Anda di halaman 1dari 67

Handout

Ekonomi
Manajerial

Oleh:
Yovita V.I. Atmadjaja, SE., MCom.
Elok Rosyidah, SE., MM.
1. PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP
EKONOMI MANAJERIAL

Ekonomi Manajerial:
 Penerapan teori dan metodologi ekonomi ke dalam proses pembuatan
keputusan-keputusan manajerial.
 Menggunakan alat dan teknik analisis ekonomi untuk menganalisis dan
memecahkan masalah-masalah manajerial
 Menghubungkan ilmu ekonomi tradisional dengan ilmu-ilmu pengambilan
keputusan dalam pembuatan keputusan manajerial

Masalah
Manajemen Keputusan

Teori Ekonomi Kerangka teoritis untuk pengambikan keputusan Ilmu Pengambilan Keputusan
Alat dan teknik Analisis

Ekonomi Manajerial
Penerapan teori ekonomi dan metodologi ilmu pengambilan keputusan untuk memecahkan masalah pengambilan keputusan

Solusi yang Optimal


Untuk memecahkan masalah
pengambilan keputusan
manajerial

2
Hubungan Ekonomi Manajerial dengan Ilmu Ekonomi Tradisional
 Ekonomi Manajerial menyangkut kedua cabang ilmu ekonomi, yaitu Ekonomi
Mikro dan Ekonomi Makro, dan menerapkannya dalam membantu proses
pengambilan keputusan baik yang bersifat jangka pendek maupun jangka
panjang.
 Dalam jangka pendek, Ekonomi Mikro menolong manajer untuk mengetahui
hubungan antara permintaan dan biaya produksi untuk memutuskan harga
barang maupun jumlah barang yang dihasilkan perusahaan. Sedangkan
Ekonomi Makro terlibat dalam pengambilan keputusan apabila manajer
mencoba memprakirakan permintaan di masa yang akan datang atas dasar
kekuatan-kekuatan yang mempengaruhi perekonomian secara keseluruhan.
 Dalam jangka panjang, keputusan yang dibuat menyangkut perluasan produksi
dan fasilitas distribusi, perluasan pasar maupun kemungkinan penggabungan
perusahaan dengan badan usaha lain.
 Ekonomi Mikro merupakan dasar utama Ekonomi Manajerial. Teori-teori
Ekonomi Mikro digunakan sebagai dasar kerangka teori model-model
keputusan, misalkan teori konsumen yang mendasari fungsi permintaan, teori
produksi yang mendasari fungsi biaya, teori harga pasar, teori bentuk pasar dan
teori badan usaha.
 Ekonomi Makro memberikan dasar bagi manajer untuk dapat melihat kondisi
ekonomi secara keseluruhan, sehingga keputusan yang akan diambil
disesuaikan dengan kondisi dan arah perekonomian tersebut.

Hubungan Antara Ekonomi Manajerial dengan Ilmu-Ilmu Pengambilan


Keputusan
 Ilmu pengambilan keputusan memberikan seperangkat alat dalam
pembentukan model-model dalam mengambil keputusan, menganalisis
pengaruh dari serangkaian tindakan alternatif dan mengevaluasi hasil-hasil
yang diperoleh dari model-model tersebut
 Teknik Optimasi, termasuk kalkulus diferensial dan programasi matematis
membantu sistem manajemen untuk mencapai tujuan-tujuan perusahaan yang
telah ditetapkan
 Perangkat Statistik digunakan untuk mengestimasi hubungan antara variabel-
variabel penting dalam masalah-masalah pengambilan keputusan tersebut.
 Teknik Peramalan digunakan untuk meramalkan peristiwa yang akan terjadi di
masa mendatang yang akan menjadi menjadi dasar keputusan manajerial.

Hubungan Antara Ekonomi Manajerial dengan Administrasi Bisnis


 Ekonomi Manajerial sebagai mata kuliah alat (tool course), yang mencakup
teori, metode-metode dan teknik-teknik analisis ekonomis yang selanjutnya
digunakan dalam cabang-cabang fungsional.
 Ekonomi Manajerial sebagai mata kuliah pemadu (integrating course) yang
menggabungkan berbagai cabang fungsional dan tidak hanya menunjukkan
bagaimana cabang-cabang tersebut berinteraksi satu sama lain dalam
pencapaian tujuan perusahaan, tetapi juga bagaimana perusahaan berinteraksi
dengan lingkungan dimana perusahaan tersebut beroperasi.

Teori Perusahaan
 Perusahaan bisnis merupakan kombinasi dari manusia, aset-aset fisik dan
informasi. Perusahaan berdiri karena bermanfaat dalam mengalokasikan
sumberdaya-sumberdaya yaitu menghasilkan dan mendistribusikan barang dan
jasa.
 Secara tradisional, tujuan perusahaan adalah maksimisasi laba jangka pendek.
Secara modern (dengan mempertimbangkan dimensi waktu dan
ketidakpastian), tujuan perusahaan adalah maksimisasi kekayaan/nilai
perusahaan.
 Nilai Perusahaan didefinisikan sebagai nilai sekarang (present value) dari
aliran kas suatu perusahaan yang diharapkan akan diterima pada masa yang
akan datang atau nilai dari laba yang diharapkan akan diperoleh di masa datang
yang dihitung pada masa sekarang dengan cara mendiskontokannya pada suatu
tingkat bunga tertentu.
Nilai Perusahaan = PV dari laba yang diharapkan pada masa yang akan
datang
1  2
=
 1   ...  
1i 1i  2
1 n i
n

n

n
TRt  TC t
=  t
=  1  i 
1  i t
t
t 1
t
1
dimana, PV = present value,
 1  2 dan seterusnya menunjukkan laba yang
,
diharapkan setiap tahun, dan i adalah tingkat bunga (diskonto), TR = total
revenue (pendapatan total) dan TC = total cost (biaya total)
 Bagian pemasaran bertanggung jawab dalam masalah penjualan, bagian
produksi bertanggung jawab dalam biaya produksi, bagian keuangan
bertanggung jawab dalam mencari dan mengelola modal untuk menunjang
kegiatan-kegiatan perusahaan serta menetapkan tingkat diskonto yang tepat.
 Satu asumsi dari ekonomi manajerial adalah bahwa perusahaan berusaha
untuk memaksimumkan nilainya dengan tunduk kepada kendala teknologi,
kelangkaan sumberdaya, aturan-aturan pemerintah, dan sebagainya
(optimisasi terkendala).
 Kendala-kendala yang muncul dalam pengambilan keputusan manajerial, dapat
dikategorikan dalam 3 kendala, kendala sumberdaya (keterbatasan bahan baku,
tenaga kerja, modal), kendala kuantitas/kualitas output (tingkat output
minimum, prasyarat nutrisi) dan kendala hukum/peraturan (tingkat upah
minimum, keselamatan kerja, penetapan harga).
Sifat Laba
 Laba merupakan elemen kunci dalam suatu sistem usaha bebas yang
didefinisikan sebagai selisih antara penerimaan dengan biaya. Jika selisih
negatif disebut rugi.
 Berdasarkan konsep Akuntansi, laba adalah sisa dari pendapatan dikurangi
dengan biaya eksplisit dalam menjalankan usaha. Laba ini dikenal dengan
istilah laba bisnis (business profit). Biaya eksplisit adalah biaya yang benar-
benar dikeluarkan oleh perusahaan untuk membiayai produksinya.
Konsep laba bisnis digunakan untuk kepentingan akuntansi dan pajak.
 Berdasarkan konsep Ekonomi, laba adalah kelebihan dari laba bisnis atas
tingkat kembalian normal bagi kekayaan modal yang diinvestasikan oleh suatu
perusahaan (biaya implisit). Laba ini dikenal dengan istilah laba ekonomis
(economic profit).
Konsep laba ekonomis digunakan untuk keputusan investasi.

Teori-teori Laba
 Teori laba ekonomis friksional
Teori ini menekankan bahwa laba terjadi karena adanya gangguan-gangguan
yang terjadi dalam keseimbangan perekonomian jangka panjang.
Ketidakseimbangan ini terjadi karena perubahan permintaan akan produk atau
biaya yang tidak terduga. Menurut teori ekonomi, dalam jangka panjang
perusahaan hanya memperoleh laba normal (laba ekonomis sama dengan nol)
karena adanya kebebasan dari perusahaan lain untuk keluar masuk ke dalam
industri, namun karena adanya friksi/gangguan tersebut, dalam jangka panjang,
perusahaan dapat memperoleh laba di atas laba normal atau bahkan menderita
kerugian di bawah laba normal.
 Teori laba ekonomis monopolis
Teori ini menyatakan bahwa beberapa perusahaan dapat bertindak sebagai
monopolis yang memungkinkan perusahaan-perusahaan ini untuk membatasi
jumlah output dan menetapkan harga yang lebih tinggi daripada pasar
persaingan sempurna sehingga mereka dapat mempertahankan laba diatas
normal untuk jangka panjang.
 Teori laba ekonomis inovatif
Menurut teori ini, laba di atas normal merupakan kompensasi dari inovasi yang
berhasil. Laba di atas normal ini akan terus diperoleh sampai perusahaan-
perusahaan lain memasuki bidang tersebut sehingga laba yang tinggi itu akan
turun sampai tingkat normal.
 Teori laba ekonomis kompensasi
Teori laba ini menyatakan bahwa tingkat penerimaan di atas normal merupakan
imbalan bagi perusahaan yang berhasil memenuhi keinginan konsumen,
mempertahankan cara kerja yang efisien, dan sebagainya.
2. OPTIMISASI EKONOMI

Maksimisasi Nilai Perusahaan


 Tujuan pokok manajemen adalah memaksimumkan nilai perusahaan, yang
dapat ditunjukkan dengan persamaan berikut:

n
t
Nilai Perusahaan =

t
1
1  i t
TRt  TC
n

= 
t 1 t

1  i t

 Penerimaan total (TR) secara langsung ditentukan oleh jumlah produk yang
terjual (Q) dan harga jualnya (P). Dalam pembuatan keputusan manajerial, hal-
hal penting yang harus diperhatikan adalah faktor-faktor yang mempengaruhi
harga dan kuantitas dan saling keterkaitan antara faktor-faktor tersebut.
 Analisis biaya menyangkut sistem-sistem produktif alternatif, pilihan-pilihan
tehnologi, kemungkinan-kemungkinan input yang digunakan, harga faktor
produksi dan sebagainya.
 Tingkat diskonto yang digunakan perusahaan banyak dipengaruhi oleh
ketersediaan sumberdaya keuangan bagi perusahaan tersebut.
 Proses pengambilan keputusan manajerial dalam masalah optimisasi terjadi
dalam 2 tahap, yaitu:
1. hubungan ekonomi harus disajikan dalam bentuk yang dapat dianalisis
(dalam hubungan analitis)
2. menentukan penyelesaian optimal dengan menggunakan berbagai teknik
solusi

Metoda Penyajian Hubungan Ekonomi


 Hubungan ekonomi dapat disajikan dalam bentuk persamaan, tabel, dan
grafik.
 Tabel dan grafik digunakan untuk menyajikan hubungan ekonomi yang
sederhana. Sedangkan untuk hubungan ekonomi yang kompleks digunakan
model persamaan.
 Hubungan fungsional dapat ditunjukkan sebagai berikut:
TR = f (Q)
dimana, penerimaan total (TR) merupakan fungsi dari jumlah produk yang
terjual. Nilai variabel dependen (TR) ditentukan oleh variabel independen
(jumlah produk yang terjual)
Hubungan fungsional di atas secara khusus dapat dilihat dengan persamaan
berikut:

TR = P x Q
Dimana P menunjukkan harga tiap unit yang terjual, dan hubungan antara
variabel dependen dengan variabel independen ditetapkan secara tepat.

 Metode tabel dan grafik dapat digunakan dalam penyajian hubungan ekonomi.

Hubungan Antara TR dengan Jumlah Unit Yang Terjual (Q)


TR = Rp. 150,00 x Q
Jumlah unit yang terjual Total Revenue (TR)
1 Rp. 150,00
2 Rp. 300,00
3 Rp. 450,00
4 Rp. 600,00
5 Rp. 750,00
6 Rp. 900,00

Grafik Hubungan Antara TR dan Q

1000

900

800
Penerimaan (Rp/t)

700

600

500
TR = 150 x unit yang terjual
400

300

200

100

0
0 1 2 3 4 5 6 7

Jumlah yang terjual (unit/waktu)


Hubungan Antara Nilai Total, Rata-rata dan Marginal
 Hubungan marginal didefinisikan sebagai perubahan variabel dependen dari
suatu fungsi yang disebabkan oleh perubahan salah satu variabel independen
sebesar satu unit. Dalam fungsi TR, penerimaan marginal (MR) adalah
perubahan penerimaan total yang disebabkan olrh perubahan satu unit
barang yang dijual.
 Hubungan antara nilai marginal dengan nilai total dalam analisis pengambilan
keputusan berperan penting, karena jika nilai marginal tersebut positif, maka
nilai total akan meningkat, dan jika nilai marginal tersebut negatif, maka nilai
total akan menurun.
Unit output Laba Laba
Laba Total
yang terjual (Q) Marginal Rata-Rata
0 Rp. 0,00 - -
1 Rp. 19,00 Rp. 19,00 Rp. 19,00
2 Rp. 52,00 Rp. 33,00 Rp. 26,00
3 Rp. 93,00 Rp. 41,00 Rp. 31,00
4 Rp. 136,00 Rp. 43,00 Rp. 34,00
5 Rp. 175,00 Rp. 39,00 Rp. 35,00
6 Rp. 210,00 Rp. 35,00 Rp. 35,00
7 Rp. 217,00 Rp. 7,00 Rp. 21,00
8 Rp. 208,00 Rp. -9,00 Rp. 26,00

 Hubungan antara nilai rata-rata dengan marginal penting dalam analisis


pembuatan keputusan manajerial. Oleh karena nilai marginal menunjukkan
perubahan dari nilai total, maka jika nilai marginal tersebut lebih besar dari
nilai rata-rata, pasti nilai rata-rata itu meningkat.
Penggunaan Turunan untuk Memaksimumkan/Meminimumkan Fungsi
 Jika suatu fungsi berada pada keadaan maksimum atau minimum, maka slope
atau nilai marginalnya pasti sama dengan nol. Turunan suatu fungsi
ditunjukkan oleh slope atau nilai marginalnya pada suatu titik tertentu,
sehingga maksimisasi/minimalisasi dari suatu fungsi terjadi jika turunannya
sama dengan nol.
Contoh:
 = -10.000 + 400Q - 2Q2
dimana,  = laba total dan Q adalah jumlah output.
Laba maksimum dapat diperoleh dengan mendapatkan turunan (marginal) dari
fungsi laba tersebut, kemudian menentukan nilai Q yang membuat turunan
(marginal tersebut sama dengan nol)

Laba marginal (M) d


= 400 - 4Q
= dQ
Dengan menyamakan turunan tersebut sama dengan nol, maka:
400 - 4Q = 0
4Q = 400
Q = 100 unit

Oleh karena itu, jika Q = 100, maka laba marginal sama dengan nol dan
laba total adalah maksimum
 Adakalanya sebuah fungsi memiliki beberapa nilai jika turunan/nilai
marginalnya sama dengan nol, di mana beberapa titik menunjukkan keadaan
maksimum dan yang lainnya menunjukkan keadaan minimum. Untuk
menentukan apakah suatu nilai maksimum atau minimum, turunan kedua
harus dihitung. Jika turunan kedua negatif, maka nilai maksimum yang
diperoleh, sedangkan jika positif, maka nilai minimum yang diperoleh.
Contoh:
Laba total () = -3.000 - 2.400Q +350Q2 - 8,333Q3
d
Laba marginal (M) = -2.400 + 700Q - 25Q2
= dQ
Laba total akan maksimum atau minimum pada titik-titik di mana turunan
pertama (labar marginal) tersebut sama dengan nol, maka:
d
= -2.400 + 700Q - 25Q2 = 0
dQ
dengan rumus ABC, akan ditemukan nilai-nilai Q, yaitu 4 dan 24. Nilai-nilai ini
adalah titik-titik laba maksimum dan laba minimum.
Untuk menentukan tingkat output yang mana yang memberikan output
maksimum, maka dilakukan pengujian pada turunan kedua. Turunan kedua
dari fungsi laba total didapatkan dengan mencari turunan dari fungsi laba
marginal:
d
 = = 700 - 50Q
dM
2

dQ dQ
2

Pada tingkat output atau Q= 4:


d 2
dQ 2 = 700 - 50 (4) = 500
Karena turunan kedua tersebut positif, yang menunjukkan bahwa laba marginal
sedang menaik, maka laba total adalah minimum pada tingkat output sebesar 4
unit.

Pada tingkat output atau Q= 24:


d 2
dQ 2 = 700 - 50 (24) = -500
Karena turunan kedua tersebut negatif, yang menunjukkan bahwa laba marginal
sedang menurun, maka fungsi laba total mencapai titik maksimum pada tingkat
output sebesar 24 unit.
 Salah satu kaidah dalam ekonomi mikro adalah MR (penerimaan marginal)
harus sama dengan MC (biaya marginal) agar laba maksimum dapat tercapai.
Hal ini didasarkan bahwa laba total sama dengan TR (penerimaan total)
dikurangi dengan TC (biaya total) dan hal ini sama dengan jarak vertikal antara
kedua kurva tersebut pada setiap tingkat output (lihat gambar). Jarak tersebut
akana maksimum pada tingkat output sama dengan Q B di mana slope dari kurva
TR dan TC tersebut adalah sama. Karena slope kurva TR dan TC masing-masing
menunjukkan MR dan MC, maka MR = MC.

Contoh:
Total Revenue (TR) = 41,5Q - 1,1 Q2
Total Cost (TC) = 150 + 10Q - 0,5Q2 + 0,02Q3
Laba Total =  = TR - TC
Tingkat output yang bisa memaksimumkan laba tersebut bisa diperoleh dengan
mensubstitusikan fungsi TR dan TC ke dalam fungsi laba, kemudian
menganalisis turunan pertama dan kedua dari persamaan tersebut:
 = TR - TC
= 41,5Q - 1,1 Q2 - (150 + 10Q - 0,5Q2 + 0,02Q3)
= 41,5Q - 1,1 Q2 - 150 - 10Q + 0,5Q2 - 0,02Q3
= -150 + 31,5Q - 0,6Q2 - 0,02Q3

Laba marginal atau turunan pertama dari fungsi laba tersebut adalah:
d
M = = 31,5 - 1,2Q - 0,06Q2
dQ
Dengan menentukan laba marginal sama dengan nol dan menggunakan rumus
ABC dapat ditentukan nilai Q yaitu Q1 = -35 dan Q2 = 15. Karena output
yang negatif tidak mungkin terjadi, makan Q1 bukan merupakan tingkat output
yang dapat digunakan.
Suatu pengujian terhadap turunan kedua pada tingkat Q = 15
menunjukkan bahwa:
d
 = = -1,2 - 0,12Q
dM
2

dQ dQ
2 = -1,2 - 0,12 (15) = -3

Karena turunan kedua menghasilkan nilai yang negatif, maka pada tingkat
output sebesar 15 merupakan titik laba maksimum.

Kaidah
MR=MC
dTR dT
M = d =
dQ - C
dQ
dQ
dTR dTC
Jika merupakan MR dan merupakan MC, maka
dQ dQ
M = MR - MC
dTR
MR = = 41,5 - 2,2Q
dQ
dTC
MC = = 10 - Q + 0,06Q2
dQ
Laba maksimum terjadi pada saat MR = MC, maka:
41,5 - 2,2Q = 10 - Q + 0,06Q2
-31,5 + 1,2Q + 0,06Q2 = 0

Akan diperoleh Q1 = -35 dan Q2 = 15. Dari kedua titik output tersebut
yang memungkinkan memberikan laba maksimum adalah pada tingkat
output sebesar 15 unit.

Optimasi Fungsi dengan Variabel Majemuk


 Hubungan ekonomi yang kompleks menggunakan 2 variabel atau lebih. Sebagai
contoh, pada fungsi permintaan suatu produk, kuantitas barang yang diminta
(Q) tidak hanya dipengaruhi oleh harga barang tersebut, tapi juga tingkat
pengeluaran iklan (A) misalkan. Sehingga fungsi tersebut dapat dituliskan:
Q = f (P , A)

 Jika sebuah fungsi terdiri dari lebih dari 2 variabel, maka turunan parsial
digunakan. Dengan kata lain, optimisasi dalam kasus ini memerlukan suatu
analisis bagaimana perubahan dari setiap variabel independen mempengaruhi
variabel dependen, dengan menganggap pengaruh seluruh variabel indepeden
lainnya konstan. Untuk memaksimumkan suatu fungsi dengan dua variabel atau
lebih, turunan parsial pada masing-masing variabel harus dihitung dan turunan-
turunan parsial tersebut harus disamakan dengan nol.
Dengan menggunakan fungsi permintaan di atas, maka akan diperoleh 2
turunan parsial:
1. Turunan parsial Q pada harga (P) = Q/P
2. Turunan parsial Q pada pengeluaran iklan (A) = Q/A

Contoh:
Y = 4X + Z - X2+ XZ - Z2

Pada fungsi Y di atas, terdapat 2 variabel independen yaitu X dan Z,


sehingga akan diperoleh 2 turunan parsial.
1. Untuk menentukan turunan parsial Y terhadap X, maka Z dianggap
konstan, sehingga turunan parsialnya akan menjadi:
dY
= 4 - 2X + Z
dX
2. Untuk menentukan turunan parsial Y terhadap Z, maka X dianggap
konstan, sehingga turunan parsialnya akan menjadi:
dY
= 1 + X - 2Z
dX

Untuk memaksimumkan fungsi Y di atas, turunan-turunan parsial


harus disamakan dengan nol. Penyelesaian dari kasus ini menggunakan
persamaan simultan dan menghasilkan nilai X = 3 dan nilai Z = 2 sebagai nilai
yang dapat memaksimumkan fungsi tersebut. Dengan memasukkan nilai X
dan nilai Z ke persamaan Y maka didapatkan nilai Y = 7.

Optimisasi Terkendala
 Secara umum, masalah optimisasi terkendala ini dikelompokkan menjadi 2
kelompok:
Masalah Maksimisasi Masalah Minimisasi
Maksimisasi: Minimisasi:
Laba, Penerimaan, Output Biaya

Tunduk kepada: Tunduk kepada:


Kendala Sumberdaya Kendala Kuantitas/Kualitas
Output

 Optimisasi terkendala adalah suatu proses maksimisasi atau minimisasi sebuah


fungsi dengan kendala-kendala tertentu. Masalah ini dapat dipecahkan dengan
berbagai cara. Dalam beberapa kasus, jika kendala tidak terlalu rumit,
persamaan kendala tersebut dapat dipecahkan untuk salah satu dari variabel-
variabel pengambilan keputusan terlebih dahulu, kemudian mensubstitusikan
variabel tersebut ke dalam fungsi tujuan, apakah perusahaan tersebut bertujuan
memaksimumkan atau meminimumkan. Cara ini mengubah masalah tersebut
menjadi maksimisasi atau minimisasi tak terkendala yang dapat diselesaikan
dengan metoda-metoda yang telah dibahas sebelumnya.
Contoh:
Sebuah perusahaan memproduksi produknya dengan menggunakan 2 pabriknya
dan bekerja dengan fungsi biaya total (TC) sebagai berikut:
TC = 3X2 + 6Y2 - XY
di mana X merupakan output dari pabrik yang pertama dan Y merupakan
output dari pabril yang kedua. Manajemen akan berusaha untuk
menentukan kombinasi biaya terendah antara X dan Y, dengan tunduk
kepada kendala bahwa produk total harus 20 unit.
Masalah tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:
Minimumkan TC = 3X2 + 6Y2 - XY
dengan kendala: X + Y = 20

Dengan menyelesaikan kendala X dan mensubstitusikan nilai tersebut ke dalam


fungsi tujuan maka:
X = 20 - Y
dan
TC = 3(20-Y)2 + 6Y2 - (20 - Y)Y
= 3(400 - 40Y + Y2) + 6Y2 - (20Y - Y2)
= 1.200 - 120Y + 3Y2 + 6Y2 - 20Y + Y2
= 1.200 - 140Y + 10Y2

Persamaan di atas dapat dianggap sebagai masalah minimisasi tak terkendala.


Untuk menyelesaikannya harus dicari turunannya, menyamakan turunan
tersebut dengan nol, dan mendapatkan nilai Y.
dTC
= -140 + 20Y = 0
dY
20Y = 140
Y = 7
Suatu pengujian terhadap tanda dari turunan kedua yang ditaksir pada titik
tersebut akan membuktikan bahwa titik minimum ditemukan:
dTC
= -140 + 20Y
dY
d 2 TC
dY 2 = 20
Karena turunan kedua tersebut adalah positif, maka Y = 7 pastilah merupakan
titik minimum.
Dengan memasukkan 7 ke dalam Y di dalam persamaan kendala maka dapat
ditentukan kuantitas optimal yang diproduksi oleh pabrik X.
X + 7 = 20
X = 13
Oleh karena itu, produksi output 13 unit pada pabrik X dan 7 unit pada pabrik Y
adalah kombinasi biaya terendah dalam menghasilkan 20 unit produk dari
perusahaan tersebut. Biaya total (TC) tersebut adalah:
TC = 3(13)2 + 6(7)2 - (13 x 17)
= 507 + 294 - 91 = 710
3. RISIKO, KETIDAKPASTIAN
DAN PENGAMBILAN
KEPUTUSAN

Ketidakpastian, Probabilitas dan Nilai Harapan


 Istilah probabilitas digunakan untuk mengukur secara kuantitatif berbagai
kemungkinan kejadian yang tidak pasti. Konsep probabilitas dibagi dua:
1. Probabilitas obyektif
Konsep yang didasarkan pada frekuensi relatif dalam jangka
panjang. Contoh: sebuah kotak berisi 3 bola putih dan 6 bola
merah. Kalo kita mengocok kotak itu dan mengambil satu bola
tanpa melihat, maka probabilitas terambil bola putih adalah 1/3 dan
probabilitas terambil bola merah adalah sebesar 2/3.
2. Probabilitas subyektif
Merupakan probabilitas yang memiliki nilai tidak pasti, contoh taruhan.

 Variabel random adalah variabel yang memiliki nilai yang tidak pasti, tetapi
memiliki distribusi probabilitas yang diketahui. Misalkan perusahaan tidak
dapat meramalkan labanya tetapi dapat memperkirakan laba tersebut dalam
probabilitas tertentu.
Jika variabel random X terdiri dari X1, X2, …, Xn dengan probabilitas p1, p2, …
,pn (dimana p1 + p2 + … + pn = 1) kemudian nilai harapannya (expected value)
dari variabel random dituliskan dengan E(X) maka persamaannya
dituliskan sebagai berikut:
E(X) = p1X1 + p2X2 + … + pnXn

Contoh:
Sebuah perusahaan tidak dapat memastikan berapa laba yang akan
diperolehnya pada tahun depan, tapi perusahaan tersebut yakin mempunyai
suatu peluang yang sama dengan yang mereka peroleh pada tahun ini, dan jika
berubah, perubahannya pun akan sama yakni naik Rp. 100 juta atau turun Rp.
100 juta. Bila laba tahun ini sebesar Rp. 400 juta, maka kita dapat menghitung
distribusi probabilitas laba pada tahun depan.
Probabilitas menghasilkan laba Rp. 400 juta = ½
Probabilitas menghasilkan laba Rp. 300 juta = ¼
Probabilitas menghasilkan laba Rp. 500 juta = ¼
Laba yang diharapkan adalah:
E(laba) = ½ (400) + ¼ (300) + ¼ (500)
= Rp. 400 juta

Misalkan perusahaan tersebut memiliki bayangan mengenai investasi alternatif


yang mempunyai distribusi probabilitas laba sebagai berikut:
Probabilitas menghasilkan laba Rp. 400 juta = ½
Probabilitas menghasilkan laba Rp. 0 juta = ¼
Probabilitas menghasilkan laba Rp. 800 juta = ¼
Jika laba berubah, maka perubahannya mempunyai kesempatan yang sama,
naik Rp. 400 juta atau turun Rp. 400 juta. Maka:
E(laba) = ½ (400) + ¼ (0) + ¼ (800)
= Rp. 400 juta

Jadi, kedua kasus di atas sama-sama mempunyai laba yang diharapkan sebesar
Rp. 400 juta, tetapi kasus yang terakhir beresiko lebih tinggi daripada kasus
sebelumnya. Pengukuran resiko dilakukan dengan cara menghitung standar
deviasi dari laba yang diharapkan, yaitu:


 X   p 11x  x   p  x  x   ...  p x  x 
2
22
2
nn
2

 1 1 / 202  1 / 4 1002  1 / 41002

= 5000 = 70,71

1 / 202  1 / 4 400 2  1 / 4400 2


2 
80000 = 282,84
=
Kasus 2 memiliki standar deviasi yang lebih tinggi dibandingkan kasus 1, hal ini
berarti bahwa kasus 2 lebih beresiko dibandingkan kasus 1.
 Semakin rendah derajat kepastian suatu keputusan semakin tinggi resiko.
Contoh, dalam hal menanamkan investasi dalam bentuk obligasi atau dalam
bentuk saham, bunga obligasi lebih dapat dipastikan dibandingkan deviden
saham, sehingga obligasi memiliki resiko yang lebih rendah daripada saham.

Sikap terhadap Resiko


 Setiap manajer mempunyai preferensi dalam mengambil resiko, ada yang
senang mengambil resiko (risk lover/seeker), ada yang netral terhadap resiko
(risk neutral), dan ada yang penghindar resiko atau menginginkan tingkat
kepastian yang tinggi (risk averter).
 Kebanyakan individu merupakan risk averter. Cont0h, taruhan dalam
pelemparan koin, untuk memenangkan Rp. 10.000 jika angka yang keluar dan
kehilangan Rp. 10.000 jika gambar yang keluar, memiliki expected value of
money menang atau kalah sebesar:
E(M) = 0,5 (10.000) - 0,5 (10.000) = 0
Meskipun expected value of money sama dengan nol, namun risk averter akan
mendapat lebih sedikit kepuasan (utility) dengan memenangkan Rp. 10.000
daripada kehilangan Rp. 10.000. Jika risk averter kehilangan Rp. 10.000 ia akan
kehilangan 2 util kepuasan, namun jika ia memenangkan Rp. 10.000, ia hanya
mendapatkan kenaikan kepuasan sebesar 1 util. Sehingga meskipun taruhan itu
cukup fair (terdapat kesempatan yang sama 50% - 50% untuk menang
atau kalah) namun expected utility-nya negatif, yaitu:
E(U) = 0,5 (1 util) - 0,5 (2 util) = -0,5
Sehingga, seorang risk averter akan menolak tarusan tersebut. Kesimpulannya,
manajer yang risk averter untuk menerima suatu proyek, tidak hanya
mempertimbangkan expected value namun juga melihat expected utility.
Contoh:
Seorang manajer harus memutuskan untuk memperkenalkan produk baru atau
tidak dengan probabilitas 40% untuk sukses dan mendapatkan profit sebesarRp.
20 juta dan 60% probabilitas kegagalan dan menderita kerugian sebesar Rp. 10
juta.
Expected return dari proyek ini adalah positif:

Probabilitas Hasil Expected Return


State of Nature
(1) (2) (1) x (2)
Sukses 0,4 Rp. 20 juta Rp. 8 juta
Gagal 0,6 -10 juta -6 juta
E(return) Rp. 2 juta

Karena expected return positif, maka manajer yang risk neutral atau risk seeker
akan menerima proyek tersebut. Namun, jika manajer adalah risk averter, dia
akan melihat terlebih dahulu expected utility-nya. Dalam hal ini, jika proyek
tersebut sukses maka manajer yang risk averter akan mendapatkan kenaikan
kepuasan sebesar 3 util, sedangkan jika gagal ia akan kehilangan 4 util
kepuasan, maka expected utility-nya adalah:
State of Probabilitas Hasil Utility Expected Utility
Nature (1) (2) (3) (1) x (3)
Sukses 0,4 Rp. 20 juta 3 1,2
Gagal 0,6 -10 juta -4 -2,4
E(utility) -1,2

Jika mempertimbangkan expected utility, maka manajer yang risk averter akan
menolak proyek tersebut, karena expected utility-nya negatif.

Langkah-langkah Pengambilan Keputusan


 Proses pembuatan keputusan merupakan inti dari setiap masalah yang dihadapi
oleh dunia bisnis. Secara umum, proses pengambilan keputusan dibagi menjadi
6 langkah.

1. Pembatasan Masalah

2. Penentuan Tujuan

3. Pencarian Alternatif

4. Peramalan Dampak

5. Penentuan Pilihan

6. Analisis Sensitivitas
1. Pembatasan Masalah
Diarahkan untuk menentukan dengan jelas batasan-batasan keputusan apa yang
akan dibuat. Pada tahap ini ditanyakan: masalah apa yang dihadapi, siapa yang
akan memutuskan, bagaimana keadaan yang melatarbelakangi pengambilan
keputusan, dan bagaimana pengaruhnya terhadap tujuan-tujuan manajemen.
Pembatasan masalah merupakan suatu prasyarat untuk permasalahan
manajemen. Bagian utama dari pembatasan masalah adalah pengidentifikasian
latar belakang atau konteks pengambilan keputusan.

2. Penentuan Tujuan
Pada tahap ini ada beberapa pertanyaan yang perlu dijawab: apa tujuan
pengambil keputusan, bagaimana seharusnya pengambil keputusan menilai
hasilnya dibandingkan dengan tujuannya, bagaimana jika pengambil keputusan
ingin mencapi tujuannya yang bertentangan satu sama lain.
Dalam penentuan tujuan ini harus dapat dirumuskan apa yang menjadi tujuan
dengan mempertimbangkan adanya unsur resiko dan ketidakpastian.

3. Pencarian Alternatif
Beberapa pertanyaan dalam tahap ini adalah: apa alternatif tindakan untuk
mencapai tujuan, variabel apa saja yang dapat dikendalikan, apa kendala yang
dihadapi dalam pencapaian tujuan. Karena adanya keterbatasan, maka
pengambil keputusan tidak akan dapat mengidentifikasi semua kemungkinan
pilihan. Namun mereka harus dapat menentukan beberapa alternatif pilihan
untuk dapat dipilih.

4. Peramalan Dampak
Pada tahap ini dicoba diamati: bagaimana konsekuensi dari setiap alternatif
pilihan, jika hasil yang diharapkan tidak pasti bagaimana sifatnya, maka harus
didapatkan informasi yang lebih baik diperoleh untuk meramalkan suatu hasil.
Peramalan ini menggunakan perhitungan aritmatis, model statistik atau
ekonometrika, atau juga menggunakan model deterministik (untuk keadaan
pasti) atau dengan model probabilitik juga pengambilan keputusan dalam
keadaan yang mengandung resiko atau ketidakpastian.
5. Penentuan Pilihan
Setelah diketahui berbagai alternatif kemungkinan yang ada, pengambil
keputusan harus dapat memilih satu di antara beberapa kemungkinan pilihan
yang ada yaitu yang dapat memberikan hasil yang terbaik bagi pencapaian
tujuan. Jika variabel-variabel dalam proses pengambilan keputusan dapat
dikuantifikasikan, maka beberapa metoda dapat digunakan untuk menetapkan
keputusan yang paling optimal, misalkan analisis marjinal, programasi linier,
decision tree, analisis manfaat-biaya.

6. Analisis Sensitivitas
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam tahap ini adalah: bagaimana sifat
dari masalah yang menentukan pilihan tindakan yang optimal tersebut,
bagaimana pengaruh perubahan keadaan-keadaan tertentu terhadap keputusan
yang optimal yang diambil, apakah pilihan tersebut peka terhadap perubahan-
perubahan variabel ekonomi utama yang terabaikan oleh pengambil keputusan
tersebut.
Analisis sensitivitas menjelaskan bagaimana suatu keputusan yang optimal akan
berubah jika fakta-fakta ekonomi utama berubah. Beberapa kegunaan dari
analisis sensitivitas adalah:
- memberikan informasi faktor-faktor kunci dalam permasalahan yang
mempengaruhi keputusan
- menelusuri pengaruh perubahan-perubahan variabel yang tidak diyakini
manajer tersebut
- menghasilkan solusi dalam kasus proses pengulangan pengambilan
keputusan jika keadaan-keadaan tertentu dimodifikasi.
4. Teori Permintaan

 Dalam ekonomi manajerial, permintaan merupakan salah satu aspek penting


karena suatu perusahaan tidak akan berdiri ataupun bertahan apabila tidak ada
permintaan yang memadai akan hasil produksinya. Suatu perusahaan mungkin
memiliki tehnik produksi dan manajemen yang efisien tetapi apabila tidak
ditunjang oleh permintaan yang cukup untuk menutupi biaya produksinya
dalam jangka panjang, perusahaan tersebut tidak akan dapat mempertahankan
hidupnya.

Permintaan akan Suatu Barang


 Permintaan akan suatu barang timbul karena adanya kemauan dan kemampuan
konsumen untuk membeli suatu barang. Apabila seseorang hanya memiliki
keinginan untuk memiliki suatu barang tanpa didukung oleh adanya
kemampuan (ditunjukkan dengan adanya pendapatan), hal ini tidak dapat
disebut sebagai permintaan. Secara sederhana, teori permintaan menyatakan
bahwa jumlah komoditas X yang diminta adalah fungsi (atau tergantung) dari
harga barang X, pendapatan konsumen, harga barang lain (baik yang barang
komplementer maupun barang substitusi) dan selera konsumen.
 Dalam bentuk fungsional, dapat ditunjukkan sebagai berikut:

Qdx= f(Px, I, Py, T)


Dimana: Qdx = jumlah barang X yang diminta
Px = harga barang X
I = pendapatan konsumen
Py = harga barang lain
T = selera konsumen
 Antara jumlah barang X yang diminta dan harga barang X memiliki hubungan
yang berkebalikan (negatif), yang artinya bahwa apabila harga naik, maka
jumlah barang yang diminta akan turun, sedangkan apabila harga turun, maka
jumlah barang yang dibeli akan naik.
 Apabila pendapatan konsumen naik, pada umumnya konsumen akan
melakukan pembelian lebih banyak barang. Ini untuk kasus barang normal,
seperti sepatu, kebutuhan menonton bioskop, travelling). Untuk kasus barang
normal ini, hubungan antara pendapatan konsumen dan jumlah barang yang
diminta adalah positif atau searah. Tetapi ada beberapa macam barang yang
memiliki hubungan yang berkebalikan dengan pendapatan konsumen. Barang
ini disebut barang inferior, contohnya gaplek.
 Jumlah barang yang diminta oleh seseorang juga tergantung dari harga barang
lain. Seseorang akan membeli lebih banyak barang X apabila harga barang
subsitusinya naik atau harga barang komplementernya menurun.
 Hal lain yang memperngaruhi jumlah barang yang diminta adalah selera
konsumen. Hubungan antara keduanya adalah searah. Apabila selera konsumen
akan suatu barang meningkat, maka jumlah komoditas yang diminta akan
meningkat.
 Kesimpulannya, teori permintaan menyatakan bahwa jumlah barang yang
diminta akan meningkat/menurun apabila ada penurunan/kenaikan harga
barang tersebut, kenaikan/penurunan pendapatan konsumen,
penurunan/kenaikan harga barang komplementer, kenaikan/penurunan harga
barang substitusi dan kenaikan/ penurunan selera konsumen terhadap barang
tersebut.
 Untuk keperluan analisis, hubungan yang digunakan hanyalah jumlah barang
yang diminta dan harga barang dan diasumsikan hal-hal lain (pendapatan,
harga barang lain dan selera) tetap/tidak berubah. Hubungan berkebalikan
antara jumlah barang yang diminta dan harga barang per periode waktu dapat
disebut skedul permintaan individu untuk suatu barang dan apabila terdapat
plot data, maka dapat dibuat kurva permintaan individu (dengan slope negatif).
Hubungan negatif antara Qdx dan Px dapat juga disebut sebagai Hukum
Permintaan (Law of Demand).
 Hubungan negatif antara Qdx dengan Px terjadi karena pada saat Px turun, Qdx
akan meningkat karena seseorang mengganti konsumsi barang lain dengan
barang X yang relatif lebih murah. Hal ini disebut efek substitusi. Dan juga
apabila Px turun, dengan pendapatan yang dimiliki, konsumen dapat
membelanjakan lebih banyak barang. Hal ini disebut efek pendapatan. Jadi
penurunan Px akan menyebabkan kenaikan Qdx karena adanya efek substitusi
dan efek pendapatan.
 Jika salah satu variabel yang dipegang konstan berubah, maka kurva
permintaan akan bergeser. Arah pergeseran tergantung pada hubungan antara
Qdx dengan variable tersebut. Kenaikan selera konsumen akan menggeser kurva
permintaan ke arah atas sedangkan penurunan harga barang substitusi akan
menggeser kurva ke arah bawah. Dapat disimpulkan bahwa perubahan Px akan
mengakibatkan pergerakan sepanjang kurva permintaan (dinamakan
perubahan dalam jumlah barang yang diminta) dan perubahan variabel lain
akan menyebabkan pergeseran kurva permintaan (dinamakan perubahan
permintaan).

Px

dx’
dx

dx”

Qdx
 Kurva pemintaan pasar merupakan penjumlahan kurva permintaan individu
secara horisontal. Kurva ini menunjukkan berbagai jumlah barang yang diminta
di pasar per periode waktu pada berbagai alternatif harga, dengan asumsi
variabel lain konstan. Seperti halnya kurva permintaan individu, hubungan
antara QDx dan Px juga negatif. Perbedaan antara keduanya terletak pada
variabel-variabel selain Px, yaitu dengan menambah variabel jumlah konsumen
di pasar (N).

QDx= f(Px, N, I, Py, T)

 Asumsi lain yang digunakan dalam penjumlahan kurva individu menjadi kurva
permintaan pasar adalah tidak adanya bandwagon effect dan snob effect.
Bandwagon effect terjadi apabila seseorang meminta suatu barang karena
orang lain membeli barang tersebut. Hal ini akan mengakibatkan kurva
permintaan pasar akan lebih landai daripada penjumlahan horisontal kurva
individu biasa. Sedangkan snob effect terjadi karena konsumen ingin berbeda
dengan orang lain dan menjadi eksklusif dengan mengurangi konsumsi suatu
barang apabila orang lain mengkonsumsi barang tersebut. Hal ini akan
mengakibatkan kurva permintaan pasar akan lebih curam.
 Kurva permintaan yang dihadapi suatu perusahaan tergantung pada besar
kecilnya permintaan pasar atau industri, bentuk pasar yang dihadapi dan
jumlah perusahaan yang ada dalam suatu industri.
 Jika suatu perusahaan merupakan produsen suatu barang yang tidak ada barang
substitusinya (perusahaan monopoli), perusahaan ini mewakili industri dan
akan menghadapi permintaan industri dan permintaan pasar.
 Kebalikannya adalah pasar persaingan sempurna. Di sini, terdapat sejumlah
besar perusahaan yang memproduksi barang homogen di dalam industri dan
perusahaan sangat kecil kemungkinannya dalam mempengaruhi harga. Dalam
kasus ini, perusahaan merupakan pengambil harga (price taker) dan
menghadapi kurva permintaan pasar yang horisontal (perusahaan dapat
menjual produk sejumlah berapapun tanpa mempengaruhi harga).
 Baik monopoli dan persaingan sempurna sangat jarang ditemui di dunia nyata.
Perusahaan-perusahaan di seluruh dunia cenderung berada di dua ekstrim
tersebut, yang dikenal dengan istilah oligopoli dan persaingan monopolistik.
Dalam oligopoli, terdapat beberapa perusahaan dalam industri yang
memproduksi barang-barang sejenis/standar maupun barang-barang
heterogen/diferensiasi produk. Karakter utama dari oligopoli adalah
ketergantungan antar perusahaan di dalam industri. Karena hanya sedikit
perusahaan dalam industri, makan pembentukan harga, iklan dan perilaku
promosi yang lain dari tiap perusahaan akan mempengaruhi perusahaan lain
yang akan menimbulkan imitasi.
 Sedangkan dalam persaingan monopolistik, di dalam suatu industri terdapat
banyak perusahaan yang menjual barang-barang yang heterogen (diferensiasi
produk). Sesuai dengan namanya, persaingan monopolistik memiliki unsur dari
persaingan sempurna (karena banyaknya jumlah perusahaan dalam sautu
industri) dan dari monopoli (karena tiap perusahaan memiliki produk yang
berbeda dengan perusahaan lain). Kurva permintan yang dihadapi adalah
berslope negatif tetapi sangat landai, sehingga kenaikan harga akan
mengakibatkan penurunan penjualan dalam jumlah yang besar.
 Pengharapan perubahan harga di masa depan dan keberhasilan kegiatan
promosi juga mempengaruhi kurva permintaan. Jika harga masa depan
diharapkan akan naik dan kegiatan promosi berhasil, maka kurva permintaan
akan bergeser ke kanan.
 Kurva permintaan juga tergantung pada tipe produk yang dijual. Jika
perusahaan menjual barang yang tahan lama (durable goods), perusahaan akan
menghadapi kurva permintaan yang lebih tidak stabil (volatile) daripada
perusahaan yang tidak menjual barang tersebut. Alasannya, konsumen dapat
menggunakan barang yang tahan lama lebih lama dengan meningkatkan
pengeluaran untuk pemeliharaan dan perbaikan, tanpa harus membeli yang
baru. Atau konsumen dapat pula menunda pembelian barang baru sampai
keadaan ekonomi membaik. Sehingga apabila keadaan ekonmi membaik,
permintaan akan durable goods akan meningkat (bergeser ke kanan).

 Bentuk linear dari fungsi permintaan yang dihadapi perusahaan adalah sebagai
berikut:

Qx= a0 + a1 Px + a2 N + a3 I + a4 Py + a5 T + …

a menunjukkan koefisien yang diestimasi oleh analisis regresi.


 Permintaan barang yang dihadapi perusahaan akan menentukan tipe dan
jumlah input atau sumber daya yang akan dibeli atau disewa oleh perusahaan
untuk memproduksi dan memenuhi permintaan yang akan dijual. Karena
permintaan akan sumber daya tergantung pada permintaan barang, maka
permintaan input suatu perusahaan dinamakan permintaan turunan. Lebih
banyak permintaan barang yang dijual akan meningkatkan permintaan
perusahaan akan input.

Elastisitas Harga Permintaan


 Kepekaan perubahan jumlah barang yang diminta akibat perubahan harga
merupakan hal penting dalam perusahaan. Secara sederhana, hal ini dapat
diukur dengan melihat kebalikan dari slope kurva permintaan (Q/P). Ukuran
lain adalah dengan menggunakan elastisitas harga permintaan.
 Elastisitas harga ditunjukkan dengan persentase perubahan dalam jumlah
barang yang diminta dibagi dengan persentase perubahan harganya,
diasumsikan variabel lain dalam fungsi permintaan tetap.

Q P P
Ep = Q Q   a 
P P P Q 1
Q
 Persamaan di atas akan menghasilkan elasitisitas titik, yaitu elastisitas pada titik
tertentu di kurva permintaan. Sebagai akibatnya, elastisitas harga akan berbeda
untuk titik yang berbeda di sepanjang kurva permintaan. Elastisitas harga lebih
dari 1 (dibaca persentase perubahan jumlah barang yang diminta akibat
perubahan harga sebesar satu persen) disebut elastis, elastisitas sama dengan 1
disebut unitary dan elastisitas kurang dari 1 disebut inelastis.
 Elastisitas harga terutama dipengaruhi ketersediaannya barang substitusi untuk
komoditas tertentu dan juga jangka waktu jumlah barang yang diminta
merespon perubahan harga. Elastisitas harga makin besar apabila jumlah
barang subsitusi makin banyak. Dan elastisitas harga akan makin besar apabila
jangka waktu untuk konsumen merespon perubahan harga lebih lama.

Elastisitas Pendapatan
 Elastisitas pendapatan menyatakan persentase perubahan permintaan dibagi
dengan persentase perubahan pendapatan.
EI = Q Q Q I I
I I   a
I Q 3
Q
 Bagi kebanyakan komoditas, kenaikan pendapatan akan meningkatkan
permintaan, sehingga elastisitas pendapatan selalu positif. Dalam dunia nyata,
kebutuhan pokok (pangan, sandang dan papan) memiliki elastisitas pendapatan
yang positif tetapi lebih kecil dari satu. Untuk barang-banrag inferior, elastisitas
pendapatan adalh negatif.
 Penggunaan yang penting dari elastisitas pendapatan adalah dalam peramalan
perubahan pemintaan barang yang akan dijual oleh perusahaan dibawah kondisi
ekonomi yanh berbeda. Permintaan komoditas dengan elastisits pendapatan
rendah tidak akan berpengaruh besar akibat ekonomi boom dan resesi. Di lain
pihak, barang-barang lux, yang memiliki elastisitas yang besar akan sangat
dipengaruhi oleh keadaan ekonomi.

Elastisitas Harga Silang


 Permintaan barang juga dipengaruhi oleh harga barang lain, baik barang
komplementer maupun barang substitusi. Elastisitas harga silang menyatakan
persentase perubahan permintaan barang x dibagi dengan perubahan harga
barrang lain.
Qx Py Py
EXY = Qx Q x   a 
Py Py Py Qx Qx
4

 Jika elastisitas harga silang bernilai positif, maka barang X dan barang Y adalah
substitusi, karena kenaikan harga barang Y menyebabkan kenaikan barang X,
sedangkan apabila nilai elastisitas harga silang adalah negatif, maka barang X
dan barang Y adalah komplementer. Dan apabila nilai elastisitas adalah nol,
maka barang y dan barang x adalah independen.
 Konsep ini penting dalam ekonomi manajerial, karena digunakan untuk
mengukur pengaruh perubahan harga barang yang dijual terhadap permintaan
barang lain yang juga mereka jual. Contoh, perusahaan Astra, menggunakan
konsep ini dalam mengukur pengaruh perubahan harga Toyota Kijang terhadap
permintaan mobil Toyota Crown.

Penggunaan Elastisitas untuk Pengambilan Keputusan Manajerial


 Analisis variabel-variabel yang mempengaruhi permintaan merupakan hal
penting bagi perusahaan untuk membuat keputusan operasional dan
merencanakan pertumbuhan di masa mendatang. Sebuah perusahaan dapat
mengontrol variabel yang mempengaruhi permintaan (harga komoditi, kualitas
produk), dan ada pula variabel yang tidak dapat dikontrol oleh perusahaan
seperti tingkat pertumbuhan pendapatan konsumen, pengeluaran promosi
pesaing.
 Perusahaan dapat mengestimasi elastisitas permintaan dari masing-masing
variabel yang mempengaruhi permintaan mereka. Perusahaan membutuhkan
elastisitas ini untuk menentukan kebijakan operasional yang optimal dan efektif.
Contoh, jika elastisitas harga inelastis, maka perusahaan tidak akan
menurunkan harga karena ini akan menurunkan TR dan kenaikan TC (karena
lebih banyak unit barang yang dijual dibawah harga) yang akhirnya akan
menurunkan profit.
 Elastisitas permintaan dari variabel-variabel yang di luar kontrol perusahaan
memiliki arti penting bagi perusahaan untuk merespon kebijakan pesaing dan
dalam merencanakan strategi pertumbuhan.
6. Analisis Produksi: Teori dan Estimasi

 Perusahaan merupakan suatu organisasi yang mengkombinasikan dan


mengelola tenaga kerja, modal dan tanah atau bahan mentah dengan tujuan
memproduksi dan menjual barang dan jasa. Tujuan perusahaan adalah untuk
memaksimalkan profit. Sedangkan tujuan perusahaan yang lain antara lain
memaksimalkan penjualan atau pertumbuhan perusahaan.
 Dasar keputusan produksi yang dihadapi suatu perusahaan adalah berapa
komoditas atau jasa yang diproduksi dan berapa tenaga kerja, modal dan
sumber imput lainnya yang digunakan untuk memproduksi output secara
efisien. Untuk menjawab pertanyaan ini, perusahaan membutuhkan data teknis
kemungkinan produksi (disebut fungsi produksi), juga data ekonomi dan
harga output.

Organisasi Produksi dan Fungsi Produksi


 Produksi merupakan transformasi dan berbagai input atau sumber daya
menjadi output berupa barang dan jasa. Sebuah produksi meliputi kegiatan-
kegiatan seperti: menyewa pegawai, pembelian bahan mentah, pinjaman untuk
ekspansi fasilitas produksi dan quality control.
 Output perusahaan dapat berupa komoditas akhir (langsung dikonsumsi oleh
konsumen) maupun produk antara (intermediate product) yang dapat
digunakan sebagai input produksi barang lain). Output dapat juga berupa jasa
seperti pendidikan, kesehatan, perbankan, komunikasi dan transportasi.
 Input merupakan sumber daya yang digunakan untuk memproduksi barang
dan jasa. Input dapat diklasifikasikan menjadi tenaga kerja, modal, tanah dan
sumber daya alam lainnya.
 Input juga dapat diklasifikasikan menjadi input tetap dan input variabel. Input
tetap (fixed input) merupakan input yang tidak dapat secara cepat diganti
selama periode waktu tertentu, kecuali dengan pengeluaran biaya yang sangat
besar. Contoh, bangunan pabrik, mesin. Sedangkan input variabel (variable
input) merupakan input yang dapat berubah dengan mudah dalam periode yang
sangat pendek. Contoh, bahan mentah dan tenaga kerja tidak terlatih.
 Periode waktu selama paling sedikit 1 input adalah input tetap disebut jangka
pendek, sementara periode waktu di mana seluruh input adalah variabel
disebut jangka panjang. Waktu yang diperlukan untuk menjadikan semua
input adalah variabel, tergantung dari industrinya. Contoh: jangka panjang bagi
ekspansi bisnis dry-cleaning mungkin hanya beberapa tahun saja, sedangkan
pabrik konstruksi pembangkit listrik harus membutuhkan waktu berpuluh-
puluh tahun untuk disebut jangka panjang.
 Fungsi produksi merupakan persamaan, tabel atau grafik yang menunjukkan
output maksimum yang dapat diproduksi suatu perusahaan per periode waktu
tertentu dengan menggunakan sejumlah input. Baik input maupun output
diukur dalam unit fisik. Tehnologi diasumsikan konstan selama periode analisis.
 Untuk penyederhanaan, kita mengasumsikan bahwa perusahaan memproduksi
hanya 1 jenis output dengan menggunakan 2 input, yaitu tenaga kerja (L) dan
modal (K). Jadi, persamaan umum untuk fungsi produksi sederhana adalah:
Q = f (L,K)
Persamaan di atas menyatakan bahwa jumlah output merupakan fungsi dari
(tergantung dari) jumlah tenaga kerja dan modal yang digunakan dalam
produksi. Output berhubungan dengan jumlah unit komoditas yang diproduksi,
tenaga kerja berhubungan dengan jumlah pekerja yang digunakan dan modal
merupakan jumlah peralatan yang digunakan dalam produksi. Diasumsikan
bahwa seluruh unit L dan K adalah homogen (identik) dan dapat saling
menggantikan.

Fungsi Produksi dengan Satu Input Variabel


 Dengan mengasumsikan jumlah satu input adalah konstan dan merubah jumlah
input lain yang digunakan, kita dapat menurunkan produk total (TP). Contoh,
dengan asumsi modal adalah tetap (konstan) pada 1 unit dan kenaikan unit
tenaga kerja yang digunakan dari 0 sampai 6 unit, kita dapat menurunkan
produk total.
L TP MPL APL EL
0 0 - - -
1 3 3 3 1
2 8 5 4 1,25
3 12 4 4 1
4 14 2 3,5 0,57
5 14 0 2,8 0
6 12 -2 2 -1
 Dari produk total kita dapat menurunkan produk marjinal dan produk rata-rata.
Produk Marginal (MP) tenaga kerja (MPL) merupakan perubahan dalam
produk total akibat adanya perubahan per unit tenaga kerja yang digunakan.
TP
MPL 
L
 Sedangkan Produk rata-rata (APL) sama dengan produk total dibagi dengan
jumlah tenaga kerja yang digunakan.

APL TP
 L

 Elastisitas output (produksi) merupakan persentase perubahan dalam


output dibagi dengan persentase perubahan dalam jumlah tenaga kerja yang
digunakan
%TP TP / TP / L MPL
E  TP
  
L
%L L / TP / L APL
L
Jadi elastisitas output sama dengan rasio antara MPL dan APL.
 Kenaikan produk total dengan persentase kenaikan yang semakin mengecil akan
mengakibatkan penurunan MP. Hal ini merupakan refleksi dari hukum return
yang menurun (law of diminishing return).
 Hubungan antara MP dan AP dapat digunakan untuk menentukan 3 stage
produksi. Stage 1 adalah dari titik origin sampai AP maksimum. Stage 2
adalah dari AP maksimum sampai MP sama dengan nol. Dan Stage 3 adalah
pada MP negatif. Produsen yang rasional tidak akan berproduksi pada stage ke-
3 karena MP adalah negatif. Juga tidak akan berproduksi pada stage 1. Jadi
produsen yang rasional akan berpoduksi pada stage 2 dimana MP masih positif.

Penggunaan Input Variabel secara Optimal


 Untuk menentukan berapa jumlah tenaga kerja yang harus digunakan agar
profit maksimal, dapat dilakukan dengan pengamatan berapa tambahan
pendapatan yagn didapat dan berapa tambahan biaya yang harus dikeluarkan
dengan digunakannya tambahan tenaga kerja. Tambahan pendapatan yang
didapat harus lebih besar daripada tambahan biaya yang harus dikeluarkan.
 Tambahan pendapatan yang didapat akibat dari digunakannya tambahan input
tenaga kerja dalam produksi disebut marginal revenue product of labor
(MRPL) yang sama dengan marginal produk (MP) tenaga kerja dikalikan
dengan marginal revenue (MR).
MRPL   MPL  MR   TR L
 Sedangkan tambahan biaya yang dikeluarkan untuk membayar tambahan input
tenaga kerja disebut marginal resource of labor (MRC L), yang sama
dengan kenaikan biaya total per tambahan input tenaga kerja per unit.
MRCL  TC L
 Perusahaan akan terus menambah input tenaga kerja dalam proses produksi
sepanjang MRPL > MRCL dan akan mencapai penggunaan input secara optimal
pada saat MRPL = MRCL.
Unit L MP MR=P MRP MRC=W
2,5 4 $10 $40 20
3 3 10 30 20
3,5 2 10 20 20
4 1 10 10 20
4,5 0 10 0 20
 Dari tabel di atas, terlihat bahwa perusahaan mencapai penggunaan input
tenaga kerja secara optimal (karena profit yang diterima perusahaan adalah
maksimal) pada saat perusahaan menggunakan tenaga kerja sebanyak 3,5 unit.
 Apabila perusahaan menggunakan kurang dari 3,5 unit tenaga kerja,
perusahaan masih dapat menerima tambahan profit apabila perusahaan
tersebut menambah input tenaga kerjanya (tambahan pendapatan lebih besar
daripada tambahan biaya).
 Dan apabila, perusahaan menggunakan lebih dari 3,5 unit tenaga kerja, maka
perusahaan harus mengeluarkan tambahan biaya yang lebih besar daripada
tambahan pendapatan yang diterimanya, sehingga dia akan mendapatkan total
profit yang lebih rendah.
 Skedul MRPL juga menunjukkan skedul permintaan perusahaan akan tenaga
kerja, yaitu jumlah tenaga kerja yang diminta perusahaan pada berbagai tingkat
upah (w). Contoh, jika tingkat upah per hari adalah $40. maka perusahaan akan
menggunakan 2,5 unit tenaga kerja, karena pada tingkat tersebut, MRPL =
MRCL = w = $40. Jika tingkat upah adalah $30, maka perusahaan akan
menggunakan 3 unit tenaga kerja.
 Pada gambar terlihat bahwa karena tingkat upah adalah konstan sebesar $20,
maka jumlah tenaga kerja yang diminta perusahaan adalah sebesar 3,5 unit.
Fungsi Produksi dengan 2 Input Variabel
 Fungsi produksi dengan 2 input variabel dapat ditunjukkan secara grafis dengan
isokuan. Isokuan menunjukkan berbagai kombinasi 2 input yang dapat
digunakan perusahaan untuk memproduksi tingkat output tertentu.
 Semakin tinggi isokuan, semakin besar output yang dihasilkan, sementara
semakin rendah isokuan, semakin kecil output. Untuk memproduksi lebih besar
output dibutuhkan lebih banyak input yang digunakan dalam produksi.
 Kurva isokuan yang berslope positif merupakan bagian kurva yang tidak relevan.
Perusahaan tidak akan beroperasi pada bagian ini, karena perusahaan dapat
berproduksi pada tingkat output yang sama dengan menggunakan lebih sedikit
tenaga kerja dan modal yang digunakan.

 Rigde lines merupakan garis yang memisahkan bagian isokuan yang relevan
(berslope negatif) dengan bagian isokuan yang tidak relevan (berslope positif).
 Bagian isokuan yang berslope negatif menunjukkan daerah produksi ekonomis
yang relevan (the relevant economic region of production). Hal ini berhubungan
dengan stage 2 dari kurva TP, dimana MPL dan MPK bernilai positf namun
dengan tambahan nilai yang menurun.
 Isokuan berslope negatif menunjukkan bahwa apabila perusahaan ingin
mengurangi jumlah modal yang digunakan dalam produksi, maka ia harus
meningkatkan penggunaan tenaga kerja agar dapat mempertahankan isokuan
yang sama (= memproduksi tingkat output yang sama).
 Nilai absolut dari slope isokuan disebut marginal rate of technical
substitution (MRTS). MRTS juga merupakan rasio dari marginal
produktivitas, karena keuntungan output yang dihasilkan dari penambahan
jumlah input tenaga kerja harus sama dengan kerugian output akibat
digunakannya lebih sedikit input modal.
 K
MRTS  MPL
L  MPK

 Bentuk isokuan menunjukkan derajat substitusi input, yaitu kemampuan untuk


saling menggantikan antara satu input dengan input lain dalam produksi.
 Ada 2 bentuk ekstrim dari isokuan, yaitu garis lurus dan bentuk siku-siku.
Isokuan berbentuk garis lurus menunjukkan bahwa antar input memiliki derajat
substitusi yang tinggi.
 Sedangkan isokuan berbentuk siku-siku menunjukkan antar input merupakan
input yang saling melengkapi (komplementer). Bentuk isokuan yang umum
adalah berada pada kedua bentuk ekstrim.
Kombinasi Input Optimasi
 Isokuan menunjukkan berbagai kombinasi tenaga kerja dan modal yang
digunakan perusahaan untuk memproduksi tingkat output tertentu.
 Sedangkan garis isocost menunjukkan berbagai kombinasi input yang
dibeli/disewa perusahaan pada tingkat biaya tertentu.
 Dengan menggunakan 2 konsep ini, maka kita dapat menentukan kombinasi
input optimal yang dapat memaksimalkan profit perusahaan.
 Total biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dapat dirumuskan sebagai
berikut: (diasumsikan perusahaan hanya menggunakan tenaga kerja dan modal
dalam produksi)
C = wL + rK
dimana C = biaya total, w = tingkat upah, L = jumlah tenaga kerja yang
digunakan, r = harga sewa modal, dan K = jumlah modal yang digunakan
 Persamaan di atas disebut sebagai persamaan garis isocost, yang menunjukkan
berbagai kombinasi tenaga kerja dan modal yang dapat disewa oleh perusahaan
oada tingkat total biaya tertentu. Slope garis isocost adalah -1.
 Dengan mengurangkan wL di kedua sisi persamaan di atas dan kemudian dibagi
dari r, maka akan didapat persamaan sebagai berikut:
C w
K   L
r r
dimana, C/r = intersep dari isocost dan -w/r = slope garis isocost
 Kombinasi input optomal yang dibutuhkan untuk meminimalkan biaya produksi
pada tingkat output tertentu atau memaksimalkan output pada tingkat biaya
tertentu dapat ditentukan pada titik singgung antara isokuan dan isocost.
 Dengan menghubungkan berbagai titik singgung antara isokuan dan isocost
(menghubungkan titik-titik kombinasi input optimal), kita akan mendapatkan
jalur ekspansi suatu perusahaan (expansion path).

 Dengan kombinasi input optimal, slope isokuan atau MRTS akan sama dengan
slope garis isocost atau rasio harga input, yaitu:
w
MRTS   MPL w
  MP MPK
r L  r
MPK r
w
 Untuk meminimalkan biaya produksi (memaksimalkan output), maka
tambahan output atau MP per unit biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja
harus sama dengan tambahan output per unit biaya yang dikeluarkan untuk
modal.
 Agar dapat memaksimalkan profit, perusahaan harus terus menambah
penggunaan input sampai MRP sama dengan MRC. Dengan harga input
konstan, berarti perusahaan harus menggunakan input sampai MRP sama
dengan harga input.
 Sehingga apabila perusahaan menggunakan 2 input variabel, maka untuk
memaksimalkan profit, perusahaan harus menggunakan tenaga kerja dan modal
sampai MRP tenaga kerja sama dengan tingkat upah dan MRP modal sama
dengan harga sewa modal,
MRPL
 w   MPL  MR   w
MRPK
 r   MPK  MR   r
 Dari kombinasi input optimal, apabila terjadi penurunan salah satu harga input,
maka perusahaan akan mengganti input lain dengan input yang lebih murah
agar mencapai kombinasi input optimal yang baru.

Return To Scale
 Return to scale berhubungan dengan derajat perubahan output sebagai akibat
dari perubahan jumlah seluruh input yang digunakan dalam produksi.
 Ada tiga jenis return to scale, yaitu konstan (constant), menurun (decreasing)
dan meningkat (increasing). Jika jumlah seluruh input yang digunakan dalam
produksi meningkat dengan proporsi tertentu dan output meningkat dengan
proporsi yang sama, maka hal ini disebut constant return to scale.
 Jika output meningkat dengan proporsi yang lebih besar disebut increasing
returns to scale dan jika output meningkat dengan proporsi yang lebih kecil
daripada kenaikan input disebut decreasing returns to scale.
 Increasing return to scale dapat timbul karena adanya peningkatan skala
produksi , maka lebih banyak pembagian kerja dan spesialisasi tenaga kerja
serta digunakan mesin-mesin yang produktif.
 Sedangkan decreasing return to scale timbul karena adanya peningkatan skala
produksi, maka manajemen mengalami kesulitan dalam mengelola input secara
efektif dan mengkoordinasikan berbagai operasi dan divisi dalam perusahaan.
7. Teori dan Estimasi Biaya

Sifat-Sifat Biaya
 Analisa biaya membedakan antara explicit cost dan implicit cost. Explicit cost
merupakan pengeluaran aktual yang dilakukan oleh perusahaan untuk
melakukan pembelian input yang dibutuhkan dalam produksi. Contoh, gaji
pegawai, pembayaran bunga pinjaman dan pembelian bahan mentah.
 Implicit cost merupakan nilai input yang dimiliki sendiri dan digunakan oleh
perusahaan dalam aktivitas produksi. Meskipun perusahaan secara aktual tidak
mengeluarkan uang untuk penggunaan input ini, perusahaan harus
memperhitungkan hal ini karena input yang digunakan oleh perusahaan dapat
dijual atau disewakan kepada perusahaan lain. Implicit cost dapat berupa gaji
tertinggi yang dapat diterima pemilik perusahaan apabila ia bekerja di tempat
lain, dan return tertinggi yang dapat diterima perusahaan dari investasi modal
di tempat lain.
 Dalam ilmu ekonomi, baik explicit cost maupun implicit cost harus
dipertimbangkan. Untuk itu dalam memperhitungkan biaya produksi,
perusahaan harus memasukkan biaya alternatif atau biaya kesempatan
(opportunity cost) seluruh input yang dibeli atau dimiliki oleh perusahaan.
 Economic cost harus dibedakan dengan accounting cost yang berhubungan
dengan pengeluaran aktual perusahaan atau explicit cost. Accounting/historical
cost sangat penting untuk pelaporan keuangan dan untuk tujuan perhitungan
pajak. Untuk tujuan pengambilan keputusan manajerial, economic/opportunity
cost merupakan konsep biaya yang relevan.

Fungsi Biaya Jangka Pendek


 Dalam jangka pendek, input produksi suatu perusahaan terdiri dari input tetap
dan input variabel. Kewajiban total perusahaan per periode waktu untuk seluruh
input tetap disebut total fixed cost (TFC). Yang termasuk dalam TFC antara
lain pembayaran bunga untuk modal pinjaman, pengeluaran sewa untuk leasing
peralatan, pajak dan gaji ekskutif. Biaya-biaya ini termasuk biaya tetap menurut
kontrak dan sepanjang usia kontrak, tidak peduli perusahaan tersebut
berproduksi atau tidak.
 Total variable cost (TVC) merupakan kewajiban total perusahaan per
periode waktu untuk seluruh input variabel yang digunakan perusahaan.
Variable costs meliputi pembayaran bahan mentah, bahan bakar, upah tenaga
kerja.
 Total cost (TC) merupakan penjumlahan TFC dan TVC.
TC = TFC + TVC

 Fungsi biaya menunjukkan biaya minimum untuk memproduksi berbagai


tingkat output dengan asumsi bahwa perusahaan menggunakan kombinasi
input optimal. Jadi total biaya untuk memproduksi suatu tingkat output didapat
dari perkalian antara kuantitas optimal setiap input yang digunakan dengan
harga input dan melakukan penjumlahan seluruh biaya ini.
 Dari fungsi total fixed, total variable dan total cost, dapat diturunkan fungsi
biaya per unit (fungsi biaya rata-rata/avegare cost). Average fixed cost (AFC)
sama dengan total fixed cost (TFC) dibagi dengan tingkat output (Q). Average
varible cost (AVC) sama dengan total variable cost (TVC) dibagi dengan
tingkat output (Q). Dan average cost (AC) sama dengan total fixed cost (TFC)
dibagi dengan tingkat output (Q) atau sama dengan penjumlahan AFC dan AVC.
 Marginal cost (MC) merupakan perubahan dalam total cost atau perubahan
dalam total variable cost (TVC) akibat perubahan per unit output.

TFC
AFC 
Q
TVC
AVC 
Q
TC
ATC 
Q  AFC  AVC

TC
MC  Q TVC
 Q
 Tabel di bawah ini merupakan skedul hipotesis dari total dan per unit cost
jangka pendek dan kemudian angka-angka dalam tabel diplot pada sebuah
gambar.
Q TFC TVC TC AFC AVC AC MC
0 60 0 60 - - - -
1 60 20 80 60 20 80 20
2 60 30 90 30 15 45 10
3 60 45 105 20 15 35 15
4 60 80 140 15 20 35 35
5 60 135 195 12 27 39 55
 Pada gambar di atas, TFC adalah sebesar $60, berapapun tingkat output,
sedangkan TVC akan sama dengan nol apabila tingkat output sama dengan nol
dan akan meningkat apabila output meningkat.
 Bentuk kurva AVC, ATC dan MC adalah mula-mula menurun kemudian
meningkat (bentuk U). Jarak vertikal antara ATC dan AVC adalah sama dengan
AFC. AFC akan menurun dengan meningkatnya jumlah output. Kurva MC akan
mencapai minimum sebelum kurva MC memotong kurva ATC dan AVC pada
titik terendah.

Fungsi Biaya Jangka Panjang


 Dalam jangka panjang, semua input yang digunakan dalam produksi adalah
input variabel. Jadi dalam jangka panjang, seluruh biaya merupakan biaya
variabel.
 Kurva long-run total cost (LTC) diturunkan dari jalur ekspansi (expansion
path) perusahaan dan menunjukkan biaya total jangka panjang. Sedangkan
kurva long-run average dan marginal cost diturunkan dari kurva long-run
total cost.
 Expansion Path menunjukkan kombinasin input optimal untuk memproduksi
berbagai tingkat output. Contoh, titik A menunjukkan bahwa untuk
memproduksi 1 unit output (1Q) maka perusahaan membutuhkan 4 unit tenaga
kerja (4L) dan 4 unit modal (4K). Jika upah tenaga kerja (w) sebesar $10 per
unit dan harga modal (r) sama dengan $10 per unit, maka total biaya minimum
untuk memproduksi 1Q adalah:
(4L) ($10) + (4K) ($10) = $80

Angka ini ditunjukkan oleh titik A’ dimana garis vertikal mengukur total cost
dan garis horisontal mengukur output. Kurva LTC dimulai dari titik origin (nol),
karena tidak ada fixed cost dalam jangka panjang.
 Long-run average cost (LAC) sama dengan long-run total cost dibagi dengan Q.
Sedangkan long-run marginal cost (LMC) mengukur perubahan dalam LTC
akibat perubahan per unit output.

LTC
LAC 
Q

LTC
MC  Q

Plant Size dan Economies of Scale


 Kurva LAC berbentuk U, karena didasarkan pada asumsi bahwa economies of
scale berlaku pada tingkat output yang rendah dan diseconomies of scale pada
tingkat output yang lebih besar.
 Economies of scale merupakan situasi dimana proporsi output tumbuh lebih
cepat daripada penggunaan input. Contoh, bila input yang digunakan ditambah
2 kali lipat, maka output yang dihasilkan akan tumbuh lebih dari 2 kali lipat.
Dengan harga input yang tetap (sama dengan sebelumnya), kondisi ini akan
mengarah pada biaya per unit yang lebih rendah. Jadi increasing return to scale
ditunjukkan dengan penurunan kurva LAC.
 Di lain pihak, decreasing return to scale merupakan situasi dimana proporsi
pertumbuhan output lebih rendah daripada pertumbuhan tingkat penggunaan
input. Jika harga input adalah tetap, maka biaya per unit akan lebih tinggi dari
sebelumnya. Kondisi ini ditunjukkan pada kurva LAC yang menaik. Titik
terendah pada kurva LAC terjadi pada tingkat output di mana kekuatan
increasing return to scale diimbangi dengan kekuatan decreasing return to
scale.
 Pada tingkat teknologi, increasing return to scale timbul karena skala operasi
yang meningkat dan adanya pembagian kerja dan spesialisasi. Semakin tinggi
tingkat skala operasi, maka penggunaan mesin akan semakin efisien, sehingga
dapat menurunkan biaya per unit output.
 Decreasing return to scale timbul karena kenaikan skala operasi yang semakin
besar, sehingga menyebabkan semakin sulitnya mengelola perusahaan secara
efektif dan mengkoordinasikan berbagai operasi dan divisi dalam perusahaan.

Analisis Cost-Volume Profit


 Analisis cost-volume profit atau breakeven merupakan analisis mengenai
hubungan antara total revenue, total cost dan total profit perusahaan pada
berbagai tingkat output.
 Analisis ini sering digunakan untuk menentukan volume penjualan yang
dibutuhkan oleh perusahaan untuk mencapai breakeven dan total profit.
 Secara aljabar, analisis cost-volume-profit dapat ditunjukkan sebagai berikut,
total revenue sama dengan harga jual (P) per unit dikalikan dengan jumlah
output atau penjualan (Q) atau:
TR = (P) (Q)

 Total cost sama dengan total fixed cost (TFC) ditambah dengan total variable
cost (TVC). Karena TVC sama dengan average variabel cost (AVC) dikalikan
dengan jumlah output (Q), maka:
TC = TFC + AVC (Q)

 Dengan membuat TR sama dengan TC dan kemudian mensubtitusikan Q B


(breakeven output) untuk Q, maka:
TR  TC
P Q B   TFC   AVC Q B 
P Q B    AVC Q B   TFC
Q B P  AVC   TFC
QB 
TFC
P  AVC
 (P - AVC) disebut contribution margin per unit menunjukkan bagian harga jual
yang dapat digunakan untuk menutup fixed cost dan untuk menghasilkan profit
bagi perusahaan.
 Contoh, dengan TFC = $200, P = $10 dan AVC = $5 maka breakeven output
adalah sebesar:

QB 
200
10  5  40
 Andaikan perusahaan berharap untuk memperoleh profit tertentu, maka
manajer perusahaan dapat melakukan estimasi berapa output yang harus dijual
agar progit yang diharapkan tersebut tercapai. Analisis cost-volume-profit dapat
digunakan untuk menentukan target output (Q T) pada saat target profit (T)
sehingga:

TFC  
QT 
T
P
AVC

 Contoh, jika perusahan menargetkan profit yang akan diterima sebesar $100
maka target output adalah sebesar:

200  100
QT  10  5  60
8. Struktur Pasar: Persaingan Sempurna,
Monopoli, Persaingan Monopolistik dan
Oligopoli

 Market (pasar) terdiri dari seluruh pembeli dan penjual potensial untuk suatu
produk. Struktur pasar berkaitan dengan erat dengan lingkungan persaingan
dimana pembeli dan penjual beroperasi.
 Ada 4 jenis struktur pasar, yaitu persaingan sempurna, monopoli, persaingan
monopolistik, dan oligopoli.

PERSAINGAN SEMPURNA
 Dalam pasar persaingan sempurna, terdapat sejumlah besar pembeli dan
penjual, sehingga baik penjual maupun pembeli memiliki pengaruh yang sangat
kecil dalam penentuan harga. Hal ini berarti, apabila terdapat perubahan output
yang akan dijual oleh perusahaan tunggal, harga pasar akan produk tersebut
tidak akan terpengaruh.
 Produk yang dijual adalah homogen, identik dan terstandarisasi secara
sempurna. Produk antara satu perusahaan yang satu dengan yang lain tidak
dapat dibedakan, sehingga pembeli indiferrent dalam memilih produk dari
perusahaan satu mana yang dibelinya.
 Dalam pasar ini sumber daya memiliki mobilitas yang sempurna. Dalam hal ini,
tenaga kerja dan input lainnya dengan mudah dapat bergerak/berpindah dari
satu tempat ke tempat lain. Tidak ada input yang dimonopoli oleh sebuah
perusahaan. Perusahaan juga dengan mudah keluar masuk ke dalam industri.
 Konsumen, pemilik sumber daya dan perusahaan memiliki pengetahuan yang
sempurna terhadap harga barang, biaya dan economic opportunity. Sehingga,
konsumen tidak kan bersedia membayar harga yang lebih tinggi daripada yang
seharusnya. Perbedaan harga dapat dieliminir sesegera mungkin dan harga
tunggal suatu produk akan berlaku di seluruh pasar. Sumber daya dijual pada
penawaran tertinggi. Dengan adanya pengetahuan yang sempurna tentang harga
yang berlaku sekarang dan yang masa datang serta biaya menyebabkan
produsen mengetahui secara pasti berapa output yang akan diproduksi.
 Dalam dunia nyata, pasar persaingan sempurna sangat sulit ditemui. Saat ini
pasar yang dapat dipandang sebagai pasar persaingan sempurna adalah bursa
saham, pasar barang pertanian, industri minyak bumi
PENENTUAN HARGA DALAM PASAR PERSAINGAN SEMPURNA
 Dalam persaingan sempurna, harga produk ditentukan oleh perpotongan kurva
permintaan dan penawaran pasar akan suatu produk. Dengan demikian, karena
harga sudah tertentu, maka perusahaan dalam pasar ini merupakan penerima
harga (price taker) yang berarti bahwa perusahaan hanya mengukuti harga yang
berlaku dan tidak dapat mempengaruhi harga dengan mengubah-ubah output
penjualannya.
 Karena barang yang dijual di pasar adalah homogen, maka penjual tidak dapat
menjual dengan harga yang lebih tinggi daripada harga pasar. Jika penjual
mematok harga di atas harga pasar, maka ia akan kehilangan konsumen. Di
pihak lain, tidak ada alasan bagi penjual untuk menjual di bwah harga pasar,
karena penjual dapat menjual produknya sebanyak mungkin pada harga
tertentu.
 Sebagai akibatnya, perusahaan menghadapi kurva permintaan produk yang
horisontal pada harga yagn telah ditentukan oleh perpotongan kurva
permintaan dan penawaran pasar. Karena harga produk adalah konstan, maka
penerimaan marginal (MR) akan konstan dan sama dengan harga produk.

 Secara aljabar, harga dan jumlah barang keseimbangan dapat diselesaikan


dengan cara sebagai berikut:
1. tentukan fungsi penawaran dan permintaan pasar
Qd = 625 - 5P
Qs = 175 + 5P
2. pada posisi keseimbangan penawaran akan sama dengan permintaan
Qd = Qs
625 - 5P = 175 +5P
450 = 10P
P = 45
3. substitusikan nilai P ke dalam persamaan Qd dan Qs
Qd = 625 - 5(45) = 400
Qs = 175 + 5(45) = 400

Harga sebesar 45 merupakan harga yang harus diterima oleh perusahaan yang
berada dalam pasar persaingan sempurna. Jika harga produk konstan, maka
MR juga akan konstan dan akan sama dengan harga produk.
Sehingga bagi perusahaan dalam pasar persaingan sempurna:
P = MR

Analisa Jangka Pendek


 Dalam jangka pendek, beberapa input adalah input tetap dan ini akan
meningkatkan biaya tetap baik perusahaan itu beroperasi maupun tidak. Jadi,
agar perusahaan tetap bertahan, maka dalam jangka pendek diusahakan apabila
perusahaan mengalami kerugian besarnya lebih kecil daripada biaya tetap.
 Tingkat output terbaik dalam jangka pendek adalah pada saat MR sama dengan
MC. Selama MR lebih besar daripada MC, perusahaan dapat meningkatkan
output karena dengan bertambahnya output akan meningkatkan pendapatan
yang masih dapat meningkatkan profit perusahaan. Di lain pihak, sepanjang MC
lebih besar daripada MR, perusahaan harus menurunkan outputnya untuk
menekan biaya produksi. Jadi, tingkat terbaik adalah pada saat MC=MR.
Karena perusahaan persaingan sempurna menghadapi kurva permintaan
horisontal, maka kondisi yang berlaku adalah P = MR = MC
Analisa Jangka Panjang
 Dalam jangka panjang, seluruh biaya produksi adalah variabel dan perusahaan
dapat membuat scale of plant yang optimal pada output tertentu. Tingkat
output optimal yang terbaik adalah pada saat harga sama dengan MC jangka
panjang (LMC). Scale of plant yang optimal adalah pada saat kurva AC jangka
pendek (SAC) bersinggungan dengan kurva AC jangka panjang (LAC)
 Jika perusahaan yang ada masih dapat menerima laba, banyak perusahaan lain
yang akan masuk dalam industri dalam jangka panjang. Hal ini akan
meningkatkan penawaran pasar dan mengakibatkan harga pasar turun sampai
seluruh laba tereliminir. Jadi, pada saat pasar persaingan sempurna berada
dalam keseimbangan jangka panjang, seluruh perusahaan berproduksi pada
titik terendah dari kurva LAC dan mendapatkan break even dan menerima
profit ekonomis sama dengan nol. Jadi, pemilik perusahaan hanya mendapakan
normal return. Profit ekonomis sama dengan nol artinya, penerimaan total
hanya dapat digunakan untuk menutup biaya eksplisit dan biaya implisit.
MONOPOLI
 Monopoli merupakan salah satu jenis struktur pasar, di mana hanya ada satu
perusahaan yang menjual barang dan tidak terdapat barang substitusi yang
mendekati barang tersebut. Jadi monopolis bertindak mewakili pasar dan
menghadapi kurva permintaan pasar yang negatif. Kebalikann dari pasar
persaingan sempurna, monopolis akan menerima keuntungan dalam jangka
panjang karena terhambatnya kebebasan perusahaan lain untuk keluar masuk
ke dalam industri.
 Ada 4 alasan timbulnya pasar monopoli, yaitu (1) perusahaan memiliki
penguasaan terhadap seluruh suplai bahan baku yang dibutuhkan untuk
berproduksi, (2) perusahaan memiliki hak paten dan hak monopoli dari
penggunaan proses produksi tertentu, (3) dalam beberapa industri, monopoli
terjadi karena economies of scale suatu perusahaan tidak dapat dijangkau oleh
perusahaan lain, akibat adanya biaya produksi yang sangat tinggi sehingga
hanya ada satu perusahaan yang mampu menyediakan produk tersebut
(Natural Monopoly), (4) monopoli dapat terjadi karena perusahaan diberi hak
monopoli oleh pemerintah.

Analisa Jangka Pendek


 Seorang monopolis bukanlah price taker karena perusahaanlah yang
menentukan harga jual produknya pada tingkat kuantitas berapapun (price
maker).
 Karena monopolis merupakan penjual tunggal untuk suatu barang yang tidak
memiliki barang substitusi, maka monopolis menghadapi kurva permintaan
pasar yang negatif. Ini berarti seorang monopolis dapat menjual lebih banyak
unit produknya hanya jika dijual pada harga yang lebih rendah. Karena itu MR
lebih rendah daripada harga produk dan kurva MR berada dibawah kurva
permintaan

 Dalam jangka pendek, monopolis juga dapat mengalami breakeven atau


menderita kerugian. Kondisi ini tergantung dari tingginya kurva ATC dan
tingkat output terbaik yang dicapai. Jika ATC=P, pada saat tingkat output
terbaik, maka monopolis akan mengalami breakeven, dan jika ATC>P,
monopolis akan mengalami kerugian. Monopolis tidak akan menghentikan
produksinya sepanjang P>AVC, meskipun ia mengalami kerugian akibat P>ATC,
karena kelebihan P atas AVC dapat digunakan untuk menutup TFC.

Analisis Jangka Panjang


 Dalam jangka panjang, seluruh input dan biaya adalah variabel. Monopolis
dapat melakukan scale of plant yang optimal untuk berproduksi pada tingkat
output yang terbaik. Seperti halnya persaingan sempurna, tingkat output terbaik
yang dicapai oleh seorang monopolis adalah pada titik P=LMC dan scale of
plant yang optimal adalah pada saat kurva SAC menyinggung kurva LAC.
 Tidak seperti pasar persaingan sempurna, perusahaan lain tidak memiliki
kebebasan untuk masuk dalam industri, sehingga monopolis akan menerima
profit ekonomis dalam jangka panjang. Akibat terhambatnya kebebasan ini,
maka monopolis tidak akan berproduksi pada titik LAC terendah.
PASAR PERSAINGAN MONOPOLISTIK
 Pasar persaingan monopolistik merupakan salah satu jenis struktur pasar,
dimana terdapat banyak perusahaan yang menjual barang yang heterogen dan
terdiferensiasi dan kebebasan untuk masuk pasar dalam jangka panjang agak
mudak dilakukan.
 Pasar persaingan monopolistik merupakan gabungan dari persaingan sempurna
dan monopoli. Unsur persaingan ditunjukkan dari banyaknya penjual yang ada
di pasar dan masing-masing perusahaan memiliki pengaruh yang kecil terhadap
perusahaan lainnya. Sedangkan unsur monopoli ditunjukkan dari adanya
diferensiasi produk.
 Persaingan monopoli sangat umum dijumpai di sektor retail dan jasa.
Perusahaan-perusahaan dalambisnis ini memiliki kekuatan monopoli oada
keunikan produk mereka, lokasi yang lebih baik, atau harga yang lebih murah
dibanding dengan perusahaan lain.

Analisis Jangka Pendek


 Karena perusahaan yang berada dalam persaingan monopolistik memproduksi
differentiated product, maka kurva permintaan yang dihadapi berslope negatif,
namun karena banyaknya barang substitusi, maka kurva permintaan bersifat
elastis. Semakin elastis harga permintaan, semakin kecil derajat differensiasi
produk. Seperti halnya monopoli, kurva MR yang dihadapi perusahaan akan
lebih rendah dari kurva permintaan.
 Perusahaan dalam pasar persaingan monopolistik akan menerima profit apabila
P>ATC, dan akan mengalami breakeven jika P=ATC dan menderita kerugian
apabila P < ATC. Namun perusahaan tidak akan berhenti berproduksi selama
P>AVC.

Analisis Jangka Panjang


 Jika perusahaan mendapatkan profit dalam jangka pendek, maka dalam jangka
panjang akan banyak perusahaan yang masuk ke dalam industri. Hal ini akan
menggeser kurva permintaan yang dihadapi perusahaan ke kiri sampai
bersinggungan dengan kurva LAC.
 Jadi dalam jangka panjang, seluruh perusahaan dalam persaingan monopolistik
akan mengalami breakeven dan berproduksi pada bagian kurva LAC yang
berslope negatif. Dalam hal ini perusahaan beroperasi dengan excess capacity.
OLIGOPOLI DAN KONSENTRASI PASAR
 Oligopoli merupakan bentuk organisasi pasar yang terdiri dari beberapa
perusahaan yang menjual barang-barang homogen ataupun barang-barang
terdiferensiasi. Jika hanya ada 2 penjual dalam industri, disebut duopoli. Jika
produk yang dijual adalah homogen diistilahkan dengan oligopoli murni,
sedangkan apabila produknya terdiferensiasi dikenal dengan istilah oligopoli
terdiferensiasi. Dalam pasar oligopoli, dimungkinkan masuknya perusahaan
baru ke dalam industri, namun hal ini tidak mudah.
 Oligopoli sering dijumpai dalam industri otomotif, baja, peralatan listrik, rokok
dan sabun mandi serta detergen. Beberapa industri adalah homogen seperti
alumunium dan baja, sedangkan industri rokok, otomotif dan sabun mandi/cuci
termasuk dalam oligopoli terdiferensiasi.
 Karena hanya ada beberapa perusahaan dalam industri, maka setiap tindakan
yang diambil oleh salah satu perusahaan akan mempengaruhi perusahaan yang
lain. Contoh, apabila PT Astra memberlakukan potongan harga, maka PT
Indomobil akan segera mengikutinya dan memberlakukan potongan harga juga.
Karena adanya persaingan harga cenderung akan menjadi perang harga, maka
perusahaan oligopoli biasanya lebih suka bersaing dengan basis diferensiasi
produk, iklan dan pelayanan atau yang biasa disebut persaingan bukan harga
(nonprice competition).
 Karakteristik khusus dari pasar oligopoli adalah adanya saling ketergantungan
atau persaingan (rivalry) antar perusahaan dalam industri. Hal ini terjadi karena
sedikitnya perusahaan yang ada dalam industri. Karena seorang oligopolis
mengetahui bahwa segala tindakan yang dilakukan akan memiliki pengaruh
yang signifikan kepada oligopolis lainnya, maka dia harus mempertimbangkan
reaksi yang mungkin terjadi apabila perusahaannya mengambil keputusan
dalam kebijakan harga, pengenalan diferensiasi produk, dan pembuatan iklan.
Karena adanya saling ketergantungan ini pula, maka pembuatan keputusan
manajerial menjadi lebih kompleks.
 Sumber-sumber timbulnya oligopoli antara lain:
1. adanya skala ekonomi yang beroperasi di atas tingkat output yang
mencukupi sehingga hanya menyisakan beberapa perusahaan dalam
industri
2. investasi modal yang sangat besar dan input tertentu yang dibutuhkan untuk
masuk ke dalam industri oligopoli menyebabkan adanya hambatan masuk
yang alamiah
3. beberapa perusahaan memiliki hak paten atau hak khusus untuk
memproduksi suatu komoditas atau untuk menggunakan proses produksi
tertentu
4. perusahaan yang sudah ada memiliki konsumen yang setia pada produknya
karena kualitasnya dan pelayanannya yang baik, sehingga perusahaan baru
sulit menyamainya
5. beberapa perusahaan memiliki dan menguasi seluruh penawaran bahan
mentah yang dibutuhkan untuk berproduksi
6. pemerintah memberikan franchise kepada beberapa perusahaan yang
beroperasi di pasar
 Dalam jangka panjang, oligopoli dapat menyebabkan pengaruh berbahaya,
yaitu:
1. sebagaimana dalam monopoli, harga selalu lebih tinggi daripada LAC,
sehingga keuntungan dalam pasar oligopolistik tetap ada dalam jangka
panjang karena adanya hambatan keluar masuk industri
2. oligopolis biasanya tidak berproduksi pada titik terendah kurva LAC-nya
sebagaimana industri persaingan sempurna
3. karena kurva pada tingkat terbaik output (kecuali oleh pengikut dalam
model price leadership) sehingga terdapat underlocation dari sumber daya
ekonomi yang ada dalam perusahaan oligopolistik
4. ketika oligopolis memproduksi produk yang terdiferensiasi, perusahaan
tersebut akan mengeluarkan pengeluaran yang berlebihan untuk iklan dan
perubahan model.
 Namun, efek negatif dari oligopolis tersebut tidak dapat sepenuhnya
dipersalahkan, karena mungkin saja sebuah indutri, misalkan industri otomotif,
baja dan aluminium tidak dapat berproduksi dengan dalam industri persaingan
sempurna yang disebabkan oleh alasan tehnologi dan modal yang begitu besar.
 Oligopolis juga menggunakan keuntungan yang diperolehnya untuk
mengadakan riset dan pengembangan ini dapat mempercepat perkembangan
tehnologi dan meningkatkan standar hidup daripada industri yang berada
dalam persaingan sempurna.
 Pengeluaran iklan juga berguna untuk menginformasikan kepada konsumen
mengenai perbedaan produk dan beberapa produk terdiferensiasi memiliki nilai
ekonomis karena dapat memenuhi selera konsumen yang berbeda.

PERILAKU STRATEGIS DAN TEORI PERMAINAN (GAME THEORY)


 Perilaku strategis merupakan rencana kegiatan atau perilaku dari seorang
oligopolis setelah melakukan pertimbangan dari seluruh kemungkinan reaksi
pesaing sebagai akibat adanya persaingan dalam hal profit dan keuntungan
lainnya. Karena hanya ada beberapa perusahaan dalam industri, maka kegiatan
satu perusahaan akan mempengaruhi perusahaan lainnya. Salah satu cara untuk
mempelajari perilaku strategis adalah dengan game theory.
 Game Theory diperkenalkan oleh ahli matematika, John Von Neumann dan
ekonom, Oskar Morgenstern pada tahun 1944. Secara umum, game theory
berhubungan dengan pemilihan berbagai strategi terbaik/optimal dalam situasi
konflik. Game theory menunjukkan bagaimana perusahaan oligopolistik
membuat keputusan strategis untuk memperoleh keuntungan dari pesaingnya
atau bagaimana perusahaan dapat meminimumkan bahaya potensial yang akan
muncul dari strategi yang dilakukan pesaing.
 Setiap game theory terdiri dari pemain, strategi dan hasil (payyoff). Pemain
merupakan pembuat keputusan, dalam hal ini adalah manajer perusahaan
oligopolis, yang akan dilihat perilakunya. Strategi merupakan pilihan-pilihan
dari perubahan harga, pengembangan produk baru, kampanye iklan yang baru,
pembangunan kapasitas pabrik, dan kegiatan lain yang memperngaruhi
penjualan dan profitabilitas perusahaan dan pesaing. Payoff merupakan hsil
atau konsekuensi dari setiap strategi. Payoff disajikan dalam bentuk tabel dari
seluruh strategi yang disebut payoff matrix.

Contoh:
Andaikan suatu industri terdiri dari 2 perusahaan (duopoly), perusahaan A dan
B. Dan pilihan dengan 2 strategi yaitu strategi promosi dan strategi tidak
melakukan promosi. Perusahaan A mengharapkan menerima profit yang
lebih tinggi jika ia melakukan promosi. Namun, tingkat profit aktual
perusahaan A, pada pasarnya tergantung dari perusahaan B, apakah
perusahaan B juga melakukan promosi atau tidak. Jika setiap strategi A
(melakukan promosi atau
tidak) dapat dihubungkan dengan setiap strategi perusahaan B (melakukan
promosi atau tidak).
4 hasil yang mungkin untuk kasus ini dutunjukkan oleh payoff matirx pada
tabel berikut:

Perusahaan B
Promosi Tidak Promosi
Promosi (4,3) (5,1)
Perusahaan A
Tidak Promosi (2,5) (3,2)

Angka pertama yang berada dalam kurung adalah merupakan payoff


(profit) untuk perusahaan A, sedangkan angka kedua merupakan payoff
(profit) dari perusahaan B. Dari tabel di atas terlihat bahwa jika kedua
perusahaan melakukan promosi, maka A akan menerima profit sebesar 4
dan B akan menerima profit sebesar 3. Jika A melakukan promosi dan B
tidak, maka A menerima profit sebesar 5 dan B akan menerima profit sebesar 1.
Strategi mana yang dipilih setiap perusahaan? Dari tabel di atas terlihat bahwa
jika B melakukan promosi maka A akan menerima profit sebesar 4 jika A
melakukan promosi dan sebesar 2 jika A tidak melakukan promosi. Jika B tidak
melakukan promosi, A akan menerima profit sebesar 5 jika A melakukan
promosi dan sebesar 3 jika A tidak melakukan promosi. Jadi A harus melakukan
promosi baik pada saat B melakukan promosi maupun tidak. Sehingga promosi
merupakan dominant strategy bagi perusahaan A. Dominant
strategy merupakan pilihan optimal bagi player apapun yang dilakukan oleh
pesaing

Sedangkan bagi perusahaan B, apapun yang dilakukan A (baik melakukan


promosi maupun tidak) haruslah diimbangi oleh B dengan melakukan promosi,
karena profit yang dihasilkan selalu lebih besar. Sehingga dominant strategy
bagi B adalah melakukan promosi.
Dalam kasus ini, baik A dan B memiliki dominant strategy yang sama dan ini
merupakan final equilibrium. Kedua perusahaan A dan B akan menerima profit
masing-masing sebesar 4 dan 3.

 Dalam dunia nyata, tidak semua player memiliki dominant strategy. Sebagai
contoh, lihat tabel berikut:
Perusahaan B
Promosi Tidak Promosi
Promosi (4,3) (5,1)
Perusahaan A
Tidak Promosi (2,5) (6,2)

Dari tabel di atas terlihat bahwa perusahan B memiliki dominant strategy,


sedangkan A tidak. Hal ini terjadi karena, jika B melakukan promosi, maka
A akan menerima profit sebesar 4 jika ia melakukan promosi dan 2 jika A
tidak melakukan promosi. Jadi jika B melakukan promosi, maka A harus
melakukan hal yang sama. Namun, jika B tidak melakukan promosi,
maka A akan menerima profit sebesar 5 jika A melakukan promosi dan
6 jika A tidak melakukan promosi. Sehingga jika B tidak melakukan
promosi, maka A juga tidak melakukan promosi. A tidak memiliki
dominant strategy dan apa yang dilakukan perusahaan A tergantung
pada apa yang dilakukan B. Jika B melakukan promosi, maka A harus
melakukan hal yang sama, demikian juga jika B tidak melakukan promosi.
Karena B memiliki dominant strategy untuk melakukan promosi, maka A
harus melakukan promosi juga. Sehingga A akan memperoleh profit sebesar
4 dan B akan menerima sebesar 3. Hasil akhir ini disebut Nash
Equilibrium, yaitu situasi dimana setiap player memilih optimal strategi,
berdasarkan strategi tertentu yang dipilih oleh player lain. Atau dengan kata
lain, ada player yang tidak dapat melakukan pemilihan strategi optimal
secara independen karena tergantung pada strategi yang dilakukan player lain.

 Prisoners’ Dilemma merupakan situasi dimana setiap perusahaan melakukan


dominant strategy namun setiap perusahaan akan menerima profit yang lebih
besar apabila apabila mereka bekerjasama. Situasi ini dapat diilustrasikan
sebagai berikut, ada 2 tersangka perampokan yang akan menerima hukuman
maksimum 10 tahun penjara atas perbuatannya apabila perbuatannya terbukti.
Namun, jika kedua tersangka itu tidak mengakui perbuatannya, maka mereka
hanya dikenakan hukuman masing-masing 1 tahun karena menyimpan barang
curian. Setiap tersangka diinterogari secara terpisah dan tidak diperbolehkan
adanya komunikasi antara keduanya. Setiap tersangka dijanjikan bahwa jika ia
bersedia mengaku, maka ia akan bebas sementara tersangka yang lain yang
tidak mengaku akan menerima 10 tahun penjara. Jika kedua tersangka
mengaku, maka hukumannya masing-masing adalah 5 tahun penjara. Payoff
matrix (negatif) dari kasus ini ditunjukkan dalam tabel berikut:

Individu B
Mengaku Tidak Mengaku
Mengaku (5,5) ( 0 , 10 )
Individu A
Tidak mengaku ( 10 , 0 ) (1,1)

Dari tabel di atas terlihat bahwa dominant strategy bagi A adalah


melakukan pengakuan apapun yang dilakukan oleh B. Karena, jika B
mangaku, maka A akan menerima 5 tahun penjara jika A mengaku dan 10
tahun penjara jika A tidak mengaku. Jika B tidak mengaku, maka A akan
bebas dari hukuman jika A mengaku dan 1 tahun penjara jika A tidak mengaku.
B juga memiliki dominant strategy yaitu melakukan pengakuan.
Karena kedua tersangka memiliki dominant strategy yang sama, maka
final equilibrium akan terjadi pada (5,5), dimana masing-masing tersangka
akan menerima 5 tahun hukuman penjara. Hal ini terjadi karena masing-
masing memiliki ketakutan apabila ia tidak mengaku sedangkan
tersangka lain mengaku, maka ia akan menerima hukuman selama 10 tahun.
Hanya jika setiap tersangka yakin bahwa tersangka lain tidak akan melakukan
pengakuan maka ia juga tidak melakukan pengakuan, sehingga masing-
masing akan menerima 1 tahun penjara. Namun kesepakatan ini tidak
mudah terjadi karena kedia tersangka tidak dapat berkomunikasi,
sehingga setiap tersangka akan melakukan dominant strategy, yaitu
melakukan pengakuan dan masing-masing akan menerima 5 tahun penjara.

 Konsep prisoners’ dilemma dapat digumana untuk menganalisis price


competition dalam pasar oligopoli. Hal ini dapat ditunjukkan dengan tabel
berikut:

Perusahaan B
Harga Rendah Harga Tinggi
Harga Rendah (2,2) (5,1)
Perusahaan A
Harga Tinggi (1,5) (3,3)
Tabel di atas menunjukkan bahwa jika B mematok harga rendah, maka A akan
menerima profit sebesar 2 jika A mematok harga rendah dan sebesar 1
jika A mematok harga tinggi. Sedangkan jika B mematok harga tinggi maka
A akan menerima profit sebesar 5 jika A mematok harga rendah dan sebesar
3 jika A juga menerapkan harga tinggi. Sehingga A memiliki dominant
strategy yaitu mematok harga rendah.
Bagaimana dengan perusahaan B?
Kedua perusahaan akan menerima profit lebih baik apabila keduanya bekerja
sama dan sama-sama mematok harga tinggi.
Dalam hal ini terjadi prisoners’ dilemma, dimana setiap perusahaan akan selalu
mematok harga rendah dan menerima profit yang lebih rendah karena jika ia
mematok harga lebih tinggi, maka ia tidak yakin bahwa perusahaan lain akan
mematok harga tinggi pula. Misalkan A mematok harga tinggi dan berharap
bahwa B juga akan melakukan hal yang sama, tetapi B tidak melakukan hal
tersebut, karena B akan mematok harga rendah agar dia mendapat profit
sebesar 5. Demikian juga bila B mematok harga tinggi dan berharap A
melakukan hal yang sama, maka hasil yagn didapat adalah A tidak akan
mematok harga tinggi pula, karena A akan mematok harga rendah agar dapat
menerima profit yang lebih tinggi sebesar 5. Jika kedua perusahaan bekerja
sama dan mematok harga tinggi, maka mereka akan menerima profit sebesar 3.
9. Keputusan Investasi

KAIDAH NILAI SEKARANG BERSIH


 Untuk menilai suatu proyek investasi, maka kita harus memasukkan faktor
ketidakpastian (uncertainty) dan memperhitungkan nilai sekarang yang
diharapkan (expected present value).
 Nilai sekarang bersih yang diharapkan (expected net present value) dari suatu
investasi dapat didefiniskan sebagai:
ENPV j  EPVj  C0

T E NCF
  

jt
t C 0
t 0 1  r jt 
Oleh karena itu kaidah pengambilan keputusan investasi adalah menerima
proyek-proyek investasi yang NPV-nya positif dan menolak proyek-proyek
investasi yang NPV-nya negatif,
E(NPV) > 0----------------------> terima
E(NPV) < 0----------------------> tolak

Implementasi kaidah ini dapat dilakukan secara langsung yaitu dengan


menggunakan:
1. Peramalan permintaan untuk memperoleh penerimaan yang diharapkan
dari proyek tersebut, E (Rjt)
2. Peramalan (estimasi) biaya untuk memperoleh estimasi biaya yang
diperkirakan pada masa yang akan datang dari proyek tersebut E (Cjt)
3. Gabungkan penerimaan dan biaya yang diharapkan tersebut untuk
memperoleh aliran kas bersih yang diharapkan (expected net cash flows)
untuk proyek tersebut.
E(NCFjt) = E(Rjt) + E(Cjt)
4. Tentukan tingkat diskonto yang tepat, rjt
5. Diskontokan aliran kas bersih untuk memperoleh nilai sekarang yang
diharapkan dari proyek tersebut
6. Kurangkan biaya sekarang dari proyek tersebut untuk memperoleh nilai
sekarang bersih yang diharapkan
KAIDAH-KAIDAH LAINNYA
 Ada 3 kaidah yang sering digunakan untuk mengukur kriteria investasi, yaitu
payback period, return on investment dan internal rate of return.

1. Kaidah Payback
 Jangka waktu pengembalian (payback period) dari suatu proyek investasi
adalah waktu yang dibutuhkan perusahaan tersebut untuk mengembalikan
investasi awalnya. Misalkan suatu proyek dengan biaya Rp. 1 miliar dan
diharapkan akan memperoleh harisl sebesar Rp. 250 juta/tahun berarti
payback period-nya adalah 4 tahun.
 Dengan menggunakan kriteria ini, payback period dari suatu investasi
dihitung dan dibandingkan dengan beberapa payback period maksimum
yang telah ditetapkan perusahaan tersebut. Jika payback period perusahaan
tersebut lebih cepat daripada nilai maksimum, maka proyek tersebut
diterima.
 Kelemahan dari kaidah ini adalah tidak didiskontokannya aliran kas.
Sehingga kaidah ini tidak memperhitungkan nilai waktu uang.

2. Return on Investment
 Tingkat pengembalian rata-rata (average return) dari suatu proyek investasi
adalah tingkat pengembalian rata-rata dari investasi tersebut dibagi dengan
investasi rata-rata (average invesment) pada proyek tersebut.
 Dengan menggunakan ROI, keputusan apakah akan melakukan investasi
atau tidak dibuat dengan cara membandingkan ROI proyek tersebut dengan
target pengembalian perusahaan tersebut.
 Kaidah ini juga mengabaikan nilai waktu uang atau aliran kas bersih tidak
didiskontokan.

3. Internal Rate of Return


 IRR adalah tingkat diskonto yang menghasilkan NPV dari suatu proyek
sama dengan nol.
 Proyek diterima jika IRR lebih besar dari biaya opportunitas kapital dari
perusahaan tersebut.
 Jika IRR lebih kecil dari tingkat diskonto, maka NPV proyek tersebut akan
negatif dan proyek tersebut ditolak.
CAPITAL RATIONING
 Capital rationing terjadi apabila perusahaan dihadapkan pada pilihan berbagai
proyek yang akan dilaksanakan namun memiliki keterbatasan dana untuk
membiayai proyek-proyek tersebut (kendala kapital).
 Solusi yang dilakukan perusahaan adalah dengan menentukan indeks
profitabilitas yaitu rasio antara nilai sekarang dari proyek terhadap biayanya.
Kemudian proyek berdasarkan PI ini diranking dan proyek yang memiliki PI
lebih tinggi akan dipilih terlebih dulu untuk dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai