Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

ASKEP GADAR III


“ASUHAN KEPERAWATAN RUPTUR UTERI”

DOSEN MK:
Ns. Vergeina Mastur, S.Kep.,M.Kep

Disusun oleh :
Nathasya G Lanawaang (1814201270)

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN INDONESIA MANADO
2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas segalah rahmatnya sehingga
makalah ini dapat tersusun sehingga selesai. Tidak lupa juga mengucapkan banyak
terimakasih atas bantuan dari teman-teman yang telah bekerja sama dengan memberikan
sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Harapan saya semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca. Untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman saya, saya yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu saya sangat mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................... ........................................................................................1


KATA PENGANTAR................. .........................................................................................i
DAFTAR ISI ............................... .........................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ............ ........................................................................................1
A. Latar belakang ................... ...................................................................................1
B. Tujuan pembahasan ........... ...................................................................................1
C. Rumusan masalah.............. ....................................................................................2
D. Manfaat Pembahasan......... ....................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN ............. .........................................................................................1
A. Definisi.............................. .....................................................................................1
B. Etiologi.............................. ......................................................................................1
C. Patofisiologi ......................... ..................................................................................2
D. Klasifikasi...................... .........................................................................................3
F. Manifestasi Klinis.............. ......................................................................................4
G.Penanganan........................ ......................................................................................5
H. Komplikasi.... ..........................................................................................................6
I. Penatalaksanaan................. .......................................................................................7
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ...............................................................8
A. Pengkajian......................... ......................................................................................8
B. Diagnosa Keperawatan ...... ....................................................................................11
C. Intervensi Keperawatan ..... ....................................................................................12
D. Implementasi Keperawatan ....................................................................................14
E. Evaluasi Keperawatan ....... ....................................................................................14
BAB IV PENUTUP ..................... .........................................................................................15
A. Kesimpulan ....................... .....................................................................................15
B. Saran ................................. .....................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA .................. .........................................................................................16

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Penyebab kematian janin dalam rahim paling tinggi yang berasal dari faktor ibu
adalah penyulit kehamilan seperti ruptur uteri. Ruptur uteri merupakan salah satu bentuk
perdarahan yang terjadi pada kehamilan lanjut dan persalinan, selain plasenta previa, solusio
plasenta, dan gangguan pembekuan darah. Penyebab kematian janin dalam rahim paling ting-
gi oleh karena faktor ibu yaitu ibu dengan penyulit kehamilan ruptur uteri.
Terjadinya ruptura uteri pada seorang ibu hamil atau sedang bersalin masih
merupakan suatu bahaya besar yang mengancam jiwanya dan janinnya kematian ibu dan anak
karena ruptura uteri masih tinggi. Insidens dan angka kematian yang tertinggi kita jumpai di
negara-negara yang sedang berkembang, seperti Afrika dan Asia. Angka ini sebenernya dapat
diperkecil bila ada pengertian dari para ibu dan masyarakat.Prenatal care, pimpinan partus
yang baik, disamping fasilitas pengangkutan dari daerah-daerah perifer dan penyediaan darah
yang cukup juga merupakan faktor yang penting.Ibu-ibu yang telah mengalami pengangkatan
rahim, biasanya merasa dirinya tidak sempurna lagi dan takut diceraikan oleh suaminya. Oleh
karena itu, diagnosa yang tepat serta tindakannya yang jitu juga penting.

B. Tujuan Pembahasan
a. Tujuan umum
Mahasiswa dapat memahami dan melaksanakan Asuhan Keperawatan pada pasien
dengan ruptur uteri yang telah dijelaska dalam makalah ini.
b. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui Definisi dari Ruptur Uteri
2. Untuk mengetahui Etiologi dari Ruptur Uteri
3. Untuk mengetahui Patofosiologi dari Ruptur Uteri
4. Untuk mengetahui Klasifikasi dari Ruptur Uteri
5. Untuk mengetahui Manifestasi Klinis dari Ruptur Uteri
6. untu mengetahui penanganan dari Ruptur Uteri
7. Untuk mengetahui Komplikasi dari Ruptur Uteri
8. Untuk mengetahui Penatalaksanaan dari Ruptur Uteri
9. Untuk mengetahui Konsep Asuhan Keperawatan dari Ruptur Uterei

1
C. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Ruptur Uteri?
2. Apa saja penyebab terjadinya Ruptur Uteri ?
3. Apa saja patofisiologi dari Ruptur Uteri ?
4. Bagaimana klasifikasi dari Ruptur Uteri ?
6. Apa saja tanda dan gejala dari Abortus ?
7. Apa saja penanganan yang disebabkan oleh Abortus ?
8. Apa saja komplikasi dari Abortus ?
9. Bagaimana penatalaksanaan Abortus ?
10. Bagaimana konsep asuhan keperawatan dari Abortus ?

D. Manfaat Pembahasan
Diharapkan dengan adanya makalah ini mahasiswa/ mahasiswi dapat mengerti
tentang Ruptur Uteri, serta dapat melaksanakan Asuhan keperawatan dan menegakkan
diagnose pada pasien Ruptur Uteri dengan baik dan benar.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
 Ruptur Uteri adala*-h robekan atau diskontinuitas dinding rahim akibat dilampauinya
daya regang miometrium (Saifuddin,2006)

 Rupture uteri adalah robeknya dinding uterus pada saat kehamilan atau dalam
persalinan dengan atau tanpa robeknya perioneum viserale. ( Obstetri dan Ginekologi )

Ruptur uteri ada 2 macam :

a. Ruptur uteri completa kalau semua lapisan dinding rahim robek

b. Ruptur uteri incompleta kalau perimetrium masih utuh

B. Etiologi
Penyebab utama dari ruptur uteri adalah karena adanya rintangan, misalnya :
a. Disporposi kepala panggul
b. Hirosefalus
c. Letak lintang
d. Ada tumor dijalan lahir
Sehingga segmen bawah uterus makin lama makin diregangkan, pada saat
diregangkan melampaui kekuatan miometrium, maka terjadilan ruptur uteri.
Faktor predisposisi ruptur uteri, antara lain :

1
a. Multiparitas
b. Perut uterus (bekas SC, bekas operasi mioma)
c. Pertolongan yang salah, yaitu :
 Mendorong uterus pada kondisi yang tidak memenuhi syarat
 Versi ekstraksi
 Pemberian oksitosin yang berlebihan

C. Patofisiologi
Pada saat his korpus uteri berkontraksi dan mengalami retraksi, dinding uteri atau
SAR menjadi lebih tebal dan volume korpus uteri menjadi lebih kecil. Akibatnya tubuh janin
yang menempati korpus uteri terdorong kebawah dan kedalam SBR. SBR menjadi lebih lebar
karena dindingnya menjadi lebih tipis karena tertarik keatas oleh kontraksi SAR yang kuat,
berulang dan sering sehingga lingkaran retaksi yang membatasi kedua segmen semakin
bertambah tinggi. Apabila bagian terbawah janin tidak dapat terdorong karena sesuatu sebab
yang menahannya (misalnya panggul sempit atau kepala janin besar) maka volume korpus
yang bertambah mengecil pada saat his harus diimbangi oleh perluasan SBR keatas.
Dengan demikian, lingkaran retraksi fisiologi semakin meninggi ke arah pusat
melewati batas fisiologi menjadi patologi. Lingkaran patologi ini disebut lingkaran Bandl
(Ring Van Bandl). Sbr terus menerus tertarik ke arah proksimal, tetapi tertahan oleh serviks
dan his berlangsung kuat terus menerus tetapi bagian terbawah janin tidak kunjung turun
kebawah memlalui jalan lahir, lingkaran retraksi semakin lama semakin meninggi dan SBR
semakin tertarik ke atas sembari dindingnya sangat tipis hanya beberapa milimeter saja lagi.
Ini menandakan telah terjadi ruptur imminens dan rahim yang terancam robek pada saat his
berikut berlangsung dinding SBR akan robek spontan pada tempat yang tertipis dan terjadilah
perdarahan. Jumlah perdarahan tergantung pada luas robekan yang terjadi dan pembuluh
darah yang terputus.

2
D. Klasifikasi Ruptur Uteri
Menurut waktu kejadiannya :
1. Ruptura uteri gravidarum
Terjadi waktu sedang hamil, sering berlokasi pada korpus
2. Ruptur uteri durante partum
Terjadi waktu melhirkan anak, lokasinya sering pada SBR. Jenis inilah yang
terbanyak

Menurut lokasinya :
1. Korpus uteri
Biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami operasi, seperti seksio
sesarea klasik / miomektomi
2. Segmen Bawah Rahim (SBR)
Biasanya terjadi pada partus yang sulit dan lama. SBR tambah lama tambah tegang
dan tipis, dan akhirnya terjadilah ruptur uteri.
3. Serviks uteri
Biasanya terjadi pada waktu melakukan ekstraksi forsep atau versi , sedang
pembukaan belum lengkap.
4. Kolpoporeksis-kolporeksis
Robekan-robekan diantara serviks dan vagina

Menurut robeknya peritoneum :


1. Kompleta
Robekan pada dinding uterus berikut peritoneumnya, sehingga terdapat hubungan
langsung antara rongga perut dan rongga uterus dengan bahaya peritonitis
2. Inkompleta
Robekan otot rahim tetapi peritoneum tidak ikut robek.

Menurut etiologinya :
1. Ruptur uteri spontanea
a. Karena dinding rahim yang lemah dan cacat, misalnya pada bekas SC.
Miomektomi, perforasi waktu kuretase, histerorafia, pelpasan plasenta secara
manual.

3
b. Karena peregangan yang luar biasa dari rahim, misalnya pada panggul sempit atau
kelinan panggul, janin besar seperti penderita DM, hidrosfetalis, postmaturitas dan
grandemultipara.
2. Ruptur uteri violenta (traumatika), karena tindakan dan trauma lain seperti :
a. Ekstraksi forsep
b. Versi dan ekstraksi
c. Embriotomi
d. Versi braxton hicks
e. Sindroma tolakan
f. Manual plasenta
g. Kuretase

E. Tanda dan Gejala


(1) Anamnesis dan inspeksi :
 Pada suatu his yang kuat sekali, pasien merasa kesakitan yang luar biasa, menjerit
seolah olah perutnya sedang dirobek kemudian jadi gelisah, takut, pucat, keluar
keringat dingin sampai kolaps
 Pernafasan jadi dangkal dan cepat, kelihatan haus
 Muntah-muntah karena perangsangan peritoneum
 Syok, nadi kecil dan cepat, tekanan darah turun bahkan tak terukur
 Keluar perdarahan pervaginam yang biasanya tak begitu banyak, lebih lebih kalau
bagian terdepan atau kalau kepala sudah jauh turun, dan menyumbat jalan lahir
 Kadang-kadang ada perasaan nyeri yang menjalar ketungkai bawah dan dibahu
 Kontraksi uterus biasanya hilang
 Mula-mula terdapat defans muskuler kemuadian perut menjadi kembung dan
meteoristis ( parialis usus)

(2) Palpasi
 Teraba krepitasi pada kulit perut yang menandakan adanya emfisema subkutan
 Bila kepala janin belum turun, akan mudah dilepaskan dari pintu atas panggul
 Bila janin sudah keluar dari kavum uteri , jadi rongga perut, maka akan terbaba
bagian-bagian janin janin langsung di bawah kulit perut, dan di sampingnya
kadang-kadang teraba uterus sebagai suatu bola keras sebesar kelapa

4
 Nyeri tekan perut, terutama pada tempat yang robek

(3) Auskultasi
 Biasanya denyut jantung janin sulit atau tidak terdengar lagi beberapa menit setelah
ruptur, apalagi kalau plasenta juga ikut terlepas dan masuk ke rongga perut

(4) Pemeriksaan Dalam


 Kepala janin yang tadinya sudah jauh turun kebawah, dengan mudah dapat
didorong keatas, dan ini disertai keluarnya darah pervaginam yang agak banyak
 Kalau rongga rahim sudah kosong dapat diraba robekan pada dinding rahim dan
kalau jari atau tangan kita dapat melalui robekan tadi, maka dapat diraba usus,
omentum, dan bagian-bagian janin

(5) Keteterisasi
 Hematuri yang hebat menandakan adanya robekan pada kandung kemih

F. Penanganan
Untuk mencegah timbulnya ruptura uteri pimpinan persalinan harus dilakukan dengan
cermat, khususnya pada persalinan dengan kemungkinan distosia, dan pada wanita yang
pernah mengalami sectio sesarea atau pembedahan lain pada uterus. Pada distosia harus
diamati terjadinya regangan segmen bawah rahim, bila ditemui tanda-tanda seperti itu,
persalinan harus segera diselesaikan.
Jiwa wanita yang mengalami ruptur uteri paling sering bergantung pada kecepatan
dan efisiensi dalam mengoreksi hipovolemia dan mengendalikan perdarahan. Perlu
ditekankan bahwa syok hipovolemik mungkin tidak bisa dipulihkan kembali dengan cepat
sebelum perdarahan arteri dapat dikendalikan, karena itu keterlambatan dalam memulai
pembedahan tidak akan bisa diterima.
Penanganan ditempat pelayanan kesehatan tingkat dasar adalah mengatasi syok/pre-
syok, untuk itu bidan harus segera melakukan rujukan untuk menyelamatkan jiwa ibu, bidan
dapat melakukan :
a. Pemasangan infuse untuk mengganti cairan danperdarahan untuk mengatasi
syok/pre-syok

5
b. Mempersiapkan sarana dan pra sarana untuk dapat segera merujuk pasien
c. Tidak melakukan pemeriksaan dalam untuk menghindari terjadinya perdarahan
yang baru.
Tindakan aman yang akan dipilih, tergantung dari beberapa faktor, antara lain:
- Keadaan umum
- Jenis ruptur, inkompleta atau kompleta
- Jenis luka robekan
- Tempat luka
- Perdarahan dari luka
- Umur dan jumlah anak hidup
- Kemampuan dan keterampilan penolong

G. Komplikasi
 Apabila terjadi perdarahan  yang hebat dalam perut ibu, hal ini mengakibatkan suplai
darah ke plasenta dan janin menjadi berkurang, sehingga dapat menyebabkan kematian
janin dan ibu.
 Jika ibu memiliki riwayat ruptur uteri pada kehamilan sebelumnya, disarankan untuk
tidak hamil lagi sebab beresiko terjadinya ruptur uteri yang berulang. Namun, jika hamil
lagi, diperlukan pengawasan yang ketat selama kehamilan, kemudian bayi akan dilahirkan
dengan cara caesar.

6
H. PENATALAKSANAAN

Stabilisasi

Pada saat terdiagnosis ruptur uteri, stabilisasi kondisi ibu terlebih dahulu sebelum melakukan
tindakan operasi. Ketidakstabilan hemodinamik ditandai dengan tekanan sistolik < 90 mmHg
atau laju nadi < 50 kali/menit. Hipovolemik merupakan penyebab utama kematian dari pasien
dengan ruptur uteri. Selain itu, perhatikan tanda gawat janin dan anemia. Apabila anemia,
persiapkan darah untuk transfusi. [1,3,17]

Tindakan Operasi

Tindakan operasi merupakan terapi definitif dari ruptur uteri. Pemilihan tindakan operatif
yang dilakukan tergantung pada keparahan ruptur dan klinis masing-masing pasien. Dapat
dilakukan tindakan repair ruptur hingga histerektomi.

Repair Ruptur

Tindakan operasi berupa repair ruptur lebih dipilih terutama pada keadaan dimana pasien
masih memiliki keinginan untuk hamil lagi,  low transverse uterine rupture, robekan tidak
sampai ke broad ligament, serviks, atau paracolpos, pendarahan uterus mudah dikontrol, dan
tidak ada tanda koagulopati secara klinis maupun laboratorium. Dilaporkan bahwa 83%
pasien berespon baik dengan tindakan repair ruptur. Namun, tindakan ini memiliki
kemungkinan ruptur ulang dengan insidensi 4,3%-19%. [1,3,8,9]

Histerektomi

Tindakan histerektomi karena ruptur uteri dilaporkan sebesar 3,4/10.000 persalinan. Pada
wanita dengan riwayat sectio caesarea sebelumnya, tindakan histerektomi dilaporkan 4-13%.

Tindakan histerektomi dipilih pada keadaan dimana robekan mencapai broad ligament atau
sangat ekstensif atau jika terjadi perdarahan yang sulit dikontrol.

7
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Identitas atau biodata pasien
Meliputi nama, umur, agama, jenis kelamin, suku bangsa, status perkawinan,
pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, dan diagnose
keperawatan.
2. Keluhan utama
Dalam kasus abortus masalah yang banyak dikeluhkan pasien pada umumnya
adalah rasa nyeri pada bagian abdomen. Tingkat nyeri yang dirasakan dapat
menunjukkan jenis aborsi yang terjadi.
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat pada saat pengkajian yaitu perdarahan pervagina diluar siklus haid,
pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan, janin tidak berkembang
sesuai usia kehamilan.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Penyakit kronis atau menular dan menurun seperti jantung, hipertensi, DM,
TBC, hepatitis, penyakit kelamin atau abortus.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung, DM, hipertensi,
TBC, penyakit kelamin, abortus, yang mungkin penyakit tersebut dapat
diturunkan kepada pasien.
d. Riwayat psikososial
Pasien biasanya cemas akibat kehilangan calon bayi, perdarahan hebat atau
karena takut tidak bisa hamil lagi.
4. Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi kesehatan dan pola manajemen kesehatan
Jika pasien memiliki pengetahuan yang kurang tentang aborsi, bahayanya dan
cara penanganannya, akan menimbulkan masalah dalam perawatan dirinya.
Apabila ada anggota keluarga yang sakit, keluarga membwanya ke
puskesmas/bidan terdekat.

8
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Sebelum sakit pasien makan dan minum dengan porsi normal yaitu makan 3x
sehari dan minum 7-8 gelas per hari, setelah sakit terjadi penurunan nafsu
makan akibat cemas karena perdarahan dan kehilangan calon bayi.
c. Pola eliminasi
Sebelum sakit pasien sering BAK dengan volume urin 1400-1500cc/hari,
untuk eliminasi alvinya pasien BAB 1x sehari setiap pagi, dengan konsistensi
lembek, berwarna kuning berbau khas. Setelah sakit sering terjadi adanya
perasaan sering/susah kencing selama masa nifas yang ditimbulkan karena
terjadinya edema dari trigono, yang menimbulkan infeksi dari uretra sehingga
sering terjadi konstipasi.
d. Pola aktivitas dan latihan
Sebelum sakit pasien melakukan aktivitas sehari-harinya dengan baik seperti
bekerja dan melakukan olahraga ringan setiap pagi seperti jalan pagi disekitar
rumah. Setelah sakit pasien dapat melakukan aktivitas seperti biasanya,
terbatas pada aktivitas ringan, tidak membutuhkan tenaga banyak, cepat lelah,
didapatkan keterbatasan aktivitas karena mengalami kelemahan dan nyeri
pasca kuretase.
e. Pola istirahat dan tidur
Sebelum sakit pasien tidur 7-8 jam perhari namun jika terdapat mual muntah
pada kehamilan waktu tidur dapat berkurang. Setelah sakit terjadi perubahan
pola istirahat dan tidur karena adanya rasa nyeri setelah kuretase.
f. Pola sensori dan kognitif
Sebelum sakit dan saat dikaji pasien mengatakan belum tahu bagaimana
perawatan setelah dilakukan kuretase dan bagaimana efeknya.
g. Pola persepsi dan konsep diri
Sebelum sakit pasien merasa sedikit cemas namun masih dapat mengatasinya,
setelah sakit pasien merasa semakin cemas terhadap keadaan kehamilannya,
lebih-lebih menjelang kuretase dampak psikologis pasien terjadi perubahan
konsep diri antara lain body image dan ideal diri dan takut tidak bisa hamil
lagi.

9
h. Pola hubungan dan peran
Hubungan pasien dengan keluarga dan orang lain baik, setelah sakit pasien
cenderung ingin lebih dekat dengan suaminya.
i. Pola reproduksi seksual
Pasien hamil anak pertama, selama kehamilan tidak ada keluhan yang berarti
setelah sakit terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual
karena pasien masih dalam masa pasca kuretase sehingga fungsi dari seksual
yang tidak adekuat karena adanya proses nifas.
5. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi :
Mengobservasi perubahan warna, laserasi, lesi terhadap drainase.
b. Palpasi :
1) Sentuhan : merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu, derajat
kelembaban dan tekstur kulit atau menentukan kekuatan kontraksi uterus.
2) Tekanan : menentukan karakter nadi, mengevaluasi edema,
memperhatikan posisi janin atau mencubit kulit untuk mengamati turgor.
3) Pemeriksaan dalam : menentukan tegangan/ tonus otot atau respon nyeri
yang abnormal.
c. Perkusi :
1) Menggunakan jari : ketuk lutut dan dada dan dengarkan bunyi yang
menunjukkan ada tidaknya cairan, massa atau konsolidasi.
2) Menggunakan palu perkusi : ketuk lutut dan amati ada tidaknya refleks/
gerakan pada kaki bawah, memeriksa refleks kulit perut apakah ada
kontraksi dinding perut atau tidak.
d. Auskultasi :
Mendengarkan diruang antekubiti untuk tekanan darah, dada untuk bunyi
jantung/paru abdomen untuk bising usus atau denyut jantung janin.

6. Pemeriksaan penunjang
a. Tes kehamilan positif jika janin masih hidup dan negatif bila janin sudah mati.
b. Pemeriksaan dopler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup.
c. Pemeriksaan fibrinogen dalam darah pada missed abortion. Data laboratorium
tes urine, haemoglobin dan hematokrit, menghitung trombosit.

10
d. Kultur darah dan urine.
e. Pemeriksaan Ginekologi :
a) Inspeksi Vulvs
 Perdarahan pervaginam sedikit atau banyak
 Adakah disertai bekuan darah
 Adakah jaringan yang keluar utuh atau sebagian
 Adakah tercium bau busuk dari vulva.
b) Pemeriksaan dalam speculum
 Apakah perdarahan berasal dari cavum uteri
 Apakah ostium uteri masih tertutup/ sudah terbuka
 Apakah tampak jaringan keluar ostium
c) Pemeriksaan dalam /Colok Vagina (Vagina Toucher)

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan adalah suatu kesimpulan yang dihasilkan dari analisa
data (Carpenito, 2009). Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinik tentang
respon individu keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehatan atau
proses kehidupan yang actual atau potensial.
Menurut Lowdermik (2013) dan SDKI (2016) diagnosa keperawatan yang
mungkin muncul adalah sebagai berikut :
a. Hipovolemia berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan akibat
keguguran, kehilangan cairan aktif.
b. Nyeri akut berhubungan dengan kontraksi uterus
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring, kelemahan.

11
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Menurut Wilkinson (2011) perencanaan keperawatan yaitu :
a. Hipovolemia berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan akibat
keguguran, kehilangan cairan aktif.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan
hipovolemia tidak terjadi
Kriteria hasil :
1) Tanda-tanda vital dalam batas normal : Tekanan darah systole 110-120
mmHg, diastole 80-85 mmHg, Nadi 60-80x/menit, pernapasan 12-
20x/menit, Suhu 36,5 derajat celcius.
2) Akral hangat, tidak keluar keringat dingin
3) Mukosa bibir lembab
4) Turgor kulit elastis
5) Perdarahan kurang dari 100cc
Perencanaan Keperawatan :
a. Mandiri
1) Kaji perdarahan pervagina: warna, jumlah pembalut yang
digunakan derajat aliran dan banyaknya.
2) Kaji adanya gumpalan darah
3) Kaji adanya tanda-tanda gelisah, takikardia, hipertensi dan
kepucatan.
4) Observasi tanda-tanda vital.
5) Kaji input dan output pasien.
b. Kolaborasi :
1) Kolaborasi dengan dokter dalam monitor nilai HB dan
Hematokrit klien.
2) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan intravena.
b. Nyeri akut berhubungan dengan kontraksi uterus
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan
rasa nyeri berkurang
Kriteria hasil :
1) Mampu mengontrol nyeri (penyebab nyeri, mampu menggunakan
teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri, mencari bantuan)

12
2) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen
nyeri
3) Mampu mengenal nyeri (skala, intensitas, frekuensi, dan tanda nyeri)
4) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
5) Tanda-tanda vital dalam batas normal : Tekanan darah systole 110-12-
mmHg, diastole 80-85 mmHg, Nadi 60-80x/menit, Pernapasan 12-
20x/menit, suhu 36,5 derajat celcius.

Perencanaan Keperawatan
a. Mandiri
1) Kaji rasa sakit dan karakteristik, termasuk kualitas waktu
lokasi dan intensitas nyeri dengan menggunakan rentang
intensitas pada skala 0-10
2) Berikan lingkungan yang nyaman pada pasien dalam
ruangan
3) Observasi tanda-tanda vital.
4) Lakukan tindakan yang membuat klien merasa nyaman
seperti ganti posisi, teknik relaksasi.
b. Kolaborasi
1) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik
sesuai indikasi
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring, kelemahan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan
klien dapat melakukan aktifitas sesuai dengan toleransinya
Kriteria hasil :
1) Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan
darah, pernapasan dan nadi.
2) Mampu melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.

Perencanaan Keperawatan
a. Mandiri
1) Anjurkan pasien agar betres
2) Observasi tekanaan darah nadi dan pernapasan
3) Anjurkan klien untuk tidak melalukan aktivitas fisik

13
yang berat
4) Anjurkan klien untuk tetap rileks
5) Bantu klien dalam aktivitas perawatan diri

D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat
untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang diharapi ke status
kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan
(Suarni, 2017).

E. EVALUASI KEPERAWATAN
Tahap evaluasi merupakan perbandingan yang sistematik dan terencana tentang
kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan berkesinambungan
dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Evaluasi dalam keperawatan
merupakan kegiatan dalam menilai tindakan keperawatan yang telah ditentukan,
untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil
dari proses keperawatan (Suarni, 2017).

14
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

 Ruptur Uteri adalah robekan atau diskontinuitas dinding rahim akibat dilampauinya
daya regang miometrium (Saifuddin,2006)

 Rupture uteri adalah robeknya dinding uterus pada saat kehamilan atau dalam
persalinan dengan atau tanpa robeknya perioneum visceral. ( Obstetri dan
Ginekologi )

 Faktor predisposisi lainnya yang sering ditemukan pada ruptur uteri adalah riwayat
operasi atau manipulasi yang mengakibatkan trauma seperti kuretase atau perforasi.

 Penanganan ditempat pelayanan kesehatan tingkat dasar adalah mengatasi syok/pre-


syok, untuk itu bidan harus segera melakukan rujukan untuk menyelamatkan jiwa ibu

B. Saran

Setelah pembelajaran materi rupture uteri ini diharapkan kepada bidan dalam
melakukan penanganan kasus ini dapat memberikan penangan dengan benar.

15
DAFTAR PUSTAKA

 Maryuni Anik, 2009, asuhan kegawatdaruratan dalam kebidanan. Jakarta :


Trans Info Media
 Sastrawinata, Obstetri Patologi,Bandung: Elsttar offset
 Mochtar Rustam,1998, Sinopsis obstetric fisiologi dan patologi. Jakarta: EGC

 Nugroho, Taufan.2010. Kasus Emergency Kebidanan. Yogyakarta : Nuha


Medika.

16

Anda mungkin juga menyukai