Bab 13

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH PERILAKU ORGANISASI

KEKUASAAN DAN POLITIK

OLEH:

KELOMPOK 4

1. NUR MUTMAINNAH AMRIN (46119134)

2. NIRWANA (46119139)

3. PRATIWI (46119140)

PROGRAM STUDI ALIH JENJANG AKUNTANSI MANAJERIAL (D4)

JURUSAN AKUNTANSI POLITEKNIK NEGERI UJUNG PANDANG

2021
BAB 1

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang   

Study tentang Kekuasaan dan Politik dalam organisasi cuma sedikit. Beberapa studi
justru menghasilkan kesimpulan yang berbeda-beda. Kekuasaan dan Politik merupakan
sesuatu yang ada dan dialami dalam kehidupan setiap organisasi tetapi agak sulit untuk
mengukurnya akan tetapi penting untuk dipelajari dalam perilaku keorganisasian, karena
keberadaannya dapat mempengaruhi perilaku orang-orang yang ada dalam organisasi.

Pada saat individu mengadakan interaksi untuk mempengaruhi tindakan satu sama
lain, maka yang muncul dalam interaksi tersebut adalah pertukaran kekuasaan. Kekuasaan
merupakan kualitas yang melekat dalam satu interaksi antara dua atau lebih individu.

Politik bukan hanya terjadi pada sistem pemerintahan, namun politik juga terjadi pada
organisasi formal, badan usaha, organisasi keagamaan, kelompok, bahkan pada unitkeluarga.
Politik merupakan suatu jaringan interaksi antarmanusia dengan kekuasaan diperoleh,
ditransfer, dan digunakan.

Politik yang dijalankan untuk menyeimbangkan kepentingan individu karyawan dan


kepentingan manajer,  serta kepentingan organisasi. Ketika keseimbangan tersebut
tercapai,maka kepentingan individu akan mendorong pencapaian kepentingan organisasi.

B. Tujuan Makalah

Adapun tujuan masalah makalah ini adalah sebagai berikut :

1.     Dapat mengetahui pengertian dan sumber-sumber kekuasaan

2.     Dapat mengetahui taktik kekuasaan

3.     Dapat mengetahui penyebab dari ketergantungan dan kekuasaan.

4.     Dapat mengetahui politik dalam organisasi.

5.     Dapat mengetahui etika berpolitik dalam organisasi.


BAB II

PEMBAHASAN

A.  Definisi Kekuasaan

      Kekuasaan (Power) biasanya mengacu pada kemampuan yang dimiliki A untuk


memengaruhi perilaku B sehingga B bertindak sesuai dengan keinginan A. Definisi tersebut
mengimplikasikan sebuah potensi tidak perlu diaktualisasikan agar efektif dan sebuah
hubungan ketergantungan. Kemungkinan aspek terpenting dari kekuasaan adalah bahwa hal
ini merupakan fungsi ketergantungan (dependency). Apabila Semakin besar ketergantungan
B pada A, maka semakin besar pula kekuasaan A dalam hubungan tersebut.

1.      Membandingkan Kepemimpinan dan Kekuasaan

Kebanyakan Para pemimpin menggunakan kekuasaan sebagai sarana untuk


mewujudkan tujuan kelompok. Biasanya Para pemimpin mencapai tujuan, dan kekuasaan
adalah sarana untuk memudahkan usaha mereka tersebut. Terdapat Perbedaan antara kedua
istilah itu adalah salah satu perbedaannya terkait dengan kesesuaian tujuan. Suatu Kekuasaan
tidak mensyaratkan kesesuaian tujuan, antara tujuan pemimpin dan mereka yang dipimpin.
Perbedaaan kedua berkaitan dengan arah pengaruh.

Kepemimpinan biasanya berfokus pada pengaruh ke bawah kepada para pengikut.


Kepemimpinan meminimaliskan pola-pola pengaruh ke samping dan ke atas. Kekuasaan
tidak demikian. Perbedaan lain lagi terkait dengan penekanan penelitian. Penelitian mengenai
kepemimpinan, sebagian besar, menekankan gaya. Penelitian tersebut mencari jawaban atas
beberapa pertanyaan-pertanyaan seperti : Seberapa suportif semestinya seorang pemimpin?
Sampai mana tingkat proses pengambilan keputusan harus dilakukan bersama dengan para
pengikut? Sebaliknya penelitian mengenai kekuasaan biasanya cenderung mencakup bidang
yang lebih luas dan terfokus pada taktik-taktik untuk memperoleh kepatuhan dari anak buah.
Penelitian tersebut melampaui individu sebagai pelaksana kekuasaan karena kekuasaan dapat
digunakan oleh kelompok dan juga individu utnuk mengendalikan individu atau kelompok-
kelompok yang lain.
2.      Landasan Kekuasaan

a.        Kekuasaan Formal

 Kekuasaan formal biasanya didasarkan pada posisi seorang individu dalam sebuah
organisasi. Kekuasaan formal dapat berasal dari kemampuan diri sendiri untuk memaksa atau
memberi imabalan, atau dari wewenang formal.

1)      Kekuasaan Koersif (Coercive Power)

Landasan kekuasaan koersif (coercive power) adalah rasa takut. Seseorang


memberikan reaksinya terhadap kekuasaan ini karena adanya rasa takut terhadap akibat-
akibat negatif yang mungkin terjadi jika ia tidak patuh. Kekuasaan koersif biasanya
mengandalkan aplikasi, atau ancaman aplikasi, sanksi fisik, yang menimbulkan rasa sakit,
menimbulkan frustrasi melalui pembatasan gerak, atau pengendalian paksa terhadap
kebutuhan dasar fisiologis atau keamanan.

2)      Kekuasaan Imbalan (Reward Power)

Kebalikan dari kekuasaan koersif yaitu kekuasaan imbalan (reward power). Orang


akan memenuhi keinginan atau arahan orang lain karena dengan berbuat demikian ia akan
mendapatkan manfaat yang positif. oleh Karena itu, seseorang yang dapat membagikan
imbalan atau penghargaan yang dipandang orang lain bernilai tinggi akan memiliki
kekuasaan atas orang lain itu. Imbalan tersebut bersifat finansial – seperti pengendalian
tingkat upah, kenaikan upah, dan bonus; atau bersifat nonfinansial – termasuk pengakuan,
promosi, penugasan kerja yang menarik kolega yang ramah, dan wilayah kerja atau wilayah
penjualan yang lebih disukai.

Kekuasaan koersif dan kekuasaan imbalan saling berlawanan. Jika kita dapat
membuang sesuatu yang bernilai positif dari orang lain atau menimbulkan sesuatu yang
bernilai negatif, Anda memiliki kekuasaan koersif atas orang itu. Jika kita dapat memberi
seseorang sesuatu yang bernilai positif atau membuang sesuatu yang bernilai negatif. Anda
memiliki kekuasaan imbalan atas orang itu.

3)      Kekuasaan Legitimasi(legitimate power)


Dalam kelompok atau organisasi formal, kemungkinan akses yang paling mudah
ditemui pada satu atau lebih landasan kekuasaan adalah posisi struktural seseorang. Hal ini
disebut kekuasaan legitimasi (legitimate power). Kekuasaan tersebut melambangkan
kewenangan formal utnuk mengendalikan dan memanfaatkan sumber-sumber daya
organisasi.

Posisi-posisi yang memiliki kewenangan dapat mencakup kekuasaan koersif dan


imbalan. Namun, kekuasaan legitmasi lebih luas dibandingkan kekuasaan untuk memaksa
dan memberikan imbalan. Secara spesifik, kekuasaan tersebut mencakup penerimaan
wewenang suatu jabatan oleh anggota-anggota dalam sebuah organisasi. Ketika kepala
sekolah, presiden bank, atau kapten tentara berbicara (dengan asumsi arahan mereka
dipandan ada dalam wewenang jabatan mereka), para guru, teller, dan letnan satu akan
mendengarkan dan, biasanya, mematuhinya.

b.        Kekuasaan Pribadi

Merupakan kekuasaan yang berasal dari karakteristik individual mereka yang unik dan
berasal dari dalam diri. Terdapat dua basis kekuatan pribadi yaitu kekuasaan karena keahlian
dan juga kekuasaan rujukan.

1. Kekuasaan karena Keahlian (Expert Power)


Kekuasaan karena keahlian (expert power) merupakan pengaruh yang diperoleh dari
keahlian, keterampilan khusus, atau pengetahuan. Keahlian telah menjadi salah satu sumber
pengaruh yang paling kuat karean dunia sudah semakin berorientasi pada teknologi. Karena
pekerjaan semakin terspesialiasi, maka kita menjadi semakin bergantung kepada para ahli
untuk mencapai tujuan. Jadi, meskipun secara umum diakui bahwa dokter memiliki keahlian
dan dengan memiliki kekuasaan sebagai ahli sebagian besar diantara kita mengikuti saran-
saran yang diberikan oleh dokter kita Anda juga harus mengakui bahwa para spesialis bidang
komputer, akuntan pajak, ahli ekonomi, psikolog industri,dan spesialis – spesialis lain
mampu untuk menjalankan kekuasaan sebagai hasil dari keahlian mereka.

2.      Kekuasaan Rujukan (Referent Power)

Kekuasaan rujukan (referent power) biasanya didasarkan pada identifikasi terhadap


seseorang yang memiliki sumer daya atau sifat-sifat personal yang menyenangkan. Jika saya
akan menyukai, menghormati, dan mengagumi Anda, Anda dapat menjalankan kekuasaan
atas saya karena  saya inginkan menyenangkan hati Anda. Kekuasaan rujukan bisa
berkembang dari kekaguman kita terhadap orang lain dan hasrat untuk menjadi seperti orang
itu.

3.      Landasan Kekuasaan yang Paling Efektif

Hal yang paling menarik adalah bahwa penelitian secara cukup jelas menunjukkan
bahwa sumber-sumber  kekuasaan yang bersifat pribadilah yang paling efektif. Kekuasaan
karena keahlian  terhadap penyeliaan yaitu komitmen keorganisasian mereka, dan kinerja
mereka, sedangkan kekuasaan imbalan dan legitimasi tampaknya tidak terkait secara
langsung dengan hasil semacam ini.

B.     Ketergantungan : Kunci Menuju Kekuasaan

Aspek terpenting dari kekuasaan yaitu bahwa hal ini merupakan suatu fungsi
ketergantungan. Dalam hal ini, akan ditunjukkan betapa pentingnya pemahaman mengenai
ketergantungan dalam upaya untuk lebih lanjut memahami kekuasaan itu sendiri.

1. Postulat Umum tentang Ketergantungan


Apabila semakin besar ketergantungan B kepada A, maka semakin besar kekuasaan A
atas B. Ketika Anda sudah memiliki apa pun yang dibutuhkan orang lain dan hanya Anda
seorang dirilah yang mengendalikannya, Anda membuat orang lain itu bergantung kepada
Anda dan, karena itu, Anda berkuasa atasnya. Jadi, suatu ketergantungan berbanding terbalik
dengan sumber-sumber penawaran alternatif. Jika suatu barang jumlahnya sangat banyak,
kepemilikan atasnya tidak akan meningkatkan kekuasaan anda. Jika setiap orang cerdas,
kecerdasan  sebagai suatu kualitas tidak memberikan keunggulan istimewa. Demikian jugs,
diantara orang-orang super kaya uang bukan lagi menunjukkan kekuasaan.

2.      Penyebab Ketergantungan

Ketergantungan akan meningkat apabila sumber-sumber daya yang Anda kendalikan


itu penting, langka, dan tak tergantikan.

a)  Nilai Penting
Jika tak ada seorang pun menginginkan yang Anda miliki, ketergantungan pada Anda
tidak akan tercipta. Oleh Karena itu, untuk menciptakan ketergantungan, hal-hal yang Anda
kontrol haruslah hal-hal yang dipandang penting. Banyak organisasi, misalnya, secara aktif
berusaha menghindari ketidakpastian. Karenanya kita akan menemukan individu atau
kelompok yang dapat menghilangkan ketidakpastian suatu organisasi akan dipandang sebagai
penguasa sumber daya yang penting.

b) Kelangkaan

Sebagaimana dinyatakan sebelumnya, jika sesuatu itu berjumlah sangat banyak,


kepemilikan atasnya tidak akan meningkatkan derajat kekuasaan Anda. Suatu sumber daya
harus bisa dilihat sebagai sesuatu yang langka guna menciptakan ketergantungan. Hal Ini
dapat membantu  menjelaskan bagaimana para bawahan dalam sebuah organisasi yang
memiliki pengetahuan penting yang tidak dimiliki pemimpin mendapatkan kekuasaan atas
kelompok yang disebut terakhir ini. Kepemilikan sumber daya yang langka tersebut dalam
hal ini, pengetahuan yang penting menjadikan pemimpin bergantung pada bawahan. Hal ini
juga dapat membantu menjelaskan berbagai perilaku bawahan yang dalam cara pandang lain
tampak tidak logis , seperti menghancurkan manual prosedur yang menguraikan bagaimana
suatu pekerjaan ditunaikan, menolak untuk melatih orang lain dalam pekerjaan mereka atau
bahkan untk menunjukkan kepadanya cara yang benar dalam menjalankan pekerjaan tersebut,
menciptakan bahasa dan dan beragam istilah khusus yang menghambat orang lain untuk
memahami pekerjaan mereka, atau beroperasi secara rahasia sehingga suatu kegiatan akan
tampak lebih rumit dan sulit dibanding yang sebenarnya.

Hubungan antara kelangkaan – ketergantungan lebih jauh dapat dilihat dalam


kekuasaan yang termasuk kategori jabatan. Individu-individu yang telah memiliki jabatan di
mana persediaan personel relatif rendah dibandingkan dengan kebutuhnnya dapat
merundingkan paket-paket kompensasi dan tunjangan yang jauh lebih menarik dibanding bila
jumlah calonnya banyak. Pengelola perguruan tinggi saat ini tidak menemui masalah untuk
mencari dosen bahasa Inggris. Sebaliknya pasar untuk para guru teknik komputer sangat ketat
: permintaan memungkinkan mereka utnuk merundingkan gaji yang lebih tinggi, beban
mengajar yang lebih rendah, dan tunjangan lainnya.

c)   Keadaan Tak Tergantikan

Semakin sedikitnya pengganti yang tersedia bagi suatu sumber daya, semakin besar
kekuasaan yang diberikan oleh kontrol atas sumber daya tersebut. Pendidikan yang lebih
tinggi sekali lagi menyediakan contoh yang sempurna. Di universitas-universitas di mana ada
banyak tekanan yang kuat bagi tenaga pengajar untuk menerbitkan karya mereka, kita dapat
mengatakan bahwa kekuasaan seorang kepala jurusan atas seorang tenaga pengajar
berkorelasi terbalik dengan banyaknya publikasi tenaga pengajar yang bersangkutan.
Semakin banyak pengakuan yang diterima oleh seorang tenaga pengajar tersebut melalui
publikasi karyanya, semakin leluasalah ia. Artinya, karena universitas-universitas yang lain
menginginkan tenaga pengajar yang banyak mempublikasikan karyanya dan terpandang,
pemintaan akan jasa tenaga pengajar tersebut pun meningkat. Meskipun masa kerja tenaga
kerja juga turut mengubah hubungan ini dengan cara membatasi alternatif yang dimiliki
kepala jurusan, tenaga-tenaga pengajar yang baru sedikit mempublikasikan karyanya atau
tidak memiliki publikasi sama sekali memiliki mobilitas paling kecil dan mendapat pengaruh
terbesar dari atasan mereka.

C.    Taktik Kekuasaan

Taktik kekuasaan adalah suatu cara individu menerjemahkan landasan kekuasaan ke


dalam tindakan-tindakan tertentu. Di bagian ini kita akan meninjau kembali pilihan-pilihan
taktik yang populer untuk digunakan dan berbagai kondisi yang mungkin lebih efektif
dibanding yang lain. Penelitian telah mengidentifikasi sembilan macam taktik pengaruh, yaitu
:

a)   Legitimasi

Mengandalkan posisi kewenangan atau kekuasaan seseorang atau menekankan bahwa sebuah
permintaan selaras dengan kebijakan atau ketentuan dalam organisasi.

b) Persuasi rasional

Menyajikan argumen-argumen yang logis (masuk akal) dan berbagai bukti faktual untuk
memperlihatkan bahwa sebuah permintaan itu masuk akal.

c) Seruan inspirasional

Mengembangkan komitmen emosinal dengan cara-cara menyerukan nilai-nilai, kebutuhan,


harapan, dan aspirasi sebuah sasaran.

d)  Konsultasi
Meningkatkan motivasi dan dukungan dari pihak yang menjadi sasaran dengan cara
melibatkannya dalam mengabil keputusan atau memutuskan bagaimana rencana atau
perubahan akan dijalankan.

e) Tukar pendapat

Memberikan imbalan atau hadiah kepada terget atau sasaran berupa uang atau penghargaan
lain sebagai ganti karena mau menaati suatu permintaan.

f)   Seruan pribadi

Meminta kepatuhan berdasarkan persahabatan atau kesetiaan.

g)  Menyenangkan orang lain

Menggunakan rayuan, pujian, atau perilaku bersahabat akrab sebelum membuat permintaan.

h)  Tekanan

Yaitu dengan cara menggunakn peringatan, tuntutan tegas, dan ancaman.

i) Koalisi

Meminta bantuan orang lain untuk membujuk sasaran (target) atau menggunakan dukungan
orang lain sebagai alasan agar si sasaran tersebut setuju.

Beberapa taktik tersebut umumnya lebih efektif dari pada yang lain. Secara khusus
kebanyakan bukti menunjukan bahwa persuasi nasional, seruan inspirasional dan konsultasi
cenderung menjadi cara yang paling efektif. Sebaliknya tekanan yang lebih sering menjadi
bomerang dan paling tidak efektif diantara kesembilan taktik itu. Kita juga dapat
meningkatkan kemungkinan keberhasilan anda dengan cara menerapkan lebih dari satu jenis
taktik pada saat yang bersamaan atau secara berurutan, sepanjang pilihan-pilihan taktik anda
itu selaras. Sebagai contoh menggunakan taktik yang menyenangkan orang lain ataupun
legitimasi dapat meminimalisir reaksi negatif yang mungkin akan timbul akibat “didikte”
oleh atasan.

a.  Kekuasaan dalam kelompok : Koalisi

Koalisi adalah suatu kelompok informasi yang diikat bersama dengan sebuah isu
perjuangan yang sama. Cara alamiah untuk mendapatkan pengaruh adalah dengan menjadi
pemegang kekuasaan. Oleh Karena itu, orang-orang nyang menginginkan kekuasaan akan
berupaya membangun landasan kekuasaan pribadi. Tetapi, dalam kebanyakan contoh, hal ini
mungkin sulit, beresiko, mahal, atau bahkan mustahil. Bila demikian, upaya akan dilakukan
untuk membentuk koalisi dari dua atau lebih. Orang di luar kekuasaan yang dengan bersatu,
bisa menggabungkan sumber-sumber daya mereka guna meningkatkan kekuasaan. Koalisi
yang berhasil terdiri dari anggota-anggota yang sifatnya cair dab bisa terbentuk secara cepat,
menjangkau isu yang menjadi sasaran mereka, dan cepat pula bubarnya”.

Prediksi lain mengenai koalisi berkaitan dengan kadar saling ketergantungan di dalam
organisasi. Lebih banyak koalisi yang bisa tercipta apabila terdapat banyak ketergantungan
tugas dan sumber daya. Sebaliknya akan terdapat lebih sedikit yang saling ketergantungan di
antara berbagai sub unit dan lebih sedikit aktvitas pembentukkan koalisi bilamana berbagai
sub unit itu mandiri dengan sumber daya yang melimpah.

Terakhir pembentukan suatu koalisi akan dipengaruhi oleh tugas-tugas aktual yang
dijalankan oleh para pekerja. Semakin rutin atau banyak tugas semua kelompok, semakin
besar kemungkinan akan terbentuk koalisi. Semakin besar pekerjaan yang orang lain lakukan,
semakin besar ketergantungan mereka. Untuk mengimbangi ketergantungan ini, mereka perlu
membangun koalisi. Ini dapat membantu menjelaskan sejarah terbentuknya serikat-serikat
pekerja, khususnya diantara para pekerja yang berketerampilan rendah. Karyawan-karyawan
di sini dalam kapasitas mereka sebagai anggota koalisi yang satu akan lebih mampu
menegosiasikan kenaikan upah, tunjangan, dan kondisi kerja dari pada jika mereka bertindah
sendiri-sendiri.

b.   Pelecehan seksual ( ketidakseimbangan kekuasaan di tempat kerja)

Pelecehan seksual yaitu segala aktivitas atau kegiatan yang bersifat seksual yang tidak
diinginkan dan memengaruhi pekerjaan seorang individu, serta menciptakan suasana kerja
yang tak nyaman. Pelecehan seksual biasa didefinisikan sebagai segala aktivitas bersifat
seksual yang tidak diinginkan dan memengaruhi pekerjaan seorang individu, serta
menciptakan suasana keerja yang tak nyaman. Mahkamah Agung AS membantu memperjelas
definisi tersebut dengan menambahkan bahwa tes kunci untuk menentukan apakah telah
terjadi pelecehan seks adalah apakah komentar atau perilaku di suatu lingkungan kerja
umumnya akan dianggap, dan memang dipandang tak menyenangkan ataupun merendahkan.
Pada umumnya organisasi telah membuat  kemajuan besar kearah pembatasan bentuk-bentuk
pelecehan seks terbuka selama dasawarsa silam. Hal Ini mencangkup sentuhan fisik yang
tidak diinginkan, permintaan kencan yang berulang sementara orang yang diajak jelas-jelas
tidak berminat, dan ancaman disertai  kekerasan bahwa seseorang akan kehilangan pekerjaan
bila ia menolak ajakan berhubungan seks

Pelecehan seksual merupakan masalah kekuasaan, yaitu seorang individu mencoba


mengendalaikan atau mengancam individu lainnya. Tindakan ini salah. Dan berbuat tidak
senonoh terhadap perempuan atau laki-laki manapun menyalahi aturan atau hukum. Namun
anda bisa memahami pelecehan seksual muncul ke permukaan dalam organisasi jika anda
menganalisnya dalam bingkai kekuasaan telah dijelaskan.

Bagaimana pelecehan seksual tersebut dapat mengakibatkan kehancuran sebuah


organisasi, tetapi tindakan ini sebenarnya dapat dihindari. Peran seorang manager perusahaan
dalam mencegah pelecehan seksual sangat penting. Beberapa cara agar para manager bisa
melindungi diri mereka sendiri, dan karyawan mereka dari pelecehan seksual adalah sebagai
berikut :

1.    Pastikan adanya sebuah kebijakan yang sangat tepat mendefinisikan hal-hal yang
merupakan pelecehan seksual, yang memberi tahu karyawan bahwa mereka dapat dipecat
karena melakukan pelecehan seksual semacam itu kepada  karyawan lain, dan yang
menetapkan prosedur untuk menyampaikan keluhan.

2.    Yakinkanlah karyawan bahwa mereka tidak akan menghadapi balasan jika mereka
menyampaikan keluhan mereka.

3.      Selidikilah setiap keluhan dan ikut sertakan divisi legal dan sumber daya manusia
perusahaan.

4.      Pastikan bahwa pelakunya terena sangsi atau diberhentikan.

5.  Adakan seminar internal untuk bisa membangkitkan kesadaran karyawan akan isi-isu seputar
pelecehan seksual dan pelecehan.

Kesimpulannya yaitu bahwa para manager memiliki tanggung jawab untuk


melindungi karyawan merekan dari lingkungan kerja yang tak menyenangkan, tetapi mereka
juga perlu melindungi diri mereka sendiri. Para manager mungkin tidak akan menyadari
bahwa salah seorang karyawan mereka mengalami pelecehan seksual. Tetapi hal itu mungkin
tidak akan melindungi mereka atau organisasi mereka. Jika para penyelidik hukum meyakini
bahwa seorang manager sudah tahu tentang pelecehan seksual di lingkungan di bawah
tanggung jawabnya, baik si manager maupun perusahaan dapat dikenai tanggung jawab.   
D.  Politik dalam Organisasi

DuBrin pernah menyatakan, "Politik organisasi merujuk ke pendekatan-pendekatan


informal untuk memperoleh kekuasaan, melalui cara-cara di luar prestasi kerja dan
keberuntungan. Politik di sini dimainkan untuk mencapai kekuasaan, baik secara langsung
ataupun tidak langsung."

Sedangkan Robbins juga mengatakan bahwa "politik organisasi pada dasarnya


berfokus pada penggunaan kekuasaan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan dalam
sebuah organisasi, atau berfokus pada perilaku-perilaku untuk melayani kepentingan diri
sendiri, yang bukan merupakan tugas atau arahan dari organisasi"

Richard L. Daft juga mendefinisikan politik organisasi sebagai “ [kegiatan yang]


melibatkan kegiatan memperoleh, mengembangkan dan menggunakan kekuasaan (power)
dan sumber daya lainnya guna mempengaruhi pihak lain serta menambah hasil yang
diharapkan tatkala terdapat ketidak menentuan ataupun ketidak setujuan seputar pilihan-
pilihan yang tersedia.” Dengan definisi ini, perilaku politik dapat menjadi kekuatan positif
ataupun negatif. 

Politik Organisasi merupakan suatu kemampuan untuk mengidentifikasi peta


kekuatan di dalam organisasi, siapa yang dominan dalam pembuatan keputusan, serta aspek-
aspek yang hidden di dalam organisasi.

1.  Dimensi Perilaku Politik

Kemunculan suatu politik dalam organisasi juga dikaitkan dengan adanya perilaku
politik di kalangan anggota organisasi. Perilaku tersebut yang membuka ruang yang besar
bagi individu dalam organisasi untuk melibatkan diri dalam politik. Eran Vigoda-Gadot telah
merinci 6 dimensi perilaku politik di diri individu yang mendorong munculnya kegiatan
politik, yaitu: 

1.      Otonomi Pekerjaan. Semakin independen karyawan dalam melakukan tugas, semakin


mahir kemampuannya dalam menerapkan pengaruh dengan tujuan mempromosikan
keinginannya;
2.      Masukan Keputusan. Keterlibatan dan kerjasama dalam proses pengambilan
keputusan membuat karyawan merasa terhubung dengan organisasi, suatu perasaan
tanggung jawab agar ia berfungsi lebih jauh, dan keinginan menanam andil (jasa) guna
mempertahankan daya saing organisasi. Lebih jauh lagi, terbuka kesempatan yang
memungkinkan untuk memunculkan perilaku politik yang berupaya memaksimalkan
tujuan personal dan organisasi dan meraih prestasi lewat pemberian pengaruh atas orang
lain sehingga mereka akan membantunya dalam merealisasikan tujuan individualnya
maupun organisasi.

3.      Kepuasan Kerja. Semakin puas seorang karyawan, maka semakin ia percaya pada
organisasi berikut seluruh proses di dalamnya sehingga keterasingannya dari pekerjaan
jauh berkurang. Kepuasan yang ia dapatkan di pekerjaan membentuk kepentingannya
sendiri yaitu memelihara status quo. Jika kepuasannya kurang maka itu akan membawa
individu bertindak dalam rangka mempengaruhi pihak lain untuk mengubah keputusan-
keputusan di dalam organisasi.

4.      Status dan Prestise Pekerjaan. Status dan prestise pekerjaan berhubungan dengan
opini politik. Semakin besar keinginan untuk mengekspresikan opini, protes, dan secara
aktif mengutarakan ide-ide yang ia sukai. Tatkala pekerja punya status dan prestise
profesional yang tinggi, maka ia juga akan menuntut aset-aset yang butuh dukungan dan
perlindungan. Ia tidak hanya mengupayakan perubahan besar atas lingkungannya dan
menggunakan keahlian politiknya yang tinggi guna memelihara aset-aset pribadinya.

5.      Hubungan Kerja. Hubungan yang dekat di antara satu individu dengan individu
lainnya di lokasi kerja akan membawa pada merembeskan pandangan satu sama lain di
dalam organisasi, di mana terjadi adaptasi persepsi, sikap dan perilaku politik mereka.

6.      Unionisasi. Serikat pekerja akan memutar gagasan dan ide, perilaku dan kebiasaan
politik dari tingkat lingkungan kerja hingga sistem politik nasional dan vice versa
(demikian sebaliknya). Orang yang cenderung terlibat dan aktif dalam komite pekerja
pada umumnya mahir pula dalam berpolitik.

2.    Praktik politik dalam organisasi

Setiap aktor termasuk manajer akan menggunakan taktik dan strategi untuk mempengaruhi
aktor lain dengan menggunakan sumber kekuasaan yang dimiliki. Secara deskriptif, beberapa
taktik yang dipakai oleh para aktor adalah sebagai berikut:
a) Membentuk koalisi dengan pihak yang lain untuk meningkatkan dukungan dan
sumber daya.
b) Menciptakan suasana (seremoni dan simbol) untuk membentuk suatu persepsi dan
perilaku orang-orang sesuai dengan peran dan fungsinya
c) Mentransformasikan kepentingan kita menjadi kepentingan pihak lain dengan
mengubah persepsi dan tindakan pihak lain
d) Memperluas jumlah pemain yang terlibat dalam suatu isu yang menjadi kepentingan
kita untuk mendapatkan perhatian yang lebih luas
e)  Melakukan negosiasi dan tawar-menawar dengan pihak lain yang bersinggungan
dengan kepentingan kita untuk mendapatkan kompromi

E.  Etika Berpolitik dalam organisasi

Pembahasan suatu politik organisasi tidaklah lengkap tanpa berbicara tentang etika
berpolitik dalam organisasi. Pertimbangan etis haruslah merupakan suatu kriteria pengontrol
dalam perilaku politik untuk mempengaruhi pihak tertentu. Etik merupakan standar moral
apakah suatu perilaku baik atau buruk menurut norma masyarakat. Perilaku politik yang etis
adalah suatu perilaku yang bermanfaat untuk individu dan organisasi, sedangkan perilaku
politik yang tidak etis adalah perilaku yang bermanfaat untuk individu tetapi melukai
organisasi.     

Setidaknya ada terdapat tiga kriteria untuk menilai apakah cara kita bertindak etis atau
tidak etis yaitu prinsip utilitarianisme, hak dan keadilan. Prinsip utilitarianisme mengajarkan
bahwa keputusan yang telah kita ambil haruslah ’memberikan manfaat terbesar untuk jumlah
orang terbesar’. Pandangan demikian menekankan pada kinerja kelompok (kinerjaorganisasi).
Dengan kata lain, suatu pengambilan  keputusan adalah dalam rangka efisiensi dan
produktivitas organisasi, bukan untuk mengambil keuntungan sepihak. Prinsip ’hak’
menekankan bahwa setiap individu mempunyai kebebasan untuk mengemukakan pendapat
dan berbicara,

Sebagaimana diatur dalam Piagam Hak Asasi Manusia. Prinsip ’keadilan’


mengisyaratkan individu untuk memberlakukan dan menegakkan aturan-aturan secara adil
dan tidak berat sebelah atau pilih kasih sehingga terdapat distribusi manfaat dan biaya yang
pantas.
Dalam melakukan tindakan politik, siapapun aktornya (bisa manajer atau staf)
haruslah mempunyai pedoman pada tiga kriteria etis tadi.

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Kekuasaan (Power) biasanya mengacu pada kemampuan yang dimiliki A untuk


memengaruhi perilaku B sehingga B bertindak sesuai dengan keinginan A. Definisi tersebut
mengimplikasikan sebuah potensi tidak perlu diaktualisasikan agar efektif dan sebuah
hubungan ketergantungan. Kemungkinan aspek terpenting dari kekuasaan adalah bahwa hal
ini merupakan fungsi ketergantungan (dependency). apabila Semakin besar ketergantungan B
pada A, semakin besar pula kekuasaan A dalam hubungan tersebut.

Kekuasaan formal biasanya didasarkan pada posisis seorang individu dalam sebuah
organisasi. Kekuasaan formal dapat berasal dari kemampuan diri sendiri untuk memaksa atau
memberi imabalan, atau dari wewenang formal. Sedangkan kekuasaan pribadi merupakan
kekuasaan yang berasal dari karakteristik individual mereka yang unik terdapat dua basis
kekuatan Pribadi, yaitu kekuasaan karena keahlian dan juga kekuasaan rujukan.

Taktik Kekuasaan merupakan cara-cara individu menerjemahkan landasan kekuasaan


kedalam tindakan-tindakan tertentu. Ada Terdapat Sembilan taktik pengaruh diantaranya
legitimasi, persuasi rasional, seruan inspirasional, konsultasi, tukar pendapat, seruan pribadi,
menyenangkan orang lain, tekanan, dan koalisi.

            Ketergantungan akan meningkat apabila sumber-sumber daya yang dikendalikan itu


penting, langka, dan tidak tergantikan. Koalisi merupakan sebuah kelompok informal yang
diikat bersama dengan sebuah isu yang diperjuangkan bersama. Koalisi yang berhasil terdiri
dari anggota-anggota yang sifatnya cair dan bisa berbentuk secara cepat, menjangkau isu
yang menjadi sasaran mereka, dan cepat pula bubarnya. 

Perilaku Politik merupakan kegiatan yang tidak hanya dipandang sebagai bagian dari
peran formal seseorang didalam organisasi, tetapi yang memengaruhi, atau berusaha
memengaruhi, distribusi keuntungan dan kerugian di dalam organisasi. Serta terdapat faktor-
faktor yang berpengaruh atau berkontribusi terhadap perilaku politik yaitu faktor individu dan
faktor organisasi.

DAFTAR PUSTAKA

Sumber :

Robbins, Stephen P. dan Timothy A. Judge. 2008. Perilaku Organisasi, Organizational


Behavior, Buku 2 Edisi 12. (hal. 128-161). Jakarta : Salemba Empat.

http://satrioarismunandar6.blogspot.com/2013/03/definisi-politik-organisasi.html

http://setabasri01.blogspot.com/2011/01/kekuasaan-dan-politik-dalam-organisasi.html

Anda mungkin juga menyukai