BRONKOPNEMONIA
Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Keperawatan Anak
Dosen Pembimbing
Winda Aliarosa, S.kep, Ners., MAN
Disusun Oleh :
Abdul Mannap (E.0105.18.001)
B. ETIOLOGI
D. MANISFESTASI KLINIS
atas selama beberapa hari suhu tubuh naik sangat mendadak sampai 39-40 derajat
celcius dan kadang disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah,
dispenia pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung serta sianosis
sekitar hidung dan mulut, kadang juga disertai muntah dan diare. Batuk biasanya tidak
ditemukan pada permulaan penyakit tapi setelah beberapa hari mula-mula kering
Pada stadium permulaan sukar dibuat diagnosis dengan pemeriksaan fisik tetapi
dengan adanya nafas dangkal dan cepat, pernafasan cuping hidung dan sianosis sekitar
hidung dan mulut dapat diduga adanya pneumonia. Hasil pemeriksaan fisik tergantung
luas daerah auskultasi yang terkena, pada perkusi sering tidak ditemukan kelainan dan
pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronchi basah nyaring halus dan sedang.
(Ngastiyah,2014)
E. PATOFISIOLOGI
Sebagian besar penyebab dari bronkopneumonia ialah mikroorganisme (jamur,
bakter, virus) & sebagian kecil oleh penyebab lain seperti hidrokarbon (bensin, minyak
tanah, & sejenisnya). Serta aspirasi ( masuknya isi lambung ke dalam saluran napas).
Awalnmya mikroorganisme dapat masuk melalui percikan ludah ( droplet) infasi ini
dapat masuk ke saluran pernapasan atas & menimbulkan reaksi imunologis dari tubuh.
Reaksi ini menyebabkan peradangan, di mana ketika terjadi peradangan ini tubuh dapat
menyesuaikan diri maka timbulah gejala demam pada penderita. Reaksi peradangan ini
dapat menimbulkan secret.
Semakin lama secret semakin menumpuk di bronkus maka aliran bronkus menjadi
semakin sempit & pasien dapat merasa sesak. Tidak Hanya terkumpul di bronkus, lama
kelamaan secret dapat sampai ke alveolus paru & mengganggu sistem pertukaran gas di
paru.Tidak Hanya menginfeksi saluran napas, bakteri ini dapat juga menginfeksi saluran
cerna ketika ia terbawa oleh darah. Bakteri ini dapat membuat flora normal dalam usus
menjadi agen pathogen sehingga timbul masalah GI tract.
PATHWAYS
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
2. Pemeriksaan Radiologi
a. Rontgenogram thoraks
Menunujukan konsolidasi lobar yang seringkali dijumpai pada infeksi
pneumokokal atau klebsiella. Infilrate multiple seringkali dijumpai pada infeksi
stafilokokus dan haemofilus (Barbara C, Long, 1996 : 435).
b. Laringoskopi / bronkoskopi untuk menentukan apakah jalan nafas tersumbat oleh
benda padat (Sandra M, Nettina, 2001).
G. KOMPLIKASI
Komplikasi dari bronchopneumonia adalah :
1. Atelektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna atau kolaps paru yang
merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau reflek batuk hilang.
2. Empyema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalm rongga pleura
yang terdapat disatu tempat atau seluruh rongga pleura.
3. Abses paru adalah pengumpulan pus dala jaringan paru yang meradang.
4. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
5. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.(WhaleyWong, 2006)
H. PENATALAKSANAAN
a.Medis
3. Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai makanan enteral bertahap melalui selang
4. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan beta
b. Non Medis
bronkopneumonia adalah:
2. Kebutuhan istirahat
1. Hindari anak dari adanya paparan asap rokok, polusi dan tempat keramaian yang
berpotensi terjadinya penularan.
2. Hindari kontak langsung anak dengan penderita ISPA.
3. Membiasakan melakukan pemberian ASI.
4. Segera berobat apabila terjadi demam, batuk, dan pilek, terlebih disertai suara
sesak dan sesak pada anak.
5. Imunisasi Hb untuk kekebalan terhadapa hameophilus influenza.
Pada usia 1-3 tahun disebut fase anal yang bercirikan: sifat fisik keakuan
menonjol, mulai belajar kenal dengan organ tubuhnya sendiri dan mendapatkan kepuasan
dengan auto erotiknya. Tugas utama anak pada fase ini adalah toilet training, latihan
kebersihan, merasa nikmat pada saat menahan ataupun mengeluarkan tinja, rasa kepuasan
bersifat egosentrik. Bila latihan kebersihan dilakukan secara berlebihan, misal: dengan
kemarahan dan hukuman, anak akan meretensi tinja atau membuang tinja sembarangan.
Sisa konflik pada fase ini adalah kepribadian dengan: anak retensif yaitu berpandangan
sempit, introvet, pelit. Anak eksklusif yaitu sifat ekstrofet, impulsif, tidak rapih dan
Pada usia 1-3 tahun merupakan masa otonomi vs ras malu dan ragu, yang
bercirikan: Pada masa ini alat gerak dan rasa telah matang dan ada rasa percaya terhadap
ibu dan lingkungan. Perkembangan otonomi selama periode toddler berfokus pada
berjalan dan memanjat, selain itu anak menggunakan kemampuan mentalnya untuk
menolak dan menerima atau mengambil keputusan. Rasa otonomi ini perlu
dikembangkan, penting untuk pembentukan rasa percaya diri dan harga diri. Bila anak
mendapat suport yang kurang dari keluarga dan lingkungan, misal: orang tua terlalu
mengontrol dan anak merasa tidak mampu mengatasi tindakan yang diambilnya, timbul
perasaan negatif (rasa malu dan ragu). Masalah gangguan yang dapat timbul: rasa malu
dan ragu, pengekangan diri yang berlebihan, tempertantrum, keras kepala, menentang dan
sadistik.
Masa perkembangan antara usia 0-24 bulan adalah masa seorang anak
mempunyai sikap egosentrik dan sangat terpusat pada diri sendiri. Kebutuhan pada fase
ini kebanyakan bersifat fisik. Maka yang berkembang dengan pesat adalah kemampuan
sensorik motorik. Anak belajar melakukan kegiatan yang makin terkoordinasi. Terarah
dan bertujuan. Kepuasan yang didapat dari fungsi sensorik motoriknya menyebutkan
sianak menguasainya.
Masa bayi berkisar antara umur 0-2tahun. Pada masa ini bayi masih sibuk dengan
diri sendiri. Bayi mementingkan kebutuhannya sendiri dan belajar dengan berbagai cara
Hospitaliasasi adalah suatu keadaan sakit dan harus dirawat di rumah sakit yang
terjadi pada anak maupun pada keluarganya yang mana menimbulkan suatu kondisi baik
bagi anak maupun bagi keluarga. Bagaimana anak memahami, bereaksi terhadap
hospitalisasi dan metode koping yang digunakan saat sakit sangat dipengaruhi oleh
stresor utama selama hospitalisasi. Hal tersebut berupa perpisahan, kehilangan kontrol,
a. Respon kecemasan karena perpisahan pada anak yang dirawat tergantung pada tingkat
Pada masa ini anak sudah melibatkan diri pada kebiasaan atau aktivitas dan bermain.
Pada waktu terjadi pembatasan kebiasaan rutin ini, akan mengakibatkan terjadinya regresi
bahkan gangguan dari kebiasaan tersebut. Respon perilaku yang ditunjukkan dapat
b. Respon kehilangan kendali pada anak yang dirawat menurut usia tumbuh kembang
Merupakan masa dimana anak mencari otonomi yang ditampakkan dengan tingkah laku
antara lain: ketrampilan motorik, permainan, hubungan inter personal, aktivitas sehari-
hari dan komunikasi. Tetapi sebaliknya mereka menunjukkan reaksi negatifisme seperti
tempertantrum karena sikap egosentris anak. Anak merasa gagal dan kehilangan kendali
jika ketrampilan yang disukainya tidak dapat dilakukan. Hal ini akan menurunkan rasa
percaya diri pada anak. Anak yang sedang meningkat aktivitas motoriknya akan merasa
Memberikan toddler bersama obyek yang memberi rasa aman bagi mereka. Seperti:
selimut, boneka beruang atau obyek lain. Hal tersebut amatlah penting selama tindakan
prosedur. Seringkali poto ibu dipergunakan anakanak sebagai pelindung saat mengalami
tindakan prosedur atau harus makan obat atau injeksi. Mereka kemudian menjadi lebih
tenang dan mau bekerja sama dengan perawat jika memegangi atau memeluk poto
ibunya.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pengkajian Fokus
a. Biodata
Usia klien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada perbedan dan kekhasan
bronkopneumonia anak, terutama dalam spektrum etiologi, gambaran klinis, dan strategi
pengobatan (Price, 2009 dalam (Fadhila, 2013)). Bayi dan balita memiliki mekanisme
pertahanan tubuh yang masih rendah dibanding orang dewasa, sehingga balita masuk ke
dalam kelompok yang rawan terhadap infeksi seperti influenza dan pneumonia. Anak-anak
berusia 0-24 bulan lebih rentan terhadap penyakit pneumonia dibanding anak-anak berusia di
atas 2 tahun.
Hal ini disebabkan imunitas yang belum sempurna dan saluran pernapasan yang relatif
sempit (Depkes RI, 2004) dalam (Hartati, et al., 2012). Usia terbanyak klien
bronkopneumonia pada anak adalah < 5 tahun (Kyle, 2014).
Anak yang menderita infeksi saluran pernapasan paling banyak adalah jenis kelamin laki-
laki dikarenakan diameter saluran pernapasan anak laki-laki memiliki ukuran lebih kecil
dibandingkan anak perempuan atau adanya perbedaan dalam daya tahan tubuh anak laki-laki
dan perempuan (Kaunang, 2016).
Menurut Heriyana (2015) latar belakang pendidikan ibu merupakan salah satu unsur penting
dalam menentukan upaya pencegahan bronkopneumonia. Tinggi rendahnya tingkat
pendidikan ibu erat kaitannya dengan tingkat pengetahuan ibu terhadap kesehatan dan
pencegahan bronkopneumonia pada balitanya.
Pada masyarakat dengan tingkat pendidikan yang rendah sering menunjukkan pencegahan
kejadian bronkopneumonia yang kurang dan sebaliknya pada masyarakat dengan tingkat
pendidikan yang tinggi menunjukkan pencegahan kejadian bronkopneumonia yang lebih
baik.
Sedangkan menurut Hurlock (2005) umur merupakan salah satu hal yang penting dalam
mempengaruhi pengetahuan seseorang, semakin tinggi umur seseorang semakin tinggi
pula tingkat pengetahuannya dan ini dipengaruhi oleh pengalamannya.
b. Keluhan utama
Saat dikaji biasanya penderita bronchopneumonia akan mengeluh sesak nafas, disertai batuk
ada secret tidak bisa keluar.
c. Riwayat penyakit sekarang
Kaji deskripsi mengenai penyakit dan keluhan utama saat ini. Catat awitan dan
perkembangan gejala. Tanda dan gejala yang umum dilaporkan selama pengkajian riwayat
kesehatan meliputi:
1) Infeksi saluran napas atas anteseden akibat virus
2) Demam
3) Batuk (catat tipe dan apakah batuk produktif atau tidak)
4) Peningkatan frekuensi pernapasan
5) Riwayat letargi, tidak mau makan, muntah, atau diare pada bayi
6) Menggigil, sakit kepala, dispnea, nyeri dada, nyeri abdomen, dan mual atau muntah
pada anak yang lebih besar (Kyle, 2014).Kaji penyebab terkait yang dikeluhkan pasien.
Penyebab penyakit bronkopnemoni karena bakteri/virus dan lain-lain.
Hal yang berhubungan dengan keluhan utama:
a. Munculnya keluhan
Tanggal munculnya keluhan, waktu munculnya keluhan (gradual/tiba-tiba),
presipitasi/predisposisi (perubahan emosional, kelelahan, kehamilan, lingkungan,
toksin/allergen, infeksi).
b. Karakteristik Karakter (kualitas, kuantitas, konsistensi), loksai dan radiasi, timing (terus
menerus/intermiten, durasi setiap kalinya), hal-hal yang
meningkatkan/menghilangkan/mengurangi keluhan, gejalagejala lain yang berhubungan. c.
Masalah sejak muncul keluhan
Perkembangannya membaik, memburuk, atau tidak berubah.
d. Keluhan pada saat pengkajian
2) Malnutrisi.
Malnutrisi adalah keadaan dimana tubuh tidak mendapat asupan gizi yang cukup (Behman, et
al., 2000). ASI mengandung nutrisi untuk pertumbuhan dan perkembangan, serta zat
protektif yang berfungsi melindungi bayi dari infeksi. Air Susu Ibu mengandung karbohidrat,
protein, lemak, vitamin, mineral dan trace element. Terdapat tiga jenis protein yang
ditemukan relatif tinggi dalam ASI dan memiliki fungsi imunologis terhadap bayi, yaitu IgA
sekretori, laktoferin, dan lisozim. IgA dalam ASI adalah bentuk molecular dari IgA sekretori
dan tahan terhadap proses proteolisis di saluran cerna. IgA sekretori mencegah perlengketan
bakteri pada mukosa dan menetralisir toksin mikroorganisme tersebut. IgA sekretori dalam
ASI berperan untuk melindungi bayi dari berbagai infeksi bakteri, virus, maupun parasit. IgA
sekretori melindungi bayi dari infeksi bakteri seperti Eschericia coli, Helicobacter pylori,
Salmonella, Shigellasp, Clostridium tetani, Corynebacterium diphteriae, Klebsiela
pneumoniae, Haemophilusi nfluenzae, Streptococcus pneumonia. IgA sekretori juga
melindungi bayi dari infeksi virus seperti Rotavirus, Polio, Rubella, Cytomegalovirus
(CMV), Influenza, dan Respiratory Synctitial Virus (RSV). IgA sekretori juga melindungi
bayi dari infeksi parasite seperti Giardia lambdia, dan Entamoeba histolitika (Ruhana & dkk,
2016).
f. Pengkajian Psiko-Sosio-Spiritual
Pengkajian psikologis klien meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan perawat untuk
memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien.
Perawat mengumpulkan data hasil pemeriksaan awal klien tentang kapasitas fisik dan
intelektual saat ini. Data ini penting untuk menentukan tingkat perlunya pengkajian psiko-
sosiospiritual yang seksama. Pada kondisi klinis, klien dengan bronkopneumonia sering
mengalami kecemasan bertingkat sesuai dengan keluhan yang dialaminya.
Hal lain yang perlu ditanyakan adalah kondisi pemukiman dimana klien bertempat tinggal,
klien dengan bronkopneumonia sering dijumpai bila bertempat tinggal di lingkungan dengan
sanitasi buruk seperti pemukiman yang berdekatan dengan pabrik industri dan jarak antara
pembakaran sampah dengan rumah yang terlalu dekat (Muttaqin, 2012).
Raharjoe (2010) menyatakan, terdapat faktor resiko penyebab tingginya angka mortalitas
bronkopneumonia pada anak balita dinegara berkembang. Faktor resiko tersebut adalah
bronkopneumonia yang terjadi pada masa bayi, berat badan lahir rendah, tidak mendapat
imunisasi, tidak mendapat ASI yang adekuat, malnutrisi dan tingginya polusi udara seperti
paparan asap rokok.
Sedangkan Nurjazuli (2011) berpendapat bahwa faktor resiko yang berhubungan dengan
kejadian bronkopneumonia terbagi atas faktor instrinsik dan esktrinsik. Faktor instrinsik
meliputi umur, jenis kelamin, status gizi, BBLR, status imunisasi, dan pemberian ASI. Faktor
ekstrinsik meliputi kepadatan tempat tinggal, polusi udara, tipe rumah, ventilasi, asap rokok,
penggunaan bahan bakar, penggunaan obat nyamuk bakar, serta faktor ibu baik pendidikan,
umur, maupun pengetahuan ibu.
3) Pola eliminasi
Penderita sering mengalami penurunan produksi urin akibat perpindahan cairan melalui
proses evaporasi karenan demam.
4) Pola tidur-istirahat
Data yang sering muncul adalah anak mengalami kesulitan tidur karena sesak nafas.
Penampilan anak terlihat lemah, sering menguap, mata merah, anak juga sering menangis
pada malam hari karena ketidaknyamanan tersebut.
5) Pola aktivitas-latihan
Anak tampak menurun aktifitas dan latihannya sebagai dampak kelemahan fisik. Anak
tampak lebih banyak minta digendong orangtuanya atau bedrest.
6) Pola kognitif-persepsi
Penurunan kognitif untuk mengingat apa yang pernah disampaikan biasanya sesaat akibat
penurunan asupan nutrisi dan oksigen pada otak. Pada saat dirawat, anak tampak bingung
jika ditanya tentang hal-hal yang baru disampaikan. Teori Health Belief Model merupakan
model kepercayaan individu dalam menentukan sikap melakukan atau tidak melakukan
perilakau kesehatan (Conner & Norman, 2005).
Health Belief Model terdiri dari enam konstruk Perceived susceptibility, Perceived Severity,
Perceived Benefits dan Perceived Barriers, Cues to Action dan Health motivation. Ke enam
kostruk tersebut merupakan pokok utama Health Belief Model dalam memahami bagaimana
persepsi terhadap perilaku sehat yang dilakukan. Teori Health Belief Model (Rosenstock,
1982), menyatakan bahwa seseorang memiliki perceived susceptibility (kerentanan yang
dirasakan).
Artinya persepsi individu tentang kemungkinannya terkena suatu penyakit akan
mempengaruhi perilaku mereka khususnya untuk melakukan pencegahan atau mencari
pengobatan. Mereka yang merasa dapat terkena penya-kit tersebut akan lebih cepat merasa
terancam. Seseorang akan bertindak untuk mencegah penyakit bila 24 ia merasa bahwa
sangat mungkin terkena penyakit tersebut. Kerentanan dirasakan setiap individu berbeda
tergantung persepsi tentang risiko yang dihadapi individu pada suatu keadaan tertentu
(Frances & Shaver, 2005).
Teori Health Promotiont Model memiliki cakupan factor-faktor yang diperlukan untuk
peningkatan perilaku kepatuhan, meliputi koponen internal dan eksternal yang terdapat
dalam behavioral specific cognitions and affect yaitu perceived benefits, perceived berries,
perceived self efficacy, activity related affect, dan interpersonal influence (Nursalam, 2016)
dalam (Perdana, 2017). Healt Promotion Model merupakan teori terbaik untuk
mendiskripsikan perilaku kesehatan di mana memiliki dua tahap yaitu pengambilan
keputusan dan melakukan tindakan (Galloway, 2003).
8) Pola peran-hubungan
Anak tampak malas jika diajak bicara baik oleh teman sebaya atau yang lebih besar, anak
lebih banyak diam dan selalu bersama dengan orang terdekat (orangtua).
9) Pola seksualitas-reproduksi
Pada kondisi sakit dan anak kecil masih sulit terkaji. Pada anak yang sudah mengalami masa
pubertas mungkin terjadi gangguan menstruasi pada wanita tetapi bersifat sementara dan
biasanya penundaan.
h. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Keadaan umum pada klien dngan bronkopneumonia adalah lemah. Selain itu, perlu dinilai
secara umum tentang kesadaran klien yang terdiri dari composmentis, apatis, somnolen,
stupor, soorokoma, atau koma. Pemeriksaan umum didapatkan peningkatan frekuensi
pernapasan 60x/menit dan demam dimana temperatur 38,5ºC (Fadhila, 2013).
b) Palpasi
Pemeriksaan palpasi pada anak dengan bronkopneumonia ditemukan nyeri tekan, massa,
peningkatan vokal fremitus pada daerah yang terkena (Sujono & Sukarmin, 2009).
c) Perkusi
d) Auskultasi
Pada klien dengan bronkopneumoni, didapatkan suara bronkovesikuler atau bronkial pada
daerah yang terkena dan adanya suara pernafasan tambahan (ronki) pada sepertiga akhir
respirasi (Sujono & Sukarmin, 2009).
3) B2 (Blood)
4) B3 (Brain)
5) B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan (Muttaqin, 2012).
Penderita sering mengalami penurunan produksi urin akibat perpindahan cairan melalui
proses evaporasi karena demam (Sujono & Sukarmin, 2009).
6) B5 (Bowel)
Klien biasanya mengalami mual, muntah, penurunan nafsu makan, dan penurunan berat
badan (Muttaqin, 2012).
7) B6 (Bone)
Kelemahan dan kelelahan fisik secara umum menyebabkan ketergantungan klien terhadap
bantuan orang lain dalam melakukan aktifitas sehari-hari (Muttaqin, 2012).
Analisa Data
Data Etiologi Masalah
Mayor Kuman berlebihan di mucus Bersihan jalan napas tidak
Ds:- efektif
Do:
1.
Batuk tidak efetktif proses peradangan
2.
Tidak mampu batuk
3.
Sputum berlebih
4.
Mengi,
wheezing,dan/ronkhi
Akumulasi sekret di bronkus
kering
5. Mekonium di jalan
napas(pada neonatus)
Minor
Bersihan jalan napas tidak
Ds:
efektif
1. Dispnea
2. Sulit bicara
3. Ortopnea
Do:
1.
Gelisah
2.
Sianosis
3.
Bunyi napas menurun
4.
Frekuensi napas
berubah
5. Pola napas berubah
Mayor Dilatasi pembuluh darah Gangguan pertukaran gas
Ds:
1. Dispnea
Do:
Eksudat masuk alveoli
1.
PCO2 menurun
2.
PO2 menurun
3.
Takikardi
4.
ph arteri
Gangguan lifusi gas
menurun/meningkat
5. Bunyi napas
tambahan
Gangguan pertukaran gas
Minor
Ds:
1. Pusing
2. Penglihatan kabur
Do:
1. Sianosis
2. Diaforesis
3. Napas cuping hidung
4. Pola napas abnormal
5. Warna kulit abnormal
6. Kesadaran menurun
Mayor Hiperventilasi Pola napas tidak efektif
Ds:
1. Dispnea
Do:
Dispnea
1. Penggunaan otot
bantu pernapasan
2. Fase ekspirasi
memanjang
3. Pola napas abnormal
Minor Retraksi dada/cuping hidung
Ds:
1. Ortopnea
Do:
Pola napas tidak efektif
1. Pernapasan pursed-lip
2. Pernapasan cuping
hidung
3. tekanan inspirasi dan
ekspirasi menurun
4. Ekskursi dada
berubah
Mayor Mukus di bronkus meningkat Defisit nutrisi
Ds:-
Do:
1. Berat badan menurun Bau mulut tak sedap
minimal 10% di
bawah tentang ideal
Minor
Ds: Anoreksia
1. Cepat kenyang
2. Kram/nyeri abdomen
3. Nafsu makan
menurun Intake menurun
Do:
1. Bising usus hiperaktif
2. Otot pengunyah dan
menelan lemah
3. Membran mukosa
Defisit nutrisi
pucat
4. Sariawan
5. Rambut rontok
berlebihan
6. Diare
7. Serum albumin
menurun
Mayor
Ds:
1. Merasa bingung
2. Merasa khawatir
dengan akibat dari
kondisi yang dihadapi
3. Sulit berkonsentrasi
Do:
Dirawat di Rs
1. Tampak gelisah
2. Tampak tegang Ansietas
3. Sulit tidur
Minor
Hospitalisasi
Ds:
1. Mengeluh pusing
2. Anorekia
3. Palpitasi
Kurangnya pengetahuan
4. Merasa tidak berdaya
Do: informasi perawatan untuk
1. Frekuensi napas dan anak
nadi meningkat
2. TD meningkat
3. Diaforesis, tremor
4. Muka tampak pucat
Kecemasan(Ansietas)
5. Kontak mata
berkurang
6. Suara bergetar
7. Beriorentasi pada
masa lalu
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN(PRIORITAS )
Edukasi
11. Ajarkan pasien batuk
efektif
Kolaborasi :
Edukatif
9.Anjurkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
10.Kolaborasikan dengan
dokter untuk pemberian
analgesic
Edukasi
7. Informasikan secara faktual 7.Meningkatkan pengetahuan
mengenai diagnosis, informasi pada
pengobatan, dan prognosis keluarga/pasien
Kolaborasi
11. Kolaborasikan untuk 11. Untuk mengurangi rasa
pemberian antiansietas,jika cemas pada klien
perlu
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi adalah pelaksanaan dari intervensi untuk mencapai tujuan yang spesifik.
Tahap implementasi dimulai setelah intervensi disusun dan ditujukan pada nursing orders
untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan (Nursalam, 2013).
E. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan keberhasilan dari diagnosa keperawatan, intervensi dan implementasi. Tujuan
evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan (Nursalam, 2013)
DAFTAR PUSTAKA
Adefri, W., 2016. Hubungan Faktor Resiko Terhadap Kejadian Asma Pada Anak Di RSUP Dr.
M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas, P. 313.
Behman, Kliegman & Arvin, N., 2000. Nelson Textbook Of Pediatrics. Jakarta: EGC. Brunner &
Suddarth, 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC. Bulechek, Gloria
Dian, K, 2017. Hubungan Perilaku Caring Perawat Dengan Tingkat Kecemasan Akibat
Hospitalisasi Pada Anak Usia Toddler Di Ruang Rawat Inap Anak Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Bantul, Yogyakarta, Yogyakarta: Stikes Jendral Achmad Yani. Dinkes Jatim,
P., 2014.
NANDA International Inc. Nursing Diagnoses: Definitions & Classifications 2015-2017. 10 ed.
s.l.:John Wiley & Sons Inc.
Kemenkes RI. (2010). Pneumonia Balita. Jakarta: Jendela Epidemiologi.
Kyle, 2014. Buku Ajar Keperawatan Pediatri. Jakarta: EGC.
Kyle. (2014). Buku Ajar Keperawatan Pediatri. Jakarta: EGC.
Lubis, 2005. Fisioterapi Dada Pada Penyakit Paru Anak,
Muttaqin, A., 2012. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernafasan.
Jakarta: Salemba Medika.
Ngastiyah, 2014. Perawatan Anak Sakit, 2 ed. Jakarta: EGC.
Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC Jilid 1. Jakarta:EGC
PPNI.2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia(SDKI) Edisi I Cetakan III(Revisi).Jakarta
PPNI.2018.Standar Intervensi Keperawatan Indonesia(SIKI) Edisi Cetakan II.Jakarta
LAPORAN PENDAHULUAN
(E.0105.18.003
2021/2021
A. DEFINISI
Asma adalah penyakit inflamasi (peradangan) kronik saluran napas yang ditandai
dengan adanya mengi, batuk, dan rasa sesak di dada yang berulang dan timbul terutama
pada malam atau menjelang pagi akibat penyumbatan saluran pernapasan. (Infodatin,
2017).
Asma merupakan proses inflamasi kronik saluran pernapasan menjadi
hiperesponsif, sehingga memudahkan terjadinya bronkokonstriksi, edema, dan
hipersekresi kelenjar.(Nelson, 2013).
Asma adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami penyempitan karena
hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan. (Amin &
Hardi, 2016).Beberapa faktor penyebab asma, antara lain umur pasien, status atopi, faktor
keturunan, serta faktor lingkungan. Asma dibedakan menjadi 2 jenis, (Amin & Hardi,
2016) yakni :
1. Asma bronkial
Penderita asma bronkial, hipersensitif dan hiperaktif terhadap rangsangan dari
luar, seperti debu rumah, bulu binatang, asap dan bahan lain penyebab alergi. Gejala
kemunculannya sangat mendadak, sehingga gangguan asma bisa datang secara tiba-
tiba. Gangguan asma bronkial juga bisa muncul lantaranadanya radang yang
mengakibatkan penyempitan saluran pernapasan bagian bawah. Penyempitan
iniakibat berkerutnya otot polos saluran pernapasan, pembengkakan selaput lendir,
dan pembentukan timbunan lendir yang berlebihan.
2. Asma kardial
Asma yang timbul akibat adanya kelainan jantung. Gejala asma kardial biasanya
terjadi pada malam hari, disertai sesak napas yang hebat. Kejadian ini disebut
nocturnal paroxymul dispnea. Biasanya terjadi pada saat penderita sedang tidur.
B. Etiologi
1. Genetik
Diturunkannya bakat alergi dari keluarga dekat, akibat adanya bakat alergi
ini penderita sangat mudah terkena asma apabila dia terpapar dengan faktor
pencetus.
a. Alergen
Merupakan suatu bahan penyebab alergi. Dimana ini dibagi menjadi tiga,
yaitu:
c. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa yang dingin sering mempengaruhi asma,
perubahan cuaca menjadi pemicu serangan asma.
d. Lingkungan kerja
Lingkungan kerja merupakan faktor pencetus yang menyumbang 2-15%
klien asma. Misalnya orang yang bekerja di pabrik kayu, polisi lalu lintas,
penyapu jalanan.
e. Olahraga
Sebagian besar penderita asma akan mendapatkan serangan asma bila
sedang bekerja dengan berat/aktivitas berat. Lari cepat paling mudah
menimbulkan asma
f. Stress
Gangguan emosi dapat menjadi pencetus terjadinya serangan asma, selain
itu juga dapat memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping
gejala asma harus segera diobati penderita asma yang mengalami stres
harus diberi nasehat untuk menyelesaikan masalahnya. (Wahid &
Suprapto, 2013).
C. Klasifikasi
Asma Keparahan asma juga dapat dinilai secara retrospektif dari tingkat obat
yang digunakan untuk mengontrol gejala dan serangan asma. Hal ini dapat dinilai jika
pasien telah menggunakan obat pengontrol untuk beberapa bulan. Yang perlu dipahami
adalah bahwa keparahan asma bukanlah bersifat statis, namun bisa berubah dari waktu-
waktu, dari bulan ke bulan, atau dari tahun ke tahun, (GINA, 2015) Adapun
klasifikasinya adalah sebagai berikut :
1. Asma Ringan Adalah asma yang terkontrol dengan pengobatan tahap 1 atau tahap 2,
yaitu terapi pelega bila perlu saja, atau dengan obat pengontrol dengan intensitas
rendah seperti steroid inhalasi dosis rendah atau antogonis leukotrien, atau kromon.
2. Asma Sedang Adalah asma terkontrol dengan pengobatan tahap 3, yaitu terapi dengan
obat pengontrol kombinasi steroid dosis rendah plus long acting beta agonist
(LABA).
3. Asma Berat Adalah asma yang membutuhkan terapi tahap 4 atau 5, yaitu terapi
dengan obat pengontrol kombinasi steroid dosis tinggi plus long acting beta agonist
(LABA) untuk menjadi terkontrol, atau asma yang tidak terkontrol meskipun telah
mendapat terapi.
Perlu dibedakan antara asma berat dengan asma tidak terkontrol. Asma yang tidak
terkontrol biasnya disebabkan karena teknik inhalasi yang kurang tepat, kurangnya
kepatuhan, paparan alergen yang berlebih, atau ada komorbiditas. Asma yang tidak
terkontrol relatif bisa membaik dengan pengobatan. Sedangkan asma berat merujuk
pada kondisi asma yang walaupun mendapatkan pengobatan yang adekuat tetapi sulit
mencapai kontrol yang baik.
D. PATOFISIOLOGI
Inflamasi saluran napas pada klien asma merupakan hal yang mendasari gangguan
fungsi yaitu terdapatnya obstruksi saluran saluran napas yang menyebabkan hambatan
aliran udara yang dapat kembali secara spontan atau setelah pengobatan (Sundaru, 2009).
Obstruksi pada klien asma dapat disebabkan oleh kontraksi otot-otot yang mengelilingi
bronkus dengan mukus yang kental (Smeltzer dkk.,2010). Keterbatasan aliran udara
disebabkan oleh berbagai perubahan di jalan napas, antara lain:
1) Bronkokonstriksi. Pada asma, kejadian fisiologis dominan yang menyebabkan gejala
klinis adalah penyempitan saluran napas dan gangguan berikutnya dengan aliran
udara. Pada ekserbasi asma akut, kontraksi otot polos bronkial(bronkokonstriksi)
terjadi dengan cepat untuk mempersempit jalan napas sebagai respons terhadap
paparan berbagai rangsanagn termasuk alergen atau iritasi. Alergen akan
menstimulasi pelepasanmediator igE mencakup hiastamin, tryptase,leukotrien, dan
prostaglandinyang secara langsung mengendalikan otot polos jalan napas(Busse dan
Lemanske,2001).
2) Edema jalan napas. Edema pada jalan napas terjadi karena proses perasangan berupa
peningkatan permeabilitasvascular. Edema jalan napas tersebut akan mempersempit
diameter bronkus dan membatasi aliran udara. Selain itu, perubahan struktural
termasuk hipertrofi dan hiperplasia pda otot polos saluran napas juga dapat
berpengaruh.
3) Hipersekresi mukus. Sekresi mukus terjadi sebagai mekanisme fisiologis dari
masuknya iritan. Pada asma bronkhial , pengeluaran mukus terjadi secara berlebihan
sehingga semakin menganggu bersihan jalan napas.
pathway
Factor pencetus Antigen yang terikat IGE Mengeluarkan mediator: Permiabilitas Edema mukosa, sekresi
-allergen Permukaan sel mast histamine,platelet, bradikinin kapiler meningkat produktif, kontriksi otot polos
-Stress meningat
-cuaca
Spasme otot
polos sekresi Konsentrasi O2 dalam
kelenjar bronkus darah menurun
Penyempitan/obs hiperkapnea Gelisah - ansietas
truksi proksimal hipoksemia
dari pd tahap
Suplai O2, keotak koma
ekpirasi dan
inpirasi
-mucus Gangguan pertukaran gas Asidosis metabolik Suplai darah dan O2
berlebihan Tekanan partial kejantung berkurang
-batuk oksigen
-wheezing dialveoli
Suplai O2, kejaringan Perfusi jaringan perifer Penurunan cardiac output
-sesak nafas
Ketidakefektifan
bersihan jalan Penyempitan jalan Penurunan curah jantung Tekanan darah menurun
nafas pernafasan
F. PENATALKASANAAN
1. Farmakologi/ medis
a. Obat pengontrol asma jangka panjang, umumnya dikonsumsi setiap hari. Jenis
pengobatan kontrol jangka panjang meliputi:
1) nhalasi kortikosteroid. Obat antiinflamasi ini meliputi fluticasone (Flonase,
Flovent HFA),budesonide (Pulmicort Flaxhaler, Rhinocort), flunisolide
(Aerospoan HFA),ciclesonide (Alvesco Omnaris, Zetonna), beklometa dan
flucasone furoate( Arnuity Ellipta). Tidak seperti kortikoserod oral, obat
kortikosteroid ini memiliki risiko efek samping yang relatif rendah dan
umumnya aman untuk penggunaan jangka panjang.
2) Leutrien modifier. Obat oral ini membantu meringankan gejala asma hingga
24 jam. Yang termasuk obat jenis ini antara lainmontelukast(singulair),
zafirlukast(Accolate) dan zileuton(Zyflo). Dalam kasus yang jarang terjadi,
obat-obatan ini diakitkan dengan reaksi psikologis, seperti agitasi, agresi,
halusinasi, depresi, dan pemikiran bunuh diri.
3) Agonis beta long acting. Obat inhalasi ini meliputi salmeterol dan formeterol
yang berfungsi membuka saluran udara.
4) Inhaler kombinasi. Obat-obat ini mengandung agonis beta long acting
bersamaan dengan kortikosteroid . Yang termasuk jenis ini antara lain
fluticasone-salmeterol (Advair Diskus), budesonide-formoterol (Symbiocort)
dan formoterol-mometasone (Dulera).
5) Teoflin(theo-24, Elixophyllin) adalah terapi oral rutin yang membantu dilatasi
bronkus(bronkodilator) dengan merelaksasi otot-otot disekitar saluran udara.
b. Obat emergency digunakan sesuai kebutuhan untuk pemulihan gejala jangka
pendek yang cepat selama serangan asma. Jenis obat ini meliputi:
1) Bronkodialtor kerja cepat , bertindak dalam beberapa menit untuk segera
mengurangi gejala selama serangan asma. Obat yang termasuk golongan ini
antara lain albuterol(ProAir HFA, Ventolin HFA) dan levabuterol(Xopenex).
Obat ini di gunakan dengan inhaler genggam atau nebulizer portabel.
2) Ipratropium(Atrovent). Seperti bronkodilator lainnya, ipratropium bekerja
cepat untuk segera merelaksasikan saluran napas. Obat ini banyak digunakan
untuk emfisema dan bronkitis kronis, tapi kadang digunakan untuk mengobati
serangan asma.
3) Kortikosteroid oral dan intravena. Obat –obat ini meredakan peradangan
saluran napas yang disebabkan oleh asma berat. Yang termasuk dalam obat ini
antara lain prednison dan methylprednison. Obat ini dapat menyebabkan efek
samping yang serius jika digunakan dalam jangka panjang. Jadi obat ini hanya
digunakan untuk jangka pendek untuk asma yang parah.
2. Non Medis/non Farmakologi
a. Fisioterapi dada dan batuk efektif membantu pasien untuk mengeluarkan sputum
dengan baik
b. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik
c. Berikan posisi tidur yang nyaman (semi fowler)
d. Anjurkan untuk minum air hangat 1500-2000 ml per hari
e. Usaha agar pasien mandi air hangat setiap hari
f. Hindarkan pasien dari faktor pencetus.
G. PROSES KEPERAWATAN
Pengkajian Menurut Nuraruf & Kusuma (2015), meliputi :
1. Biodata Identitas
pasien berisikan nama pasien, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, tanggal masuk
sakit, rekam medis.
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang timbul pada klien dengan asma adalah dispnea (sampai bisa
berhari-hari atau berbulan-bulan), batuk, dan mengi (pada beberapa kasus lebih
banyak paroksimal).
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
Terdapat data yang menyatakan adanya faktor prediposisi timbulnya penyakit ini, di
antaranya adalah riwayat alergi dan riwayat penyakit saluran nafas bagian bawah
(rhinitis, utikaria, dan eskrim).
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien dengan asma sering kali didapatkan adanya riwayat penyakit turunan, tetapi
pada beberapa klien lainnya tidak ditemukan adanya penyakit yang sama pada
anggota keluarganya.
5. Pemeriksaan fisik
a. nspeksi
1) Pemeriksaan dada dimulai dari torak posterior, klien pada posisi duduk
2) Dada diobservasi
3) Tindakan dilakukan dari atas (apeks) sampai kebawah
4) Inspeksi torak posterior, meliputi warna kulit dan kondisinya, skar, lesi,
massa, dan gangguan tulang belakang, seperti kifosis, skoliosis, dan lordosis.
5) Catat jumlah, irama, kedalaman pernapasan, dan kesimetrisan pergerakkan
dada.
6) Observasi tipe pernapasan, seperti pernapasan hidung pernapasan diafragma,
dan penggunaan otot bantu pernapasan.
7) Saat mengobservasi respirasi, catat durasi dari fase inspirasi (I) dan fase
eksifirasi (E). Rasio pada fase ini normalnya 1:2. Fase ekspirasi yang
memanjang menunjukkan adanya obstruksi pada jalan napas dan sering
ditemukan pada klien Chronic Airflow Limitation (CAL) / Chornic
obstructive Pulmonary Diseases (COPD)
8) Kelainan pada bentuk dada
9) Observasi kesimetrisan pergerakkan dada. Gangguan pergerakan atau tidak
adekuatnya ekspansi dada mengindikasikan penyakit pada paru atau pleura
10) Observasi trakea abnormal ruang interkostal selama inspirasi, yang dapat
mengindikasikan obstruksi jalan nafas.
b. Palpasi
1) Dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada dan mengobservasi
abnormalitas, mengidentifikasikan keadaan kulit, dan mengetahui vocal/
tactile premitus (vibrasi)
2) Palpasi toraks untuk mengetahui abnormalitas yang terkaji saat inspeksi
seperti : massa, lesi, bengkak.
3) Vocal premitus, yaitu gerakan dinding dada yang dihasilkan ketika
berbicara(Nuraruf & Kusuma, 2015)
c. Perkusi Suara perkusi normal :
1) Resonan (sonor) : bergaung, nada rendah. Dihasilkan pada jaringan paru
normal.
2) Dullnes : bunyi yang pendek serta lemah, ditemukan diatas bagian jantung,
mamae, dan hati
3) Timpani : musical, bernada tinggi dihasilkan di atas perut yang berisi udara
4) Hipersonan (hipersonor) : berngaung lebih rendah dibandingkan dengan
resonan dan timbul pada bagian paru yang berisi darah.
5) Flatness : sangat dullnes. Oleh karena itu, nadanya lebih tinggi. Dapat
terdengar pada perkusi daerah hati, di mana areanya seluruhnya berisi
jaringan. (Nuraruf & Kusuma, 2015)
d. Auskultasi
1) Merupakan pengkajian yang sangat bermakna, mencakup mendengarkan
bunyi nafas normal, bunyi nafas tambahan (abnormal).
2) Suara nafas abnormal dihasilkan dari getaran udara ketika melalui jalan nafas
dari laring ke alveoli, dengan sifat bersih.
3) Suara nafas normal meliputi bronkial, bronkovesikular dan vesikular.
4) Suara nafas tambahan meliputi wheezing : peural friction rub, dan crackles.
(Nuraruf & Kusuma, 2015)
Analisa Data
1.Dispnea
DATA MINOR
Ds:
1.Ortopnea
Do:
1.Pernapasan pursed-lip
2.Pernapasan cuping
hidung
3.Tekanan ekspirasi
menurun
4. Eksursi dda berubah
5. Kapasitas vital menurun
6.Diameter thoraks
anterior-posterior
meningkat
Do:
1.Tekanan darah berubah
>20%dari kondisi terkait
2.Gambaran EKG
menunjukkan aritmia
sat/setelah aktivitas
3. Gambaran EKG
menunjukan iskemia
4. Sianosis
Do:
1.Tampak gelisah
2. Tampak tegang
3.Sulit tidur
DATA MINOR
Ds:
1.Mengeluh pusing
2.Anoreksia
3.Palpitasi
4.Merasa tidak berdaya
Do:
1.Frekuensi napas
meningkat
2.Frekuensi nadi
meningkat
3.Tekanan darah
meningkat
4.Diaforesis
5.Tremor
6.Muka tampak pucat
7.Suara bergetar
8.Kontak mata buruk
9. Sering berkemih
10.Berorientasi pada masa
lalu.
Diagnosa Keperawatan
diagnosa keperawatan yang dapat diambil pada pasien dengan asma adalah :
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan mucus dalam jumlah
berlebihan, peningkatan produksi mucus, eksudat dalam alveoli dan
bronkospasme
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan keletihan otot pernafasan dan
deformitas dinding dada
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan antara suplai dan kebutuhan oksigen
(hipoksia) kelemahan
4. Ansietas berhubungan dengan penyakit yang diderita
Rencana/Intervensi keperawatan
Kolaborasi
1.Kolaborasikan Kolaborasi
dengan dokter 1.memaksimalkan
untuk pemberian bernafas dan
analgesic menurunkan kerja
nafas, memberikan
kelembaban pada
membran mukosa dan
membantu
pengenceran sekret.
Daftar Pustaka
Dosen Pembimbing :
Windasari Aliarosa, S.kep, Ners.,MAN
Disusun Oleh:
Dalim Daryanto (E.0105.18.009)
Diare didefinisikan sebagai buang air besar lembek atau cair bahkan dapat berupa air
saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (3 kali atau lebih dalam sehari) (Depkes RI
Ditjen PPM dan PLP, 2002). Diare terbagi 2 berdasarkan mula dan lamanya , yaitu diare
akut dan kronis (Mansjoer,A.1999,501).
Berdasarkan dari pendapat para ahli maka dapat disimpulkan Diare adalah buang air
besar (BAB) yang tidak normal, berbentuk tinja cair disertai lendir atau darah atau lendir saja,
frekuensi lebih tiga kali sehari.
Diare akut : terbagi atas diare dengan dehidrasi berat, diare dengan dehidrasi sedang,
diare dengan dehidrasi ringan
Diare persiten : jika diare berlangsung 14 hari/lebih. Terbagi atas diare persiten
dengan dehidrasi dan persiten tanpa dehidrasi
Disentri : jika diare berlangsung disertai dengan darah.
B. ETIOLOGI
1. Diare Akut
a. Bakteri penyebab diare akut antara lain organisme : Escherichia coli dan Salmonella
serta Shigella. Diare akibat toksin Clostridium difficile dapat diberikan antibiotoik.
b. Rotavirus merupakan penyebab diare nonbakteri (gastroenteritis) yang paling sering.
c. Penyebab lain diare akut adalah infeksi lain (mis. infeksi traktus urinarius dan
pernapasan atas), pemberian makan yang berlebihan, antibiotic, toksin yang teringesti,
iriitable bowel syndrome, enterocolitis dan intoleransi terhadap laktosa.
2. Diare kronis biasanya dikaitkan dengan satu atau lebih penyebab berikut ini
a. Sindrom malabsorpsi
b. Defek anatomis
c. Reaksi alergik
d. Intoleransi laktosa
e. Respon inflamasi
f. Imunodefisiensi
g. Gangguan motilitas
h. Gangguan endokrin
i. Parasit
j. Diare nonspesifik kronis
3. Faktor prediposisi diare antara lain, usia yang masih kecil, malnutrisi, penyakit kronis,
penggunaan antibiotic, air yang terkontaminasi, sanitasi atau hygiene buruk, pengelolaan dan
penyimpangan makanan yang tidak tepat.
C. MANIFESTASI KLINIS
D. KLASIFIKASI
1. Diare Akut : yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya kurang dari
7 hari)
2. Disentri : yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya
3. Diare Persisten : yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terus menerus
4. Diare dengan masalah lain : anak yang menderita diare (diare akut dan persisten)
mungkin juga disertai penyakit lain seperti demam, gangguan gizi atau penyakit
lainnya.
1. Kehilangan air dan elektrolit serta gangguan asam basa yang menyebabkan dehidrasi,
asidosis metabolic dan hypokalemia
2. Gangguan sirkulasi darah, dapat berupa renjatan hipovolemik sebagai akibat diare
dengan atau tanpa disertai muntah
3. Gangguan gizi yang terjadi akibat keluarnya cairan berlebihan karena diare dan
muntah
E. PATOFISIOLOGI
1. Gangguan osmotic
Adanya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan
osmotik dalam lumen usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektroloit
ke dalam lumen usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk
mengeluarkannya sehingga timbul diare.
2. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam lumen usus dan selanjutnya timbul
diare kerena peningkatan isi lumen usus.
4. Selain itu diare juga dapat terjadi, akibat masuknya mikroorganisme hidup ke dalam
usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung, mikroorganisme tersebut
berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin dan akibat toksin tersebut terjadi
hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare.
Sedangkan akibat dari diare akan terjadi beberapa hal sebagai berikut:
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari pemasukan (input),
merupakan penyebab terjadinya kematian pada diare.
c. Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita diare, lebih sering pada anak
yang sebelumnya telah menderita KKP. Hal ini terjadi karena adanya gangguan
penyimpanan/penyediaan glikogen dalam hati dan adanya gangguan absorbsi glukosa.
Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah menurun hingga 40 mg%
pada bayi dan 50% pada anak-anak.
d. Gangguan gizi
Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini disebabkan oleh:
Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau muntah
yang bertambah hebat.
Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengeluaran dan susu
yang encer ini diberikan terlalu lama.
Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi dengan
baik karena adanya hiperperistaltik.
Gangguan sirkulasi
diserap
DIARE
Kekurangan
Resiko syok
volume cairan
(Hipovolemik)
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan tinja
b. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah astrup, bila
memungkinkan dengan menentukan pH keseimbangan analisa gas darah atau
astrup, bila memungkinkan
c. Pemeriksaan kadar ureum dan creatinine untuk mengetahui fungsi ginjal
b. Pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum, untuk mengetahui jasad renik atau parasite
secara kuantitatif, terutama dilakukan pada klien diare kronik
G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan medis primer diarahkan pada pengontrolan dan menyembuhkan
penyakit yang mendasari
a. Untuk diare ringan, tingkatan masukan cairan per orla : mungking diresepkan glukosa
oral dan larutan elektrolit .
b. Untuk diare sedang, obat-obatan non-spesifik, difenoksilat (Lomotif) dan loperamide
(Imodium) untuk menurunkan motilitas dari sumber-sumber non-infeksius.
c. Diresepkan antimicrobial jika telah teridentifikasi preparat infeksius atau diare
memburuk
d. Terapi IV untuk hidrasi cepat, terutama untuk pasien yang sangat muda atau lansia
Penalaksanaan diare akut pada anak :
a. Rehidrasi sebagai prioritas utama terapi :
Ada 4 hal yang penting diperhatikan agar dapat memberikan rehidrasi yang cepat dan
akurat, yaitu :
Jenis cairan yang hendak digunakan
Pada saat ini cairan Ringer Laknat merupakan cairan pilihan karena tersedia
cukup banyak di pasaran meskipun jumlah kaliumnya rendah bila dibandingkan
dengan kadar kalium tinja. Bila RL tidak tersedia dapat diberikan NaCL isotonic
(0,9%) yang sebaiknya ditambahkan dengan 1 ampul Nabik 7,5 % 50 ml pada
setiap 1L NaCL isotonic. Pada keadaan diare akut awal yang ringan dapat
diberikan cairan oralit untuk mencegah dehidrasi dengan segala akibatnya.
Jumlah cairan yang hendak diberikan
Pada prinsipnya jumlah cairan pengganti yang hendak diberikan harus sesuai
dengan jumlah cairan yang keluar dari badan. Jumlah kehilangan cairan dari
badan dapat dihitung dengan cara/rumus.
ASUHAN KEPERAWATAN
H. PENGKAJIAN
1. Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan.
Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan. Kebanyakan kuman usus
merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini membantu menjelaskan penurunan
insidence penyakit pada anak yang lebih besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas
aktif mulai terbentuk. Kebanyakan kasus karena infeksi usus asimptomatik dan kuman
enteric menyebar terutama klien tidak menyadari adanya infeksi. Status ekonomi juga
berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan perawatannya .
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 kali sehari
b. Riwayat Penyakit Sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercampur lendir dan darah atau lendir saja. Konsistensi
encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari (diare akut), lebih dari 7
hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau kortikosteroid jangka
panjang (perubahan candida albicans dari saprofit menjadi parasit), alergi makanan.
d. Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa, porsi yang
diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu. kekurangan gizi pada anak
usia toddler sangat rentan,. Cara pengelolahan makanan yang baik, menjaga kebersihan
dan sanitasi makanan, kebiasan cuci tangan, .
e.Riwayat Kesehatan Lingkungan
Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan, lingkungan
tempat tinggal.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan mengecil, lingkar
kepala, lingkar abdomen membesar,
b. Keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran menurun.
Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada anak umur 1
tahun lebih
Mata : cekung, kering, sangat cekung
Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen, peristaltic
meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah, minum normal atau
tidak haus, minum lahap dan kelihatan haus, minum sedikit atau kelihatan bisa
minum
Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis
metabolic (kontraksi otot pernafasan)
Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi menurun pada
diare sedang.
Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu meningkat >
375 0 c, akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary refill time memajang
> 2 detik, kemerahan pada daerah perianal.
Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/ 24 jam ),
frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami stress yang
berupa perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap tindakan invasive respon
yang ditunjukan adalah protes, putus asa, dan kemudian menerima.
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium :
Feses kultur : Bakteri, virus, parasit, candida
Serum elektrolit : Hiponatremi, Hipernatremi, hipokalemi
AGD : asidosis metabolic ( Ph menurun, PO2 meningkat, PCO2 meningkat, HCO3
menurun )
Faal ginjal : UC meningkat (GGA)
Radiologi : mungkin ditemukan bronchopemoni
6. Analisa Data
NO. DATA ETIOLOGI MASALAH
1. DS : - Diare Kekurangan volume
DO : cairan b.d kehilangan
1. Frekuensi nadi Frekuensi BAB cairan aktif
meningkat
2. Nadi teraba lemah Hilang cairan dan elektrolit
3. TD menyempit berlebihan
4. Tekanan nadi
menyempit Gangguan keseimbangan
5. Turgor kulit menurun cairan dan elektrolit
6. Membran mukosa
kering Dehidrasi
7. Volume urin menurun
8. Hematokrit meningkat Kekurangan volume
DS : cairan
1. Merasa lemah
2. Mengeluh haus
DO :
1. Pengisian vena menurun
2. Status mental berubah
3. Suhu tubuh meningkat
4. Konsentrasi urin
meningkat
5. BB turun tiba-tiba
2. DS : - Diare Ketidakseimbangan
DO : nutrisi kurang dari
1. BB menurun min 10% Distensi abdomen kebutuhan b.d intake
di bawah rentang ideal makanan yang tidak
DS : Mual muntah adekuat
1. Cepat kenyang setelah
makan Nafsu makan menurun
2. Kram/nyeri abdomen
3. Nafsu makan menurun Ketidakseimbangan
DO : nutrisi kurang dari
1. Bising usu hiperaktif kebutuhan tubuh
2. Otot pengunyah lemah
3. Otot menelan lemah
4. Membran mukosa pucat
5. Sariawan
6. Serum albumin turun
7. Rambut rontoh
berlebihan
8. Diare
3. DS : - Diare Kerusakan integritas
DO : kulit b.d kekurangan
1. Kerusakan jaringan dan/ Frekuensi BAB volume cairan
atau lapisan kulit
DS : - Kerusakan integritas kulit
DO :
1. Nyeri
2. Perdarahan
3. Kemerahan
4. Hematoma
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d intake makanan yang tidak adekuat
3. Kerusakan integritas kulit b.d kekurangan volume cairan
J. INTERVENSI KEPERAWATAN
DAFTAR PUSTAKA
Doenges,ME, et all. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan; Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Ed.3. Jakarta:EGC
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intevensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP
PPNI
LAPORAN PENDAHULUAN
ANEMIA PADA ANAK
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan Anak
DISUSUN OLEH :
Nama : Dewi Melani
NIM : E.0105.18.011
Istilah anemia mendeskripsikan keadaan penurunan jumlah sel darah merah atau
konsentrasi hemoglobin dibawah nilai normal. Sebagai akibat dari penurunan ini,
kemampuan darah untuk membawa oksigen menjadi berkurang sehingga ketersediaan
oksigen untuk jaringan mengalami penurunan. Anemia merupakan kelainan patologik
yang paling sering dijumpai pada masa bayi dan kanak-kanak. Anemia adalah
berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah hemoglobin dalam 1 mm3 darah atau
berkurangnya volume sel yang didapatkan (packed red cells volume) dalam 100 ml
darah. Hal ini terjadi bila terdapat gangguan terhadap keseimbangan antara pembentukan
darah pada masa embrio setelah beberapa minggu dari pada masa anak atau dewasa.
Anemia adalah suatu kondisi di mana konsentrasi hemoglobin lebih rendah dari biasanya.
Kondisi ini mencerminkan kurangnya jumlah normal eritrosit dalam sirkulasi. 14 Anemia
dapat terjadi pada semua tahap kehidupan, tetapi lebih umum terjadi pada anak – anak
dan wanita hamil.
2. Etiologi
Hb berkurang
Anemia
Suplai O2 dan
nutrisi ke
Hipoksia
Gastrointestinal SSP Ganggua
Mekanism n perfusi
Penurunan kerja GI
e Reaksi antar jaringan
Anaerob saraf
Peristaltik Kerja
ATP berkurang
Menurun lambung
Pusing Resiko
menurun berkurang
cedera
Makanan Asam
Energi untuk
lambung Kelelahan
sulit dicerna membentuk
meningkat
konstipasi antibodi
Anoreksi Intolerans
berkurang
Resiko
a i aktivitas
Ketidak
Defisit infeksi
seimbangan nutrisi
perawatan
kurang dari
diri
kebutuhan tubuh
5. Pemeriksaan penunjang
- Jumlah pemeriksaan darah lengkap dibawah (Hemoglobin < 12g/dL, Hematokrit
<33%, dan sel darah merah )
- Feritin dan kadar besi serum rendah pada anemia defisiensi besi
- Kadar B12 serum rendah pada anemia pernisiosa
- Tes comb direk positif menandakan anemia hemolitik autoimun
- Hemoglobin elektroforesis mengidentifikasi tipe hemoglobin abnormal pada
penyakit sel sabit
- Tes schiling digunakan untuk mendiagnosa defisiensi vitamin B12
6. Penatalaksanaan
Tujuan dari terapi anemia adalah untuk identifikasi dan perawatan karena penyebab
kehilangan darah, dekstruksi sel darah atau penurunan produksi sel darah merah. Pada
pasien yang hipovelemik :
Pengkajian
1. Anamnesa
a. Identitas klien
Meliputi nama, inisial, jenis kelamin, umur, alamat, agama, pendidikan, pekerjaan,
no register, tanggal masuk rumah sakit, dan diagnosa medis
b. Keluhan utama
pada pasien anemia, pasien akan mengeluh lemah, pusing, adanya pendarahan,
kadang-kadang sesak nafas dan penglihatan kabur
c. Riwayat penyakit sekarang
pasien mengatakan lemah, letih dan lesu, pasien mengatakan nafsu makan menurun,
mual dan sering haus. ditemukan pasien tampak lemah, berat badan menurun, pasien
tidak mau makan/tidak dapat menghabiskan porsi makan, pasien tampak mual dan
muntah, bibir tampak kering dan pucat, konjungtiva anemis serta anak rewel.
d. Riwayat penyakit dahulu
Anemia juga bisa disebabkan karena adanya penggunaan sinar-X yang berlebihan,
penggunaan obatobatan maupun pendarahan. Untuk itu penting dilakukan anamnesa
mengenai riwayat penyakit terdahulu.
e. Riwayat penyakit keluarga
Kaji apakah didalam keluarga ada yang menderita penyakit yang sama dengan pasien
atau di dalam keluarga ada yang menderita penyakit hematologis.
2. Pemeriksaan fisik
pada anak dengan anemia agar dapat mendukung data subjektif yang diberikan dari
pasien maupun keluarga. Pemeriksaan fisik dilakukan dengan 4 cara yaitu :
inspeksi, auskultasi, palpasi dan perkusi secara head to toe
- kepala : pada anak dengan anemia didapatkan hasil rambut tampak kering, tipis,
mudah putus.
- Wajah : tampak pucat
- bibir tampak pucat
- Mata : konjungtiva anemis
- biasanya juga terjadi perdarahan pada gusi dan telinga terasa berdengung.
- leher dan dada ditemukan jugular venous pressure akan melemah, pasien tampak
sesak nafas ditandai dengan respiration rate pada kanak-kanak (5-11 tahun) berkisar
antara 20-30x per menit.
- Abdomen : akan ditemukan perdarahan saluran cerna, hepatomegali dan kadang-
kadang splenomegali. Namun untuk menegakkan diagnosa medis anemia, perlunya
dilakukan pemeriksaan lanjutan seperti pemeriksaan darah lengkap dan pemeriksaan
fungsi sumsum tulang.
Analisa Data
Data Etiologi Masalah
keperawatan
e. Sariawan
f. Serum albumin turun
g. Rambut rontok
berlebihan
h. Diare
Tanda Mayor Penurunan SDM Intoleransi aktivitas
Ds:
a. Mengeluh lelah
Hb berkurang
Do:
a. Frekuensi jantung meningkat
Anemia
>20% dari kondisi istirahat
Tanda Minor
Hipoksia
Ds:-
ATP berkurang
Kelelahan
Intoleransi aktivitas
Defisit perawatan diri
Diagnosa keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan konsentrasi
hemoglobin dalam darah
2. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan inadekuat
intake makanan
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan suplai dan kebutuhan
oksigen
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik
Intervensi keperawatan
No. Tujuan Intervensi Rasional
Dx
1. - Denyut nadi Observasi Observasi
perifer 1. Monitor 1. Untuk mendeteksi tanda-tanda
meningkat status bahaya.
- Penyembuh kardiopulmo 2. sebagai langkah awal pengkajian
an luka nal untuk melaksanakan intervensi
meningkat 2. Monitor selanjutnya.
- Sesasi status 3. Untuk memberikan hidrasi
meningkat oksigenasi cairan tubuh secara parenteral.
- Warna kulit (oksimetri 4. Berguna dalam menentukan
pucat nadi, AGD) apakah batang otak masih baik
menurun 3. Monitor mengingat, orientasi baik,
- Edema status cairan perbaikan respon motorik/sensor
perifer (masukan dan ik, pupil isokor, refleks.
menurun haluaran, 5. mengetahui asupan gizi yang
- Nyeri turgor kulit, masuk ke dalam tubuh anak.
ekstremitas CRT)
menurun 4. Monitor
- Tekanan tingkat
darah kesadaran
sistolik dan respon
membaik pupil
- Tekanan 5. Periksa
darah riwayat alergi Terapeutik
diastolitk
membaik Terapeutik 1. untuk mempertahankan jalan
- Tekanan nafas tetap paten
1. Berikan
darah arteri 2. merupakan terapi defenitif pada
oksigen
rata-rata klien kritis yang mengalami
untuk
membaik hipoksemia
mempertahan
kan saturasi 3. untuk memberikan cairan
oksigen 4. Meningkatkan kekuatan otot
>94% ginjal dan fungsi bladder
2. Persiapkan 5. agar keluarga/pasien mengetahui
intubasi dan sebelum melakukan tindakan
ventilasi
mekanis, jika
perlu
3. Pasang jalur
IV, jika perlu
4. Pasang
kateter urine
untuk menilai
produksi
urine, jika
perlu
5. Lakukan skin
test untuk
mencegah Edukasi
reaksi alergi 1. Untuk mengetahui adanya
tanda-tanda dehidrasi dan
Edukasi
mencegah syok hipovolemik
1. Jelaskan 2. Untuk mengetahui adanya tanda-
penyebab/fak tanda syok
tor risiko 3. Agar pasien merasa nyaman
syok 4. Mengganti cairan dan elektrolit
2. Jelaskan yang hilang secara oral.
tanda dan 5. ntuk memberikan tindakan
gejala awal keperawatan mengatasi mual
syok muntah
3. Anjurkan
melapor jika
menemukan/
merasakan
tanda dan
gejala awal
syok
4. Anjurkan
memperbany
ak asupan
cairan oral Kolaborasi
5. Anjurkan
1. Cairan intravena diperlukan
menghindari
untuk mengatasi kehilangan
alergen
cairan tubuh secara hebat
2. diberikan jika kadar Hb kurang
Kolaborasi dari 6 gr/dl atau bila anak
1. Kolaborasi terlihat lemah
pemberian 3. Untuk mengetahui adanya
IV, jika perlu tanda-tanda dehidrasi
2. Kolaborasi
pemberian
transfusi
darah, jika
perlu
3. Kolaborasi
pemberian
antiinfalamas
i, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan
posisi duduk,
jika mampu
2. Ajarkan diet
yang di
programkan Edukasi
Edukasi
1. Anjurkan
melakukan
perawatan
diri secara
konsisten
sesuai
kemampuan
DAFTAR PUSTAKA
Disusun oleh :
Sania nur saadah ( E.0105.18.034 )
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BUDI LUHUR CIMAHI
TAHUN 2021
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Konsep Penyakit
1. Pengertian
Thypus Abdominalis merupakan penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang
disebabkan oleh salmonellathypi. Penyakit ini ditandai oleh panas
berkepanjangan, ditopang dengan bakteremia tanpa keterlibatan struktur
endothelia atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi kedalam sel
fagosit monocular dari hati, limpa, kelenjar limfe usus dan peyer’spatch dan
dapat menular pada orang lain melalui makanan atau air yang
terkontaminasi (Nurarif & Kusuma, 2015)
Thypus Abdominalis adalah suatu penyakit infeksi akut pada usus halus
dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran
pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran.(Nursalam, 2005)
Thypus Abdominalis adalah suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan
oleh salmonella thypi yang masih dijumpai secara luas diberbagai negara
berkembang yang terutama terletak didaerah tropis dan subtropis.
(Simanjuntak,2009)
2. Etiologi
Salmonellatyphi sama dengan salmonella yang lain adalah bakteri gram
negative, mempunyai flagella, tidak berkapsul, tidak membentuk spora, fakultatif
anaerob. Mempunyai antigen somatic (O) yang terdiri dari ologoskarida, flagelar
antigen (H) yang terdiri dari protein dan envelope antigen (K) yang terdiri dari
polisakarida kompleks yang membentuk lapis luar dari dinding sel dan
dinamakan endotoksin. Salmonellatyphi juga dapat memperoleh plasmid faktor
R yang
berkaitan dengan resistensi terhadap multipleantibiotic (Nurarif & Kusuma,
2015)
3. Patofisiologi
Infeksi terjadi pada saluran pencernaan. Basil diserap diusus halus melalui
pembuluh limfe lalu masuk kedalam peredaran darah sampai diorgan-organ lain,
terutama hati dan limfa. Basil yang tidak dihancurkan berkembang biak dalam
hati dan limfe sehingga organ-organ tersebut akan membesar (hipertropi) disertai
nyeri pada perabaan, kemudian basil masuk kembali kedalam darah (bakteremia)
dan menyebar keseluruh tubuh terutama kedalam kelenjar limfoid usus halus,
sehingga menimbulkan tukak berbentuk lonjong pada mukosa diatas plak peyeri.
Tukak tersebut dapat menimbulkan perdarahan dan perforasi usus. Gejala
demam disebabkan oleh endotoksin, sedangkan gejala pada saluran pencernaan
disebabkan oleh kelainan pada usus (Susilaningrum, Nursalam, & Utami, 2013)
4. Tanda dan gejala
a. Gejala pada anak : inkubasi antara 5-40 hari dengan rata-rata 10-14 hari
b. Demam meninggi sampai akhir minggu pertama
c. Demam turun pada minggu ke empat, kecuali demam tidak tertangani akan
menyebabkan syok, stupor, dan koma
d. Ruam muncul pada hari ke 7-10 hari dan bertahan selama 2-3 hari
e. Nyeri kepala, nyeri perut
f. Kembung, mual, muntah, diare, konstipasi
g. Pusing, bradikardi, nyeri otot
h. Batuk
i. Epiktaksis
j. Lidah yang berselaput
k. Hepatomegali, splenomegali, meteorismus
l. Gangguan mental berupa somnolen
m. Delirium atau psikosis
n. Dapat timbul gejala yang tidak tipikal terutama pada bayi muda sebagai
penyakit demam akut dengan disertai syok dan hipotermia
5. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan darah perifer lengkap
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit
normal. Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder
b. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah
sembuh. Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan penanganan
khusus
c. Pemeriksaan uji widal
Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibody terhadap bakteri
salmonellatyphi. Uji widal dimaksudkan untuk menentukan adanya
agglutinin dalam serum penderita demam tifoid. Akibat adanya infeksi oleh
salmonellatyphi maka penderita membuat antibody (agglutinin)
d. Kultur
1) Kultur darah : bisa positif pada minggu pertama
2) Kultur urine : bisa positif pada akhir minggu kedua
3) Kultur feses : bisa positif dari minggu kedua hingga minggu ketiga
e. Anti salmonella typhiig M
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi secara dini infeksi akut
salmonellatyphi, karena antibodyigM muncul pada hari ke3 dan 4 terjadinya
demam (Nurarif & Kusuma, 2015)
6. Komplikasi
a. Pendarahan usus. Bila sedikit, hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan
tinja dengan benzidin. Jika perdarahan banyak, maka terjadi melena yang
dapat disertai nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan.
b. Perforasi usus. Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setelahnya dan
terjadi pada bagian distal ileum.
c. Peritonitis. Biasanya menyertai perforasi, tetapi dapat terjadi tanpa perforasi
usus. Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut hebat, dinding
abdomen tegang, dan nyeri tekan
d. Komplikasi diluar usus. Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis,
yaitu meningitis, kolesistisis, ensefalopati, dan lain-lain (Susilaningrum,
Nursalam, & Utami, 2013)
7. Penatalaksanaan
a. Non farmakologis
1) Bedrest
2) Diet : diberikan bubur saring kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi
sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien. Diet berupa makanan rendah
serat
b. Farmakologis
1) Kloramfenikol, dosis 50 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3-4 kali pemberian,
oral atau IV selama 14 hari
2) Bila ada kontraindikasi kloramfenikol diberikan ampisilin dengan dosis
200 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian IV saat belum
dapat minum obat, selama 21 hari, atau amoksisilin dengan dosis 100
mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali, pemberian oral/IV selama 21 hari
kotrimoksasol dengan dosis (tmp) 8 mg/kgBB/hari terbagi dalam 2-3 kali
pemberian, oral selama 14 hari
3) Pada kasus berat, dapat diberi ceftriaxone dengan dosis 50 mg/kgBB/hari
dan diberikan 2 kali sehari atau 80 mg/kgBB/hari, sekali sehari,
intravena, selama 5-7 hari
4) Pada kasus yang diduga mengalami MDR, maka pilihan antibiotic adalah
meropenem, azithromisin dan fluoroquinolon
8. Konsep Tumbuh Kembang
Pertumbuhan dan perkembangan merupakan dua proses yang saling
berkesinambungan. Pertumbuhan adalah proses bertambahnya ukuran berbagai
organ disebabkan karena peningkatan ukuran dari masing – masing sel dalam
kesatuan sel pembentuk organ tubuh sedangkan perkembangan adalah suatu
proses pematangan majemuk yang berhubungan dengan aspek diferensiasi
bentuk atau fungsi termasuk perubahan sosial dan emosi.Pertumbuhan dan
perkembangan anak dibagi beberapa kelompok usia yaitu:
a. Usia Infant
Masa infant terdiri dari masa neonatus (lahir sampai 4 minggu) dan masa
bayi (4 minggu sampai 1 tahun). Pertumbuhan fisik yang terjadi adalah saat
lahir berat badannya 2500 - 3500 gram, panjang badan 47 -52 cm, lingkar
kepala 33 - 35 cm, lingkar dada 30 - 38 cm. Pada akhir tahun pertama terjadi
kenaikan panjang badan 25 cm dan berat badan 1,5 - 2 kg setiap tahun,
eontanel sudah menutup pada usia 2 bulan dan mulai tumbuh gigi pada usia 6
- 7 bulan.
Pada masa ini merupakan periode vital untuk mempertahankan hidup dan
agar dapat melaksanakan perkembangan selanjutnya. Karena pada saat ini
terjadi apa yang disebut sebagai belajar untuk belajar secara maksimal. Oleh
para ahli dikatakan bahwa semakin banyak rangsangan yang tepat diberikan
pada bayi disaat yang tepat pula, akan makin besar pula kemungkinan bayi
untuk lebih cerdas.
Perkembangan psikoseksual anak berada pada tahap fase oral.Daerah
pokok kegiatan dinamakan adalah mulut karena dipandang sebagai sumber
kenikmatan yang dapat berasal dari makanan atau minuman pada saat disusui
atau disuapi. Pada masa ini anak anak berada pada tahap kepercayaan versus
ketidakpercayaan.Timbulnya kepercayaan dasar diawali dari tahap sensorik
oral yang ditandai dengan bayi tidur tenang dan nyenyak, menyantap
makanan atau minuman dengan nikmat dan defekasi dengan mudah dan
lancar.
Untuk perkembangan motorik, bayi sudah dapat telungkup dan kembali
pada posisi semula, dapat duduk dengan kepala dan punggung tegak, mampu
memegang tangan dan memandangnya, bayi sudah dapat mencoba meraih
objek dengan tangan dan menggenggam objek.Untuk perkembangan sensori
secara visual dapat mengikuti objek yang dijatuhkan, dapat melokalisasi
bunyi yang dibuat diatas telinga dan mempunyai kesukaan rasa.Untuk
perkembangan bahasa, bayi dapat tertawa keras dan menjerit, mulai
mengikuti bunyi – bunyian, dan berespon terhadap perintah verbal.Untuk
perkembangan sosialisasi dan kognitif bayi mulai mengenal wajah / objek
dan menunjukkan kewaspadaan terhadap situasi asing.Untuk perkembangan
moral, pada masa ini tingkah laku didominasi oleh dorongan naluriah dan
tidak bisa dinilai sebagai tingkah laku bermoral atau tidak.
b. Usia Toddler
Masa toddler merupakan masa umur antara 1 – 3 tahun. Pada
pertumbuhan fisik dapat dinilai penambahan berat badan sebanyak 2,2 kg
pertahun dan tinggi badan akan bertambah 7,5 cm pertahun. Proporsi tubuh
berubah yaitu lengan dan kaki tumbuh lebih cepat dari pada kepala dan
badan. Lingkar kepala meningkat 2,5 cm pertahun dan fontanel anterior
menutup pada usia 15 bulan.
Perkembangan psikoseksual anak berada pada tahap fase anal yang
ditandai dengan perkembangan kepuasan dan tidakkepuasan disekitar
eliminasi, tugas perkembangan yang paling penting adalah latihan kebersihan
atau toilet training. Anak juga berada pada fase kemandirian versus perasaan
malu dan keragu raguan yaitu anak secara bertahap berusaha belajar
mengendalikan diri. Apabila ia tidak diberikan kesempatan dan terlalu
banyak dikendalikan dari luar akan timbul bibit rasa malu dan ragu yang
berlebihan.
Untuk perkembangan motorik anak dapat berjalan sendiri dengan jarak
kaki lebar, merayap pada tangga, membangun menara dari dua balok,
membuka kotak, dan membalik halaman buku.Pada perkembangan moral
anak berada pada tahap prakonvensional yaitu anak mempunyai konsep
tentang benar dan salah terbatas dan orang tua mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap perkembangan kesadaran anak.
c. Usia Pra Sekolah
Masa pra sekolah dimulai pada usia 3 - 5 tahun. Berat badan bertambah
1,5 - 2,5 kg pertahun, tinggi badan bertambah 7,5 cm pertahun, pada masa ini
mulai terjadi pergantian gigi susu ke gigi permanan. Masa pra sekolah
disebut juga ”usia bermain” dimana permainan memegang peran penting
dalam kehidupan anak.
Perkembangan psikoseksual anak berada pada tahap fase falik yaitu anak
menganggap kelamin sebagai daerah organ terpenting.Sebagai pusat
dinamika perkembangan adalah perasaan seksual dan agresif karena mulai
berfungsinya alat kelamin.Anak juga berada pada fase kanak - kanak yang
ditandai dengan anak mulai mengucapkan kata - kata hingga timbulnya
kebutuhan terhadap kawan bermain.
Anak berada pada tahap inisiatif versus rasa bersalah pada tahap ini
dimana anak sangat aktif dan banyak bergerak serta mulai mengembangkan
kemampuan untuk hidup bermasyarakat dan ditandai dengan adanya
keseimbangan adanya perkembangan fisik dan psikologis.
Untuk perkembangan motorik anak sudah dapat melompat, mengendarai
sepeda roda tiga, membangun menara dari sepuluh kubus, menggambar,
menggunting dan mengikat tali sepatu. Dalam hubungannya dengan keluarga
anak berusaha menyesuaikan diri dengan permintaan mereka dan berusaha
menyenangkan orang tua.
d. Usia Sekolah
Masa ini dimulai pada anak usia 6 – 12 tahun. Pada usia inin penambahan
berat badan dan pertumbuhan berlanjut dengan lambat. Tinggi badan
bertambah sedikitnya 5 cm pertahun.Pada anak laki – laki penambahan tinggi
badan lambat dan berat badan cepat, sedangkan pada anak perempuan mulai
tampak perubahan pada daerah pubis.
Perkembangan psikoseksual anak berada pada tahap fase laten yaitu anak
harus berhadapan dengan berbagai tuntutan sosial, misal pelajaran sekolah,
hubungan kelompok sebaya. Pada fase ini anak lebih mudah dididik dari
pada fase sebelumnya ataupun sesudahnya. Menurut Sullivan, anak pada fase
juvenile yaitu anak mulai tunduk pada otoritas diluar keluarga dan mulai
belajar bersaing serta bekerja sama dengan teman sebaya.
Pada masa ini anak anak berada pada tahap berkarya versus rasa rendah
diri.Anak berusaha merebut perhatian dan penghargaan atas
karyanya.Timbulnya rasa rendah diri apabila dirinya kurang mampu
dibanding temannya. Untuk perkembangan mental, anak sudah mampu
menggambarkan objek umum dengan mendetail, tidak semata mata
pengguaannya dan mampu mengenal waktu, tanggal, hari dan bulan.Untuk
personal sosial anak lebih dapat bersosialisasi dan tertarik pada hubungan
laki - laki perempuan tetapi tidak terikat.
e. Usia Remaja
Masa ini dimulai pada usia 12 – 18 tahun. Menurut Sullivan, masa remaja
dibagi menjadi 3 kelompok yaitu masa praremaja (12 – 14 tahun), remaja
awal (14 – 17 tahun) dan remaja akhir (17 – 20).
Masa remaja diawali dengan pertumbuhan yang cepat dimana tinggi badan
anak bertambah 10 cm pertahun.Dan terjadi penumpukan jaringan lemak
dibawah kulit sehingga berat badan bertambah.Pada wanita, lemak banyak
terdapat pada daerah panggul, buah dada dan anggota gerak.Sedangkan pada
anak laki - laki terjadi pembesaran penis, testis dan skrotum.Kemudian
tumbuh rambut pada pubis, disusul dengan perubahan suara.
Perkembangan psikis pada usia praremaja adalah minat bermain
menghilang, menunjukkan rasa malu, dan sulit diberi tanggung jawab serta
membentukkelompok dan sangat setia dengan kelompoknya. Pada usia
renaja awal, dorongan nafsu seksual semakin besar dan emosi lebih dominan
dari pada rasio. Untuk usia remaja akhir mulai muncul sikap pertimbangan
dan pengambilan keputusan berdasarkan kekuatan diri sendiri, mudah
tersinggung, mudah kasihan, mudah bertindak kejam, mudah terharu dan
mudah marah.
Perkembangan psikoseksual anak berada pada tahap fase pubertas dan
menurut Erikson anak berada pada tahap identitas versus kekacauan identitas
atau difusi peran. Orang tua sebagai figur identifikasi mulai luntur dan
mencari figur lain.
9. Konsep Hospitalisasi
a. Masa Infant (0 sampai 1 tahun)
Dampak dari perpisahan dengan orang tua dapat menimbulkan adanya
gangguan pembentukan rasa percaya dan kasih sayang. Pada anak usia lebih
dari enam bulan terjadi kecemasan apabila berhadapan dengan orang yang
tidak dikenalnya dan cemas karena perpisahan. Reaksi yang muncul pada
anak ini adalah menangis, marah, dan banyak melakukan gerakan sebagai
sikap kecemasannya.
b. Masa Toddler (1 sampai 3 tahun)
Anak usia toddler bereaksi terhadap hospitalisasi sesuai dengan sumber
stresnya. Stress yang utama adalah cemas akibat perpisahan. Respon perilaku
anak sesuai denagn tahapannya yaitu tahap protes, putus asa, dan
pengingkaran (denial). Pada tahap protes perilaku yang ditunjukkan adalah
menangis kuat, menjerit memanggil orang tua atau menolak rnbvs
ede2bf5ditunjukan adalahmenangis berkurang, anak tidak aktif, kurang
menunjukkan minat untuk bermain dan makan, sedih dan apatis.Pada tahap
pengingkaran yang ditunjukan adalah mulai menerima perpisahan membina
hubungan secara dangkal, dan anak mulai terlihat menyukai lingkunganya.
c. Masa Pra Sekolah (3 sampai 5 tahun)
Reaksi terhadap perpisahan yang ditunjukkan anak usia prasekolah adalah
dengan menolak makan, sering bertanya, menangis walaupun secara berlahan
dan tidak kooperatif terhadap tenaga kesehatan. Perawatan di rumah sakit
juga membuat anak kehilangan kontrol terhadap dirinya.Perawatan di rumah
sakit mengharuskan adanya pembatasan aktivitas anak sehingga anak merasa
kehilangan kekuatan dirinya.Ketakutan terhadap perlukaan muncul karena
anak mengganggu tindakan dan prosedur yang dapat mengancam integritas
tubuhnya.
d. Masa Sekolah (6 sampai 12 tahun)
Perawatan anak di rumah sakit memaksa anak berpisah dari lingkungan
yang dicintainya yaitu keluarga dan terutama kelompok sosialnya dan
menimbulkan kecemasan dan kehilangan kontrol.Kehilangan kontrol tersebut
berdampak pada perubahan peran dalam keluarga dan anak juga dapat
kehilangan kelompok sosialnya. Reaksi terhadap perlukaan atau rasa nyeri
akan ditunjukkan dengan ekspresi baik secara verbal maupaun non verbal.
Karena anak sudah mampu mengkomunikasikanya.
d. Sistem kardiovaskuler
Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relatif, hemoglobin rendah.
e. Sistem integumen
Kulit kering, turgor kullit menurun, muka tampak pucat, rambut agak kusam
f. Sistem gastrointestinal
Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor (khas), mual,
muntah, anoreksia, dan konstipasi, nyeri perut, perut terasa tidak enak,
peristaltik usus meningkat.
g. Sistem muskuloskeletal
Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan.
h. Sistem abdomen
Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan konsistensi
lunak serta nyeri tekan pada abdomen. Pada perkusi didapatkan perut
kembung serta pada auskultasi peristaltik usus meningkat.
3. Diagnosa keperawatan
a. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (infeksi)
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (infeksi)
c. Defisit nutrisi berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
d. Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas traktus gastrointestinal
4. Intervensi Keperawatan
Daftar Pustaka
Dosen Pembimbing
Windasari Aliarosa, S.Kep.,Ners.,MAN
Disusun oleh
Yusrizal Pamungkas (E010518042)
PRODI D III KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BUDI LUHUR CIMAHI
2021
A. Definisi
Dengue Haemoragic Fever ( DHF ) merupakan suatu infeksi akut yg disebabkan oleh
adanya arbovirus (arthropodbom virus) & ditularkan melalui gigitan dari nyamuk Aedes
(Aedes albopictus & Aedes aegypti) (ngastiyah, 2005). DHF ( Dengue Haemoragic
Fever ) Suatu penyakit infeksi yg umumnya disebabkan oleh virus dengue dengan
manifestasi klinis yaitu demam, nyeri otot & juga adanya nyeri sendi yang disertai
dengan adanya lekopenia, ruam, trombositopenia, limfadenopati, & diastesis haemoragic
(Suhendro, dkk, 2007). Demam berdarah dengue merupakan suatu penyakit demam akut
yang umumnya di sebabkan oleh 4 type serotipe virus dengue & ditandai dengan adanya
4 gejala klinis utama yakni demam yg tinggi, manifestasi sebuah perdarahan,
hepatomegali, dan beberapa tanda kegagalan sirkulasi hingga timbulnya sebuah renjatan
( sindrom renjatan dengue) sebagai akibat dari adanya suatu kebocoran plasma yg dapat
menyebabkan sebuah kematian.
B. Etiologi
Penyakit demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam
arboviruses ( virus yang ditularkan melalui gigitan nyamuk ashtropod )
Penyakit demam berdarah dengue ditularkan oleh nyamuk aedes aegypti yang banyak
ditemukan dan hampir selalu menggigit di dalam rumah pada waktu siang hari.
Demam biasanya terjadi dengan cara yang mendadak berlangsung dalam waktu 2 – 7
hari kemudian kembali turun menuju suhu yg normal atau bisa lebih rendah. Diikuti
dengan berlangsung demam, beberapa gejala klinik yang tidak spesifik dapat muncul
misalnya anoreksia, adanya nyeri punggung , nyeri tulang dan pula nyeri persediaan,
nyeri kepala serta rasa lemah juga dapat menyertainya.
2. Perdarahan
Demam atau riwayat demam akut antara 2-7 hari, biasanya bersifat bifasik.
Tanda gejala perdarahan yang biasanya berupa:
← - uji tourniquet positif
← - petekie, ekimosis, atau purpura
← - perdarahan mukosa ( epistaksis, perdarahan gusi), saluran cerna, tempat
bekas suntikan
← - hematemesis atau melena
3. Renjatan (Syok)
Syok umumnya dapat terjadi pada hari ke 3, dimulai dengan beberapa tanda
kegagalan sirkulasi yakni kulit terasa lembab, merasa dingin pada ujung hidung, jari
tangan, jari kaki serta adanya sianosis disekitar mulut. Apabila syok terjadi ketika
masa demam maka biasanya akan menunjukan prognosis yang amat buruk.
D. Patofisiologi
Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami
keluhan dan gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri
otot, pegal seluruh badan, hiperemi ditenggorokan, timbulnya ruam dan kelainan
yang mungkin muncul pada system retikuloendotelial seperti pembesaran
kelenjar-kelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam pada DHF disebabkan
karena kongesti pembuluh darah dibawah kulit.
Fenomena patofisiologi yang menentukan berat penyakit dan membedakan DF
dan DHF ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat
anafilaktosin, histamin dan serotonin serta aktivasi system kalikreain yang
berakibat ekstravasasi cairan intravaskuler. Hal ini berakibat berkurangnya
volume plama, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi
dan renjatan.
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstravaskuler ibuktikan dengan
ditemukannya cairan dalam rongga serosa, yaitu dalam rongga peritoneum,
pleura dan perikard. Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat
kehilangan plasma, bila tidak segera teratasi akan terjadi anoxia jaringan,
asidosis metabolic dan kematian. Sebab lain kematian pada DHF adalah
perdarahan hebat. Perdarahan umumnya dihubungkan dengan trombositopenia,
gangguan fungsi trombosit dan kelainan fungsi trombosit.
Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses imunologis
terbukti dengan terdapatnya kompleks imun dalam peredaran darah. Kelainan
system koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan hati yang fungsinya
memang tebukti terganggu oleh aktifasi system koagulasi. Masalah terjadi
tidaknya DIC pada DHF/ DSS, terutama pada pasien dengan perdarahan hebat.
E. Pemeriksaan penunjang
1. Darah
G. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi dari penyakit demam berdarah diantaranya :
1. Perdarahan yang luas.
2. Mengalami shock atau renjatan.
3. Mengalami effuse pleura
4. Mengalami penurunan tingkat kesadaran.
3. Analisa data
No Data Etiologi Masalah
1 Ds: - Virus dengue Hipertermia
Do:
1. Suhu tubuh diatas nilai Reaksi antigen-antibody
normal
2. Kulit merah Viremia
3. Kejang
4. Takikardi Mengeluarkan zat
5. Takipnea mediator
6. Kulit terasa hangat
Merangsang hipotalamus
anterior
Hipertermia
2 Ds: Virus dengue Hipovolemia
1. Merasa lemah
2. Mengeluh haus Reaksi antigen-antibody
Do:
1. Frekuensi nadi Mengeluarkan zat
meningkat mediator
2. Nadi teraba lemah
3. Tekanan darah menurun Peningkatan permeabilitas
4. Tekanan nadi menyempit dinding pembuluh darah
5. Turgor kulit menurun
6. Membran mukosa kering Kebocoran plasma
7. Volume urin menurun
8. Hematokkrit meningkat Darah berpindah ke
9. Pengisian vena menurun ektravaskuler
10. Status mental berubah
11. Suhu tubuh meningkat Kekurangan volume
12. Konsentrasi urin cairan
meningkat
13. Berat badan turun tiba-
tiba
3 Ds: Virus denguen Defisit nutrisi
1. Cepat kenyang setelah
makan Reaksi antigen-antibody
2. Kram/nyeri abdomen
3. Nafsu makan menurun Viremia
Do:
1. Berat badan menurun Mual
minimal 10% di bawah
rentang ideal Nafsu makan menurun
2. Bising usus hiperaktif
3. Otot pengunyah lemah Intake inadekuat
4. Otot menelan lemah
5. Membran mukosa pucat Ketidakseimbangan
6. Sariawan nutrisi
7. Serum albumin turun
8. Rambut rontok
berlebihan
9. Diare
4 Ds: Virus dengue Nyeri akut
1. Mengeluh nyeri
Do: Reaksi antigen-antibody
1. Tampak meringis
2. Bersikap protektif Viremia
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi Merangsang saraf
meningkat simpatis
5. Sulit tidur
6. Tekanan darah Diteruskan keujung
saraf bebas
meningkat
7. Pola napas berubah
8. Nafsu makan berubah Nyeri otot
9. Proses berfikir terganggu
10. Menarik diri Nyeri akut
11. Berfokus pada diri
sendiri
12. Diaforesis
5 Faktor risiko Risiko perdarahan
1. Aneurisma
2. Gangguan
gastrointestinal
3. Gangguan fungsi hati
4. Komplikasi kehamilan
5. Komplikasi pasca partum
6. Gangguan koagulasi
7. Efek agen farmakologis
8. Tindakan pembedahan
9. Trauma
10. Kurang terpapar
informasi tentang
pencegahan perdarahan
11. Proses keganasan
6 Faktor risiko Risiko syok
1. Hipoksemia
2. Hipoksia
3. Hipotensi
4. Kekurangan volume
cairan
5. Sepsis
6. Sindrom respon
inflamasi siskemik
4. Diagnosa keperawatan
1. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme
2. Hipovolemia berhubungan dengan kekurangan intake cairan
3. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
5. Risiko perdarahan d.d gangguan koagulasi
6. Risiko syok d.d kekurangan volume cairan
5. Intervensi keperawatan
No Dx kep Tujuan Intervensi Rasional
1 Hipertermia Setelah dilakukan Observasi Observasi
b.d tindakan 1. Identifikasi penyebab 1. Untuk
mengetahui
peningkatan keperawatan hipertermi
adanya reaksi
laju selama ...x24 jam 2. Monitor suhu tubuh infeksi
2. Peningkatan
metabolisme maka
suhu tubuh
termoregulasi bisa menjadi
stimulus
membaik dengan
perubahan
kriteria hasil : cairan yang
dapat
1. Menggigil
mengganggu
menurun control dari
sistem syaraf
2. Kullit merah
pusat
menurun Terapeutik
3. Kejang
Terapeutik
3. Membantu
menurun 1. Sediakan lingkungan meningkatkan
kondisi
4. Akrosianosis yang dingin
penyembuhan
menurun klien
5. Vasokontriksi
perifer Edukasi
1. Untuk
menurun Edukasi mempertahan
6. Pucat menurun 1. Anjurkan tirah kan kondisi
fisiologis dan
7. Takikardi baring menghilangka
menurun n stress pada
otot-otot
8. Takipnea
tubuh
menurun
Kolaborasi
9. Bradikardia
menurun 1. Untuk
Kolaborasi memberikan
10.Hipoksia
1. Kolaborasi pemberian sejumlan
menurun
cairan dan elektrolit cairan
11.Suhu tubuh
intravena , jika perlu kedalam
membaik
12.Suhu kulit tubuh pasien
membaik
13.Kadar glukosa
tubuh
membaik
14.Ventilasi
membaik
15.Tekanan darah
membaik
2 Hipovolemia Setelah dilakukan Observasi Observasi
b.d tindakan 1. monitor intake dan 1. untuk
output cairan membantu
kekurangan keperawatan dalam
intake cairan selama ...x24 jam menganalisa
keseimbangan
maka status cairan cairan dan
membaik dengan derajat
kekurangan
kriteria hasil: cairan
1. Asupan cairan Terapeutik
Terapeutik : 1. untuk
meningkat 1. hitung kebutuhan
2. Keluaran urine mengetahui
cairan kebutuhan
meningkat
3. Kelembaban cairan pada
membran pasien
mukosa Edukasi
meningkat Edukasi 1. untuk
4. Asupan 1. anjurkan menambah
makanan memperbanyak asupan cairan
meningkat asupan cairan oral pada tubuh
5. Edema
menurun kolaborasi
6. Dehidrasi kolaborasi 1. untuk
menurun 1. kolaborasi membantu
7. Asites menurun pemberian cairan IV kebutuhan
8. Konfusi cairan dalam
menurun tubih
9. Tekanan darah
membaik
10.Denyut nadi
radial
membaik
11.Tekanan arteri
rata-rata
membaik
12.Membran
mukosa
membaik
13.Mata cekung
membaik
14.Turgor kulit
membaik
15.Berat badan
membaik
3 Defisit nutrisi Setelah diberikan Observasi Observasi
b.d asuhan 1. identifikasi status 1. untuk
keperawatan nutrisi mengetahui
ketidakmamp selama ...x 24 kekurangan
uan mencerna jam diharapkan 2. Identifikasi nutrisi pasien
kebutuhan kalori 2. untuk
status nutrisi
makanan membaik dengan dan jenis nutrisi mengontrol
kriteria hasil : kadar
1. porsi makan kebutuhan
kalori dan
yang dihabiskan jenis nutrisi
3. Monitor asupan 3. untuk
meningkat makanan memantau
2. kekuatan otot asupan
makanan
mengunyah pada pasien
agar dapat
meningkat
memilih
3. kekuatan otot makanan
yang dapat
menelan dikonsumsi
meningkat oleh pasien
kolaborasi
Kolaborasi 1. untuk
1. Kolaborasi menentukan
dengan ahli gizi jumlah kalori
dan jenis
nutrisi yang
di butuhkan
4 Nyeri akut Setelah Observasi Observasi
b.d agen dilakukan 1. Identfikasi 1. Nyeri merupakan
tindakan Lokasi, pengalaman
pencdera
keperawatan karakteristik, subyektif dan
fisiologis selama ...x24 durasi, frekuensi, harus dijelaskan
kualitas dan oleh klien
jam maka tingkat
identifikasi
nyeri menurun intensitas nyeri
karakteristik nyeri
dengan kriteria merupakan suatu
hasil: hal yang amat
B. kemampuan penting untuk
menuntaskan memilih intervensi
aktivitas dari terapi yang
meningkat diberikan
C. Keluhan nyeri
menurun 2. Untuk
D. Meringis menentukan
menurun kualitas nyeri
E. Muntah yang dirasakan
menurun 2. Identifikasi skala
F. Mual menurun nyeri
3. Tindakan ini
G. Frekuensi nadi merupakan
membaik identifikasi
H. Pola napas mengkaji rasa
membaik 3. Identifikasi respon
nyeri yang
I. Tekanan darah nyeri non verbal
dirasakan klien
membaik
Terapeutik
1. Istirahat akan
menurukan O2
jaringan perifer
Terapeutik sehingga akan
1. Fasilitasi istirahat meningkatkan
tidur suplai darah ke
jaringan
2. Tindakan ini
merupakan
memungkinkan
klien untuk
2. Berikan tekhnik mendapatkan rasa
farmakologis untuk kontrol terhadap
mengurangi rasa nyeri
nyeri
Edukasi
1. Memberikan
tekhnik dikstrasi,
relaksasi dapat
Edukasi menurunkan
1. Jelaskan strategi stimulus internal
meredakan nyeri yang dapat
memblok nyeri
2. Analgetik
memblok lintasan
nyeri sehingga
nyeri akan
berkurang
2. Anjurkan
menggunakan
analgetik secara Kolaborasi
cepat 1. Agen-agen ini
secara sistematik
menghasilkan
relaksasi umum
Kolaborasi menurunkan
1. Kolaborasi inflamasi
pemberian analgetik
bila perlu
DAFTAR PUSTAKA
PPNI( 2018 ). Standar Luaran Keperawatan Indonesia ( SLKI ), Edisi I. Jakarta
PPNI.2018.Standar Intervensi Keperawatan Indonesia(SIKI) Edisi Cetakan
II.Jakarta
PPNI.2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia(SDKI) Edisi I Cetakan
III(Revisi).Jakarta
NANDA NICNOC. North American Nursing Diagnosis Association. Edisi revisi
jilid 1. jogjakarta
Laporan Pendahuluan
Ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah Keperawatan
Anak
Dosen pembimbing :
Ns. Winda Aliarosa, S.kep.Ners., MAN
Disusun oleh:
Anwar Fauzi Nugraha (E.0105.18.005)
A. PENGERTIAN
Difteria adalah suatu infeksi akut yang mudah menular dan yang diserang
terutama saluran pernapasan bagian atas dengan tanda khas timbulnya
pseudomembran (Ngastiyah, 2005).
Difteri adalah suatu infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri penghasil racun
(Detik Health).
Difteri adalah suatu infeksi yang akut yang disebabkan oleh bakteri penghasil
toksik corynebacterium diphteriae (Medicas).
B. ETIOLOGI
C. PATOFISIOLOGI
Corynebacterium diphteriae
Paparan
DIFTE informasi kurang
RI
Hipotalamus Inflamasi KURANG
PENGETAHUAN
PG naik Peningkatan secret
di paru-paru
Suhu naik HIPERTERMI
BERSIHAN JALAN
Obstruksi
NAPAS TIDAK
Metabolisme
EFEKTIF
meningkat Sesak Napas ANSIETAS
Asupan kurang
BB turun
KETIDAKSEIMBANGAN
NUTRISI KURANG DARI
KEBUTUHAN TUBUH
E. MANIFESTASI KLINIS
Gejala lokal : nyeri menelan, bengkak pada leher karena pembengakakan pada
kelenjar regional, sesak napas, serak sampai stridor jika penyakit sudah pada stadium
lanjut.Gejala akibat eksitoksin tergantung bagian yang terkene, misalnya mengenai
otot jantung terjadi miokarditis dan bila mengenai saraf terjadi kelumpuhan. Bila
difteria mengenai hidung (hanya 2% dari jumlah pasien difteria) gejala yang timbul
berupa pilek, sekret yang keluar bercampur darah yang berasal dari pseudomembran
dalam hidung. Biasanya penyakit ini akan meluas ke bagian tenggorak pada tonsil,
faring dan laring.
F. KLASIFIKASI
Menurut tingkat keparahannya, penyakit ini dibagi menjadi 3 tingkat yaitu :
Infeksi ringan bila pseudomembran hanya terdapat pada mukosa hidung dengan
gejala hanya nyeri menelan.
Infeksi sedang bila pseudomembran telah menyerang sampai faring (dinding
belakang rongga mulut) sampai menimbulkan pembengkakan pada laring.
Infeksi berat bila terjadi sumbatan nafas yang berat disertai dengan gejala
komplikasi seperti miokarditis (radang otot jantung), paralisis (kelemahan anggota
gerak) dan nefritis (radang ginjal).
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Schick test
Tes kulit ini digunakan untuk menentukan status imunitas penderita. Tes ini tidak
berguna untuk diagnosis dini karena baru dapat dibaca beberapa hari kemudian.
Untuk pemeriksaan ini digunakan dosis 1/50 MED. Yang diberikan intrakutan
dalam bentuk larutan yang telah diencerkan sebanyak 0,1 ml bila orang tersebut
tidak mengandung antitoksin akan timbul vesikel pada bekas suntikan akan hilang
setelah beberapa minggu. Pada orang yang mengandung titer antitoksin yang
rendah uji schick dapat positif, pada bekas suntikan akan timbul warna merah
kecoklatan dalam 24 jam. Uji schick dikatakan negatif bila tidak didapatkan reaksi
apapun pada tempat suntikan dan ini terdapat pada orang dengan imunitas atau
mengandung antitoksin yang tinggi. Positif palsu dapat terjadi akibat reaksi alergi
terhadap protwin antitoksin yang akan menghilang dalam 72 jam.
b. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan darah terdapat penurunan kadar hemoglobin dan leukositosis
polimorfonukleus, penurunan jumlah eritrosit, dan kadar albumin. Pada urin
terdapat albumin ringan.
c. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pada pemeriksaan darah terdapat penurunan kadar hemoglobin dan
leukositosis, penurunan jumlah eritrosit dan kadar albumin.
2. Pada urine terdapat albuminuria ringan.
H. PENULARAN
Difteri merupakan penyakit menular yang sangat berbahaya pada anak anak.
Penyakit ini mudah menular dan menyerang terutama daerah saluran pernafasan
bagian atas. Penularan biasanya terjadi melalui percikan ludah dari orang yang
membawa kuman ke orang lain yang sehat. Selain itu penyakit ini bisa juga
ditularkan melalui benda atau makanan yang terkontaminasi.
Cara penularan adalah melalui kontak dengan penderita atau carrier; jarang sekali
penularan melalui peralatan yang tercemar oleh discharge dari lesi penderita difteri.
Susu yang tidak dipasteurisasi dapat berperan sebagai media penularan.
I. PENCEGAHAN
1. Isolasi penderita
Penderita harus diisolasi dan baru dapat dipulangkan setelah pemeriksaan kuman
difteri dua kali berturut-turut negatif.
2. Pencegahan terhadap kontak
Terhadap anak yang kontak dengan difteri harus diisolasi selama 7 hari. Bila
dalam pengamatan terdapat gejala-gejala maka penderita tersebut harus diobati.
Bila tidak ada gejala klinis, maka diberi imunisasi terhadap difteri.
3. Imunisasi
Penurunan drastis morbiditas diftery sejak dilakukan pemberian imunisasi.
Imunisasi DPT diberikan pada usia 2, 4 dan 6 bulan. Sedangkan boster dilakukan
pada usia 1 tahun dan 4 sampai 6 tahun. Di indonesia imunisasi sesuai PPI
dilakukan pada usaia 2, 3 dan 4 bulan dan boster dilakukan pada usia 1 – 2 tahun
dan menjelang 5 tahun. Setelah vaksinasi I pada usia 2 bulan harus dilakukan
vaksinasi ulang pada bulan berikutnya karena imunisasi yang didapat dengan satu
kali vaksinasi tidak mempunyai kekebalan yang cukup proyektif. Dosis yang
diberikan adalah 0,5 ml tiap kali pemberian.
Cara Pencegahan
1. Kegiatan penyuluhan sangatlah penting: beri penyuluhan kepada masyarakat
terutama kepada para orang tua tentang bahaya dari difteria dan perlunya
imunisasi aktif diberikan kepada bayi dan anak-anak.
2. Tindakan pemberantasan yang efektif adalah dengan melakukan imunisasi aktif
secara luas (missal) dengan Diphtheria Toxoid (DT). Imunisasi dilakukan pada
waktu bayi dengan vaksin yang mengandung diphtheria toxoid, tetanus toxoid,
antigen “acellular pertussis: (DtaP, yang digunakan di Amerika Serikat) atau
vaksin yang mengandung “whole cell pertusis” (DTP). Vaksin yang mengandung
kombinasi diphtheria dan tetanus toxoid antigen “whole cell pertussis”, dan tipe b
haemophillus influenzae (DTP-Hib) saat ini juga telah tersedia.
3. Jadwal imunisasi berikut ini adalah yang direkomendasikan di Amerika Serikat
(Negara lain mungkin menggunakan jadwal lain dan tidak memberikan 4 dosis
sebagai imunisasi dasar).
1). Isolasi
Isolasi ketat dilakukan terhadap penderita difteria faringeal, isolasi untuk
difteria kulit dilakukan terhadap kontak hingga 2 kultur dari sampel
tenggorokan dan hidung (dan sampel dari lesi kulit pada difteria kulit hasilnya
negatif tidak ditemukan baksil. Jarak 2 kultur ini harus dibuat tidak kurang
dari 24 jam dan tidak kurang dari 24 jam setelah penghentian pemberian
antibiotika. Jika kultur tidak mungkin dilakukan maka tindakan isolasi dapat
diakhiri 14 hari setelah pemberian antibiotika yang tepat (lihat 9B7 di bawah).
2). Desinfeksi serentak:
Dilakukan terhadap semua barang yang dipakai oleh/untuk penderita dan
terhadap barang yang tercemar dengan discharge penderita. Dilakukan
pencucihamaan menyeluruh.
3). Karantina
Karantina dilakukan terhadap dewasa yang pekerjaannya berhubungan
dengan pengolahan makanan (khususnya susu) atau terhadap mereka yang
dekat dengan anak-anak yang belum diimunisasi. Mareka harus diistirahatkan
sementara dari pekerjaannya sampai mereka telah diobati dengan cara seperti
yang diuraikan di bawah dan pemeriksaan bakteriologis menyatakan bahwa
mereka bukan carrier.
4). Manajemen Kontak
Semua kontak dengan penderita harus dilakukan kultur dari sample hidung
dan tenggorokan, diawasi selama 7 hari. Dosis tunggal Benzathine Penicillin
(IM: lihat uraian dibawah untuk dosis pemberian) atau dengan Erythromycin
selama 7-10 hari direkomendasikan untuk diberikan kepada semua orang
yang tinggal serumah dengan penderita difteria tanpa melihat status imunisasi
mereka. Kontak yang menangani makanan atau menangani anak-anak sekolah
harus dibebaskan untuk sementara dari pekerjaan tersebut hingga hasil
pemeriksaan bakteriologis menyatakan mereka bukan carrier. Kontak yang
sebelumnya sudah mendapatkan imunisasi dasar lengkap perlu diberikan
dosis booster apabila dosis imunisasi terakhir yang mereka terima sudah lebih
dari lima tahun. Sedangkan bagi kontak yang sebelumnya belum pernah
diimunisasi, berikan mereka imunisasi dasar dengan vaksinasi: Td, DT, DTP,
DtaP atau DTP-Hib tergantung dari usia mereka.
J. KOMPLIKASI
Paralysis palatum
Manifestasi saraf yang paling sering timbul pada minggu ketiga dan khas dengan
adanya suara dan regurgitasi hidung, tetapi ada yang mengatakan suara ini timbul
pada minggu 1-2 Kelainan ini biasanya hilang sama sekali dalam 1-2 minggu.
Ocular palsy
Biasanya timbul pada minggu kelima atau khas ditandai oleh paralysis dari otot
akomodasi yang menyebabkan penglihatan menjadi kabur. Otot yang kena ialah
m. rectus externus.Paralysis diafragma.Dapat terjadi pada minus 5-7 Paralisis ini
disebabkan neuritis n. phrenicus dan bila tidak segera diatasi penderita akan
meninggal.
K. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan medis
Pengobatan umum dengan perawatan yang baik, isolasi dan pengawasan EKG
yang dilakukan pada permulan dirawat satu minggu kemudian dan minggu
berikutnya sampai keadaan EKG 2 kali berturut-turut normal dan pengobatan
spesifik.
Pengobatan spesifik untuk difter :
a. ADS (Antidifteri serum), 20.000 U/hari selama 2 hari berturut-turut dengan
sebelumnya harus dilakukan uji kulit dan mata.
b. Antibiotik, diberikan penisillin prokain 5000U/kgBB/hari sampai 3 hari bebas
demam. Pada pasien yang dilakukan trakeostomi ditambahkan kloramfenikol
75mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis.
c. Kortikosteroid, untuk mencegah timbulnya komplikasi miokarditis yang
sangat membahayakan, dengan memberikan predison 2mg/kgBB/hari selama
3-4 minggu. Bila terjadi sumbatan jalan nafas yang berat dipertimbangkan
untuk tindakan trakeostomi. Bila pada pasien difteri terjadi komplikasi
paralisis atau paresis otot, dapat diberikan strikin ¼ mg dan vitamin B1 100
mg tiap hari selama 10 hari.
Pengobatan spesifik: Jika diduga kuat bahwa seseorang menderita difteria
didasarkan kepada gejala klinis maka antitoksin harus diberikan setelah
sampel untuk pemeriksaan bakteriologis diambil tanpa harus menunggu hasil
pemeriksaan bakteriologis tersebut. (Saat ini yang tersedia adalah antitoksin
yang berasal dari kuda).
d. Diphtheria Antitoxin (DAT) tersedia di CD-Atlanta sebagai “investigational
product”. Program imunisasi (Amerika Serikat) melayani permintaan DAT
pada waktu jam kerja (pukul 08.00 am – 04.30 pm. EST; Senin – Jum’at
dengan menghubungi nomor telepon 404-639-8255). Diluar jam kerja dan
pada waktu hari libur menghubungi petugas jaga CDC pada nomor 404-639-
2888. DAT disimpan di stasiun karantina yang tersebar di seluruh negara
bagian di Amerika Serikat. Sebelum diberikan lakukan terlebih dahulu skin
test untuk mengetahui adanya hypersensivitas terhadap serum kuda. Jika
hasilnya negative, DAT diberikan IM dengan dosis tunggal 20.000 – 100.000
unit tergantung berat ringan serta luasnya penyakit. Untuk kasus berat
pemberian IM dan IV dilakukan bersama-sama. Pemberian antibiotika tidak
dapat menggantikan pemberian antitoksin.Procain Penicillin G (IM) diberikan
sebanyak 25.000 – 50.000 unit/kg BB untuk anak-anak dan 1,2 juta unit/kg
BB untuk orang dewasa per hari. Dibagi dalam dua dosis. Penderita dapat
juga diberikan erythromycin 40-50 mg/kg BB per hari maksimum 2 g per hari
secara parenteral. Jika penderita sudah bisa menelan dengan baik maka
erythromycin dapat diberikan per oral dibagi dalam 4 dosis per hari atau
penicillin V per oral sebesar 125-250 mg empat kali sehari, selama 14 hari.
Pernah ditemukan adanya strain yang resisten terhadap erythromycin namun
sangat jarang. Antibiotik golongan macrolide generasi baru seperti
azythromycin dan chlarithromycin juga efektif untuk strain yang sensitif
terhadap erythromycin tetapi tidak sebaik erythromycin.
Terapi profilaktik bagi carrier: untuk tujuan profilaktik dosis tunggal
penicillin G sebesar 600.000 unit untuk anak usia dibawah 6 tahun dan 1,2
juta unit untuk usia 6 tahun ke atas. Atau dapat juga diberikan erythromycin
oral selama 7-10 hari dengan dosis 40 mg/kg BB per hari untuk anak-anak
dan 1 gram per hari untuk orang dewasa.
2. Penatalaksanaan keperawatan
Pasien difteri harus dirawat di kamar isolasi yang tertutup. Petugas harus memakai
gaun khusus (celemek) dan masker yang harus diganti tiap pergantian tugas atau
sewaktu-waktu bila kotor (jangan dari pagi sampai malam hari). Sebaiknya penunggu
pasien juga harus memakai celemek tersebut untuk mencegah penularan ke luar
ruangan. Harus disediakan perlengkapan cuci tangan: desinfektan, sabun, lap, atau
handuk yang selallu kering (bila ada tisu) air bersih jika ada kran juuga tempat untuk
merendam alat makan yang diisi dengan desinfektan.
Risiko terjadi komplikasi obstruksi jalan napas, miokarditis, pneumonia.
Pasien difteri walaupun penyakitnya ringan perlu dirawat di rumah sakit karena
potensial terjadi komplikasi yang membahayakan jiwanya yang disebabkan adanya
pseudomembran dan eksotosin yang dikeluarkan oleh basil difteri tersebut.
a. Sumbatan jalan napas.
Kelainan ini terjadi karena adanya edema pada laring dan trakea serta adanya
pseudomembran. Gejala sumbatan adalah suara serak dan stridor inspiratoir. Bila
makin berat terjadi sesak napas, sianosis, tampak retraksi otot, kedengaran
stridor :
a. Berikan O2
b. Baringkan setengah duduk.
c. Hubungi dokter.
d. Pasang infus (bila belum dipasang).
e. Hubungi orang tua beritahu keadaan anak dan bahaya yang dapat terjadi
miokarditis.
Eksotoksin yang dikeluarkan oleh basil difteri jika diserap oleh janutng akan
menyebabkan terjadinya miokarditis yang biasanya kelainan ini timbul pada
minggu kedua sampai ketiga. Untuk mencegah adanya miokarditis hanya dengan
pemberian suntikan ADS sedini mungkin. Tetapi untuk mengetahui gejala
miokarditis perlu observasi terus menerus dan pasien harus istirahat paling
sedikit 3 minggu atau sampai hasil EKG 2 kali berturut-turut normal. Selama
dirawat, pengamatan nadi, pernapasan dan suhu dicatat dalam perawatan khusus.
Bila tidak ada alat EKG :
Pemantauan nadi sangat penting dan harus dilakukan setiap jam dan dicatat
secara teratur. Bila terdapat perubahan kecepatan nadi makin menurun
(bradikardi) harus segera menghubungi dokter.
Perawatan lain selain tanda vital dan keadaan umum :
a. Pasien tidak boleh banyak bergerak, tetapi sikap berbaringnya harus sering
diubah, misalnya setiap 3 jam untuk mencegah terjadinya komplikasi
brokopneumonia (pneumonia hipostatik).
b. Jaga kulit pada bagian tubuh yang tertekan agar tidak terjadi dekubitus (ingat
pasien tirah baring selama 3 minggu, tidak boleh bangun).
Komplikasi yang mengenai saraf.
Komplikasi yang mengenai saraf dapat terjadi pada minggu pertama dan kedua.
Jika mengenai saraf palatum mole (saraf telan) dengan gejala bila pasien minum
air/susu akan keluar melalui hidungnya. Jika terjadi demikian :
a. Cara memberikan minum harus hati-hati, pasien sambil didudukkan.
b. Bila pasien makan cair agar dibuat agak kental dan diberikan sedikit demi
sedikit.
Komplikasi pada ginjal.
Selama pasien difteri dalam perawatan keadaan urine selain harus diperhatikan
warnanya juga banyaknya apakah normal atau tidak.
Gangguan masukan nutrisi.
Gangguan masukan nutrisi pada pasien difteri selain disebabkan karena sakit
menelan juga karena anoreksia. Jika anak masih mau menelan bujuklah agar ia
mau makan sedikit demi sedikit dan berikan makanan cair atau bubur encer dan
berikan susu lebih banyak. Jika pasien tidak amau makan sama sekali atau hanya
sedikit sekali, atau dalam keadaan sesak nafas perlu dipasang infus. Setelah 2-3
hari kemudian sesak nafas telah berkurang sebelum infus dihentikkan dicoba
makan per oral dan apabila anak telah mau makan infus dihentikan. Berikan
minum yang sering untuk memelihara kebersihan mulut dan membantu
kelancaran eliminasi.
L. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian
Identitas : dapat terjadi pada semua golongan umur tapi sering dijumpai
pada anak (usia 1-10 tahun).
Keluhan utama : biasanya klien dating dengan keluhan kesulitan bernapas
pada waktu tidur, nyeri pada waktu makan , dan bengkak pada
tenggorokan /leher.
Riwayat kontak dengan keluarga perlu dikaji.
Pemeriksaan fisik
Kolaborasi:
-agar mengetahui nutrisi
yang dibutuhkan untuk
membantu mempercepat
pertumbuhan
DAFTAR PUSTAKA
Dosen pembimbing :
Windasari Aliarosa, S.Kep, Ners., MAN
Disusun oleh:
Citra Putri Utami (E.0105.18.007)
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BUDI LUHUR CIMAHI
2021-2022
A. DEFINISI
Thalasemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan(inhirited) dan
masuk ke dalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkan
oleh gnagguan sintesis hemoglobin akibat mutasi didalam atau dekat gen globin.
(Sudoyo aru)
B. ETIOLOGI
Thalasemia merupakan penyskit anemia hemolotik hederiter yangditurunkan
secara resesif. Ditandai oleh defisiensi produksi globin pada hemoglobin dimana
terjadi kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur
eritrosit menjadi pendek kurang dari 100 hari. Kerusakan tersebut karena
hemoglobin yang tidak normal(hemoglobinopatia).
C. MANIFESTASI KLINIS
a) Thalasemia mayor
Anemia simtomatik pada usia 6-12 bulan, seiring dengan turunnya
kadar hb fetal.
Anemia mikrositik berat, terdapat sel target dan sel darah metah yang
berinti pada darah perifer, tidak terdapat HbA. Kadar Hb darah
rendah mencapai 3 atau 4g%.
Lemah , pucat
Pertumbuhan dfisik dan perkembangannya terhambat, kurus,
penebalan tulang tengkorak, splenomegali, ulkus pada kaki, dan
gambaran patonomonik.
BB kurang
Tidak dapat hidup tanpa transfuse
b) Thalasemia minor
Gizi buruk
Perut buncit karena pembesaran limpa dan hati(hepatomegali)
Aktifitas tidak aktif karena hepatomegali
c) Thalasemia intermedia
Anemia mikrositik
Tingkat keparahannya berada diantara thalasemia minor dan
thalasemia mayor masih memproduksi sejumlah kecil Hb A
Anemia agak berat 7-9g/dl dan splenomegali
Tidak tergantunng pada transfuse
D. PATOFISIOLOGI
Normal Hb adalh terdiri dari Hb-A dengan polipeptida rantai alpa dan dua
rantai beta. Pada beta thalasemia yaitu tidak adanya rantai beta dalam molekul
Hb yang mana ada gangguan kemampuan eritrosit membawa oksigen. Ada suatu
kompensator yang meningkat pada rantai alpa, tetapi rantai beta memproduksi
secara terus menerus sehingga menghasilkan hemoglobin defective. Ketidak
seimbangan polopeptida ini memudahkan ketidakstabilan dan disintrogasi. Hal
ini menyebakan sel darah merah menjai hemolisis dan menimbulkan anemia atau
hemoderosis.
Kelebihan pada rantai alpa ditemukan pada talasemia beta dan kelebihan
rantai beta dan gama ditemukan pada talasemia alpa. Kelebihan rantai
polipeptida ini mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida
alpa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin tak stabil badan heint, merusak
sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis. Reduksi dalam hemoglobin
menstimulasi yang konstan pada bone marrow, produksi RBC secara terus
menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan cepatnya destruksi, menimbulkan
tidak edukatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan destruksi RBC
menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh.
PATHWAY
Pernikahan penderita Penurunan penyakit Gangguan sintesis rantai
thalasemia carier secara autosomal resesif globulin alpa dan beta
Suplai o2/Na ke
Ekspansi massif sumsum jaringan menurun
Tubuh merespon dg
tulang wajah dan
pembentukan eritropoetin Metabolism sel
Defornitas tulang
Compliance paruparu
Perkusi nafas
terganggu
meningkat
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Darah tepi :
- Hb, gambaran morfologi eritrosit
- Retikulosit meningkat
2. Sumsum tulang(tidak menentukan diagnosis)
3. Pemeriksaan khusus :
- Hb F meningkat : 20-90% hb total
- Elektroforesis hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar hb F.
- Pemeriksaan pedigree : kedua orang tua pasien talasemia mayor
merupakan trait (carrier) dengan Hb A2 meningkat (.3,5% dari hb
total)
4. Pemeriksaan lain :
- Foto RO tulang kepala
- Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang
E. PENATALAKSANAAN
1. Memberikan transfuse hingga hb mencapai 10 gr/dl. Kompikasi dari
pemberian transfuse darah yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya
pemupukan zat besi yang disebut hemosiderotis.
2. S. plenectomy : dilakukan untuk mengurangi penekanan pada abdomen dan
meningkatkan rentang hidup sel darah merah yang berasal dari suplemen
(transfuse).
F. PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Biodata klien dan orang tua/wali : :nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, alamat dan nomor register.
b. Riwayat kesehatan
- Keluhan utama
Biasanya anak mengeluh lemas
- Riwayat kesehatan sekarang
Penjabaran dari keluhan utama (PQRST)
- Riwayat kesehatan dahulu
Penyakit apa yang pernah dialami, apakah pernah dirawat di RS,
apakah ada riwayat kecelakaan, jenis/nama obat yang pernah
digunakan.
- Riwayat kesehatan keluarga
Penyakit apa yang pernah diderita/masih diderita menular/keturunan,
dll dan genogram (bila diperlukan)
- Aktivitas sehari-hari
Dikaji pola nutrisi, eliminasi, aktivitas, personal higiene dan pola
tidur.
- Aspek psikososial dan spiritual
Biasanya terdapat gangguan konsep diri pada penderita, merasa
dikucilkan akibat pandangan negative anak-anak yang lain
- Reaksi hospitalisasi
1) Pemahaman keluarga tentang sakit dan rawat inap
mengapa ibu membawa anaknya ke RS?, apakah dokter
menceritakan tentang kondisi anak? Ya/tidak, bagaimana
perasaan orangtua saat ini? Cemas/takut/khawatir/biasa, apakah
orangtua selalu berkunjung? Ya/kadang-kadang/tidak, siapa yang
akan tinggal dengan anak? Ayah/ibu/kakak/lainnya.
2) Pemahaman anak tentang sakit dan rawat inap
mengapa kelaraga atau orangtua membawa kamu ke RS?,
menurutmu apa penyebab kamu sakit?, apakah dokter
menceritakan kepadamu? Ya/tidak, bagaimana rasanya dirawat di
RS? Takut/bosan/senang/lain-lain.
b. Tanda-tanda Vital:
Suhu Tubuh......................... 0 C
Respirasi...............................x/mnt
Nadi ................................x/mnt
Tekanan Darah.....................MmHg
c. Pengukuran pertumbuhan/ Antropome
LLA : ... cm
e. Sistem Persyarafan
f. Sistem Muskuloskeletal
g. Sistem Kardiovaskuler
h. Sistem Pernafasan
i. Sistem Integument
j. Sistem Perkemihan
pinggang
d. Pemeriksaan diagnosis
1) Darah tepi :
- Hb, gambaran morfologi eritrosit
- Retikulosit meningkat
2) Sumsum tulang(tidak menentukan diagnosis)
3) Pemeriksaan khusus :
- Hb F meningkat : 20-90% hb total
- Elektroforesis hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar hb F.
- Pemeriksaan pedigree : kedua orang tua pasien talasemia mayor
merupakan trait (carrier) dengan Hb A2 meningkat (.3,5% dari hb
total)
4) Pemeriksaan lain :
- Foto RO tulang kepala
- Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang
2. Analisa data
NO DATA ETIOLOGI MASALAH
Tanda Minor
DS: parestesia Aliran darah ke organ vital
DO: dan jaringan menurun
1. Edema
Penyembuhan luka lambat
Ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer
Merangsang eritopoesis
Tanda minor
DS: ortopnea
DO:
1. Pernapasan pursed-lip Terjadi hemapoesis di extramedula
2. Pernapasan cuping
hidung
3. Diameter thoraks
anterior-posterior Hemakromatesis
meningkat
4. Ventilasi semenit
menurun
5. Kapasitas vital menurun Fibrosis
6. Tekanan ekspirasi
3.Diagnosa keperawatan prioritas
1) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan konsentrasi hemoglobin
2) Ketidakefektifan pola napas b.d depresi pusat pernapasan
3) Intoleransi aktivitas b.d kelemahan
4) Gangguan kerusakan integritas kulit b.d meningkatnya pigmentasi kulit (coklat
kehitaman)
5) Resiko infeksi d.d ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder; immunosupresi
4.Rencana keperawatan
Edukasi
Edukasi
1. Mempertahankan
Edukasi
keseimbangan nutrisi untuk
mendukung perfusi jaringan
1. Anjukan meningkatkan
dan memberikan nutrisi yang
asupan nutrisi dan
perlu untuk regenerasi seluler
cairan
dan penyembuhan jaringan
2. Jelaskan tanda dan
2. Meningkatkan pengetahuan
gejala infeksi
pasien
3. Ajarkan cara mencuci
3. Mencuci tangan dapat
tangan dengan benar
menghilangkan bakteri dan
kuman yang dapat memicu
penyakit dan infeksi
DAFTAR PUSTAKA
Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC Jilid 2. Jakarta:EGC
PPNI.2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) Edisi I Cetakan III(Revisi).
Jakarta
PPNI.2018.Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) Edisi Cetakan II. Jakarta
PPNI.2018.Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) Edisi I. Jakarta
LAPORAN PENDAHULUAN
DIABETES JUVENILE
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi
Diabetes melitus secara definisi adalah keadaan hiperglikemia kronik.
Hiperglikemia ini dapat disebabkan oleh beberapa keadaan, di antaranya
adalah gangguan sekresi hormon insulin, gangguan aksi/kerja dari hormon
insulin atau gangguan kedua-duanya (Weinzimer SA, Magge S. 2005).
Diabetes Mellitus adalah penyakit metabolik yang bersifat kronik. Oleh
karena itu, onset Diabetes Mellitus yang terjadi sejak dini memberikan
peranan penting dalam kehidupan penderita. Setelah melakukan pendataan
pasien di seluruh Indonesia selama 2 tahun, Unit Kelompok Kerja (UKK)
Endokrinologi Anak Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mendapatkan 674
data penyandang Diabetes Mellitus tipe 1 di Indonesia.
B. Etiologi
Dokter dan para ahli belum mengetahui secara pasti penyebab diabetes
tipe- 1. Namun yang pasti penyebab utama diabetes tipe 1 adalah faktor
genetik/keturunan. Resiko perkembangan diabetes tipe 1 akan diwariskan
melalui faktor genetik.
1. Faktor Genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah
terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada
individu yang memiliki tipe antigen HLA (human leucosite antigen).
HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen
transplantasi dan proses imun lainnya.
2. Faktor-faktor Imunologi
Adanya respons autotoimun yang merupakan respons abnormal
dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah
sebagai jaringan asing, yaitu autoantibodi terhadap sel-sel pulau
Langerhans dan insulin endogen.
3. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta.
C. Manifestasi klinis
Pada diabetes melitus tipe 1, yang kebanyakan diderita oleh anak-anak
(diabetes melitus juvenil) mempunyai gambaran lebih akut, lebih berat,
tergantung insulin dengan kadar glukosa darah yang labil. Penderita biasanya
datang dengan ketoasidosis karena keterlambatan diagnosis. Mayoritas
penyandang DM tipe 1 menunjukan gambaran klinik yang klasik seperti:
1. Hiperglikemia (Kadar glukosa darah plasma >200mg/dl ).
2. Poliuria : Poliuria nokturnal seharusnya menimbulkan kecurigaan
adanya DM tipe 1 pada anak.
3. Polidipsia
4. Poliphagia
5. Penurunan berat badan , Malaise atau kelemahan
6. Glikosuria (kehilangan glukosa dalam urine)
7. Ketonemia dan ketonuria : Penumpukan asam lemak keton dalam
darah dan urine terjadi akibat katabolisme abnormal lemak sebagai
sumber energy. Ini dapat mengakibatkan asidosis dan koma.
8. Mata kabur : Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa
– sarbitol fruktasi) yang disebabkan karena insufisiensi insulin.
Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan
pembentukan katarak.
9. Gejala-gejala lainnya dapat berupa muntah muntah, nafas berbau
aseton, nyeri atau kekakuan abdomen dan gangguan kesadaran (koma).
D. Klasifikasi
Klasifikasi DM berdasarkan etiologi (ISPAD 2009).
1. DM Tipe-1 (destruksi sel-β)
a. Immune mediated
b. Idiopatik
2. DM tipe-2
3. DM Tipe lain
a. Defek genetik fungsi pankreas sel
Defisiensi insulin
Hiperglikemia Liposisi
Kalabolisme protein
Ketidakseimbangan meningkat
meningkat
kadar glukosa darah Pembatasan diit Penurunan BB
Fleksibelitas darah
merah Intake tidak adekuat Defisit nutrisi
Pelepasan O2
Polinuria Hipovolemia
G. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada DM tipe 1 dan 2 umumnya tidak
jauh berbeda.
1. Glukosa darah : meningkat 200-100mg/Dl
2. Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok
3. Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
4. Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330
mOsm/l
5. Elektrolit :
a) Natrium : mungkin normal, meningkat, atau menurun
b) Kalium : normal atau peningkatan semu ( perpindahan seluler),
selanjutnya akan menurun.
c) Fosfor : lebih sering menurun
6. Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari
normal yang mencerminkan control DM yang kurang selama 4 bulan
terakhir ( lama hidup SDM) dan karenanaya sangat bermanfaat untuk
membedakan DKA dengan control tidak adekuat versus DKA yang
berhubungan dengan insiden ( mis, ISK baru).
7. Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan
pada HCO3 ( asidosis metabolic) dengan kompensasi alkalosis
respiratorik.
8. Trombosit darah : Ht mungkin meningkat ( dehidrasi) ; leukositosis :
hemokonsentrasi ;merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
9. Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi/
penurunan fungsi ginjal)
10. Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya
pancreatitis akut sebagai penyebab dari DKA.
11. Insulin darah : mungkin menurun / atau bahka sampai tidak ada
( pada tipe 1) atau normal sampai tinggi (pada tipe II) yang
mengindikasikan insufisiensi insulin/ gangguan dalam
penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten insulin dapat
berkembang sekunder terhadap pembentukan antibody .(
autoantibody)
12. Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid
dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
13. Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin
meningkat.
14. Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran
kemih, infeksi pernafasan dan infeksi pada luka.
Diabetes melitus ditegakkan berdasarkan ada tidaknya gejala. Bila
dengan gejala (polidipsi, poliuria, polifagia), maka pemeriksaan gula darah
abnormal satu kali sudah dapat menegakkan diagnosis DM. Sedangkan bila
tanpa gejala, maka diperlukan paling tidak 2 kali pemeriksaan gula darah
abnormal pada waktu yang berbeda (Rustama DS, dkk. 2010; ISPAD
Clinical Practice Consensus Guidelines (2009).
Kriteria hasil pemeriksaan gula darah abnormal adalah:
1. Kadar gula darah sewaktu >200 mg/dl atau
2. Kadar gula darah puasa >126 mg/dl atau
3. Kadar gula darah 2 jam postprandial >200 mg/dl.
Untuk menegakkan diagnosis DM tipe 1, maka perlu dilakukan
pemeriksaan penunjang, yaitu C-peptide <0,85 ng/ml. C-peptide ini
merupakan salah satu penanda banyaknya sel β-pankreas yang masih
berfungsi. Pemeriksaan lain adalah adanya autoantibodi, yaitu Islet cell
autoantibodies (ICA), Glutamic acid decarboxylase autoantibodies (65K
GAD), IA2( dikenal sebagai ICA 512 atau tyrosine posphatase)
autoantibodies dan Insulin autoantibodies (IAA). Adanya autoantibodi
mengkonfirmasi DM tipe 1 karena proses autoimun. Sayangnya
pemeriksaan autoantibodi ini relatif mahal (Rustama DS, dkk. 2010; ISPAD
Clinical Practice Consensus Guidelines 2009).
H. Penatalaksanaan
Tatalaksana pasiem dengan DM tipe 1 tidak hanya meliputi pengobatan
berupa pmeberian insulin. Ada hal hal selain insulin yang perlu diperhatikan dengan
tatalaksana agar penderita mendapatkan kualitas hidup yang optimal dalam jangka
pendek maupun panjang ( rustama DS, dkk.2010; ISPAD Clinical practice consensus
guidelines. 2009)
1. Insulin
Yang harus diperhatikan dalam pemberian insulin adalah jenis, dosis, kapan
pemberian, dan cara penyuntikan serta penyimpanan. Terdapat berbagai jenis
insulin berdasarkan asal maupun lama kerjanya, menjadi kerja cepat/rapid
acting, kerja pendek(regular/soluble), menengah, panjang, dan campuran.
Penatalaksanaan Terapi Insulin.
a. pemberian /penyuntikan hormone insulin
b. Indikasi dan kontra indikasi pemberian /penyuntikan hormone Cara
insulin.
c. Efek samping pemberian / penyuntikan hormone insulin.dll
Suntikan insulin untuk pengobatan diabetes dinamakan terapi insulin. Tujuan
terapi ini terutama untuk :
1) Mempertahankan glukosa darah dalam kadar yang normal atau
mendekati normal.
2) Menghambat kemungkinan timbulnya komplikasi kronis pada
diabetes.
Keberhasilan terapi insulin juga tergantung terhadap gaya hidup seperti
program diet dan olahraga secara teratur.
Indikasi penggunaan terapi insulin harus memenuhi kriteria di bawah ini :
a. Menggunakan insulin lebih dari 3 kali sehari
b. Kadar glukosa darah sering tidak teratur
c. Ingin mengurangi resiko hipoglikemi
d. Ingin mengurangi resiko komplikasi yang berkelanjutan
e. Ingin lebih bebas beraktifitas dan gaya hidup yang lebih fleksibel
Enam tipe insulin berdasarkan mulai kerja, puncak, dan lama kerja insulin
tersebut, yakni :
1) Insulin Kerja Cepat (Short-acting Insulin)
2) Insulin Kerja Sangat Cepat (Quick-Acting Insulin)
3) Insulin Kerja Sedang (Intermediate-Acting Insulin)
4) Mixed Insulin
5) Insulin Kerja Panjang (Long-Acting Insulin)
6) Insulin Kerja Sangat Panjang (Very Long Acting Insulin)
Cara Pemberian Insulin
Struktur kimia hormon insulin bisa rusak oleh proses pencernaan
sehingga insulin tidak bisa diberikan melalui tablet atau pil. Satu-satunya jalan
pemberian insulin adalah melalui suntikan, bisa suntikan di bawah kulit
(subcutan/SC), suntikan ke dalam otot (intramuscular/IM), atau suntukan ke
dalam pembuluh vena (intravena/IV). Ada pula yang dipakai secara terus
menerus dengan pompa (insulin pump/CSII) atau sistem tembak (tekan
semprot) ke dalam kulit (insulin medijector).
Dosis anak bervariasi berkisar antara 0,7-1,0 U/kg per hari. Dosis
insulin ini berkurang sedikit pada adanya fase remisi yang dikenal
sebagai honeymoon periode dan kemudian meningkat pada saat pubertas.
Saat awal pengobatan insulin diberikan 3-4 kali injeksi. Bila dosis
optimal dapat diperoleh, diusahakan untuk mengurangi jumlah suntikan
menjadi 2 kali dengan menggunakan insulin kerja mengengah atau kombinasi
kerja pendekb dan menengah (split-mix regimen). Penyuntikan setiap hari
secara subkutan dipaha, lengan atas, sekitar umbilicus secara bergantian.
Insulin sebaiknya disimpan dalam lemari es pada suhu 4-8 0C.
2. Diet
Jumlah kebutuhan kalori untuk anak usia 1 tahun sampai dengan usia pubertas
dapat juga ditentukan dengan rumus sebagai berikut :
a. 1000 + (usia dalam tahun x 100) = ....... Kalori/hari
b. Komposisi sumber kalori per hari sebaiknya terdiri atas : 50-55%
karbohidrat, 10-15% protein (semakin menurun dengan bertambahnya
umur), dan 30-35% lemak.
c. Pembagian kalori per 24 jam diberikan 3 kali makanan utama dan 3
kali makanan kecil sebagai berikut :
1) 20% berupa makan pagi.
2) 10% berupa makanan kecil.
3) 25% berupa makan siang.
4) 10% berupa makanan kecil.
5) 25% berupa makan malam.
6) 10% berupa makanan kecil.
Dari sisi makanan penderita diabetes atau kencing manis lebih
dianjurkan mengkonsumsi karbohidrat berserat seperti kacang-kacangan,
sayuran, buah segar seperti pepaya, kedondong, apel, tomat, salak, semangka
dll. Sedangkan buah-buahan yang terlalu manis seperti sawo, jeruk, nanas,
rambutan, durian, nangka, anggur, tidak dianjurkan.
Menurut peneliti gizi asal Universitas Airlangga, Surabaya, Prof. Dr.
Dr. H. Askandar Tjokroprawiro, menggolongkan diet atas dua bagian, A dan
B. Diet B dengan komposisi 68% karbohidrat, 20% lemak, dan 12% protein,
lebih cocok buat orang Indonesia dibandingkan dengan diet A yang terdiri atas
40 – 50% karbohidrat, 30 – 35% lemak dan 20 – 25% protein. Diet B selain
mengandung karbohidrat lumayan tinggi, juga kaya serat dan rendah
kolesterol. Berdasarkan penelitian, diet tinggi karbohidrat kompleks dalam
dosis terbagi, dapat memperbaiki kepekaan sel beta pankreas.
Serat makanan
Tipe diet ini berperan dalam penurunan kadar total kolesterol dan
LDL (low-density lipoprotein) kolesterol dalm darah. Peningkatan kandungan
serat dalam diet dapat pula memperbaiki kadar glukosa darah sehingga
kebutuhan insulin dari luar dapat dikurangi.
Mekanisme kerja serat terlarut diperkirakan berhubungan dengan
pembentukan gel dalam traktus gastrointestinal. Gel ini akan memperlambat
pengosongan lambung dan gerakan makanan yang melalui saluran cerna
bagian atas. Efek penurunan glukosa yang potensial oleh serat makanan
tersebut mungkin disebabkan oleh kecepatan absorpsi glukosa yang lebih
lambat.
Sementara itu tingginya serat dalam sayuran jenis A(bayam, buncis,
kacang panjang, jagung muda, labu siam, wortel, pare, nangka muda)
ditambah sayuran jenis B (kembang kol, jamur segar, seledri, taoge, ketimun,
gambas, cabai hijau, labu air, terung, tomat, sawi) akan menekan kenaikan
kadar glukosa dan kolesterol darah. Bawang merah dan putih (berkhasiat 10
kali bawang merah) serta buncis baik sekali jika ditambahkan dalam diet
diabetes karena secara bersama-sama dapat menurunkan kadar lemak darah
dan glukosa darah.
Alkohol
Alkohol dapat menurunkan reaksi fisiologi normal dalam tubuh yang
memproduksi glukosa (glukoneogenesis). Jadi, jika seorang penderita diabetes
minum minuman beralkohol pada saat lambung kosong, maka kemungkinan
terjadinya hipoglikemia akan meningkat. Konsumsi alcohol yang
berlebihan dapat menggganggu kemampuan seseorang untuk
mengidentifikasi serta mengatasi keadaan hipoglikemia dengan tepat dan
mengikuti rencana makan yang sudah diresepkan untuk mencegah
hipoglikemian.
3. Olahraga
Dianjurkan latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap minggu selam kurang
lebih 30 menit yang sifatnya sesuai CRIPE (Continous Rytmical Interval
Progressive Endurance Training). Latihan yang dapa dijadikan pilihan adalah
jalan kaki, jogging, lari, renang, dan bersepeda.
4. Obat hipoglikemik oral (OHO)
Jika pasien telah melakukan pengturan makan dan kegiatan jasmani yang
teratur, tetapi kadar glukosa darahnya masih belum baik, dipertimbangkan
pemakaian obat berhasiat hipoglikemik.
a. Sulfoniurea
Berfungsi untuk menstimulasin pelepasan insulin yang tersimpan,
menurunkan ambang sekresi insulin, meningkatkan sekresi insulin
sebagai akibat rangsangan glukosa.
b. Biguanid
Menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai di bawah normal.
Dianjurkan untuk pasien gemuk.
c. Inhibitor α glukosidase
Bersifat kompetitif menghambat kerja enzim α glukosidase sehingga
menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia
pascaprandial.
d. Insulin sentizing agent
Berfungsi meningkatkan sensitifitas insulin tanpa menyebabkan
hipoglikemia.
5. Edukasi
Kegiatan edukasi meliputi pemahaman dan pengertian penyakit dan
komplikasinya, memotivasi penderita dan keluarga agar patuh berobat.
6. Pemantauan mandiri/home monitoring
Pasien serta keluarga harus dapat melakukan pemantauan kadar glukosa darah
dan penyakitnya di rumah. Halini sangat diperlukan karenasangat menunjang
upaya pencapaian normoglikemia. Pamantauan dapat dilakukan secara
langsung (darah) dan secara tidak langsung (urin).
I. Komplikasi
Komplikasi DM baik pada DM tipe 1 maupun 2, dapat dibagi menjadi 2 kategori,
yaitu komplikasi akut dan komplikasi menahun.
1. Komplikasi Metabolik Akut
a. Ketoasidosis Diabetik (khusus pada DM tipe 1)
Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemi
dan glukosuria berat, penurunan glikogenesis, peningkatan glikolisis,
dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai penumpukkan
benda keton, peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan ketosis,
peningkatan ion hidrogen dan asidosis metabolik. Glukosuria dan
ketonuria juga mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil akhir
dehidasi dan kehilangan elektrolit sehingga hipertensi dan mengalami
syok yang akhirnya klien dapat koma dan meninggal.
b. Hipoglikemi
Seseorang yang memiliki Diabetes Mellitus dikatakan mengalami
hipoglikemia jika kadar glukosa darah kurang dari 50 mg/dl.
Hipoglikemia dapat terjadi akibat lupa atau terlambat makan
sedangkan penderita mendapatkan therapi insulin, akibat latihan fisik
yang lebih berat dari biasanya tanpa suplemen kalori tambahan,
ataupun akibat penurunan dosis insulin. Hipoglikemia umumnya
ditandai oleh pucat, takikardi, gelisah, lemah, lapar, palpitasi,
berkeringat dingin, mata berkunang-kunang, tremor, pusing/sakit
kepala yang disebabkan oleh pelepasan epinefrin, juga akibat
kekurangan glukosa dalam otak akan menunjukkan gejala-gejala
seperti tingkah laku aneh, sensorium yang tumpul, dan pada akhirnya
terjadi penurunan kesadaran dan koma.
2. Komplikasi Vaskular Jangka Panjang (pada DM tipe 1 biasanya terjadi
memasuki tahun ke 5)
a. Mikroangiopaty
Merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan arteriola
retina (retinopaty diabetik), glomerulus ginjal (nefropatik
diabetic/dijumpai pada 1 diantara 3 penderita DM tipe-1), syaraf-
syaraf perifer (neuropaty diabetik), otot-otot dan kulit. Manifestasi
klinis retinopati berupa mikroaneurisma (pelebaran sakular yang kecil)
dari arteriola retina. Akibat terjadi perdarahan, neovasklarisasi dan
jaringan parut retina yang dapat mengakibatkan kebutaan. Manifestasi
dini nefropaty berupa protein urin dan hipetensi jika hilangnya fungsi
nefron terus berkelanjutan, pasien akan menderita insufisiensi ginjal
dan uremia. Neuropaty dan katarak timbul sebagai akibat gangguan
jalur poliol (glukosa—sorbitol—fruktosa) akibat kekurangan insulin.
Penimbunan sorbitol dalam lensa mengakibatkan katarak dan
kebutaan. Pada jaringan syaraf terjadi penimbunan sorbitol dan
fruktosa dan penurunan kadar mioinositol yang menimbulkan
neuropaty. Neuropaty dapat menyerang syaraf-syaraf perifer, syaraf-
syaraf kranial atau sistem syaraf otonom.
b. Makroangiopaty
Gangguan-gangguan yang disebabkan oleh insufisiensi insulin dapat
menjadi penyebab berbagai jenis penyakit vaskuler. Gangguan ini
berupa :
Penimbunan sorbitol dalam intima vascular.
Hiperlipoproteinemia
Kelainan pembekun darah
Pada akhirnya makroangiopaty diabetik akan mengakibatkan
penyumbatan vaskular jika mengenai arteria-arteria perifer maka
dapat menyebabkan insufisiensi vaskular perifer yang disertai
Klaudikasio intermiten dan gangren pada ekstremitas. Jika yang
terkena adalah arteria koronaria, dan aorta maka dapat mengakibatkan
angina pektoris dan infark miokardium.
Komplikasi diabetik diatas dapat dicegah jika pengobatan
diabetes cukup efektif untuk menormalkan metabolisme glukosa
secara keseluruhan.
J. Proses keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes melitus
mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, keadaan umum pasien,
tanda tanda vital, riwayat kesehatan, keluhan utama, riwayat kesehatan masa
lalu, pemeriksaan fisik.
a. Identitas
Meliputi: nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, alamat,
tamggal masuk rumah sakit, nomer registasi, tanggal pengajian
diagnosa.
b. Keluhan utama
Klien mengeluh sering kesemutan, sering buang air kecil saat malam
hari, sering merasa haus, mengalami rasa lapar yang berlebih
( polifagia), merasa lemas, pandangan kabur
c. Keadaan umum
Keadaan Umum Meliputi kondisi seperti tingkat
ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran kualitatif atauGCS dan respon
verbal klien
d. Tanda tanda vital
Tekanan darah : sebaiknya diperiksa dalam posisi yang
berbeda, kaji tekanan darah dan kondisi patologis. Biasanya
pada pasien DM type 1, klien akan cenderung memiliki TD
yang meningkat/ tinggi/hipertensi.
Pulse rate
.Respiratory rate
Suhu
e. Riwayat kesehatan sekarang
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya,
mendapatkan insulin jenis apa, bagaimana cara minum obat nya teratur
apa tidak, apa yng dilakukan klien untuk menanggulangi
penyakitnya.·
f. Riwayat Kesehatan dahulu
Diduga diabetes meliitus tipe 1 disebabkan oleh virus penyakit gondok
dan virus coxsackie B4, oleh agen kimia yang bersifat toksik, atau
perusak atau anti bodi
g. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat Kesehatan Keluarga Adakah keluarga yang menderita
penyakit seperti klien ?
h. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik pada penyakit ini
biasanya didapatkan :
1) Inspeksi : kulit dan membrane mukosa tampak kering,
tampak adanya atropi otot, adanya luka ganggren, tampak
pernapasan cepat dan dalam, tampak adanya retinopati,
kekaburan pandangan.
2) Palpasi : kulit teraba kering, tonus otot menuru. c.Auskultasi :
adanya peningkatan tekanan darah.
3) Auskultasi : adanya peningkatan tekanan darah,
Pemeriksaan fisik persistem
1) Sistem muskulosekletal
Aktivitas/ Istirahat: Letih, Lemah, Sulit Bergerak /
berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
2) Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi, AMI, klaudikasi, kebas,
kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki yang
penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanandarah.
3) Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada
otot, parestesia,gangguan penglihatan.
4) Sistem pencernaan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat) , anoreksia, mual
muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus,
penggunaan diureti. Perubahan pola berkemih ( poliuria,
nokturia, anuria ), diaree.
5) Sistem Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya
infeksi / tidak) i.Keamanan Kulit kering, gatal, ulkus kulit
6) Sistem Integumen
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
7) Integritas Ego
Stress, ansietas
2. Analisa data
menurun
Edema Perfusi jaringan tidak
efektif
Penyembuhan
luka lambat
Indeks ankle –
brachial <0,90
Bruit femoral
Ds : Reaksi autoimun Hipovolemia
Merasa haus
Mengeluh haus Sel B-prankeas hancur
Do :
Frekuensi nadi Defisiensi insulin
meningkat
Nadi teraba Hiperglikemia
lemah
Tekanan darah Polinuria
menurun
Hipovolemia
Tekanana darah
meningkat
Turgor kulit
menurun
Membran
mukosa kering
Volume urin
menurun
Hematokrit
meningkat
Pengisian vena
menurun
Status mental
berubah
Suhu tubuh
meninngkat
Konsentrasi urin
meningkat
Berat badan tiba
tiba turun
Ds : Reaksi autoimun Nyeri
Mengeluh nyeri
Do : Sel B-prankeas hancur
Tampak meringis
Bersiap protektif Defisiensi insulin
( mis, waspada,
posisi Hiperglikemia
menghindari
nyeri) Fleksibilitass darah
Gelisah merah
Frekuensi nadi
meningkat Pelepasan O2
Sulit tidur
Hipoksia perifer
Tekanan darah
meningakat
Nyeri
Pola napas
berubah
Nafsu makan
berubah
Proses berpikir
terganggu
Menarik diri
Berfokus pada
diri sendiri
Diaforesisi
Ds : Reaksi autoimun defisit nutrisi
Cepat kenyang
setelah makan Sel B-prankeas hancur
Kram / nyeri
abdomen Defisiensi insulin
Napsu makan
menurun d Limposisi meningkat
Do :
Berat badan Katabolisme protein
10 % di bawah
rentan ideal Penurunan BB
Bising usus
hiperaktiv Defisit nutrisi
Otot mengunyah
lemah
Otot menelan
lemah
Membaran
mukosa pucat
Sariawan
Serum albumin
turun
Rambut rontok
berlebihan
Diare
Ds : Reaksi autoimun Ketidakseimbangan
Lemah atau lesu kadar glukosa darah
Mulut kering Sel B-prankeas hancur ( hiperglikemia )
Haus meningkat
Do : Defisiensi insulin
Kadar glukosa
dalam darah / Ketidakseimbangan
urin tinggi kadar glukosa darah
Jumlah urin
meningkat
3. Diagnosa keperawatan
a. Ketidakseimbangan kadar glukosa darah ( hiperglikemia) b.d
resistensi insulin
b. Perfusi jaringan perifer tidak efektif b.d hiperglikemia
c. Hipovolemia b.d kegagalan mekanisme regulasi
d. Nyeri b.d agen pencendera fisiologis ( mis, implamasi, iskemia,
neoplassma )
e. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan mencerana makanan
4. Intervensi keperawatan
olahraga darah
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
1. Untuk membantu
insulin, jika perlu
tubuh menyimpan
energi
menurun tinggi)
Edukasi
Edukasi
1. Untuk mencegah
1. Anjurkan berhenti
2. Untuk menjaga
merokok
kondisi tubuh tetap
2. Anjurkan berolahraga
stabil
rutin
3. Untuk mencegah
3. Anjurkan
menggunakan obat terjadinya tekanan
penurun tekanan darah, darah tinggi
antikoagulan, dan 4. Untuk mengontrol
penurun kolesterol jika tekanan darah
perlu 5. Untuk menjag
4. Anjurkan minum obat kelembaban kulit
pengontrol tekanan 6. Untuk
darah secara teratur 7. Untuk mengetahui
5. Anjurkan melakukan makanan yang
perawatan kulit yang seimbang
tepat (mis. 8. Untuk mengetahui
Melembabkan kulit kondisi saat
kering pada kaki) membutuhkan
6. Anjurkan program pertolongan darurat
rehabilitasi vaskular
7. Ajarkan program diet
untuk memperbaiki
sirkulasi (mis. Rendah
lemak jenuh, minyak
ikan omega 3)
8. Informasikan tanda
dan gejala darurat yang
harus dilapor (mis.
Rasa sakit yang tidak
hilang saat istirahat,
luka tidak sembuh,
hilangnnya rasa)
Hipovolemia b.d kegagalan Telah dilkukan tindakan Observasi :
mekanisme regulasi keperawatan maka status 1. Periksa tanda dan 1. Untuk mengetahui
cairan membaik dengan gejala hipovolemia gejala yang mungkin
kriteria hasil : (mis.frekuensi nadi muncul karena
Frekuensi nadi meningkat, nadi teraba masalah kepm
membaik lemah tekanan darah hipovolemia untuk
Tekanan darah menurun, volume urin menengakan
membaik menurun, hematokrit diagnosa dan
Turgor kulit meningkat, haus, mengambil intervensi
meningkat lemah)
Disusun Oleh :
Resa Septiyani Pratiwi (E.0105.18.029)
A. Konsep Dasar
1. Definisi
Menurut Dwita( 2017) Hidrosefalus berasal dari kata hidro yang
berarti air dan chepalon yang berarti kepala. Hidrosefalus merupakan
penumpukan CSS yang secara aktif dan berlebihan pada satu atau lebih
ventrikel otak atau ruang subarachnoid yang dapat menyebabkan
dilatasi sistem ventrikel otak.
Hidrosefalus adalah akumulasi cairan serebrospinal dalam
ventrikel serebral, ruang subarachnoid, atau ruang subdural (Suriadi,
2010). Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang
mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau pernah
dengan tekanan intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat
pelebaran ventrikel. Pelebaran ventrikuler ini akibat
ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi cairan serebrospinal.
Hidrosefalus selalu bersifat sekunder, sebagai akibat penyakit atau
kerusakan otak. Adanya kelainan-kelainan tersebut menyebabkan
kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-
ubun. Ketika produksi CSS lebih besar dari penyerapan, cairan
cerebrospinal mengakumulasi di dalam sistem Ventricular (Nining,
2008).
a. Anatomi Dan Fisiologi Aliran CSS
Ruangan cairan serebrospinal (CSS) terdiri dari sistem ventrikel,
sisterna magna pada dasar otak dan ruangan subaraknoid. Ruangan
ini mulai terbentuk pada minggu kelima masa embrio. Sistem
ventrikel dan ruang subarachnoid dihubungkan melalui foramen
Magendi di median dan foramen Luschka di sebelah lateral
ventrikel IV.
Cair
an serebrospinalis dihasilkan oleh pleksus koroidalis di ventrikel
otak. Cairan ini mengalir ke foramen Monro ke ventrikel III,
kemudian melalui akuaduktus Sylvius ke ventrikel IV. Cairan
tersebut kemudian mengalir melalui foramen Magendi dan
Luschka ke sisterna magna dan rongga subarachnoid di bagian
cranial. maupun spinal. Sekitar 70% cairan serebrospinal
dihasilkan oleh pleksus koroidideus, dan sisanya di hasilkan oleh
pergerakan dari cairan transepidermal dari otak menuju sistem
ventrikel. Bagi anakanak usia 4-13 tahun rata-rata volume cairan
liqour adalah 90 ml dan 150 ml pada orang dewasa. Tingkat
pembentukan adalah sekitar 0,35 ml /menit atau 500 ml / hari.
Sekitar 14% dari total volume tersebut mengalami absorbsi setiap
satu jam.
2. Etiologi
Menurut Darsono,(2012) Cairan Serebrospinal merupakan
cairan jernih yang diproduksi dalam ventrikulus otak oleh pleksus
koroideus, Cairan ini mengalir dalam ruang subaraknoid yang
membungkus otak dan medula spinalis untuk memberikan
perlindungan serta nutrisi(Cristine Brooker:The Nurse’s Pocket
Dictionary). CSS yang dibentuk dalam sistem ventrikel oleh pleksus
khoroidalis kembali ke dalam peredaran darah melalui kapiler dalam
piamater dan arakhnoid yang meliputi seluruh susunan saraf pusat
(SSP). Cairan likuor serebrospinalis terdapat dalam suatu sistem, yakni
sistem internal dan sistem eksternal. Pada orang dewasa normal jumlah
CSS 90-150 ml, anak umur 8-10 tahun 100-140 ml, bayi 40-60 ml,
neonatus 20-30 ml dan prematur kecil 10-20 ml. Cairan yang
tertimbun dalam ventrikel 500-1500 ml.
Allan H. Ropper, (2011) Hidrosefalus terjadi bila terdapat
penyumbatan aliran cairan serebrospinal (CSS) pada salah satu tempat
antara tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan tempat
absorbsi dalam ruang subaraknoid. Akibat penyumbatan, terjadi
dilatasi ruangan CSS diatasnya).
Allan H. Ropper, (2011) Teoritis pembentukan CSS yang
terlalu banyak dengan kecepatan absorbsi yang abnormal akan
menyebabkan terjadinya hidrosefalus, namun dalam klinik sangat
jarang terjadi. Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat
pada bayi dan anak ialah :
a. Kelainan Bawaan (Kongenital)
1) Stenosis akuaduktus Sylvii Merupakan penyebab terbanyak
pada hidrosefalus bayi dan anak (60-90%). Aqueduktus dapat
merupakan saluran yang buntu sama sekali atau abnormal,
yaitu lebih sempit dari biasa. Umumnya gejala hidrosefalus
terlihat sejak lahit atau progresif dengan cepat pada bulan-
bulan pertama setelah kelahiran.
2) Spina bifida dan kranium bifida Hidrosefalus pada kelainan ini
biasanya yang berhubungan dengan sindrom Arnould-Jhiari
akibat tertariknya medulla spinalis dengan medulla oblongata
dan cerebellum letaknya lebih rendah dan menutupi foramen
magnum sehingga terjadi penyumbatan sebagian atau total.
3) Sindrom Dandy-Walker Merupakan atresia congenital Luscha
dan Magendie yang menyebabkan hidrosefalus obtruktif
dengan pelebaran system ventrikel terutama ventrikel IV, yang
dapat sedemikian besarnya sehingga merupakan suatu kista
yang besar di daerah fosa pascaerior.
4) Kista araknoid dan anomali pembuluh darah Dapat terjadi
congenital tapi dapat juga timbul akibat trauma sekunder suatu
hematoma.
b. Infeksi
Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen sehingga
dapat terjadi obliterasi ruangan subarahnoid. Pelebaran ventrikel
pada fase akut meningitis purulenta terjadi bila aliran CSS
terganggu oleh obstruksi mekanik eksudat pirulen di aqueduktus
sylviin atau system basalis. Hidrosefalus banyak terjadi pada klien
pasca meningitis. Pembesaran kepala dapat terjadi beberapa
minggu sampai beberapa bulan sesudah sembuh dari meningitis.
Secara patologis terlihat pelebaran jaringan piamater dan arahnoid
sekitar system basalis dan daerah lain. Pada meningitis serosa
tuberkulosa, perlekatan meningen terutama terdapat di daerah
basal sekitar sistem kiasmatika dan interpendunkularis, sedangkan
pada meningitis purunlenta lokasisasinya lebih tersebar.
c. Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di
setiap tempat aliran CSS. Pengobatannya dalam hal ini di tujukan
kepada penyebabnya dan apabila tumor tidak di angkat, maka
dapat di lakukan tindakan paliatif dengan mengalihkan CSS
melalui saluran buatan atau pirau. Pada anak, penyumbatan
ventrikel IV atau akuaduktus Sylvii biasanya suatu glioma yang
berasal dari serebelum, penyumbatan bagian depan ventrikel III
disebabkan kraniofaringioma.
d. Perdarahan
Menurut Allan H. Ropper, 2011:360 Perdarahan sebelum
dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan fibrosis
leptomeningen terutama pada daerah basal otak, selain
penyumbatan yang terjadi akibat organisasi dari darah itu sendiri.
3. Manifestasi Klinis
Darsono, (2005) mengatakan bahawa Tanda awal dan gejala
hidrosefalus tergantung pada derajat ketidakseimbangan kapasitas
produksi dan resorbsi CSS Gejala-gejala yang menonjol merupakan
refleksi adanya hipertensi intrakranial. Manifestasi klinis dari
hidrosefalus pada anak dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu :
a. Hidrosefalus terjadi pada masa neonates Meliputi pembesaran
kepala abnormal, gambaran tetap hidrosefalus kongenital dan pada
masa bayi. Lingkaran kepala neonatus biasanya adalah 35-40 cm,
dan pertumbuhan ukuran lingkar kepala terbesar adalah selama
tahun pertama kehidupan. Kranium terdistensi dalam semua arah,
tetapi terutama pada daerah frontal. Tampak dorsum nasi lebih
besar dari biasa. Fontanella terbuka dan tegang, sutura masih
terbuka bebas. Tulang-tulang kepala menjadi sangat tipis. Vena-
vena di sisi samping kepala tampak melebar dan berkelok.
b. Hidrosefalus terjadi pada akhir masa kanak- kanak Pembesaran
kepala tidak bermakna, tetapi nyeri kepala sebagai manifestasi
hipertensi intrakranial. Lokasi nyeri kepala tidak khas. Dapat
disertai keluhan penglihatan ganda (diplopia) dan jarang diikuti
penurunan visus. Secara umum gejala yang paling umum terjadi
pada pasien-pasien hidrosefalus di bawah usia dua tahun adalah
pembesaran abnormal yang progresif dari ukuran kepala.
Makrokrania mengesankan sebagai salah satu tanda bila ukuran
lingkar kepala lebih besar dari dua deviasi standar di atas ukuran
normal. Makrokrania biasanya disertai empat gejala hipertensi
intrakranial lainnya yaitu: Fontanel anterior yang sangat tegang,
Sutura kranium tampak atau teraba melebar, Kulit kepala licin
mengkilap dan tampak vena-vena superfisial menonjol, Fenomena
‘matahari tenggelam’ (sunset phenomenon).
c. Tanda Tanda Awal
1) Mata juling
2) Sakit kepala
3) Lekas marah
4) Lesu
5) Menagis jika digendong dan diam bila berbaring
6) Mual muntah yang proyektil
7) Melihat kembar
8) Ataksia
9) Perkembangan yang berlansung lambat
10) Pupil edema
11) Respon pupil terhadap cahaya lambat dan tidak sama
12) Biasanya diikuti dengan perubahan tingkat kesadaran,
opistotunus, dan spatik pada ekstremitas bawah
13) Kesulitan dalam pemberian dan penelanan makanan
14) Gangguan kardiopulmonel
b. Tanda-Tanda selanjutnya
1) Nyeri kepala dan di ikuti muntah – muntah
2) Pupil edema
3) Strabismus
4) Peningkatan tekanan darah
5) Denyut nadi lambat
6) Gangguan respiresi
7) Kejang
8) Letargi
9) Muntah
10) Lekas marah
11) Lesu
12) Apatis
13) Kebingungan
14) Sering kali inkoheren
Manifestasi klinis menurut dibedakan menjadi dua yaitu pada masa bayi
dan masa anak – anak (Suriadi (2010)
a. Bayi
1) Kepala menjadi makin besar dan akan terlihat pada umur 3 tahun.
2) Keterlambatan penutupan fontanela anterior
3) Vena pada kulit kepala dilatasi dan terlihat jelas pada saat bayi
menangis
4) Terdapat bunyi creckedpod (tanda macewen)
5) Mata melihat kebawah (tanda setting sun)
6) Lemah
7) Kemampuan makan kurang
8) Perubahan kesadaran
9) Opishtotonus
10) Spatik pada ekktremitas bawah
11) Kesulitan bernafas, apnea, aspirasi dan tidak ada reflek muntah
12) Bayi tidak dapat melihat ke atas, “sunset eyes”
13) Strabismus, nystagmus, atropi optic
14) Bayi sulit mengangkat dan menahan kepalanya ke atas.
b. Anak-anak
1) Nyeri kepala
2) Muntah
3) Lethargi, lelah, apatis, perubahan personalitas
4) Ketegangan dari sutura cranial dapat terlihat pada anak berumur 10
Tahun
5) Penglihatan ganda, kontruksi penglihatan perifer
6) Strabismus
7) Perubahan pupil
4. Pathofisiologi
Pembentukan cairan serebrospinal terutama dibentuk di dalam
sistem ventrikel. Kebanyakan cairan tersebut dibentuk oleh pleksus
koroidalis di ventrikel lateral, yaitu kurang lebih sebanyak 80% dari
total cairan serebrospinalis. Kecepatan pembentukan cairan
serebrospinalis lebih kurang 0,35- 0,40 ml/menit atau 500 ml/hari,
kecepatan pembentukan cairan tersebut sama pada orang dewasa
maupun anak-anak. Dengan jalur aliran yang dimulai dari ventrikel
lateral menuju ke foramen monro kemudian ke ventrikel 3, selanjutnya
mengalir ke akuaduktus sylvii, lalu ke ventrikel 4 dan menuju ke
foramen luska dan magendi, hingga akhirnya ke ruang subarakhnoid
dan kanalis spinalis.Secara teoritis, terdapat tiga penyebab terjadinya
hidrosefalus, yaitu:
a. Produksi likuor yang berlebihan. Kondisi ini merupakan penyebab
paling jarang dari kasus hidrosefalus, hampir semua keadaan ini
disebabkan oleh adanya tumor pleksus koroid (papiloma atau
karsinoma), namun ada pula yang terjadi akibat dari
hipervitaminosis vitamin A.
b. Gangguan aliran likuor yang merupakan awal kebanyakan kasus
hidrosefalus. Kondisi ini merupakan akibat dari obstruksi atau
tersumbatnya sirkulasi cairan serebrospinalis yang dapat terjadi di
ventrikel maupun vili arakhnoid. Secara umum terdapat tiga
penyebab terjadinya keadaan patologis
c. Malformasi yang menyebabkan penyempitan saluran likuor,
misalnya stenosis akuaduktus sylvii dan malformasi Arnold Chiari.
d. Lesi massa yang menyebabkan kompresi intrnsik maupuekstrinsik
saluran likuor, misalnya tumor intraventrikel, tumor para ventrikel,
kista arakhnoid, dan hematom.
e. Proses inflamasi dan gangguan lainnya seperti
mukopolisakaridosis, termasuk reaksi ependimal, fibrosis
leptomeningeal, dan obliterasi vili arakhnoid.
f. Gangguan penyerapan cairan serebrospinal. Suatu kondisi seperti
sindrom vena cava dan trombosis sinus dapat mempengaruhi
penyerapan cairan serebrospinal. Kondisi jenis ini termasuk
hidrosefalus tekanan normal atau pseudotumor serebri.
Dari penjelasan di atas maka hidrosefalus dapat diklasifikasikan dalam
beberapa sebutan diagnosis. Hidrosefalus interna menunjukkan adanya
dilatasi ventrikel, sedangkan hidrosefalus eksterna menunjukkan
adanya pelebaran rongga subarakhnoid di atas permukaan korteks.
Hidrosefalus komunikans adalah keadaan di mana ada hubungan antara
sistem ventrikel dengan rongga subarakhnoid otak dan spinal,
sedangkan hidrosefalus nonkomunikans yaitu suatu keadaan dimana
terdapat blok dalam sistem ventrikel atau salurannya ke rongga
subarakhnoid. Hidrosefalus obstruktif adalah jenis yang paling banyak
ditemui dimana aliran likuor mengalami obstruksi.
PATHWAY
Perdarahan
infeksi Kongenital neoplasma cerebral
A. Pengkajian
1. Biodata
Meliputi : nama, tempat/tanggal lahir, umur,jenis kelamin,anak-ke,
BB/TB, alamat.
2. Keluhan Utama
Hal yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan
kesehatan bergantung seberapa jauh dampak dari hidrosefalus pada
peningkatan tekanan intracranial, meliputi muntah, gelisah nyeri kepala,
letargi, lelah apatis, penglihatan ganda, perubahan pupil, dan kontriksi
penglihatan perifer.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Adanya riwayat infeksi (biasanya riwayat infeksi pada selaput otak
dan meningens) sebelumnya. Pengkajian yang didapat meliputi
seorang anak mengalami pembesaran kepala, tingkat kesadaran
menurun (GCS <15), kejang, muntah, sakit kepala, wajahnya tanpak
kecil cecara disproposional, anak menjadi lemah, kelemahan fisik
umum, akumulasi secret pada saluran nafas, dan adanya liquor dari
hidung. Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran
akibat adanya perubahan di dalam intracranial. Keluhan perubahan
prilaku juga umum terjadi.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat
hidrosefalus sebelumnya, riwayat adanyanya neoplasma otak, kelainan
bawaan pada otak dan riwayat infeksi.
c. Riwayat Perkembangan
Kelahiran premature. lahir dengan pertolongan, pada waktu lahir
menangis keras atau tidak. Riwayat penyakit keluarga, mengkaji
adanya anggota generasi terdahulu yang menderita stenosis akuaduktal
yang sangat berhubungan dengan penyakit keluarga/keturunan yang
terpaut seks.
d. Pengkajian psikososiospritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien dan keluarga
(orang tua) untuk menilai respon terhadap penyakit yang diderita dan
perubahan peran dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau
pengruhnya dalam kehidupan sehari-hari. Baik dalam keluarga
maupun masyarakata. Apakah ada dampak yang timbul pada klien dan
orang tua, yaitu timbul seperti ketakutan akan kecatatan, rasa cemas,
rasa ketidak mampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal.
Perawat juga memasukkan pengkajian terhadap fungsi neurologis
dengan dampak gangguan neurologis yang akan terjadi pada gaya
hidup individu. Perspektif perawatan dalam mengkaji terdiri atas dua
masalah: keterbatasan yang diakibatkan oleh deficit neurologis dalam
hubungan dengan peran sosial klien dan rencana pelayanan yang akan
mendukung adaptasi pada gangguan neurologis didalam system
dukungan individu.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Pada keadaan hidrosefalus umumnya mengalami penurunan kesadaran
(GCS <15) dan terjadi perubahan pada tanda-tanda
vital.
b. Sistem Pernafasan
Perubahan pada system pernafasan berhubungan dengan inaktivitas.
Pada beberapa keadaan hasil dari pemeriksaan fisik dari system ini
akan didapatka hal-hal sebagai berikut : Ispeksi umum: apakah
didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak nafas,
penggunaan otot batu nafas, dan peningkatan frekuensi pernafasan.
Terdapat retraksi klavikula/dada, mengembangan paru tidak simetris.
Ekspansi dada: dinilai penuh/tidak penuh, dan kesimetrisannya. Pada
observasi ekspansi dada juga perlu dinilai retraksi dada dari otot-otot
interkostal, substernal pernafasan abdomen dan respirasi
paraddoks(retraksi abdomen saat inspirasi). Pola nafas ini terjadi jika
otot-otot interkostal tidak mampu menggerakkan dinding dada
Palpasi : Taktil primitus biasanya seimbang kanan an kiri
Perkusi : Resonan pada seluruh lapang paru.
Auskultasi : Bunyi nafas tambahan, seperti nafas berbunyi
stridor, ronkhi pada klien dengan adanya peningkatan
produksi secret dan kemampuan batuk yang menurun yang
sering didapatkan pada klien hidrosefalus dengan penurunan
tingkat kesadaran.
c. Sistem Kardiovaskuler
Frekuensi nadi cepat dan lemah berhubungan dengan homeostasis
tubuh dalam upaya menyeimbangkan kebutuhan oksigen perifer. Nadi
brakikardia merupakan tanda dari perubahan perfusi jaringan otak.
Kulit kelihatan pucat merupakan tanda penurunan hemoglobin dalam
darah. Hipotensi menunjukan adanya perubaha perfusi jaringan dan
tanda-tanda awal dari suatu syok.
d. Pemeriksaan Kepala dan Leher
Kepela terlihat lebih besar jika dibandingkan dengan tubuh. Hal ini
diidentifikasi dengan mengukur lingkar kepala suboksipito
bregmatikus dibanding dengan lingkar dada dan angka normal pada
usia yang sama. Selain itu pengukuuran berkala lingkar kepala, yaitu
untuk melihat pembesaran kepala yang progresif dan lebih cepat dari
normal. Ubunubun besar melebar atau tidak menutup pada waktunya
teraba tegang atau menonjol, dahi tampak melebar atau kulit kepala
tampak menipis, tegang dan mengkilat dengan pelebaran vena kulit
kepala.
1. Tampak meringis
2. Bersikap protektif Obstruksi aliran CSS
(mis,waspada,
posisi menghindar
nyeri)
Akumulasi CSS di
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi ventrikel
meningkat
5. Sulit tidur
Peningkatan TIK
Tanda Minor
Ds : - Nyeri kepala
Do :
Nyeri akut
1. Tekanan darah
meningkat
2. Pola nafas berubah
3. Nafsu makan
berubah
4. Proses berpikir
terganggu
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri
sendiri
7. Diaphoresis
Tanda Mayor Infeksi, kongenital, Gangguan Mobilitas
Ds : Fisik
neoplasma, perdarahan
1. Mengeluh sulit
cerebral
menggerakan
ekstremitas
Do :
Obstruksi aliran CSS
1. Kekuatan otor
menrun
2. Rentang gerak
Akumulasi CSS di
(ROM) menurun
ventrikel
Tanda Minor
Ds :
Do :
Pembesaran kepala
1. Sendi kaku
2. Gerakan tidak
terkoordinasi
Gangguan mobilitas fisik
3. Gerakan terbatas
4. Fisik lemah
Tanda Mayor Infeksi, kongenital, Gangguan tumbuh dan
Ds : - perkembangan
neoplasma, perdarahan
Do :
cerebral
1. Tidak mampu
melakuakn
keterampilan atau
perilaku khas sesuai Obstruksi aliran CSS
usia (fisik, bahas,
motoric,
psikososial) Akumulasi CSS di
2. Pertumbuhan fisik
ventrikel
terganggu
Tanda Minor
Do : menekan organ-organ
1. Tidak mampu yang terdapat didalam
melakukan
otak
perawatan diri
sesuai usia
2. Afek datar
Pembesaran kepala
3. Respon sosial
lambat
4. Kontak mata
terbatas Gangguan mobilitas
8. Regresi perkembangan
C. Diagnosa Keperawatan
1. ketidakefektifan perfusi jaringan serbral b.d ketidakseimbangan antara
suplai O2 dalam otak
2. Nyeri akut b.d peningkatan TIK
3. Gangguan tumbuh dan perkembangan b.d pembesaran kepala
4. Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan neuromuscular
D. Intervensi Keperawatan
1. Memberikan
pemahaman
mengenai
manfaat
tindakan yg
akan
dilakukan
2. Untuk
mencegah
terjadinya
masalah
pada pasien
3. Untuk
membantu
pasien
dalam
melakukan
mobilisasi
sederhana
3 Nyeri akut b.d Setelah dilakukan Observasi Observasi
tindakan keperawatan
peningkatan …x24 jam nyeri
1. Identifikasi 1. untuk
lokasi mengetahui
TIK berkurang dengan
karakteristik terjadinya
kriteria hasil : durasi komplikasi
1. Keluhan nyeri frekuensi 2. untuk
menurun kualitas mengetahui
intensitas nyeri skala nyeri
2. Meringis 2. Identifikasi 3. untuk
menurun skala nyeri mengetahui
3. identifikasi nyeri non
3. Gelisah respon nyeri verbal
menurun non verbal 4. untuk
4. identifikasi mengetahui
4. Mual muntah faktor yang faktor yang
menurun memperberat memperberat
5. Tekanan dan dan
darah memperingan memperingan
membaik nyeri nyeri
5. identifikasi 5. untuk
6. Nafsu makan pengetahuan mengetahui
membaik dan keyakinan pengetahuan
tentang nyeri pasien
7. Pola tidur 6. identifikasi mengenai
membaik pengaruh nyeri nyeri
pada kualitas 6. mengidentifi
8. Kesulitan hidup kasi pengaruh
tidur menurun 7. monitor nyeri pd
9. Frekuensi keberhasilan kualitas
terapi hidup untuk
nadi membaik komplmenter mengetahui
yang sudah pengaruh
diberikan nyeri
8. monitor efek 7. memonitor
samping keberhasilan
penggunaan terapi
analgetik komplomente
Terapeutik r yg sudah
diberikan
1. berikan tehnik untuk
nonfarmakolog mengetahui
is untuk apakah sudah
mengurangi berhasil
rasa nyeri (mis terapi
TENS, dilakukan
hypnosis, 8. memonitor
akupresur, efek samping
terapi music, penggunaan
biofeedback, analgetik
terapi pijat, supaya
aromaterapi, mengetahui
tehnik efek samping
imajinasi penggunaan
terbimbing, analgetik
kompres
hangat)
2. kontrol Terapeutik
lingkungan
yang 1. untuk
memperberat mengurangi
rasa nyeri (mis, rasa nyeri
suhu ruangan, 2. untuk
pencahayaan, mengatahui
kebisingan) lingkungan
3. fasilitas yang dapat
istirahat tidur memperberat
4. pertimbangkan rasa nyeri
jenis dan 3. memfasilitasi
sumber nyeri istirahat tidur
dalam untuk
pemilihan meringankan
strategi rasa nyeri
meredakan 4. mempertimba
nyeri ngan jenis
dan sumber
Edukasi
nyeri dalam
1. jelaskan pemilihan
penyebab, strategi
periode, dan meredakan
pemicu nyeri nyeri
2. jelaskan
strategi
meredakan
nyeri
3. anjurkan
memonitor Edukasi
nyeri secara
1. menjelaskan
mandiri
penyebab,per
4. anjurkan
iode dan
menggunakan
pemicu nyeri
analgetik
untuk
secaratepat
mengetahui
5. anjurkan tehnik
penyebab
nonfarmakolog
nyeri pasien
is untuk
2. menjelaskan
mengurangi
strategi
nyeri
meredakan
Kolaborasi nyeri utk
1. kolaborasi meredakan
pemberikan nyeri pasien
analgetik jika 3. agar pasien
perlu mampu
memonitor
nyeri secara
mndiri
4. untuk
mengurangi
rasa nyeri yg
dialami pada
infeksi,perad
angan otot
dan
sendi,serta
dysmenorrhe
a
5. untuk
mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi
1. untuk
memaksimal
kan
pengobatan
pasiien
DAFTAR PUSTAKA
Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC Jilid I. Jakarta:EGC
PPNI.2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia(SDKI) Edisi I Cetakan
III(Revisi).Jakarta
PPNI.2018.Standar Intervensi Keperawatan Indonesia(SIKI) Edisi Cetakan
II.Jakarta
PPNI.2019.Standar Luaran Keperawatan Indonesia(SLKI) Edisi Cetakan
II.Jakarta
Nursalam, Hidayati Laily, Purnama Sari Ni Putu Wulan, Jurnal Ners Vol.4 No.1
April 2009: 9-18
LAPORAN PENDAHULUAN
HISPOPADIA
Dosen pembimbing
Winda Aliarosa, S.kep, Ners., MAN
Disusun oleh:
Nama : Riski Saputra
Nim : E.0105.18.031
A. Definisi
Hipospadia adalah kelainan kongenital berupa muara uretra yang terletak di
sebelah ventral penis dan proksimal ujung penis. Letak meatus uretra bisa terletak
pada grandular hingga perineal. (Basuki.B purnomo)
Hipospidia adalah suatu kelainan bawaan kongential dimana meatus uretra
eksternal terletak di permukaan ventral penis dan lebih ke proksimal dari tempatnya
yang normal (ujung glans penis). (Arif Mansjoer, 2000)
Hipospadia adalah suatu kelainan berupa tidak adanya dinding uretra sebelah
atas atau susunan dorsal pada meatus uretra. (Ngastiyah, 2005)
B. Etiologi
Penyebabnya sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang belum
diketahui penyebab pasti dari hipospadia. Namun, ada beberapa factor yang oleh para
ahli dianggap paling berpengaruh antara lain :
1. Gangguan dan ketidakseimbangan hormon : Hormone yang dimaksud di sini
adalah hormone androgen yang mengatur organogenesis kelamin (pria).
2. Genetika : terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi
karena mutasi pada gen yang mengode sintesis androgen tersebut sehingga
ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi.
3. Lingkungan : Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan
dan zat yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi
Penyebab kelainan ini juga kemungkinan bermula dari proses kehamilan juga
karena maskulinisasi inkomplit dari genetalia karena infolusi yang prematur dari
sel interstitial testis.
C. Tanda Gejala
Gejala dan tanda yang biasanya di timbulkan antara lain :
1. Lubang penis tidak terdapat di ujung penis, tetapi berada di bawah penis.
2. Penis melengkung ke bawah.
3. Penis tampak seperti kerudung karena kelainan pada kulit di depan penis.
4. Ketidakmampuan berkemuh secara adekuat dengan posisi berdiri.
5. Glans penis bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal di bagian
bawah penis yang menyerupai meatus uretra eksternus.
6. Preputium tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk di bagian punggung
penis.
7. Adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus dan
membentang hingga ke glans penis, teraba lebih keras dari jaringan sekitar.
8. Kulit penis bagian bawah sangat tipis.
9. Tunika dartos, fasia buch dan korpus spongiosum tidak ada.
10. Dapat timbul tanpa chordee, bila letak meatus pada dasar dari glans penis.
11. Chordee dapat timbul tanpa hipospadia sehingga penis menjadi bengkok.
12. Sering disertai undescended testis (testis tidak turun ke kantung skrotum).
13. Kadang disertai kelainan congenital pada ginjal.
14. Ketidaknyamanan anak saat BAK karena adanya tahanan pada ujung uretra
eksterna.
15. Tidak terdapat prepusium ventral sehingga prepusium dorsal menjadi kelebihan
(dorsal hood)
D. Patofisilogi
Hipospadia terjadi karena tidak lengkapnya perkembangan uretra dalam
utero. Hypospadias dimana lubang uretra terletak pada perbatasan penis dan skrotum,
ini dapat berkaitan dengan cordee kongiental
Paling umum pada hipospadia adalah lubang uretra bermuara pada tempat
frenum.frenumnya tidak terbentuk, tempat normalnya meatus uranius ditandai pada
glans penis sebagai celah buntuh.
Pada embrio yang berumur 2 minggu baru terdapat 2 lapisan yaitu ectoderm
dan endoderm. Baru kemudian terbentuk lekukan di tengah-tengah yaitu mesoderm
yang kemudian bermigrasi ke perifer, memisahkan ekstroderm dan endoderm ,
sedangkan di bagian kaudalnya tetap bersatu membentuk membrane kloaka.
Pada permulaan minggu ke 6 tebentuk tonjolan antara umbilical cord dan tail
yang disebut genital tubercle. Dibawahnya pada garis tengah terbentuk lekukan
dimana di bagian lateralnya ada 2 lipatan memanjang yang disebut genital fold.
Selama minggu ke 7, genital tubercle akan memanjang dan membentuk glans. Bila
terjadi agnesis dari mesoderm, maka genital tubercle tak terbentuk, sehingga penis
juga tak terbentuk.
Bagian anterior dari membrane kloaka, yaitu membrane urogenitalia akan
ruptur dan membentuk sinus. Sementara itu, genital fold akan membentuk sisi-sisi
dari sinus urogenitalia. Bila genital fold gagal bersatu di atas sinus urogenitalia, maka
akan terjadi hipospidia.
Pathway
Malformasi congenital
Hipospadia
Pengelolaan
Pembedahan Kombinasi
Eksisi chordee Pembedahan
Urethroplaty Radio diagnosis
E. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis dilakukan dengan pemeriksaan fisik pada bayi baru lahir atau bayi. karena
kelainan lain dapat menyertai hipospadia, dianjurkan pemeriksaan yang menyeluruh,
termasuk pemeriksaan kromosom (corwin, 2009)
1. Rontgen
2. USG sistem kemih kelamin
3. DNO – IVP karena biasanya pada hipospadia juga disertai dengan kelainan
kongenital ginjal.
4. Kultur urine (anak – hipospadia)
F. Medikasi
Medikasi hipospadia adalah dengan jalan pembedahan. Tujuan prosedur pembedahan
pada hipospadia adalah :
1. Membuat penis yang lurus dengan memperbaiki chordee
2. Membentuk uretra dan meatusnya yang bermuara pada ujung penis (uretroplasti)
3. Untuk mengembalikan aspek normal dari genetalia eksterna (kosmetik)
Pembedahan dilakukan berdasarkan keadaan malfarmasinya. Pada hipospadia
glanural uretra distal ada yang tidak terbentuk, biasanya tanpa recurvatum
santanelli, flip flap, MAGPI (meatal advance and glanulaplasty), termasuk
preputium plasty
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama, umur, alamat, jenis kelamin, agama, suku, no.register, tanggal masuk, tanggal
pengkajian, diagnosa medis.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda-tanda vital
T : tidak terkaji
N :tidak terkaji
R :tidak terkaji
Td: Tidak terkaji
b. Keadaan umum
c. Kesadaran
B. Analisa Data
- penurunan
hemoglobin
- imununosupresi
- leukopeni
- supresi respon
inflamasi
vaksinasi tidak adekuat
DS :
1. Mengeluh pusing
2. Anoreksia
3. Palpitasi
4. Merasa tidak berdaya
DO :
1. Frekuensi nafas
meningkat
2. Frekuensi nadi
meningkat
3. Tekanan darah
meningkat
4. Diaforesis
5. Tremor
6. Muka tampak pucat
7. Suara bergetar
8. Kontak mata buruk
9. Sering berkemih
10. Berorientasi pada masa
lalu
C. Diagnosis Keperawatan
1. Nyeri akut b.d cidera fisik akibat pembedahan
2. Resiko infeksi b.d prosedur invasive (pemasangan kateter)
3. Ansietas b.d krisis situasional, tindakan operasi yang akan dilakukan.
D. Intervensi
Terapeutik
1. Siapkan materi,
media tentang
faktor – faktor
penyebab, cara
identifikasi dan
pencegahan riso
infeksi di rumah
sakit maupun di
rumah
2. jadwalkan
waktu yang tepat
untuk memberikan
pendidikan
kesehatan sesuai
kesepakatan
dengan pasien dan
keluarga
Edukasi
1. Jelakan tanda
dan gejala infeksi
lokal dan sistemik
2. Anjurkan
membatasi
pengunjung
3. Ajarkan cara
memeriksa kondisi
luka atau luka
operasi
3. Ansietas Obsevasi
b.d krisis
situasiona
l, 1. Identifikasi saat
tindakan
operasi tingkat ansietas
yang
akan berubah (mis.
dilakukan kondisi, waktu,
.
stresor)
2. Monitor tanda-
tanda ansietas
(verbal dan
nonverbal)
Terapeutik
1. Ciptakan
suasana terapeutik
untuk
menumbuhkan
kepercayaan
2. Dengarkan
pasien dengan
penuh perhatian
Edukasi
1. informasikan
secara faktual
mengenai
diagnosis,
pengobatan, dan
prognosis
2. anjurkan
keluarga untuk
tetap bersama
pasien, jika perlu
3. latih tektik
relaksasi
Kolaborasi
1. kolaborasi
pemberian obat
antiansietas, jika
perlu
DAFTAR PUSTAKA
Disusun Oleh:
Tita Lela Rosalina (E.0105.18.037)
A. PENGERTIAN
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang
dari 2500 gram tanpa memandang usia gestasi. BBLR dapat terjadi pada bayi
kurang hulan (< 37 minggu) atau pada bayi cukup bulan (intrauterine growth
restriction) (Pudjiadi, dkk, 2010).
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang
dari 2500 gram pada waktu lahir. (Amru Saofian, 2012)
Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) adalah bila berat badannya kurang
dari 2500 gram (sampai dengan 2499 gram). Bayi yang dilahirkan dengan
BBLR umumnya kurang mampu meredam tekanan lingkungan yang baru
sehingga dapat mengakibatkan pada terhambatnya pertumbuhan dan
perkembangan, bahkan dapat menggangu kelangsungan hidupnya
(Prawirohardjo, 2006).
B. ETIOLOGI
Beberapa penyebab dari bayi dengan berat badan lahir rendah, yaitu:
1. Faktor ibu
a. Penyakit
1) Mengalami komplikasi kehamilan, seperti anemia, perdarahan
antepartum, preeklamsi berat, eklamsia, infeksi kandung kemih.
2) Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual,
hipertensi, HIV/AIDS, TORCH (Toxoplasma, Rubella,
Cytomegalovirus (CMV) dan Herpes simplex virus), dan penyakit
jantung.
3) Penyalahgunaan obat, merokok, konsumsi alkohol.
b. Ibu
1) Angka kejadian prematuritas tertinggi adalah kehamilan pada usia
< 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
2) Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek (kurang dari 1
tahun)
3) Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya.
c. Keadaan sosial ekonomi
1) Kejadian tertinggi pada golongan sosial ekonomi rendah. Hal ini
dikarenakan keadaan gizi dan pengawasan antenatal yang kurang.
2) Aktivitas fisik ysng berlebihan.
3) Perkawinan yang tidak sah.
2. Faktor janin
Faktor janin meliputi: kelainan kromosom, infeksi janin kronik (inklusi
sitomegali, rubella bawaan), gawat janin, dan kehamilan kembar.
3. Faktor plasenta
Faktor plasenta disebabkan oleh hidramnion, plasenta previa, solutio
plasenta, sindrom transfusi bayi kembar (sindrom parabiotik), ketuban
pecah dini.
4. Faktor lingkungan
Lingkungan yang berpengaruh antara lain: tempat tinggal di dataran
tinggi, terkena radiasi, serta terpapar zatberacun.
C. PATOFISIOLOGI
Menurut Maryanti, et al (2012:169) faktor yang mempengaruhi
terjadinya BBLR terdiri dari faktor ibu yang meliputi penyakit ibu, usia ibu,
keadaan sosial ekonomi dan sebab lain berupa kebiasaan ibu, faktor janin, dan
faktor lingkungan. BBLR dengan faktor risiko paritas terjadi karena sistem
reproduksi ibu sudah mengalami penipisan akibat sering melahirkan. Hal ini
disebabkan oleh semakin tinggi paritas ibu, kualitas endometrium akan
semakin menurun. Kehamilan yang berulang-ulang akan mempengaruhi
sirkulasi nutrisi ke janin dimana jumlah nutrisi akan berkurang dibandingkan
dengan kehamilan sebelumnya (Mahayana et al., 2015 : 669).
Menurut Samuel S Gidding dalam Amirudin & Hasmi (2014:85-86)
mekanisme pajanan asap rokok terhadap kejadian BBLR dan berat plasenta
dengan beberapa mekanisme yaitu kandungan tembakau seperti nikotin, CO
dan polysiklik hydrokarbon, diketahui dapat menembus plasenta. Carbon
monoksida mempunyai afinitas berikatan dengan hemoglobin membentuk
karboksihemoglobin, yang menurunkan kapasitas darah mengangkut oksigen
ke janin. Sedangkan nikotin menyebabkan vasokontriksi arteri umbilikal dan
menekan aliran darah plasenta. Perubahan ini mempengaruhi aliran darah di
plasenta. Kombinasi hypoxia intrauterine dan plasenta yang tidak sempurna
mengalirkan darah diyakini menjadi penghambat pertumbuhan janin.
Faktor yang juga mempengaruhi terjadinya BBLR adalah penyakit
pada ibu hamil. Anemia pada ibu hamil dapat mengakibatkan penurunan
suplai oksigen ke jaringan, selain itu juga dapat merubah struktur
vaskularisasi plasenta, hal ini akan mengganggu pertumbuhan janin sehingga
akan memperkuat risiko terjadinya persalinan prematur dan kelahiran bayi
dengan berat badan lahir rendah terutama untuk kadar hemoglobin yang
rendah mulai dari trimester awal kehamilan (Cunningham, et al., 2010). Selain
anemia, implantasi plasenta abnormal seperti plasenta previa berakibat
terbatasnya ruang plasenta untuk tumbuh, sehingga akan mempengaruhi luas
permukaannya. Pada keadaan ini lepasnya tepi plasenta disertai perdarahan
dan terbentuknya jaringan parut sering terjadi, sehingga meningkatkan risiko
untuk terjadi perdarahan antepartum (Prawirohardjo, 2008). Apabila
perdarahan banyak dan kehamilan tidak dapat dipertahankan, maka terminasi
kehamilan harus dilakukan pada usia gestasi berapapun. Hal ini menyebabkan
tingginya kejadian prematuritas yang memiliki berat badan lahir rendah
disertai mortalitas dan morbiditas yang tinggi.
Keadaan sosial ekonomi secara tidak langsung mempengaruhi
kejadian BBLR, karena pada umumnya ibu dengan keadaan sosial ekonomi
yang rendah akan mempunyai intake makan yang lebih rendah baik secara
kualitas maupun secara kuantitas, yang berakibat kepada rendahnya status gizi
padaibuhamil(Amalia,2011:258).Selainitu, gangguan psikologis selama
kehamilan berhubungan dengan terjadinya peningkatan indeks resistensi arteri
uterina. Hal ini disebabkan karena terjadi peningkatan konsentrasi
noradrenalin dalam plasma, sehingga aliran darah ke uterus menurun dan
uterus sangat sensitif terhadap noradrenalin sehingga menimbulkan efek
vasokonstriksi. Mekanisme inilah yang mengakibatkan terhambatnya proses
pertumbuhan dan perkembangan janin intra uterin sehingga terjadi
BBLR (Hapisah, et al., 2010 : 86-87).
Menurut Maryanti et al. (2012:169) penyebab BBLR dapat
dipengaruhi dari faktor janin berupa hidramnion atau polihidramnion,
kehamilan ganda, dan kelainan koromosom. Hidramnion merupakan
kehamilan dengan jumlah air ketuban lebih dari 2 liter. Produksi air ketuban
berlebih dapat merangsang persalinan sebelum kehamilan 28 minggu,
sehingga dapat menyebabkan kelahiran prematur dan dapat meningkatkan
kejadian BBLR. Pada kehamilan ganda berat badan kedua janin pada
kehamilan tidak sama, dapat berbeda 50-1000 gram, hal ini terjadi karena
pembagian darah pada plasenta untuk kedua janin tidak sama. Pada kehamilan
kembar distensi (peregangan) uterus berlebihan, sehingga melewati batas
toleransi dan sering terjadi persalinan prematur (Amirudin & Hasmi, 2014 :
110-111). Menurut Saifuddin dalam Amirudin & Hasmi (2013 : 111-112)
kelainan kongenital atau cacat bawaan merupakan kelaianan dalam
pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel
telur. Bayi yang lahir dengan kelainan kongenital, umumnya akan dilahirkan
sebagai BBLR atau bayi kecil.
Pada BBLR ditemukan tanda dan gejala berupa disproporsi berat
badan dibandingkan dengan panjang dan lingkar kepala, kulit kering pecah-
pecah dan terkelupas serta tidak adanya jaringan subkutan (Mitayani, 2013 :
176). Karena suplai lemak subkutan terbatas dan area permukaan kulit yang
besar dengan berat badan menyebabkan bayi mudah menghantarkan panas
pada lingkungan (Sondakh, 2013 : 152). Sehingga bayi dengan BBLR dengan
cepat akan kehilangan panas badan dan menjadi hipotermia (Maryanti, 2012 :
171). Selain itu tipisnya lemak subkutan menyebabkan struktur kulit belum
matang dan rapuh. Sensitivitas kulit yang akan memudahkan terjadinya
kerusakan integritas kulit, terutama pada daerah yang sering tertekan dalam
waktu yang lama (Pantiawati, 2010 : 28). Pada bayi prematuritas juga mudah
sekali terkena infeksi, karena daya tahan tubuh yang masih lemah,
kemampuan leukosit masih kurang dan pembentukan antibodi belum
sempurna (Maryanti, 2012 : 172).
Kesukaran pada pernafasan bayi prematur dapat disebabakan belum
sempurnanya pembentukan membran hialin surfaktan paru yang merupakan
suatu zat yang dapat menurunkan tegangan dinding alveoli paru. Defisiensi
surfaktan menyebabkan gangguan kemampuan paru untuk mempertahankan
stabilitasnya, alveolus akan kembali kolaps setiap akhir ekspirasi sehingga
untuk pernafasan berikutnya dibutuhkan tekanan negative intratoraks yang
lebih besar yang disertai usaha inspirasi yang kuat. Hal tersebut menyebakan
ketidakefektifan pola nafas (Pantiawati, 2010 : 24-25).
Alat pencernaan bayi BBLR masih belum sempurna, lambung kecil,
enzim pencernaan belum matang (Maryanti et al., 2012 : 171). Selain itu
jaringan lemak subkutan yang tipis menyebabkan cadangan energi berkurang
yang menyebabkan malnutrisi dan hipoglikemi. Akibat fungsi organ-organ
belum baik terutama pada otak dapat menyebabkan imaturitas pada sentrum-
sentrum vital yang menyebabkan reflek menelan belum sempurna dan reflek
menghisap lemah. Hal ini menyebabkan diskontinuitas pemberian
ASI (Nurarif & Kusuma, 2015 54-55).
D. PATHWAY
E. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Jumiarni (2009), manifestasi klinis BBLR adalah sebagai berikut:
1. Preterm: sama dengan bayi prematuritas murni
2. Term dan posterm:
a. Kulit berselubung verniks kaseosa tipis atau tidak ada
b. Kulit pucat atau bernoda mekonium, kering keriput tipis
c. Jaringan lemak di bawah kulit tipis
d. Bayi tampak gesiy, kuat dan aktif
e. Tali pusat berwarna kuning kehijauan.
F. KLAISIFIKASI
BBLR dibedakan dalam dua golongan, yaitu:
1. Prematuritas murni. Masa gestasi kurang dari 37 minggu dan berat badan
lahir sesuai untuk masa kehamilan.
2. Dismaturitas. Bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan
seharusnya untuk masa gestasi itu, artinya bayi mengalami pertumbuhan
intrauterine dan merupakan bayi kecil untuk masa kehamilan.
G. KOMPLIKASI
1. Sindrom aspirasi mekonium, asfiksia neonatorum, sindrom distres
respirasi, penyakit membran hialin.
2. Dismatur preterm terutama bila masa gestasinya kurang dari 35 minggu
3. Hiperbilirubinemia, patent ductus arterious
4. Hipotermia, hipoglikemia, hipokalsemia, anemia, gangguan pembekuan
darah
5. Infeksi, retrorental fibroplasia, necrotizing enterocolitis (NEC)
6. Bronkopulmonari displasia, malformasi konginetal.
H. PENATALAKSANAAN
Penanganan dan perawatan pada bayi dengan berat badan lahir rendah
dapat dilakukan tindakan sebagai berikut:
1. Mempertahankan suhu tubuh bayi
Bayi prematur akan cepat kehilangan panas badan dan menjadi
hipotermia, karena pusat pengaturan panas badan belum berfungsi dengan
baik, metabolismenya rendah, dan permukaan badan relatif luas. Oleh
karena itu, bayi prematur harus dirawat di dalam inkubator sehingga panas
badannya mendekati dalam rahim. Bila belum memiliki inkubator, bayi
prematuritas dapat dibungkus dengan kain dan di sampingnya ditaruh
botol yang berisi air panas atau menggunakan metode kangguru yaitu
perawatan bayi baru lahir seperti bayi kangguru dalam kantung ibunya.
2. Pengawasan nutrisi atau ASI
Alat pencernaan bayi prematur masih belum sempurna, lambung kecil,
enzim pencernaan belum matang. Sedangkan kebutuhan protein 3 sampai
5 gr/kg berat badan dan kalori 110 gr/kg berat badan, sehingga
pertumbuhannya dapat meningkat. Pemberian minum bayisekitar 3 jam
setelah lahir dan didahului dengan menghisap cairan lambung. Reflek
menghisap masih lemah, sehingga pemberian minum sebaiknya sedikit
demi sedikit, tetapi dengan frekuensi lebih sering. ASI merupakan
makanan yang paling utama, sehingga ASI lah yang paling dahulu
diberikan. Bila faktor menghisapnya kurang maka ASI dapat diperas dan
diminumkan dengan sendok perlahan-lahan atau dengan memasang sonde
menuju lambung. Permulaan cairan yang diberikan sekitar 200
cc/kg/BB/hari.
3. Pencegahan infeksi
Bayi prematuritas mudah sekali terkena infeksi, karena daya tahan tubuh
yang masih lemah, kemampuan leukosit masih kurang, dan pembentukan
antibodi belum sempurna. Oleh karena itu, upaya preventif dapat
dilakukan sejak pengawasan antenatal sehingga tidak terjadi persalinan
prematuritas atau BBLR. Dengan demikian perawatan dan pengawasan
bayi prematuritas secara khusus dan terisolasi dengan baik.
4. Penimbangan ketat
Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi atau nutrisi bayi dan
erat kaitannya dengan daya tahan tubuh, oleh sebab itu penimbangan berat
badan harus dilakukan dengan ketat.
5. Ikterus
Semua bayi prematur menjadi ikterus karena sistem enzim hatinya belum
matur dan bilirubin tak berkonjugasi tidak dikonjugasikan secara efisien
sampai 4-5 hari berlalu. Ikterus dapat diperberat oleh polisetemia, memar
hemolisias dan infeksi karena hiperbilirubinemia dapat menyebabkan
kernikterus maka warna bayi harus sering dicatat dan bilirubin diperiksa
bila ikterus muncul dini atau lebih cepat bertambah coklat.
6. Pernapasan
Bayi prematur mungkin menderita penyakit membran hialin. Pada
penyakit ini tanda-tanda gawat pernapasan selalu ada dalam 4 jam bayi
harus dirawat terlentang atau tengkurap dalam inkubator dada abdomen
harus dipaparkan untuk mengobservasi usaha pernapasan.
7. Hipoglikemi
Mungkin paling timbul pada bayi prematur yang sakit bayi berat badan
lahir rendah, harus diantisipasi sebelum gejala timbul dengan pemeriksaan
gula darah secara teratur.
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain:
1. Pemeriksaan skor ballard merupakan penilaian yang menggambarkan
reflek dan maturitas fisik untuk menilai reflek pada bayi tersebut untuk
mengetahui apakah bayi itu prematuritas atau maturitas.
2. Tes kocok (shake test) dianjurkan untuk bayi kurang bulan, merupakan tes
pada ibu yang melahirkan bayi dengan berat kurang yang lupa mens
terakhirnya.
3. Darah rutin, glukosa darah, kalau perlu dan tersedia fasilitas diperiksa
kadar elektrolit dan analisa gas darah.
4. Foto dada ataupun babygram merupakan foto rontgen yang diperlukan
pada bayi lahir dengan umur kehamilan kurang bulan dimulai pada umur 8
jam atau dapat diperkirakan akan menjadi sindrom gwat nifas.
J. PROSES KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Biodata
Terjadi pada bayi prematur yang dalam pertumbuhan di dalam kandungan
terganggu
b. Keluhan utama
Menangis lemah, reflek menghisap lemah, bayi kedinginan atau suhu
tubuh rendah
c. Riwayat penyakit sekarang
Lahir spontan, SC umur kehamilan antara 24 sampai 37 minggu, berat
badan kurang atau sama dengan 2.500 gram, apgar pada 1 sampai 5
menit, 0 sampai 3 menunjukkan kegawatan yang parah, 4 sampai 6 kegawatan
sedang, dan 7-10 normal
d. Riwayat penyakit dahulu
Ibu memliki riwayat kelahiran prematur, kehamilan ganda, hidramnion
e. Riwayat penyakit keluarga
Adanya penyakit tertentu yang menyertai kehamilan seperti DM,TB
Paru, tumor kandungan, kista, hipertensi
f. ADL
1) Pola nutrisi : reflek sucking lemah, volume lambung kurang, daya
absorbsi kurang atau lemah sehingga kebutuhan nutrisi terganggu
2) Pola istirahat tidur: terganggu oleh karena hipotermia
3) Pola personal hygiene: tahap awal tidak dimandikan
4) Pola aktivitas : gerakan kaki dan tangan lemas
5) Pola eliminasi: BAB yang pertama kali keluar adalah mekonium,
produksi urin rendah
g. Pemeriksaan
1) Pemeriksaan Umum
a) Kesadaran compos mentis
b) Nadi : 180x/menit, kemudian menurun sampai 120-
140x/menit
c) RR : 80x/menit, kemudian menurun sampai 40x/menit
d) Suhu : kurang dari 36,5 C
2) Pemeriksaan Fisik
a) Sistem sirkulasi/kardiovaskular : Frekuensi dan irama
jantung rata-rata 120 sampai 160x/menit, bunyi jantung
(murmur/gallop), warna kulit bayi sianosis atau pucat,
pengisisan capilary refill (kurang dari 2-3 detik).
b) Sistem pernapasan : Bentuk dada barel atau cembung,
penggunaan otot aksesoris, cuping hidung, interkostal,
frekuensi dan keteraturan pernapasan rata-rata antara 40-
60x/menit, bunyi pernapasan adalah stridor, wheezing atau
ronkhi.
c) Sistem gastrointestinal : Distensi abdomen (lingkar perut
bertambah, kulit mengkilat), peristaltik usus, muntah
(jumlah, warna, konsistensi dan bau), BAB (jumlah, warna,
karakteristik, konsistensi dan bau), refleks menelan dan
mengisap yang lemah.
d) Sistem genitourinaria : Abnormalitas genitalia, hipospadia,
urin (jumlah, warna, berat jenis, dan PH).
e) Sistem neurologis dan musculoskeletal : Gerakan bayi,
refleks moro, menghisap, mengenggam, plantar, posisi atau
sikap bayi fleksi, ekstensi, ukuran lingkar kepala kurang dari
33 cm, respon pupil, tulang kartilago telinga belum tumbuh
dengan sempurna, lembut dan lunak.
f) Sistem thermogulasi (suhu) : Suhu kulit dan aksila, suhu
lingkungan.
g) Sistem kulit : Keadaan kulit (warna, tanda iritasi, tanda lahir,
lesi, pemasangan infus), tekstur dan turgor kulit kering,
halus, terkelupas.
lingkar dada sama dengan atau kurang dari 30 cm, lingkar
lengan atas, lingkar perut, keadaan rambut tipis, halus,
lanugo pada punggung dan wajah, pada wanita klitoris
menonjol, sedangkan pada laki-laki skrotum belum
berkembang, tidak menggantung dan testis belum turun,
nilai APGAR pada menit 1 dan ke 5, kulit keriput.
3) Pengkajian Reflek Bayi
a) Reflek moro (kaget)
Timbulnya pergerakan tangan yang simetris apabila kepala
tiba-tiba digerakkan.
b) Reflek rooting (mencari)
Bayi menoleh kearah benda yang menyentuh pipi.
c) Refleks sucking (isap)
Terjadi apabila terdapat benda menyentuh bibir, yang
disertai refleks menelan.
d) Reflek Swallowing
Terjadi apabila bayi menelan Air susu ibu.
e) Refleks Tonikneck
Terjadi apabila kepala bayi kita angkat dan mendapat
tahanan pada kepala bayinya.
f) Refleks Plantar
Terjadi apabila tangan kita dapat digenggam oleh tangan
bayi
g) Refleks Babinsky
Terjadi apabila telapak kaki bayi kita sentuh dan akan terjadi
kerutan pada telapak kaki bayinya itu menandakan turgor
kulit bayi negative / jelek, sebaliknya apabila tidak ada
kerutan pada telapak kaki bayinya berarti turgor kaki bayi
baik.
h) Reflek Walking
Terjadi apabila bayinya kita angkat akan terjadi reaksi pada
kakinya seperti berjalan.
4) Pengkajian APGAR
a) Penilaian APGAR Score
Penilaian APGAR score ini biasanya dilakukan sebanyak 2
kali. Yaitu 5 menit pertama bayi baru lahir dan 5 menit
kedua atau 10 menit pertama bayi baru lahir. Secara garis
besar, penilaian APGAR score ini dapat disimpulkan seperti
berikut ini.
(1) Appearance atau warna kulit:
- Nilai APGAR 0 jika kulit bayi biru pucat atau
sianosis
- Nilai APGAR 1 jika tubuh bayi berwarna merah
muda atau kemerah merahan sedangkan ekstremitas
(tangan dan kaki) berwarna biru pucat.
- Nilai APGAR 2 jika seluruh tubuh bayi berwarna
merah muda atau kemerahan
(2) Pulse atau denyut jantung:
- Nilai APGAR 0 jika bunyi denyut jantung tidak ada
atau tidak terdengar
- Nilai APGAR 1 jika bunyi denyut jantung lemah dan
kurang dari 100 x/menit
- Nilai APGAR 2 jika denyut jantung bayi kuat dan
lebih dari 100 x/menit
(3) Gremace atau kepekaan reflek bayi
- Nilai APGAR 0 jika bayi tidak berespon saat di beri
stimulasi
- Nilai APGAR 1 jika bayi meringis, merintih atau
menangis lemah saat diberi stimulasi
- Nilai APGAR 2 jika bayi menangis kuat saat bayi
diberi stimulasi
(4) Activity atau tonus otot
- Nilai APGAR 0 jika tidak ada gerakan
- Nilai APGAR 1 jika gerakan bayi lemah dan sedikit
- Nilai APGAR 2 jika gerakan bayi kuat
(5) Respiration atau pernafasan
- Nilai APGAR 0 jika tidak ada pernafasan
- Nilai APGAR 1 jika pernafasan bayi lemah dan tidak
teratur
- Nilai APGAR 2 jika pernafasan bayi baik dan teratur
Resiko tinggi
gangguan pemenuhan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
4 Faktor risiko BBLR Resiko infeksi
- Penyakit kronis berhubungan
- Efek prosedur invasif Prematuritas dengan
- Malnutrisi pertahanan
- Peningkatan paparan Penurunan daya tahan imunologis yang
organisme patogen kurang
lingkungan Resiko infeksi
- Ketidakadekuatan
pertahanan tubuh primer
- Ketidakadekuatan
pertahanan tubuh sekunder
3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan maturitas pusat
pernapasan, keterbatasan perkembangan otot
b. Hipotermi berhubungan dengan kontrol suhu yang imatur dan
penurunan lemak tubuh subkutan
c. Resiko tinggi gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan reflek menelan belum sempurna
d. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan imunologis yang
kurang
4. INTERVENSI KEPERAWATAN
dengan maturitas selama …x 24 jam kedalaman dan upaya frekuensi, irama dan
napas kedalaman pernapasan
pusat pernapasan, status pola napas
supaya dapat dilakukan
keterbatasan membaik, dengan
tindakan yang tepat
perkembangan otot kriteria hasil:
2. Monitor pola napas 2. Untuk mengetahui status
- Dipsnea
( seperti bradipnea, kesehatan pasien, pola
menurun takipnea) napas pasien
- Penggunaan otot 3. Monitor kemampuan 3. Dapat meningkatkan
bantu napas batuk efektif pengeluaran sputum
menurun 4. Monitor adanya produksi 4. Untuk mengeluarkan
- Pemanjangan sputum sekret yang tertahan dari
Terapeutik
Edukasi
Edukasi 1. Untuk menjelaskan
1. Jelaskan tujuan dan semua prosedur yang
prosedur pemantauan akan dialami pasien
2. Untuk memberikan
2. Informasikan hasil informasi mengenai hasil
pemantauan kepada klien
Edukasi Edukasi
1. Jelaskan tujuan, 1. Untuk meningkatkan
manfaat, reaksi yang pengetahuan pasien
terjadi
2. Informasikan imunisasi 2. Untuk meningkatkan
yang diwajibkan derajat kesehatan yang
pemerintah, misal telah terfasilitasi oleh
hepatitis B, BCG, pemerintahsecara
difteri, dan lain-lain bertahap.
DAFTAR PUSTAKA
Arief, Nurhaeni. 2008. Panduan Lengkap Kehamilan dan Kelahiran Sehat. Yogyakarta :
AR Group
Betz, LC dan Sowden, LA. 2002. Keperawatan Pediatrik – Edisi 3. Jakarta : EGC
Bobak, Irene M. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC
Maryunani, Anik. 2009. Ilmu Kesehatan Anak dalam Kebidanan. Jakarta : TIM
Tim Pokja Sdki PPNI (2017). Standar Diagnosa keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan
Tim Pokja Siki PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan
Tim Pokja Slki PPNI (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan