pada saat dirawat, anak tampak bingung
jika ditanya tentang hal-hal yang baru disampaikan. Teori Health Belief Model merupakan
model kepercayaan individu dalam menentukan sikap melakukan atau tidak melakukan
perilakau kesehatan (Conner & Norman, 2005).
Health Belief Model terdiri dari enam konstruk Perceived susceptibility, Perceived Severity,
Perceived Benefits dan Perceived Barriers, Cues to Action dan Health motivation. Ke enam
kostruk tersebut merupakan pokok utama Health Belief Model dalam memahami bagaimana
persepsi terhadap perilaku sehat yang dilakukan. Teori Health Belief Model (Rosenstock,
1982), menyatakan bahwa seseorang memiliki perceived susceptibility (kerentanan yang
dirasakan).
Artinya persepsi individu tentang kemungkinannya terkena suatu penyakit akan
mempengaruhi perilaku mereka khususnya untuk melakukan pencegahan atau mencari
pengobatan. Mereka yang merasa dapat terkena penya-kit tersebut akan lebih cepat merasa
terancam. Seseorang akan bertindak untuk mencegah penyakit bila 24 ia merasa bahwa
sangat mungkin terkena penyakit tersebut. Kerentanan dirasakan setiap individu berbeda
tergantung persepsi tentang risiko yang dihadapi individu pada suatu keadaan tertentu
(Frances & Shaver, 2005).
Teori Health Promotiont Model memiliki cakupan factor-faktor yang diperlukan untuk
peningkatan perilaku kepatuhan, meliputi koponen internal dan eksternal yang terdapat
dalam behavioral specific cognitions and affect yaitu perceived benefits, perceived berries,
perceived self efficacy, activity related affect, dan interpersonal influence (Nursalam, 2016)
dalam (Perdana, 2017). Healt Promotion Model merupakan teori terbaik untuk
mendiskripsikan perilaku kesehatan di mana memiliki dua tahap yaitu pengambilan
keputusan dan melakukan tindakan (Galloway, 2003).

7) Pola persepsi diri-konsep diri


Tampak gambaran orangtua terhadap yang anak diam, kurang bersahabat, tidak suka
bermain, ketakutan terhadap orang lain meningkat.

8) Pola peran-hubungan
Anak tampak malas jika diajak bicara baik oleh teman sebaya atau yang lebih besar, anak
lebih banyak diam dan selalu bersama dengan orang terdekat (orangtua).

9) Pola seksualitas-reproduksi
Pada kondisi sakit dan anak kecil masih sulit terkaji. Pada anak yang sudah mengalami masa
pubertas mungkin terjadi gangguan menstruasi pada wanita tetapi bersifat sementara dan
biasanya penundaan.

10) Pola toleransi stres-koping


Aktifitas yang sering tampak saat menghadapi stres adalah anak sering menangis, jika sudah
remaja saat sakit yang dominan adalah mudah tersinggung dan suka marah.

11) Pola nilai-keyakinan


Nilai keyakinan mungkin meningkat seiring dengan kebutuhan untuk mendapat sumber
kesembuhan dari Allah SWT.

h. Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan umum

Keadaan umum pada klien dngan bronkopneumonia adalah lemah. Selain itu, perlu dinilai
secara umum tentang kesadaran klien yang terdiri dari composmentis, apatis, somnolen,
stupor, soorokoma, atau koma. Pemeriksaan umum didapatkan peningkatan frekuensi
pernapasan 60x/menit dan demam dimana temperatur 38,5ºC (Fadhila, 2013).

2) B1 (breathing) Pemeriksaan fisik pada klien dengan bronkopneumonia merupakan


pemeriksaan fokus, berurutan pemeriksaan ini terdiri dari inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi (Muttaqin, 2012).

a) Inspeksi Pada anak dengan bronkopneumonia sering ditemukan takipnea, dispnea


progresif, pernafasan dangkal, pektus ekskavatum/dada corong (bentuk dada ini terjadi ketika
adanya gangguan (defek) perkembangan tulang paru yang menyebabkan depresi ujung
bawah sternum (tulang tengah di dada)), paktus karinatum/dada burung (bentuk dada ini
terjadi ketika ada pergeseran yang menyebabkan "lengkungan keluar" pada sternum dan
tulang iga), dan barel chest (bentuk dada yang menyerupai barel, hal itu terjadi karena hasil
hiperinflasi paru. Hiperinflasi ialah terjebaknya udara akibat saluran pernapasan yang
sempit/menyempit. Pada keadaan ini terjadi peningkatan diameter anteroposterior.) (Sujono
& Sukarmin, 2009).

b) Palpasi

Pemeriksaan palpasi pada anak dengan bronkopneumonia ditemukan nyeri tekan, massa,
peningkatan vokal fremitus pada daerah yang terkena (Sujono & Sukarmin, 2009).
c) Perkusi

Klien dengan bronkopneumonia tanpa disertai komplikasi, biasanya didapatkan bunyi


resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Bunyi redup perkuso pada anak dengan
bronkopneumoni didapatkan apabila bronkopneumoni menjadi satu sarang (kulfuens)
(Muttaqin, 2012).

d) Auskultasi

Pada klien dengan bronkopneumoni, didapatkan suara bronkovesikuler atau bronkial pada
daerah yang terkena dan adanya suara pernafasan tambahan (ronki) pada sepertiga akhir
respirasi (Sujono & Sukarmin, 2009).

3) B2 (Blood)

Pada anak dengan bronkopneumonia ditemukan leukopenia yang menandakan prognosis


buruk dan juga ditemukan adanya anemia ringan atau sedang. Frekuensi nadi meningkat
(takikardi) dan juga terjadi hipertensi (Sujono & Sukarmin, 2009).

4) B3 (Brain)

Klien dengan bronkopneumonia yang berat biasanya mengalami penurunan kesadaran,


didapatkan sianosis perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat. Pada pengkajian objektif,
wajah klien tampak meringis, menangis, merintih, meregang dan menggeliat (Muttaqin,
2012).

5) B4 (Bladder)

Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan (Muttaqin, 2012).
Penderita sering mengalami penurunan produksi urin akibat perpindahan cairan melalui
proses evaporasi karena demam (Sujono & Sukarmin, 2009).

6) B5 (Bowel)

Klien biasanya mengalami mual, muntah, penurunan nafsu makan, dan penurunan berat
badan (Muttaqin, 2012).
7) B6 (Bone)

Kelemahan dan kelelahan fisik secara umum menyebabkan ketergantungan klien terhadap
bantuan orang lain dalam melakukan aktifitas sehari-hari (Muttaqin, 2012).

Analisa Data
Data Etiologi Masalah
Mayor Kuman berlebihan di mucus Bersihan jalan napas tidak
Ds:- efektif
Do:
1.
Batuk tidak efetktif proses peradangan
2.
Tidak mampu batuk
3.
Sputum berlebih
4.
Mengi,
wheezing,dan/ronkhi
Akumulasi sekret di bronkus
kering
5. Mekonium di jalan
napas(pada neonatus)
Minor
Bersihan jalan napas tidak
Ds:
efektif
1. Dispnea
2. Sulit bicara
3. Ortopnea
Do:
1.
Gelisah
2.
Sianosis
3.
Bunyi napas menurun
4.
Frekuensi napas
berubah
5. Pola napas berubah
Mayor Dilatasi pembuluh darah Gangguan pertukaran gas
Ds:
1. Dispnea
Do:
Eksudat masuk alveoli
1.
PCO2 menurun
2.
PO2 menurun
3.
Takikardi
4.
ph arteri
Gangguan lifusi gas
menurun/meningkat
5. Bunyi napas
tambahan
Gangguan pertukaran gas
Minor
Ds:
1. Pusing
2. Penglihatan kabur
Do:
1. Sianosis
2. Diaforesis
3. Napas cuping hidung
4. Pola napas abnormal
5. Warna kulit abnormal
6. Kesadaran menurun
Mayor Hiperventilasi Pola napas tidak efektif
Ds:
1. Dispnea
Do:
Dispnea
1. Penggunaan otot
bantu pernapasan
2. Fase ekspirasi
memanjang
3. Pola napas abnormal
Minor Retraksi dada/cuping hidung
Ds:
1. Ortopnea
Do:
Pola napas tidak efektif
1. Pernapasan pursed-lip
2. Pernapasan cuping
hidung
3. tekanan inspirasi dan
ekspirasi menurun
4. Ekskursi dada
berubah
Mayor Mukus di bronkus meningkat Defisit nutrisi
Ds:-
Do:
1. Berat badan menurun Bau mulut tak sedap
minimal 10% di
bawah tentang ideal
Minor
Ds: Anoreksia
1. Cepat kenyang
2. Kram/nyeri abdomen
3. Nafsu makan
menurun Intake menurun
Do:
1. Bising usus hiperaktif
2. Otot pengunyah dan
menelan lemah
3. Membran mukosa
Defisit nutrisi
pucat
4. Sariawan
5. Rambut rontok
berlebihan
6. Diare
7. Serum albumin
menurun
Mayor
Ds:
1. Merasa bingung
2. Merasa khawatir
dengan akibat dari
kondisi yang dihadapi
3. Sulit berkonsentrasi
Do:
Dirawat di Rs
1. Tampak gelisah
2. Tampak tegang Ansietas
3. Sulit tidur

Minor
Hospitalisasi
Ds:
1. Mengeluh pusing
2. Anorekia
3. Palpitasi
Kurangnya pengetahuan
4. Merasa tidak berdaya
Do: informasi perawatan untuk
1. Frekuensi napas dan anak
nadi meningkat
2. TD meningkat
3. Diaforesis, tremor
4. Muka tampak pucat
Kecemasan(Ansietas)
5. Kontak mata
berkurang
6. Suara bergetar
7. Beriorentasi pada
masa lalu

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN(PRIORITAS )

1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d peningkatan produksi sputum


2. Ketidakefektifan pola napas b.d hiperventilasi
3. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran alveolus kapiler
4 .Defisit Nutrisi b.d anoreksia yang berhubungan dengan toksin bau dan rasa sputum
5. Ansietas b.d hospitlaisasi;kurangnya pengetahuan informasi orang tua tentang perawatan
anak.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN

NO Tujuan Intervensi Rasional


DX
1 Setelah dilakukan Obesrvasi 1. takipnea biasanya ada
tindakan keperawatan 1.      Kaji fungsi respirasi pada beberapa derajat dan
selama 3 x 24 jam antara lain suara, jumlah, dapat ditemukan pada
diharapkan pasien irama, dan kedalaman nafas, penerimaan atau selama
dapat menunjukan serta catat pula mengenai adanya stress/ proses infeksi
perilaku bersihan penggunaan otot nafas akut
jalan napas dengan tambahan.
kriteria hasil : 2. sebagai acuan untuk
a.mendemonstariskan 2..      Monitor tanda-tanda mengetahui kadar umum
batuk efektif dan vital pasien
suara napas yang
ebrish,tidak ada 3.Produksi sputum berlebih
sianosis dan dispnea menyebabkan pasien sulit
3.Monitor adanya retensi bernapas
b.menunjukkan jalan sputum 4.untuk mengetahui pasien
napas yang paten dapat mengeluarkan sputum
secara mandiri/tidak
c.mampu 5..Ronchi dan mengi
mengidentifikasi dan 4.Identifikasi kemampuan menyertai obstruksi jalan
mencegah faktor yang batuk nafas/kegagalan pernafasan
penyebab
6. Membantu ekspansi paru
d.saturasi oksigen
dalam batas normal 5. Auskultasi suara nafas 7. penggunaan cairan hangat
dapat menurunkan spasme
e.foto toraks dalam bronkus.
batas normal Terapeutik 8.Untuk memudahkan pasien
    daam bernapas
9.Untuk membantu
6. Atur posisi pasien semi mengeluarkan sputum secara
fowler mandiri
10. Mmbersihkan jalan napas
7. Berikan air hangat 11.Membantu mengeluarkan
sputum dimana dapat
mengganggu ventilasi dan
ketidaknyamanan upaya
8.Pertahankan kepatenan jalan bernafas.
napas
12.memaksimalkan bernafas
9.Lakukan fisioterapi dada,jika dan menurunkan kerja nafas,
perlu memberikan kelembaban
pada membran mukosa dan
membantu pengenceran
sekret.
10.Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik

Edukasi
11. Ajarkan pasien batuk
efektif

Kolaborasi :

12.    Kolaborasi dengan dokter


dalam pemberian oksigen
2 Setelah dilakukan Observasi
tindakan keperawatan 1.Untuk mengetahui keadaan
selama 3x24 jam 1. Monitor pasien
diharapkan masalah frekuensi,irama,kedalaman dan
pola napas dapat upaya napas 2.acuhan mengetahui kadar
teratasi dengan umum pasien
kriteria hasil: 2.      Monitor TTV klien 3.membantu mengeluarkan
a.menunjukkan jalan sputum
napas yang paten 4. Untuk mengetahui
3.monitor kemampuan batuk keadaan pasien
b. tanda-tanda vital efektif
dalam rentang normal 5.Produksi sputum
4.Monitor pola napas menyebabkan pasien sulit
napas
6. Ronchi dan mengi
5.Monitor adanya produksi menyertai obstruksi jalan
sputum nafas/kegagalan pernafasa

6.Auskultasi bunyi napas 7.Membantu meminimalkan


kolaps jalan nafas.
8.mengurangi mual dan
membersihkan jalan napas

Terapeutik 9.Untuk memudahkan


7.      Berikan manajemen nyeri pengeluarkan sputum
: ajarkan tarik nafas dalam
10.memaksimalkan bernafas
dan menurunkan kerja nafas,
8.berikan minum hangat memberikan kelembaban
pada membran mukosa dan
membantu pengenceran
sekret.

Edukatif
9.Anjurkan teknik batuk efektif

Kolaborasi
10.Kolaborasikan dengan
dokter untuk pemberian
analgesic

3. Setelah dilakukan Observasi 1.Untuk mengetahui keadaan


tindakan keperawatan 1. Monitor pasien
selama 3x24 jam frekuensi,irama,kedalaman dan
dihararpkan gangguan upaya napas
pertukaran gas pada 2.Batuk efektif digunakan
pasien dapat teratasi 2. Monitor kemampuan batuk supaya sputum dapat keluar
dengan kriteria hasil : efektif

a.menunjukan kadar 3. Monitor saturasi oksigen dan 3.Saturasi oksigen yang


ventilasi dan oksigen nilai AGD menurun mengindiksikn
dalam normal adanya gangguan dalam
perafasan/gas
b. TTV normal
Terapeutik 4.Untuk membantu pasien
c.Memelihara 4.Siapkan dan atur pemberian dalam bernafas
kebersihan paru-paru oksigen
5. Manifestasi distress
d.Suara napas bersih 5.Pertahankan kepatenan jalan pernafasan tergantung pada
napas indikasi derajat keterlibatan
paru dan status kesehatan
umum

6.Bersihkan sekret pada 6. Produksi sekret yang


mulut,hidung dan trakea jika berlebih membuat klien sulit
perlu bernapas

7.Fasilitasi mengubah posisi 7.Membantu ekspansi paru


senyaman mungkin

Edukasi 8.Untuk membantu klien


8.Ajarkan pasien dan keluarga disaat sulit bernapas
cara menggunakan oksigen di
rumah
9.Mengurangi rasa stress
9.Ajarkan teknik relaksasi
napas dalam

Kolaborasi 10. Untuk memnentukan


10.Kolaborasi penentuan dosis kadar oksigen yang
oksigen diperlukan

11.Kolaborasi penggunaan 11. Untuk memudahkan


oksigen saat aktivitas dan/tidur pasien bernapas saat
aktivitas/tidur
4 Setelah dilakukan Observasi 1. Untuk menentukan
tindakan keperawatan 1. Identifikasi status nutrisi intervensi selanjutnya
selama 3 x 24 jam
diharapkan masalah 2. Montitor asupan makanan 2.Untuk mengetahui respon
defisit nutrisi pada adanya mual dll
klien dapat teratasi
dengan kriteria hasil: 3. Monitor berat badan 3. Berat badan yang turun
a.Status nutrisi berlebihmenandakan ada nya
membaik defsiit nutrisi

b.Asupan makanan 4.Identifikasi perlunya selang 4. Pasien dengan gangguan


meningkat nasogatrik menelan diperlukan
pemasangan ngt
c.Berat badan ideal
5. Monitor hasil pemeriksaan 5. Menentukan jenis
d.status hidrasi laboratorium diet/mkanan yang diberikan
membaik
Terapeutik
e.Hasrat untuk 6. Lakukan oral hygiene 6.Untuk meningkatkan rasa
keinginan makan sebelum makan,jika perlu nyaman, mengurangi rasa
bau dalam mulut

7. Sajikan makanan secara 7.Untuik meningkatkan nafsu


menarik dan suhu yang sesuai makan pasien

8. Berikan makanan tinggi 8.Mencegah konstipasi


serat untuk mencegah
konstipasi

9. Berikan makanan tinggi 9.Makanan dengan tinggi


kalori dan protein kalori dan protein dapat
meningkatkan berat badan

10. Hentikan pemberian makan 10.Selang ngt diberikan pada


melalui selang nasogatrik jika pasien dengan gangguan
asupan oral dapat ditoleransi menelan atau yang sulit
untuk makan sendiri
Edukasi 11.Program diet yang sesuai
11.Ajarkan diet yang dapat meningkatkan
diprogramkan keberhasilan pada klien
defisit nutrisi
Kolaborasi
12.Kolaborasi dengan ahli gizi 12. Supaya program diet
untuk menentukan jumlah berhasil pada klien
kalori dan jenis nutrien yang
dibutuhkan,jika perlu

5. Setelah dilakukan Observasi


tindakan keperawatan 1. Monitor tanda-tanda 1.Untuk menentukan
selama ..x24 ansitas(vrbal maupun intervensi selanjutnya
diharapkan masalah nonverbal)
kecemasan dapat
teratasi dengan Terapeutik 2.Suasana teraputik
kriteria hasil: 2. Ciptakan suasana terapeutik dibutuhan untuk mengurangi
untuk menumbuhkan kecemasan
a. anak dan keluarga kepercayaan
tidak cemas
b.tidak gelisah 3. Temani pasien untuk 3.Mengurangi kecemasan
c. tampak tenang mengurangi kecemasan,jika pada anak
perlu

4. Tempatkan barang pribadi 4.Barang


yang yang memberikan pribadi(favorit)meningkatkan
kenyamanan rasa nyaman dan mnegurangi
kecemasan

5. Berikan terapi bermain 5.PLB untuk melatih napas


meniup balon untuk melatih dalam,meningktkan ekpansi
napas dalam(pursed lip aru
breathing)
6.Mengurangi rasa jenuh dan
6. Berikan terapi bermain cemas pada anak
melipat kertas

Edukasi
7. Informasikan secara faktual 7.Meningkatkan pengetahuan
mengenai diagnosis, informasi pada
pengobatan, dan prognosis keluarga/pasien

8. Anjurkan keluarga untuk 8.Mengurangi rasa


bersama pasien,jika perlu takut,cemas pada anak

9. Latih kegiatan pengalihan 9.Mengurangi rasa cemas


untuk mengurangi ketegangan

10. Latih teknik relaksasi 10. Meningkatkan rasa


nyaman dan mnegurangi asa
stress/cemas pada anak

Kolaborasi
11. Kolaborasikan untuk 11. Untuk mengurangi rasa
pemberian antiansietas,jika cemas pada klien
perlu

D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi adalah pelaksanaan dari intervensi untuk mencapai tujuan yang spesifik.
Tahap implementasi dimulai setelah intervensi disusun dan ditujukan pada nursing orders
untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan (Nursalam, 2013).

E. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan keberhasilan dari diagnosa keperawatan, intervensi dan implementasi. Tujuan
evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan (Nursalam, 2013)
DAFTAR PUSTAKA

Adefri, W., 2016. Hubungan Faktor Resiko Terhadap Kejadian Asma Pada Anak Di RSUP Dr.
M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas, P. 313.
Behman, Kliegman & Arvin, N., 2000. Nelson Textbook Of Pediatrics. Jakarta: EGC. Brunner &
Suddarth, 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC. Bulechek, Gloria
Dian, K, 2017. Hubungan Perilaku Caring Perawat Dengan Tingkat Kecemasan Akibat
Hospitalisasi Pada Anak Usia Toddler Di Ruang Rawat Inap Anak Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Bantul, Yogyakarta, Yogyakarta: Stikes Jendral Achmad Yani. Dinkes Jatim,
P., 2014.
NANDA International Inc. Nursing Diagnoses: Definitions & Classifications 2015-2017. 10 ed.
s.l.:John Wiley & Sons Inc.
Kemenkes RI. (2010). Pneumonia Balita. Jakarta: Jendela Epidemiologi.
Kyle, 2014. Buku Ajar Keperawatan Pediatri. Jakarta: EGC.
Kyle. (2014). Buku Ajar Keperawatan Pediatri. Jakarta: EGC.
Lubis, 2005. Fisioterapi Dada Pada Penyakit Paru Anak,
Muttaqin, A., 2012. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernafasan.
Jakarta: Salemba Medika.
Ngastiyah, 2014. Perawatan Anak Sakit, 2 ed. Jakarta: EGC.
Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC Jilid 1. Jakarta:EGC
PPNI.2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia(SDKI) Edisi I Cetakan III(Revisi).Jakarta
PPNI.2018.Standar Intervensi Keperawatan Indonesia(SIKI) Edisi Cetakan II.Jakarta

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA SISTEM PERNAPASAN: ASMA PADA ANAK

(Ditujukan untuk memenuhi tugas Keperawatan Medikal Bedah 1)


Disusun oleh:

Aisyah Andjar Hidayat

(E.0105.18.003

PRODI DIII KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BUDI LUHUR CIMAHI

2021/2021

A. DEFINISI
Asma adalah penyakit inflamasi (peradangan) kronik saluran napas yang ditandai
dengan adanya mengi, batuk, dan rasa sesak di dada yang berulang dan timbul terutama
pada malam atau menjelang pagi akibat penyumbatan saluran pernapasan. (Infodatin,
2017).
Asma merupakan proses inflamasi kronik saluran pernapasan menjadi
hiperesponsif, sehingga memudahkan terjadinya bronkokonstriksi, edema, dan
hipersekresi kelenjar.(Nelson, 2013).
Asma adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami penyempitan karena
hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan. (Amin &
Hardi, 2016).Beberapa faktor penyebab asma, antara lain umur pasien, status atopi, faktor
keturunan, serta faktor lingkungan. Asma dibedakan menjadi 2 jenis, (Amin & Hardi,
2016) yakni :
1. Asma bronkial
Penderita asma bronkial, hipersensitif dan hiperaktif terhadap rangsangan dari
luar, seperti debu rumah, bulu binatang, asap dan bahan lain penyebab alergi. Gejala
kemunculannya sangat mendadak, sehingga gangguan asma bisa datang secara tiba-
tiba. Gangguan asma bronkial juga bisa muncul lantaranadanya radang yang
mengakibatkan penyempitan saluran pernapasan bagian bawah. Penyempitan
iniakibat berkerutnya otot polos saluran pernapasan, pembengkakan selaput lendir,
dan pembentukan timbunan lendir yang berlebihan.
2. Asma kardial
Asma yang timbul akibat adanya kelainan jantung. Gejala asma kardial biasanya
terjadi pada malam hari, disertai sesak napas yang hebat. Kejadian ini disebut
nocturnal paroxymul dispnea. Biasanya terjadi pada saat penderita sedang tidur.

B. Etiologi

Obstruksi jalan napas pada asma disebabkan oleh:


1. Kontraksi otot sekitar bronkus sehingga terjadi penyempitan napas.

2. Pembengkakan membrane bronkus

3. Bronkus berisi mucus yang kental

Adapun faktor predisposisi pada asma yaitu:

1. Genetik

Diturunkannya bakat alergi dari keluarga dekat, akibat adanya bakat alergi
ini penderita sangat mudah terkena asma apabila dia terpapar dengan faktor
pencetus.

Adapun faktor pencetus dari asma adalah:

a. Alergen
Merupakan suatu bahan penyebab alergi. Dimana ini dibagi menjadi tiga,
yaitu:

 inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu,


bulu binatang, serbuk bunga, bakteri, dan polusi.
 Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan dan obat-
obatan tertentu seperti penisilin, salisilat, beta blocker, kodein,
dan sebagainya.
 Kontaktan, seperti perhiasan, logam, jam tangan, dan aksesoris
lainnya yang masuk melalui kontak dengan kulit.
b. Infeksi saluran pernapasan
Infeksi saluran pernapasan terutama disebabkan oleh virus.Virus
Influenza merupakan salah satu faktor pencetus yang p menimbulkan
asma bronkhial, diperkirakan dua pertiga penderita asma dewasa
serangan asmanya ditimbulkan oleh infeksi saluran pernapasan (Nurarif
& Kusuma, 2015)

c. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa yang dingin sering mempengaruhi asma,
perubahan cuaca menjadi pemicu serangan asma.

d. Lingkungan kerja
Lingkungan kerja merupakan faktor pencetus yang menyumbang 2-15%
klien asma. Misalnya orang yang bekerja di pabrik kayu, polisi lalu lintas,
penyapu jalanan.

e. Olahraga
Sebagian besar penderita asma akan mendapatkan serangan asma bila
sedang bekerja dengan berat/aktivitas berat. Lari cepat paling mudah
menimbulkan asma

f. Stress
Gangguan emosi dapat menjadi pencetus terjadinya serangan asma, selain
itu juga dapat memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping
gejala asma harus segera diobati penderita asma yang mengalami stres
harus diberi nasehat untuk menyelesaikan masalahnya. (Wahid &
Suprapto, 2013).

C. Klasifikasi
Asma Keparahan asma juga dapat dinilai secara retrospektif dari tingkat obat
yang digunakan untuk mengontrol gejala dan serangan asma. Hal ini dapat dinilai jika
pasien telah menggunakan obat pengontrol untuk beberapa bulan. Yang perlu dipahami
adalah bahwa keparahan asma bukanlah bersifat statis, namun bisa berubah dari waktu-
waktu, dari bulan ke bulan, atau dari tahun ke tahun, (GINA, 2015) Adapun
klasifikasinya adalah sebagai berikut :
1. Asma Ringan Adalah asma yang terkontrol dengan pengobatan tahap 1 atau tahap 2,
yaitu terapi pelega bila perlu saja, atau dengan obat pengontrol dengan intensitas
rendah seperti steroid inhalasi dosis rendah atau antogonis leukotrien, atau kromon.
2. Asma Sedang Adalah asma terkontrol dengan pengobatan tahap 3, yaitu terapi dengan
obat pengontrol kombinasi steroid dosis rendah plus long acting beta agonist
(LABA).
3. Asma Berat Adalah asma yang membutuhkan terapi tahap 4 atau 5, yaitu terapi
dengan obat pengontrol kombinasi steroid dosis tinggi plus long acting beta agonist
(LABA) untuk menjadi terkontrol, atau asma yang tidak terkontrol meskipun telah
mendapat terapi.
Perlu dibedakan antara asma berat dengan asma tidak terkontrol. Asma yang tidak
terkontrol biasnya disebabkan karena teknik inhalasi yang kurang tepat, kurangnya
kepatuhan, paparan alergen yang berlebih, atau ada komorbiditas. Asma yang tidak
terkontrol relatif bisa membaik dengan pengobatan. Sedangkan asma berat merujuk
pada kondisi asma yang walaupun mendapatkan pengobatan yang adekuat tetapi sulit
mencapai kontrol yang baik.

D. PATOFISIOLOGI
Inflamasi saluran napas pada klien asma merupakan hal yang mendasari gangguan
fungsi yaitu terdapatnya obstruksi saluran saluran napas yang menyebabkan hambatan
aliran udara yang dapat kembali secara spontan atau setelah pengobatan (Sundaru, 2009).
Obstruksi pada klien asma dapat disebabkan oleh kontraksi otot-otot yang mengelilingi
bronkus dengan mukus yang kental (Smeltzer dkk.,2010). Keterbatasan aliran udara
disebabkan oleh berbagai perubahan di jalan napas, antara lain:
1) Bronkokonstriksi. Pada asma, kejadian fisiologis dominan yang menyebabkan gejala
klinis adalah penyempitan saluran napas dan gangguan berikutnya dengan aliran
udara. Pada ekserbasi asma akut, kontraksi otot polos bronkial(bronkokonstriksi)
terjadi dengan cepat untuk mempersempit jalan napas sebagai respons terhadap
paparan berbagai rangsanagn termasuk alergen atau iritasi. Alergen akan
menstimulasi pelepasanmediator igE mencakup hiastamin, tryptase,leukotrien, dan
prostaglandinyang secara langsung mengendalikan otot polos jalan napas(Busse dan
Lemanske,2001).
2) Edema jalan napas. Edema pada jalan napas terjadi karena proses perasangan berupa
peningkatan permeabilitasvascular. Edema jalan napas tersebut akan mempersempit
diameter bronkus dan membatasi aliran udara. Selain itu, perubahan struktural
termasuk hipertrofi dan hiperplasia pda otot polos saluran napas juga dapat
berpengaruh.
3) Hipersekresi mukus. Sekresi mukus terjadi sebagai mekanisme fisiologis dari
masuknya iritan. Pada asma bronkhial , pengeluaran mukus terjadi secara berlebihan
sehingga semakin menganggu bersihan jalan napas.

pathway

Factor pencetus Antigen yang terikat IGE Mengeluarkan mediator: Permiabilitas Edema mukosa, sekresi
-allergen Permukaan sel mast histamine,platelet, bradikinin kapiler meningkat produktif, kontriksi otot polos
-Stress meningat
-cuaca

Spasme otot
polos sekresi Konsentrasi O2 dalam
kelenjar bronkus darah menurun
Penyempitan/obs hiperkapnea Gelisah - ansietas
truksi proksimal hipoksemia
dari pd tahap
Suplai O2, keotak koma
ekpirasi dan
inpirasi
-mucus Gangguan pertukaran gas Asidosis metabolik Suplai darah dan O2
berlebihan Tekanan partial kejantung berkurang
-batuk oksigen
-wheezing dialveoli
Suplai O2, kejaringan Perfusi jaringan perifer Penurunan cardiac output
-sesak nafas
Ketidakefektifan
bersihan jalan Penyempitan jalan Penurunan curah jantung Tekanan darah menurun
nafas pernafasan

Peningkatan kerja otot hiverpentilasi Kebutuhan O2 Kelemahan dan keletihan

pernafasan Retensi O2 Asidasis Intoleransi aktivitas


respiratorik
Nafsu makan Ketidakefektifan pola
nafas
E. PEMERIKASAAN GIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan arus puncak ekspirasi dengan alat peak flow rate meter.
2. Uji revisibilitas (dengan bronkodilator)
3. Uji Provokasi bronkus, untuk menilai ada atau tidaknya hiperaktivitas bronkus.
4. Uji alergi (skin prick test) untuk menilai adanya tidaknya alergi
5. Foto toraks untuk menyingkirkan penyakit selain asma.

F. PENATALKASANAAN
1. Farmakologi/ medis
a. Obat pengontrol asma jangka panjang, umumnya dikonsumsi setiap hari. Jenis
pengobatan kontrol jangka panjang meliputi:
1) nhalasi kortikosteroid. Obat antiinflamasi ini meliputi fluticasone (Flonase,
Flovent HFA),budesonide (Pulmicort Flaxhaler, Rhinocort), flunisolide
(Aerospoan HFA),ciclesonide (Alvesco Omnaris, Zetonna), beklometa dan
flucasone furoate( Arnuity Ellipta). Tidak seperti kortikoserod oral, obat
kortikosteroid ini memiliki risiko efek samping yang relatif rendah dan
umumnya aman untuk penggunaan jangka panjang.
2) Leutrien modifier. Obat oral ini membantu meringankan gejala asma hingga
24 jam. Yang termasuk obat jenis ini antara lainmontelukast(singulair),
zafirlukast(Accolate) dan zileuton(Zyflo). Dalam kasus yang jarang terjadi,
obat-obatan ini diakitkan dengan reaksi psikologis, seperti agitasi, agresi,
halusinasi, depresi, dan pemikiran bunuh diri.
3) Agonis beta long acting. Obat inhalasi ini meliputi salmeterol dan formeterol
yang berfungsi membuka saluran udara.
4) Inhaler kombinasi. Obat-obat ini mengandung agonis beta long acting
bersamaan dengan kortikosteroid . Yang termasuk jenis ini antara lain
fluticasone-salmeterol (Advair Diskus), budesonide-formoterol (Symbiocort)
dan formoterol-mometasone (Dulera).
5) Teoflin(theo-24, Elixophyllin) adalah terapi oral rutin yang membantu dilatasi
bronkus(bronkodilator) dengan merelaksasi otot-otot disekitar saluran udara.
b. Obat emergency digunakan sesuai kebutuhan untuk pemulihan gejala jangka
pendek yang cepat selama serangan asma. Jenis obat ini meliputi:
1) Bronkodialtor kerja cepat , bertindak dalam beberapa menit untuk segera
mengurangi gejala selama serangan asma. Obat yang termasuk golongan ini
antara lain albuterol(ProAir HFA, Ventolin HFA) dan levabuterol(Xopenex).
Obat ini di gunakan dengan inhaler genggam atau nebulizer portabel.
2) Ipratropium(Atrovent). Seperti bronkodilator lainnya, ipratropium bekerja
cepat untuk segera merelaksasikan saluran napas. Obat ini banyak digunakan
untuk emfisema dan bronkitis kronis, tapi kadang digunakan untuk mengobati
serangan asma.
3) Kortikosteroid oral dan intravena. Obat –obat ini meredakan peradangan
saluran napas yang disebabkan oleh asma berat. Yang termasuk dalam obat ini
antara lain prednison dan methylprednison. Obat ini dapat menyebabkan efek
samping yang serius jika digunakan dalam jangka panjang. Jadi obat ini hanya
digunakan untuk jangka pendek untuk asma yang parah.
2. Non Medis/non Farmakologi
a. Fisioterapi dada dan batuk efektif membantu pasien untuk mengeluarkan sputum
dengan baik
b. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik
c. Berikan posisi tidur yang nyaman (semi fowler)
d. Anjurkan untuk minum air hangat 1500-2000 ml per hari
e. Usaha agar pasien mandi air hangat setiap hari
f. Hindarkan pasien dari faktor pencetus.

G. PROSES KEPERAWATAN
 Pengkajian Menurut Nuraruf & Kusuma (2015), meliputi :
1. Biodata Identitas
pasien berisikan nama pasien, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, tanggal masuk
sakit, rekam medis.
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang timbul pada klien dengan asma adalah dispnea (sampai bisa
berhari-hari atau berbulan-bulan), batuk, dan mengi (pada beberapa kasus lebih
banyak paroksimal).
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
Terdapat data yang menyatakan adanya faktor prediposisi timbulnya penyakit ini, di
antaranya adalah riwayat alergi dan riwayat penyakit saluran nafas bagian bawah
(rhinitis, utikaria, dan eskrim).
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien dengan asma sering kali didapatkan adanya riwayat penyakit turunan, tetapi
pada beberapa klien lainnya tidak ditemukan adanya penyakit yang sama pada
anggota keluarganya.
5. Pemeriksaan fisik
a. nspeksi
1) Pemeriksaan dada dimulai dari torak posterior, klien pada posisi duduk
2) Dada diobservasi
3) Tindakan dilakukan dari atas (apeks) sampai kebawah
4) Inspeksi torak posterior, meliputi warna kulit dan kondisinya, skar, lesi,
massa, dan gangguan tulang belakang, seperti kifosis, skoliosis, dan lordosis.
5) Catat jumlah, irama, kedalaman pernapasan, dan kesimetrisan pergerakkan
dada.
6) Observasi tipe pernapasan, seperti pernapasan hidung pernapasan diafragma,
dan penggunaan otot bantu pernapasan.
7) Saat mengobservasi respirasi, catat durasi dari fase inspirasi (I) dan fase
eksifirasi (E). Rasio pada fase ini normalnya 1:2. Fase ekspirasi yang
memanjang menunjukkan adanya obstruksi pada jalan napas dan sering
ditemukan pada klien Chronic Airflow Limitation (CAL) / Chornic
obstructive Pulmonary Diseases (COPD)
8) Kelainan pada bentuk dada
9) Observasi kesimetrisan pergerakkan dada. Gangguan pergerakan atau tidak
adekuatnya ekspansi dada mengindikasikan penyakit pada paru atau pleura
10) Observasi trakea abnormal ruang interkostal selama inspirasi, yang dapat
mengindikasikan obstruksi jalan nafas.
b. Palpasi
1) Dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada dan mengobservasi
abnormalitas, mengidentifikasikan keadaan kulit, dan mengetahui vocal/
tactile premitus (vibrasi)
2) Palpasi toraks untuk mengetahui abnormalitas yang terkaji saat inspeksi
seperti : massa, lesi, bengkak.
3) Vocal premitus, yaitu gerakan dinding dada yang dihasilkan ketika
berbicara(Nuraruf & Kusuma, 2015)
c. Perkusi Suara perkusi normal :
1) Resonan (sonor) : bergaung, nada rendah. Dihasilkan pada jaringan paru
normal.
2) Dullnes : bunyi yang pendek serta lemah, ditemukan diatas bagian jantung,
mamae, dan hati
3) Timpani : musical, bernada tinggi dihasilkan di atas perut yang berisi udara
4) Hipersonan (hipersonor) : berngaung lebih rendah dibandingkan dengan
resonan dan timbul pada bagian paru yang berisi darah.
5) Flatness : sangat dullnes. Oleh karena itu, nadanya lebih tinggi. Dapat
terdengar pada perkusi daerah hati, di mana areanya seluruhnya berisi
jaringan. (Nuraruf & Kusuma, 2015)
d. Auskultasi
1) Merupakan pengkajian yang sangat bermakna, mencakup mendengarkan
bunyi nafas normal, bunyi nafas tambahan (abnormal).
2) Suara nafas abnormal dihasilkan dari getaran udara ketika melalui jalan nafas
dari laring ke alveoli, dengan sifat bersih.
3) Suara nafas normal meliputi bronkial, bronkovesikular dan vesikular.
4) Suara nafas tambahan meliputi wheezing : peural friction rub, dan crackles.
(Nuraruf & Kusuma, 2015)

 Analisa Data

Data Etiologi Masalah

DATA MAYOR Edema mukosa, sekresi Bersihan jalan napas tidak


Ds : - produktif, kontarksi otot efektif
Do: polos meningkat
1. Batuk tidak efektif atau
tidak mampu batuk
2.Sputum berlebih Spasme otot polos sekresi
3. Mengi, wheezing kelenjar bronkus
dan/atau ronkhi kering
Obstruksi proksimal dari
DATA MINOR bronkus pada tahap
Ds: ekspirasi dan inspirasi
1.Dispnea
2.Sulit bicara -Mucus Berlebih
3.Ortopnea -Batuk
-Wheezing
Do: -Sesak Napas
1.Gelisah
2.Sianosis Ketidakefektifan jalan
3. Bunyi napas menurun napas
4.Frekuensi napas berubah
5.Pola napas berubah

DATA MAYOR Penyempitan jalan Ketidakefektifan pola


Ds: pernapasan napas

1.Dispnea

Peningkatan kerja otot


Do:
pernapasan
1. Penggunaan otot bantu
pernapasan
Ketidakefektifan pola
2. Fase ekpirasi
napas
memanjang
3. Pola napas abnormal

DATA MINOR
Ds:
1.Ortopnea

Do:
1.Pernapasan pursed-lip
2.Pernapasan cuping
hidung
3.Tekanan ekspirasi
menurun
4. Eksursi dda berubah
5. Kapasitas vital menurun
6.Diameter thoraks
anterior-posterior
meningkat

DATA MAYOR Suplai darah dan O2 Intoleransi aktivitas


Ds: kejantung berkuang
1.Mengeluh lelah
Penurunan Cardiac output
Do:
1.Frekuensi jantung
meningkat >20% dari Tekanan darah menurun
kondisi istirahat
DATA MINOR Kelemahan dan keletihan
Ds:
1.Dispnea saat/setelah Intoleransi aktivitas
aktivitas
2. Merasa tidak nyaman
setelah beraktivitas
3. Merasa lemah

Do:
1.Tekanan darah berubah
>20%dari kondisi terkait
2.Gambaran EKG
menunjukkan aritmia
sat/setelah aktivitas
3. Gambaran EKG
menunjukan iskemia
4. Sianosis

DATA MAYOR Hiperkapnea Ansietas


Ds:
1.Merasa bingung Gelisah
2.Merasa khawatir dengan
akibat kondisi yang hadapi
3. Sulit berkonsentrasi Ansietas

Do:

1.Tampak gelisah
2. Tampak tegang
3.Sulit tidur

DATA MINOR
Ds:
1.Mengeluh pusing
2.Anoreksia
3.Palpitasi
4.Merasa tidak berdaya

Do:
1.Frekuensi napas
meningkat
2.Frekuensi nadi
meningkat
3.Tekanan darah
meningkat
4.Diaforesis
5.Tremor
6.Muka tampak pucat
7.Suara bergetar
8.Kontak mata buruk
9. Sering berkemih
10.Berorientasi pada masa
lalu.

 Diagnosa Keperawatan
diagnosa keperawatan yang dapat diambil pada pasien dengan asma adalah :
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan mucus dalam jumlah
berlebihan, peningkatan produksi mucus, eksudat dalam alveoli dan
bronkospasme
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan keletihan otot pernafasan dan
deformitas dinding dada
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan antara suplai dan kebutuhan oksigen
(hipoksia) kelemahan
4. Ansietas berhubungan dengan penyakit yang diderita

 Rencana/Intervensi keperawatan

Diagnosa Kriteria/hasil Intervensi Rasional


Ketidakefektifan Setelah dilakukan Obesrvasi Observasi
bersihan jalan nafas implementasi selama 1x24 1.      Kaji fungsi 1. takipnea biasanya
berhubungan jam maka di dapatkan respirasi antara lain ada pada beberapa
dengan dengan suara, jumlah, derajat dan dapat
Penumpukan mukus kteria hasil: irama, dan ditemukan pada
yang berlebih 1. prequensi kedalaman nafas, penerimaan atau
pernafasan membaik serta catat pula selama adanya stress/
2. ekpansi dada mengenai proses infeksi akut
simetris penggunaan otot
3. pola nafas membaik nafas tambahan.
4. pengeluaran sputum
5. tidak didapatkan 2..      Monitor
penggunaan otot tanda-tanda vital 2. acuhan mengetahui
tambahan kadar umumpasien
6. ortopneu menurun Terapeutik
7. pemanjangan fase 1.      Auskultasi Terapeutik
ekspirasi cukup suara nafas 1.Ronchi dan mengi
meningkat menyertai obstruksi
jalan nafas/kegagalan
2. Atur posisi pernafasan
pasien semi fowler 2. Membantu ekspansi
paru..
3. Berikan air
hangat 3. penggunaan cairan
hangat dapat
menurunkan spasme
bronkus.
Edukasi
1. Ajarkan pasien Edukasi
batuk efektif 2.Membantu
mengeluarkan sputum
dimana dapat
mengganggu ventilasi
dan ketidaknyamanan
upaya bernafas.
Kolaborasi :
1. Kolaborasi Kolaborasi:
dengan dokter 1.memaksimalkan
dalam pemberian bernafas dan
oksigen menurunkan kerja
nafas, memberikan
kelembaban pada
membran mukosa dan
membantu
pengenceran sekret.
Pola napas tidak Setelah dilakukan Asuhan Observasi Observasi
efektif berhubungan keperawatan selama 2x24 1.      Monitor TTV 1.acuhan mengetahui
dengan penurunan didapatkan hasil : klien kadar umum pasien
energi atau 1.Frekuensi napas membaik 2.monitor 2.membantu
kelelahan (5) kemampuan batuk mengeluarkan sputum
2.Kedalaman napas efektif
membaik (5)
3.Ekskursi dada membaik Terapeutik Terapeutik
(5) 1.      Berikan 1.Membantu
manajemen nyeri : meminimalkan kolaps
ajarkan tarik nafas jalan nafas.
dalam
2.berikan minum 2.mengurangi mual
hangat
3. auskultasi bunyi 3.Ronchi dan mengi
napas menyertai obstruksi
jalan nafas/kegagalan
pernafasan
Edukatif Edukatif
1.Anjurkan teknik 1.Mengeluarkan
batuk efektif sputum

Kolaborasi
1.Kolaborasikan Kolaborasi
dengan dokter 1.memaksimalkan
untuk pemberian bernafas dan
analgesic menurunkan kerja
nafas, memberikan
kelembaban pada
membran mukosa dan
membantu
pengenceran sekret.

Intoleransi Aktifitas Setelah dilakukan Observasi Observasi


berhubungan Asuhan keperawatan 1.monitor pola dan 1.mengetahui
dengan selama ..x24 didapatkan jam tidur kebiasaan tidur klien
ketidakseimbangan hasil : 2.monitor 2.mengurangi
antara suplai dan 1.Frekuensi nadi kelelahan fisik dan kelelahan dan tekanan
kebutuhan oksigen meningkat (5) emosional berlebih
2.kemudahan dalam
melakukan aktifitas Terapeutik Terapeutik
sehari-hari meningkat 1.      Berikan 1.meningkatkan
(5) posisi nyaman pada istirahat dan
3.kecepatan berjalan klien ketenangan,
meningkat (5) menyediakan energi
4. Kekuatan tubuh
baigian atas meningkat 2.    Berikan 2.menurunkan stres
(5) lingkungan yang dan rangsang
5.kekuatan tubuh bagian nyaman pada klien berlebihan.
bawah meningkat (5) Edukasi
Edukasi
1.    anjurkan
melakukan aktifitas 1.meningkatkan
secara bertahap aktivitas secara
Kolaborasi bertahap
1. kolaborasi
dengan ahli gizi Kolaborasi
tentang cara 1.menentukan kalori
meningkatkan individu dan kebutuhan
asupan makanan nutrisi dalam
pembatasan

Ansietas Setelah dilakukan Observasi Observasi


berhubungan keperawatan selama 24 jam 1.Monitor tanda- 1.Pemahaman bahwa
dengan krisis diharapkan masalah teratasi tanda ansietas perasaan normal dapat
situasi,pola interaksi 1. Klien mampu membantu klien
mengidentifikasi meningkatkan
dan mengungkapkan beberapa perasan
gejala cemas Terapeutik control emosi
2. Mengidentifikasi 1.Cipatakan Terapeutik
dan menunjukan suasana terapeutik 1. Menurunkan
teknik untuk 2.Latih teknik stimulus berlebih
mengoontrol relaksasi 2.meminimalkan
kecemasan 3.Ciptakan kolaps jalan napas
3. Ttv dalam batas lingkungan tenang 3.Menurunkan stimulus
normal yang berlebihan dapat
Edukatif menurunkan
1.Anjurkan kecemasan
mengambil posisi Edukatif
nyaman 1. meningkatkan
Kolaborasi istirahat dan
1.Kolaborasi ketenangan,
dengan dokter menyediakan energi.
pemberian obat Kolaborasi
cemas 1.Mengurangi tingkat
kecemasan klien

Daftar Pustaka

Fina,Scholastica.2019.Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gagguan Sistem


Pernapasan.Yogyakarta:Pustaka Baru Press
Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC Jilid 1. Jakarta:EGC
PPNI.2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia(SDKI) Edisi I Cetakan III(Revisi).Jakarta
PPNI.2018.Standar Intervensi Keperawatan Indonesia(SIKI) Edisi Cetakan II.Jakarta
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN : DIARE
(Ditujukan untuk memenuhi tugas Keperawatan Anak)

Dosen Pembimbing :
Windasari Aliarosa, S.kep, Ners.,MAN
Disusun Oleh:
Dalim Daryanto (E.0105.18.009)

PRODI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BUDI LUHUR CIMAHI
2018/2021
LAPORAN PENDAHULUAN DIARE PADA ANAK
A. DEFINISI
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah tinja yang lebih banyak dari
biasanya (normal 100-200 cc/jam tinja). Dengan tinja berbentuk cair /setengah padat, dapat
disertai frekuensi yang meningkat. Menurut WHO (1980), diare adalah buang air besar encer
lebih dari 3 x sehari.

Diare didefinisikan sebagai buang air besar lembek atau cair bahkan dapat berupa air
saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (3 kali atau lebih dalam sehari) (Depkes RI
Ditjen PPM dan PLP, 2002). Diare terbagi 2 berdasarkan mula dan lamanya , yaitu diare
akut dan kronis (Mansjoer,A.1999,501).

Berdasarkan dari pendapat para ahli maka dapat disimpulkan Diare adalah buang air
besar (BAB) yang tidak normal, berbentuk tinja cair disertai lendir atau darah atau lendir saja,
frekuensi lebih tiga kali sehari.

Menurut pedoman MTBS (2000), diare dapat dikelompokkan menjadi :

 Diare akut : terbagi atas diare dengan dehidrasi berat, diare dengan dehidrasi sedang,
diare dengan dehidrasi ringan
 Diare persiten : jika diare berlangsung 14 hari/lebih. Terbagi atas diare persiten
dengan dehidrasi dan persiten tanpa dehidrasi
 Disentri : jika diare berlangsung disertai dengan darah.

B. ETIOLOGI

Terdapat 3 bahan dalam etiologi diare pada anak :

1. Diare Akut

a. Bakteri penyebab diare akut antara lain organisme : Escherichia coli dan Salmonella
serta Shigella. Diare akibat toksin Clostridium difficile dapat diberikan antibiotoik.
b. Rotavirus merupakan penyebab diare nonbakteri (gastroenteritis) yang paling sering.
c. Penyebab lain diare akut adalah infeksi lain (mis. infeksi traktus urinarius dan
pernapasan atas), pemberian makan yang berlebihan, antibiotic, toksin yang teringesti,
iriitable bowel syndrome, enterocolitis dan intoleransi terhadap laktosa.

2. Diare kronis biasanya dikaitkan dengan satu atau lebih penyebab berikut ini

a. Sindrom malabsorpsi
b. Defek anatomis
c. Reaksi alergik
d. Intoleransi laktosa
e. Respon inflamasi
f. Imunodefisiensi
g. Gangguan motilitas
h. Gangguan endokrin
i. Parasit
j. Diare nonspesifik kronis

3. Faktor prediposisi diare antara lain, usia yang masih kecil, malnutrisi, penyakit kronis,
penggunaan antibiotic, air yang terkontaminasi, sanitasi atau hygiene buruk, pengelolaan dan
penyimpangan makanan yang tidak tepat.

C. MANIFESTASI KLINIS

Tanda dan gejala anak yang menderita diare, yaitu:

a. Bayi atau anak menjadi cengeng dan gelisah


b. Suhu tubuh meninggi/demam
c. Feces encer, berlendir atau berdarah
d. Warna feces kehijauan akibat bercampur dengan cairan empedu
e. Anus lecet
f. Muntah sebelum dan sesudah diare
g. Anoreksia
h. Gangguan gizi akibat intake makanan kurang
i. Terdapat tanda dan gejala dehidrasi, yaitu penurunan berat badan, turgor kulit
berkurang, mata dan ubun-ubun besar cekung, membran mukosa kering.
j. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer
k. Keram abdominal
l. Mual dan muntah
m. Lemah
n. Pucat
o. Perubahan TTV : Nadi dan pernafasan cepat.
p. Menurun atau tidak ada pengeluaran urine

D. KLASIFIKASI

1. Diare Akut : yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya kurang dari
7 hari)
2. Disentri : yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya
3. Diare Persisten : yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terus menerus
4. Diare dengan masalah lain : anak yang menderita diare (diare akut dan persisten)
mungkin juga disertai penyakit lain seperti demam, gangguan gizi atau penyakit
lainnya.

Diare akut dapat mengakibatkan :

1. Kehilangan air dan elektrolit serta gangguan asam basa yang menyebabkan dehidrasi,
asidosis metabolic dan hypokalemia
2. Gangguan sirkulasi darah, dapat berupa renjatan hipovolemik sebagai akibat diare
dengan atau tanpa disertai muntah
3. Gangguan gizi yang terjadi akibat keluarnya cairan berlebihan karena diare dan
muntah
E. PATOFISIOLOGI

Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah:

1. Gangguan osmotic

Adanya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan
osmotik dalam lumen usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektroloit
ke dalam lumen usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk
mengeluarkannya sehingga timbul diare.

2. Gangguan sekresi

Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam lumen usus dan selanjutnya timbul
diare kerena peningkatan isi lumen usus.

3. Gangguan motilitas usus

Hiperperistaltik akan menyebabkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap


makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan
mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya dapat timbul diare pula.

4. Selain itu diare juga dapat terjadi, akibat masuknya mikroorganisme hidup ke dalam
usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung, mikroorganisme tersebut
berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin dan akibat toksin tersebut terjadi
hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare.

Sedangkan akibat dari diare akan terjadi beberapa hal sebagai berikut:

a. Kehilangan air (dehidrasi)

Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari pemasukan (input),
merupakan penyebab terjadinya kematian pada diare.

b. Gangguan keseimbangan asam basa (metabik asidosis)


Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja. Metabolisme lemak
tidak sempurna sehingga benda kotor tertimbun dalam tubuh, terjadinya penimbunan
asam laktat karena adanya anorexia jaringan. Produk metabolisme yang bersifat asam
meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria) dan
terjadinya pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler kedalam cairan intraseluler.

c. Hipoglikemia

Hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita diare, lebih sering pada anak
yang sebelumnya telah menderita KKP. Hal ini terjadi karena adanya gangguan
penyimpanan/penyediaan glikogen dalam hati dan adanya gangguan absorbsi glukosa.
Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah menurun hingga 40 mg%
pada bayi dan 50% pada anak-anak.

d. Gangguan gizi

Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini disebabkan oleh:

 Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau muntah
yang bertambah hebat.
 Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengeluaran dan susu
yang encer ini diberikan terlalu lama.
 Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi dengan
baik karena adanya hiperperistaltik.
 Gangguan sirkulasi

Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (shock) hipovolemik, akibatnya


perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat,
dapat mengakibatkan perdarahan otak, kesadaran menurun dan bila tidak
segera diatasi klien akan meninggal.
PATHWAYS

Infeksi Makanan Psikologi

Berkembang di usus Toksik tidak dapat ANSIETAS

diserap

Hipersekresi air dan


Hiperperistaltik
elektrolit

Isi Usus Penyerapan makanan


di usus

DIARE

Frekuensi BAB Distensi Abdomen

Hilang cairan dan Mual Muntah


elektrolit berlebihan

Kerusakan Nafsu Makan


Gangguan integritas kulit
keseimbangan cairan
dan elektrolit
Ketidakseimban
gan nutrisi

Dehidrasi kurang dari


kebutuhan

Kekurangan
Resiko syok
volume cairan
(Hipovolemik)

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan tinja
b. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah astrup, bila
memungkinkan dengan menentukan pH keseimbangan analisa gas darah atau
astrup, bila memungkinkan
c. Pemeriksaan kadar ureum dan creatinine untuk mengetahui fungsi ginjal
b. Pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum, untuk mengetahui jasad renik atau parasite
secara kuantitatif, terutama dilakukan pada klien diare kronik

G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan medis primer diarahkan pada pengontrolan dan menyembuhkan
penyakit yang mendasari
a. Untuk diare ringan, tingkatan masukan cairan per orla : mungking diresepkan glukosa
oral dan larutan elektrolit .
b. Untuk diare sedang, obat-obatan non-spesifik, difenoksilat (Lomotif) dan loperamide
(Imodium) untuk menurunkan motilitas dari sumber-sumber non-infeksius.
c. Diresepkan antimicrobial jika telah teridentifikasi preparat infeksius atau diare
memburuk
d. Terapi IV untuk hidrasi cepat, terutama untuk pasien yang sangat muda atau lansia
Penalaksanaan diare akut pada anak :
a. Rehidrasi sebagai prioritas utama terapi :
Ada 4 hal yang penting diperhatikan agar dapat memberikan rehidrasi yang cepat dan
akurat, yaitu :
 Jenis cairan yang hendak digunakan
Pada saat ini cairan Ringer Laknat merupakan cairan pilihan karena tersedia
cukup banyak di pasaran meskipun jumlah kaliumnya rendah bila dibandingkan
dengan kadar kalium tinja. Bila RL tidak tersedia dapat diberikan NaCL isotonic
(0,9%) yang sebaiknya ditambahkan dengan 1 ampul Nabik 7,5 % 50 ml pada
setiap 1L NaCL isotonic. Pada keadaan diare akut awal yang ringan dapat
diberikan cairan oralit untuk mencegah dehidrasi dengan segala akibatnya.
 Jumlah cairan yang hendak diberikan
Pada prinsipnya jumlah cairan pengganti yang hendak diberikan harus sesuai
dengan jumlah cairan yang keluar dari badan. Jumlah kehilangan cairan dari
badan dapat dihitung dengan cara/rumus.

1. Cairan per oral


Pada klien dengan dehidrasi ringan atau sedang diberikan peroral berupa cairan
yang bersifat NaCl dan NaHCO dan glukosa. Untuk diare akut dan kolera pada
anak diatas 6 bulan kadar Natrium 90 mEg/1. Pada anak dibawah umur 6 bulan
dengan dehidrasi ringan-sedang kadar natrium 50-60 mEg/l. Formula lengkap
disebut oralit, sedangkan larutan gula garam dan tajin disebut formula yang tidka
lengkap karena banyak mengandung NaCl dan sukrosa.
2. Cairan parental
Diberikan pada klien yang mengalami dehidarasi berat, dengan rincian sebagai
berikut :
- Untuk anak umur 1 bln – 2 tahun BB : 3-10 Kg :
1 jam pertama : 40 ml/KgBB/ menit : 3 tetes /KgBB/menit (infuset berukuran 1ml
= 15 tetes atau 13 tts/KgBB/ menit (set infus 1 ml = 20 tetes).
7 jam berikutnya : 12 ml/kgBB/menit = 3 tetes/KgBB/ menit (infuset berukuran 1
ml = 15 tetes atau 4 tetes /kgBB/menit (set infus 1 ml = 20 tetes )
16 jam berikutnya : 125 ml/KgBB/ oralit
- Untuk anak lebih dari 2-5 tahun dengan BB 10-15 Kg :
1 jam pertama : 30 ml/kgBB/jam atau 8 tetes/kgBB/menit (1ml = 15 tetes atau 10
tetes/akagabba/menit (1 ml = 20 tetes)
- Untuk anak lebih dari 5-10 tahun dengan BB 15 – 25 Kg:
2 jam pertama : 20 ml/kgBB/jam atau 5 tetes/kgBB/menit (1 ml = 15 tetes atau 7
tetes/kgBB/menit (1 ml = 20 tetes)
7 jam berikut : 10 ml/KgBB/ jam atau 2,5 tetes/kgBB/menit (1 ml=15 tetes atau 3
tetes/kgBB/menit (1 ml = 20 tetes)
16 berikutnya : 105 ml/kgBB oralit per oral
- Untuk bayi baru lahir dengan BB 2-3 kg :
Kebutuhan cairan : 125 + 100 ml + 25 ml = 250 ml/kgBB/24 jam, jenis cairan 4:1
(4 bagian glukosa 5 % + 1 bagian NaHCO3 1 ½ %
Kecepatan : 4 jam pertama : 25 ml/kgBB/jam atau 6 tetes/kgBB/menit (1 ml = 15
tetes) 8 tetes/kgBB/menit (1 ml = 20 tetes)
- Untuk bayi BB lahir rendah
Kebutuhan cairan : 250 ml/kgBB/24 jam, jenis cairan 4 :1 (4 bagian glukosa 10%
+ 1 bagian NaHCO3 1 1/2 %)
b. Diuretik
Untuk anak dibawah 1 tahun dan di atas 1 tahun dengan BB kurang dari 7 Kg, jenis
makanan :
 Susu (ASI, susu formula yang mengandung laktosa rendah dan lemak tak jenuh)
 Makanan setengah padat ( bubur atau makanan padat (nasi tim)
 Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya susu
yang tidak mengandung laktosa dan asam lemak yang berantai sedang atau tak
jenuh.
Standar Nutrisi parental untuk anak diare adalah didasarkan atau kebutuhan kalori,
kebutuhan asam amino dan kebutuhan mikronutrien
Kebutuhan kalori :
a. BBLR : 150 Kkal/KgBB
b. BBLC : 120 Kkal/KgBB/bulan
c. BB 0 -10 Kg : 100 Kkal/KgBB
d. BB 11 – 20 Kg : 1000 Kkal + 50 Kkal x (BB -10)
e. BB > 20 Kg : 15000 Kkal + 20 Kkal x (BB – 20)
Kebutuhan asam amino
a. BBLR 2,5 – 3/ KgBB
b. Usia 0-1 tahun : 2,5g/KgBB
c. Usia 2-13 tahun 1,5 – 2g/KgBB
Kebutuhan Mikronutrien
a. Kalium 1,5 – 2,5 meq/KgBB
b. Natrium 2,5 – 3,5 meq/KgBB
Salah satu contoh makanan untuk anak dengan diare adalah bubur tempe yang bertujuan
untuk memberikan diet kepada anak dengan diare. Adapun sasaran dan kegunaannya
adalah untuk meringankan kerja usus bagi penderita diare dan diberikan kepada anak
usia 6-12 bulan dan anak usia 1-5 tahun.
c. Obat – obatan
OBAT DOSIS PEMAKAIAN DAN
PERTIMBANGAN
Opiat
Tingfur opium TR : D PQ : 0,6 mL atau 10 Untuk diare akut dan
tetes dicampur dengan air nonspesifik, obat golongan II
Camphorated : 5-10 mL, 1-
4x/hari
Paregorik D : PO : 5 – 10 mL, 1- Untuk diare, obat golongan
4x/hari III
A : PO : 0,25-0,5 mL, 1-
4x/hari
Kodein D : PO : 15-30 mg Untuk diare
Agen-agen opiate related
Difenoksilat dengan D : PO : 2,5-5 mg Untuk diare akut nonspesifik
atropine (Lomotil) Anak ≥ 2 tahun : 0,3 -0,4 Obat golongan V
mg/kg setiap hari dalam Dosis untuk anak bervariasi
dosis terbagi 4 atau 2 mg, sesuai dengan umur
3-5x setiap hari
Loperamid (Imodium) D : PO : M : 4 mg, Untuk diare. Obat bebas
kemudian 2 mg setalah terbaru. Kategori kehamilan
buang air cair. Tidak B tidak mempengaruhi SSP.
melebihi 16mg/hari Kurang dari 1 % yang
A (5-8tahun) PO : 2 mmg, mencapai sirkulasi sistemik
dosis dapat diulangi, tidak
melebihi 4 mg/hari
Adsorben
Kaolin-Pektin Sesuai dengan label Untuk diare. Diberikan
( Kaopectate) setelah setiap kali buang air
cair . Obat bebas
Garam-garam bismuth Sesuai dengan label Untuk diare, gangguan
(Pepto-Bismol) lambung. Dalam bentuk cair
atau tablet
Kombinasi
Difenoksilat dengan Lihat agen-agen opiate Lihat agen-agen opital
atropine related s related
(Lomotil)
Parepektolin Sesuai dengan tabel Mengandung paregoric dan
kaopecatate
Donnagel D : PO: M : 30 mg, Mengandung paregoric dan
kemudian 15-30 mg setelah kaopecatate
setiap kali buang air cair
A : PO : 5-10 mg setelah
setiap kali buang air cair
Donnagel P-G D : PO : 15 mg, setiap 3 Mengandung opium,
jam atropine dan kaopectate

ASUHAN KEPERAWATAN

H. PENGKAJIAN

1. Identitas

Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan.
Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan. Kebanyakan kuman usus
merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini membantu menjelaskan penurunan
insidence penyakit pada anak yang lebih besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas
aktif mulai terbentuk. Kebanyakan kasus karena infeksi usus asimptomatik dan kuman
enteric menyebar terutama klien tidak menyadari adanya infeksi. Status ekonomi juga
berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan perawatannya .
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 kali sehari
b. Riwayat Penyakit Sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercampur lendir dan darah atau lendir saja. Konsistensi
encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari (diare akut), lebih dari 7
hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau kortikosteroid jangka
panjang (perubahan candida albicans dari saprofit menjadi parasit), alergi makanan.
d. Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa, porsi yang
diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu. kekurangan gizi pada anak
usia toddler sangat rentan,. Cara pengelolahan makanan yang baik, menjaga kebersihan
dan sanitasi makanan, kebiasan cuci tangan, .
e.Riwayat Kesehatan Lingkungan
Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan, lingkungan
tempat tinggal.

3. Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan


a. Pertumbuhan
 Kenaikan BB karena umur 1 –3 tahun berkisar antara 1,5-2,5 kg (rata-rata 2 kg),
PB 6-10 cm (rata-rata 8 cm) pertahun.
 Kenaikan linkar kepala : 12cm ditahun pertama dan 2 cm ditahun kedua dan
seterusnya.
 Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi susu; geraham pertama dan gigi taring,
seluruhnya berjumlah 14 – 16 buah
 Erupsi gigi : geraham perama menusul gigi taring.
 Perkembangan
Tahap perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund Freud:
 Fase anal : Pengeluaran tinja menjadi sumber kepuasan libido, mulai menunjukan
keakuannya, cinta diri sendiri/ egoistic, mulai kenal dengan tubuhnya, tugas
utamanyan adalah latihan kebersihan, perkembangan bicra dan bahasa (meniru
dan mengulang kata sederhana, hubungna interpersonal, bermain).
Tahap perkembangan psikososial menurut Erik Erikson:
 Autonomy vs Shame and doundt
Perkembangn ketrampilan motorik dan bahasa dipelajari anak toddler dari
lingkungan dan keuntungan yang ia peroleh Dario kemam puannya untuk mandiri
(tak tergantug). Melalui dorongan orang tua untuk makan, berpakaian, BAB
sendiri, jika orang tua terlalu over protektif menuntut harapan yanag terlalu tinggi
maka anak akan merasa malu dan ragu-ragu seperti juga halnya perasaan tidak
mampu yang dapat berkembang pada diri anak.
 Gerakan kasar dan halus, bacara, bahasa dan kecerdasan, bergaul dan mandiri :
Umur 2-3 tahun :
a. Berdiri dengan satu kaki tanpa berpegangan sedikitpun
b. Hitungan (GK)
c. Meniru membuat garis lurus (GH)
d. Menyatakan keinginan sedikitnya dengan dua kata (BBK)
e. Melepas pakaian sendiri (BM)

4. Pemeriksaan Fisik
a. Pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan mengecil, lingkar
kepala, lingkar abdomen membesar,
b. Keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran menurun.
 Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada anak umur 1
tahun lebih
 Mata : cekung, kering, sangat cekung
 Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen, peristaltic
meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah, minum normal atau
tidak haus, minum lahap dan kelihatan haus, minum sedikit atau kelihatan bisa
minum
 Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis
metabolic (kontraksi otot pernafasan)
 Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi menurun pada
diare sedang.
 Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu meningkat >
375 0 c, akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary refill time memajang
> 2 detik, kemerahan pada daerah perianal.
 Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/ 24 jam ),
frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
 Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami stress yang
berupa perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap tindakan invasive respon
yang ditunjukan adalah protes, putus asa, dan kemudian menerima.

5. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium :
 Feses kultur : Bakteri, virus, parasit, candida
 Serum elektrolit : Hiponatremi, Hipernatremi, hipokalemi
 AGD : asidosis metabolic ( Ph menurun, PO2 meningkat, PCO2 meningkat, HCO3
menurun )
 Faal ginjal : UC meningkat (GGA)
 Radiologi : mungkin ditemukan bronchopemoni

6. Analisa Data
NO. DATA ETIOLOGI MASALAH
1. DS : - Diare Kekurangan volume
DO : cairan b.d kehilangan
1. Frekuensi nadi Frekuensi BAB cairan aktif
meningkat
2. Nadi teraba lemah Hilang cairan dan elektrolit
3. TD menyempit berlebihan
4. Tekanan nadi
menyempit Gangguan keseimbangan
5. Turgor kulit menurun cairan dan elektrolit
6. Membran mukosa
kering Dehidrasi
7. Volume urin menurun
8. Hematokrit meningkat Kekurangan volume
DS : cairan
1. Merasa lemah
2. Mengeluh haus
DO :
1. Pengisian vena menurun
2. Status mental berubah
3. Suhu tubuh meningkat
4. Konsentrasi urin
meningkat
5. BB turun tiba-tiba
2. DS : - Diare Ketidakseimbangan
DO : nutrisi kurang dari
1. BB menurun min 10% Distensi abdomen kebutuhan b.d intake
di bawah rentang ideal makanan yang tidak
DS : Mual muntah adekuat
1. Cepat kenyang setelah
makan Nafsu makan menurun
2. Kram/nyeri abdomen
3. Nafsu makan menurun Ketidakseimbangan
DO : nutrisi kurang dari
1. Bising usu hiperaktif kebutuhan tubuh
2. Otot pengunyah lemah
3. Otot menelan lemah
4. Membran mukosa pucat
5. Sariawan
6. Serum albumin turun
7. Rambut rontoh
berlebihan
8. Diare
3. DS : - Diare Kerusakan integritas
DO : kulit b.d kekurangan
1. Kerusakan jaringan dan/ Frekuensi BAB volume cairan
atau lapisan kulit
DS : - Kerusakan integritas kulit
DO :
1. Nyeri
2. Perdarahan
3. Kemerahan
4. Hematoma

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d intake makanan yang tidak adekuat
3. Kerusakan integritas kulit b.d kekurangan volume cairan

J. INTERVENSI KEPERAWATAN

DX TUJUAN INTERVENSI RASIONAL


1.Kekurangan volume Setelah dilakukan Observasi Observasi
cairan b.d kehilangan tindakan keperawatan 1. Periksa tanda dan 1. Mengetahui tanda
cairan aktif selama 3x24 jam gejala hypovolemia dan gejala
DS : - diharpakan status hypovolemia
DO : cairan pasien 2. Monitor intake dan 2. Mengontrol intake
1. Frekuensi nadi membaik dengan output cairan dan output cairan
meningkat kriteria hasil : Terapeutik Terapeutik
2. Nadi teraba lemah 1. Kekuatan nadi 1. Hitung kebutuhan 1. Menyesuaikan
3. TD menyempit meningkat cairan dengan kebutuhan
4. Tekanan nadi 2. Turgor kulit pasien
menyempit membaik 2. Berikan posisi 2. Mengetahui
5. Turgor kulit 3. Output urine modifired efektivitas posisi ini
menurun meningkat Trendelenburg terhadap peningkatan
6. Membran mukosa 4. Pengisian vena TD pada pasien syok
kering meningkat hipovolemi
7. Volume urin 5. BB meningkat 3. Berikan asupan 3. Menganti cairan
menurun 6. Perasaan lemah cairan oral yang kelaur secara
8. Hematokrit membaik berlebih
meningkat 7. Frekuensi nadi Edukasi Edukasi
DS : membaik 1. Anjurkan 1. Agar tidak terjadi
1. Merasa lemah 8. TD membaik memperbanyak dehidrasi
2. Mengeluh haus 9. Tekanan nadi asupan cairan oral
DO : membaik 2. Aanjurkan 2. Perubahan posisi
1. Pengisian vena 10 . Intake cairan menghindari yang mendadak akan
menurun membaik perubahan posisi mengakibatkan syok
2. Status mental mendadak
berubah Kolaborasi Kolaborasi
3. Suhu tubuh 1. Kolaborasi 1. Pemberian cairan
meningkat pemberian cairan IV untuk menambahkan
4. Konsentrasi urin isotonis Cairan dan
meningkat mempertahakan
5. BB turun tiba-tiba keseimbangan
elektrolit
2. Kolaborasi 2. Untuk menganti
pemberian cairan cairan yang keluar
hipotonis tanpa menambah
karbohidrat

2. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan Observasi Observasi


nutrisi kurang dari tindakan keperawatan 1. Identifikasi status 1. Mengetahui status
kebutuhan b.d intake selama 3x24 jam nutrisi nutrisi pasien
makanan yang tidak diharapkan status 2. Identifikasi alergi 2. Mengetahui alergi
adekuat nutrisi pasien dan intoleransi dan toleransi makanan
DS : - membaik dengan makanan
DO : kriteria hasil : 3. Identifikasi 3. Mengetahui
1. BB menurun min 1. Porsi makanan makanan yang disukai makanan yang disukai
10% di bawah rentang yang dihabiskan pasien
ideal meningkat 4. Identifikasi 4. Mengetahui
DS : 2. Kekuatan otot kebutuhan kalori dan kebutuhan kalori
1. Cepat kenyang pengunyah meningkat jenis nutrient pasien
setelah makan 3. Pengetahuan 5. Identifikasi 5. Mengetahui pasien
2. Kram/nyeri tentang pemilihan perlunya penggunaan membutuhkan atau
abdomen makanan/minuman selang nasogatrik tidak alat bantu untuk
3. Nafsu makan yang sehat meningkat makan
menurun 4. Penyiapan dan 6. Monitor asupan 6. Mengetahui asupan
DO : penyimpanan makanan makan
1. Bising usu makanan yang aman 7. Monitor BB 7. Mengontrol BB
hiperaktif meningkat 8. Monitor hasil 8. Mengetahui hasil
2. Otot pengunyah 5. Perasaan cepat pemeriksaan lab pemeriksaan lab
lemah kenyang menurun Terapeutik Terapeutik
3. Otot menelan 6. Nyeri abdomen 1. Lakukan oral 1. Oral hygine
lemah menurun/ hilang hygine sebelum sebelum makan dapat
4. Membran mukosa 7. Diare membaik makan, jika perlu mencegah resiko
pucat /hilang masuknya bakteri
5. Sariawan kedalam tubuh
6. Serum albumin 2. Berikan makanan 2. Makanan tinggi
turun tinggi kalori dan kalori dan protein
7. Rambut rontoh tinggi protein membantu
berlebihan meningkatkan status
8. Diare nutrisi pasien
3. Hentikan 3. Untuk
pemberian makan membiasakan pasien
melalui selang makan dengan normal
nasogatrik jika asupan kembali
oral dapat ditoleransi
Edukasi Edukasi
1. Anjurkan posisi 1. Posisi duduk dapat
duduk, jika mampu membuat nyaman saat
sedang makan
Kolaborasi Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan 1. Untuk mengetahui
ahli gizi untuk kalori dan jenis
menentukan jumlah nutrient yang
kalori dan jenis dibutuhkan pasien
nutrient yang
dibutuhkan
3.Kerusakan integritas Setelah dilakukan Observasi Observasi
kulit b.d kekurangan tindakan keperawatan 1. Identifikasi alergi, 1. Mengetahui apakah
volume cairan selama 3x24 jam interaksi dan pasien memiliki alergi
DS : - diharapkan integritas kontraksi obat terhadap obat
DO : kulit pasien membaik 2. Monitor TTV dan 2. Mengontrol TTV
1. Kerusakan jaringan dengan kriteria hasil : hasil lab sebeulm normal
dan/ atau lapisan kulit 1. Elastisitas membaik pemberian obat
DS : - 2. Hidrasi meningkat 3. Monitor efek 3. Mengetahui apakah
DO : 3. Perfusi jaringan terapeutik obat ada efek dari
1. Nyeri meningkat pemberian obat
2. Perdarahan Terapeutik Terapeutik
1. Lakukan prinsip 6 1. Melakukan prinsip
benar 6 benar agar tidak
terjadi resiko yang
tidak diinginkan
2. Fasilitasi minum 2. Temani pasien
obat dalam meminum obat
Edukasi Edukasi
1. Jelaskan factor 1. Agar pasien paham
yang dapat factor yang dapat
meningkatkan dan meningkatkan dan
menurunkan menurunkan
efektifitas obat efektifiats obat

DAFTAR PUSTAKA

Doenges,ME, et all. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan; Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Ed.3. Jakarta:EGC

Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC


SDKI (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intevensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP
PPNI
LAPORAN PENDAHULUAN
ANEMIA PADA ANAK
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan Anak

DISUSUN OLEH :
Nama : Dewi Melani
NIM : E.0105.18.011

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BUDI LUHUR CIMAHI
2021
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep anemia pada anak


1. Definisi

Istilah anemia mendeskripsikan keadaan penurunan jumlah sel darah merah atau
konsentrasi hemoglobin dibawah nilai normal. Sebagai akibat dari penurunan ini,
kemampuan darah untuk membawa oksigen menjadi berkurang sehingga ketersediaan
oksigen untuk jaringan mengalami penurunan. Anemia merupakan kelainan patologik
yang paling sering dijumpai pada masa bayi dan kanak-kanak. Anemia adalah
berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah hemoglobin dalam 1 mm3 darah atau
berkurangnya volume sel yang didapatkan (packed red cells volume) dalam 100 ml
darah. Hal ini terjadi bila terdapat gangguan terhadap keseimbangan antara pembentukan
darah pada masa embrio setelah beberapa minggu dari pada masa anak atau dewasa.
Anemia adalah suatu kondisi di mana konsentrasi hemoglobin lebih rendah dari biasanya.
Kondisi ini mencerminkan kurangnya jumlah normal eritrosit dalam sirkulasi. 14 Anemia
dapat terjadi pada semua tahap kehidupan, tetapi lebih umum terjadi pada anak – anak
dan wanita hamil.

2. Etiologi

Kehilangan darah yang berlebihan. Kehilangan darah yang berlebihan dapat


diakibatkan karena perdarahan (internal atau eksternal) yang bersifat akut ataupun kronis.
Biasanya akan terjadi anemia normostatik (ukuran normal), normokromik (warna
normal) dengan syarat simpanan zat besi untuk sintesis hemoglobin (Hb) mencukupi. -
Destruksi (hemolisis) eritrosit. Sebagai akibat dari defek intrakorpuskular didalam sel
darah merah (misalnya anemia sel sabit) atau faktor ekstrakorpuskular 5 (misalnya, agen
infeksius, zat kimia, mekanisme imun) yang menyebabkan destruksi dengan kecepatan
yang melebihi kecepatan produksi eritrosit. Penurunan atau gangguan pada produksi
eritrosit atau komponennya. Sebagai akibat dari kegagalan sumsum tulang (yang
disebabkan oleh faktor-faktor seperti neoplastik, radiasi, zat-zat kimia atau penyakit) atau
defisiensi nutrien esensial (misalnya zat besi).

3. Tanda dan gejala

Menurut Muscari (2005:284) kemungkinan anemia aplastik merupakan akibat dari


faktor kongenital atau didapat sehingga temuan pengkajian dikaitkan dengan kegagalan
sumsum tulang adalah kekurangan sel darah merah dikarakteristikkan dengan pucat,
letargi takikardi dan ekspresi napas pendek. Pada anak-anak, tanda anemia hanya terjadi
ketika kadar hemoglobin turun dibawah 5 sampai 6 g/100 mL. Kekurangan sel darah
putih dikarakteristikkan dengan infeksi berulang termasuk infeksi oportunistik.
Berkurangnya trombosit dikarakteristikkan dengan perdarahan abnormal, petekie dan
memar.

4. Pathofisiologi & pathway

Adanya suatu anemia mencerminkan adanya suatu kegagalan sumsum atau


kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum (misalnya
berkurangnya eritropoesis) dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi
tumor atau penyebab lain yang belum diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui
perdarahan atau hemolisis (destruksi). Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama
dalam sel fagositik atau dalam sistem retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa.
Hasil dari proses ini adalah bilirubin yang akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan
destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin
plasma (konsentrasi normal ≤ 1 mg/dl, kadar diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik
pada sclera). Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada
kelainan hemplitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma (hemoglobinemia).
Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat
untuk hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam
glomerulus ginjal dan kedalamurin (hemoglobinuria). Kesimpulan mengenai apakah
suatu anemia pada pasien disebabkan oleh penghancuran sel darah merah atau produksi
sel darah merah yang tidak mencukupi biasanya dapat diperoleh dengan dasar: 1) hitung
retikulosit dalam sirkulasi darah; 2) derajat proliferasi sel darah merah muda dalam
sumsum tulang dan cara pematangannya, seperti yang 8 terlihat dalam biopsi; dan ada
tidaknya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia

Defisiensi B12 Kegagalan Destruksi SDM Perdarahan


Asam folat,besi produksi SDM berlebih /hemofilia
oleh sumsum
tulang
Penurunan SDM

Hb berkurang

Anemia

Suplai O2 dan
nutrisi ke

Hipoksia
Gastrointestinal SSP Ganggua

Mekanism n perfusi
Penurunan kerja GI
e Reaksi antar jaringan

Anaerob saraf
Peristaltik Kerja
ATP berkurang
Menurun lambung
Pusing Resiko
menurun berkurang
cedera
Makanan Asam
Energi untuk
lambung Kelelahan
sulit dicerna membentuk
meningkat
konstipasi antibodi
Anoreksi Intolerans
berkurang
Resiko
a i aktivitas
Ketidak
Defisit infeksi
seimbangan nutrisi
perawatan
kurang dari
diri
kebutuhan tubuh

5. Pemeriksaan penunjang
- Jumlah pemeriksaan darah lengkap dibawah (Hemoglobin < 12g/dL, Hematokrit
<33%, dan sel darah merah )
- Feritin dan kadar besi serum rendah pada anemia defisiensi besi
- Kadar B12 serum rendah pada anemia pernisiosa
- Tes comb direk positif menandakan anemia hemolitik autoimun
- Hemoglobin elektroforesis mengidentifikasi tipe hemoglobin abnormal pada
penyakit sel sabit
- Tes schiling digunakan untuk mendiagnosa defisiensi vitamin B12

6. Penatalaksanaan

Tujuan dari terapi anemia adalah untuk identifikasi dan perawatan karena penyebab
kehilangan darah, dekstruksi sel darah atau penurunan produksi sel darah merah. Pada
pasien yang hipovelemik :

a. Pemberian tambahan oksigen, pemberian cairan intravena.


b. Resusitasi pemberian cairan kristaloid dengan normal salin.
c. Tranfusi kompenen darah sesuai indikasi
Evaluasi Airway, Breathing, Circulation dan segera perlakukan setiap kondisi yang
mengancam jiwa.
Acute anemia akibat kehilangan darah :
a. Pantau pulse oksimetri, pemantauan jantung sphygmomanometer.
b. Berikan glukokortikoid serta agen antiplatelet (aspirin) sesuai indikasi.
c. Berikan 2 botol besar cairan intravena dan berikan 1-2 liter cairan kristaloid dan
juga pantau tanda-tanda dan gejala gagal jantung kongestif iatrogenik pada pasien
d. Berikan plasma beku segar (FFP) faktor-faktor koagulasi dan platelet, jika
diindikasikan.
e. Pasien dengan hemofilia harus memiliki sample terhadap faktor deficiency yang
dikirim untuk pengukuran
f. Pasien hamil dengan trauma yang ada kecurigaan terhadap adanya feto-tranfer darah
ibu harus diberikan imunoglobulin Rh-(Rhogam) jika mereka Rh negatif
B. Konsep asuhan keperawatan

Pengkajian
1. Anamnesa
a. Identitas klien
Meliputi nama, inisial, jenis kelamin, umur, alamat, agama, pendidikan, pekerjaan,
no register, tanggal masuk rumah sakit, dan diagnosa medis
b. Keluhan utama
pada pasien anemia, pasien akan mengeluh lemah, pusing, adanya pendarahan,
kadang-kadang sesak nafas dan penglihatan kabur
c. Riwayat penyakit sekarang
pasien mengatakan lemah, letih dan lesu, pasien mengatakan nafsu makan menurun,
mual dan sering haus. ditemukan pasien tampak lemah, berat badan menurun, pasien
tidak mau makan/tidak dapat menghabiskan porsi makan, pasien tampak mual dan
muntah, bibir tampak kering dan pucat, konjungtiva anemis serta anak rewel.
d. Riwayat penyakit dahulu
Anemia juga bisa disebabkan karena adanya penggunaan sinar-X yang berlebihan,
penggunaan obatobatan maupun pendarahan. Untuk itu penting dilakukan anamnesa
mengenai riwayat penyakit terdahulu.
e. Riwayat penyakit keluarga
Kaji apakah didalam keluarga ada yang menderita penyakit yang sama dengan pasien
atau di dalam keluarga ada yang menderita penyakit hematologis.

2. Pemeriksaan fisik
pada anak dengan anemia agar dapat mendukung data subjektif yang diberikan dari
pasien maupun keluarga. Pemeriksaan fisik dilakukan dengan 4 cara yaitu :
inspeksi, auskultasi, palpasi dan perkusi secara head to toe
- kepala : pada anak dengan anemia didapatkan hasil rambut tampak kering, tipis,
mudah putus.
- Wajah : tampak pucat
- bibir tampak pucat
- Mata : konjungtiva anemis
- biasanya juga terjadi perdarahan pada gusi dan telinga terasa berdengung.
- leher dan dada ditemukan jugular venous pressure akan melemah, pasien tampak
sesak nafas ditandai dengan respiration rate pada kanak-kanak (5-11 tahun) berkisar
antara 20-30x per menit.
- Abdomen : akan ditemukan perdarahan saluran cerna, hepatomegali dan kadang-
kadang splenomegali. Namun untuk menegakkan diagnosa medis anemia, perlunya
dilakukan pemeriksaan lanjutan seperti pemeriksaan darah lengkap dan pemeriksaan
fungsi sumsum tulang.

Analisa Data
Data Etiologi Masalah
keperawatan

Tanda Mayor Penurunan SDM Ketidakefektifan


Ds: - perfusi jaringan
perifer
Do: Hb berkurang
a. Pengisian kapiler >3 detik
b. Nadi perifer menurun atau tidak Anemia
teraba
c. Akral teraba dingin
Suplai O2 dan nutrisi
d. Warna kulit pucat
ke jaringan
e. Turgor kulit menurun
Tanda Minor
SSP
Ds:
a. Parastesia
Gangguan perfusi
b. Nyeri ekstremitas (klaudikasi jaringan perifer
intermiten)
Do:
a. Edema
b. Penyembuhan luka lambat
c. Indeks ankle-brachial<0,90
d. Bruit femoral
Tanda Mayor Gastrointestinal Ketidak seimbangan
Ds: - nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Do:
Penurunan kerja GI
a. Berat badan menurun
minimal 10% di bawah
rentang ideal Kerja lambung
menurun
Tanda Minor
Ds:
Asam lambung
a. Cepat kenyang setelah makan meningkat
b. Kram/nyeri abdomen
c. Nafsu makan menurun
Anoreksia
Do:
a. Bising usus hiperaktif
Ketidak seimbangan
b. Otot pengunyah lemah
nutrisi kurang dari
c. Otot menelan lemah
d. Membran mukosa pucat kebutuhan tubuh

e. Sariawan
f. Serum albumin turun
g. Rambut rontok
berlebihan
h. Diare
Tanda Mayor Penurunan SDM Intoleransi aktivitas
Ds:
a. Mengeluh lelah
Hb berkurang
Do:
a. Frekuensi jantung meningkat
Anemia
>20% dari kondisi istirahat

Suplai O2 dan nutrisi


Tanda Minor ke jaringan
Ds:
a. Dispnea saat/setelah aktivitas
Hipoksia
b. Merasa tidak nyaman setelah
beraktivitas
c. Merasa lemah Mekanisme anaerob
Do:
a. Tekanan darah berubah >20%
ATP berkurang
dari kondisi istirahat
b. Gambaran EKG menunjukan
aritmia saat/setelah aktivitas
c. Gambaran EKG menunjukan Kelelahan
iskemia
d. Sianosis
Intoleransi aktivitas

Tanda Mayor Penurunan SDM Defisit perawatan diri


Ds:
a. Menolak melakukan perawatan
Hb berkurang
diri
Do:
a. Tidak mampu mandi/
Anemia
mengenakan pakaian/makan/ke
toilet/berhias secara mandiri
b. Minat melakukan perawatan diri Suplai O2 dan nutrisi
kurang
ke jaringan

Tanda Minor
Hipoksia
Ds:-

Do: - Mekanisme anaerob

ATP berkurang

Kelelahan

Intoleransi aktivitas
Defisit perawatan diri

Diagnosa keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan konsentrasi
hemoglobin dalam darah
2. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan inadekuat
intake makanan
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan suplai dan kebutuhan
oksigen
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik

Intervensi keperawatan
No. Tujuan Intervensi Rasional
Dx
1. - Denyut nadi Observasi Observasi
perifer 1. Monitor 1. Untuk mendeteksi tanda-tanda
meningkat status bahaya.
- Penyembuh kardiopulmo 2. sebagai langkah awal pengkajian
an luka nal untuk melaksanakan intervensi
meningkat 2. Monitor selanjutnya.
- Sesasi status 3. Untuk memberikan hidrasi
meningkat oksigenasi cairan tubuh secara parenteral.
- Warna kulit (oksimetri 4. Berguna dalam menentukan
pucat nadi, AGD) apakah batang otak masih baik
menurun 3. Monitor mengingat, orientasi baik,
- Edema status cairan perbaikan respon motorik/sensor
perifer (masukan dan ik, pupil isokor, refleks.
menurun haluaran, 5. mengetahui asupan gizi yang
- Nyeri turgor kulit, masuk ke dalam tubuh anak.
ekstremitas CRT)
menurun 4. Monitor
- Tekanan tingkat
darah kesadaran
sistolik dan respon
membaik pupil
- Tekanan 5. Periksa
darah riwayat alergi Terapeutik
diastolitk
membaik Terapeutik 1. untuk mempertahankan jalan
- Tekanan nafas tetap paten
1. Berikan
darah arteri 2. merupakan terapi defenitif pada
oksigen
rata-rata klien kritis yang mengalami
untuk
membaik hipoksemia
mempertahan
kan saturasi 3.  untuk memberikan cairan
oksigen 4.  Meningkatkan kekuatan otot
>94% ginjal dan fungsi bladder 
2. Persiapkan 5. agar keluarga/pasien mengetahui
intubasi dan sebelum melakukan tindakan
ventilasi
mekanis, jika
perlu
3. Pasang jalur
IV, jika perlu
4. Pasang
kateter urine
untuk menilai
produksi
urine, jika
perlu
5. Lakukan skin
test untuk
mencegah Edukasi
reaksi alergi 1.  Untuk mengetahui adanya
tanda-tanda dehidrasi dan
Edukasi
mencegah syok hipovolemik
1. Jelaskan 2. Untuk mengetahui adanya tanda-
penyebab/fak tanda syok
tor risiko 3. Agar pasien merasa nyaman
syok 4. Mengganti cairan dan elektrolit
2. Jelaskan yang hilang secara oral.
tanda dan 5. ntuk memberikan tindakan
gejala awal keperawatan mengatasi mual
syok muntah
3. Anjurkan
melapor jika
menemukan/
merasakan
tanda dan
gejala awal
syok
4. Anjurkan
memperbany
ak asupan
cairan oral Kolaborasi
5. Anjurkan
1.  Cairan intravena diperlukan
menghindari
untuk mengatasi kehilangan
alergen
cairan tubuh secara hebat
2. diberikan jika kadar Hb kurang
Kolaborasi dari 6 gr/dl atau bila anak
1. Kolaborasi terlihat lemah
pemberian 3.  Untuk mengetahui adanya
IV, jika perlu tanda-tanda dehidrasi
2. Kolaborasi
pemberian
transfusi
darah, jika
perlu
3. Kolaborasi
pemberian
antiinfalamas
i, jika perlu

2. - Porsi Observasi Observasi


makanan 1. Identifikasi 1. Mengidentifikasi kemungkinan
yang status nutrisi kerusakan secara fungsional
dihabiskan 2. Identifikasi 2. supaya dapat dilakukan intervensi
meningkat alergi dan dalam pemberian makanan
- Kekuatan intoleransi 3. mengidentifikasi kekurangan dan
otot makanan penyimpangan dari kebutuhan
mengunyah 3. Identifikasi terapeutik
meningkat makanan 4. mengidentifikasi ketidak
- Perasaan yang di sukai seimbangan kebutuhan nutrisi
cepat 4. Identifikasi 5. untuk mengetahui keadaan klien,
kenyang kebutuhan perlu atau tidak memberikan
menurun kalori dan nutrien melalui NGT.
- Nyeri jenis nutrien 6. untuk menilai asupan nutrisi
abdomen 5. Identifikasi yang adekuat
menurun perlunya 7. agar dapat mengetahui
- Sariawan penggunaan penurunan berat badan pada
menurun selang anak
- Berat badan nasogatrik 8. Dapat membantu mengevaluasi
membaik 6. Monitor pernyataan verbal dan
- Indeks masa asupan keefektifan intervensi
tubuh (IMT) makanan
membaik 7. Monitor berat
- Frekuensi badan
makan 8. Monitor hasil
membaik pemeriksaan
- Nafsu laboratorium
makan
membaik Terapeutik
- Bising usus 1. Lakukan oral Terapeutik
membaik hygiene
sebelum 1. untuk menghindari mual dan
makan, jika muntah
perlu 2. untuk mengontrol jam makan
2. Fasilitasi 3. untuk meningjatkan nafsu
menentukan makan
pedoman diet 4. untuk pemenuhan kebutuhan
(mis.piramida sehari-hari
makanan) 5. untuk pemenuhan nutrisi
3. Sajikan 6. untuk meningkatkan nafsu
makanan makan
secara 7. untuk melatih makan melalui
menarik dan mulut
suhu yang
sesuai
4. Berikan
makanan
tinggi serat
untuk
mencegah
konstipasi
5. Berikan
makanan
tinggi kalori
dan tinggi
protein
6. Berikan
suplemen
makanan,
jika perlu
7. Hentikan
pemberian
makan
melalui
selang
nasogatrik
jika asupan
oral dapat
ditoleransi

Edukasi
1. Anjurkan
posisi duduk,
jika mampu
2. Ajarkan diet
yang di
programkan Edukasi

Kolaborasi 1. ktivitas/ stimulasi yang kontinu


dapat meningkatkan Tekanan
1. Kolaborasi Intra Kranial (TIK).
pemberian 2. Kepatuhan dalam diet
medikasi
sebelum
makan (mis.
Pereda nyeri, Kolaborasi
antiemetik), 1. berikan antiemetik dan atau
jika perlu analgesik sebelum makan atau
2. Kolaborasi sesuai program
dengan ahli 2. Membantu dalam identifikasi
gizi untuk malnutrisi protein-kalori,
menentukan
jumlah kalori
dan jenis
nutrien yang
dibutuhkan
jika perlu

3. - Frekuensi Observasi Observasi .


nadi 1. Identifikasi 1. Mendukung peningkatan
meningkat gangguan kekuatan otot dan fungsi
- Saturasi fungsi tubuh ekstremitas.
oksigen yang 2. untuk memudahkan dan
meningkat mengakibatk membantu Klien dalam
- Kemudahan an kelelahan beraktivitas
dalam 2. Monitor 3. untuk menentukan seberapa
melakukan kelelahan besar gangguan masalah tidur
aktivitas fisik dan 4. Mengetahui kualitas nyeri yang
sehari-hari emosional dirasakan Klien
meningkat 3. Monitor pola
- Kecepatan dan jam tidur
berjalan 4. Monitor
meningkat lokasi dan
- Kekuatan ketidaknyam
tubuh anan selama
bagian atas melakukan
meningkat aktivitas Terapeutik
- Kekuatan
tubuh Terapeutik 1. Dengan lingkungan yang nyama
bagian n pasien akan merasa nyaman
1. Sediakan
bawah 2. mengidentifikasi kekuatan/
lingkungan
meningkat kelemahan otot
nyaman dan
- Keluhan 3. Mengetahui kualitas nyeri yang
lelah rendah dirasakan Klien
menurun stimulus 4. mengidentifikasi
- Dispnea saat (mis. cahaya, kekuatan/kelemahan 
aktivitas suara,
menurun kunjungan)
- Dispnea 2. Lakukan
setelah latihan
beraktivitas rentang gerak
menurun pasif dan/atau
- Warna kulit aktif
membaik 3. Berikan
- Tekanan aktivitas
darah distraksi yang
membaik menyenangka
- Frekuensi n
nafas 4. Fasilitas
membaik duduk di sisi
- EKG tempat tidur,
iskemia jika tidak Edukasi
membaik dapat 1. meningkatkan kenyamanan
berpindah istirahat serta dukungan
atau berjalan fisiologis/psikologis
Edukasi 2.  meminimalkan atrofi otot,
meningkatkan sirkulasi,
1. Anjurkan mencegah terjadinya kontraktur.
tirah baring 3. Agar langsung diberikan
2. Anjurkan tindakan keperawatan
melakukan 4.  mencegah kekakuan sendi,
aktivitas kontraktur, kelelahan otot,
secara meningkatkan
bertahap
3. Anjurkan
menghubungi
perawat jika
tanda dan
gejala
kelelahan
tidak
Kolaborasi
berkurang
4. Ajarkan 1. Meningkatkan selera makan klie
strategi n.
koping untuk
mengurangi
kelelahan
Kolaborasi
1. Kolaborasi
dengan ahli
gizi tentang
cara
meningkatka
n asupan
makanan

4. - Kemampuan Observasi Observasi


mandi 1. Identifikasi 1. untuk mengetahui kemampuan
meningkat kebiasaan pasien dalam
- Kemampuan aktivitas melakukan aktivitasnya.
mengenakan perawatan 2. membangun kembali
pakaian diri sesuai rasa kemandirian dan menerima
meningkat usia kebanggan diri dan
- Kemampuan 2. Monitor meningkatkan proses
makan kemandirian rehabilitasi
meningkat 3. Identifikasi 3. meningkatkan motivasi bagi
- Kemampuan kebutuhan pasien
ketoilet alat bantu
(BAB/BAK) kebersihan
meningkat diri,pakaian,b
- Verbalisasi erhias,dan
keinginan makan
melakukan Terapeutik
perawatan Terapeutik
1.  meningkatkan kenyamanan
diri 1. Sediakan istirahat
meningkat lingkungan 2. Untuk mengetahui persaan
- Minat yang pasien
melakukan terapeutik 3. Jika klien tidak
perawatan (mis. suasana mampu perawatan diri perawat
diri hangat, dan keluarga membantu
meningkat Rileks 4.  Hubungan saling percaya
- Mempertaha ,privasi) merupakan dasar untuk
nkan 2. Siapkan kelancaran hubungan interaksi .
kebersihan keperluan 5. membangun kembali
diri pribadi (mis. rasa kemandirian dan menerima
meningkat parfum,sikat kebanggan diri
- Mempertaha gigi, dan 6. agar teratur saat melakukannya
nkan sabun mandi)
kebersihan 3. Dampingi
mulut dalam
meningkat melakukan
perawatan
diri sampai
mandiri
4. Fasilitasi
untuk
menerima
keadaan
ketergantung
an
5. Fasilitasi
kemandirian,
bantu jika
tidak mampu
melakukan
perawatan
diri Edukasi
6. Jadwalkan
rutinitas 1. Mengkaji adanya kecenderungan
perawatan pada tingkat kesadaran
diri

Edukasi
1. Anjurkan
melakukan
perawatan
diri secara
konsisten
sesuai
kemampuan

DAFTAR PUSTAKA

SDKI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan


Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
SIKI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
SLKI (2019).Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta:Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Politektik kesehatan kemenkes kupang jurusan keperawatan, anemia Asuhan
keperawatan pada anak 2018

Laporan Pendahuluan pada Gangguan Sistem Pencernaan ( Thypus Abdominalis )


Ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah KMB I

Disusun oleh :
Sania nur saadah ( E.0105.18.034 )
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BUDI LUHUR CIMAHI
TAHUN 2021

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Penyakit
1. Pengertian
Thypus Abdominalis merupakan penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang
disebabkan oleh salmonellathypi. Penyakit ini ditandai oleh panas
berkepanjangan, ditopang dengan bakteremia tanpa keterlibatan struktur
endothelia atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi kedalam sel
fagosit monocular dari hati, limpa, kelenjar limfe usus dan peyer’spatch dan
dapat menular pada orang lain melalui makanan atau air yang
terkontaminasi (Nurarif & Kusuma, 2015)
Thypus Abdominalis adalah suatu penyakit infeksi akut pada usus halus
dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran
pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran.(Nursalam, 2005)
Thypus Abdominalis adalah suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan
oleh salmonella thypi yang masih dijumpai secara luas diberbagai negara
berkembang yang terutama terletak didaerah tropis dan subtropis.
(Simanjuntak,2009)
2. Etiologi
Salmonellatyphi sama dengan salmonella yang lain adalah bakteri gram
negative, mempunyai flagella, tidak berkapsul, tidak membentuk spora, fakultatif
anaerob. Mempunyai antigen somatic (O) yang terdiri dari ologoskarida, flagelar
antigen (H) yang terdiri dari protein dan envelope antigen (K) yang terdiri dari
polisakarida kompleks yang membentuk lapis luar dari dinding sel dan
dinamakan endotoksin. Salmonellatyphi juga dapat memperoleh plasmid faktor
R yang
berkaitan dengan resistensi terhadap multipleantibiotic (Nurarif & Kusuma,
2015)
3. Patofisiologi
Infeksi terjadi pada saluran pencernaan. Basil diserap diusus halus melalui
pembuluh limfe lalu masuk kedalam peredaran darah sampai diorgan-organ lain,
terutama hati dan limfa. Basil yang tidak dihancurkan berkembang biak dalam
hati dan limfe sehingga organ-organ tersebut akan membesar (hipertropi) disertai
nyeri pada perabaan, kemudian basil masuk kembali kedalam darah (bakteremia)
dan menyebar keseluruh tubuh terutama kedalam kelenjar limfoid usus halus,
sehingga menimbulkan tukak berbentuk lonjong pada mukosa diatas plak peyeri.
Tukak tersebut dapat menimbulkan perdarahan dan perforasi usus. Gejala
demam disebabkan oleh endotoksin, sedangkan gejala pada saluran pencernaan
disebabkan oleh kelainan pada usus (Susilaningrum, Nursalam, & Utami, 2013)
4. Tanda dan gejala
a. Gejala pada anak : inkubasi antara 5-40 hari dengan rata-rata 10-14 hari
b. Demam meninggi sampai akhir minggu pertama
c. Demam turun pada minggu ke empat, kecuali demam tidak tertangani akan
menyebabkan syok, stupor, dan koma
d. Ruam muncul pada hari ke 7-10 hari dan bertahan selama 2-3 hari
e. Nyeri kepala, nyeri perut
f. Kembung, mual, muntah, diare, konstipasi
g. Pusing, bradikardi, nyeri otot
h. Batuk
i. Epiktaksis
j. Lidah yang berselaput
k. Hepatomegali, splenomegali, meteorismus
l. Gangguan mental berupa somnolen
m. Delirium atau psikosis
n. Dapat timbul gejala yang tidak tipikal terutama pada bayi muda sebagai
penyakit demam akut dengan disertai syok dan hipotermia
5. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan darah perifer lengkap
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit
normal. Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder
b. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah
sembuh. Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan penanganan
khusus
c. Pemeriksaan uji widal
Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibody terhadap bakteri
salmonellatyphi. Uji widal dimaksudkan untuk menentukan adanya
agglutinin dalam serum penderita demam tifoid. Akibat adanya infeksi oleh
salmonellatyphi maka penderita membuat antibody (agglutinin)
d. Kultur
1) Kultur darah : bisa positif pada minggu pertama
2) Kultur urine : bisa positif pada akhir minggu kedua
3) Kultur feses : bisa positif dari minggu kedua hingga minggu ketiga
e. Anti salmonella typhiig M
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi secara dini infeksi akut
salmonellatyphi, karena antibodyigM muncul pada hari ke3 dan 4 terjadinya
demam (Nurarif & Kusuma, 2015)
6. Komplikasi
a. Pendarahan usus. Bila sedikit, hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan
tinja dengan benzidin. Jika perdarahan banyak, maka terjadi melena yang
dapat disertai nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan.
b. Perforasi usus. Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setelahnya dan
terjadi pada bagian distal ileum.
c. Peritonitis. Biasanya menyertai perforasi, tetapi dapat terjadi tanpa perforasi
usus. Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut hebat, dinding
abdomen tegang, dan nyeri tekan
d. Komplikasi diluar usus. Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis,
yaitu meningitis, kolesistisis, ensefalopati, dan lain-lain (Susilaningrum,
Nursalam, & Utami, 2013)
7. Penatalaksanaan
a. Non farmakologis
1) Bedrest
2) Diet : diberikan bubur saring kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi
sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien. Diet berupa makanan rendah
serat
b. Farmakologis
1) Kloramfenikol, dosis 50 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3-4 kali pemberian,
oral atau IV selama 14 hari
2) Bila ada kontraindikasi kloramfenikol diberikan ampisilin dengan dosis
200 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian IV saat belum
dapat minum obat, selama 21 hari, atau amoksisilin dengan dosis 100
mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali, pemberian oral/IV selama 21 hari
kotrimoksasol dengan dosis (tmp) 8 mg/kgBB/hari terbagi dalam 2-3 kali
pemberian, oral selama 14 hari
3) Pada kasus berat, dapat diberi ceftriaxone dengan dosis 50 mg/kgBB/hari
dan diberikan 2 kali sehari atau 80 mg/kgBB/hari, sekali sehari,
intravena, selama 5-7 hari
4) Pada kasus yang diduga mengalami MDR, maka pilihan antibiotic adalah
meropenem, azithromisin dan fluoroquinolon
8. Konsep Tumbuh Kembang
Pertumbuhan dan perkembangan merupakan dua proses yang saling
berkesinambungan. Pertumbuhan adalah proses bertambahnya ukuran berbagai
organ disebabkan karena peningkatan ukuran dari masing – masing sel dalam
kesatuan sel pembentuk organ tubuh sedangkan perkembangan adalah suatu
proses pematangan majemuk yang berhubungan dengan aspek diferensiasi
bentuk atau fungsi termasuk perubahan sosial dan emosi.Pertumbuhan dan
perkembangan anak dibagi beberapa kelompok usia yaitu:
a. Usia Infant
Masa infant terdiri dari masa neonatus (lahir sampai 4 minggu) dan masa
bayi (4 minggu sampai 1 tahun). Pertumbuhan fisik yang terjadi adalah saat
lahir berat badannya 2500 - 3500 gram, panjang badan 47 -52 cm, lingkar
kepala 33 - 35 cm, lingkar dada 30 - 38 cm. Pada akhir tahun pertama terjadi
kenaikan panjang badan 25 cm dan berat badan 1,5 - 2 kg setiap tahun,
eontanel sudah menutup pada usia 2 bulan dan mulai tumbuh gigi pada usia 6
- 7 bulan.
Pada masa ini merupakan periode vital untuk mempertahankan hidup dan
agar dapat melaksanakan perkembangan selanjutnya. Karena pada saat ini
terjadi apa yang disebut sebagai belajar untuk belajar secara maksimal. Oleh
para ahli dikatakan bahwa semakin banyak rangsangan yang tepat diberikan
pada bayi disaat yang tepat pula, akan makin besar pula kemungkinan bayi
untuk lebih cerdas.
Perkembangan psikoseksual anak berada pada tahap fase oral.Daerah
pokok kegiatan dinamakan adalah mulut karena dipandang sebagai sumber
kenikmatan yang dapat berasal dari makanan atau minuman pada saat disusui
atau disuapi. Pada masa ini anak anak berada pada tahap kepercayaan versus
ketidakpercayaan.Timbulnya kepercayaan dasar diawali dari tahap sensorik
oral yang ditandai dengan bayi tidur tenang dan nyenyak, menyantap
makanan atau minuman dengan nikmat dan defekasi dengan mudah dan
lancar.
Untuk perkembangan motorik, bayi sudah dapat telungkup dan kembali
pada posisi semula, dapat duduk dengan kepala dan punggung tegak, mampu
memegang tangan dan memandangnya, bayi sudah dapat mencoba meraih
objek dengan tangan dan menggenggam objek.Untuk perkembangan sensori
secara visual dapat mengikuti objek yang dijatuhkan, dapat melokalisasi
bunyi yang dibuat diatas telinga dan mempunyai kesukaan rasa.Untuk
perkembangan bahasa, bayi dapat tertawa keras dan menjerit, mulai
mengikuti bunyi – bunyian, dan berespon terhadap perintah verbal.Untuk
perkembangan sosialisasi dan kognitif bayi mulai mengenal wajah / objek
dan menunjukkan kewaspadaan terhadap situasi asing.Untuk perkembangan
moral, pada masa ini tingkah laku didominasi oleh dorongan naluriah dan
tidak bisa dinilai sebagai tingkah laku bermoral atau tidak.

b. Usia Toddler
Masa toddler merupakan masa umur antara 1 – 3 tahun. Pada
pertumbuhan fisik dapat dinilai penambahan berat badan sebanyak 2,2 kg
pertahun dan tinggi badan akan bertambah 7,5 cm pertahun. Proporsi tubuh
berubah yaitu lengan dan kaki tumbuh lebih cepat dari pada kepala dan
badan. Lingkar kepala meningkat 2,5 cm pertahun dan fontanel anterior
menutup pada usia 15 bulan.
Perkembangan psikoseksual anak berada pada tahap fase anal yang
ditandai dengan perkembangan kepuasan dan tidakkepuasan disekitar
eliminasi, tugas perkembangan yang paling penting adalah latihan kebersihan
atau toilet training. Anak juga berada pada fase kemandirian versus perasaan
malu dan keragu raguan yaitu anak secara bertahap berusaha belajar
mengendalikan diri. Apabila ia tidak diberikan kesempatan dan terlalu
banyak dikendalikan dari luar akan timbul bibit rasa malu dan ragu yang
berlebihan.
Untuk perkembangan motorik anak dapat berjalan sendiri dengan jarak
kaki lebar, merayap pada tangga, membangun menara dari dua balok,
membuka kotak, dan membalik halaman buku.Pada perkembangan moral
anak berada pada tahap prakonvensional yaitu anak mempunyai konsep
tentang benar dan salah terbatas dan orang tua mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap perkembangan kesadaran anak.
c. Usia Pra Sekolah
Masa pra sekolah dimulai pada usia 3 - 5 tahun. Berat badan bertambah
1,5 - 2,5 kg pertahun, tinggi badan bertambah 7,5 cm pertahun, pada masa ini
mulai terjadi pergantian gigi susu ke gigi permanan. Masa pra sekolah
disebut juga ”usia bermain” dimana permainan memegang peran penting
dalam kehidupan anak.
Perkembangan psikoseksual anak berada pada tahap fase falik yaitu anak
menganggap kelamin sebagai daerah organ terpenting.Sebagai pusat
dinamika perkembangan adalah perasaan seksual dan agresif karena mulai
berfungsinya alat kelamin.Anak juga berada pada fase kanak - kanak yang
ditandai dengan anak mulai mengucapkan kata - kata hingga timbulnya
kebutuhan terhadap kawan bermain.
Anak berada pada tahap inisiatif versus rasa bersalah pada tahap ini
dimana anak sangat aktif dan banyak bergerak serta mulai mengembangkan
kemampuan untuk hidup bermasyarakat dan ditandai dengan adanya
keseimbangan adanya perkembangan fisik dan psikologis.
Untuk perkembangan motorik anak sudah dapat melompat, mengendarai
sepeda roda tiga, membangun menara dari sepuluh kubus, menggambar,
menggunting dan mengikat tali sepatu. Dalam hubungannya dengan keluarga
anak berusaha menyesuaikan diri dengan permintaan mereka dan berusaha
menyenangkan orang tua.
d. Usia Sekolah
Masa ini dimulai pada anak usia 6 – 12 tahun. Pada usia inin penambahan
berat badan dan pertumbuhan berlanjut dengan lambat. Tinggi badan
bertambah sedikitnya 5 cm pertahun.Pada anak laki – laki penambahan tinggi
badan lambat dan berat badan cepat, sedangkan pada anak perempuan mulai
tampak perubahan pada daerah pubis.
Perkembangan psikoseksual anak berada pada tahap fase laten yaitu anak
harus berhadapan dengan berbagai tuntutan sosial, misal pelajaran sekolah,
hubungan kelompok sebaya. Pada fase ini anak lebih mudah dididik dari
pada fase sebelumnya ataupun sesudahnya. Menurut Sullivan, anak pada fase
juvenile yaitu anak mulai tunduk pada otoritas diluar keluarga dan mulai
belajar bersaing serta bekerja sama dengan teman sebaya.
Pada masa ini anak anak berada pada tahap berkarya versus rasa rendah
diri.Anak berusaha merebut perhatian dan penghargaan atas
karyanya.Timbulnya rasa rendah diri apabila dirinya kurang mampu
dibanding temannya. Untuk perkembangan mental, anak sudah mampu
menggambarkan objek umum dengan mendetail, tidak semata mata
pengguaannya dan mampu mengenal waktu, tanggal, hari dan bulan.Untuk
personal sosial anak lebih dapat bersosialisasi dan tertarik pada hubungan
laki - laki perempuan tetapi tidak terikat.
e. Usia Remaja
Masa ini dimulai pada usia 12 – 18 tahun. Menurut Sullivan, masa remaja
dibagi menjadi 3 kelompok yaitu masa praremaja (12 – 14 tahun), remaja
awal (14 – 17 tahun) dan remaja akhir (17 – 20).
Masa remaja diawali dengan pertumbuhan yang cepat dimana tinggi badan
anak bertambah 10 cm pertahun.Dan terjadi penumpukan jaringan lemak
dibawah kulit sehingga berat badan bertambah.Pada wanita, lemak banyak
terdapat pada daerah panggul, buah dada dan anggota gerak.Sedangkan pada
anak laki - laki terjadi pembesaran penis, testis dan skrotum.Kemudian
tumbuh rambut pada pubis, disusul dengan perubahan suara.
Perkembangan psikis pada usia praremaja adalah minat bermain
menghilang, menunjukkan rasa malu, dan sulit diberi tanggung jawab serta
membentukkelompok dan sangat setia dengan kelompoknya. Pada usia
renaja awal, dorongan nafsu seksual semakin besar dan emosi lebih dominan
dari pada rasio. Untuk usia remaja akhir mulai muncul sikap pertimbangan
dan pengambilan keputusan berdasarkan kekuatan diri sendiri, mudah
tersinggung, mudah kasihan, mudah bertindak kejam, mudah terharu dan
mudah marah.
Perkembangan psikoseksual anak berada pada tahap fase pubertas dan
menurut Erikson anak berada pada tahap identitas versus kekacauan identitas
atau difusi peran. Orang tua sebagai figur identifikasi mulai luntur dan
mencari figur lain.
9. Konsep Hospitalisasi
a. Masa Infant (0 sampai 1 tahun)
Dampak dari perpisahan dengan orang tua dapat menimbulkan adanya
gangguan pembentukan rasa percaya dan kasih sayang. Pada anak usia lebih
dari enam bulan terjadi kecemasan apabila berhadapan dengan orang yang
tidak dikenalnya dan cemas karena perpisahan. Reaksi yang muncul pada
anak ini adalah menangis, marah, dan banyak melakukan gerakan sebagai
sikap kecemasannya.
b. Masa Toddler (1 sampai 3 tahun)
Anak usia toddler bereaksi terhadap hospitalisasi sesuai dengan sumber
stresnya. Stress yang utama adalah cemas akibat perpisahan. Respon perilaku
anak sesuai denagn tahapannya yaitu tahap protes, putus asa, dan
pengingkaran (denial). Pada tahap protes perilaku yang ditunjukkan adalah
menangis kuat, menjerit memanggil orang tua atau menolak rnbvs
ede2bf5ditunjukan adalahmenangis berkurang, anak tidak aktif, kurang
menunjukkan minat untuk bermain dan makan, sedih dan apatis.Pada tahap
pengingkaran yang ditunjukan adalah mulai menerima perpisahan membina
hubungan secara dangkal, dan anak mulai terlihat menyukai lingkunganya.
c. Masa Pra Sekolah (3 sampai 5 tahun)
Reaksi terhadap perpisahan yang ditunjukkan anak usia prasekolah adalah
dengan menolak makan, sering bertanya, menangis walaupun secara berlahan
dan tidak kooperatif terhadap tenaga kesehatan. Perawatan di rumah sakit
juga membuat anak kehilangan kontrol terhadap dirinya.Perawatan di rumah
sakit mengharuskan adanya pembatasan aktivitas anak sehingga anak merasa
kehilangan kekuatan dirinya.Ketakutan terhadap perlukaan muncul karena
anak mengganggu tindakan dan prosedur yang dapat mengancam integritas
tubuhnya.
d. Masa Sekolah (6 sampai 12 tahun)
Perawatan anak di rumah sakit memaksa anak berpisah dari lingkungan
yang dicintainya yaitu keluarga dan terutama kelompok sosialnya dan
menimbulkan kecemasan dan kehilangan kontrol.Kehilangan kontrol tersebut
berdampak pada perubahan peran dalam keluarga dan anak juga dapat
kehilangan kelompok sosialnya. Reaksi terhadap perlukaan atau rasa nyeri
akan ditunjukkan dengan ekspresi baik secara verbal maupaun non verbal.
Karena anak sudah mampu mengkomunikasikanya.

e. Masa Remaja (12 sampai 18 tahun)


Anak mulai mempersepsikan perawatan di rumah sakit menyebabkan
timbulnya perasaan cemas karena harus berpisah dengan teman sebayanya.
Saat Masuk Rumah Sakit cemas karena perpisahan tersebut pembatasan
aktivtas kehilangan control reaksi yang muncul: Menolak perawatan/
tindakan yang dilakukan, Tindak kooperatif dengan petugas. Perasaan sakit
akibat perlukaan menimbulkan respon: Bertanya-tanya, menarik diri,
menolak kehadiran orang lain.

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa,
agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan
diagnosa medik.
b. Keluhan utama
Keluhan utama berupa perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala,
pusing, kurang bersemangat, dan nafsu makan kurang. Pada kasus yang khas
demam berlangsung tiga minggu, bersifat febrisremiten, dan suhu tidak
tinggi sekali. Umunya kesadaran pasien menurun walaupun tidak berapa
dalam, yaitu apatis atau somnolen. Pada punggung dan anggota gerak dapat
ditemukan reseola. Kadang ditemukan pula bradikardi dan epistaksis pada
anak besar
c. Riwayat penyakit sekarang
Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella typhi ke dalam
tubuh.
d. Riwayat penyakit dahulu
Apakah sebelumnya pernah sakit demam tifoid.
e. Riwayat penyakit keluarg
Apakah keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes melitus.
f. Pola-pola fungsi kesehatan
1) Pola nutrisi dan metabolisme
Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan
muntah saat makan sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak makan
sama sekali.
2) Pola eliminasi
Eliminasi alvi. Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah
baring lama. Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami gangguan,
hanya warna urine menjadi kuning kecoklatan. Klien dengan demam
tifoid terjadi peningkatan suhu tubuh yang berakibat keringat banyak
keluar dan merasa haus, sehingga dapat meningkatkan kebutuhan cairan
tubuh.
3) Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar
tidak terjadi komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu.
4) Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu
tubuh.
5) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan pada orang tua terhadap keadaan penyakit
anaknya.
6) Pola sensori dan kognitif
Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan penglihatan
umumnya tidak mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu waham
paad klien.
7) Pola hubungan dan peran
Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien di rawat
di rumah sakit dan klien harus bed rest total.
8) Pola penanggulangan stress
Biasanya orang tua akan nampak cemas
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Didapatkan klien tampak lemah, suhu tubuh meningkat 38 – 410
C, muka kemerahan.
b. Tingkat kesadaran
Dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).
c. Sistem respirasi
Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam dengan
gambaran seperti bronchitis.

d. Sistem kardiovaskuler
Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relatif, hemoglobin rendah.
e. Sistem integumen
Kulit kering, turgor kullit menurun, muka tampak pucat, rambut agak kusam
f. Sistem gastrointestinal
Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor (khas), mual,
muntah, anoreksia, dan konstipasi, nyeri perut, perut terasa tidak enak,
peristaltik usus meningkat.
g. Sistem muskuloskeletal
Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan.
h. Sistem abdomen
Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan konsistensi
lunak serta nyeri tekan pada abdomen. Pada perkusi didapatkan perut
kembung serta pada auskultasi peristaltik usus meningkat.
3. Diagnosa keperawatan
a. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (infeksi)
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (infeksi)
c. Defisit nutrisi berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
d. Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas traktus gastrointestinal

4. Intervensi Keperawatan

No Dx Kep Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi


1 Hipertermia Setelah dilakukan Observasi :
b.d proses tindakan keperawatan  Identifikasi kesiapan dan
penyakit diharapkan anak kemampuan menerima
(infeksi) menunjukkan informasi
temperature tubuh Terapeutik :
dalam batas normal,  Sediakan materi dan media
dengan kriteria hasil: pendidikan kesehatan
 Suhu badan kembali  Jadwalkan pendidikan
normal 36,5C kesehatan sesuai kesepakatan
 Klien tidak  Berikan kesempatan untuk
berkeringat bertanya
 Klien tidak gelisah  Dokumentasikan hasil
 Klien tidak pengukuran suhu
mengeluh sakit perut Edukasi :
 Jelaskan prosedur pengukuran
suhu
 Anjurkan terus memegang
bahu dan menahan dada saat
pengukuran aksila
 Ajarkan lokasi pengukuran
suhu oral atau aksila
 Ajarkan cara meletakan ujung
termometer dibawah lidah
atau diabgian tengah aksila
 Ajarkan cara membaca
termometer raksa dan atau
elektronik
2 Nyeri akut Setelah dilakukan Observasi :
b.d agen tindakan keperawatan  Identifikasi lokasi,
cedera diharapkan nyeri karakteristik, durasi,
biologis berkurang pada klien frekuensi, kualitas, intensitas
(infeksi) dengan kriteria hasil: nyeri.
 Selera makan klien  Identifikasi skala nyeri
kembali makan  Klasifikasi respon nyeri non
 Klien tidak merasa verbal
gelisah  Identifikasi faktor yang
 Klien dapat memperberat dan
beraktivitas kembali meperingan nyeri
seperti biasanya  Identifikasi pengetahuan dan
 Skala nyeri klien 2 keyakinan tentang nyeri
 Identifikasi budaya terhadap
respon nyeri
 Identifikasi pengaruh nyeri
pada kualitas hidup
 Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
 Monitor efek samping
penggunaan analgenik
Teraupetik :
 Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, Hipnosis, akupersur,
terapi musik, biofeedback,
terapi pijat, aroma terapi
teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat / dingin,
terapi bermain)
 Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
( mis. Sushu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
 Pasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan
nyeri
Edukasi :
 Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan
nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri
secara mandi
 Anjurkan menggunakan
analgenik secara tepat
 Ajarkan teknik non
farmakologis untuk
menghilangankan rasa nyeri
Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian
anlgetik, jika perlu
3 Defisit Setelah dilakukan Observasi :
nutrisi b.d tindakan keperawatan  Identifikasi status nutrisi
intake yang diharapkan kebutuhan  Identifikasi alergi dan
tidak adekuat nutrisi terpenuhi dengan intoleransi makanan
kriteria hasil:  Identifikasi makanan yang
 Nafsu makan disukai
kembali normal  Identifikasi kebutuhan kalori
 Asupan makan dan jenis nutrien
terkontrol  Identifikasi perlunya
penggunaan selang
nasogastrik
 Monitor asupan makanan
 Monitor BB
 Monitor hasil pemeriksaan
labolatorium
Teraupetik :
 Lakukan oral hygiene
sebelum makan, jika perlu
 Pasilitasi menentukan
pedoman diit ( mis. Piramida
makanan)
 Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang
sesuai
 Berikan makanan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
 Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
 Berikan suplemen makanan,
jika perlu
 Hentikan pemberian makan
melalui selang nasogatrik
jika asupan oral dapat
ditoleransi
Edukasi :
 Anjurkan posisi duduk jika
mampu
 Ajarkan diit yang
diprogramkan
Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(mis. Pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
 Kolaborasi dengan ahli giji
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien yang
dibutuhkan, jika perlu
4 Konstipasi Setelah dilakukan Observasi :
b.d tindakan keperawatan  Periksa tandan dan gejala
penurunan diharapkan klien konstipasi
motilitas mencapai bowel  Periksa pergerakan usus,
traktus elimination dengan karakteristik peses
gastrointestin kriteria hasil: (konsistensi, bentuk, volume,
al  Pola eliminasi dan warna)
mencapai skala 4  Identifikasi faktor risiko
dalam 3 hari konstipasi (mis. Obat-obatan,
 Bentuk feses yang tirah baring, dan diit rendah
berat mencapai skala serat
3 dalam 3 hari  Monitor tanda dan gejala
 Bising usus ruptur usus dan atau
mencapai skala 3 peritonitis
dalam 3 hari Teraupetik :
 Anjurkan diit tinggi serat
 Lakukan mesase abdomen,
jika perlu
 Lakukan epakuasi peses
secara manual, jika perlu
 Berikan enema / irigasi, jika
perlu
Edukasi :
 Jelaskan etiologi masalah
dan alasan tindakan
 Ajurkan peningkatan asupan
cairan, jika tidak ada
kontraindikasi
 Latih buang air besar secara
teratur
 Ajarkan cara mengatasi
konstipasi / impaksi
Kolaborasi :
 Konsultasi dengan tim medis
tentang penurunan /
peningkatan prekuensi suara
usus
 Kolaborasi penggunaan obat
pencahar, jika perlu

Daftar Pustaka

Desmawati, AMK.,SKp., Mkep., SpMat. (2013). Sistem Pencernaan. Jakarta: In Media.


Nursalam, Rekawati, Sri Utami. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi Dan Anak.Salemba
Medikal: Jakarta.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI.(2016).Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia, Edisi 1.
Jakarta selatan: DPP PPNI.
Tim pokja SIKI DPP PPNI.(2018).Standar Intervensi Keperwatan Indonesia, Edisi 1.
Jakarta:DPP PPNI.
LAPORAN PENDAHULUAN
SISTEM KKARDIOVASKULER:
DENGUE HAEMORAGIC FEVER ( DHF )
( Ditujukan untuk memenuhi tugas Keperawatan Anak )

Dosen Pembimbing
Windasari Aliarosa, S.Kep.,Ners.,MAN

Disusun oleh
Yusrizal Pamungkas (E010518042)
PRODI D III KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BUDI LUHUR CIMAHI
2021

A. Definisi
Dengue Haemoragic Fever ( DHF ) merupakan suatu  infeksi akut yg disebabkan oleh
adanya arbovirus (arthropodbom virus) & ditularkan melalui gigitan dari nyamuk Aedes
(Aedes albopictus & Aedes aegypti) (ngastiyah, 2005). DHF  ( Dengue Haemoragic
Fever ) Suatu  penyakit infeksi yg umumnya disebabkan oleh virus dengue dengan
manifestasi klinis yaitu demam, nyeri otot & juga adanya nyeri sendi yang disertai
dengan adanya lekopenia, ruam,  trombositopenia, limfadenopati, & diastesis haemoragic
(Suhendro, dkk, 2007). Demam berdarah dengue merupakan suatu penyakit demam akut
yang umumnya di sebabkan oleh 4 type serotipe virus dengue & ditandai dengan adanya
4 gejala klinis utama yakni demam yg tinggi, manifestasi sebuah perdarahan,
hepatomegali, dan beberapa tanda kegagalan sirkulasi hingga timbulnya sebuah renjatan
( sindrom renjatan dengue) sebagai akibat dari adanya suatu kebocoran plasma yg dapat
menyebabkan sebuah kematian.

B. Etiologi
Penyakit demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam
arboviruses ( virus yang ditularkan melalui gigitan nyamuk ashtropod )
Penyakit demam berdarah dengue ditularkan oleh nyamuk aedes aegypti yang banyak
ditemukan dan hampir selalu menggigit di dalam rumah pada waktu siang hari.

Klasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya dibagi menjadi 4 golongan, yakni :


1.   Derajat I
Adanya demam disertai dengan gejala klinis lain, tanpa adanya  perdarahan spontan.
biasanya mengalami panas sekitar 2-7 hari, Uji tourniquet hasilnya ialah positif,
trombositipenia, & hemokonsentrasi.
2.    Derajat II
Sama dengan derajat I, ditambah dengan adanya beberapa gejala perdarahan spontan
seperti adanya petekie, hematemesis, ekimosis, perdarahan gusi, melena, dan ditemukan
pula adanya perdarahan pada kulit.
3.   Derajat III
Ditandai oleh adanya gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah & cepat
(>120x/mnt) tekanan nadi sempit , tekanan darah mengalami penurunan.
4.   Derajat IV
Nadi tidak teraba sama sekali, tekanan darah juga tidak teratur, anggota gerak/akral
teraba dingin, berkeringat & kulit tampak pucat/biru

C. Tanda dan gejala


1. Demam

Demam biasanya terjadi dengan cara yang  mendadak berlangsung dalam waktu 2 – 7
hari kemudian kembali turun menuju suhu yg normal atau bisa lebih rendah. Diikuti
dengan berlangsung demam, beberapa gejala klinik yang tidak spesifik dapat muncul
misalnya anoreksia, adanya nyeri punggung , nyeri tulang dan pula nyeri persediaan,
nyeri kepala serta rasa lemah juga dapat menyertainya.
2. Perdarahan
Demam atau riwayat demam akut antara 2-7 hari, biasanya bersifat bifasik.
Tanda gejala perdarahan yang biasanya berupa:
← - uji tourniquet positif
← - petekie, ekimosis, atau purpura
← - perdarahan mukosa ( epistaksis, perdarahan gusi), saluran cerna, tempat
bekas suntikan
← - hematemesis atau melena

3. Renjatan (Syok)
Syok umumnya dapat terjadi pada hari ke 3, dimulai dengan beberapa tanda
kegagalan sirkulasi yakni kulit terasa lembab, merasa dingin pada ujung hidung, jari
tangan, jari kaki serta adanya sianosis disekitar mulut. Apabila syok terjadi ketika
masa demam maka biasanya akan menunjukan prognosis yang amat buruk.
D. Patofisiologi
Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami
keluhan dan gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri
otot, pegal seluruh badan, hiperemi ditenggorokan, timbulnya ruam dan kelainan
yang mungkin muncul pada system retikuloendotelial seperti pembesaran
kelenjar-kelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam pada DHF disebabkan
karena kongesti pembuluh darah dibawah kulit.
Fenomena patofisiologi yang menentukan berat penyakit dan membedakan DF
dan DHF ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat
anafilaktosin, histamin dan serotonin serta aktivasi system kalikreain yang
berakibat ekstravasasi cairan intravaskuler. Hal ini berakibat berkurangnya
volume plama, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi
dan renjatan.
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstravaskuler ibuktikan dengan
ditemukannya cairan dalam rongga serosa, yaitu dalam rongga peritoneum,
pleura dan perikard. Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat
kehilangan plasma, bila tidak segera teratasi akan terjadi anoxia jaringan,
asidosis metabolic dan kematian. Sebab lain kematian pada DHF adalah
perdarahan hebat. Perdarahan umumnya dihubungkan dengan trombositopenia,
gangguan fungsi trombosit dan kelainan fungsi trombosit.
Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses imunologis
terbukti dengan terdapatnya kompleks imun dalam peredaran darah. Kelainan
system koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan hati yang fungsinya
memang tebukti terganggu oleh aktifasi system koagulasi. Masalah terjadi
tidaknya DIC pada DHF/ DSS, terutama pada pasien dengan perdarahan hebat.
E. Pemeriksaan penunjang
1.    Darah

a.   Trombosit mengalami penurunan.


b.   HB akan meningkat lebih 20 %
c.   HT juga meningkat lebih 20 %
d.   Leukosit mengalami penurunan pada hari ke 2 dan ke 3
e.   Protein darah sangat rendah
f.   Ureum PH bisa saja mengalami peningkatan
g.   NA dan CL cukup rendah
2.   Serology : HI ( hemaglutination inhibition test ).
a.   Rontgen thorax : adanya Efusi pleura.
b.   Uji test tourniket dengan hasil (+)
F. Penatalaksanaan
a) DHF tanpa renjatan
Demam tinggi, anoreksia, dan sering mual muntah menyebaban anak dehidrasi dan
haus, orang tua dilibatkan dalam pemberian minum pada anak sedikit demi sedikit
yaitu 1,5- 2 liter dalam 24 jam
b) Jika anak mengalami kejang- kejang diberi luminal dengan dosis: anak-anak berumur
<1 tahun 50mg, anak yang berumus >1 tahun 75mg.
c) DHF disertai renjatan
Harus segera dipasang infus sebagai pengganti cairan yang hilang akibat kebocoran
plasma. Cairan yang biasanya di berikan Ringer laktat.
Pemberian cairan intra vena ( biasanya diberikan ringer lactat, nacl ) ringer lactate
merupakan cairan intra vena yg paling sering digunakan , mengandung Na + 130
mEq/liter , K+ 4 mEq/liter, korekter basa 28 mEq/liter , Cl 109 mEq/liter dan Ca = 3
mEq/liter.
d) Pemberian terapi obat-obatan : antibiotic, antipiretik
e) Menganjurkan tirah baring
f) Memberikan makanan lunak .
g) Pemberian antipiretik, seperti golongan asetaminofen ( parasetamol )
h) pemberian Anti konvulsi jika terjadi kejang: diazepam ( valium ), fenobarbital
( luminal)
i) Memonitor  tanda-tanda vital ( T,S,N,RR).
j) Memonitor adanya tanda-tanda renjatan
k) Memonitor apabila ada  tanda-tanda perdarahan lebih lanjut
l) Melaksanakan pemeriksaan  HB,HT, dan Trombosit setiap hari.

G. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi dari penyakit demam berdarah diantaranya :
1.    Perdarahan yang luas.
2.   Mengalami shock atau renjatan.
3.   Mengalami effuse pleura
4.   Mengalami penurunan tingkat kesadaran.

H. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Nama, umur ( pada DHF tersering menyerang anak dengan usia kurang dari 15
tahun), jenis kelamin, alamat, nama orang tua, pendidikan orang tua, pekerjaan
orang tua.
b. Riawayat kesehatan
1) Keluhan utama
Keluhan utama pasien DHF yaitu panas tinggi dan anak lemah
2) Riwayat kesehatan sekarang
Ditemukan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil dengan
kesadaran kompos mentis. Turunnya panas terjadi antara hari ke 3 dan ke 7 dan
keadaan anak semakin lemah. Kadang disertai keluhan batuk pilek, nyeri telan,
mual, diare/konstipasi, sakit kepala, nyeri otot, serta adanya manifestasi
pendarahan pada kulit
3) Riwayat kesehatan dahulu
Penyakit apa saja yang pernah diderita klien. pada DHF , anak biasanya
mengalami serangan ulang DHF dengan virus yang lain.
4) Riwayat imunisasi.
Apabila mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan akan timbulnya
komplikasi dapat dihindarkan.
5) Riwayat gizi.
Status gizi yang menderita DHF dapat bervariasi, dengan status gizi yang baik
maupun buruk dapat beresiko, apabila terdapat faktor predisposisinya. Pasien
yang menderita DHF sering mengalami keluhan mual, muntah, dan nafsu
makan menurun. Apabila kondisi ini berlanjut dan tidak disertai dengan
pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka akan mengalami penurunan berat
badan sehingga status gizinya menjadi kurang.
6) Kondisi lingkungan.
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang kurang
bersih ( seperti air yang menggenang dan gantungan baju dikamar )
2. Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum :
Berdasarkan tingkatan (grade) DHF keadaan umum adalah sebagai berikut :
1)     Grade I   : Kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, tanda –
tanda vital dan nadi lemah.
2) Grade II  : Kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, ada
perdarahanspontan petekia, perdarahan gusi dan telinga,
serta nadi lemah, kecil, dan tidak teratur.
3) Grade III : Keadaan umum lemah, kesadaran apatis, somnolen, nadi
lemah, kecil,dan tidak teratur serta tensi menurun.
4) Grade IV : Kesadaran koma, tanda – tanda vital : nadi tidak teraba, tensi
tidak terukur, pernapasan tidak teratur, ekstremitas dingin
berkeringat dan kulit tampak sianosis.
Pemeriksaan fisik persistem:
a.Sistem kardiovaskuler
Grade I : uji tourniquet positif, trombositopenia, perdarahan spontan dan
hemokonsentrasi.
Grade II : disertai perdarahan spontan dikulit atau perdarahan lain
Grade III: dapat terjadi kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lemah
( takikardi) , tekanan nadi sempit, hipotesis,sianosis sekitar hidung,
mulut dan jari-jari, kulit dingin dan lembab.
Grade IV: nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur
b. Sistem pernafasan/ respirasi
Inspeksi : Sesak, adanya perdarahan dari hidung ( epistaksis ), pernafasan
dangkal, takipnea, pergerakan dada simetris
Perkusi : sonor
Auskultasi : terdengar ronchi
c.  Kepala dan leher.
1)   Wajah : Kemerahan pada muka, pembengkakan sekitar mata,
lakrimasi dan fotobia, pergerakan bola mata nyeri.
2)   Mulut   : Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor,
(kadang-kadang) sianosis.
3)  Hidung  : Epitaksis
4)  Tenggorokan : Hiperemia
5)  Lehe : Terjadi pembesaran kelenjar limfe pada sudut atas rahang
daerah servikal posterior.
d.   Dada (Thorax).
Nyeri tekan epigastrik, nafas dangkal.
Pada Stadium IV :
Palpasi             : Vocal – fremitus kurang bergetar.
Perkusi            : Suara paru pekak.
Auskultasi       : Didapatkan suara nafas vesikuler yang lemah.
e. Abdomen (Perut).
Palpasi       : Terjadi pembesaran hati dan limfe, pada keadaan dehidrasi
turgor kulit dapat menurun, suffiing dulness, balote ment
point (Stadium IV).
f.   Anus dan genetalia.
Eliminasi alvi                        : Diare, konstipasi, melena.
Eliminasi uri                         : Dapat terjadi oligouria sampai anuria.
g. Sistem integumen
terjadi peningkatan suhu tubuh ( demam ), kulit kering dan ruam.
h. Ekstrimitas atas dan bawah.
Stadium I              : Ekstremitas atas nampak petekie akibat RL test.
Stadium II – III    : Terdapat petekie dan ekimose di kedua ekstrimitas.
Stadium IV            : Ekstrimitas dingin, berkeringat dan sianosis pada
jari tangan
dan kaki

3. Analisa data
No Data Etiologi Masalah
1 Ds: - Virus dengue Hipertermia
Do:
1. Suhu tubuh diatas nilai Reaksi antigen-antibody
normal
2. Kulit merah Viremia
3. Kejang
4. Takikardi Mengeluarkan zat
5. Takipnea mediator
6. Kulit terasa hangat
Merangsang hipotalamus
anterior

Suhu tubuh meningkat

Hipertermia
2 Ds: Virus dengue Hipovolemia
1. Merasa lemah
2. Mengeluh haus Reaksi antigen-antibody
Do:
1. Frekuensi nadi Mengeluarkan zat
meningkat mediator
2. Nadi teraba lemah
3. Tekanan darah menurun Peningkatan permeabilitas
4. Tekanan nadi menyempit dinding pembuluh darah
5. Turgor kulit menurun
6. Membran mukosa kering Kebocoran plasma
7. Volume urin menurun
8. Hematokkrit meningkat Darah berpindah ke
9. Pengisian vena menurun ektravaskuler
10. Status mental berubah
11. Suhu tubuh meningkat Kekurangan volume
12. Konsentrasi urin cairan
meningkat
13. Berat badan turun tiba-
tiba
3 Ds: Virus denguen Defisit nutrisi
1. Cepat kenyang setelah
makan Reaksi antigen-antibody
2. Kram/nyeri abdomen
3. Nafsu makan menurun Viremia
Do:
1. Berat badan menurun Mual
minimal 10% di bawah
rentang ideal Nafsu makan menurun
2. Bising usus hiperaktif
3. Otot pengunyah lemah Intake inadekuat
4. Otot menelan lemah
5. Membran mukosa pucat Ketidakseimbangan
6. Sariawan nutrisi
7. Serum albumin turun
8. Rambut rontok
berlebihan
9. Diare
4 Ds: Virus dengue Nyeri akut
1. Mengeluh nyeri
Do: Reaksi antigen-antibody
1. Tampak meringis
2. Bersikap protektif Viremia
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi Merangsang saraf
meningkat simpatis
5. Sulit tidur
6. Tekanan darah Diteruskan keujung
saraf bebas
meningkat
7. Pola napas berubah
8. Nafsu makan berubah Nyeri otot
9. Proses berfikir terganggu
10. Menarik diri Nyeri akut
11. Berfokus pada diri
sendiri
12. Diaforesis
5 Faktor risiko Risiko perdarahan
1. Aneurisma
2. Gangguan
gastrointestinal
3. Gangguan fungsi hati
4. Komplikasi kehamilan
5. Komplikasi pasca partum
6. Gangguan koagulasi
7. Efek agen farmakologis
8. Tindakan pembedahan
9. Trauma
10. Kurang terpapar
informasi tentang
pencegahan perdarahan
11. Proses keganasan
6 Faktor risiko Risiko syok
1. Hipoksemia
2. Hipoksia
3. Hipotensi
4. Kekurangan volume
cairan
5. Sepsis
6. Sindrom respon
inflamasi siskemik

4. Diagnosa keperawatan
1. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme
2. Hipovolemia berhubungan dengan kekurangan intake cairan
3. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
5. Risiko perdarahan d.d gangguan koagulasi
6. Risiko syok d.d kekurangan volume cairan

5. Intervensi keperawatan
No Dx kep Tujuan Intervensi Rasional
1 Hipertermia Setelah dilakukan Observasi Observasi
b.d tindakan 1. Identifikasi penyebab 1. Untuk
mengetahui
peningkatan keperawatan hipertermi
adanya reaksi
laju selama ...x24 jam 2. Monitor suhu tubuh infeksi
2. Peningkatan
metabolisme maka
suhu tubuh
termoregulasi bisa menjadi
stimulus
membaik dengan
perubahan
kriteria hasil : cairan yang
dapat
1. Menggigil
mengganggu
menurun control dari
sistem syaraf
2. Kullit merah
pusat
menurun Terapeutik
3. Kejang
Terapeutik
3. Membantu
menurun 1. Sediakan lingkungan meningkatkan
kondisi
4. Akrosianosis yang dingin
penyembuhan
menurun klien

5. Vasokontriksi
perifer Edukasi
1. Untuk
menurun Edukasi mempertahan
6. Pucat menurun 1. Anjurkan tirah kan kondisi
fisiologis dan
7. Takikardi baring menghilangka
menurun n stress pada
otot-otot
8. Takipnea
tubuh
menurun
Kolaborasi
9. Bradikardia
menurun 1. Untuk
Kolaborasi memberikan
10.Hipoksia
1. Kolaborasi pemberian sejumlan
menurun
cairan dan elektrolit cairan
11.Suhu tubuh
intravena , jika perlu kedalam
membaik
12.Suhu kulit tubuh pasien

membaik
13.Kadar glukosa
tubuh
membaik
14.Ventilasi
membaik
15.Tekanan darah
membaik
2 Hipovolemia Setelah dilakukan Observasi Observasi
b.d tindakan 1. monitor intake dan 1. untuk
output cairan membantu
kekurangan keperawatan dalam
intake cairan selama ...x24 jam menganalisa
keseimbangan
maka status cairan cairan dan
membaik dengan derajat
kekurangan
kriteria hasil: cairan
1. Asupan cairan Terapeutik
Terapeutik : 1. untuk
meningkat 1. hitung kebutuhan
2. Keluaran urine mengetahui
cairan kebutuhan
meningkat
3. Kelembaban cairan pada
membran pasien
mukosa Edukasi
meningkat Edukasi 1. untuk
4. Asupan 1. anjurkan menambah
makanan memperbanyak asupan cairan
meningkat asupan cairan oral pada tubuh
5. Edema
menurun kolaborasi
6. Dehidrasi kolaborasi 1. untuk
menurun 1. kolaborasi membantu
7. Asites menurun pemberian cairan IV kebutuhan
8. Konfusi cairan dalam
menurun tubih
9. Tekanan darah
membaik
10.Denyut nadi
radial
membaik
11.Tekanan arteri
rata-rata
membaik
12.Membran
mukosa
membaik
13.Mata cekung
membaik
14.Turgor kulit
membaik
15.Berat badan
membaik
3 Defisit nutrisi Setelah diberikan Observasi Observasi
b.d asuhan 1. identifikasi status 1. untuk
keperawatan nutrisi mengetahui
ketidakmamp selama ...x 24 kekurangan
uan mencerna jam diharapkan 2. Identifikasi nutrisi pasien
kebutuhan kalori 2. untuk
status nutrisi
makanan membaik dengan dan jenis nutrisi mengontrol
kriteria hasil : kadar
1. porsi makan kebutuhan
kalori dan
yang dihabiskan jenis nutrisi
3. Monitor asupan 3. untuk
meningkat makanan memantau
2. kekuatan otot asupan
makanan
mengunyah pada pasien
agar dapat
meningkat
memilih
3. kekuatan otot makanan
yang dapat
menelan dikonsumsi
meningkat oleh pasien

4. perasaan cepat Terapeutik Terapeutik


1. Lakukan oral 1. untuk
kenyang hygiene sebelum meningkatkan
menurun makan selera makan
pasien
5. nyeri abdomen 2. makanan
2. sajikan makanan yang menarik
menurun
secara menarik dapat
6. sariawan dan suhu yang membantu
sesuai meningkatkan
menurun nafsu makan
7. rambut rontok pada pasien
3. dengan
menurun 3. berikan makanan mengkonsum
tinggi serat untuk si makanan
8. berat badan
mencegah tinggi serat
membaik konstipasi dapat
melancarkan
9. indeks masa pola eliminasi
pada klien
tubuh membaik
10. nafsu makan Edukasi
1. untuk
membaik Edukasi
1. Anjurkan diet mempercepat
11.membran
yang proses
mukosa membaik diprogramkan

kolaborasi
Kolaborasi 1. untuk
1. Kolaborasi menentukan
dengan ahli gizi jumlah kalori
dan jenis
nutrisi yang
di butuhkan
4 Nyeri akut Setelah Observasi Observasi
b.d agen dilakukan 1. Identfikasi 1. Nyeri merupakan
tindakan Lokasi, pengalaman
pencdera
keperawatan karakteristik, subyektif dan
fisiologis selama ...x24 durasi, frekuensi, harus dijelaskan
kualitas dan oleh klien
jam maka tingkat
identifikasi
nyeri menurun intensitas nyeri
karakteristik nyeri
dengan kriteria merupakan suatu
hasil: hal yang amat
B. kemampuan penting untuk
menuntaskan memilih intervensi
aktivitas dari terapi yang
meningkat diberikan
C. Keluhan nyeri
menurun 2. Untuk
D. Meringis menentukan
menurun kualitas nyeri
E. Muntah yang dirasakan
menurun 2. Identifikasi skala
F. Mual menurun nyeri
3. Tindakan ini
G. Frekuensi nadi merupakan
membaik identifikasi
H. Pola napas mengkaji rasa
membaik 3. Identifikasi respon
nyeri yang
I. Tekanan darah nyeri non verbal
dirasakan klien
membaik
Terapeutik
1. Istirahat akan
menurukan O2
jaringan perifer
Terapeutik sehingga akan
1. Fasilitasi istirahat meningkatkan
tidur suplai darah ke
jaringan

2. Tindakan ini
merupakan
memungkinkan
klien untuk
2. Berikan tekhnik mendapatkan rasa
farmakologis untuk kontrol terhadap
mengurangi rasa nyeri
nyeri
Edukasi
1. Memberikan
tekhnik dikstrasi,
relaksasi dapat
Edukasi menurunkan
1. Jelaskan strategi stimulus internal
meredakan nyeri yang dapat
memblok nyeri

2. Analgetik
memblok lintasan
nyeri sehingga
nyeri akan
berkurang
2. Anjurkan
menggunakan
analgetik secara Kolaborasi
cepat 1. Agen-agen ini
secara sistematik
menghasilkan
relaksasi umum
Kolaborasi menurunkan
1. Kolaborasi inflamasi
pemberian analgetik
bila perlu

5 Risiko Setelah dilakukan Observasi Observasi


perdarahan tindaka 1. Monitor tanda dan 1. Untuk membatu
d.d gangguan keperawatan gejala perdarahan pasien
koagulasi selama ...x24 jam mendapatkan
maka tingkat penanganan sedini
perdarahan mungkin
menurun dengan 2. Monitor nilai 2. Untuk memantau
kriteria hasil: hematokrit/hemoglo volume eritrosit
1. Membran bin sebelumm dan dalam darah
mukosa setelah kehilangan
lembab darah
meningkat Terapeutik
Terapeutik
2. Kelembaban 1. Untuk
1. Pertahankan bed rest
kulit mengantisipasi
selama perdarahan
meningkat terjadinya
3. Hemoptitis perdarahan
menurun
Edukasi Edukasi
4. Hematemesis
1. Jelaskan tanda dan 1. Untuk
menurun
gejala perdarahan mengurangi
5. Hemoglobin
2. Anjurkan resiko cedera
membaik
meningkatkan akibat penurunan
6. Hematokrit
asupan cairan untuk trombosit
membaik
menghindari 2. Untuk
7. Tekanan darah
konstipasi mentabilkan
membaik
asupan cairan dan
8. Suhu tubuh
melancaran aliran
membaik
darah
Kolaborasi
Kolaborasi 1. Untuk
1. Kolaborasi membantu
pemberian obat menormalkan
pengontrol darah, darah pada
jika perlu pasien
2. Kolaborasi 2. Untuk
pemberian produk mengembalikan
darah, jika perlu serta
mempertahankan
volume normal
peredaran darah
6 Risiko syok Setelah dilakukan Observasi Observasi
d.d tindakan ...x24 1. Monitor status cairan 1. Untuk memantau
kekurangan jam maka tingkat status cairan
volume syok menurun pada pasien
cairan dengan kriteria 2. Untuk
hasil: 2. Monitor status mengetahui
1. Kekuatan nadi oksigenasi status oksigen
meningkat pada pasien
2. Output urin Terapeutik
meningkat 1. Untuk
Terapeutik
3. Tingkat mempertahankan
1. Berikan oksigen
kesadaran oksigen yang
untuk
meningkat adekuat
mempertahankan
4. Akral dingin
saturasi oksigen
menurun 2. Untuk
>94%
5. Pucat menurun memberikan
2. Pasang jalur IV,
6. Rasa haus sejumlah cairan
jika perlu
menurun ke dalam tubuh
7. Tekanan arteri pasien
rata-rata
membaik Edukasi
8. Tekanan darah Edukasi 1. Untuk
sistolik 1. Jelaskan mengetahui
membaik penyebab/faktor terjadinya risiko
9. Tekanan nadi risiko syok syok
membaik 2. Jelaskan tanda dan 2. Untuk
gejala awal syok mengetahui
gajalaa awal saat
terjadinya syok
Kolaborasi
1. Untuk
memberikan
Kolaborasi
sejumlah cairan
1. Kolaborasi
kedalam tubuh
pemberian IV, jika
2. Untuk
perlu
mengembalikan
2. Kolaborasi
serta
pemberian tranfusi
mempertahankan
darah, jika perlu
volume normal
peredaran darah

DAFTAR PUSTAKA
PPNI( 2018 ). Standar Luaran Keperawatan Indonesia ( SLKI ), Edisi I. Jakarta
PPNI.2018.Standar Intervensi Keperawatan Indonesia(SIKI) Edisi Cetakan
II.Jakarta
PPNI.2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia(SDKI) Edisi I Cetakan
III(Revisi).Jakarta
NANDA NICNOC. North American Nursing Diagnosis Association. Edisi revisi
jilid 1. jogjakarta
Laporan Pendahuluan
Ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah Keperawatan
Anak

Dosen pembimbing :
Ns. Winda Aliarosa, S.kep.Ners., MAN
Disusun oleh:
Anwar Fauzi Nugraha (E.0105.18.005)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BUDI LUHUR CIMAHI
TAHUN 2020/2021

A. PENGERTIAN

Difteria adalah suatu infeksi akut yang mudah menular dan yang diserang
terutama saluran pernapasan bagian atas dengan tanda khas timbulnya
pseudomembran (Ngastiyah, 2005).

Difteri adalah infeksi akut yang disebabkan oleh corynebacterium diphteriae


(Rampengan, 1993).

Difteri adalah infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh


corynebacterium diphteriae dengan bentuk basil gram positif (WHO).

Difteri adalah suatu infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri penghasil racun
(Detik Health).

Difteri adalah suatu infeksi yang akut yang disebabkan oleh bakteri penghasil
toksik corynebacterium diphteriae (Medicas).

B. ETIOLOGI

Disebabkan oleh corynebacterium diphteriae, bakteri gram positif yang bersifat


polimorf, tidak bergerak dan tidak membentuk spora. Pewarna sediaan langsung
dengan biru metilen atau biru toluidin. Basil ini dapat ditemukan dengan sediaan
langsung dari lesi.
Sifat basil polimorf, gram positif, tidak bergerak dan tidak membentuk spora, mati
pada pemanasan 60ºC selama 10 menit, tahan sampai beberapa minggu dalam es, air
susu, dan lendir yang telah mengering.
Terdapat 3 jenis basil yaitu bentuk gravis mitis dan intermedius atas dasar perbedaan
bentuk koleni dalam biakan agar darah yang mengandung kalium terlarut.
Basil dapat membentuk :
 Pseudomembran yang sukar diangkat, mudah berdarah dan berwarna putih
keabu-abuan yang terkena terdiri dari fibrin, leukosit, jaringan nekrotik dan
basil.
 Eksotoksin yang sangat ganas dan dapat meracuni jaringan setelah bebrapa
jam diabsorbsi dan memberikan gambaran perubahan jaringan yang khas
terutama pada otot jantung, ginjal dan jaringan saraf. Satu perlima puluh ml
toksin dapat membunuh marmut dan kurang lebih 1/50 dosis ini dipakai untuk
uji Schick.

C. PATOFISIOLOGI

Corynebacterium diphteriae masuk kehidung atau mulut dimana basil akan


menempel di mukosa saluran nafas bagian atas, kadang-kadang kulit, mata atau
mukosa genital. Setelah 2-4 jam hari masa inkubasi kuman dengan corynephage
menghasilkan toksik yang mula-mula diabsorbsi oleh membran sel, kemudian
penetrasi dan interferensi dengan sintesa protein bersama-sama dengan sel kuman
mengeluarkan suatu enzim penghancur terhadap Nicotinamide Adenine Dinucleotide
(NAD). Sehingga sintesa protein terputus karena enzim dibutuhkan untuk
memindahkan asam amino dan RNA dengan memperpanjang rantai polipeptida
akibatnya terjadi nekrose sel yang menyatu dengan nekrosis jaringan dan membentuk
eksudat yang mula-mula dapat diangkat, produksi toksin kian meningkat dan daerah
infeksi makin meluas akhirnya terjadi eksudat fibrin, perlengketan dan membentuk
membran yang berwarna dari abu-abu sampai hitam tergantung jumlah darah yang
tercampur dari pembentukan membran tersebut apabila diangkat maka akan terjadi
perdarahan dan akhirnya menimbulkan difteri. Hal tersebut dapat menimbulkan
beberapa dampak antara lain sesak nafas sehingga menyebabkan pola nafas tidak
efektif, anoreksia sehingga penderita tampak lemah sehingga terjadi intoleransi
aktifitas.
D. Pathway

Corynebacterium diphteriae

Kontak dengan orang atau barang yang terkontaminasi.

Bakteri masuk lewat saluran pencernaan atau saluran


pernafasan.

Menempel di saluran pernapasan atas

Setelah inkubasi selama 2-3 jam

Corynebacterium diphteriae mengeluarkan toksin (eksotoksin)

Toksin ini diabsorpsi oleh membrane sel

Terjadi penetrasi dan interferensi dg sintesa protein

Kuman mengeluarkan enzim penghancur NAD


(Nicotinamide Adenine Dinucleotide)

Sintesa protein terputus

Nekrosis sel dan jaringan

terjadi pembentukan eksudat


produksi toksin meningkat shg infeksi meluas
terjadi pembentukan eksudat fibrin,perlengketan dan membentuk
membrane berwarna abu-abu sampai kehitaman

Paparan
DIFTE informasi kurang

RI
Hipotalamus Inflamasi KURANG
PENGETAHUAN
PG naik Peningkatan secret
di paru-paru
Suhu naik HIPERTERMI
BERSIHAN JALAN
Obstruksi
NAPAS TIDAK
Metabolisme
EFEKTIF
meningkat Sesak Napas ANSIETAS

Pemecahan KH, Protein,


Sianosis
Lemak, & adanya
penekenan pada saraf pusat
POLA NAPAS
lapar di otak
TIDAK EFEKTIF
Nafsu makan menurun

Asupan kurang

BB turun

KETIDAKSEIMBANGAN
NUTRISI KURANG DARI
KEBUTUHAN TUBUH
E. MANIFESTASI KLINIS

Gejala umum yang timbul berupa:


1. Demam tidak terlalu tinggi
2. Lesu dan lemah
3. Pucat
4. Anoreksia

Gejala khas yang menyertai:


1. Nyeri menelan
1. Sesak nafas
2. Serak

Gejala lokal : nyeri menelan, bengkak pada leher karena pembengakakan pada
kelenjar regional, sesak napas, serak sampai stridor jika penyakit sudah pada stadium
lanjut.Gejala akibat eksitoksin tergantung bagian yang terkene, misalnya mengenai
otot jantung terjadi miokarditis dan bila mengenai saraf terjadi kelumpuhan. Bila
difteria mengenai hidung (hanya 2% dari jumlah pasien difteria) gejala yang timbul
berupa pilek, sekret yang keluar bercampur darah yang berasal dari pseudomembran
dalam hidung. Biasanya penyakit ini akan meluas ke bagian tenggorak pada tonsil,
faring dan laring.

F. KLASIFIKASI
Menurut tingkat keparahannya, penyakit ini dibagi menjadi 3 tingkat yaitu :
 Infeksi ringan bila pseudomembran hanya terdapat pada mukosa hidung dengan
gejala hanya nyeri menelan.
 Infeksi sedang bila pseudomembran telah menyerang sampai faring (dinding
belakang rongga mulut) sampai menimbulkan pembengkakan pada laring.
 Infeksi berat bila terjadi sumbatan nafas yang berat disertai dengan gejala
komplikasi seperti miokarditis (radang otot jantung), paralisis (kelemahan anggota
gerak) dan nefritis (radang ginjal).

Menurut lokasi gejala yang dirasakan pasien :


1. Difteri hidung bila penderita menderita pilek dengan ingus yang bercampur darah.
Difteri hidung biasanya ringan dan kronis dengan salah satu rongga hidung
tersumbat dan terjadi ekskorisasi (ledes). Infeksi subklinis (atau kolonisasi)
merupakan kasus terbanyak. Toksin dapat menyebabkan myocarditis dengan heart
block dan kegagalan jantung kongestif yang progresif, timbul satu minggu setelah
gejala klinis difteri. Gejala lain yang muncul belakangan antara lain neuropati yang
mirip dengan Guillain Barre Syndrome. Tingkat kematian kasus mencapai 5-10%
untuk difteri noncutaneus, angka ini tidak banyak berubah selama 50 tahun. Bentuk
lesi pada difteria kulit bermacam-macam dan tidak dapat dibedakan dari lesi
penyakit kulit yang lain, bisa seperti atau merupakan bagian dari impetigo.
2. Difteri faring dan tonsil dengan gejala radang akut tenggorokan, demam sampai
dengan 38,5 derajat celsius, nadi yang cepat, tampak lemah, nafas berbau, timbul
pembengkakan kelenjar leher. Pada difteri jenis ini juga akan tampak membran
berwarna putih keabu abuan kotor di daerah rongga mulut sampai dengan dinding
belakang mulut (faring).
3. Difteri laring dengan gejala tidak bisa bersuara, sesak, nafas berbunyi, demam
sangat tinggi sampai 40 derajat celsius, sangat lemah, kulit tampak kebiruan,
pembengkakan kelenjar leher. Difteri jenis ini merupakan difteri paling berat
karena bisa mengancam nyawa penderita akibat gagal nafas.
4. Difteri kutaneus dan vaginal dengan gejala berupa luka mirip sariawan pada kulit
dan vagina dengan pembentukan membran diatasnya. Namun tidak seperti
sariawan yang sangat nyeri, pada difteri, luka yang terjadi cenderung tidak terasa
apa apa.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Schick test

Tes kulit ini digunakan untuk menentukan status imunitas penderita. Tes ini tidak
berguna untuk diagnosis dini karena baru dapat dibaca beberapa hari kemudian.
Untuk pemeriksaan ini digunakan dosis 1/50 MED. Yang diberikan intrakutan
dalam bentuk larutan yang telah diencerkan sebanyak 0,1 ml bila orang tersebut
tidak mengandung antitoksin akan timbul vesikel pada bekas suntikan akan hilang
setelah beberapa minggu. Pada orang yang mengandung titer antitoksin yang
rendah uji schick dapat positif, pada bekas suntikan akan timbul warna merah
kecoklatan dalam 24 jam. Uji schick dikatakan negatif bila tidak didapatkan reaksi
apapun pada tempat suntikan dan ini terdapat pada orang dengan imunitas atau
mengandung antitoksin yang tinggi. Positif palsu dapat terjadi akibat reaksi alergi
terhadap protwin antitoksin yang akan menghilang dalam 72 jam.

b. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan darah terdapat penurunan kadar hemoglobin dan leukositosis
polimorfonukleus, penurunan jumlah eritrosit, dan kadar albumin. Pada urin
terdapat albumin ringan.

c. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pada pemeriksaan darah terdapat penurunan kadar hemoglobin dan
leukositosis, penurunan jumlah eritrosit dan kadar albumin.
2. Pada urine terdapat albuminuria ringan.

H. PENULARAN
Difteri merupakan penyakit menular yang sangat berbahaya pada anak anak.
Penyakit ini mudah menular dan menyerang terutama daerah saluran pernafasan
bagian atas. Penularan biasanya terjadi melalui percikan ludah dari orang yang
membawa kuman ke orang lain yang sehat. Selain itu penyakit ini bisa juga
ditularkan melalui benda atau makanan yang terkontaminasi.

Cara penularan adalah melalui kontak dengan penderita atau carrier; jarang sekali
penularan melalui peralatan yang tercemar oleh discharge dari lesi penderita difteri.
Susu yang tidak dipasteurisasi dapat berperan sebagai media penularan.

I. PENCEGAHAN
1. Isolasi penderita
Penderita harus diisolasi dan baru dapat dipulangkan setelah pemeriksaan kuman
difteri dua kali berturut-turut negatif.
2. Pencegahan terhadap kontak
Terhadap anak yang kontak dengan difteri harus diisolasi selama 7 hari. Bila
dalam pengamatan terdapat gejala-gejala maka penderita tersebut harus diobati.
Bila tidak ada gejala klinis, maka diberi imunisasi terhadap difteri.
3. Imunisasi
Penurunan drastis morbiditas diftery sejak dilakukan pemberian imunisasi.
Imunisasi DPT diberikan pada usia 2, 4 dan 6 bulan. Sedangkan boster dilakukan
pada usia 1 tahun dan 4 sampai 6 tahun. Di indonesia imunisasi sesuai PPI
dilakukan pada usaia 2, 3 dan 4 bulan dan boster dilakukan pada usia 1 – 2 tahun
dan menjelang 5 tahun. Setelah vaksinasi I pada usia 2 bulan harus dilakukan
vaksinasi ulang pada bulan berikutnya karena imunisasi yang didapat dengan satu
kali vaksinasi tidak mempunyai kekebalan yang cukup proyektif. Dosis yang
diberikan adalah 0,5 ml tiap kali pemberian.
Cara Pencegahan
1. Kegiatan penyuluhan sangatlah penting: beri penyuluhan kepada masyarakat
terutama kepada para orang tua tentang bahaya dari difteria dan perlunya
imunisasi aktif diberikan kepada bayi dan anak-anak.
2. Tindakan pemberantasan yang efektif adalah dengan melakukan imunisasi aktif
secara luas (missal) dengan Diphtheria Toxoid (DT). Imunisasi dilakukan pada
waktu bayi dengan vaksin yang mengandung diphtheria toxoid, tetanus toxoid,
antigen “acellular pertussis: (DtaP, yang digunakan di Amerika Serikat) atau
vaksin yang mengandung “whole cell pertusis” (DTP). Vaksin yang mengandung
kombinasi diphtheria dan tetanus toxoid antigen “whole cell pertussis”, dan tipe b
haemophillus influenzae (DTP-Hib) saat ini juga telah tersedia.
3. Jadwal imunisasi berikut ini adalah yang direkomendasikan di Amerika Serikat
(Negara lain mungkin menggunakan jadwal lain dan tidak memberikan 4 dosis
sebagai imunisasi dasar).

a) Untuk anak-anak berusia kurang dari 7 tahun.


Imunisasi dasar untuk vaksin DtaP atau DTP-Hib, 3 dosis pertama diberikan
dengan interval 4-8 minggu. Dosis pertama diberikan saat bayi berusia 6-8
minggu; dosis ke-4 diberikan 6-12 bulan setelah dosis ke-3 diberikan. Jadwal ini
tidak perlu diulang kembali walaupun terjadi keterlambatan dalam pelaksanaan
jadwal tersebut.
Dosis ke-5 diberikan pada saat usia 4-6 tahun (usia masuk sekolah); dosis ke-5 ini
tidak perlu diberikan jika sudah mendapat dosis ke-4 pada usia 4 tahun. Bila
komponen pertusis dari DTP merupakan kontraindikasi, sebagai pengganti dapat
diberikan vaksin DT.
b) Untuk usia 7 tahun ke atas:
Mengingat efek samping pemberian imunisasi meningkat dengan bertambahnya
usia maka dosis booster untuk anak usia di atas 7 tahun, vaksin yang dipakai
adalah vaksin dengan konsentrasi / kadar diphtheria toxoid (dewasa) yang rendah.
Sedangkan untuk mereka yang sebelumnya belum pernah diimunisasi maka
diberikan imunisasi dasar berupa 3 dosis vaksin serap tetanus dan diphtheria
toxoid (Td).
Dua dosis pertama diberikan dengan interval 4-6 minggu dan dosis ke-3 diberikan
6 bulan hingga 1 tahun setelah dosis ke-2. data yang terbatas dari Swedia
menunjukkan bahwa jadwal pemberian imunisasi ini mungkin tidak memberikan
tingkat perlindungan yang memadai pada kebanyakan remaja, oleh karena itu
perlu diberikan dosis tambahan.
Untuk mempertahankan tingkat perlindungan maka perlu dilakukan pemberian
dosis Td setiap 10 tahun kemudian.
4. Upaya khusus perlu dilakukan terhadap mereka yang terpajan dengan penderita
seperti kepada para petugas kesehatan dengan cara memberikan imunisasi dasar
lengkap dan setiap sepuluh tahun sekali diberikan dosis booster Td kepada
mereka.
5. Bagi anak-anak dan orang dewasa yang mempunyai masalah dengan sistem
kekebalan mereka (immunocompromised) atau mereka yang terinfeksi HIV
diberikan imunisasi dengan vaksin diphtheria dengan jadwal yang sama bagi
orang normal walaupun ada risiko pada orang-orang ini tidak memberikan respon
kekebalan yang optimal.
Penanganan Penderita, Kontak dan Lingkungan Sekitar

1). Isolasi
Isolasi ketat dilakukan terhadap penderita difteria faringeal, isolasi untuk
difteria kulit dilakukan terhadap kontak hingga 2 kultur dari sampel
tenggorokan dan hidung (dan sampel dari lesi kulit pada difteria kulit hasilnya
negatif tidak ditemukan baksil. Jarak 2 kultur ini harus dibuat tidak kurang
dari 24 jam dan tidak kurang dari 24 jam setelah penghentian pemberian
antibiotika. Jika kultur tidak mungkin dilakukan maka tindakan isolasi dapat
diakhiri 14 hari setelah pemberian antibiotika yang tepat (lihat 9B7 di bawah).
2). Desinfeksi serentak:
Dilakukan terhadap semua barang yang dipakai oleh/untuk penderita dan
terhadap barang yang tercemar dengan discharge penderita. Dilakukan
pencucihamaan menyeluruh.
3). Karantina
Karantina dilakukan terhadap dewasa yang pekerjaannya berhubungan
dengan pengolahan makanan (khususnya susu) atau terhadap mereka yang
dekat dengan anak-anak yang belum diimunisasi. Mareka harus diistirahatkan
sementara dari pekerjaannya sampai mereka telah diobati dengan cara seperti
yang diuraikan di bawah dan pemeriksaan bakteriologis menyatakan bahwa
mereka bukan carrier.
4). Manajemen Kontak
Semua kontak dengan penderita harus dilakukan kultur dari sample hidung
dan tenggorokan, diawasi selama 7 hari. Dosis tunggal Benzathine Penicillin
(IM: lihat uraian dibawah untuk dosis pemberian) atau dengan Erythromycin
selama 7-10 hari direkomendasikan untuk diberikan kepada semua orang
yang tinggal serumah dengan penderita difteria tanpa melihat status imunisasi
mereka. Kontak yang menangani makanan atau menangani anak-anak sekolah
harus dibebaskan untuk sementara dari pekerjaan tersebut hingga hasil
pemeriksaan bakteriologis menyatakan mereka bukan carrier. Kontak yang
sebelumnya sudah mendapatkan imunisasi dasar lengkap perlu diberikan
dosis booster apabila dosis imunisasi terakhir yang mereka terima sudah lebih
dari lima tahun. Sedangkan bagi kontak yang sebelumnya belum pernah
diimunisasi, berikan mereka imunisasi dasar dengan vaksinasi: Td, DT, DTP,
DtaP atau DTP-Hib tergantung dari usia mereka.

5). Investigasi kontak dan sumber infeksi


Pencarian carrier dengan menggunakan kultur dari sampel yang diambil dari
hidung dan tenggorokan tidak bermanfaat.Pencarian carrier dengan kultur
hanya bermanfaat jika dilakukan terhadap kontak yang sangat dekat.

J. KOMPLIKASI

Komplikasi yang timbul:


1. Infeksi tumpangan oleh kuman lain
Infeksi ini dapat disebabkan oleh kuman streptokokus dan staphilokokus. Panas
tinggi terutama didapatkan pada penderita difteri dengan infeksi tumpangan
dengan kuman streptokokus.
2. Obstruksi jalan napas akibat membran atau oedem jalan nafas
Obstruksi ini dapat terjadi akibat membaran atau oedem jalan nafas. Obstruksi
jalan nafas dengan sengaja akibatnya, bronkopneumoni dan atelektasis.
3. Sistemik
Sering timbul akibat komplikasi difteri berat tetapi juga dapat terjadi pada
bentuk ringan. Komplikasi terhadap jantung pada anak diperkirakan 10-20%.
Faktor yang mempengaruhi terhadap niokarditis adalah virulensi
kuman.Virulensi makin tinggi komplikasi jantung. Miokarditis dapat terjadi
cepat pada minggu pertama atau lambat pada minggu keenam. NeuritisTerjadi 5-
10% pada penderita difteri yang biasanya merupakan komplikasi dari difteri
berat. Manifestasi klinik ditandai dengan:
Timbul setelah masa laten.Lesi biasanya bilateral dimana motorik kena lebih
dominan dari pada sensorik.Biasanya sembuh sempurna.
4. Susunan saraf
Kira-kira 10% penderita difteri akan mengalami komplikasi yang mengenai
sistem susunan saraf terutama sistem motorik. Paralysis ini dapat berupa:

 Paralysis palatum
Manifestasi saraf yang paling sering timbul pada minggu ketiga dan khas dengan
adanya suara dan regurgitasi hidung, tetapi ada yang mengatakan suara ini timbul
pada minggu 1-2 Kelainan ini biasanya hilang sama sekali dalam 1-2 minggu.

 Ocular palsy
Biasanya timbul pada minggu kelima atau khas ditandai oleh paralysis dari otot
akomodasi yang menyebabkan penglihatan menjadi kabur. Otot yang kena ialah
m. rectus externus.Paralysis diafragma.Dapat terjadi pada minus 5-7 Paralisis ini
disebabkan neuritis n. phrenicus dan bila tidak segera diatasi penderita akan
meninggal.

 Paralysis anggota gerak


a. Dapat terjadi pada minggu 6-10
a. Pada pemeriksaan didapati lesi bilateral, refleks tendon menghilang, cairan
cerebrospinal menunjukan peningkatan protein yang mirip dengan sindrom
guillian barre.
Prognosa:
Sebelum adanya antioksitoksin dan antibiotika, angka kematian mencapai 30-
50%. Dengan adanya antibiotik dan antitoksin maka kematian menurun menjadi
5-10%. Prognosa tergantung pada:
1. Usia
Makin rendah makin jelek prognosa.
2. Waktu pengobatan antitoksin
Sangat dipengaruhi oleh cepatnya pemberian antitoksin. Nelson (1959)
menyebutkan bahwa pemberian antitoksin pada hari pertama sakit
mortalitasnya 0,3%; pada hari ketiga 4%; pada hari keempat 12%; dan hari
kelima dan seterusnya mortalitasnya 25%.Pada saluran pernafasan terjadi
obstruktif jalan nafas dengan segala akibatnya,bronkopneumonia,atelektasis.
b. Kardiovaskuler
Miokarditis yang dapat terjadi akibat toksin yang dibentuk kuman diftera.
Kelainan pada ginjal (nefritis).
c. Kelainan saraf
Kira-kira 10% pasien difteri mengalami komplikasi yang mengenai susunan
saraf terutama motorik.
a) Paralisis/ paresis palatum mole sehingga terjadi rinolalia (suara
sengau ),tersedak/ sukar menelan. Dapat terjadi pada minggu I-II.
b) Paralisis/ paresis otot-otot mata dapat menyebabkan strabismus,gangguan
akomodasi, dilatasi pupil, timbul pada minggu III.
c) Paralisis umum yang dapat terjdi setelah minggu IV. Kelainan dapat
mengenai otot muka, leher, anggota gerak dan yang paling berbahaya bila
mengenai otot pernapasan.

K. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan medis
Pengobatan umum dengan perawatan yang baik, isolasi dan pengawasan EKG
yang dilakukan pada permulan dirawat satu minggu kemudian dan minggu
berikutnya sampai keadaan EKG 2 kali berturut-turut normal dan pengobatan
spesifik.
Pengobatan spesifik untuk difter :
a. ADS (Antidifteri serum), 20.000 U/hari selama 2 hari berturut-turut dengan
sebelumnya harus dilakukan uji kulit dan mata.
b. Antibiotik, diberikan penisillin prokain 5000U/kgBB/hari sampai 3 hari bebas
demam. Pada pasien yang dilakukan trakeostomi ditambahkan kloramfenikol
75mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis.
c. Kortikosteroid, untuk mencegah timbulnya komplikasi miokarditis yang
sangat membahayakan, dengan memberikan predison 2mg/kgBB/hari selama
3-4 minggu. Bila terjadi sumbatan jalan nafas yang berat dipertimbangkan
untuk tindakan trakeostomi. Bila pada pasien difteri terjadi komplikasi
paralisis atau paresis otot, dapat diberikan strikin ¼ mg dan vitamin B1 100
mg tiap hari selama 10 hari.
Pengobatan spesifik: Jika diduga kuat bahwa seseorang menderita difteria
didasarkan kepada gejala klinis maka antitoksin harus diberikan setelah
sampel untuk pemeriksaan bakteriologis diambil tanpa harus menunggu hasil
pemeriksaan bakteriologis tersebut. (Saat ini yang tersedia adalah antitoksin
yang berasal dari kuda).
d. Diphtheria Antitoxin (DAT) tersedia di CD-Atlanta sebagai “investigational
product”. Program imunisasi (Amerika Serikat) melayani permintaan DAT
pada waktu jam kerja (pukul 08.00 am – 04.30 pm. EST; Senin – Jum’at
dengan menghubungi nomor telepon 404-639-8255). Diluar jam kerja dan
pada waktu hari libur menghubungi petugas jaga CDC pada nomor 404-639-
2888. DAT disimpan di stasiun karantina yang tersebar di seluruh negara
bagian di Amerika Serikat. Sebelum diberikan lakukan terlebih dahulu skin
test untuk mengetahui adanya hypersensivitas terhadap serum kuda. Jika
hasilnya negative, DAT diberikan IM dengan dosis tunggal 20.000 – 100.000
unit tergantung berat ringan serta luasnya penyakit. Untuk kasus berat
pemberian IM dan IV dilakukan bersama-sama. Pemberian antibiotika tidak
dapat menggantikan pemberian antitoksin.Procain Penicillin G (IM) diberikan
sebanyak 25.000 – 50.000 unit/kg BB untuk anak-anak dan 1,2 juta unit/kg
BB untuk orang dewasa per hari. Dibagi dalam dua dosis. Penderita dapat
juga diberikan erythromycin 40-50 mg/kg BB per hari maksimum 2 g per hari
secara parenteral. Jika penderita sudah bisa menelan dengan baik maka
erythromycin dapat diberikan per oral dibagi dalam 4 dosis per hari atau
penicillin V per oral sebesar 125-250 mg empat kali sehari, selama 14 hari.
Pernah ditemukan adanya strain yang resisten terhadap erythromycin namun
sangat jarang. Antibiotik golongan macrolide generasi baru seperti
azythromycin dan chlarithromycin juga efektif untuk strain yang sensitif
terhadap erythromycin tetapi tidak sebaik erythromycin.
Terapi profilaktik bagi carrier: untuk tujuan profilaktik dosis tunggal
penicillin G sebesar 600.000 unit untuk anak usia dibawah 6 tahun dan 1,2
juta unit untuk usia 6 tahun ke atas. Atau dapat juga diberikan erythromycin
oral selama 7-10 hari dengan dosis 40 mg/kg BB per hari untuk anak-anak
dan 1 gram per hari untuk orang dewasa.

2. Penatalaksanaan keperawatan
Pasien difteri harus dirawat di kamar isolasi yang tertutup. Petugas harus memakai
gaun khusus (celemek) dan masker yang harus diganti tiap pergantian tugas atau
sewaktu-waktu bila kotor (jangan dari pagi sampai malam hari). Sebaiknya penunggu
pasien juga harus memakai celemek tersebut untuk mencegah penularan ke luar
ruangan. Harus disediakan perlengkapan cuci tangan: desinfektan, sabun, lap, atau
handuk yang selallu kering (bila ada tisu) air bersih jika ada kran juuga tempat untuk
merendam alat makan yang diisi dengan desinfektan.
Risiko terjadi komplikasi obstruksi jalan napas, miokarditis, pneumonia.
Pasien difteri walaupun penyakitnya ringan perlu dirawat di rumah sakit karena
potensial terjadi komplikasi yang membahayakan jiwanya yang disebabkan adanya
pseudomembran dan eksotosin yang dikeluarkan oleh basil difteri tersebut.
a. Sumbatan jalan napas.
Kelainan ini terjadi karena adanya edema pada laring dan trakea serta adanya
pseudomembran. Gejala sumbatan adalah suara serak dan stridor inspiratoir. Bila
makin berat terjadi sesak napas, sianosis, tampak retraksi otot, kedengaran
stridor :
a. Berikan O2
b. Baringkan setengah duduk.
c. Hubungi dokter.
d. Pasang infus (bila belum dipasang).
e. Hubungi orang tua beritahu keadaan anak dan bahaya yang dapat terjadi
miokarditis.
Eksotoksin yang dikeluarkan oleh basil difteri jika diserap oleh janutng akan
menyebabkan terjadinya miokarditis yang biasanya kelainan ini timbul pada
minggu kedua sampai ketiga. Untuk mencegah adanya miokarditis hanya dengan
pemberian suntikan ADS sedini mungkin. Tetapi untuk mengetahui gejala
miokarditis perlu observasi terus menerus dan pasien harus istirahat paling
sedikit 3 minggu atau sampai hasil EKG 2 kali berturut-turut normal. Selama
dirawat, pengamatan nadi, pernapasan dan suhu dicatat dalam perawatan khusus.
Bila tidak ada alat EKG :
Pemantauan nadi sangat penting dan harus dilakukan setiap jam dan dicatat
secara teratur. Bila terdapat perubahan kecepatan nadi makin menurun
(bradikardi) harus segera menghubungi dokter.
Perawatan lain selain tanda vital dan keadaan umum :
a. Pasien tidak boleh banyak bergerak, tetapi sikap berbaringnya harus sering
diubah, misalnya setiap 3 jam untuk mencegah terjadinya komplikasi
brokopneumonia (pneumonia hipostatik).
b. Jaga kulit pada bagian tubuh yang tertekan agar tidak terjadi dekubitus (ingat
pasien tirah baring selama 3 minggu, tidak boleh bangun).
Komplikasi yang mengenai saraf.
 Komplikasi yang mengenai saraf dapat terjadi pada minggu pertama dan kedua.
Jika mengenai saraf palatum mole (saraf telan) dengan gejala bila pasien minum
air/susu akan keluar melalui hidungnya. Jika terjadi demikian :
a. Cara memberikan minum harus hati-hati, pasien sambil didudukkan.
b. Bila pasien makan cair agar dibuat agak kental dan diberikan sedikit demi
sedikit.
 Komplikasi pada ginjal.
Selama pasien difteri dalam perawatan keadaan urine selain harus diperhatikan
warnanya juga banyaknya apakah normal atau tidak.
 Gangguan masukan nutrisi.
Gangguan masukan nutrisi pada pasien difteri selain disebabkan karena sakit
menelan juga karena anoreksia. Jika anak masih mau menelan bujuklah agar ia
mau makan sedikit demi sedikit dan berikan makanan cair atau bubur encer dan
berikan susu lebih banyak. Jika pasien tidak amau makan sama sekali atau hanya
sedikit sekali, atau dalam keadaan sesak nafas perlu dipasang infus. Setelah 2-3
hari kemudian sesak nafas telah berkurang sebelum infus dihentikkan dicoba
makan per oral dan apabila anak telah mau makan infus dihentikan. Berikan
minum yang sering untuk memelihara kebersihan mulut dan membantu
kelancaran eliminasi.

L. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian
 Identitas : dapat terjadi pada semua golongan umur tapi sering dijumpai
pada anak (usia 1-10 tahun).
 Keluhan utama : biasanya klien dating dengan keluhan kesulitan bernapas
pada waktu tidur, nyeri pada waktu makan , dan bengkak pada
tenggorokan /leher.
 Riwayat kontak dengan keluarga perlu dikaji.
Pemeriksaan fisik

 Pada difteri tonsil-faring terdapat malise, suhu tubuh > 38,9 C,

terdapat pseudomembran pada tonsil dan dinding faring, serta


bullnek.
Pada difteri laring terdapat stidor,suara parau, dan batuk
kering, sementara pada obstruksi laring yang besar terdapat
retraksi supra sterna, sub costal, dan supra clavicular.
 Pada difteri hidung terdapat pilek ringan,secret hidung yang
serosauinus sampai mukopurulen dan membrane putih pada
septum nasi.
Pemeriksaan Laboratorium
Untuk menentukan diagnosis pasti diperlukan sediaan langsung
dengan kultur dan pemeriksaan toksigenitas.
II. Analisa Data

No Data Etiologi Masalah


1 Tanda Mayor Difteri Bersihan jalan nafas
Ds : - tidak efektif.
Do :
inflamasi
- Batuk tidak
efektif
- Sputum Berlebih Peningkatan secret diparu-
- Ronkhi kering paru
Tanda Minor
Ds : Obstruksi
- Dipsnea
- Ortopnea Bersihan jalan nafas tidak
Do : efektif
- Bunyi nafas
menurun
- Pola nafas
menurun
2. Tanda mayor Hipotalamus Ketidakseimbangan
Ds : nutrisi kurang dari
- Pg naik kebutuhan tubuh.
Do :
- Berat badan Suhu naik
menurun minimal
10% dibawah Metabolisme meningkat
rental ideal
Tanda Minor Pemecahan KH, Protein,
Ds : Lemak, & adanya penekenan
- Nafsu makan pada saraf pusat lapar di otak
Menurun

Nafsu makan menurun


Do :
- Bising usus
Asupan Kurang
hiperaktif
- Otot pengunyah
Beat badan turun
lemah
- Otot menelan
KETIDAKSEIMBANGAN
lemah
NUTRISI KURANG DARI
KEBUTUHAN TUBUH
3. Tanda mayor Difteri
Ds :
- Menanyakan
Paparan informasi kurang
masalah yang
dihadapi
Do :
- Menunjukan
Defisit Kurang
perilaku tidak
pengetahuan
sesuai anjuran
- Menunjukan
persepsi yang
keliru terhadap
masalah
Tanda Minor
Ds :
-
Do :
- Menjalani
pemeriksaan
yang tidak tepat
- Menjalani
perilaku
berlebihan.
4. Tanda mayor : Hipertermi
Ds : Hipotalamus
-
Do : PG naik
- Suhu tubuh
diatas normal Suhu naik
Tanda Minor :
Ds : Hipertermi
-
Do :
- Kejang
- Takikardi
- Tarkipnea
- Kulit merah
- Kulit terasa
hangat

III. Diagnosa Keperawatan


 Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan napas.
 Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan penurunan intake makanan.
 Defisit pengetahuan berhubungan dengan tidak mengetahui sumber
informasi.

IV. Rencana Keperawatan

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional

1. Bersihan jalan Setelah diberikan menejemen jalan nafas


nafas tidak efektif tindakan keperawatan observasi : Observasi :
berhubungan kebersihan jalan napas
1. monitor pola nafas 1.untuk mengetahui dada
dengan obstruksi efektif, dengan kriteria
(frekuensi, kedalaman, usaha simetris atau tidak,
jalan napas. hasil :
nafas) pergerakan dada tidak
-mempertahankan jalan
simetris mnegindikasikan
napas pasien,.
terjadinya gangguan pola
-mengeluarkan sekret
nafas.
tanpa bantuan
2.monitor bunyi nafas 2.
-menunjukan prilaku
Terapetik : Terapeutik :
untuk memperbaiki
1.Berikan minum hangat 1.untuk memperlancar
bersihan jalan napas.
sirkulasi pada pembuluh
-berpartisipasi dalam
darah, membuat otot-otot
program pengobatan
tubuh menjadi rileks.
sesuai kondisi.
2.lakukan fisioteri dada jika 2.ditunjukan untuk
-mengidentifikasi
perlu meningkatkan pergerkan
potensial komplkasi dan
mealukan tindakn tepat mukus diantaranya
menggunakan teknik
postural drainge, perkusi/
vibrasi/tapotemen.
3. untuk mencegah
3.pertahankan kepatenan jalan terjadinya gangguan
nafas airway.
4. posisikan semi fowler atau 4. untuk memaksimalkan
fowler potensial ventilasiuntuk

Edukasi : -untuk memenuhi


-anjurkan asupan cairan 2000 kebutuhan cairan dalam
ml/hari, jika tidak tubuh
kontraindikasi -untuk melatih otot-otot
-anjurkan teknik batuk efektif pernafasan agar dapat
melakukan fungsi dengan
kolaborasi : baik
kolaborasi pemberian
bronkodilator,
-sebagai terapi
ekspektoran,mukolitik jika
farmakologi pasien
perlu.
Intervensi pendukung :
-dukungan kepatuhan program
pengobatan
2. Hipertermi Setelah diberikan Obsevasi : Observasi:
berhubungan keperawatan -identifikasi penyebab -untuk mengetahui
dengan proses diharaoakan suhu tubuh hipetermia penyebab terjadinya
penyakit klien ada dalam rentan -moonitor suhu tubuh hipertermi
normal dengan kriteria -monitor kadar elektrolit -mengetahui suhu tubuh
hasil : -monitor kompilasi akibat pasien
-suhu badan pasien hipertermia -untuk mengontrol kadar
dalam rentan normal elektrolit yang ada dalam
yaitu 36-3 7 celcius Terapeutik : tubuh
-badan psien sudah -Sediakan lingkungan yang - untuk mengatahui
tidak hangat lagi penyakit lanjutan yang
-warna kulit pasien dingin disebabkan hipertemi
norma yaitu tidak -basahi dan kipasi permukaan
kemerahan tubuh Terapeutik:
-berikan cairan oral -lingkungan yang dingin
-lakukan pendinginan eksternal dapat membantu
(misal : selimut hipotermia menurnkan suhu tubuh
atau kompres dingin pada dahi, -agar suhu tubuh tetap
leher, dada, abdomen, dan dingin
aksila.) -untuk memenuhi
Edukasi : kebutuhan cairan dalam
-Anjurkan tirah baring tubuh agar tidak terjadi
Kolaborasi : dehidrasi
-kolaborasi pemberian cairan
dan eleektrolit intravena jika Edukasi:
perlu. -untuk meningkatkan rasa
nyaman klien saat
beristirahat

3. Ketidakseimbangan Setelah diberikan Mengidentifikasi dan menelola Observasi:


nutrisi kurang dari keperawatan asupan nutrisi yang seimbang -mengetahui status nutrisi
kebutuhan tubuh diharapkan kebutuhan Obsevasi : klien
berhubungan nutrsi pasien terpenuhi -Identifikasi status nutrisi -kalo dalam tubuh dan
dengan penurunan dengan kriteria hasil : -identifikasi kebutuhan kalori nutrisi yang seimbang
intake makanan. -adanya peningkatan dan jenis nutrien dapat meningkatkan daya
berat badan sesuai -monitor asupan makanan tahan tubuh
tujuan. -monitor berat badan -untuk mengetahui
-nafsu makan pasien Terapeutik : asupan makanan yang
meningkat. -sajikan makanan secara masuk kedalam tubuh
-berat badan ideal menarik dan suhu secara sesuai -agar tidak terjadi
sesuai tinggi badan. -berikan suplemen makanan penurunan berat badan
-tidak terjadi penurunan jika perlu Terapeutik:
badan yang berarti. -berikan makanan tinggi -makanan yang menarik
-mampu kaolori dan protein dan suhu makanan dapat
mengidentfikasi Kolaborasi : meningkatkan nafsu
kebutuhan nutrisi. -kolaborasi dengan ahli gizi makan
-kolaborasi dengan ahli untuk menentukan jumlah -untuk menambah nafsu
gizi untuk pemberian kalori den jenis nutrien yang makan klien
makan yang tepat . dibutuhkan, jika perlu. -makanan tinggi kalori
-turgor kulit elastic. dan protein dapat
meningkatkan daya tahan
tubuh

Kolaborasi:
-agar mengetahui nutrisi
yang dibutuhkan untuk
membantu mempercepat
pertumbuhan

4. Defisit Setelah diberikan Edukasi kesehatan Observasi :


pengetahuan keperawatan, Obsevasi : -supaya klien dapat
berhubungan diharapkan klien dan -Identifikasi kesiapan dan menerima informasi yang
dengan tidak keluarganya dapat kemampuan menerima disampaikan dengan
mengetahui sumber memahami tentang informasi benar
informasi. penyakitnya dengan -identifikasi faktor-faktor yang -supaya klien dapat
kroteria hasil : dapat meningkatkan dan termotivasi supaya hidup
-pasien dan keluarga menurunkan motivasi perilaku bersih sehat
menyatakan paham hidup bersih dan sehat
dengan penyakit yang Terapeutik : Terapeutik:
dideritanya, kondisi -sedikan materi dan media -materi serta media yang
prpgnosis, dan program untuk pendidikan kesehatan menarik dapat membantu
pengobatan. -jadwalkan pendidikan klien lebih cepat
-pasien dan keluarga kesehatan sesuai kesepakatan memahami penkes yang
mampu melakukan -berikan kesempatan untuk disampaikan
produser yang bertanya -untuk mengatur waku
dijelaskeun dengan Edukasi : pendidikan kesehatan
benar. -jelaksan faktor resiko yang sesuai kesiapan klien
-pasien dan keluarga dapat mempengaruhi faktor
mampu menjelaskan kesehatan Edukasi:
kembali apa yang sudah -ajarkan perilaku hidup bersih -agar klien mengetahui
dijelaskan oleh perawat dan sehat beberapa resiko yang
atau tim kesehatan lain -ajarkan strategi untuk dapat menggangu
nya. meningkatkan kehidupan yang kesehatannya
bersih dan sehat. -agar klien dapat
berprilaku bersih dan
sehat
-sehingga klien dapat
meningkatkan prilaku
hidup bersih dan sehat

DAFTAR PUSTAKA

1. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia


2. Standar intervensi keperawatan inodnesia
3. Nursalam dr, M. Nurs,dkk.2005.Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak,
Jakarta, Salemba Medika
LAPORAN PENDAHULUAN PADA GANGGUAN
SISTEM HEMATOIMUN: THALASEMIA
(Dianjurkan untuk memenuhi tugas Keperawatan Anak )

Dosen pembimbing :
Windasari Aliarosa, S.Kep, Ners., MAN

Disusun oleh:
Citra Putri Utami (E.0105.18.007)
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BUDI LUHUR CIMAHI
2021-2022
A. DEFINISI
Thalasemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan(inhirited) dan
masuk ke dalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkan
oleh gnagguan sintesis hemoglobin akibat mutasi didalam atau dekat gen globin.
(Sudoyo aru)

B. ETIOLOGI
Thalasemia merupakan penyskit anemia hemolotik hederiter yangditurunkan
secara resesif. Ditandai oleh defisiensi produksi globin pada hemoglobin dimana
terjadi kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur
eritrosit menjadi pendek kurang dari 100 hari. Kerusakan tersebut karena
hemoglobin yang tidak normal(hemoglobinopatia).

C. MANIFESTASI KLINIS
a) Thalasemia mayor
 Anemia simtomatik pada usia 6-12 bulan, seiring dengan turunnya
kadar hb fetal.
 Anemia mikrositik berat, terdapat sel target dan sel darah metah yang
berinti pada darah perifer, tidak terdapat HbA. Kadar Hb darah
rendah mencapai 3 atau 4g%.
 Lemah , pucat
 Pertumbuhan dfisik dan perkembangannya terhambat, kurus,
penebalan tulang tengkorak, splenomegali, ulkus pada kaki, dan
gambaran patonomonik.
 BB kurang
 Tidak dapat hidup tanpa transfuse
b) Thalasemia minor
 Gizi buruk
 Perut buncit karena pembesaran limpa dan hati(hepatomegali)
 Aktifitas tidak aktif karena hepatomegali
c) Thalasemia intermedia
 Anemia mikrositik
 Tingkat keparahannya berada diantara thalasemia minor dan
thalasemia mayor masih memproduksi sejumlah kecil Hb A
 Anemia agak berat 7-9g/dl dan splenomegali
 Tidak tergantunng pada transfuse

D. PATOFISIOLOGI
Normal Hb adalh terdiri dari Hb-A dengan polipeptida rantai alpa dan dua
rantai beta. Pada beta thalasemia yaitu tidak adanya rantai beta dalam molekul
Hb yang mana ada gangguan kemampuan eritrosit membawa oksigen. Ada suatu
kompensator yang meningkat pada rantai alpa, tetapi rantai beta memproduksi
secara terus menerus sehingga menghasilkan hemoglobin defective. Ketidak
seimbangan polopeptida ini memudahkan ketidakstabilan dan disintrogasi. Hal
ini menyebakan sel darah merah menjai hemolisis dan menimbulkan anemia atau
hemoderosis.
Kelebihan pada rantai alpa ditemukan pada talasemia beta dan kelebihan
rantai beta dan gama ditemukan pada talasemia alpa. Kelebihan rantai
polipeptida ini mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida
alpa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin tak stabil badan heint, merusak
sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis. Reduksi dalam hemoglobin
menstimulasi yang konstan pada bone marrow, produksi RBC secara terus
menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan cepatnya destruksi, menimbulkan
tidak edukatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan destruksi RBC
menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh.

PATHWAY
Pernikahan penderita Penurunan penyakit Gangguan sintesis rantai
thalasemia carier secara autosomal resesif globulin alpa dan beta

Pembentukan rantai Thalasemia beta Rantai alpa kurang


alpadan beta diretikulo terbentuk dari rantai a
tidak seimbang. Rantai
Gangguan pembentukan
beta kurang dibentuk Thalasemia alpa
rantai alpa dan beta;
disbanding alpa; Rantai
Pembentukan rantai a dan
beta tidak dibentuk sama Tidak terbentuk HbA
beta menurun;
sekali; Rantai g dibentuk
Penimbunan dan
tetapi tidak menutupi Membentuk inklosion
bodies
O2 dan nutrisi tidak Aliran darah ke organ
ditransport secara vital dan jaringan Menempel pada dinding
eritrosit
Ketidakefektifan Peningkatan o2 oleh Hemolisis:
perfusi jaringan perifer RBC menurun Eritropoesis darah yang
tidakefektif dan
penghancutan precursor
Kompensasi tubuh Anemia
eritrosit dan intramedula;
membentuk eritrosit oleh
penurunan sintesis Hb
sumsum tulang Hipoksia
Hiperplasi sumsum menjadi eritrosit
tulang hipokrom & mikrositer;

Suplai o2/Na ke
Ekspansi massif sumsum jaringan menurun
Tubuh merespon dg
tulang wajah dan
pembentukan eritropoetin Metabolism sel
Defornitas tulang

Masuk ke sirkulasi Pertumbuhan sel dan


Perubahan bentuk wajah;
otak terhambat
penonjolan tulang
Merangsang eritropoesis Gangguan tumbuh
tengkorak; peningkatan
kembang
pertumbuhan pada tulang
perubahan pemb.ATP
maksila; terjadi facecoley Pembentukan RBC baru
Perasaan berbeda dengan Energy yg dihasilkan
yang immature dan
orang lain menurun
mudah lisis
Gambaran diri negative Kelemahan fisik
Hb menurun perlu
Gangguan citra tubuh transfusi
Intoleransi aktifitas
Terjadi peningkatan Fe
Terjadi hemapoesis
diekstramedula
Hemoderosis
hemakromatesis Ketidakefektifan pola
Frekuensi nafas
nafas
meningkat
Pigmentasi
Paru parukulit
Fibrosis
pankreas DM
Kerusakan integritas
kulit
Liver jantung Limfa
hepatomegali Payah jantung Splenomegali

Imunitas menurun plenokromi


Perut buncit menekan
diafragma
Resiko infeksi

Compliance paruparu
Perkusi nafas
terganggu
meningkat
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Darah tepi :
- Hb, gambaran morfologi eritrosit
- Retikulosit meningkat
2. Sumsum tulang(tidak menentukan diagnosis)
3. Pemeriksaan khusus :
- Hb F meningkat : 20-90% hb total
- Elektroforesis hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar hb F.
- Pemeriksaan pedigree : kedua orang tua pasien talasemia mayor
merupakan trait (carrier) dengan Hb A2 meningkat (.3,5% dari hb
total)
4. Pemeriksaan lain :
- Foto RO tulang kepala
- Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang

E. PENATALAKSANAAN
1. Memberikan transfuse hingga hb mencapai 10 gr/dl. Kompikasi dari
pemberian transfuse darah yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya
pemupukan zat besi yang disebut hemosiderotis.
2. S. plenectomy : dilakukan untuk mengurangi penekanan pada abdomen dan
meningkatkan rentang hidup sel darah merah yang berasal dari suplemen
(transfuse).

F. PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Biodata klien dan orang tua/wali : :nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, alamat dan nomor register.
b. Riwayat kesehatan
- Keluhan utama
Biasanya anak mengeluh lemas
- Riwayat kesehatan sekarang
Penjabaran dari keluhan utama (PQRST)
- Riwayat kesehatan dahulu
Penyakit apa yang pernah dialami, apakah pernah dirawat di RS,
apakah ada riwayat kecelakaan, jenis/nama obat yang pernah
digunakan.
- Riwayat kesehatan keluarga
Penyakit apa yang pernah diderita/masih diderita menular/keturunan,
dll dan genogram (bila diperlukan)
- Aktivitas sehari-hari
Dikaji pola nutrisi, eliminasi, aktivitas, personal higiene dan pola
tidur.
- Aspek psikososial dan spiritual
Biasanya terdapat gangguan konsep diri pada penderita, merasa
dikucilkan akibat pandangan negative anak-anak yang lain
- Reaksi hospitalisasi
1) Pemahaman keluarga tentang sakit dan rawat inap
mengapa ibu membawa anaknya ke RS?, apakah dokter
menceritakan tentang kondisi anak? Ya/tidak, bagaimana
perasaan orangtua saat ini? Cemas/takut/khawatir/biasa, apakah
orangtua selalu berkunjung? Ya/kadang-kadang/tidak, siapa yang
akan tinggal dengan anak? Ayah/ibu/kakak/lainnya.
2) Pemahaman anak tentang sakit dan rawat inap
mengapa kelaraga atau orangtua membawa kamu ke RS?,
menurutmu apa penyebab kamu sakit?, apakah dokter
menceritakan kepadamu? Ya/tidak, bagaimana rasanya dirawat di
RS? Takut/bosan/senang/lain-lain.

c. Pemeriksaan fisik persistem


a. Keadaan Umum : Baik :....... Lemah :.......Sakit Berat :..........
Kesadaran : ........E.....M......V........
Penampilan Anak :

b. Tanda-tanda Vital:
Suhu Tubuh......................... 0 C
Respirasi...............................x/mnt
Nadi ................................x/mnt
Tekanan Darah.....................MmHg
c. Pengukuran pertumbuhan/ Antropome

Tinggi badan : ... cm

BB sebelum sakit : ... kg

BB saat ini : ... kg

Lingkar kepala : ... cm

Lingkar perut : ... cm

Lingkar dada : ... cm

LLA : ... cm

Skin food : ... cm


Pengukuran perkembangan sesuai usia saat dikaji

i. Refleks primitif (pada bayi < 12 bulan) :


1. Moro : ..................................
2. Startle :...................................
3. Glabellar: ...................................
4. Sucking : ...................................
5. Rooting : ...................................
6. Extrusion: ...................................
7. Grasp ; ...................................
ii. Usia 0-6 Tahun
Dengan Menggunakan DDST ( Bila memungkinkan )
1. Motorik halus : ............................
2. Motorik kasar : .............................
3. Bahasa : .............................
4. Personal Sosial : .............................
iii. Usia 6 Tahun Keatas
1. Perkembangan Kognitif : .............................
2. Perkembangan psikosexual : ............................
3. Perkembangan Psikososial : ............................
d. Sistem hematoimun

Mengetahui ada tidaknya peningkatan leukosit yang merupakan

tanda adanya infeksi dan pendarahan, mimisan splenomegali.

adanya pembesaran kelenjar getah bening.

e. Sistem Persyarafan

Gangguan reflex pupil, nystagmus, vertigo, ketidak seimbangan,

kaku kuduk, kejang, paraf legia.

f. Sistem Muskuloskeletal

Mengetahui ada tidanya kesulitan dalam pergerakan, sakit pada


tulang, sendi dan terdapat fraktur

g. Sistem Kardiovaskuler

Mengetahui tanda tanda vital, ada tidaknya distensi vena

jugularis, pucat, edema, dan kelainan bunyi jantung

h. Sistem Pernafasan

Nafas pendek yang progresif, batuk (sedang-parah), batuk

produktif/non produktif, bendungan atau sesak padadada.

i. Sistem Integument

Kering, gatal, rash dan lesi, turgor jelek, petekie positif.

j. Sistem Perkemihan

Ada tidaknya ketegangan kandung kemih dan keluhan sait

pinggang
d. Pemeriksaan diagnosis
1) Darah tepi :
- Hb, gambaran morfologi eritrosit
- Retikulosit meningkat
2) Sumsum tulang(tidak menentukan diagnosis)
3) Pemeriksaan khusus :
- Hb F meningkat : 20-90% hb total
- Elektroforesis hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar hb F.
- Pemeriksaan pedigree : kedua orang tua pasien talasemia mayor
merupakan trait (carrier) dengan Hb A2 meningkat (.3,5% dari hb
total)
4) Pemeriksaan lain :
- Foto RO tulang kepala
- Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang

2. Analisa data
NO DATA ETIOLOGI MASALAH

1 Tanda Mayor Anemia Ketidakefektifan perfusi


DS: - jaringan perifer
DO:
1. Nadi perifer menurun
atau tidak teraba
Peningkatan O2 oleh RBC
2. Warna kulit pucat menurun
3. Turgor kulit menurun

Tanda Minor
DS: parestesia Aliran darah ke organ vital
DO: dan jaringan menurun
1. Edema
Penyembuhan luka lambat

O2 dan nutrisi tidak


ditransport secara adekuat

Ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer

2 Tanda mayor Hipoksia Ketidakefektifan pola


DS: dispnea napas
DO:
1. Penggunaan oto bantu
Tubuh merespon dengan
pernapasan
pembentukan eritopoetin
2. Fase ekspirasi
memanjang
3. Pola napas abnormal
(mis.. hiperventilasi.,
Masuk ke srikulasi
tiakipnea, bradipnea,
kussmaul, cheyne-
stokes)

Merangsang eritopoesis
Tanda minor
DS: ortopnea
DO:
1. Pernapasan pursed-lip Terjadi hemapoesis di extramedula
2. Pernapasan cuping
hidung
3. Diameter thoraks
anterior-posterior Hemakromatesis
meningkat
4. Ventilasi semenit
menurun
5. Kapasitas vital menurun Fibrosis
6. Tekanan ekspirasi
3.Diagnosa keperawatan prioritas
1) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan konsentrasi hemoglobin
2) Ketidakefektifan pola napas b.d depresi pusat pernapasan
3) Intoleransi aktivitas b.d kelemahan
4) Gangguan kerusakan integritas kulit b.d meningkatnya pigmentasi kulit (coklat
kehitaman)
5) Resiko infeksi d.d ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder; immunosupresi

4.Rencana keperawatan

DX TUJUAN INTERVENSI RASIONAL

Ketidakefektifan Setelah dilakukan asuhan Observasi Observasi


perfusi jaringan periferkeperawatan selama ..x 24 1. Periksa sirkulasi perifer1. Meningkatkan dan
jam 2. Identifikasi factor melancarkan aliran darah
Kriteria hasil : resikogangguan balik sehingga tidak terjadi
- Tanda tanda vital sirkulasi eodema
stabil 3. Monitor panas, 2. Untuk mengetahui factor
- Membran mukosa kemerahan, nyeri, atau penyebab terjadinya gangguan
bibir merah muda bengkak pada sirkulasi
- Pengisian kapiler ekstremitas 3. Dengan memonitor adanya
baik panas, kemerahan, nyeri, atau
- Haluran urine baik Terapeutik bengkak pada ekstremitas
1. Hindari pengukuran dapat menentukan tindakan
tekanan darah pada keperawatan lebih lanjut serta
ekstremitas dengan mencegah resiko kerusakan
keterbatasan perfusi jaringan
2. Lakukan pencegahan
infeksi Terapeutik
3. Hindari pemasangan 1. Untuk memantau jika Hb
infus atau pengambilan tidak menurun
darah di area 2. Untuk mencegah bakteri atau
keterbatasan perfusi virus masuk ke tubuh
3. Untuk menghindari
Edukasi tertutupnya jaringan dan
1. Anjurkan minum obat suplai oksigen
secara teratur
2. Anjurkan program diet Edukasi
untuk memperbaiki 1. Untuk mencegah cepat
sirkulasi terjadinya arteosklerosis pada
3. Informasikan tanda dan pasien berkolesterol tinggi dan
gejala darurat yang terjadi vasokonstruksi
harus dilaporkan (mis. pembuluh darah pada pasien
Rasa sakit yang tidak perokok, relaksi untuk
hilang saat istirahat, mengurangi stress
luka tidak sembuh, 2. Untuk perbaikan sirkulasi
hilangnya rasa) 3. Untuk memudahkan
pengobatan saat terjadi tanda
dan gejala
Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan tindakanObservasi Observasi
napas keperawatan selama4. Monitor TTV klien 2. Acuhan mengetahui kadar
...x24jam: 5. Monitor kemampuan umum anank
Kriteria hasil batuk efektif 3. Membantu menge-luarkan
1) Mendemonstarisk sputum anak
an batuk efektif Terapeutik
dan su-ara napas 2. Berikan Terapeutik
yang ber-sih, tidak manajemen nyeri: 2. Membantu memini-malkan
ada siano-sis dan ajarkan tarik nafas kolaps jalan nafas anak
dispnea (mampu dalam 3. Mengurangi mual anak
mengeluar-kan 3. Berikan minum4. Ronkhi dan mengi menyertai
sputum, berna-fas hangat obstruksi jalan
dengan mudah, 4. Auskultasi bunyi nafas/kegagalan pernafasan
tidak ada pur-sed napas
lips)
Edukatif
2) Menunjukkan Edukatif
Mengeluarkan sputum anak
jalan napas yang 14. Anjurkan teknik batuk
paten (klien tidak efektif
Kolaborasi
merasa tercekik,
Memaksimalkan bernafas dan
irama na-fas, Kolaborasi
me-nurunkan kerja nafas,
frekuensi per- 7. Kolaborasikan
memberikan kelem-baban pada
nafasan dalam dengan dokter
membran mukosa dan mem-bantu
batas normal, untuk pemberian
pengenceran sekret.
tidak ada suara analgesik
nafas ab-normal)
3) Tanda-tanda vital
dalam batas
normal
Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan asuhanObservasi Observasi
keperawatan selama ..x 24 1. Mengidentifikasi
jam 1. Identifikasi kemampuan klien
Kriteria hasil : kesiapan dan
1) Melaporkan kemampuan
Terapeutik
peningkatan menerima
2. Mempengaruhi pilihan
toleransi aktivitas informasi
bantuan
2) Ttv dalam batas
3. Menunjukan perubahan
normal
Terapeutik neurologi karena
defesiensi vitamin b12
2. Kaji kemampuan
mempengaruhi
ADL pasien
keamanan pasien
3. Kaji kehilangan
atau gangguan Edukasi
keseimbangan Agar pasien terjadwal dan
terencana

Edukasi

Anjurkan menyusun jadwal


aktivitas dan istirahat

Gangguan kerusakan Setelah dilakukan tindakanObservasi Observasi


integritas kulit keperawatan .....x 24 jam : 1. Identifikasi
Untuk mengetahui penyebab
Kriteria hasil penyebab
gangguan integritas kulit anak
1) Integritas kulit gangguan
yang baik bisa integritas kulit
Terapeutik
dipertahankan
1. Agar mengurangi rasa
2) Tidak ada Terapeutik
tidak nyaman pada anak
luka/lesi pada 2. Ubah posisi tiap 2
2. Agar kulit anak aman
kulit jam jika tirah
dari produk yang
3) Perfusi jaringan baring
membuat kulitnya
baik 3. Gunakan produk
menjadi sensitif
4) Menunjukan berbahan ringan
pemahaman dalam /alami dan Edukasi
proses perbaikan hipoalergenik pada
Agar kulit anak tidak
kulit dan kulit sensitif
terkontaminasi/infeksi dengan
mencegah
Edukasi cuaca ekstrim
terjadinya cedera
berulang 1. Anjurkan
5) Mampu menghindari
melindungi kulit terpapar suhu
dan ekstrim
mempertahankan
kelembaban kulit
dan perawatan
alami

Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakanObservasi Observasi


keperawatan .....x 24 jam :1. Monitor
Kriteria hasil tandadangejalainfeksi 1. Untuk menghindari terjadinya
1) Klien bebas dari local dan sistemik infeksi
tanda dan gejala
infeksi Terapeutik
2) Menunjukan 1. Batasi jumlah Terapeutik
kemampuan untuk pengunjung 1. Mengurangi kontaminasi
mencegah 2. Cuci tangan sebelum silang
timbulnya infeksi dan sesudah kontak 2. Untuk melindungi pasien dan
3) Jumlah leukosit dengan pasien dan perawat dari kuman dan
dalam batas norma lingkungan pasien bakteri yang dibawa
4) Menunjukan 3. Pertahankan teknik 3. Meminimalkan kesempatan
perilaku hidup aseptic pada pasien untuk kontaminasi
sehat beresiko tinggi 4. Perawatan kulit pada area
4. Berikan perawatan kulit yang edema dapat membantu
pada area edema mencegah terjadinya infeksi
yang lebih luas

Edukasi
1. Mempertahankan
Edukasi
keseimbangan nutrisi untuk
mendukung perfusi jaringan
1. Anjukan meningkatkan
dan memberikan nutrisi yang
asupan nutrisi dan
perlu untuk regenerasi seluler
cairan
dan penyembuhan jaringan
2. Jelaskan tanda dan
2. Meningkatkan pengetahuan
gejala infeksi
pasien
3. Ajarkan cara mencuci
3. Mencuci tangan dapat
tangan dengan benar
menghilangkan bakteri dan
kuman yang dapat memicu
penyakit dan infeksi
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC Jilid 2. Jakarta:EGC
PPNI.2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) Edisi I Cetakan III(Revisi).
Jakarta
PPNI.2018.Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) Edisi Cetakan II. Jakarta
PPNI.2018.Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) Edisi I. Jakarta

LAPORAN PENDAHULUAN
DIABETES JUVENILE

Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah keperawatan anak


Oleh :
Ilham Purnama E.0105.18.015

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


STIKES BUDI LUHUR CIMAHI
2021

LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi
Diabetes melitus secara definisi adalah keadaan hiperglikemia kronik.
Hiperglikemia ini dapat disebabkan oleh beberapa keadaan, di antaranya
adalah gangguan sekresi hormon insulin, gangguan aksi/kerja dari hormon
insulin atau gangguan kedua-duanya (Weinzimer SA, Magge S. 2005).
Diabetes Mellitus adalah penyakit metabolik yang bersifat kronik. Oleh
karena itu, onset Diabetes Mellitus yang terjadi sejak dini memberikan
peranan penting dalam kehidupan penderita. Setelah melakukan pendataan
pasien di seluruh Indonesia selama 2 tahun, Unit Kelompok Kerja (UKK)
Endokrinologi Anak Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mendapatkan 674
data penyandang Diabetes Mellitus tipe 1 di Indonesia.
B. Etiologi
Dokter dan para ahli belum mengetahui secara pasti penyebab diabetes
tipe- 1. Namun yang pasti penyebab utama diabetes tipe 1 adalah faktor
genetik/keturunan. Resiko perkembangan diabetes tipe 1 akan diwariskan
melalui faktor genetik.
1. Faktor Genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah
terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada
individu yang memiliki tipe antigen HLA (human leucosite antigen).
HLA merupakan kumpulan gen yang  bertanggung jawab atas antigen
transplantasi dan proses imun lainnya.
2. Faktor-faktor Imunologi
Adanya respons autotoimun yang merupakan respons abnormal
dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi terhadap  jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah
sebagai jaringan asing, yaitu autoantibodi terhadap sel-sel pulau
Langerhans dan insulin endogen.

3. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta.

C. Manifestasi klinis
Pada diabetes melitus tipe 1, yang kebanyakan diderita oleh anak-anak
(diabetes melitus juvenil) mempunyai gambaran lebih akut, lebih berat,
tergantung insulin dengan kadar glukosa darah yang labil. Penderita biasanya
datang dengan ketoasidosis karena keterlambatan diagnosis. Mayoritas
penyandang DM tipe 1 menunjukan gambaran klinik yang klasik seperti:
1. Hiperglikemia (Kadar glukosa darah plasma >200mg/dl ).
2. Poliuria : Poliuria nokturnal seharusnya menimbulkan kecurigaan
adanya DM tipe 1 pada anak.
3. Polidipsia
4. Poliphagia
5. Penurunan berat badan , Malaise atau kelemahan
6. Glikosuria (kehilangan glukosa dalam urine)
7. Ketonemia dan ketonuria : Penumpukan asam lemak keton dalam
darah dan urine terjadi akibat katabolisme abnormal lemak sebagai
sumber energy. Ini dapat mengakibatkan asidosis dan koma.
8. Mata kabur : Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa
–  sarbitol fruktasi) yang disebabkan karena insufisiensi insulin.
Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan
pembentukan katarak.
9. Gejala-gejala lainnya dapat berupa muntah muntah, nafas berbau
aseton, nyeri atau kekakuan abdomen dan gangguan kesadaran (koma).
D. Klasifikasi
Klasifikasi DM berdasarkan etiologi (ISPAD 2009).
1. DM Tipe-1 (destruksi sel-β)
a. Immune mediated
b. Idiopatik
2. DM tipe-2

3. DM Tipe lain
a. Defek genetik fungsi pankreas sel

b. Defek genetik pada kerja insulin


c. Kelainan eksokrin pankreas
Pankreatitis; Trauma/pankreatomi; Neoplasia; Kistik
fibrosis; Haemokhromatosis; Fibrokalkulus pankreatopati; dll.
d. Gangguan endokrin
Akromegali; Sindrom Cushing; Glukagonoma;
Feokromositoma; Hipertiroidisme; Somatostatinoma;
Aldosteronoma; dll.
e. Terinduksi obat dan kimia Vakor; Pentamidin; Asam Nikotinik;
Glukokortikoid; Hormon tiroid; Diazoxid; Agonis -adrenergik;
Tiazid; Dilantin; -interferon; dll.

4. Diabetes mellitus kehamilan


E. Patofisiologi
Diabetes tipe-1 disebabkan oleh infeksi atau toksin lingkungan yang
menyerang orang dengan sistem imun yang secara genetis merupakan
predisposisi untuk terjadinya suatu respon autoimun yang kuat yang
menyerang antigen sel B  pankreas. Faktor ekstrinsik yang diduga
mempengaruhi fungsi sel B meliputi kerusakan yang disebabkan oleh virus,
seperti virus penyakit gondok (mumps) dan virus coxsackie B4, oleh agen
kimia yang bersifat toksik, atau oleh sitotoksin  perusak dan antibodi yang
dirilis oleh imunosit yang disensitisasi. Suatu kerusakan genetis yang
mendasari yang berhubungan dengan replikasi atau fungsi sel B pankreas
dapat menyebabkan predisposisi terjadinya kegagalan sel B setelah infeksi
virus. Lagipula, gen-gen HLA yang khusus diduga meningkatkan kerentanan
terhadap virus diabetogenik atau mungkin dikaitkan dengan gen-gen yang
merespon sistem imun tertentu yang menyebabkan terjadinya predisposisi
pada pasien sehingga terjadi respon autoimun terhadap sel-sel pulaunya (islets
of Langerhans) sendiri atau yang dikenal dengan istilah autoregresi.
Diabetes tipe 1 merupakan bentuk diabetes parah yang berhubungan
dengan terjadinya ketosis apabila tidak diobati. Diabetes ini muncul ketika
pankreas sebagai pabrik insulin tidak dapat atau kurang mampu memproduksi
insulin. Akibatnya, insulin tubuh kurang atau tidak ada sama sekali.
Penurunan jumlah insulin menyebabkan gangguan jalur metabolik antaranya
penurunan glikolisis (pemecahan glukosa menjadi air dan karbondioksida),
peningkatan glikogenesis (pemecahan glikogen menjadi glukosa),
terjadinya glukoneogenesis. Glukoneogenesis merupakan proses pembuatan
glukosa dari asam amino, laktat, dan gliserol yang dilakukan
counterregulatory hormone (glukagon, epinefrin, dan kortisol). Tanpa insulin,
sintesis dan pengambilan protein, trigliserida , asam lemak, dan gliserol
dalam sel akan terganggu. Seharusnya terjadi lipogenesis namun yang terjadi
adalah lipolisis yang menghasilkan badan keton.Glukosa menjadi menumpuk
dalam peredaran darah karena tidak dapat diangkut ke dalam sel. Kadar
glukosa lebih dari 180 mg/dL ginjal tidak dapat mereabsorbsi glukosa dari
glomelurus sehingga timbul glikosuria. Glukosa menarik air dan
menyebabkan osmotik diuretik dan menyebabkan poliuria. Poliuria
menyebabkan hilangnya elektrolit lewat urin, terutama natrium, klorida,
kalium, dan fosfat merangsang rasa haus dan peningkatan asupan air
(polidipsi). Sel tubuh kekurangan bahan bakar (cell starvation) pasien merasa
lapar dan peningkatan asupan makanan (polifagia).
Biasanya, diabetes tipe ini sering terjadi pada anak dan remaja tetapi
kadang-kadang juga terjadi pada orang dewasa, khususnya yang non obesitas
dan mereka yang berusia lanjut ketika hiperglikemia tampak pertama kali.
Keadaan tersebut merupakan suatu gangguan katabolisme yang disebabkan
karena hampir tidak terdapat insulin dalam sirkulasi, glukagon plasma
meningkat dan sel-sel B pankreas gagal merespon semua stimulus
insulinogenik. Oleh karena itu, diperlukan pemberian insulin eksogen untuk
memperbaiki katabolisme, mencegah ketosis, dan menurunkan
hiperglukagonemia dan peningkatan kadar glukosa darah (Tandra,2007).
F. Pathways

Diabetes Melitus Tipe


1
Reaksi autoimun

Sel B – prankeas hancur

Defisiensi insulin

Hiperglikemia Liposisi
Kalabolisme protein
Ketidakseimbangan meningkat
meningkat
kadar glukosa darah Pembatasan diit Penurunan BB
Fleksibelitas darah
merah Intake tidak adekuat Defisit nutrisi

Pelepasan O2
Polinuria Hipovolemia

Hipoksia perifer Perfusi jaringan


perifer tidak efefktif
Nyeri

G. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada DM tipe 1 dan 2 umumnya tidak
jauh berbeda.
1. Glukosa darah : meningkat 200-100mg/Dl
2. Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok
3. Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
4. Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330
mOsm/l
5. Elektrolit :
a) Natrium : mungkin normal, meningkat, atau menurun
b) Kalium : normal atau peningkatan semu ( perpindahan seluler),
selanjutnya akan menurun.
c) Fosfor : lebih sering menurun
6. Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari
normal yang mencerminkan control DM yang kurang selama 4 bulan
terakhir ( lama hidup SDM) dan karenanaya sangat bermanfaat untuk
membedakan DKA dengan control tidak adekuat versus DKA yang
berhubungan dengan insiden ( mis, ISK baru).
7. Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan
pada HCO3 ( asidosis metabolic) dengan kompensasi alkalosis
respiratorik.
8. Trombosit darah : Ht mungkin meningkat ( dehidrasi) ; leukositosis :
hemokonsentrasi ;merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
9. Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi/
penurunan fungsi ginjal)
10. Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya
pancreatitis akut sebagai penyebab dari DKA.
11. Insulin darah : mungkin menurun / atau bahka sampai tidak ada
( pada tipe 1) atau normal sampai tinggi (pada tipe II) yang
mengindikasikan insufisiensi insulin/ gangguan dalam
penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten insulin dapat
berkembang sekunder terhadap pembentukan antibody .(
autoantibody)
12. Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid
dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
13. Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin
meningkat.
14. Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran
kemih, infeksi pernafasan dan infeksi pada luka.
Diabetes melitus ditegakkan berdasarkan ada tidaknya gejala. Bila
dengan gejala (polidipsi, poliuria, polifagia), maka pemeriksaan gula darah
abnormal satu kali sudah dapat menegakkan diagnosis DM. Sedangkan bila
tanpa gejala, maka diperlukan paling tidak 2 kali pemeriksaan gula darah
abnormal pada waktu yang berbeda (Rustama DS, dkk. 2010; ISPAD
Clinical Practice Consensus Guidelines (2009).
Kriteria hasil pemeriksaan gula darah abnormal adalah:
1. Kadar gula darah sewaktu >200 mg/dl atau
2. Kadar gula darah puasa >126 mg/dl atau
3. Kadar gula darah 2 jam postprandial >200 mg/dl.
Untuk menegakkan diagnosis DM tipe 1, maka perlu dilakukan
pemeriksaan penunjang, yaitu C-peptide <0,85 ng/ml. C-peptide ini
merupakan salah satu penanda banyaknya sel β-pankreas yang masih
berfungsi. Pemeriksaan lain adalah adanya autoantibodi, yaitu Islet cell
autoantibodies (ICA), Glutamic acid decarboxylase autoantibodies (65K
GAD), IA2( dikenal sebagai ICA 512 atau tyrosine posphatase)
autoantibodies dan Insulin autoantibodies (IAA). Adanya autoantibodi
mengkonfirmasi DM tipe 1 karena proses autoimun. Sayangnya
pemeriksaan autoantibodi ini relatif mahal (Rustama DS, dkk. 2010; ISPAD
Clinical Practice Consensus Guidelines 2009).
H. Penatalaksanaan
Tatalaksana pasiem dengan DM tipe 1 tidak hanya meliputi pengobatan
berupa pmeberian insulin. Ada hal hal selain insulin yang perlu diperhatikan dengan
tatalaksana agar penderita mendapatkan kualitas hidup yang optimal dalam jangka
pendek maupun panjang ( rustama DS, dkk.2010; ISPAD Clinical practice consensus
guidelines. 2009)
1. Insulin
Yang harus diperhatikan dalam pemberian insulin adalah jenis, dosis, kapan
pemberian, dan cara penyuntikan serta penyimpanan. Terdapat berbagai jenis
insulin berdasarkan asal maupun lama kerjanya, menjadi kerja cepat/rapid
acting, kerja pendek(regular/soluble), menengah, panjang, dan campuran.
Penatalaksanaan Terapi Insulin.
a. pemberian /penyuntikan hormone insulin
b. Indikasi dan kontra indikasi pemberian /penyuntikan  hormone Cara
insulin.
c.    Efek samping pemberian / penyuntikan hormone insulin.dll
Suntikan insulin untuk pengobatan diabetes dinamakan terapi insulin. Tujuan
terapi ini terutama untuk :
1) Mempertahankan glukosa darah dalam kadar yang normal atau
mendekati normal.
2) Menghambat kemungkinan timbulnya komplikasi kronis pada
diabetes.
Keberhasilan terapi insulin juga tergantung terhadap gaya hidup seperti
program diet dan olahraga secara teratur.
Indikasi penggunaan terapi insulin harus memenuhi kriteria di bawah ini :
a. Menggunakan insulin lebih dari 3 kali sehari
b. Kadar glukosa darah sering tidak teratur
c.    Ingin mengurangi resiko hipoglikemi
d.       Ingin mengurangi resiko komplikasi yang berkelanjutan
e. Ingin lebih bebas beraktifitas dan gaya hidup yang lebih fleksibel
Enam tipe insulin berdasarkan mulai kerja, puncak, dan lama kerja insulin
tersebut, yakni :
1) Insulin Kerja Cepat (Short-acting Insulin)
2) Insulin Kerja Sangat Cepat (Quick-Acting Insulin)
3)  Insulin Kerja Sedang (Intermediate-Acting Insulin)
4)  Mixed Insulin
5)   Insulin Kerja Panjang (Long-Acting Insulin)
6) Insulin Kerja Sangat Panjang (Very Long Acting Insulin)
Cara Pemberian Insulin
Struktur kimia hormon insulin bisa rusak oleh proses pencernaan
sehingga insulin tidak bisa diberikan melalui tablet atau pil. Satu-satunya jalan
pemberian insulin adalah melalui suntikan, bisa suntikan di bawah kulit
(subcutan/SC), suntikan ke dalam otot (intramuscular/IM), atau suntukan ke
dalam pembuluh vena (intravena/IV). Ada pula yang dipakai secara terus
menerus dengan pompa (insulin pump/CSII) atau sistem tembak (tekan
semprot) ke dalam kulit (insulin medijector).
Dosis anak bervariasi berkisar antara 0,7-1,0 U/kg per hari. Dosis
insulin ini berkurang sedikit pada adanya fase remisi yang dikenal
sebagai honeymoon periode dan kemudian meningkat pada saat pubertas.
Saat awal pengobatan insulin diberikan 3-4 kali injeksi. Bila dosis
optimal dapat diperoleh, diusahakan untuk mengurangi jumlah suntikan
menjadi 2 kali dengan menggunakan insulin kerja mengengah atau kombinasi
kerja pendekb dan menengah (split-mix regimen). Penyuntikan setiap hari
secara subkutan dipaha, lengan atas, sekitar umbilicus secara bergantian.
Insulin sebaiknya disimpan dalam lemari es pada suhu 4-8 0C.
2. Diet
Jumlah kebutuhan kalori untuk anak usia 1 tahun sampai dengan usia pubertas
dapat juga ditentukan dengan rumus sebagai berikut :
a. 1000 + (usia dalam tahun x 100) = ....... Kalori/hari
b. Komposisi sumber kalori per hari sebaiknya terdiri atas : 50-55%
karbohidrat, 10-15% protein (semakin menurun dengan bertambahnya
umur), dan 30-35% lemak.
c.    Pembagian kalori per 24 jam diberikan 3 kali makanan utama dan 3
kali makanan kecil sebagai berikut :
1) 20% berupa makan pagi.
2) 10% berupa makanan kecil.
3) 25% berupa makan siang.
4) 10% berupa makanan kecil.
5)  25% berupa makan malam.
6)   10% berupa makanan kecil.
Dari sisi makanan penderita diabetes atau kencing manis lebih
dianjurkan mengkonsumsi karbohidrat berserat seperti kacang-kacangan,
sayuran, buah segar seperti pepaya, kedondong, apel, tomat, salak, semangka
dll. Sedangkan buah-buahan yang terlalu manis seperti sawo, jeruk, nanas,
rambutan, durian, nangka, anggur, tidak dianjurkan.
Menurut peneliti gizi asal Universitas Airlangga, Surabaya, Prof. Dr.
Dr. H. Askandar Tjokroprawiro, menggolongkan diet atas dua bagian, A dan
B. Diet B dengan komposisi 68% karbohidrat, 20% lemak, dan 12% protein,
lebih cocok buat orang Indonesia dibandingkan dengan diet A yang terdiri atas
40 – 50% karbohidrat, 30 – 35% lemak dan 20 – 25% protein. Diet B selain
mengandung karbohidrat lumayan tinggi, juga kaya serat dan rendah
kolesterol. Berdasarkan penelitian, diet tinggi karbohidrat kompleks dalam
dosis terbagi, dapat memperbaiki kepekaan sel beta pankreas.
Serat makanan
Tipe diet ini berperan dalam penurunan kadar total kolesterol dan
LDL (low-density lipoprotein) kolesterol dalm darah. Peningkatan kandungan
serat dalam diet dapat pula memperbaiki kadar glukosa darah sehingga
kebutuhan insulin dari luar dapat dikurangi.
Mekanisme kerja serat terlarut diperkirakan berhubungan dengan
pembentukan gel dalam traktus gastrointestinal. Gel ini akan memperlambat
pengosongan lambung dan gerakan makanan yang melalui saluran cerna
bagian atas. Efek penurunan glukosa yang potensial oleh serat makanan
tersebut mungkin disebabkan oleh kecepatan absorpsi glukosa yang lebih
lambat.
Sementara itu tingginya serat dalam sayuran jenis A(bayam, buncis,
kacang panjang, jagung muda, labu siam, wortel, pare, nangka muda)
ditambah sayuran jenis B (kembang kol, jamur segar, seledri, taoge, ketimun,
gambas, cabai hijau, labu air, terung, tomat, sawi) akan menekan kenaikan
kadar glukosa dan kolesterol darah. Bawang merah dan putih (berkhasiat 10
kali bawang merah) serta buncis baik sekali jika ditambahkan dalam diet
diabetes karena secara bersama-sama dapat menurunkan kadar lemak darah
dan glukosa darah.
Alkohol
Alkohol dapat menurunkan reaksi fisiologi normal dalam tubuh yang
memproduksi glukosa (glukoneogenesis). Jadi, jika seorang penderita diabetes
minum minuman beralkohol pada saat lambung kosong, maka kemungkinan
terjadinya hipoglikemia akan meningkat. Konsumsi alcohol yang
berlebihan  dapat menggganggu kemampuan seseorang untuk
mengidentifikasi serta mengatasi keadaan hipoglikemia dengan tepat dan
mengikuti rencana makan yang sudah diresepkan untuk mencegah
hipoglikemian.
3. Olahraga
Dianjurkan latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap minggu selam kurang
lebih 30 menit yang sifatnya sesuai CRIPE (Continous Rytmical Interval
Progressive Endurance Training). Latihan yang dapa dijadikan pilihan adalah
jalan kaki, jogging, lari, renang, dan bersepeda.
4. Obat  hipoglikemik oral (OHO)
Jika pasien telah melakukan pengturan makan dan kegiatan jasmani yang
teratur, tetapi kadar glukosa darahnya masih belum baik, dipertimbangkan
pemakaian obat berhasiat hipoglikemik.
a. Sulfoniurea
Berfungsi untuk menstimulasin pelepasan insulin yang tersimpan,
menurunkan ambang sekresi insulin, meningkatkan sekresi insulin
sebagai akibat rangsangan glukosa.
b.  Biguanid
Menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai di bawah normal.
Dianjurkan untuk pasien gemuk.
c.   Inhibitor α glukosidase
Bersifat kompetitif menghambat kerja enzim α glukosidase sehingga
menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia
pascaprandial.
d. Insulin sentizing agent
Berfungsi meningkatkan sensitifitas insulin tanpa menyebabkan
hipoglikemia.
5.   Edukasi
Kegiatan edukasi meliputi pemahaman dan pengertian penyakit dan
komplikasinya, memotivasi penderita dan keluarga agar patuh berobat.
6.  Pemantauan mandiri/home monitoring
Pasien serta keluarga harus dapat melakukan pemantauan kadar glukosa darah
dan penyakitnya di rumah. Halini sangat diperlukan karenasangat menunjang
upaya pencapaian normoglikemia. Pamantauan dapat dilakukan secara
langsung (darah) dan secara tidak langsung (urin).
I. Komplikasi
Komplikasi DM baik pada DM tipe 1 maupun 2, dapat dibagi menjadi 2 kategori,
yaitu komplikasi akut dan komplikasi menahun.
1. Komplikasi Metabolik Akut
a. Ketoasidosis Diabetik (khusus pada DM tipe 1)
Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemi
dan glukosuria berat, penurunan glikogenesis, peningkatan glikolisis,
dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai penumpukkan
benda keton, peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan ketosis,
peningkatan ion hidrogen dan asidosis metabolik. Glukosuria dan
ketonuria juga mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil akhir
dehidasi dan kehilangan elektrolit sehingga hipertensi dan mengalami
syok yang akhirnya klien dapat koma dan meninggal.
b. Hipoglikemi
Seseorang yang memiliki Diabetes Mellitus dikatakan mengalami
hipoglikemia jika kadar glukosa darah kurang dari 50 mg/dl.
Hipoglikemia dapat terjadi akibat lupa atau terlambat makan
sedangkan penderita mendapatkan therapi insulin, akibat latihan fisik
yang lebih berat dari biasanya tanpa suplemen kalori tambahan,
ataupun akibat penurunan dosis insulin. Hipoglikemia umumnya
ditandai oleh pucat, takikardi, gelisah, lemah, lapar, palpitasi,
berkeringat dingin, mata berkunang-kunang, tremor, pusing/sakit
kepala yang disebabkan oleh pelepasan epinefrin, juga akibat
kekurangan glukosa dalam otak akan menunjukkan gejala-gejala
seperti tingkah laku aneh, sensorium yang tumpul, dan pada akhirnya
terjadi penurunan kesadaran dan koma.
2.  Komplikasi Vaskular Jangka Panjang (pada DM tipe 1 biasanya terjadi
memasuki tahun ke 5)
a. Mikroangiopaty
Merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan arteriola
retina (retinopaty diabetik), glomerulus ginjal (nefropatik
diabetic/dijumpai pada 1 diantara 3 penderita DM tipe-1), syaraf-
syaraf perifer (neuropaty diabetik), otot-otot dan kulit. Manifestasi
klinis retinopati berupa mikroaneurisma (pelebaran sakular yang kecil)
dari arteriola retina. Akibat terjadi perdarahan, neovasklarisasi dan
jaringan parut retina yang dapat mengakibatkan kebutaan. Manifestasi
dini nefropaty berupa protein urin dan hipetensi jika hilangnya fungsi
nefron terus berkelanjutan, pasien akan menderita insufisiensi ginjal
dan uremia. Neuropaty dan katarak timbul sebagai akibat gangguan
jalur poliol (glukosa—sorbitol—fruktosa) akibat kekurangan insulin.
Penimbunan sorbitol dalam lensa mengakibatkan katarak dan
kebutaan. Pada jaringan syaraf terjadi penimbunan sorbitol dan
fruktosa dan penurunan kadar mioinositol yang menimbulkan
neuropaty. Neuropaty dapat menyerang syaraf-syaraf perifer, syaraf-
syaraf kranial atau sistem syaraf otonom.
b.      Makroangiopaty
Gangguan-gangguan yang disebabkan oleh insufisiensi insulin dapat
menjadi penyebab berbagai jenis penyakit vaskuler. Gangguan ini
berupa :
 Penimbunan sorbitol dalam intima vascular.
  Hiperlipoproteinemia
 Kelainan pembekun darah
Pada akhirnya makroangiopaty diabetik akan mengakibatkan
penyumbatan vaskular jika mengenai arteria-arteria perifer maka
dapat menyebabkan insufisiensi vaskular perifer yang disertai
Klaudikasio intermiten dan gangren pada ekstremitas. Jika yang
terkena adalah arteria koronaria, dan aorta maka dapat mengakibatkan
angina pektoris dan infark miokardium.
 Komplikasi diabetik diatas dapat dicegah jika pengobatan
diabetes cukup efektif untuk menormalkan metabolisme glukosa
secara keseluruhan.

J. Proses keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes melitus
mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, keadaan umum pasien,
tanda tanda vital, riwayat kesehatan, keluhan utama, riwayat kesehatan masa
lalu, pemeriksaan fisik.
a. Identitas
Meliputi: nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, alamat,
tamggal masuk rumah sakit, nomer registasi, tanggal pengajian
diagnosa.
b. Keluhan utama
Klien mengeluh sering kesemutan, sering buang air kecil saat malam
hari, sering merasa haus, mengalami rasa lapar yang berlebih
( polifagia), merasa lemas, pandangan kabur
c. Keadaan umum
Keadaan Umum Meliputi kondisi seperti tingkat
ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran kualitatif atauGCS dan respon
verbal klien
d. Tanda tanda vital
 Tekanan darah : sebaiknya diperiksa dalam posisi yang
berbeda, kaji tekanan darah dan kondisi patologis. Biasanya
pada pasien DM type 1, klien akan cenderung memiliki TD
yang meningkat/ tinggi/hipertensi.
 Pulse rate
 .Respiratory rate
 Suhu
e. Riwayat kesehatan sekarang
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya,
mendapatkan insulin jenis apa, bagaimana cara minum obat nya teratur
apa tidak, apa yng dilakukan klien untuk menanggulangi
penyakitnya.·
f. Riwayat Kesehatan dahulu
Diduga diabetes meliitus tipe 1 disebabkan oleh virus penyakit gondok
dan virus coxsackie B4, oleh agen kimia yang bersifat toksik, atau
perusak atau anti bodi
g. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat Kesehatan Keluarga Adakah keluarga yang menderita
penyakit seperti klien ?
h. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik pada penyakit ini
biasanya didapatkan :
1) Inspeksi : kulit dan membrane mukosa tampak kering,
tampak adanya atropi otot, adanya luka ganggren, tampak
pernapasan cepat dan dalam, tampak adanya retinopati,
kekaburan pandangan.
2) Palpasi : kulit teraba kering, tonus otot menuru. c.Auskultasi :
adanya peningkatan tekanan darah.
3) Auskultasi : adanya peningkatan tekanan darah,
Pemeriksaan fisik persistem
1) Sistem muskulosekletal
Aktivitas/ Istirahat: Letih, Lemah, Sulit Bergerak /
berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
2) Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi, AMI, klaudikasi, kebas,
kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki yang
penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanandarah.
3) Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada
otot, parestesia,gangguan penglihatan.
4) Sistem pencernaan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat) , anoreksia, mual
muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus,
penggunaan diureti. Perubahan pola berkemih ( poliuria,
nokturia, anuria ), diaree.
5) Sistem Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya
infeksi / tidak) i.Keamanan Kulit kering, gatal, ulkus kulit
6) Sistem Integumen
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
7) Integritas Ego
Stress, ansietas
2. Analisa data

Data penunjang Etiologi Masalah keperawatan

Ds : Reaksi autoimun Perfusi jaringan perifer


 Parastesia tidak efektif
 Nyeri ekstremitas Sel B-prankeas hancur
( klaudikasi
intermiten) Defisiensi insulin
Do :
 Pengisian kapiler Hiperglikemia
> 3 detik
 Nadi perifer
menurun atau Fleksibilitass darah
tidak teraba merah
 Akral teraba
dingin Pelepasan O2
 Warna kulit pucat
 Turgor kulit Hipoksia perifer

menurun
 Edema Perfusi jaringan tidak
efektif
 Penyembuhan
luka lambat
 Indeks ankle –
brachial <0,90
 Bruit femoral
Ds : Reaksi autoimun Hipovolemia
 Merasa haus
 Mengeluh haus Sel B-prankeas hancur
Do :
 Frekuensi nadi Defisiensi insulin

meningkat
 Nadi teraba Hiperglikemia

lemah
 Tekanan darah Polinuria

menurun
Hipovolemia
 Tekanana darah
meningkat
 Turgor kulit
menurun
 Membran
mukosa kering
 Volume urin
menurun
 Hematokrit
meningkat
 Pengisian vena
menurun
 Status mental
berubah
 Suhu tubuh
meninngkat
 Konsentrasi urin
meningkat
 Berat badan tiba
tiba turun
Ds : Reaksi autoimun Nyeri
 Mengeluh nyeri
Do : Sel B-prankeas hancur
 Tampak meringis
 Bersiap protektif Defisiensi insulin

( mis, waspada,
posisi Hiperglikemia

menghindari
nyeri) Fleksibilitass darah

 Gelisah merah

 Frekuensi nadi
meningkat Pelepasan O2

 Sulit tidur
Hipoksia perifer
 Tekanan darah
meningakat
Nyeri
 Pola napas
berubah
 Nafsu makan
berubah
 Proses berpikir
terganggu
 Menarik diri
 Berfokus pada
diri sendiri
 Diaforesisi
Ds : Reaksi autoimun defisit nutrisi
 Cepat kenyang
setelah makan Sel B-prankeas hancur
 Kram / nyeri
abdomen Defisiensi insulin
 Napsu makan
menurun d Limposisi meningkat
Do :
 Berat badan Katabolisme protein

menurun minimal meningkat

10 % di bawah
rentan ideal Penurunan BB

 Bising usus
hiperaktiv Defisit nutrisi

 Otot mengunyah
lemah
 Otot menelan
lemah
 Membaran
mukosa pucat
 Sariawan
 Serum albumin
turun
 Rambut rontok
berlebihan
 Diare
Ds : Reaksi autoimun Ketidakseimbangan
 Lemah atau lesu kadar glukosa darah
 Mulut kering Sel B-prankeas hancur ( hiperglikemia )

 Haus meningkat
Do : Defisiensi insulin
 Kadar glukosa
dalam darah / Ketidakseimbangan
urin tinggi kadar glukosa darah
 Jumlah urin
meningkat

3. Diagnosa keperawatan
a. Ketidakseimbangan kadar glukosa darah ( hiperglikemia) b.d
resistensi insulin
b. Perfusi jaringan perifer tidak efektif b.d hiperglikemia
c. Hipovolemia b.d kegagalan mekanisme regulasi
d. Nyeri b.d agen pencendera fisiologis ( mis, implamasi, iskemia,
neoplassma )
e. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan mencerana makanan
4. Intervensi keperawatan

Dx keperawatan Tujuan Intervensi Rasional

Ketidakseimbangan kadar Setelah dilakukan tindakan Observasi :


glukosa darah keperawatan, maka 1. Identifikasi 1. Untuk mengetahui
kesetabilan kadar glukosa kemungkinan penyebab
darah meningakat, dengan penyebab hiperglikemia
kriteria hasil: hiperglikemia
 Lelah / lesu menurun 2. Identifikasi situasi 2. Untuk mengetahui
 Mulut kering menurun yang menyebabkan penyebab kebutuhan

 Rasa haus menurun kebutuhan insulin insulin meningkat

 Jumlah urin membaik meningkat (mis.


Penyakit kambuhan)
 Kadar glukosa dalam
3. Monitor kada gula 3. Untuk mengontrol
urine membaik
darah, jika perlu kadar gula darah
4. Monitor tanda dan 4. Untuk mengetahui
gejala hiperglikemia tanda dan gejala
5. Monitor intake dan hiperglikemia
output cairan 5. Untuk mengontrol
pemasukan dan
pengeluaran cairan
Terapeutik :
1. Berikan asupan cairan 1. Untuk memenuhi
oral kebutuhan cairan
2. Konsultasi dengan 2. Untuk
medis jika tanda dan mengontrol
gejala hiperglikemia kondisi pasien
ada atau memburuk tetap stabil
Edukasi :
1. Anjurkan menghindari 1. Untuk menghindari
olahraga saat kadar kadar glukosa
glukosa lebih dari memburuk
250mg/dL
2. Anjurkan monitor pada 2. Untuk mengontrol
glukosa darah secara kadar gula darah
mandiri
3. Anjurkan kepatuhan 3. Untuk menjaga ke

terhadap diet dan stabilan kadar gula

olahraga darah

Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
1. Untuk membantu
insulin, jika perlu
tubuh menyimpan
energi

Perfusi jaringan perifer tidak Setelah dilakukan tindakan Observasi : Observasi


efektif b.d hiperglikemia keperawatan, maka perfusi 1. Periksa sirkulasi 1. Untuk mengatahui
perifer meningakat, dengan perifer (mis. nadi kondisi sirkulasi
kriteria hasil: perifer, edema, perifer
 Denyut nadi pengisian kapiler, 2. Untuk menghindari
meningkat warna, suhu, ankle terjadimnya
 Penyembuhan luka brachial index) gangguan sirkulasi
meningkat 2. Identifikasi faktor 3. Untuk mengontrol
 Warna kulit pucat resiko gangguan kondisi pasien
menurun sirkulasi (mis.

 Edema perifer Diabetes, perokok,

menurun orang tua, hipertensi

 Nyeri ektremitas dan kadar kolesterol

menurun tinggi)

 Parestesia menurun 3. Monitor panas,


kemerahan, nyeri, atau
 Bruit fernoalis
bengkak pada aktivitas
menurun
 Pengisian kapiler
Terapeutik : Teurapeutik
cukup membaik
 Akral cukup membaik 1. Hindari pemasangan 1. Untuk menhindari
 Turgor kulit cukup infus atau terjadinya
membaik pengambilan darah di pemburukan keadaan
 Indeks ankle–brachial area keterbatasan 2. Untuk menghindari
cukup membaik perfusi terjadi
2. Hindari pengukuran mempengaruhi hasil
tekanan darah pada dari tekanan darah
ekstremitas dengan 3. Untuk mencegah
keterbatasan perfusi terjadinya komplikasi
3. Hindari penekanan 4. Untuk mencegah
dan pemasangann terjadinuya infeksi
touniquet pada area
yang cedera
4. Lakukan pencegahan
infeksi

Edukasi
Edukasi
1. Untuk mencegah
1. Anjurkan berhenti
2. Untuk menjaga
merokok
kondisi tubuh tetap
2. Anjurkan berolahraga
stabil
rutin
3. Untuk mencegah
3. Anjurkan
menggunakan obat terjadinya tekanan
penurun tekanan darah, darah tinggi
antikoagulan, dan 4. Untuk mengontrol
penurun kolesterol jika tekanan darah
perlu 5. Untuk menjag
4. Anjurkan minum obat kelembaban kulit
pengontrol tekanan 6. Untuk
darah secara teratur 7. Untuk mengetahui
5. Anjurkan melakukan makanan yang
perawatan kulit yang seimbang
tepat (mis. 8. Untuk mengetahui
Melembabkan kulit kondisi saat
kering pada kaki) membutuhkan
6. Anjurkan program pertolongan darurat
rehabilitasi vaskular
7. Ajarkan program diet
untuk memperbaiki
sirkulasi (mis. Rendah
lemak jenuh, minyak
ikan omega 3)
8. Informasikan tanda
dan gejala darurat yang
harus dilapor (mis.
Rasa sakit yang tidak
hilang saat istirahat,
luka tidak sembuh,
hilangnnya rasa)
Hipovolemia b.d kegagalan Telah dilkukan tindakan Observasi :
mekanisme regulasi keperawatan maka status 1. Periksa tanda dan 1. Untuk mengetahui
cairan membaik dengan gejala hipovolemia gejala yang mungkin
kriteria hasil : (mis.frekuensi nadi muncul karena
 Frekuensi nadi meningkat, nadi teraba masalah kepm
membaik lemah tekanan darah hipovolemia untuk
 Tekanan darah menurun, volume urin menengakan
membaik menurun, hematokrit diagnosa dan
 Turgor kulit meningkat, haus, mengambil intervensi
meningkat lemah)

 Kekuatan nadi Terapeutik : 1. Untuk mengontrol

meningkat 1. Hitung kebutuhan intake dan output

 Pengisian vena cairan klien

meningkat 2. Berikan posisi midified 2. Membuat klien

 Membran mukosa trendelenburg merasa nyaman

membaik 3. Berikan asupan cairan


oral
 Volume urin membaik
 Perasaan lemah Edukasi :
menurun 1. Anjurkan 1. Untuk memenuhi
 Keluhan haus memperbanyak asupan kebutuhan cairan
menurun cairan oral klien
 Berat badan membaik 2. Anjurkan menghindari 2. Untuk mencegah

 Konsentrasi urin perubahan posisi terjadinya

menurun mendadak pemburukan keadaan

 Status mental Kolaborasi :


membaik 1. Kolaborasi pemberian 1. Pemberian RL dan
cairan IV isotonis (mis. NACL untuk
NaCl, RL) mencegah terjadinya
2. Kolaborasi pemberian dehidrasi
cairan IV hipotonis 2. Tujuan pemberian
(mis. Glukosa 2,5%, cairan hipotonis
NaCl 0,4%) adalah untuk menarik
3. Kolaborasi pemberian air dari dalam
cairan koloid (mis. pembuluh darah
Albumin, plasmanate) keluar menuju
4. Kolaborasi pemberian jaringan dan sel sel
produk darah tubuh
3. Cairan ini diberikan
untuk pasien yang
kritis atau gawat
darurat
4. Mencegah atau
mengatasi
penddarahan karena
kekurangan /
kelainan darah

Nyeri b.d agen pencendera Telah dilakukan tindakan Observasi :


fisiologis ( mis, inflamasi, keperawatan maka tingkat 1. Identifikasi lokasi, 1. Untuk membantu dan
iskemia, neoplassma ) nyeri menurun dengan kriteria karakteristik, durasi, memudahkan dalam
hasil : frekuensi, kualitas, mengetahui derajat
 Mengeluh nyeri intensitas nyeri ketidaknyamanan
menurun 2. Identifikasi skala nyeri dan kebutuhan untuk
 Meringis menurun 3. Identifikasi respons keefektifan analgetik
 sikap protektif nyeri non verbal 2. Untuk membantu
menurun 4. Identifikasi faktor yang mennetukan metode
 gelisah menurun memperberat dan pengobatan
 frekuensi nadi memperingan nyeri 3. Untuk mengurangi
membaik 5. Identifikasi rasa cemas dan

 kesulitan tidur pengetahuan dan masalah nyeri yang

menurun keyakinan tentang dirasakan klien

 tekanan darah nyeri 4. Untuk mmeberikan

membaik tindakan yang tepat

 pola napas membaik yang menghindari


peningkatan respon
 nafsu makan membaik
nyeri pada klien
 proses berpikir
membaik
Terapeutik : 1. Tindakan ini
 menarik diri menurun
1. Berikan teknik memungkinkan klien
 berfokus pada diri
nonfarmakologis untuk mendapatkan rasa
sendiri menurun
mengurangi rasa nyeri kontrol terhadp nyeri
 diaporesis menurun
(mis. TENS, hipnosis 2. Untuk menurunkan
akupresur, terapi ,usik, reaksi terhadap
biofeedback, terapi stimulus dari luar dan
pijat, aromaterapi, meningkatkan
teknik imajinasi istirahat
terbimbing, kompres 3. Untuk meningkatkan
hangat/dingin, terapi terpenuhnya
bermain) kebutuhan istirahat
2. Kontrol lingkungan dan tidur klien
yang memperberat rasa
nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan
kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan
tidur
Edukasi : 1. Untuk membantu
1. Jelaskan strategi klien memenuhi
meredakan nyeri rassa nyaman dan
2. Anjurkan memonitor mempermudah
nyeri secara mandiri proses perawatan
3. Anjurkan selanjutnya
menggunakan 2. Untukmengetahui
analgetik secara tepat sejauh mana
4. Ajarkan teknik kemmapuan klien
nonfarmakologis untuk dlam berpartisipasi
mengurangi rasa nyeri terhdap program
Kolaborasi : aktivitas
1. Kolaborasi pemberian 3. Untuk mendukung
analgetik, jika perlu proses penurunan
nyeri kerena
penggunaan
analgetik yang
berlebih dapat
menutupi gejala dan
ini menyulitkan
defisit neurologi
lebih lanjut
Defisit nutrisi b.d Setelah dilakukan tindakan Management nutrisi Observasi
ketidakmampuan mencerana keperawatan, maka defisit Observasi 1. untuk mengetahui
makanan nutrisi membaik, dengan 1. Identifikasi status status nutrisi klien
kriteria hasil: nutrisi 2. memantau asupan
 Nafsu makan 2. Monitor asupan nutrisi klien
membaik makanan 3. untuk memenuhi
 Nyeri abdomen 3. Identifikasi kebutuhan kebutuhan klien
mambaik kalori dan jenis nutrien 4. untuk mengetahui
 Cepat kenyang 4. Monitor berat bdan apakah klien
menurun Teurapeutik mengalalami

 Berat bdan membaik 1. Berikan makanan penurunan kenaikan

 Bising usus membaik tinggi serat untuk BB


 Otot mengunyah mencegah konstipasi Teurapeutik
meningkat 2. Berikan suplemen 1. Untuk melancarkan
 Otot menelan makanan, jika perlu pencernaan passien
meningkat Edukasi 2. Untuk membuat
 Membran mukosa 1. Ajarkan diet yang di pasien nafsu makan
membaik programkan Edukasi

 Sariawan membaik Kolaborasi 1. Untuk

 Serum albumin 1. Kolaborasi pemberian Kolaborasi

menurun medikasi sebelum 1. Untuk terapi

 Rambut rontok makan, jika perlu farmakologi

menurun 2. Kolaborasi dengan ahli


gizi
 Diare menurun
DAFTAR PUSTAKA
ADA. 2016. Standart of Medical Care in Diabetes . American Diabetes
Association.
Arief Mansjoer. (2010). Kapita Selekta Kedokteran, edisi 4. Jakarta
: Media
Aesculapius.
ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines 2009. Pediatric Diabetes
2009: 10.
http://repository.maranatha.edu/3415/3/0910085_Chapter1.pdf
(Diakses pada
tanggal 19 September 2018)
Kemenkes Ri. 2013. Riset Kesehatan Dasar ; RISKESDAS. Jakarta:
Balitbang
Kemenkes RI
Rustama DS, Subardja D, Oentario MC, Yati NP, Satriono, Harjantien N
(2010).
Diabetes Melitus. Dalam: Jose RL Batubara Bambang Tridjaja
AAP Aman B.
Pulungan, editor. Buku Ajar Endokrinologi Anak, Jakarta: Sagung
Seto 2010, h124-161.
Weinzimer SA, Magge S (2005). Type 1 diabetes mellitus in children.
Dalam: Moshang T Jr. Pediatric endocrinology.
Philadelphia: Mosby Inc, h 3-18
PPNI.2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) Edisi I
Cetakan III(Revisi). Jakarta: DPP PPNI
PPNI.2018.Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) Edisi
Cetakan II. Jakarta: DPP PPNI
PPNI.2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia ( SLKI): definisi dan
kriteria hasil keperawatan Edisi 1 Cetakan II, Jakarta : DPP
PPN
LAPORAN PENDAHULUAN
HYDROCEPHALUS
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Anak

Disusun Oleh :
Resa Septiyani Pratiwi (E.0105.18.029)

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BUDILUHUR
CIMAHI
2021
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Dasar
1. Definisi
Menurut Dwita( 2017) Hidrosefalus berasal dari kata hidro yang
berarti air dan chepalon yang berarti kepala. Hidrosefalus merupakan
penumpukan CSS yang secara aktif dan berlebihan pada satu atau lebih
ventrikel otak atau ruang subarachnoid yang dapat menyebabkan
dilatasi sistem ventrikel otak.
Hidrosefalus adalah akumulasi cairan serebrospinal dalam
ventrikel serebral, ruang subarachnoid, atau ruang subdural (Suriadi,
2010). Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang
mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau pernah
dengan tekanan intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat
pelebaran ventrikel. Pelebaran ventrikuler ini akibat
ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi cairan serebrospinal.
Hidrosefalus selalu bersifat sekunder, sebagai akibat penyakit atau
kerusakan otak. Adanya kelainan-kelainan tersebut menyebabkan
kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-
ubun. Ketika produksi CSS lebih besar dari penyerapan, cairan
cerebrospinal mengakumulasi di dalam sistem Ventricular (Nining,
2008).
a. Anatomi Dan Fisiologi Aliran CSS
Ruangan cairan serebrospinal (CSS) terdiri dari sistem ventrikel,
sisterna magna pada dasar otak dan ruangan subaraknoid. Ruangan
ini mulai terbentuk pada minggu kelima masa embrio. Sistem
ventrikel dan ruang subarachnoid dihubungkan melalui foramen
Magendi di median dan foramen Luschka di sebelah lateral
ventrikel IV.

Cair
an serebrospinalis dihasilkan oleh pleksus koroidalis di ventrikel
otak. Cairan ini mengalir ke foramen Monro ke ventrikel III,
kemudian melalui akuaduktus Sylvius ke ventrikel IV. Cairan
tersebut kemudian mengalir melalui foramen Magendi dan
Luschka ke sisterna magna dan rongga subarachnoid di bagian
cranial. maupun spinal. Sekitar 70% cairan serebrospinal
dihasilkan oleh pleksus koroidideus, dan sisanya di hasilkan oleh
pergerakan dari cairan transepidermal dari otak menuju sistem
ventrikel. Bagi anakanak usia 4-13 tahun rata-rata volume cairan
liqour adalah 90 ml dan 150 ml pada orang dewasa. Tingkat
pembentukan adalah sekitar 0,35 ml /menit atau 500 ml / hari.
Sekitar 14% dari total volume tersebut mengalami absorbsi setiap
satu jam.
2. Etiologi
Menurut Darsono,(2012) Cairan Serebrospinal merupakan
cairan jernih yang diproduksi dalam ventrikulus otak oleh pleksus
koroideus, Cairan ini mengalir dalam ruang subaraknoid yang
membungkus otak dan medula spinalis untuk memberikan
perlindungan serta nutrisi(Cristine Brooker:The Nurse’s Pocket
Dictionary). CSS yang dibentuk dalam sistem ventrikel oleh pleksus
khoroidalis kembali ke dalam peredaran darah melalui kapiler dalam
piamater dan arakhnoid yang meliputi seluruh susunan saraf pusat
(SSP). Cairan likuor serebrospinalis terdapat dalam suatu sistem, yakni
sistem internal dan sistem eksternal. Pada orang dewasa normal jumlah
CSS 90-150 ml, anak umur 8-10 tahun 100-140 ml, bayi 40-60 ml,
neonatus 20-30 ml dan prematur kecil 10-20 ml. Cairan yang
tertimbun dalam ventrikel 500-1500 ml.
Allan H. Ropper, (2011) Hidrosefalus terjadi bila terdapat
penyumbatan aliran cairan serebrospinal (CSS) pada salah satu tempat
antara tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan tempat
absorbsi dalam ruang subaraknoid. Akibat penyumbatan, terjadi
dilatasi ruangan CSS diatasnya).
Allan H. Ropper, (2011) Teoritis pembentukan CSS yang
terlalu banyak dengan kecepatan absorbsi yang abnormal akan
menyebabkan terjadinya hidrosefalus, namun dalam klinik sangat
jarang terjadi. Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat
pada bayi dan anak ialah :
a. Kelainan Bawaan (Kongenital)
1) Stenosis akuaduktus Sylvii Merupakan penyebab terbanyak
pada hidrosefalus bayi dan anak (60-90%). Aqueduktus dapat
merupakan saluran yang buntu sama sekali atau abnormal,
yaitu lebih sempit dari biasa. Umumnya gejala hidrosefalus
terlihat sejak lahit atau progresif dengan cepat pada bulan-
bulan pertama setelah kelahiran.
2) Spina bifida dan kranium bifida Hidrosefalus pada kelainan ini
biasanya yang berhubungan dengan sindrom Arnould-Jhiari
akibat tertariknya medulla spinalis dengan medulla oblongata
dan cerebellum letaknya lebih rendah dan menutupi foramen
magnum sehingga terjadi penyumbatan sebagian atau total.
3) Sindrom Dandy-Walker Merupakan atresia congenital Luscha
dan Magendie yang menyebabkan hidrosefalus obtruktif
dengan pelebaran system ventrikel terutama ventrikel IV, yang
dapat sedemikian besarnya sehingga merupakan suatu kista
yang besar di daerah fosa pascaerior.
4) Kista araknoid dan anomali pembuluh darah Dapat terjadi
congenital tapi dapat juga timbul akibat trauma sekunder suatu
hematoma.
b. Infeksi
Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen sehingga
dapat terjadi obliterasi ruangan subarahnoid. Pelebaran ventrikel
pada fase akut meningitis purulenta terjadi bila aliran CSS
terganggu oleh obstruksi mekanik eksudat pirulen di aqueduktus
sylviin atau system basalis. Hidrosefalus banyak terjadi pada klien
pasca meningitis. Pembesaran kepala dapat terjadi beberapa
minggu sampai beberapa bulan sesudah sembuh dari meningitis.
Secara patologis terlihat pelebaran jaringan piamater dan arahnoid
sekitar system basalis dan daerah lain. Pada meningitis serosa
tuberkulosa, perlekatan meningen terutama terdapat di daerah
basal sekitar sistem kiasmatika dan interpendunkularis, sedangkan
pada meningitis purunlenta lokasisasinya lebih tersebar.
c. Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di
setiap tempat aliran CSS. Pengobatannya dalam hal ini di tujukan
kepada penyebabnya dan apabila tumor tidak di angkat, maka
dapat di lakukan tindakan paliatif dengan mengalihkan CSS
melalui saluran buatan atau pirau. Pada anak, penyumbatan
ventrikel IV atau akuaduktus Sylvii biasanya suatu glioma yang
berasal dari serebelum, penyumbatan bagian depan ventrikel III
disebabkan kraniofaringioma.
d. Perdarahan
Menurut Allan H. Ropper, 2011:360 Perdarahan sebelum
dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan fibrosis
leptomeningen terutama pada daerah basal otak, selain
penyumbatan yang terjadi akibat organisasi dari darah itu sendiri.
3. Manifestasi Klinis
Darsono, (2005) mengatakan bahawa Tanda awal dan gejala
hidrosefalus tergantung pada derajat ketidakseimbangan kapasitas
produksi dan resorbsi CSS Gejala-gejala yang menonjol merupakan
refleksi adanya hipertensi intrakranial. Manifestasi klinis dari
hidrosefalus pada anak dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu :
a. Hidrosefalus terjadi pada masa neonates Meliputi pembesaran
kepala abnormal, gambaran tetap hidrosefalus kongenital dan pada
masa bayi. Lingkaran kepala neonatus biasanya adalah 35-40 cm,
dan pertumbuhan ukuran lingkar kepala terbesar adalah selama
tahun pertama kehidupan. Kranium terdistensi dalam semua arah,
tetapi terutama pada daerah frontal. Tampak dorsum nasi lebih
besar dari biasa. Fontanella terbuka dan tegang, sutura masih
terbuka bebas. Tulang-tulang kepala menjadi sangat tipis. Vena-
vena di sisi samping kepala tampak melebar dan berkelok.
b. Hidrosefalus terjadi pada akhir masa kanak- kanak Pembesaran
kepala tidak bermakna, tetapi nyeri kepala sebagai manifestasi
hipertensi intrakranial. Lokasi nyeri kepala tidak khas. Dapat
disertai keluhan penglihatan ganda (diplopia) dan jarang diikuti
penurunan visus. Secara umum gejala yang paling umum terjadi
pada pasien-pasien hidrosefalus di bawah usia dua tahun adalah
pembesaran abnormal yang progresif dari ukuran kepala.
Makrokrania mengesankan sebagai salah satu tanda bila ukuran
lingkar kepala lebih besar dari dua deviasi standar di atas ukuran
normal. Makrokrania biasanya disertai empat gejala hipertensi
intrakranial lainnya yaitu: Fontanel anterior yang sangat tegang,
Sutura kranium tampak atau teraba melebar, Kulit kepala licin
mengkilap dan tampak vena-vena superfisial menonjol, Fenomena
‘matahari tenggelam’ (sunset phenomenon).
c. Tanda Tanda Awal
1) Mata juling
2) Sakit kepala
3) Lekas marah
4) Lesu
5) Menagis jika digendong dan diam bila berbaring
6) Mual muntah yang proyektil
7) Melihat kembar
8) Ataksia
9) Perkembangan yang berlansung lambat
10) Pupil edema
11) Respon pupil terhadap cahaya lambat dan tidak sama
12) Biasanya diikuti dengan perubahan tingkat kesadaran,
opistotunus, dan spatik pada ekstremitas bawah
13) Kesulitan dalam pemberian dan penelanan makanan
14) Gangguan kardiopulmonel
b. Tanda-Tanda selanjutnya
1) Nyeri kepala dan di ikuti muntah – muntah
2) Pupil edema
3) Strabismus
4) Peningkatan tekanan darah
5) Denyut nadi lambat
6) Gangguan respiresi
7) Kejang
8) Letargi
9) Muntah
10) Lekas marah
11) Lesu
12) Apatis
13) Kebingungan
14) Sering kali inkoheren
Manifestasi klinis menurut dibedakan menjadi dua yaitu pada masa bayi
dan masa anak – anak (Suriadi (2010)
a. Bayi
1) Kepala menjadi makin besar dan akan terlihat pada umur 3 tahun.
2) Keterlambatan penutupan fontanela anterior
3) Vena pada kulit kepala dilatasi dan terlihat jelas pada saat bayi
menangis
4) Terdapat bunyi creckedpod (tanda macewen)
5) Mata melihat kebawah (tanda setting sun)
6) Lemah
7) Kemampuan makan kurang
8) Perubahan kesadaran
9) Opishtotonus
10) Spatik pada ekktremitas bawah
11) Kesulitan bernafas, apnea, aspirasi dan tidak ada reflek muntah
12) Bayi tidak dapat melihat ke atas, “sunset eyes”
13) Strabismus, nystagmus, atropi optic
14) Bayi sulit mengangkat dan menahan kepalanya ke atas.
b. Anak-anak
1) Nyeri kepala
2) Muntah
3) Lethargi, lelah, apatis, perubahan personalitas
4) Ketegangan dari sutura cranial dapat terlihat pada anak berumur 10
Tahun
5) Penglihatan ganda, kontruksi penglihatan perifer
6) Strabismus
7) Perubahan pupil
4. Pathofisiologi
Pembentukan cairan serebrospinal terutama dibentuk di dalam
sistem ventrikel. Kebanyakan cairan tersebut dibentuk oleh pleksus
koroidalis di ventrikel lateral, yaitu kurang lebih sebanyak 80% dari
total cairan serebrospinalis. Kecepatan pembentukan cairan
serebrospinalis lebih kurang 0,35- 0,40 ml/menit atau 500 ml/hari,
kecepatan pembentukan cairan tersebut sama pada orang dewasa
maupun anak-anak. Dengan jalur aliran yang dimulai dari ventrikel
lateral menuju ke foramen monro kemudian ke ventrikel 3, selanjutnya
mengalir ke akuaduktus sylvii, lalu ke ventrikel 4 dan menuju ke
foramen luska dan magendi, hingga akhirnya ke ruang subarakhnoid
dan kanalis spinalis.Secara teoritis, terdapat tiga penyebab terjadinya
hidrosefalus, yaitu:
a. Produksi likuor yang berlebihan. Kondisi ini merupakan penyebab
paling jarang dari kasus hidrosefalus, hampir semua keadaan ini
disebabkan oleh adanya tumor pleksus koroid (papiloma atau
karsinoma), namun ada pula yang terjadi akibat dari
hipervitaminosis vitamin A.
b. Gangguan aliran likuor yang merupakan awal kebanyakan kasus
hidrosefalus. Kondisi ini merupakan akibat dari obstruksi atau
tersumbatnya sirkulasi cairan serebrospinalis yang dapat terjadi di
ventrikel maupun vili arakhnoid. Secara umum terdapat tiga
penyebab terjadinya keadaan patologis
c. Malformasi yang menyebabkan penyempitan saluran likuor,
misalnya stenosis akuaduktus sylvii dan malformasi Arnold Chiari.
d. Lesi massa yang menyebabkan kompresi intrnsik maupuekstrinsik
saluran likuor, misalnya tumor intraventrikel, tumor para ventrikel,
kista arakhnoid, dan hematom.
e. Proses inflamasi dan gangguan lainnya seperti
mukopolisakaridosis, termasuk reaksi ependimal, fibrosis
leptomeningeal, dan obliterasi vili arakhnoid.
f. Gangguan penyerapan cairan serebrospinal. Suatu kondisi seperti
sindrom vena cava dan trombosis sinus dapat mempengaruhi
penyerapan cairan serebrospinal. Kondisi jenis ini termasuk
hidrosefalus tekanan normal atau pseudotumor serebri.
Dari penjelasan di atas maka hidrosefalus dapat diklasifikasikan dalam
beberapa sebutan diagnosis. Hidrosefalus interna menunjukkan adanya
dilatasi ventrikel, sedangkan hidrosefalus eksterna menunjukkan
adanya pelebaran rongga subarakhnoid di atas permukaan korteks.
Hidrosefalus komunikans adalah keadaan di mana ada hubungan antara
sistem ventrikel dengan rongga subarakhnoid otak dan spinal,
sedangkan hidrosefalus nonkomunikans yaitu suatu keadaan dimana
terdapat blok dalam sistem ventrikel atau salurannya ke rongga
subarakhnoid. Hidrosefalus obstruktif adalah jenis yang paling banyak
ditemui dimana aliran likuor mengalami obstruksi.
PATHWAY
Perdarahan
infeksi Kongenital neoplasma cerebral

Fibrosis Keluarnya cairan


Peradangan pada selaput Stenosis aquaduktus sylvii Proliferasi sel
leptomeningen (darah)
meningen spina bifida & cranium secara abnormal
pada daerah
bifida
basal otak Masuk keruang
Terbentuknya jaringan sindrom daddy walker Terbentuk massa
intracranial
parut didalam otak

Obstruksi aliran CSS Peningkatan TIK

Akumulasi CSS di ventrikel Nyeri kepala

Pembesaran kepala Ventrikel dilatasi dan menekan organ-organ Nyeri akut


yang terdapat didalam otak
Gangguan mobilitas pada bayi dan anak
Desakan pada otak & selaput
Gangguan tumbuh dan perkembangan anak
Vasokontriksi pembuluh darah otak

Suplai O2 dan nutrisi ke otak


Gangguan
Ketidakefektifan perfusi jar.
Hipoksia cerebral
mobilitas
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan funduskopi
Evaluasi funduskopi dapat mengungkapkan papilledema bilateral
ketika tekanan intrakranial meningkat. Pemeriksaan mungkin normal,
namun, dengan hidrosefalus akut dapat memberikan penilaian palsu.
b. Foto polos kepala lateral – tampak kepala membesar dengan
disproporsi kraniofasial, tulang menipis dan sutura melebar.
c. Pemeriksaan cairan serebrospinal – dilakukan pungsi ventrikel melalui
foramen frontanel mayor. Dapat menunjukkan tanda peradangan dan
perdarahan baru atau lama.
d. CT scan kepala - Meskipun tidak selalu mudah untuk mendeteksi
penyebab dengan modalitas ini, ukuran ventrikel ditentukan dengan
mudah. CT scan kepala dapat memberi gambaran hidrosefalus, edema
serebral, atau lesi massa seperti kista koloid dari ventrikel ketiga atau
thalamic atau pontine tumor.CT scan wajib bila ada kecurigaan proses
neurologi akut.
e. Lingkaran kepala Diagnosis hidrosefalus pada bayi dapat dicurigai,
jika penambahan lingkar kepala melampaui satu atau lebih garisgaris
kisi pada chart (jarak antara dua garis kisi 1 cm) dalam kurun waktu 2-
4 minggu. Pada anak yang besar lingkaran kepala dapat normal hal ini
disebabkan oleh karena hidrosefalus terjadi setelah penutupan suturan
secara fungsional. Tetapi jika hidrosefalus telah ada sebelum
penutupan suturan kranialis maka penutupan sutura tidak akan terjadi
secara menyeluruh.
f. Ventrikulografi Yaitu dengan memasukkan konras berupa O2 murni
atau kontras lainnya dengan alat tertentu menembus melalui fontanela
anterior langsung masuk ke dalam ventrikel. Setelah kontras masuk
langsung difoto, maka akan terlihat kontras mengisi ruang ventrikel
yang melebar. Pada anak yang besar karena fontanela telah menutup
untuk memasukkan kontras dibuatkan lubang dengan bor pada
kranium bagian frontal atau oksipitalis.
g. Ultrasonogafi Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih
terbuka. Dengan USG diharapkan dapat menunjukkan system
ventrikel yang melebar. Pendapat lain mengatakan pemeriksaan USG
pada penderita hidrosefalus ternyata tidak mempunyai nilai di dalam
menentukan keadaan sistem ventrikel hal ini disebabkan oleh karena
USG tidak dapat menggambarkan anatomi sistem ventrikel secara
jelas, seperti halnya pada pemeriksaan CT Scan.
6. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
1) Diagnosis
Hidrosefalus merupakan salah satu dari kelainan kongenital. Untuk
mewaspadai adanya kelainan kongenital maka diperlukan
pemeriksaan fisik, radiologik, danlaboratorium untuk menegakkan
diagnosa kelainan kongenital setelah bayi lahir. Pada anak yang
lebih besar kemungkinan hidrosefalus diduga bila terdapat gejala
dan tanda tekanan intrakranial yang meninggi. Tindakan yang
dapat membantu dalam menegakkan diagnosis ialah transluminasi
kepala, ultrasonogafi kepala bila ubunubun besar belum menutup,
foto Rontgen kepala dan tomografi komputer (CT Scan).
Pemeriksaan untuk menentukan lokalisasi penyumbatan ialah
dengan menyuntikkan zat warna PSP ke dalam ventrikel lateralis
dan menampung pengeluarannya dari fungsi lumbal untuk
mengetahui penyumbatan ruang subaraknoid. Sebelum melakukan
uji PSP ventrikel ini, dilakukan dahulu uji PSP ginjal untuk
menentukan fungsi ginjal. Ventrikulografi dapat dilakukan untuk
melengkapi pemeriksaan. Namun dengan adanya pemeriksaan CT
Scan kepala, uji PSP ini tidak dikerjakan lagi.
2) Pengobatan
Penanganan hidrosefalus telah semakin baik dalam tahuntahun
terakhir ini, tetapi terus menghadapi banyak persoalan. Idealnya
bertujuan memulihkan keseimbangan antara produksi dan resorpsi
CSF. Beberapa cara dalam pengobatan hidrosefalus yaitu:
a. Terapi Medikamentosa
Hidrosefalus dengan progresivitas rendah dan tanpa obstruksi
pada umumnya tidak memerlukan tindakan operasi. Dapat
diberi asetazolamid dengan dosis 25-50 mg/kg BB.
Asetazolamid dalam dosis 40-75 mg/kg 2 jam mengurangi
sekitar sepertiga produksi CSF, dan terkadang efektif pada
hidrosefalus ringan yang berkembang lambat. Pada keadaan
akut dapat diberikan manitol. Diuretika dan kortikosteroid
dapat diberikan, meskipun hasilnya kurang memuaskan
b. Operasi
Operasi berupa upaya menghubungkan ventrikulus otak
dengan rongga peritoneal, yang disebut ventriculoperitoneal
shunt. Tindakan ini pada umumnya ditujukan untuk
hidrosefalus non-komunikans dan hidrosefalus yang progresif.
Setiap tindakan pemirauan (shunting) memerlukan pemantauan
yang berkesinambungan oleh dokter spesialis bedah saraf. Pada
Hydrocephalus Obstruktif, tempat obstruksi terkadang dapat
dipintas (bypass). Pada operasi Torkildsen dibuat pintas
stenosis akuaduktus menggunakan tabung plastik yang
menghubungkan tabung plastik yang menghubungkan 1
ventrikel lateralis dengan sistem magna dan ruang subaraknoid
medula spinalis; operasi tidak berhasil pada bayi karena
ruangan ruangan ini belum berkembang dengan baik.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
Upaya pencegahan progresi penyakit ke arah berbagai akibat
penyakit yang lebih buruk, pada penderita Hidrosefalus dapat
dilakukan yaitu dengan pemeliharaan luka kulit terhadap kontaminasi
infeksi dan pemantauan kelancaran dan fungsi alat shunt yang
dipasang. Tindakan ini dilakukan pada periode pasca operasi. Hal ini
dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi shunt seperti infeksi,
kegagalan mekanis, dan kegagalan fungsional yang disebabkan oleh
jumlah aliran yang tidak adekuat. Infeksi pada shunt meningkatkan
resiko akan kerusakan intelektual, lokulasi ventrikel dan bahkan
kematian. Kegagalan mekanis mencakup komplikasikomplikasi seperti
oklusi aliran di dalam shunt (proksimal, katup atau bagian distal),
diskoneksi atau putusnya shunt, migrasi dari tempa semula, tempat
pemasangan yang tidak tepat. Kegagalan fungsional dapat berupa
drainase yang berlebihan atau malah kurang lancarnya drainase.
Drainase yang terlalu banyak dapat menimbulkan komplikasi lanjut
seperti terjadinya efusi subdural, kraniosinostosis, lokulasi ventrikel,
hipotensi ortostatik
7. Komplikasi .
a. Peningkatan tekanan dalam otak intra cranial
b. Kerusakan otak
c. Penurunan IQ
d. Keterlambatan perkembangan kognitif, psikososial dan fisik
e. Infeksi
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Biodata
Meliputi : nama, tempat/tanggal lahir, umur,jenis kelamin,anak-ke,
BB/TB, alamat.
2. Keluhan Utama
Hal yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan
kesehatan bergantung seberapa jauh dampak dari hidrosefalus pada
peningkatan tekanan intracranial, meliputi muntah, gelisah nyeri kepala,
letargi, lelah apatis, penglihatan ganda, perubahan pupil, dan kontriksi
penglihatan perifer.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Adanya riwayat infeksi (biasanya riwayat infeksi pada selaput otak
dan meningens) sebelumnya. Pengkajian yang didapat meliputi
seorang anak mengalami pembesaran kepala, tingkat kesadaran
menurun (GCS <15), kejang, muntah, sakit kepala, wajahnya tanpak
kecil cecara disproposional, anak menjadi lemah, kelemahan fisik
umum, akumulasi secret pada saluran nafas, dan adanya liquor dari
hidung. Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran
akibat adanya perubahan di dalam intracranial. Keluhan perubahan
prilaku juga umum terjadi.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat
hidrosefalus sebelumnya, riwayat adanyanya neoplasma otak, kelainan
bawaan pada otak dan riwayat infeksi.
c. Riwayat Perkembangan
Kelahiran premature. lahir dengan pertolongan, pada waktu lahir
menangis keras atau tidak. Riwayat penyakit keluarga, mengkaji
adanya anggota generasi terdahulu yang menderita stenosis akuaduktal
yang sangat berhubungan dengan penyakit keluarga/keturunan yang
terpaut seks.
d. Pengkajian psikososiospritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien dan keluarga
(orang tua) untuk menilai respon terhadap penyakit yang diderita dan
perubahan peran dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau
pengruhnya dalam kehidupan sehari-hari. Baik dalam keluarga
maupun masyarakata. Apakah ada dampak yang timbul pada klien dan
orang tua, yaitu timbul seperti ketakutan akan kecatatan, rasa cemas,
rasa ketidak mampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal.
Perawat juga memasukkan pengkajian terhadap fungsi neurologis
dengan dampak gangguan neurologis yang akan terjadi pada gaya
hidup individu. Perspektif perawatan dalam mengkaji terdiri atas dua
masalah: keterbatasan yang diakibatkan oleh deficit neurologis dalam
hubungan dengan peran sosial klien dan rencana pelayanan yang akan
mendukung adaptasi pada gangguan neurologis didalam system
dukungan individu.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Pada keadaan hidrosefalus umumnya mengalami penurunan kesadaran
(GCS <15) dan terjadi perubahan pada tanda-tanda
vital.
b. Sistem Pernafasan
Perubahan pada system pernafasan berhubungan dengan inaktivitas.
Pada beberapa keadaan hasil dari pemeriksaan fisik dari system ini
akan didapatka hal-hal sebagai berikut : Ispeksi umum: apakah
didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak nafas,
penggunaan otot batu nafas, dan peningkatan frekuensi pernafasan.
Terdapat retraksi klavikula/dada, mengembangan paru tidak simetris.
Ekspansi dada: dinilai penuh/tidak penuh, dan kesimetrisannya. Pada
observasi ekspansi dada juga perlu dinilai retraksi dada dari otot-otot
interkostal, substernal pernafasan abdomen dan respirasi
paraddoks(retraksi abdomen saat inspirasi). Pola nafas ini terjadi jika
otot-otot interkostal tidak mampu menggerakkan dinding dada
Palpasi : Taktil primitus biasanya seimbang kanan an kiri
Perkusi : Resonan pada seluruh lapang paru.
Auskultasi : Bunyi nafas tambahan, seperti nafas berbunyi
stridor, ronkhi pada klien dengan adanya peningkatan
produksi secret dan kemampuan batuk yang menurun yang
sering didapatkan pada klien hidrosefalus dengan penurunan
tingkat kesadaran.
c. Sistem Kardiovaskuler
Frekuensi nadi cepat dan lemah berhubungan dengan homeostasis
tubuh dalam upaya menyeimbangkan kebutuhan oksigen perifer. Nadi
brakikardia merupakan tanda dari perubahan perfusi jaringan otak.
Kulit kelihatan pucat merupakan tanda penurunan hemoglobin dalam
darah. Hipotensi menunjukan adanya perubaha perfusi jaringan dan
tanda-tanda awal dari suatu syok.
d. Pemeriksaan Kepala dan Leher
Kepela terlihat lebih besar jika dibandingkan dengan tubuh. Hal ini
diidentifikasi dengan mengukur lingkar kepala suboksipito
bregmatikus dibanding dengan lingkar dada dan angka normal pada
usia yang sama. Selain itu pengukuuran berkala lingkar kepala, yaitu
untuk melihat pembesaran kepala yang progresif dan lebih cepat dari
normal. Ubunubun besar melebar atau tidak menutup pada waktunya
teraba tegang atau menonjol, dahi tampak melebar atau kulit kepala
tampak menipis, tegang dan mengkilat dengan pelebaran vena kulit
kepala.

e. Pengkajian tingkat kesadaran


Gejala khas pada hidrosefalus tahap lanjut adalah adanya dimensia.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien hidrosefalus biasanya
berkisar pada tingkat latergi, stupor, semikomatosa sampai koma.
f. Pengkajian fungsi Cerebral
Obresvasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah
dan aktivitas motorik klien. Pada klien hidrosefalus tahap lanjut
biasanya status mental klien mengalami perubahan. Pada bayi dan
anak-anak pemeriksaan status mental tidak dilakukan.
1) Status mental
Obresvasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi
wajah dan aktivitas motorik klien. Pada klien hidrosefalus tahap
lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan. Pada
bayi dan anak-anak pemeriksaan statuss mental tidak dilakukan.
Fungsi intelektual. Pada beberapa keadaan klien hidrosefalus
didapatkan. Penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka
pendek maupun jangka panjang
2) Pengkajian Saraf Cranial
a. Saraf I (Olfaktori) Pada beberapa keaaan hidrosefalus menekan
anatomi dan fissiologis ssaraf ini klien akan mengalami
kelainan pada fungsi penciuman/ anosmia lateral atau bilateral.
b. Saraf II (Optikus) Pada anak yang agak besar mungkin terdapat
edema pupil saraf otak II pada pemeriksaan funduskopi.
c. Saraf III, IV dan VI (Okulomotoris, Troklearis, Abducens)
Tanda dini herniasi tertonium adalah midriasis yang tidak
bereaksi pada penyinaran . paralisis otot-otot ocular akan
menyusul pada tahap berikutnya. Konvergensi sedangkan alis
mata atau bulu mata keatas, tidak bisa melihat keatas,.
Strabismus, nistagmus, atrofi optic sering di dapatkan pada
anak dengan hidrosefalus.
d. Saraf V (Trigeminius) Karena terjadinya paralisis saraf
trigeminus, didapatkan penurunan kemampuan koordinasi
gerakan mengunyah atau menetek.
e. Saraf VII(facialis) Persepsi pengecapan mengalami perubahan.
f. Saraf VIII (Akustikus) Biasanya tidak didapatkan gangguan
fungsi pendengaran.
g. Saraf IX dan X( Glosofaringeus dan Vagus).
h. Saraf XI (Aksesorius)
i. Saraf XII (Hipoglosus) Indra pengecapan mengalami
perubahan.
3) Pengkajian system motorik. Pada infeksi umum, didapatkan
kelemahan umum karena kerusakan pusat pengatur motorik.
a. Tonus otot Didapatkan menurun sampai hilang
b. Kekuatan otot Pada penilaian dengan menggunakan tingkat
kekuatan otot didapatkan penurunan kekuatan otot-otot
ekstermitas.
c. Keseimbangan dan koordinasi Didapatkan mengalami
gangguan karena kelemahan fisik umum dan kesulitan dalam
berjalan.
4) Pengkajian Refleks. Pemeriksaan reflex profunda, pengetukan
pada tendon, ligamentum atau periosteum derajat reflex pada
rrespon normal. Pada tahap lanjut, hidrosefalus yang mengganggu
pusat refleks, maka akan didapatkan perubahan dari derajat refleks.
Pemeriksaan refleks patologis, pada fase akut refleks fisiologis sisi
yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks
5) Pengkajian system sensorik. Kehilangan sensori karena
hidrosefalus dapat berupa kerusakan sentuhan ringan atau mungkin
lebih berat, dengan kehilangan propriosepsi (kemampuan untuk
merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh) serta kesulitan dalam
menginterpretasikan stimuli visual, taktil, dan auditorius.
B. Analisa Data

Data Etiologi Masalah


Faktor resiko : Infeksi, kongenital, ketidakefektifan
neoplasma, perdarahn perfusi jaringan
1. Keabnormalan cerebral serebral
masa proteombin
dan atau masa
tromboplastin
parsial Obstruksi aliran CSS
2. Penurunan kinerja
ventrikel kiri
3. Aterosklerosis aorta Akumulasi CSS di
4. Diseksi arteri
ventrikel
5. Fibrilasi atrium
6. Tumor otak
7. Stenosis karotis
8. Miksoma atrium Ventrikel dilatasi dan
9. Aneurisma serebri menekan organ-organ
10. Koagulopati (mis,
yang terdapat didalam
anemia sel sabit)
11. Dilatasi otak
kardiomiopati
12. Koagulasi
intravaskuler Vasokontriksi pembuluh
13. Embolisme
14. Cedera kepala darah otak
15. Hiperkolostemia
16. Hipertensi
17. Endocarditis Suplai O2 dan nutrisi ke
infektif
18. Katup prostektif otak terganggu
mekanis
19. Stenosis mitral
20. Neoplasma otak Hipoksia cerebral
21. Infark miokard akut
22. Sindrom sick sinus
23. Penyalahgunaan zat
ketidakefektifan perfusi
24. Terapi tombolitik
jaringan serebral

Tanda Mayor Infeksi, kongenital, Nyeri akut


Ds :
neoplasma, perdarahn
1. Mengeluh nyeri
cerebral
Do :

1. Tampak meringis
2. Bersikap protektif Obstruksi aliran CSS
(mis,waspada,
posisi menghindar
nyeri)
Akumulasi CSS di
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi ventrikel
meningkat
5. Sulit tidur
Peningkatan TIK
Tanda Minor
Ds : - Nyeri kepala

Do :
Nyeri akut
1. Tekanan darah
meningkat
2. Pola nafas berubah
3. Nafsu makan
berubah
4. Proses berpikir
terganggu
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri
sendiri
7. Diaphoresis
Tanda Mayor Infeksi, kongenital, Gangguan Mobilitas
Ds : Fisik
neoplasma, perdarahan
1. Mengeluh sulit
cerebral
menggerakan
ekstremitas

Do :
Obstruksi aliran CSS
1. Kekuatan otor
menrun
2. Rentang gerak
Akumulasi CSS di
(ROM) menurun
ventrikel
Tanda Minor

Ds :

Ventrikel dilatasi dan


1. Nyeri saat bergerak menekan organ-organ
2. Enggan melakukan
yang terdapat didalam
pergerakan
otak
3. Merasa cemas saat
bergerak

Do :
Pembesaran kepala
1. Sendi kaku
2. Gerakan tidak
terkoordinasi
Gangguan mobilitas fisik
3. Gerakan terbatas
4. Fisik lemah
Tanda Mayor Infeksi, kongenital, Gangguan tumbuh dan
Ds : - perkembangan
neoplasma, perdarahan
Do :
cerebral
1. Tidak mampu
melakuakn
keterampilan atau
perilaku khas sesuai Obstruksi aliran CSS
usia (fisik, bahas,
motoric,
psikososial) Akumulasi CSS di
2. Pertumbuhan fisik
ventrikel
terganggu

Tanda Minor

Ds : - Ventrikel dilatasi dan

Do : menekan organ-organ
1. Tidak mampu yang terdapat didalam
melakukan
otak
perawatan diri
sesuai usia
2. Afek datar
Pembesaran kepala
3. Respon sosial
lambat
4. Kontak mata
terbatas Gangguan mobilitas

5. Nafsu makan fisik


menurun
6. Lesu
7. Mudah marah Gangguan tumbuh dan

8. Regresi perkembangan

9. Pola tidur terganggu


(pada bayi)

C. Diagnosa Keperawatan
1. ketidakefektifan perfusi jaringan serbral b.d ketidakseimbangan antara
suplai O2 dalam otak
2. Nyeri akut b.d peningkatan TIK
3. Gangguan tumbuh dan perkembangan b.d pembesaran kepala
4. Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan neuromuscular

D. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan Kriteria Intervensi Rasional


Hasil
1 ketidakefektif Setelah dilakukan Observasi: Observasi
an perfusi tindakan 1. Identifikasi 1. untuk
keperawatan penyebab mengetahui
jaringan
ketidakefektifan peningkatan peningkatan TIK
serbral b.d perfusi jaringan TIK (mis. 2. untuk
serebral membaik Lesi, mengetahui konsidi
peningkatan
dengan kriteria gangguan pasien
TIK. metabolism,
hasil : 3. untuk
edema
1. Denyut nadi serebral) mengetahui
perifer 2. Monitor ICP keadaan iskemia
meningkat (intra cranial pada pasien
2. Warna kulit pressure) 4. untuk mendeteksi
pucat 3. Monitor CPP
menurun tanda-tanda bahaya
(cerebral
3. Edema 5. utuk mengetahui
perfusion
perifer pressure) tanda-tanda
menurun 4. Monitor status dehidrasi
4. Nyeri pernapasan
ekstremitas 5. Monitor Terapeutik
menurun intake dan 1. Meningkatk
5. Parastesia output cairan an
menurun
Terapeutik: kenyaman
6. Kelemahan
istirahat
otor menurun 1. Minimalkan 2. Untuk
7. Pengisian stimulus mencegah
kapiler dengan peningkatan
menurun menyediakan suhu lebih
8. Akral lingkungan tinggi dan
menurun yang nyaman serangan
9. Turgor kulit 2. Cegah kejang ulang
menurun terjadinya 3. Untuk
kejang mencegah
3. Hindari penurunan
pemberian tekanan
cairan darah,
hipotonik edema
4. Pertahankan seluler,
suhu tubuh kerusakan
normal sel
Kolaborasi: 4. Untuk
mengetahui
1. Kolaborasi
kenaikan
pemberian
suhu tubuh
sedasi dan
secara tiba-
konvulsan
tiba
2. Kolaborasi
pemberian Kolaborasi
diuretic
osmosis 1. Untuk
mencegah
atau
mengatasi
kejang
2. Untuk
membuang
kelebihan
garam dan
air dari
dalam tubuh
melalui urin

2 Gangguan Setelah dilakukan Observasi Observasi


mobilitas fisik tindakan 1. Identifikasi 1. Membantu
keperawatan adanya nyeri atau menenrukan
b.d gangguan
gangguan mobilitas keluhan fisik derajat
neuromuscula fisisk membaik lainnya kerusakan
r. dengan kriteria 2. Identifikasi dan
hasil : toleransi fisik kesulitan
melakukan fisik dalam
1. pergerakan pergerakan beraktifitas
3. Monitor frekuensi 2. Untuk
ekstremitas jantung dan mengetahui
meningkat tekanan darah kekuatan/kel
sebelum memulai emahan otot
2. kekuatan otot mobilisasi dalam
4. Monitor kondisi melakukan
meningkat umum selama pergerakan
melakukan 3. Untuk
3. rentang gerak mobilisasi mengetahui
(ROM) meningkat kondisi
Terapeutik jantung
4. nyeri menurun 1. Fasilitasi aktivitas sebelum
mobilisasi dengan melakukan
5. kecemasan alat bantu (mis. mobilisasi
Pagar tempat 4. Untuk
menurun tidur) mengetahui
2. Fasilitasi tingkat
6. kaku sendi melakukan kesadaran
menururn pergerakan dan
3. Libatkan keluarga potensial
7. gerakan terbatas untuk membantu pasien
pasien dalam
menurun meningkatan Terapeutik
pergerakan
8. kelemahan fisik 1. Meminimal
Edukasi kan atrofi
menurun otot
1. Jelaskan tujuan
dan prosedur meningkatk
mobilisasi an sirkulasi
2. Anjurkan mencegah
melakukan terjadinya
mobilisasi dini kontraktur
3. Ajarkan 2. Meminimal
mobilisasi kan atrofi
sederhana yang otot
harus dilakukan meningkatk
an sirkulasi
mencegah
terjadinya
kontraktur
3. Untuk
membantu
pasien
meningkatk
an
pergerakan
Edukasi

1. Memberikan
pemahaman
mengenai
manfaat
tindakan yg
akan
dilakukan
2. Untuk
mencegah
terjadinya
masalah
pada pasien
3. Untuk
membantu
pasien
dalam
melakukan
mobilisasi
sederhana
3 Nyeri akut b.d Setelah dilakukan Observasi Observasi
tindakan keperawatan
peningkatan …x24 jam nyeri
1. Identifikasi 1. untuk
lokasi mengetahui
TIK berkurang dengan
karakteristik terjadinya
kriteria hasil : durasi komplikasi
1. Keluhan nyeri frekuensi 2. untuk
menurun kualitas mengetahui
intensitas nyeri skala nyeri
2. Meringis 2. Identifikasi 3. untuk
menurun skala nyeri mengetahui
3. identifikasi nyeri non
3. Gelisah respon nyeri verbal
menurun non verbal 4. untuk
4. identifikasi mengetahui
4. Mual muntah faktor yang faktor yang
menurun memperberat memperberat
5. Tekanan dan dan
darah memperingan memperingan
membaik nyeri nyeri
5. identifikasi 5. untuk
6. Nafsu makan pengetahuan mengetahui
membaik dan keyakinan pengetahuan
tentang nyeri pasien
7. Pola tidur 6. identifikasi mengenai
membaik pengaruh nyeri nyeri
pada kualitas 6. mengidentifi
8. Kesulitan hidup kasi pengaruh
tidur menurun 7. monitor nyeri pd
9. Frekuensi keberhasilan kualitas
terapi hidup untuk
nadi membaik komplmenter mengetahui
yang sudah pengaruh
diberikan nyeri
8. monitor efek 7. memonitor
samping keberhasilan
penggunaan terapi
analgetik komplomente
Terapeutik r yg sudah
diberikan
1. berikan tehnik untuk
nonfarmakolog mengetahui
is untuk apakah sudah
mengurangi berhasil
rasa nyeri (mis terapi
TENS, dilakukan
hypnosis, 8. memonitor
akupresur, efek samping
terapi music, penggunaan
biofeedback, analgetik
terapi pijat, supaya
aromaterapi, mengetahui
tehnik efek samping
imajinasi penggunaan
terbimbing, analgetik
kompres
hangat)
2. kontrol Terapeutik
lingkungan
yang 1. untuk
memperberat mengurangi
rasa nyeri (mis, rasa nyeri
suhu ruangan, 2. untuk
pencahayaan, mengatahui
kebisingan) lingkungan
3. fasilitas yang dapat
istirahat tidur memperberat
4. pertimbangkan rasa nyeri
jenis dan 3. memfasilitasi
sumber nyeri istirahat tidur
dalam untuk
pemilihan meringankan
strategi rasa nyeri
meredakan 4. mempertimba
nyeri ngan jenis
dan sumber
Edukasi
nyeri dalam
1. jelaskan pemilihan
penyebab, strategi
periode, dan meredakan
pemicu nyeri nyeri
2. jelaskan
strategi
meredakan
nyeri
3. anjurkan
memonitor Edukasi
nyeri secara
1. menjelaskan
mandiri
penyebab,per
4. anjurkan
iode dan
menggunakan
pemicu nyeri
analgetik
untuk
secaratepat
mengetahui
5. anjurkan tehnik
penyebab
nonfarmakolog
nyeri pasien
is untuk
2. menjelaskan
mengurangi
strategi
nyeri
meredakan
Kolaborasi nyeri utk
1. kolaborasi meredakan
pemberikan nyeri pasien
analgetik jika 3. agar pasien
perlu mampu
memonitor
nyeri secara
mndiri
4. untuk
mengurangi
rasa nyeri yg
dialami pada
infeksi,perad
angan otot
dan
sendi,serta
dysmenorrhe
a
5. untuk
mengurangi
rasa nyeri

Kolaborasi
1. untuk
memaksimal
kan
pengobatan
pasiien

4 Gangguan Setelah dilakukan Observasi Observasi


tumbuh dan tindakan 1. Identifikasi 1. Untuk
pencapaian mengetahui
perkembanga keperawatan..x24
tugas pencapaian
n b.d jam tumbuh perkembanga dan
n anak perkembang
pembesaran kembang membaik
2. Identifikasi an pada
kepala dengan kriteria isyarat anak
perilaku 2. Untuk
hasil :
fisiologis mengetahui
1. keterampilan yang isyarat yang
ditunjukkan diberikan
perilaku sesuai usia
bayi oleh bayi
meningkat
Terapeutik Terapeutik
2. kemampuan
1. Pertahankan
melakukan lingkungan 1. Untuk
yang membantu
perawatan diri proses
mendukung
meningkat perkembanga pembelajara
n optimal anak yang
3. afek membaik optimal
2. Pertahankan
4. pola tidur kenyamanan 2. Untuk
anak membuat
membaik anak merasa
3. Bernyanyi
bersama anak lebih
lagu-lagu nyaman
yang disukai 3. Untuk
4. Bacakan membuat
cerita atau anak lebih
dongeng senang
4. Untuk
membuat
anak lebih
Edukasi
nyaman dan
1. Anjurkan senang
orang tua
menyentuh Edukasi
dan 1. Untuk
menggendong menguasai
bayinya keterampila
2. Anjurkan n perawatan
orang tua bayi
berinterksi 2. Untuk
dengan membangun
anaknya emosional
3. Anjarkan antara anak
anak dan orang
keterampilan tua
berinteraksi 3. Agar anak
terampil
dalam
berinteraksi
Kolaborasi Kolaborasi
Rujuk untuk
1. Untuk
konseling, jika perlu mengevalua
sesuai
kebutuhan

DAFTAR PUSTAKA
Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC Jilid I. Jakarta:EGC
PPNI.2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia(SDKI) Edisi I Cetakan
III(Revisi).Jakarta
PPNI.2018.Standar Intervensi Keperawatan Indonesia(SIKI) Edisi Cetakan
II.Jakarta
PPNI.2019.Standar Luaran Keperawatan Indonesia(SLKI) Edisi Cetakan
II.Jakarta
Nursalam, Hidayati Laily, Purnama Sari Ni Putu Wulan, Jurnal Ners Vol.4 No.1
April 2009: 9-18

LAPORAN PENDAHULUAN
HISPOPADIA
Dosen pembimbing
Winda Aliarosa, S.kep, Ners., MAN
Disusun oleh:
Nama : Riski Saputra
Nim : E.0105.18.031

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BUDI LUHUR CIMAHI
TAHUN 2

A. Definisi
Hipospadia adalah kelainan kongenital berupa muara uretra yang terletak di
sebelah ventral penis dan proksimal ujung penis. Letak meatus uretra bisa terletak
pada grandular hingga perineal. (Basuki.B purnomo)
Hipospidia adalah suatu kelainan bawaan kongential dimana meatus uretra
eksternal terletak di permukaan ventral penis dan lebih ke proksimal dari tempatnya
yang normal (ujung glans penis). (Arif Mansjoer, 2000)
Hipospadia adalah suatu kelainan berupa tidak adanya dinding uretra sebelah
atas atau susunan dorsal pada meatus uretra. (Ngastiyah, 2005)

B. Etiologi
Penyebabnya sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang belum
diketahui penyebab pasti dari hipospadia. Namun, ada beberapa factor yang oleh para
ahli dianggap paling berpengaruh antara lain :
1. Gangguan dan ketidakseimbangan hormon : Hormone yang dimaksud di sini
adalah hormone androgen yang mengatur organogenesis kelamin (pria).
2. Genetika : terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi
karena mutasi pada gen yang mengode sintesis androgen tersebut sehingga
ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi.
3. Lingkungan : Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan
dan zat yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi
Penyebab kelainan ini juga kemungkinan bermula dari proses kehamilan juga
karena maskulinisasi inkomplit dari genetalia karena infolusi yang prematur dari
sel interstitial testis.

Di dalam kehamilan terjadi pennyatuan di garis tengah lipatan uretra tidak


lengkap sehingga neatus uretra terbuka pada sisi ventral penis. Perkembangan
uretra in utero normalnya di mulai sekitar usia 8 minggu dan selesai dalam 15
minggu. Berdasarkan letak muara uretra setelah dilakukan koreksi korde,
brown bagi hipospadia dalam tiga bagian :
1. Hipospadia anterior : tipe granular, sub koronal, dan penis distal.
2. Hipospadia medius : midshaft, dan penis proksimal.
3. Hipospadia posterior : penoskrotal, scrotal, dan perineal.

C. Tanda Gejala
Gejala dan tanda yang biasanya di timbulkan antara lain : 
1. Lubang penis tidak terdapat di ujung penis, tetapi berada di bawah penis.
2. Penis melengkung ke bawah.
3. Penis tampak seperti kerudung karena kelainan pada kulit di depan penis.
4. Ketidakmampuan berkemuh secara adekuat dengan posisi berdiri.
5. Glans penis bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal di bagian
bawah penis yang menyerupai meatus uretra eksternus.
6. Preputium tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk di bagian punggung
penis.
7. Adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus dan
membentang hingga ke glans penis, teraba lebih keras dari jaringan sekitar.
8. Kulit penis bagian bawah sangat tipis.
9. Tunika dartos, fasia buch dan korpus spongiosum tidak ada.
10. Dapat timbul tanpa chordee, bila letak meatus pada dasar dari glans penis.
11. Chordee dapat timbul tanpa hipospadia sehingga penis menjadi bengkok.
12. Sering disertai undescended testis (testis tidak turun ke kantung skrotum).
13. Kadang disertai kelainan congenital pada ginjal.
14. Ketidaknyamanan anak saat BAK karena adanya tahanan pada ujung uretra
eksterna.
15. Tidak terdapat prepusium ventral sehingga prepusium dorsal menjadi kelebihan
(dorsal hood)

D. Patofisilogi
Hipospadia terjadi karena tidak lengkapnya perkembangan uretra dalam
utero. Hypospadias dimana lubang uretra terletak pada perbatasan penis dan skrotum,
ini dapat berkaitan dengan cordee kongiental
Paling umum pada hipospadia adalah lubang uretra bermuara pada tempat
frenum.frenumnya tidak terbentuk, tempat normalnya meatus uranius ditandai pada
glans penis sebagai celah buntuh.
Pada embrio yang berumur 2 minggu baru terdapat 2 lapisan yaitu ectoderm
dan endoderm. Baru kemudian terbentuk lekukan di tengah-tengah yaitu mesoderm
yang kemudian bermigrasi ke perifer, memisahkan ekstroderm dan endoderm ,
sedangkan di bagian kaudalnya tetap bersatu membentuk membrane kloaka.
Pada permulaan minggu ke 6 tebentuk tonjolan antara umbilical cord dan tail
yang disebut genital tubercle. Dibawahnya pada garis tengah terbentuk lekukan
dimana di bagian lateralnya ada 2 lipatan memanjang yang disebut genital fold.
Selama minggu ke 7, genital tubercle akan memanjang dan membentuk glans. Bila
terjadi agnesis dari mesoderm, maka genital tubercle tak terbentuk, sehingga penis
juga tak terbentuk.
Bagian anterior dari membrane kloaka, yaitu membrane urogenitalia akan
ruptur dan membentuk sinus. Sementara itu, genital fold akan membentuk sisi-sisi
dari sinus urogenitalia. Bila genital fold gagal bersatu di atas sinus urogenitalia, maka
akan terjadi hipospidia.

Pathway

Malformasi congenital
Hipospadia

Grandular distal penile penile penosklotal scrotal


perneal

Pengelolaan

Pembedahan Kombinasi
Eksisi chordee Pembedahan
Urethroplaty Radio diagnosis

Proses pembedahan Efek anestesi pemasangan kateter


Inwhelling
Kecemasan Gangguan Hipersalivasi
rasa nyaman entry
Penumpukan
gangguan
Nyeri secret Resiko tinggi aktivitas
infeksi
Obstruksi jalan
Napas

Infeksi bersihan jalan napas

E. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis dilakukan dengan pemeriksaan fisik pada bayi baru lahir atau bayi. karena
kelainan lain dapat menyertai hipospadia, dianjurkan pemeriksaan yang menyeluruh,
termasuk pemeriksaan kromosom (corwin, 2009)
1. Rontgen
2. USG sistem kemih kelamin
3. DNO – IVP karena biasanya pada hipospadia juga disertai dengan kelainan
kongenital ginjal.
4. Kultur urine (anak – hipospadia)

F. Medikasi
Medikasi hipospadia adalah dengan jalan pembedahan. Tujuan prosedur pembedahan
pada hipospadia adalah :
1. Membuat penis yang lurus dengan memperbaiki chordee
2. Membentuk uretra dan meatusnya yang bermuara pada ujung penis (uretroplasti)
3. Untuk mengembalikan aspek normal dari genetalia eksterna (kosmetik)
Pembedahan dilakukan berdasarkan keadaan malfarmasinya. Pada hipospadia
glanural uretra distal ada yang tidak terbentuk, biasanya tanpa recurvatum
santanelli, flip flap, MAGPI (meatal advance and glanulaplasty), termasuk
preputium plasty

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Identitas Klien
Nama, umur, alamat, jenis kelamin, agama, suku, no.register, tanggal masuk, tanggal
pengkajian, diagnosa medis.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda-tanda vital
T : tidak terkaji
N :tidak terkaji
R :tidak terkaji
Td: Tidak terkaji
b. Keadaan umum

c. Kesadaran

d. Pemeriksaan Head to toe


1. Kulit, rambut, kulit
Inspektri  ; normal
Palpasi : normal
2. Kepala
Inspeksi     : Tidak terdapat lesi
Palapasi     : Tidak terdapat benjolan
3. Mata
Gerakan mata normal
Pupil normal
Penglihatan normal
4. Telinga
Inspeksi     : Bentuk simetris, tidak ada serume
Palapasi     : Tidak ada benjolan
5. Hidung
Inspeksi     : Tidak ada ingus maupun perdarahan 
Palapasi     : Tidak ada nyeri
6. Mulut
Inspeksi     : Membran mukosa tidak pucat,
7. Leher
Inspeksi     : Tidak terdapat pembengkakan  kelenjar tiroid
Palapasi     : Tidak terdapat nyeri tekan
8. Dada
Inspeksi     : Bentuk simetris
Palapasi     : Tidak terdapat nyeri tekan
Perkusi      : Suara perkusi Sonor
Auskultasi : terdengar suara verikuler paru
9. Abdomen
Inspeksi     : Bentuk simetris
Palpasi       : Tidak timbul rasa nyeri
 Auskultasi : suara peristaltic usus normal
10. Anus dan Rectum
Tidak terdapat hemoroid eksterna maupun interna
11. Ekstremitas
Ekstermitas atas dan bawah lengkap, tidak mengalami kelumpuhan.
12. Alat kelamin
Terjadi kelainan pada kelamin penderita

B. Analisa Data

No. Data Etiologi Masalah


1. 1. Tanda Mayor Malformasi congenital Nyeri
DS: Mengeluh nyeri
Hipospadia
DO:
1) Tampak meringis Pengelolaan
2) Bersikap protektif (mis.
Pembedahan eksisi chordee
Waspada, posisi
urethroplasty
menghindari nyeri)
3) Gelisah Proses pembedahan
4) Frekuensi nadi
Gangguan rasa nyaman
meningkat
5) Sulit tidur Nyeri
2. Tanda minor
DS: -
DO:
1) Tekanan darah
meningkat
2) Pola napas berubah
3) Nafsu makan berubah
4) Proses berfikir
terganggu
5) Menarik diri
6) Berfokus pada diri
sendiri
2. Faktor resiko : Malformasi congenital Resiko
Infeksi
1. penyakit kronis Hipospadia

2. efek prosedur invasif Pengelolaan

3. malnutrisi Pembedahan eksisi chordee


urethroplasty
4. peningkatan paparan
patoen lingkungan Proses pemasangan kateter
5. ketidakadekuatan inwhelling
pertahanan tubuh primer :
Entry
- gangguan peristaltik
Resiko tinggi infeksi
- kerusakan integritas
kulit
- perubahan sekresi pH
- penurunan kerja
siliaris
- statis cairan tubuh
6. ketidakadekuatan
pertahanan tubuh sekunder

- penurunan
hemoglobin
- imununosupresi
- leukopeni
- supresi respon
inflamasi
vaksinasi tidak adekuat

3. 1.Tanda Mayor Malformasi congenital Ansietas


DS :
Hipospadia
1. Merasa bingung
2. Merasa khawatir Pengelolaan
dengan akibat dari
kondisi yang dihadapi
3. Sulit berkonsetrasi Pembedahan eksisi chordee
DO : urethroplasty

1. Tampak gelisah Proses pembedahan


2. Tampak tegang
3. Sulit tidur
2.Tanda Minor Kecemasan

DS :
1. Mengeluh pusing
2. Anoreksia
3. Palpitasi
4. Merasa tidak berdaya
DO :
1. Frekuensi nafas
meningkat
2. Frekuensi nadi
meningkat
3. Tekanan darah
meningkat
4. Diaforesis
5. Tremor
6. Muka tampak pucat
7. Suara bergetar
8. Kontak mata buruk
9. Sering berkemih
10. Berorientasi pada masa
lalu

C. Diagnosis Keperawatan
1. Nyeri akut b.d cidera fisik akibat pembedahan
2. Resiko infeksi b.d prosedur invasive (pemasangan kateter)
3. Ansietas b.d krisis situasional, tindakan operasi yang akan dilakukan.

D. Intervensi

No. Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional

1. Nyeri Mengidentifikasi Observasi Observasi


akut b.d
cidera dan mengelola 1. Identifikasi 1. Untuk mengetahui
fisik pengalaman lokasi, daerah nyeri,
akibat
karakteristik, kualitas, kapan
pembeda sensorik atau
han durasi, frekuensi, nyeri dirasakan,
emosional yang
kualitas, faktor pencetus,
berkaitan
intensitas nyeri. berat ringannya
dengan
nyeri yang
kerusakan dirasakan.
jaringan atau 2. Identifikasi 2. Mengetahui
fungsional respons nyeri non keadaan tidak

dengan onset verbal menyenangkan


klien yang tidak
mendadak atau
sempat dan tidak
lambat dan
bisa di gambarkan
berintensitas
oleh klien.
ringan hingga
3. Pemberian
3. Monitor efek
berat dan analgetik untuk
samping
kontsan. mengendalikan
penggunaan
Kriteria hasil: nyeri.
analgesik.
1. Mampu Terapeutik
Terapeutik
mengontrol 1. Meringankan
1. Berikan teknik
nyeri atau
non
2. Melaporkan mengurangi
farmakologis
bahwa nyeri nyeri sampai
untuk
berkurang pada tingkat
mengurangi rasa
dengan yang dapat
nyeri (mis.
menggunakan diterima
TENS,
manajemen pasien.
hypnosis,
nyeri
akupresur, terapi
3. Mampu
music,
mengendali
biofeedback,
nyeri
terapi pijat,
Menyatakan rasa
nyaman setelah aromaterapi,
nyeri berkurang teknik imajinasi,
terbimbing,
kompres
hangat/dingin,
Edukasi
terapi bermain)
1. Untuk
Edukasi
1. Jelaskan mengetahui
penyebab, bagaimana
periode, dan cara
pemicu mengurangi
nyeri. nyeri tersebut.
2. Memposisikan
2. Jelaskan pasien dengan
strategi fowler/semi
meredakan fowler untuk
nyeri. meredakan
nyeri.
2. Resiko Observasi
infeksi
b.d
prosedur 1. Periksa
invasive
(pemasa kesiapan dan
ngan
kateter) kemampuan
menerima
informasi

Terapeutik

1. Siapkan materi,
media tentang
faktor – faktor
penyebab, cara
identifikasi dan
pencegahan riso
infeksi di rumah
sakit maupun di
rumah

2. jadwalkan
waktu yang tepat
untuk memberikan
pendidikan
kesehatan sesuai
kesepakatan
dengan pasien dan
keluarga

Edukasi

1. Jelakan tanda
dan gejala infeksi
lokal dan sistemik

2. Anjurkan
membatasi
pengunjung

3. Ajarkan cara
memeriksa kondisi
luka atau luka
operasi
3. Ansietas Obsevasi
b.d krisis
situasiona
l, 1. Identifikasi saat
tindakan
operasi tingkat ansietas
yang
akan berubah (mis.
dilakukan kondisi, waktu,
.
stresor)

2. Monitor tanda-
tanda ansietas
(verbal dan
nonverbal)

Terapeutik

1. Ciptakan
suasana terapeutik
untuk
menumbuhkan
kepercayaan

2. Dengarkan
pasien dengan
penuh perhatian
Edukasi
1. informasikan
secara faktual
mengenai
diagnosis,
pengobatan, dan
prognosis

2. anjurkan
keluarga untuk
tetap bersama
pasien, jika perlu

3. latih tektik
relaksasi

Kolaborasi

1. kolaborasi
pemberian obat
antiansietas, jika
perlu
DAFTAR PUSTAKA

Amin Huda Nurarif,Hardhi Kusuma; 2015; Nanda Nic-Noc; Mediaction Jogja


Tim Pokja SIKI DPP PPNI;2018; Standar Intervensi Keperawatan Indonesia;
Dewan Pengurus Pusat, Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Tim Pokja SDKI DPP PPNI; 2016; Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia;
Dewan Pengurus Pusat, Persatuan Perawat Nasional Indonesia

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN


PADA BAYI DENGAN BBLR
(Diajukan untuk memenuhi Tugas Keperawatan Anak)
Dosen Pembimbing
Windasari Aliarosa, S.Kep., Ners., MAN

Disusun Oleh:
Tita Lela Rosalina (E.0105.18.037)

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


STIKES BUDI LUHUR CIMAHI
2019/2020

A. PENGERTIAN
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang
dari 2500 gram tanpa memandang usia gestasi. BBLR dapat terjadi pada bayi
kurang hulan (< 37 minggu) atau pada bayi cukup bulan (intrauterine growth
restriction) (Pudjiadi, dkk, 2010).
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang
dari 2500 gram pada waktu lahir. (Amru Saofian, 2012)
Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) adalah bila berat badannya kurang
dari 2500 gram (sampai dengan 2499 gram). Bayi yang dilahirkan dengan
BBLR umumnya kurang mampu meredam tekanan lingkungan yang baru
sehingga dapat mengakibatkan pada terhambatnya pertumbuhan dan
perkembangan, bahkan dapat menggangu kelangsungan hidupnya
(Prawirohardjo, 2006).

B. ETIOLOGI
Beberapa penyebab dari bayi dengan berat badan lahir rendah, yaitu:
1. Faktor ibu
a. Penyakit
1) Mengalami komplikasi kehamilan, seperti anemia, perdarahan
antepartum, preeklamsi berat, eklamsia, infeksi kandung kemih.
2) Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual,
hipertensi, HIV/AIDS, TORCH (Toxoplasma, Rubella,
Cytomegalovirus (CMV) dan Herpes simplex virus), dan penyakit
jantung.
3) Penyalahgunaan obat, merokok, konsumsi alkohol.

b. Ibu
1) Angka kejadian prematuritas tertinggi adalah kehamilan pada usia
< 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
2) Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek (kurang dari 1
tahun)
3) Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya.
c. Keadaan sosial ekonomi
1) Kejadian tertinggi pada golongan sosial ekonomi rendah. Hal ini
dikarenakan keadaan gizi dan pengawasan antenatal yang kurang.
2) Aktivitas fisik ysng berlebihan.
3) Perkawinan yang tidak sah.
2. Faktor janin
Faktor janin meliputi: kelainan kromosom, infeksi janin kronik (inklusi
sitomegali, rubella bawaan), gawat janin, dan kehamilan kembar.
3. Faktor plasenta
Faktor plasenta disebabkan oleh hidramnion, plasenta previa, solutio
plasenta, sindrom transfusi bayi kembar (sindrom parabiotik), ketuban
pecah dini.
4. Faktor lingkungan
Lingkungan yang berpengaruh antara lain: tempat tinggal di dataran
tinggi, terkena radiasi, serta terpapar zatberacun.

C. PATOFISIOLOGI
Menurut Maryanti, et al (2012:169) faktor yang mempengaruhi
terjadinya BBLR terdiri dari faktor ibu yang meliputi penyakit ibu, usia ibu,
keadaan sosial ekonomi dan sebab lain berupa kebiasaan ibu, faktor janin, dan
faktor lingkungan. BBLR dengan faktor risiko paritas terjadi karena sistem
reproduksi ibu sudah mengalami penipisan akibat sering melahirkan. Hal ini
disebabkan oleh semakin tinggi paritas ibu, kualitas endometrium akan
semakin menurun. Kehamilan yang berulang-ulang akan mempengaruhi
sirkulasi nutrisi ke janin dimana jumlah nutrisi akan berkurang dibandingkan
dengan kehamilan sebelumnya (Mahayana et al., 2015 : 669).
Menurut Samuel S Gidding dalam Amirudin & Hasmi (2014:85-86)
mekanisme pajanan asap rokok terhadap kejadian BBLR dan berat plasenta
dengan beberapa mekanisme yaitu kandungan tembakau seperti nikotin, CO
dan polysiklik hydrokarbon, diketahui dapat menembus plasenta. Carbon
monoksida mempunyai afinitas berikatan dengan hemoglobin membentuk
karboksihemoglobin, yang menurunkan kapasitas darah mengangkut oksigen
ke janin. Sedangkan nikotin menyebabkan vasokontriksi arteri umbilikal dan
menekan aliran darah plasenta. Perubahan ini mempengaruhi aliran darah di
plasenta. Kombinasi hypoxia intrauterine dan plasenta yang tidak sempurna
mengalirkan darah diyakini menjadi penghambat pertumbuhan janin.
Faktor yang juga mempengaruhi terjadinya BBLR adalah penyakit
pada ibu hamil. Anemia pada ibu hamil dapat mengakibatkan penurunan
suplai oksigen ke jaringan, selain itu juga dapat merubah struktur
vaskularisasi plasenta, hal ini akan mengganggu pertumbuhan janin sehingga
akan memperkuat risiko terjadinya persalinan prematur dan kelahiran bayi
dengan berat badan lahir rendah terutama untuk kadar hemoglobin yang
rendah mulai dari trimester awal kehamilan (Cunningham, et al., 2010). Selain
anemia, implantasi plasenta abnormal seperti plasenta previa berakibat
terbatasnya ruang plasenta untuk tumbuh, sehingga akan mempengaruhi luas
permukaannya. Pada keadaan ini lepasnya tepi plasenta disertai perdarahan
dan terbentuknya jaringan parut sering terjadi, sehingga meningkatkan risiko
untuk terjadi perdarahan antepartum (Prawirohardjo, 2008). Apabila
perdarahan banyak dan kehamilan tidak dapat dipertahankan, maka terminasi
kehamilan harus dilakukan pada usia gestasi berapapun. Hal ini menyebabkan
tingginya kejadian prematuritas yang memiliki berat badan lahir rendah
disertai mortalitas dan morbiditas yang tinggi.
Keadaan sosial ekonomi secara tidak langsung mempengaruhi
kejadian BBLR, karena pada umumnya ibu dengan keadaan sosial ekonomi
yang rendah akan mempunyai intake makan yang lebih rendah baik secara
kualitas maupun secara kuantitas, yang berakibat kepada rendahnya status gizi
padaibuhamil(Amalia,2011:258).Selainitu,  gangguan  psikologis  selama 
kehamilan berhubungan dengan terjadinya peningkatan indeks resistensi arteri
uterina. Hal ini disebabkan karena terjadi peningkatan konsentrasi
noradrenalin dalam plasma, sehingga aliran darah ke uterus menurun dan
uterus sangat sensitif terhadap noradrenalin sehingga menimbulkan efek
vasokonstriksi. Mekanisme inilah yang mengakibatkan terhambatnya  proses 
pertumbuhan dan perkembangan janin intra uterin sehingga terjadi
BBLR (Hapisah, et al., 2010 : 86-87).
Menurut Maryanti et al. (2012:169) penyebab BBLR dapat
dipengaruhi dari faktor janin berupa hidramnion atau polihidramnion,
kehamilan ganda, dan kelainan koromosom. Hidramnion merupakan
kehamilan dengan jumlah air ketuban lebih dari 2 liter. Produksi air ketuban
berlebih dapat merangsang persalinan sebelum kehamilan 28 minggu,
sehingga dapat menyebabkan kelahiran prematur dan dapat meningkatkan
kejadian BBLR. Pada kehamilan ganda berat badan kedua janin pada
kehamilan tidak sama, dapat berbeda 50-1000 gram, hal ini terjadi karena
pembagian darah pada plasenta untuk kedua janin tidak sama. Pada kehamilan
kembar distensi (peregangan) uterus berlebihan, sehingga melewati batas
toleransi dan sering terjadi persalinan prematur (Amirudin & Hasmi, 2014 :
110-111). Menurut Saifuddin dalam Amirudin & Hasmi (2013 : 111-112)
kelainan kongenital atau cacat bawaan merupakan kelaianan dalam
pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel
telur. Bayi yang lahir dengan kelainan kongenital, umumnya akan dilahirkan
sebagai BBLR atau bayi kecil.
Pada BBLR ditemukan tanda dan gejala berupa disproporsi berat
badan dibandingkan dengan panjang dan lingkar kepala, kulit kering pecah-
pecah dan terkelupas serta tidak adanya jaringan subkutan (Mitayani, 2013 :
176). Karena suplai lemak subkutan terbatas dan area permukaan kulit yang
besar dengan berat badan menyebabkan bayi mudah menghantarkan panas
pada lingkungan (Sondakh, 2013 : 152). Sehingga bayi dengan BBLR dengan
cepat akan kehilangan panas badan dan menjadi hipotermia (Maryanti, 2012 :
171). Selain itu tipisnya lemak subkutan menyebabkan struktur kulit belum
matang dan rapuh. Sensitivitas kulit yang akan memudahkan terjadinya
kerusakan integritas kulit, terutama pada daerah yang sering tertekan dalam
waktu yang lama (Pantiawati, 2010 : 28). Pada bayi prematuritas juga mudah
sekali terkena infeksi, karena daya tahan tubuh yang masih lemah,
kemampuan leukosit masih kurang dan pembentukan antibodi belum
sempurna (Maryanti, 2012 : 172).
Kesukaran pada pernafasan bayi prematur dapat disebabakan belum
sempurnanya pembentukan membran hialin surfaktan paru yang merupakan
suatu zat yang dapat menurunkan tegangan dinding alveoli paru. Defisiensi
surfaktan menyebabkan gangguan kemampuan paru untuk mempertahankan
stabilitasnya, alveolus akan kembali kolaps setiap akhir ekspirasi sehingga
untuk pernafasan berikutnya dibutuhkan tekanan negative intratoraks yang
lebih besar yang disertai usaha inspirasi yang kuat.  Hal tersebut menyebakan
ketidakefektifan pola nafas (Pantiawati, 2010 : 24-25).
Alat pencernaan bayi BBLR masih belum sempurna, lambung kecil,
enzim pencernaan belum matang (Maryanti et al., 2012 : 171). Selain itu
jaringan lemak subkutan yang tipis menyebabkan cadangan energi berkurang
yang menyebabkan malnutrisi dan hipoglikemi. Akibat fungsi organ-organ
belum baik terutama pada otak dapat menyebabkan imaturitas pada sentrum-
sentrum vital yang menyebabkan reflek menelan belum sempurna dan reflek
menghisap lemah. Hal ini menyebabkan diskontinuitas pemberian
ASI (Nurarif & Kusuma, 2015 54-55).

D. PATHWAY
E. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Jumiarni (2009), manifestasi klinis BBLR adalah sebagai berikut:
1. Preterm: sama dengan bayi prematuritas murni
2. Term dan posterm:
a. Kulit berselubung verniks kaseosa tipis atau tidak ada
b. Kulit pucat atau bernoda mekonium, kering keriput tipis
c. Jaringan lemak di bawah kulit tipis
d. Bayi tampak gesiy, kuat dan aktif
e. Tali pusat berwarna kuning kehijauan.

Tanda dan gejala bayi prematur menurut Surasmi (2009) adalah:


1. Umur kehamilan sama dengan atau kurang dari 37 minggu
2. Berat badan sama dengan atau kurang dari 2500 gram
3. Panjang badan sama dengan atau kurang dari 46 cm
4. Kuku panjangnya belum melewati ujung jarinya
5. Batas dahi dan ujung rambut kepala tidak jelas
6. Lingkar kepala sama dengan atau kurang dari 33 cm
7. Lingkar dada sama dengan atau kurang dari 30 cm
8. Rambut lanugo masih banyak
9. Jaringan lemak subkutan tipis atau kurang
10. Tulang rawan daun telinga belum sempurna pertumbuhannya, sehingga
seolah-olah tidak teraba tulang rawan daun telinga
11. Tumit mengkilap, telapak kaki halus
12. Alat kelamin: pada bayi laki-laki pigmentasi dan rugae pada skrotum
kurang, testis belum turun ke dalam skrotum. Untuk bayi perempuan
klitoris menonjol, labia minora tertutup oleh labia mayora
13. Tonus otot melemah sehingga bayi kurang aktif dan pergerakannya lemah
14. Fungsi syaraf yang belum atau kurang matang, mengakibatkan refleks
hisap, menelan dan batuk masih lemah atau tidak efektif dan tangisannya
lemah
15. Jaringan kelenjar mamae masih kurang akibat pertumbuhan jaringan
lemak masih kurang
16. Verniks tidak ada atau kurang.
Menurut Proverawati (2010), gambaran klinis atau ciri-ciri bayi BBLR:
1. Berat kurang dari 2500 gram
2. Panjang kurang dari 45 cm
3. Lingkar dada kurang dari 30 cm
4. Lingkar kepala kurang dari 33 cm
5. Jaringan lemak subkutan tipis atau kurang
6. Umur kehamilan kurang dari 37 minggu
7. Kepala lebih besar
8. Kulit tipis transparan, rambut lanugo banyak, lemak kurang
9. Tulang rawan dan telinga belum sempurna pertumbuhannya
10. Otot hipotonik lemah merupakan otot yang tidak ada gerakan aktif pada
lengan dan sikunya
11. Pernapasan tidak teratur dapat terjadi apnea
12. Ekstermitas: paha abduksi, sendi lutut/kaki fleksi-lurus, tumit mengkilap,
telapak kaki lurus
13. Kepala tidak mampu tegak, fungsi syaraf yang belum atau tidak efektif
dan tangisannya lemah
14. Pernapasan 40-50 kali/menit dan nadi 100-140 kali/menit.

F. KLAISIFIKASI
BBLR dibedakan dalam dua golongan, yaitu:
1. Prematuritas murni. Masa gestasi kurang dari 37 minggu dan berat badan
lahir sesuai untuk masa kehamilan.
2. Dismaturitas. Bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan
seharusnya untuk masa gestasi itu, artinya bayi mengalami pertumbuhan
intrauterine dan merupakan bayi kecil untuk masa kehamilan.
G. KOMPLIKASI
1. Sindrom aspirasi mekonium, asfiksia neonatorum, sindrom distres
respirasi, penyakit membran hialin.
2. Dismatur preterm terutama bila masa gestasinya kurang dari 35 minggu
3. Hiperbilirubinemia, patent ductus arterious
4. Hipotermia, hipoglikemia, hipokalsemia, anemia, gangguan pembekuan
darah
5. Infeksi, retrorental fibroplasia, necrotizing enterocolitis (NEC)
6. Bronkopulmonari displasia, malformasi konginetal.

H. PENATALAKSANAAN
Penanganan dan perawatan pada bayi dengan berat badan lahir rendah
dapat dilakukan tindakan sebagai berikut:
1. Mempertahankan suhu tubuh bayi
Bayi prematur akan cepat kehilangan panas badan dan menjadi
hipotermia, karena pusat pengaturan panas badan belum berfungsi dengan
baik, metabolismenya rendah, dan permukaan badan relatif luas. Oleh
karena itu, bayi prematur harus dirawat di dalam inkubator sehingga panas
badannya mendekati dalam rahim. Bila belum memiliki inkubator, bayi
prematuritas dapat dibungkus dengan kain dan di sampingnya ditaruh
botol yang berisi air panas atau menggunakan metode kangguru yaitu
perawatan bayi baru lahir seperti bayi kangguru dalam kantung ibunya.
2. Pengawasan nutrisi atau ASI
Alat pencernaan bayi prematur masih belum sempurna, lambung kecil,
enzim pencernaan belum matang. Sedangkan kebutuhan protein 3 sampai
5 gr/kg berat badan dan kalori 110 gr/kg berat badan, sehingga
pertumbuhannya dapat meningkat. Pemberian minum bayisekitar 3 jam
setelah lahir dan didahului dengan menghisap cairan lambung. Reflek
menghisap masih lemah, sehingga pemberian minum sebaiknya sedikit
demi sedikit, tetapi dengan frekuensi lebih sering. ASI merupakan
makanan yang paling utama, sehingga ASI lah yang paling dahulu
diberikan. Bila faktor menghisapnya kurang maka ASI dapat diperas dan
diminumkan dengan sendok perlahan-lahan atau dengan memasang sonde
menuju lambung. Permulaan cairan yang diberikan sekitar 200
cc/kg/BB/hari.
3. Pencegahan infeksi
Bayi prematuritas mudah sekali terkena infeksi, karena daya tahan tubuh
yang masih lemah, kemampuan leukosit masih kurang, dan pembentukan
antibodi belum sempurna. Oleh karena itu, upaya preventif dapat
dilakukan sejak pengawasan antenatal sehingga tidak terjadi persalinan
prematuritas atau BBLR. Dengan demikian perawatan dan pengawasan
bayi prematuritas secara khusus dan terisolasi dengan baik.
4. Penimbangan ketat
Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi atau nutrisi bayi dan
erat kaitannya dengan daya tahan tubuh, oleh sebab itu penimbangan berat
badan harus dilakukan dengan ketat.
5. Ikterus
Semua bayi prematur menjadi ikterus karena sistem enzim hatinya belum
matur dan bilirubin tak berkonjugasi tidak dikonjugasikan secara efisien
sampai 4-5 hari berlalu. Ikterus dapat diperberat oleh polisetemia, memar
hemolisias dan infeksi karena hiperbilirubinemia dapat menyebabkan
kernikterus maka warna bayi harus sering dicatat dan bilirubin diperiksa
bila ikterus muncul dini atau lebih cepat bertambah coklat.
6. Pernapasan
Bayi prematur mungkin menderita penyakit membran hialin. Pada
penyakit ini tanda-tanda gawat pernapasan selalu ada dalam 4 jam bayi
harus dirawat terlentang atau tengkurap dalam inkubator dada abdomen
harus dipaparkan untuk mengobservasi usaha pernapasan.
7. Hipoglikemi
Mungkin paling timbul pada bayi prematur yang sakit bayi berat badan
lahir rendah, harus diantisipasi sebelum gejala timbul dengan pemeriksaan
gula darah secara teratur.

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain:
1. Pemeriksaan skor ballard merupakan penilaian yang menggambarkan
reflek dan maturitas fisik untuk menilai reflek pada bayi tersebut untuk
mengetahui apakah bayi itu prematuritas atau maturitas.
2. Tes kocok (shake test) dianjurkan untuk bayi kurang bulan, merupakan tes
pada ibu yang melahirkan bayi dengan berat kurang yang lupa mens
terakhirnya.
3. Darah rutin, glukosa darah, kalau perlu dan tersedia fasilitas diperiksa
kadar elektrolit dan analisa gas darah.
4. Foto dada ataupun babygram merupakan foto rontgen yang diperlukan
pada bayi lahir dengan umur kehamilan kurang bulan dimulai pada umur 8
jam atau dapat diperkirakan akan menjadi sindrom gwat nifas.

J. PROSES KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Biodata
Terjadi pada bayi prematur yang dalam pertumbuhan di dalam kandungan
terganggu
b. Keluhan utama
Menangis lemah, reflek menghisap lemah, bayi kedinginan atau suhu
tubuh rendah
c. Riwayat penyakit sekarang
Lahir spontan, SC umur kehamilan antara 24 sampai 37 minggu, berat
badan kurang atau sama dengan 2.500 gram, apgar pada 1 sampai 5
menit, 0 sampai 3 menunjukkan kegawatan yang parah, 4 sampai 6 kegawatan
sedang, dan 7-10 normal
d. Riwayat penyakit dahulu
Ibu memliki riwayat kelahiran prematur, kehamilan ganda, hidramnion
e. Riwayat penyakit keluarga
Adanya penyakit tertentu yang menyertai kehamilan seperti DM,TB
Paru, tumor kandungan, kista, hipertensi
f. ADL
1) Pola nutrisi : reflek sucking lemah, volume lambung kurang, daya
absorbsi kurang atau lemah sehingga kebutuhan nutrisi terganggu
2) Pola istirahat tidur: terganggu oleh karena hipotermia
3) Pola personal hygiene: tahap awal tidak dimandikan
4) Pola aktivitas : gerakan kaki dan tangan lemas
5) Pola eliminasi: BAB yang pertama kali keluar adalah mekonium,
produksi urin rendah
g. Pemeriksaan
1) Pemeriksaan Umum
a) Kesadaran compos mentis
b) Nadi : 180x/menit, kemudian menurun sampai 120-
140x/menit
c) RR : 80x/menit, kemudian menurun sampai 40x/menit
d) Suhu : kurang dari 36,5 C
2) Pemeriksaan Fisik
a) Sistem sirkulasi/kardiovaskular : Frekuensi dan irama
jantung rata-rata 120 sampai 160x/menit, bunyi jantung
(murmur/gallop), warna kulit bayi sianosis atau pucat,
pengisisan capilary refill  (kurang dari 2-3 detik).
b) Sistem pernapasan : Bentuk dada barel atau cembung,
penggunaan otot aksesoris, cuping hidung, interkostal,
frekuensi dan keteraturan pernapasan rata-rata antara 40-
60x/menit, bunyi pernapasan adalah stridor, wheezing atau
ronkhi.
c) Sistem gastrointestinal : Distensi abdomen (lingkar perut
bertambah, kulit mengkilat), peristaltik usus, muntah
(jumlah, warna, konsistensi dan bau), BAB (jumlah, warna,
karakteristik, konsistensi dan bau), refleks menelan dan
mengisap yang lemah.
d) Sistem genitourinaria : Abnormalitas genitalia, hipospadia,
urin (jumlah, warna, berat jenis, dan PH).
e) Sistem neurologis dan musculoskeletal : Gerakan bayi,
refleks moro, menghisap, mengenggam, plantar, posisi atau
sikap bayi fleksi, ekstensi, ukuran lingkar kepala kurang dari
33 cm, respon pupil, tulang kartilago telinga belum tumbuh
dengan sempurna, lembut dan lunak.
f) Sistem thermogulasi (suhu) : Suhu kulit dan aksila, suhu
lingkungan.
g) Sistem kulit : Keadaan kulit (warna, tanda iritasi, tanda lahir,
lesi, pemasangan infus), tekstur dan turgor kulit kering,
halus, terkelupas.
lingkar dada sama dengan atau kurang dari 30 cm, lingkar
lengan atas, lingkar perut, keadaan rambut tipis, halus,
lanugo pada punggung dan wajah, pada wanita klitoris
menonjol, sedangkan pada laki-laki skrotum belum
berkembang, tidak menggantung dan testis belum turun,
nilai APGAR pada menit 1 dan ke 5, kulit keriput.
3) Pengkajian Reflek Bayi
a) Reflek moro (kaget)
Timbulnya pergerakan tangan yang simetris apabila kepala
tiba-tiba digerakkan.
b) Reflek rooting (mencari)
Bayi menoleh kearah benda yang menyentuh pipi.
c) Refleks sucking (isap)
Terjadi apabila terdapat benda menyentuh bibir, yang
disertai refleks menelan.
d) Reflek Swallowing
Terjadi apabila bayi menelan Air susu ibu.
e) Refleks Tonikneck
Terjadi apabila kepala bayi kita angkat dan mendapat
tahanan pada kepala bayinya.
f) Refleks Plantar
Terjadi apabila tangan kita dapat digenggam oleh tangan
bayi
g) Refleks Babinsky
Terjadi apabila telapak kaki bayi kita sentuh dan akan terjadi
kerutan pada telapak kaki bayinya itu menandakan turgor
kulit bayi negative / jelek, sebaliknya apabila tidak ada
kerutan pada telapak kaki bayinya berarti turgor kaki bayi
baik.
h) Reflek Walking
Terjadi apabila bayinya kita angkat akan terjadi reaksi pada
kakinya seperti berjalan.
4) Pengkajian APGAR
a) Penilaian APGAR Score
Penilaian APGAR score ini biasanya dilakukan sebanyak 2
kali. Yaitu 5 menit pertama bayi baru lahir dan 5 menit
kedua atau 10 menit pertama bayi baru lahir. Secara garis
besar, penilaian APGAR score ini dapat disimpulkan seperti
berikut ini.
(1) Appearance atau warna kulit:
- Nilai APGAR 0 jika kulit bayi biru pucat atau
sianosis
- Nilai APGAR 1 jika tubuh bayi berwarna merah
muda atau kemerah merahan sedangkan ekstremitas
(tangan dan kaki) berwarna biru pucat.
- Nilai APGAR 2 jika seluruh tubuh bayi berwarna
merah muda atau kemerahan
(2) Pulse atau denyut jantung:
- Nilai APGAR 0 jika bunyi denyut jantung tidak ada
atau tidak terdengar
- Nilai APGAR 1 jika bunyi denyut jantung lemah dan
kurang dari 100 x/menit
- Nilai APGAR 2 jika denyut jantung bayi kuat dan
lebih dari 100 x/menit
(3) Gremace atau kepekaan reflek bayi
- Nilai APGAR 0 jika bayi tidak berespon saat di beri
stimulasi
- Nilai APGAR 1 jika bayi meringis, merintih atau
menangis lemah saat diberi stimulasi
- Nilai APGAR 2 jika bayi menangis kuat saat bayi
diberi stimulasi
(4) Activity atau tonus otot
- Nilai APGAR 0 jika tidak ada gerakan
- Nilai APGAR 1 jika gerakan bayi lemah dan sedikit
- Nilai APGAR 2 jika gerakan bayi kuat
(5) Respiration atau pernafasan
- Nilai APGAR 0 jika tidak ada pernafasan
- Nilai APGAR 1 jika pernafasan bayi lemah dan tidak
teratur
- Nilai APGAR 2 jika pernafasan bayi baik dan teratur

5) Pengkajian Ballard Score


2. ANALISA DATA

No Data Etiologi Masalah


1 Gejala dan tanda mayor Fungsi organ-organ Pola napas tidak
Ds: belum baik efektif
- Dispnea berhubungan
Do: Paru dengan maturitas
- Penggunaan otot bantu pusat
pernapasan - Pertumbuhan pernapasan,
- Fase ekspirasi memanjang dinding dada keterbatasan
- Pola napas abnormal (mis. belum sempurna perkembangan
Takipnea, bradipnea) - Vaskuler paru otot
imatur
Gejala dan tanda minor
Ds: Insuf.
- Ortopnea Pernapasan
Do:
- Pernapasan pursed lip Penyakit
- Pernapasan cuping hidung membran
- Diameter thoraks anterior hialin
posterior meningkat
- Ventilasi semenit menurun Pola napas
- Kapasitas vital menurun tidak efektif
- Tekanan ekspirasi
menurun
- Tekanan inspirasi
menurun
- Ekskursi dada berubah
2 Gejala dan tanda mayor BBLR Hipotermi
Ds: - berhubungan
Do: Jaringan lemak dengan kontrol
- Kulit teraba dingin subkutan lebih tipis suhu yang imatur
- Menggigil dan penurunan
- Suhu tubuh di bawah nilai Kehilangan panas lemak tubuh
normal melalui kulit subkutan

Gejala dan tanda minor Hipotermi


Ds: -
Do:
- Akrosianosis
- Bradikardi
- Dasar kuku sianotik
- Hipoglikemia
- Hipoksia
- Pengisian kapiler > 3
detik
- Konsumsi oksigen
meningkat
- Ventilasi menurun
- Piloereksi
- Takikardia
- Vasokontriksi perifer
- Kutis memorata (pada
neonatus)
3 - Ketidakmampuan menelan Fungsi organ-organ Resiko tinggi
makanan belum baik gangguan
- Ketidakmampuan pemenuhan
mencerna makanan Otak nutrisi kurang
- Ketidakmampuan dari kebutuhan
mengabsorbsi nutrien Imaturitas sentrum tubuh
- Peningkatan kebutuhan vital berhubungan
metabolisme dengan reflek
- Faktor ekonomi Regulasi pernapasan menelan belum
- Faktor psikologis, misal sempurna
stres, keengganan untuk Reflek menelan
makan belum sempurna

Resiko tinggi
gangguan pemenuhan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
4 Faktor risiko BBLR Resiko infeksi
- Penyakit kronis berhubungan
- Efek prosedur invasif Prematuritas dengan
- Malnutrisi pertahanan
- Peningkatan paparan Penurunan daya tahan imunologis yang
organisme patogen kurang
lingkungan Resiko infeksi
- Ketidakadekuatan
pertahanan tubuh primer
- Ketidakadekuatan
pertahanan tubuh sekunder

3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan maturitas pusat
pernapasan, keterbatasan perkembangan otot
b. Hipotermi berhubungan dengan kontrol suhu yang imatur dan
penurunan lemak tubuh subkutan
c. Resiko tinggi gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan reflek menelan belum sempurna
d. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan imunologis yang
kurang
4. INTERVENSI KEPERAWATAN

No Masalah Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional


dx Hasil

1 Pola napas tidak Setelah dilakukan Observasi Observasi


efektif berhubungan asuhan keperawatan 1. Monitor frekuensi, irama, 1. Untuk mengetahui

dengan maturitas selama …x 24 jam kedalaman dan upaya frekuensi, irama dan
napas kedalaman pernapasan
pusat pernapasan, status pola napas
supaya dapat dilakukan
keterbatasan membaik, dengan
tindakan yang tepat
perkembangan otot kriteria hasil:
2. Monitor pola napas 2. Untuk mengetahui status
- Dipsnea
( seperti bradipnea, kesehatan pasien, pola
menurun takipnea) napas pasien
- Penggunaan otot 3. Monitor kemampuan 3. Dapat meningkatkan
bantu napas batuk efektif pengeluaran sputum
menurun 4. Monitor adanya produksi 4. Untuk mengeluarkan
- Pemanjangan sputum sekret yang tertahan dari

fase ekspirasi jalan napas

menurun 5. Monitor adanya sumbatan 5. Untuk mengeluarkan


jalan napas sekret yang tertahan dari
- Frekuensi napas
jalan napas
membaik
6. Untuk mengetahui
- Kedalaman 6. Palpasi kesimetrisan kesimetrisan ekspansi
napas membaik ekspansi paru paru
7. Untuk mengetahui
7. Auskultasi bunyi napas perkembangan status
kesehatan pasien dan
mencegah komplikasi
lanjutan

Terapeutik

Terapeutik 1. Untuk mengetahui dini


1. Atur interval pemantauan adanya gangguan
respirasi sesuai kondisi respirasi berkelanjutan
pasien 2. Untuk mengetahui
2. Dokumentasikan hasil perkembangan keadaan
pemantauan klien

Edukasi
Edukasi 1. Untuk menjelaskan
1. Jelaskan tujuan dan semua prosedur yang
prosedur pemantauan akan dialami pasien
2. Untuk memberikan
2. Informasikan hasil informasi mengenai hasil
pemantauan kepada klien

2 Hipotermi Setelah dilakukan Observasi Observasi


berhubungan dengan asuhan keperawatan 1. Monitor suhu tubuh 1. Untuk mengetahui
kontrol suhu yang selama ….x 24 jam penurunan atau
imatur dan status termoregulasi kenaikan suhu tubuh
penurunan lemak membaik, dengan 2. Identifikasi penyebab secara tiba-tiba
tubuh subkutan kriteia hasil: hipotermia 2. Hipotermia membuat
- Menggigil bayi atau anak
menurun 3. Monitor tanda dan cenderung kedinginan
- Suhu tubuh gejala akibat 3. Untuk penanganan
membaik hipotermia secara dini bila terjadi
- Suhu kulit hipotermia
membaik Terapeutik
1. Sediakan lingkungan
yang hangat Terapeutik
1. Lingkungan yang
mendukung akan
2. Ganti pakaian dan atau memudahkan suhu
linen yang basah kembali dalam batas
normal
3. Lakukan penghangatan 2. Pakaian ataupun linen
pasif dan aktif yang basah akan
meningkatkan
Edukasi terjadinya hipotermia
1. Anjurkan makan atau 3. Untuk memaksimalkan
minum hangat prosedur perbaikan
suhu hipotermi
Edukasi
1. Perawatan yang
dilakukan untuk
memperbaiki suhu
tubuh

3 Resiko tinggi Setelah dilakukan Observasi Observasi


gangguan asuhan keperawatan 1. Monitor asupan dan 1. Untuk mengetahui
pemenuhan nutrisi selama …x 24 jam keluarnya makanan dan kebutuhan makanan
kurang dari status nutrisi membaik, cairan serta kebutuhan dan cairan tubuh
kebutuhan tubuh dengan kriteria hasil: kalori
berhubungan dengan - Berat badan
reflek menelan membaik Terapeutik Terapeutik
belum sempurna - Panjang badan 1. Timbang berat badan i. Untuk menentukan
meningkat secara rutin kebutuhan makan
- Indeks masa tubuh
tubuh membaik 2. Lakukan kontrak 2. Untuk menargetkan
- Porsi makanan perilaku berat badan, tanggung
yang dihabiskan jawab yang sudah
menigkat 3. Rencanakan program ditentukan
pengobatan untuk 3. Untuk meningkatkan
perawatan di rumah kesehatan dan
menghindari hal yang
Kolaborasi lalu terulang
1. Kolaborasi dengan ahli Kolaborasi
gizi tentang target berat 1. Untuk menentukan
badan, kebutuhan kebutuhankalori, gizi
kalori dan pilihan sesuai dengan
makanan kebutuhan tubuh dan
sesuai dengan usia
pasien

4 Risiko infeksi Setelah dilakukan Observasi Observasi


berhubungan dengan asuhan keperawatan 1. Identifikasi riwayat 1. Untuk meningkatkan
pertahanan selama … x 24 jam kesehatan dan riwayat derajat kesehatan
imunologis yang tingkat infeksi menurun, alergi dengan melakukan
kurang dengan kriteria hasil: imunisasi yang telah
- Demam diprogramkan
menurun 2. Identifikasi status 2. Untuk meningkatkan
- Kemerahan imunisasi setiap sistem kekebalan tubuh
menurun kunjungan ke
- Nyeri menurun pelayanan kesehatan
- Bengkak
menurun Terapeutik Terapeutik
- Kadar sel darah 1. Berikan suntikan pada 1. Untuk meningkatkan
putih membaik bayi di bagian paha derajat kesehatan sedari
anterolacteal dini
2. Jadwalkan imunisasi 2. Untuk meningkatkan
pada interval waktu kepatuhan dalam
yang tepat imunisasi dan untuk
meningkatkan derajat
kesehatan dengan cara
melakukan imunisasi
secara bertahap yang
telah diprogramkan

Edukasi Edukasi
1. Jelaskan tujuan, 1. Untuk meningkatkan
manfaat, reaksi yang pengetahuan pasien
terjadi
2. Informasikan imunisasi 2. Untuk meningkatkan
yang diwajibkan derajat kesehatan yang
pemerintah, misal telah terfasilitasi oleh
hepatitis B, BCG, pemerintahsecara
difteri, dan lain-lain bertahap.
DAFTAR PUSTAKA

Arief, Nurhaeni. 2008. Panduan Lengkap Kehamilan dan Kelahiran Sehat. Yogyakarta :
AR Group
Betz, LC dan Sowden, LA. 2002. Keperawatan Pediatrik – Edisi 3. Jakarta : EGC
Bobak, Irene M. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC
Maryunani, Anik. 2009. Ilmu Kesehatan Anak dalam Kebidanan. Jakarta : TIM
Tim Pokja Sdki PPNI (2017). Standar Diagnosa keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan
Tim Pokja Siki PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan
Tim Pokja Slki PPNI (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan

Anda mungkin juga menyukai