Modul Ekonomi Manajerial-Dikonversi
Modul Ekonomi Manajerial-Dikonversi
Ekonomi
Manajerial
Oleh:
Yovita V.I. Atmadjaja, SE., MCom.
Elok Rosyidah, SE., MM.
1. PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP
EKONOMI MANAJERIAL
Ekonomi Manajerial:
Penerapan teori dan metodologi ekonomi ke dalam proses pembuatan
keputusan-keputusan manajerial.
Menggunakan alat dan teknik analisis ekonomi untuk menganalisis dan
memecahkan masalah-masalah manajerial
Menghubungkan ilmu ekonomi tradisional dengan ilmu-ilmu pengambilan
keputusan dalam pembuatan keputusan manajerial
Masalah
Manajemen Keputusan
Teori Ekonomi Kerangka teoritis untuk pengambikan keputusan Ilmu Pengambilan Keputusan
Alat dan teknik Analisis
Ekonomi Manajerial
Penerapan teori ekonomi dan metodologi ilmu pengambilan keputusan untuk memecahkan masalah pengambilan keputusan
2
Hubungan Ekonomi Manajerial dengan Ilmu Ekonomi Tradisional
Ekonomi Manajerial menyangkut kedua cabang ilmu ekonomi, yaitu Ekonomi
Mikro dan Ekonomi Makro, dan menerapkannya dalam membantu proses
pengambilan keputusan baik yang bersifat jangka pendek maupun jangka
panjang.
Dalam jangka pendek, Ekonomi Mikro menolong manajer untuk mengetahui
hubungan antara permintaan dan biaya produksi untuk memutuskan harga
barang maupun jumlah barang yang dihasilkan perusahaan. Sedangkan
Ekonomi Makro terlibat dalam pengambilan keputusan apabila manajer
mencoba memprakirakan permintaan di masa yang akan datang atas dasar
kekuatan-kekuatan yang mempengaruhi perekonomian secara keseluruhan.
Dalam jangka panjang, keputusan yang dibuat menyangkut perluasan produksi
dan fasilitas distribusi, perluasan pasar maupun kemungkinan penggabungan
perusahaan dengan badan usaha lain.
Ekonomi Mikro merupakan dasar utama Ekonomi Manajerial. Teori-teori
Ekonomi Mikro digunakan sebagai dasar kerangka teori model-model
keputusan, misalkan teori konsumen yang mendasari fungsi permintaan, teori
produksi yang mendasari fungsi biaya, teori harga pasar, teori bentuk pasar dan
teori badan usaha.
Ekonomi Makro memberikan dasar bagi manajer untuk dapat melihat kondisi
ekonomi secara keseluruhan, sehingga keputusan yang akan diambil
disesuaikan dengan kondisi dan arah perekonomian tersebut.
Teori Perusahaan
Perusahaan bisnis merupakan kombinasi dari manusia, aset-aset fisik dan
informasi. Perusahaan berdiri karena bermanfaat dalam mengalokasikan
sumberdaya-sumberdaya yaitu menghasilkan dan mendistribusikan barang dan
jasa.
Secara tradisional, tujuan perusahaan adalah maksimisasi laba jangka pendek.
Secara modern (dengan mempertimbangkan dimensi waktu dan
ketidakpastian), tujuan perusahaan adalah maksimisasi kekayaan/nilai
perusahaan.
Nilai Perusahaan didefinisikan sebagai nilai sekarang (present value) dari
aliran kas suatu perusahaan yang diharapkan akan diterima pada masa yang
akan datang atau nilai dari laba yang diharapkan akan diperoleh di masa datang
yang dihitung pada masa sekarang dengan cara mendiskontokannya pada suatu
tingkat bunga tertentu.
Nilai Perusahaan = PV dari laba yang diharapkan pada masa yang akan
datang
1 2
=
1 ...
1i 1i 2
1 n i
n
n
n
TRt TC t
= t
= 1 i
1 i t
t
t 1
t
1
dimana, PV = present value,
1 2 dan seterusnya menunjukkan laba yang
,
diharapkan setiap tahun, dan i adalah tingkat bunga (diskonto), TR = total
revenue (pendapatan total) dan TC = total cost (biaya total)
Bagian pemasaran bertanggung jawab dalam masalah penjualan, bagian
produksi bertanggung jawab dalam biaya produksi, bagian keuangan
bertanggung jawab dalam mencari dan mengelola modal untuk menunjang
kegiatan-kegiatan perusahaan serta menetapkan tingkat diskonto yang tepat.
Satu asumsi dari ekonomi manajerial adalah bahwa perusahaan berusaha
untuk memaksimumkan nilainya dengan tunduk kepada kendala teknologi,
kelangkaan sumberdaya, aturan-aturan pemerintah, dan sebagainya
(optimisasi terkendala).
Kendala-kendala yang muncul dalam pengambilan keputusan manajerial, dapat
dikategorikan dalam 3 kendala, kendala sumberdaya (keterbatasan bahan baku,
tenaga kerja, modal), kendala kuantitas/kualitas output (tingkat output
minimum, prasyarat nutrisi) dan kendala hukum/peraturan (tingkat upah
minimum, keselamatan kerja, penetapan harga).
Sifat Laba
Laba merupakan elemen kunci dalam suatu sistem usaha bebas yang
didefinisikan sebagai selisih antara penerimaan dengan biaya. Jika selisih
negatif disebut rugi.
Berdasarkan konsep Akuntansi, laba adalah sisa dari pendapatan dikurangi
dengan biaya eksplisit dalam menjalankan usaha. Laba ini dikenal dengan
istilah laba bisnis (business profit). Biaya eksplisit adalah biaya yang benar-
benar dikeluarkan oleh perusahaan untuk membiayai produksinya.
Konsep laba bisnis digunakan untuk kepentingan akuntansi dan pajak.
Berdasarkan konsep Ekonomi, laba adalah kelebihan dari laba bisnis atas
tingkat kembalian normal bagi kekayaan modal yang diinvestasikan oleh suatu
perusahaan (biaya implisit). Laba ini dikenal dengan istilah laba ekonomis
(economic profit).
Konsep laba ekonomis digunakan untuk keputusan investasi.
Teori-teori Laba
Teori laba ekonomis friksional
Teori ini menekankan bahwa laba terjadi karena adanya gangguan-gangguan
yang terjadi dalam keseimbangan perekonomian jangka panjang.
Ketidakseimbangan ini terjadi karena perubahan permintaan akan produk atau
biaya yang tidak terduga. Menurut teori ekonomi, dalam jangka panjang
perusahaan hanya memperoleh laba normal (laba ekonomis sama dengan nol)
karena adanya kebebasan dari perusahaan lain untuk keluar masuk ke dalam
industri, namun karena adanya friksi/gangguan tersebut, dalam jangka panjang,
perusahaan dapat memperoleh laba di atas laba normal atau bahkan menderita
kerugian di bawah laba normal.
Teori laba ekonomis monopolis
Teori ini menyatakan bahwa beberapa perusahaan dapat bertindak sebagai
monopolis yang memungkinkan perusahaan-perusahaan ini untuk membatasi
jumlah output dan menetapkan harga yang lebih tinggi daripada pasar
persaingan sempurna sehingga mereka dapat mempertahankan laba diatas
normal untuk jangka panjang.
Teori laba ekonomis inovatif
Menurut teori ini, laba di atas normal merupakan kompensasi dari inovasi yang
berhasil. Laba di atas normal ini akan terus diperoleh sampai perusahaan-
perusahaan lain memasuki bidang tersebut sehingga laba yang tinggi itu akan
turun sampai tingkat normal.
Teori laba ekonomis kompensasi
Teori laba ini menyatakan bahwa tingkat penerimaan di atas normal merupakan
imbalan bagi perusahaan yang berhasil memenuhi keinginan konsumen,
mempertahankan cara kerja yang efisien, dan sebagainya.
2. OPTIMISASI EKONOMI
n
t
Nilai Perusahaan =
t
1
1 i t
TRt TC
n
=
t 1 t
1 i t
Penerimaan total (TR) secara langsung ditentukan oleh jumlah produk yang
terjual (Q) dan harga jualnya (P). Dalam pembuatan keputusan manajerial, hal-
hal penting yang harus diperhatikan adalah faktor-faktor yang mempengaruhi
harga dan kuantitas dan saling keterkaitan antara faktor-faktor tersebut.
Analisis biaya menyangkut sistem-sistem produktif alternatif, pilihan-pilihan
tehnologi, kemungkinan-kemungkinan input yang digunakan, harga faktor
produksi dan sebagainya.
Tingkat diskonto yang digunakan perusahaan banyak dipengaruhi oleh
ketersediaan sumberdaya keuangan bagi perusahaan tersebut.
Proses pengambilan keputusan manajerial dalam masalah optimisasi terjadi
dalam 2 tahap, yaitu:
1. hubungan ekonomi harus disajikan dalam bentuk yang dapat dianalisis
(dalam hubungan analitis)
2. menentukan penyelesaian optimal dengan menggunakan berbagai teknik
solusi
TR = P x Q
Dimana P menunjukkan harga tiap unit yang terjual, dan hubungan antara
variabel dependen dengan variabel independen ditetapkan secara tepat.
Metode tabel dan grafik dapat digunakan dalam penyajian hubungan ekonomi.
1000
900
800
Penerimaan (Rp/t)
700
600
500
TR = 150 x unit yang terjual
400
300
200
100
0
0 1 2 3 4 5 6 7
Oleh karena itu, jika Q = 100, maka laba marginal sama dengan nol dan
laba total adalah maksimum
Adakalanya sebuah fungsi memiliki beberapa nilai jika turunan/nilai
marginalnya sama dengan nol, di mana beberapa titik menunjukkan keadaan
maksimum dan yang lainnya menunjukkan keadaan minimum. Untuk
menentukan apakah suatu nilai maksimum atau minimum, turunan kedua
harus dihitung. Jika turunan kedua negatif, maka nilai maksimum yang
diperoleh, sedangkan jika positif, maka nilai minimum yang diperoleh.
Contoh:
Laba total () = -3.000 - 2.400Q +350Q2 - 8,333Q3
d
Laba marginal (M) = -2.400 + 700Q - 25Q2
= dQ
Laba total akan maksimum atau minimum pada titik-titik di mana turunan
pertama (labar marginal) tersebut sama dengan nol, maka:
d
= -2.400 + 700Q - 25Q2 = 0
dQ
dengan rumus ABC, akan ditemukan nilai-nilai Q, yaitu 4 dan 24. Nilai-nilai ini
adalah titik-titik laba maksimum dan laba minimum.
Untuk menentukan tingkat output yang mana yang memberikan output
maksimum, maka dilakukan pengujian pada turunan kedua. Turunan kedua
dari fungsi laba total didapatkan dengan mencari turunan dari fungsi laba
marginal:
d
= = 700 - 50Q
dM
2
dQ dQ
2
Contoh:
Total Revenue (TR) = 41,5Q - 1,1 Q2
Total Cost (TC) = 150 + 10Q - 0,5Q2 + 0,02Q3
Laba Total = = TR - TC
Tingkat output yang bisa memaksimumkan laba tersebut bisa diperoleh dengan
mensubstitusikan fungsi TR dan TC ke dalam fungsi laba, kemudian
menganalisis turunan pertama dan kedua dari persamaan tersebut:
= TR - TC
= 41,5Q - 1,1 Q2 - (150 + 10Q - 0,5Q2 + 0,02Q3)
= 41,5Q - 1,1 Q2 - 150 - 10Q + 0,5Q2 - 0,02Q3
= -150 + 31,5Q - 0,6Q2 - 0,02Q3
Laba marginal atau turunan pertama dari fungsi laba tersebut adalah:
d
M = = 31,5 - 1,2Q - 0,06Q2
dQ
Dengan menentukan laba marginal sama dengan nol dan menggunakan rumus
ABC dapat ditentukan nilai Q yaitu Q1 = -35 dan Q2 = 15. Karena output
yang negatif tidak mungkin terjadi, makan Q1 bukan merupakan tingkat output
yang dapat digunakan.
Suatu pengujian terhadap turunan kedua pada tingkat Q = 15
menunjukkan bahwa:
d
= = -1,2 - 0,12Q
dM
2
dQ dQ
2 = -1,2 - 0,12 (15) = -3
Karena turunan kedua menghasilkan nilai yang negatif, maka pada tingkat
output sebesar 15 merupakan titik laba maksimum.
Kaidah
MR=MC
dTR dT
M = d =
dQ - C
dQ
dQ
dTR dTC
Jika merupakan MR dan merupakan MC, maka
dQ dQ
M = MR - MC
dTR
MR = = 41,5 - 2,2Q
dQ
dTC
MC = = 10 - Q + 0,06Q2
dQ
Laba maksimum terjadi pada saat MR = MC, maka:
41,5 - 2,2Q = 10 - Q + 0,06Q2
-31,5 + 1,2Q + 0,06Q2 = 0
Akan diperoleh Q1 = -35 dan Q2 = 15. Dari kedua titik output tersebut
yang memungkinkan memberikan laba maksimum adalah pada tingkat
output sebesar 15 unit.
Jika sebuah fungsi terdiri dari lebih dari 2 variabel, maka turunan parsial
digunakan. Dengan kata lain, optimisasi dalam kasus ini memerlukan suatu
analisis bagaimana perubahan dari setiap variabel independen mempengaruhi
variabel dependen, dengan menganggap pengaruh seluruh variabel indepeden
lainnya konstan. Untuk memaksimumkan suatu fungsi dengan dua variabel atau
lebih, turunan parsial pada masing-masing variabel harus dihitung dan turunan-
turunan parsial tersebut harus disamakan dengan nol.
Dengan menggunakan fungsi permintaan di atas, maka akan diperoleh 2
turunan parsial:
1. Turunan parsial Q pada harga (P) = Q/P
2. Turunan parsial Q pada pengeluaran iklan (A) = Q/A
Contoh:
Y = 4X + Z - X2+ XZ - Z2
Optimisasi Terkendala
Secara umum, masalah optimisasi terkendala ini dikelompokkan menjadi 2
kelompok:
Masalah Maksimisasi Masalah Minimisasi
Maksimisasi: Minimisasi:
Laba, Penerimaan, Output Biaya
Variabel random adalah variabel yang memiliki nilai yang tidak pasti, tetapi
memiliki distribusi probabilitas yang diketahui. Misalkan perusahaan tidak
dapat meramalkan labanya tetapi dapat memperkirakan laba tersebut dalam
probabilitas tertentu.
Jika variabel random X terdiri dari X1, X2, …, Xn dengan probabilitas p1, p2, …
,pn (dimana p1 + p2 + … + pn = 1) kemudian nilai harapannya (expected value)
dari variabel random dituliskan dengan E(X) maka persamaannya
dituliskan sebagai berikut:
E(X) = p1X1 + p2X2 + … + pnXn
Contoh:
Sebuah perusahaan tidak dapat memastikan berapa laba yang akan
diperolehnya pada tahun depan, tapi perusahaan tersebut yakin mempunyai
suatu peluang yang sama dengan yang mereka peroleh pada tahun ini, dan jika
berubah, perubahannya pun akan sama yakni naik Rp. 100 juta atau turun Rp.
100 juta. Bila laba tahun ini sebesar Rp. 400 juta, maka kita dapat menghitung
distribusi probabilitas laba pada tahun depan.
Probabilitas menghasilkan laba Rp. 400 juta = ½
Probabilitas menghasilkan laba Rp. 300 juta = ¼
Probabilitas menghasilkan laba Rp. 500 juta = ¼
Laba yang diharapkan adalah:
E(laba) = ½ (400) + ¼ (300) + ¼ (500)
= Rp. 400 juta
Jadi, kedua kasus di atas sama-sama mempunyai laba yang diharapkan sebesar
Rp. 400 juta, tetapi kasus yang terakhir beresiko lebih tinggi daripada kasus
sebelumnya. Pengukuran resiko dilakukan dengan cara menghitung standar
deviasi dari laba yang diharapkan, yaitu:
X p 11x x p x x ... p x x
2
22
2
nn
2
= 5000 = 70,71
Karena expected return positif, maka manajer yang risk neutral atau risk seeker
akan menerima proyek tersebut. Namun, jika manajer adalah risk averter, dia
akan melihat terlebih dahulu expected utility-nya. Dalam hal ini, jika proyek
tersebut sukses maka manajer yang risk averter akan mendapatkan kenaikan
kepuasan sebesar 3 util, sedangkan jika gagal ia akan kehilangan 4 util
kepuasan, maka expected utility-nya adalah:
State of Probabilitas Hasil Utility Expected Utility
Nature (1) (2) (3) (1) x (3)
Sukses 0,4 Rp. 20 juta 3 1,2
Gagal 0,6 -10 juta -4 -2,4
E(utility) -1,2
Jika mempertimbangkan expected utility, maka manajer yang risk averter akan
menolak proyek tersebut, karena expected utility-nya negatif.
1. Pembatasan Masalah
2. Penentuan Tujuan
3. Pencarian Alternatif
4. Peramalan Dampak
5. Penentuan Pilihan
6. Analisis Sensitivitas
1. Pembatasan Masalah
Diarahkan untuk menentukan dengan jelas batasan-batasan keputusan apa yang
akan dibuat. Pada tahap ini ditanyakan: masalah apa yang dihadapi, siapa yang
akan memutuskan, bagaimana keadaan yang melatarbelakangi pengambilan
keputusan, dan bagaimana pengaruhnya terhadap tujuan-tujuan manajemen.
Pembatasan masalah merupakan suatu prasyarat untuk permasalahan
manajemen. Bagian utama dari pembatasan masalah adalah pengidentifikasian
latar belakang atau konteks pengambilan keputusan.
2. Penentuan Tujuan
Pada tahap ini ada beberapa pertanyaan yang perlu dijawab: apa tujuan
pengambil keputusan, bagaimana seharusnya pengambil keputusan menilai
hasilnya dibandingkan dengan tujuannya, bagaimana jika pengambil keputusan
ingin mencapi tujuannya yang bertentangan satu sama lain.
Dalam penentuan tujuan ini harus dapat dirumuskan apa yang menjadi tujuan
dengan mempertimbangkan adanya unsur resiko dan ketidakpastian.
3. Pencarian Alternatif
Beberapa pertanyaan dalam tahap ini adalah: apa alternatif tindakan untuk
mencapai tujuan, variabel apa saja yang dapat dikendalikan, apa kendala yang
dihadapi dalam pencapaian tujuan. Karena adanya keterbatasan, maka
pengambil keputusan tidak akan dapat mengidentifikasi semua kemungkinan
pilihan. Namun mereka harus dapat menentukan beberapa alternatif pilihan
untuk dapat dipilih.
4. Peramalan Dampak
Pada tahap ini dicoba diamati: bagaimana konsekuensi dari setiap alternatif
pilihan, jika hasil yang diharapkan tidak pasti bagaimana sifatnya, maka harus
didapatkan informasi yang lebih baik diperoleh untuk meramalkan suatu hasil.
Peramalan ini menggunakan perhitungan aritmatis, model statistik atau
ekonometrika, atau juga menggunakan model deterministik (untuk keadaan
pasti) atau dengan model probabilitik juga pengambilan keputusan dalam
keadaan yang mengandung resiko atau ketidakpastian.
5. Penentuan Pilihan
Setelah diketahui berbagai alternatif kemungkinan yang ada, pengambil
keputusan harus dapat memilih satu di antara beberapa kemungkinan pilihan
yang ada yaitu yang dapat memberikan hasil yang terbaik bagi pencapaian
tujuan. Jika variabel-variabel dalam proses pengambilan keputusan dapat
dikuantifikasikan, maka beberapa metoda dapat digunakan untuk menetapkan
keputusan yang paling optimal, misalkan analisis marjinal, programasi linier,
decision tree, analisis manfaat-biaya.
6. Analisis Sensitivitas
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam tahap ini adalah: bagaimana sifat
dari masalah yang menentukan pilihan tindakan yang optimal tersebut,
bagaimana pengaruh perubahan keadaan-keadaan tertentu terhadap keputusan
yang optimal yang diambil, apakah pilihan tersebut peka terhadap perubahan-
perubahan variabel ekonomi utama yang terabaikan oleh pengambil keputusan
tersebut.
Analisis sensitivitas menjelaskan bagaimana suatu keputusan yang optimal akan
berubah jika fakta-fakta ekonomi utama berubah. Beberapa kegunaan dari
analisis sensitivitas adalah:
- memberikan informasi faktor-faktor kunci dalam permasalahan yang
mempengaruhi keputusan
- menelusuri pengaruh perubahan-perubahan variabel yang tidak diyakini
manajer tersebut
- menghasilkan solusi dalam kasus proses pengulangan pengambilan
keputusan jika keadaan-keadaan tertentu dimodifikasi.
4. Teori Permintaan
Px
dx’
dx
dx”
Qdx
Kurva pemintaan pasar merupakan penjumlahan kurva permintaan individu
secara horisontal. Kurva ini menunjukkan berbagai jumlah barang yang diminta
di pasar per periode waktu pada berbagai alternatif harga, dengan asumsi
variabel lain konstan. Seperti halnya kurva permintaan individu, hubungan
antara QDx dan Px juga negatif. Perbedaan antara keduanya terletak pada
variabel-variabel selain Px, yaitu dengan menambah variabel jumlah konsumen
di pasar (N).
Asumsi lain yang digunakan dalam penjumlahan kurva individu menjadi kurva
permintaan pasar adalah tidak adanya bandwagon effect dan snob effect.
Bandwagon effect terjadi apabila seseorang meminta suatu barang karena
orang lain membeli barang tersebut. Hal ini akan mengakibatkan kurva
permintaan pasar akan lebih landai daripada penjumlahan horisontal kurva
individu biasa. Sedangkan snob effect terjadi karena konsumen ingin berbeda
dengan orang lain dan menjadi eksklusif dengan mengurangi konsumsi suatu
barang apabila orang lain mengkonsumsi barang tersebut. Hal ini akan
mengakibatkan kurva permintaan pasar akan lebih curam.
Kurva permintaan yang dihadapi suatu perusahaan tergantung pada besar
kecilnya permintaan pasar atau industri, bentuk pasar yang dihadapi dan
jumlah perusahaan yang ada dalam suatu industri.
Jika suatu perusahaan merupakan produsen suatu barang yang tidak ada barang
substitusinya (perusahaan monopoli), perusahaan ini mewakili industri dan
akan menghadapi permintaan industri dan permintaan pasar.
Kebalikannya adalah pasar persaingan sempurna. Di sini, terdapat sejumlah
besar perusahaan yang memproduksi barang homogen di dalam industri dan
perusahaan sangat kecil kemungkinannya dalam mempengaruhi harga. Dalam
kasus ini, perusahaan merupakan pengambil harga (price taker) dan
menghadapi kurva permintaan pasar yang horisontal (perusahaan dapat
menjual produk sejumlah berapapun tanpa mempengaruhi harga).
Baik monopoli dan persaingan sempurna sangat jarang ditemui di dunia nyata.
Perusahaan-perusahaan di seluruh dunia cenderung berada di dua ekstrim
tersebut, yang dikenal dengan istilah oligopoli dan persaingan monopolistik.
Dalam oligopoli, terdapat beberapa perusahaan dalam industri yang
memproduksi barang-barang sejenis/standar maupun barang-barang
heterogen/diferensiasi produk. Karakter utama dari oligopoli adalah
ketergantungan antar perusahaan di dalam industri. Karena hanya sedikit
perusahaan dalam industri, makan pembentukan harga, iklan dan perilaku
promosi yang lain dari tiap perusahaan akan mempengaruhi perusahaan lain
yang akan menimbulkan imitasi.
Sedangkan dalam persaingan monopolistik, di dalam suatu industri terdapat
banyak perusahaan yang menjual barang-barang yang heterogen (diferensiasi
produk). Sesuai dengan namanya, persaingan monopolistik memiliki unsur dari
persaingan sempurna (karena banyaknya jumlah perusahaan dalam sautu
industri) dan dari monopoli (karena tiap perusahaan memiliki produk yang
berbeda dengan perusahaan lain). Kurva permintan yang dihadapi adalah
berslope negatif tetapi sangat landai, sehingga kenaikan harga akan
mengakibatkan penurunan penjualan dalam jumlah yang besar.
Pengharapan perubahan harga di masa depan dan keberhasilan kegiatan
promosi juga mempengaruhi kurva permintaan. Jika harga masa depan
diharapkan akan naik dan kegiatan promosi berhasil, maka kurva permintaan
akan bergeser ke kanan.
Kurva permintaan juga tergantung pada tipe produk yang dijual. Jika
perusahaan menjual barang yang tahan lama (durable goods), perusahaan akan
menghadapi kurva permintaan yang lebih tidak stabil (volatile) daripada
perusahaan yang tidak menjual barang tersebut. Alasannya, konsumen dapat
menggunakan barang yang tahan lama lebih lama dengan meningkatkan
pengeluaran untuk pemeliharaan dan perbaikan, tanpa harus membeli yang
baru. Atau konsumen dapat pula menunda pembelian barang baru sampai
keadaan ekonomi membaik. Sehingga apabila keadaan ekonmi membaik,
permintaan akan durable goods akan meningkat (bergeser ke kanan).
Bentuk linear dari fungsi permintaan yang dihadapi perusahaan adalah sebagai
berikut:
Qx= a0 + a1 Px + a2 N + a3 I + a4 Py + a5 T + …
Q P P
Ep = Q Q a
P P P Q 1
Q
Persamaan di atas akan menghasilkan elasitisitas titik, yaitu elastisitas pada titik
tertentu di kurva permintaan. Sebagai akibatnya, elastisitas harga akan berbeda
untuk titik yang berbeda di sepanjang kurva permintaan. Elastisitas harga lebih
dari 1 (dibaca persentase perubahan jumlah barang yang diminta akibat
perubahan harga sebesar satu persen) disebut elastis, elastisitas sama dengan 1
disebut unitary dan elastisitas kurang dari 1 disebut inelastis.
Elastisitas harga terutama dipengaruhi ketersediaannya barang substitusi untuk
komoditas tertentu dan juga jangka waktu jumlah barang yang diminta
merespon perubahan harga. Elastisitas harga makin besar apabila jumlah
barang subsitusi makin banyak. Dan elastisitas harga akan makin besar apabila
jangka waktu untuk konsumen merespon perubahan harga lebih lama.
Elastisitas Pendapatan
Elastisitas pendapatan menyatakan persentase perubahan permintaan dibagi
dengan persentase perubahan pendapatan.
EI = Q Q Q I I
I I a
I Q 3
Q
Bagi kebanyakan komoditas, kenaikan pendapatan akan meningkatkan
permintaan, sehingga elastisitas pendapatan selalu positif. Dalam dunia nyata,
kebutuhan pokok (pangan, sandang dan papan) memiliki elastisitas pendapatan
yang positif tetapi lebih kecil dari satu. Untuk barang-banrag inferior, elastisitas
pendapatan adalh negatif.
Penggunaan yang penting dari elastisitas pendapatan adalah dalam peramalan
perubahan pemintaan barang yang akan dijual oleh perusahaan dibawah kondisi
ekonomi yanh berbeda. Permintaan komoditas dengan elastisits pendapatan
rendah tidak akan berpengaruh besar akibat ekonomi boom dan resesi. Di lain
pihak, barang-barang lux, yang memiliki elastisitas yang besar akan sangat
dipengaruhi oleh keadaan ekonomi.
Jika elastisitas harga silang bernilai positif, maka barang X dan barang Y adalah
substitusi, karena kenaikan harga barang Y menyebabkan kenaikan barang X,
sedangkan apabila nilai elastisitas harga silang adalah negatif, maka barang X
dan barang Y adalah komplementer. Dan apabila nilai elastisitas adalah nol,
maka barang y dan barang x adalah independen.
Konsep ini penting dalam ekonomi manajerial, karena digunakan untuk
mengukur pengaruh perubahan harga barang yang dijual terhadap permintaan
barang lain yang juga mereka jual. Contoh, perusahaan Astra, menggunakan
konsep ini dalam mengukur pengaruh perubahan harga Toyota Kijang terhadap
permintaan mobil Toyota Crown.
APL TP
L
Rigde lines merupakan garis yang memisahkan bagian isokuan yang relevan
(berslope negatif) dengan bagian isokuan yang tidak relevan (berslope positif).
Bagian isokuan yang berslope negatif menunjukkan daerah produksi ekonomis
yang relevan (the relevant economic region of production). Hal ini berhubungan
dengan stage 2 dari kurva TP, dimana MPL dan MPK bernilai positf namun
dengan tambahan nilai yang menurun.
Isokuan berslope negatif menunjukkan bahwa apabila perusahaan ingin
mengurangi jumlah modal yang digunakan dalam produksi, maka ia harus
meningkatkan penggunaan tenaga kerja agar dapat mempertahankan isokuan
yang sama (= memproduksi tingkat output yang sama).
Nilai absolut dari slope isokuan disebut marginal rate of technical
substitution (MRTS). MRTS juga merupakan rasio dari marginal
produktivitas, karena keuntungan output yang dihasilkan dari penambahan
jumlah input tenaga kerja harus sama dengan kerugian output akibat
digunakannya lebih sedikit input modal.
K
MRTS MPL
L MPK
Dengan kombinasi input optimal, slope isokuan atau MRTS akan sama dengan
slope garis isocost atau rasio harga input, yaitu:
w
MRTS MPL w
MP MPK
r L r
MPK r
w
Untuk meminimalkan biaya produksi (memaksimalkan output), maka
tambahan output atau MP per unit biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja
harus sama dengan tambahan output per unit biaya yang dikeluarkan untuk
modal.
Agar dapat memaksimalkan profit, perusahaan harus terus menambah
penggunaan input sampai MRP sama dengan MRC. Dengan harga input
konstan, berarti perusahaan harus menggunakan input sampai MRP sama
dengan harga input.
Sehingga apabila perusahaan menggunakan 2 input variabel, maka untuk
memaksimalkan profit, perusahaan harus menggunakan tenaga kerja dan modal
sampai MRP tenaga kerja sama dengan tingkat upah dan MRP modal sama
dengan harga sewa modal,
MRPL
w MPL MR w
MRPK
r MPK MR r
Dari kombinasi input optimal, apabila terjadi penurunan salah satu harga input,
maka perusahaan akan mengganti input lain dengan input yang lebih murah
agar mencapai kombinasi input optimal yang baru.
Return To Scale
Return to scale berhubungan dengan derajat perubahan output sebagai akibat
dari perubahan jumlah seluruh input yang digunakan dalam produksi.
Ada tiga jenis return to scale, yaitu konstan (constant), menurun (decreasing)
dan meningkat (increasing). Jika jumlah seluruh input yang digunakan dalam
produksi meningkat dengan proporsi tertentu dan output meningkat dengan
proporsi yang sama, maka hal ini disebut constant return to scale.
Jika output meningkat dengan proporsi yang lebih besar disebut increasing
returns to scale dan jika output meningkat dengan proporsi yang lebih kecil
daripada kenaikan input disebut decreasing returns to scale.
Increasing return to scale dapat timbul karena adanya peningkatan skala
produksi , maka lebih banyak pembagian kerja dan spesialisasi tenaga kerja
serta digunakan mesin-mesin yang produktif.
Sedangkan decreasing return to scale timbul karena adanya peningkatan skala
produksi, maka manajemen mengalami kesulitan dalam mengelola input secara
efektif dan mengkoordinasikan berbagai operasi dan divisi dalam perusahaan.
7. Teori dan Estimasi Biaya
Sifat-Sifat Biaya
Analisa biaya membedakan antara explicit cost dan implicit cost. Explicit cost
merupakan pengeluaran aktual yang dilakukan oleh perusahaan untuk
melakukan pembelian input yang dibutuhkan dalam produksi. Contoh, gaji
pegawai, pembayaran bunga pinjaman dan pembelian bahan mentah.
Implicit cost merupakan nilai input yang dimiliki sendiri dan digunakan oleh
perusahaan dalam aktivitas produksi. Meskipun perusahaan secara aktual tidak
mengeluarkan uang untuk penggunaan input ini, perusahaan harus
memperhitungkan hal ini karena input yang digunakan oleh perusahaan dapat
dijual atau disewakan kepada perusahaan lain. Implicit cost dapat berupa gaji
tertinggi yang dapat diterima pemilik perusahaan apabila ia bekerja di tempat
lain, dan return tertinggi yang dapat diterima perusahaan dari investasi modal
di tempat lain.
Dalam ilmu ekonomi, baik explicit cost maupun implicit cost harus
dipertimbangkan. Untuk itu dalam memperhitungkan biaya produksi,
perusahaan harus memasukkan biaya alternatif atau biaya kesempatan
(opportunity cost) seluruh input yang dibeli atau dimiliki oleh perusahaan.
Economic cost harus dibedakan dengan accounting cost yang berhubungan
dengan pengeluaran aktual perusahaan atau explicit cost. Accounting/historical
cost sangat penting untuk pelaporan keuangan dan untuk tujuan perhitungan
pajak. Untuk tujuan pengambilan keputusan manajerial, economic/opportunity
cost merupakan konsep biaya yang relevan.
TFC
AFC
Q
TVC
AVC
Q
TC
ATC
Q AFC AVC
TC
MC Q TVC
Q
Tabel di bawah ini merupakan skedul hipotesis dari total dan per unit cost
jangka pendek dan kemudian angka-angka dalam tabel diplot pada sebuah
gambar.
Q TFC TVC TC AFC AVC AC MC
0 60 0 60 - - - -
1 60 20 80 60 20 80 20
2 60 30 90 30 15 45 10
3 60 45 105 20 15 35 15
4 60 80 140 15 20 35 35
5 60 135 195 12 27 39 55
Pada gambar di atas, TFC adalah sebesar $60, berapapun tingkat output,
sedangkan TVC akan sama dengan nol apabila tingkat output sama dengan nol
dan akan meningkat apabila output meningkat.
Bentuk kurva AVC, ATC dan MC adalah mula-mula menurun kemudian
meningkat (bentuk U). Jarak vertikal antara ATC dan AVC adalah sama dengan
AFC. AFC akan menurun dengan meningkatnya jumlah output. Kurva MC akan
mencapai minimum sebelum kurva MC memotong kurva ATC dan AVC pada
titik terendah.
Angka ini ditunjukkan oleh titik A’ dimana garis vertikal mengukur total cost
dan garis horisontal mengukur output. Kurva LTC dimulai dari titik origin (nol),
karena tidak ada fixed cost dalam jangka panjang.
Long-run average cost (LAC) sama dengan long-run total cost dibagi dengan Q.
Sedangkan long-run marginal cost (LMC) mengukur perubahan dalam LTC
akibat perubahan per unit output.
LTC
LAC
Q
LTC
MC Q
Total cost sama dengan total fixed cost (TFC) ditambah dengan total variable
cost (TVC). Karena TVC sama dengan average variabel cost (AVC) dikalikan
dengan jumlah output (Q), maka:
TC = TFC + AVC (Q)
QB
200
10 5 40
Andaikan perusahaan berharap untuk memperoleh profit tertentu, maka
manajer perusahaan dapat melakukan estimasi berapa output yang harus dijual
agar progit yang diharapkan tersebut tercapai. Analisis cost-volume-profit dapat
digunakan untuk menentukan target output (Q T) pada saat target profit (T)
sehingga:
TFC
QT
T
P
AVC
Contoh, jika perusahan menargetkan profit yang akan diterima sebesar $100
maka target output adalah sebesar:
200 100
QT 10 5 60
8. Struktur Pasar: Persaingan Sempurna,
Monopoli, Persaingan Monopolistik dan
Oligopoli
Market (pasar) terdiri dari seluruh pembeli dan penjual potensial untuk suatu
produk. Struktur pasar berkaitan dengan erat dengan lingkungan persaingan
dimana pembeli dan penjual beroperasi.
Ada 4 jenis struktur pasar, yaitu persaingan sempurna, monopoli, persaingan
monopolistik, dan oligopoli.
PERSAINGAN SEMPURNA
Dalam pasar persaingan sempurna, terdapat sejumlah besar pembeli dan
penjual, sehingga baik penjual maupun pembeli memiliki pengaruh yang sangat
kecil dalam penentuan harga. Hal ini berarti, apabila terdapat perubahan output
yang akan dijual oleh perusahaan tunggal, harga pasar akan produk tersebut
tidak akan terpengaruh.
Produk yang dijual adalah homogen, identik dan terstandarisasi secara
sempurna. Produk antara satu perusahaan yang satu dengan yang lain tidak
dapat dibedakan, sehingga pembeli indiferrent dalam memilih produk dari
perusahaan satu mana yang dibelinya.
Dalam pasar ini sumber daya memiliki mobilitas yang sempurna. Dalam hal ini,
tenaga kerja dan input lainnya dengan mudah dapat bergerak/berpindah dari
satu tempat ke tempat lain. Tidak ada input yang dimonopoli oleh sebuah
perusahaan. Perusahaan juga dengan mudah keluar masuk ke dalam industri.
Konsumen, pemilik sumber daya dan perusahaan memiliki pengetahuan yang
sempurna terhadap harga barang, biaya dan economic opportunity. Sehingga,
konsumen tidak kan bersedia membayar harga yang lebih tinggi daripada yang
seharusnya. Perbedaan harga dapat dieliminir sesegera mungkin dan harga
tunggal suatu produk akan berlaku di seluruh pasar. Sumber daya dijual pada
penawaran tertinggi. Dengan adanya pengetahuan yang sempurna tentang harga
yang berlaku sekarang dan yang masa datang serta biaya menyebabkan
produsen mengetahui secara pasti berapa output yang akan diproduksi.
Dalam dunia nyata, pasar persaingan sempurna sangat sulit ditemui. Saat ini
pasar yang dapat dipandang sebagai pasar persaingan sempurna adalah bursa
saham, pasar barang pertanian, industri minyak bumi
PENENTUAN HARGA DALAM PASAR PERSAINGAN SEMPURNA
Dalam persaingan sempurna, harga produk ditentukan oleh perpotongan kurva
permintaan dan penawaran pasar akan suatu produk. Dengan demikian, karena
harga sudah tertentu, maka perusahaan dalam pasar ini merupakan penerima
harga (price taker) yang berarti bahwa perusahaan hanya mengukuti harga yang
berlaku dan tidak dapat mempengaruhi harga dengan mengubah-ubah output
penjualannya.
Karena barang yang dijual di pasar adalah homogen, maka penjual tidak dapat
menjual dengan harga yang lebih tinggi daripada harga pasar. Jika penjual
mematok harga di atas harga pasar, maka ia akan kehilangan konsumen. Di
pihak lain, tidak ada alasan bagi penjual untuk menjual di bwah harga pasar,
karena penjual dapat menjual produknya sebanyak mungkin pada harga
tertentu.
Sebagai akibatnya, perusahaan menghadapi kurva permintaan produk yang
horisontal pada harga yagn telah ditentukan oleh perpotongan kurva
permintaan dan penawaran pasar. Karena harga produk adalah konstan, maka
penerimaan marginal (MR) akan konstan dan sama dengan harga produk.
Harga sebesar 45 merupakan harga yang harus diterima oleh perusahaan yang
berada dalam pasar persaingan sempurna. Jika harga produk konstan, maka
MR juga akan konstan dan akan sama dengan harga produk.
Sehingga bagi perusahaan dalam pasar persaingan sempurna:
P = MR
Contoh:
Andaikan suatu industri terdiri dari 2 perusahaan (duopoly), perusahaan A dan
B. Dan pilihan dengan 2 strategi yaitu strategi promosi dan strategi tidak
melakukan promosi. Perusahaan A mengharapkan menerima profit yang
lebih tinggi jika ia melakukan promosi. Namun, tingkat profit aktual
perusahaan A, pada pasarnya tergantung dari perusahaan B, apakah
perusahaan B juga melakukan promosi atau tidak. Jika setiap strategi A
(melakukan promosi atau
tidak) dapat dihubungkan dengan setiap strategi perusahaan B (melakukan
promosi atau tidak).
4 hasil yang mungkin untuk kasus ini dutunjukkan oleh payoff matirx pada
tabel berikut:
Perusahaan B
Promosi Tidak Promosi
Promosi (4,3) (5,1)
Perusahaan A
Tidak Promosi (2,5) (3,2)
Dalam dunia nyata, tidak semua player memiliki dominant strategy. Sebagai
contoh, lihat tabel berikut:
Perusahaan B
Promosi Tidak Promosi
Promosi (4,3) (5,1)
Perusahaan A
Tidak Promosi (2,5) (6,2)
Individu B
Mengaku Tidak Mengaku
Mengaku (5,5) ( 0 , 10 )
Individu A
Tidak mengaku ( 10 , 0 ) (1,1)
Perusahaan B
Harga Rendah Harga Tinggi
Harga Rendah (2,2) (5,1)
Perusahaan A
Harga Tinggi (1,5) (3,3)
Tabel di atas menunjukkan bahwa jika B mematok harga rendah, maka A akan
menerima profit sebesar 2 jika A mematok harga rendah dan sebesar 1
jika A mematok harga tinggi. Sedangkan jika B mematok harga tinggi maka
A akan menerima profit sebesar 5 jika A mematok harga rendah dan sebesar
3 jika A juga menerapkan harga tinggi. Sehingga A memiliki dominant
strategy yaitu mematok harga rendah.
Bagaimana dengan perusahaan B?
Kedua perusahaan akan menerima profit lebih baik apabila keduanya bekerja
sama dan sama-sama mematok harga tinggi.
Dalam hal ini terjadi prisoners’ dilemma, dimana setiap perusahaan akan selalu
mematok harga rendah dan menerima profit yang lebih rendah karena jika ia
mematok harga lebih tinggi, maka ia tidak yakin bahwa perusahaan lain akan
mematok harga tinggi pula. Misalkan A mematok harga tinggi dan berharap
bahwa B juga akan melakukan hal yang sama, tetapi B tidak melakukan hal
tersebut, karena B akan mematok harga rendah agar dia mendapat profit
sebesar 5. Demikian juga bila B mematok harga tinggi dan berharap A
melakukan hal yang sama, maka hasil yagn didapat adalah A tidak akan
mematok harga tinggi pula, karena A akan mematok harga rendah agar dapat
menerima profit yang lebih tinggi sebesar 5. Jika kedua perusahaan bekerja
sama dan mematok harga tinggi, maka mereka akan menerima profit sebesar 3.
9. Keputusan Investasi
T E NCF
jt
t C 0
t 0 1 r jt
Oleh karena itu kaidah pengambilan keputusan investasi adalah menerima
proyek-proyek investasi yang NPV-nya positif dan menolak proyek-proyek
investasi yang NPV-nya negatif,
E(NPV) > 0----------------------> terima
E(NPV) < 0----------------------> tolak
1. Kaidah Payback
Jangka waktu pengembalian (payback period) dari suatu proyek investasi
adalah waktu yang dibutuhkan perusahaan tersebut untuk mengembalikan
investasi awalnya. Misalkan suatu proyek dengan biaya Rp. 1 miliar dan
diharapkan akan memperoleh harisl sebesar Rp. 250 juta/tahun berarti
payback period-nya adalah 4 tahun.
Dengan menggunakan kriteria ini, payback period dari suatu investasi
dihitung dan dibandingkan dengan beberapa payback period maksimum
yang telah ditetapkan perusahaan tersebut. Jika payback period perusahaan
tersebut lebih cepat daripada nilai maksimum, maka proyek tersebut
diterima.
Kelemahan dari kaidah ini adalah tidak didiskontokannya aliran kas.
Sehingga kaidah ini tidak memperhitungkan nilai waktu uang.
2. Return on Investment
Tingkat pengembalian rata-rata (average return) dari suatu proyek investasi
adalah tingkat pengembalian rata-rata dari investasi tersebut dibagi dengan
investasi rata-rata (average invesment) pada proyek tersebut.
Dengan menggunakan ROI, keputusan apakah akan melakukan investasi
atau tidak dibuat dengan cara membandingkan ROI proyek tersebut dengan
target pengembalian perusahaan tersebut.
Kaidah ini juga mengabaikan nilai waktu uang atau aliran kas bersih tidak
didiskontokan.