Anda di halaman 1dari 41

AKTIVITAS AMINOTRANSFERASE DAN HISTOPATOLOGI

HATI TIKUS DIABETES YANG DIBERI EKSTRAK DAUN DAN


KULIT BATANG SURIAN (Toona sinensis)

TUBAGUS IQBAL MAULANA

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Aktivitas


Aminotransferase dan Histopatologi Hati Tikus Diabetes yang Diberi Ekstrak
Daun dan Kulit Batang Surian (Toona sinensis) adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2017

Tubagus Iqbal Maulana


NIM G84120048
ABSTRAK
TUBAGUS IQBAL MAULANA. Aktivitas Aminotransferase dan Histopatologi
Hati Tikus Diabetes yang Diberi Ekstrak Daun dan Kulit Batang Surian (Toona
sinensis) Dibimbing oleh SYAMSUL FALAH dan MEGA SAFITHRI.

Esktrak daun dan kulit batang tanaman surian (Toona sinensis) diketahui
memiliki potensi antioksidasi dan anti diabetes namun potensinya dalam
mengurangi aktivitas AST dan ALT serum darah serta histopatologi organ hati
yang disebabkan induksan diabetes (streptozotosin) dan dampak diabetes itu
sendiri belum diketahui. Penelitian ini bertujuan mengukur aktivitas enzim
aminotransferase pada tikus diabetes dan menganalisis histopatologi pada organ
hati. Hewan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah 55 ekor tikus
jantan Sprague-Dawley yang dibagi menjadi sebelas kelompok perlakuan yaitu
kelompok: normal buffer sitrat (kontrol normal), glibenklamid (kontrol positif),
tanpa pencekokan (kontrol negatif), empat kelompok ekstrak daun dan empat
kelompok ekstrak kulit batang. Ekstrak kulit batang-etanol 70% dosis 400 mg/kg
bobot badan dan ekstrak daun-air dosis 200 mg/kg bobot badan dapat
menurunkan aktivitas AST dan ALT yang tidak berbeda nyata dari kelompok
normal dan dari aktivitas tinggi sebelumnya sedang kelompok ekstrak lain hanya
menunjukkan penghambatan yang tidak berbeda nyata dari aktivitas sebelumnya
(p > 0.05). Kondisi histopatologi hati keseluruhan kelompok tidak terdapat
kelainan spesifik.
Kata kunci: diabetes, glibenklamid, histopatologi, surian, transaminase,

ABSTRACT

TUBAGUS IQBAL MAULANA. Aminotransferase Activity and Liver


Hystopathology of Diabetic Rats that was Given Surian (Toona sinensis) leave
and bark extract. Supervised by SYAMSUL FALAH and MEGA SAFITHRI.

Leaves and bark extracts of surian (Toona sinensis) has known to have the
antioxidant and antidiabetic activity. However, its potential in reducing AST and
ALT and liver hystopathology caused by diabetic inducer (streptozotocine) and
effect from diabetes itself is unknown. This study aimed to measure the impact of
plant extracts for the enzyme AST and ALT activity in diabetic rats induced
streptozotocine and analyze the liver histopathology. Laboratory animals used in
this research that were 55 males Sprague Dawley rat that have been divided into
eleven groups, citric buffer normal (normal control) group, glibenclamide (positif),
without medicine/extract (negative control), four groups of leave extracts, and
four groups of bark extracts. Administration of ethanol 70%-bark extract dose 400
mg/kg body weight and water-leaves extract dose 200 mg/kg body weight can
decrease AST and ALT enzyme and another extract group only showed diminish
of aminoransferase increase with not significantly different than before (p > 0.05).
Liver hystopathologycal condition for all group not showed specific disorder.
Keywords: diabetes, glybenclamide, hystopathology, surian, transaminase,
AKTIVITAS AMINOTRANSFERASE DAN HISTOPATOLOGI
HATI TIKUS DIABETES YANG DIBERI EKSTRAK DAUN
DAN KULIT BATANG SURIAN (Toona sinensis)

TUBAGUS IQBAL MAULANA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Biokimia

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
Judul Skripsi : Aktivitas Aminotranerase dan Histopatologi Hati Tikus Diabetes
yang Diberi Ekstrak Daun dan Kulit Batang Surian (Toona
sinensis)
Nama : Tubagus Iqbal Maulana
NIM : G84120048

Disetujui oleh

Dr Syamsul Falah, SHut MSi Dr Mega Safithri, MSi


Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir I Made Artika, MAppSc.


Ketua Departemen

Tanggal Lulus:
PRAKATA

Puji dan syukur kehadirat Allah Subhanahu wata‟ala karena berkat rahmat
dan karunia-Nya, karya ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik. Tema
penelitian ini adalah “Aktivitas Aminotransferase dan Histopatologi Hati Tikus
Diabetes yang Diberi Perlakuan Ekstrak Daun dan Kulit Batang Surian (Toona
sinensis)” sebagai salah satu syarat kelulusan sebagai Sarjana Sains Biokimia.
Penulis berterima kasih atas bimbingan dari Dr Syamsul Falah, SHut MSi
selaku dosen pembimbing I dan Dr Mega Safithri, MSi selaku pembimbing II.
Terima kasih atas kerja sama yang diberikan oleh Unit Kandang Hewan
Percobaan (UKHP) Pusat Studi Biofarmaka Tropika (PSB), Pusat Studi Satwa
Primata IPB, dan Balai Veteriner Bogor.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah (Tubagus Bahrum
Munawar), ibu (Mutmainah S.pd SD), adik (Tubagus Zainal Muttaqin) serta
seluruh keluarga atas doa dan dukungan yang diberikan. Tidak lupa ucapan terima
kasih disampaikan kepada teman-teman Biokimia angkatan 2012 (Biokimia 49)
yang selalu mendukung dengan baik khususnya rekan-rekan yang tergabung
dalam penelitian in vivo surian (Aida Juniarti, Arifa Nurahmaputri, Eni
Prasetyoningtias, dan Yahya Ramadhani). Semoga karya ilmiah ini dapat
bermanfaat bagi perkembangan ilmu penetahuan.

Bogor, Februari 2017

Tubagus Iqbal Maulana


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
METODE 2
Alat dan Bahan 2
Prosedur Percobaan 2
HASIL 7
Ekstrak Daun dan Kulit Batang Surian 7
Bobot Badan Hewan Coba 7
Aktivitas Enzim Aminotransferase Serum Darah 8
Pengujian Histopatologi Organ Hati 11
PEMBAHASAN 13
Ekstrak Daun dan Kulit Batang Surian 14
Aktivitas Enzim Aminotransferase Serum Darah 14
Pengujian Histopatologi Organ Hati 20
SIMPULAN DAN SARAN 21
Simpulan 21
Saran 21
DAFTAR PUSTAKA 22
RIWAYAT HIDUP 31
DAFTAR GAMBAR
1 Skema bidang gambar histopatologi hati (Farlex 2009): 1. Traktus
portalis, 2. Vena sentralis, dan 3. Sel epitel hati. 6
2 Persentase rendemen ekstrak daun dan kulit batang surian 7
3 Bobot badan kelompok ekstrak kulit dan kelompok pembanding dari
adaptasi hingga terminasi, minggu ke-1: penginduksian
streptozotosin. 8
4 Bobot badan kelompok ekstrak daun dan kelompok pembanding dari
adaptasi hingga terminasi, minggu ke-1 : penginduksian
streptozotosin. 8
5 Aktivitas AST hari kedua (□) dan hari keenambelas (■) pada tikus
perlakuan ekstrak kulit batang yang sebelumnya diinduksi
streptozotosin 9
6 Aktivitas ALT hari kedua (□) dan hari keenambelas (■) pada tikus
perlakuan ekstrak kulit batang yang sebelumnya diinduksi
streptozotosin 9
7 Aktivitas AST hari kedua (□) dan hari keenambelas (■) pada tikus
perlakuan ekstrak daun yang sebelumnya diinduksi streptozotosin 10
8 Aktivitas ALT hari kedua (□) dan hari keenambelas (■) pada tikus
perlakuan ekstrak daun yang sebelumnya diinduksi streptozotosin 10
9 Persentase turun dan naiknya aktivitas AST (■) dan ALT (□) dari
hari kedua hingga hari keenambelas setelah induksi streptozotosin 11
10 Histopatologi organ hati kelompok kulit batang (hematoksilin-eosin
perbesaran 100x), 1. Traktus portalis, 2. Vena sentralis, dan 3. Sel
epitel hati. 12
11 Histopatologi organ hati kelompok daun (hematoksilin-eosin
perbesaran 100x), 1. Traktus portalis, 2. Vena sentralis, dan 3. Sel
epitel hati. 13
12 Mekanisme STZ merusak sel β-pankreas (Goud et al. 2015) 16
13 Reaksi aminotransferase AST dan ALT (Sciff et al. 2007) 16
14 Contoh perbedaan ukuran sel hepatosit pada gangguan hati (a) dan
adanya apoptosis sel hati (b) (Suriawinata & Thung 2011) 21

DAFTAR LAMPIRAN
1 Bagan Alir Penelitian 26
2 Hasil uji fitokimia ekstrak 27
3 Hasil uji pendahuluan 28
4 Rendemen ekstraksi 28
5 Hasil aktivitas AST dan ALT kelompok perlakuan hari kedua (2) dan
hari keenambelas (16) (IU/l). 29
6 Analisis statistik data AST dan ALT hari kedua dan keenambelas 30
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Akibat diabetes melitus menunjukkan potensi terjadinya komplikasi yang


dapat ditimbulkan meliputi retinopati diabetik, neuropati, proteinuria, dialisis,
ulkus kaki, amputasi, angina, Mild Cognitive Impairentment (MCI) gagal jantung,
stroke, dan penyakit pembuluh arteri serta perifer (Depkes 2014). Komplikasi
tersebut terkait dengan gangguan metabolik pada diabetes yang juga
menghasilkan radikal bebas penyebab stres oksidatif. Adanya kaitan gangguan
fungsi hati terkait diabetes pun dapat terjadi melalui beberapa parameter histologi
(Poretsky 2010).
Streptozotosin merupakan salah satu senyawa kimia yang paling sering
digunakan dalam penelitian diabetes. Senyawa ini merupakan analog sitotoksik
glukosa dan secara spesifik dapat menurunkan produksi insulin dengan merusak
sel β-pankreas (Basu & Wiklund 2011). Masuknya gugus metil dari streptozotosin
ke dalam molekul DNA (alkilasi) menyebabkan kerusakan pada fragmen DNA
dan mengaktifkan poliadenosindifosfat ADP-ribosilasi yang mengakibatkan
penghabisan NAD seluler dan pengurangan ATP. Peningkatan defosforilasi ATP
memberikan substrat untuk xantin oksidase sehingga mempercepat reaksi yang
menghasilkan anion superoksida sebagai produk akhir. Pembentukan anion
superoksida menyebabkan aktivasi hidrogen peroksidase dan radikal-radikal
hidroksil lainnya (Perlitasari 2010). Hal ini juga menambah kondisi stres oksidatif
diluar pengaruh stres oksidatif dari diabetes itu sendiri.
Metabolit sekunder dalam tumbuhan memiliki khasiat antioksidasi dan
antidiabetes sehingga dapat menjadi dasar pengembangan ekstrak bahan herbal
(Saifudin 2014). Indonesia memiliki potensi kekayaan alam yang tinggi terhadap
pengembangan obat tradisional atau bahan pangan fungsional mengingat
Indonesia merupakan salah satu pusat keragaman hayati terbesar (mega
biodiversity) di dunia. Berbagai jenis tanaman, baik yang sudah dikenal
dikalangan masyarakat, maupun jenis tanaman yang berpotensi sebagai tanaman
obat dan belum dieksplorasi secara ilmiah (MKRI 2013). Salah satu tanaman yang
berpotensi sebagai tanaman obat di Inonesia adalah surian (Toona sinensis)
(Setyawati 2010).
Tanaman surian diketahui memiliki aktivitas antidiabetes dan antioksidasi.
Menurut hasil analisis fitokimia bagian daun dan kulit tanaman ini mengandung
kelompok senyawa flavonoid, kuinon, triterpenoid, steroid, dan tanin pada pelarut
air maupun etanol (Sari et al. 2011 ; Haryadi 2012). Prabowo (2012) menyatakan
bahwa kadar glukosa darah tikus dengan pencekokkan ekstrak kulit kayu suren
dosis 150 mg/kg BB menghasilkan persentase penurunan kadar glukosa darah
paling tinggi, sebesar 70.82%. Sementara itu, dosis 300 mg/kg BB dan
glibenklamida masing-masing menunjukkan penurunan persentase kadar glukosa
darah sebesar 51.96% dan 68.92%. Pengembangan tanaman herbal tradisional
perlu pengujian secara in vivo sebagai evaluasi. Hal ini terkait dengan mutu dan
keamanan bahan (MKRI 2013). Pemeriksaan aktivitas enzim alanin amino
transferase dan aspartat amino transferase (AST dan ALT) darah merupakan salah
satu pemeriksaan penunjang dalam pemantauan kontrol glikemik pada kasus
2

diabetes serta memberikan gambaran kondisi organ hati yang dapat didukung
dengan pengujian histopatologi organ hati (Patric 2005; Ong et al. 2005). Tujuan
penelitian ini adalah mengukur aktivitas enzim aminotransferase di serum darah
(AST dan ALT) dan menganalisis kondisi histopatologi organ hati tikus diabetes
yang diinduksi streptozotosin. Penelitian ini dapat menjadi rujukan ilmiah dalam
pemanfaatan tanaman surian sebagai herbal tradisonal. Informasi yang ada dapat
memberi gambaran klinis penunjuang dalam penggunaan ekstrak daun dan kulit
batang tanaman surian. Selain itu, informasi yang diperoleh dapat dijadikan
pertimbangan penggunaan kedua bagian tanaman tersebut sebagai sediaan obat.

METODE

Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan dalam pembuatan ekstrak air dan etanol sampel
daun dan kulit kayu surian adalah alat refluks, pengayak, vacum evaporator (OSK
6513 universal reduced pressure-concentration still apparatus Ogawa Seiki co.),
kertas saring, labu erlenmeyer 500 mL, gelas ukur 1 L, labu ukur 25 mL, corong,
oven, neraca analitik. Pengukuran gula darah dengan glukometer Accu-Check®.
Peralatan yang digunakan untuk analisis histopatologi adalah mesin processor
otomatis, mesin vaccum, mesin bloking, freezer (-20 0C), mesin microtome, pisau
skalpel, water bath 460C, kaca obyek, kaca penutup, rak khusus pewarnaan, oven
600C, Mikroskop cahaya (Olympus CX-21, China). Alat untuk analisis aktivitas
AST dan ALT adalah pipet mikro, tip kuning, dan fotometer 5010 (Robert Riele
Gmbh & co). Adapun bahan yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini adalah
simplisia daun dan kulit batang tanaman surian yang didapat dari Kabupaten
Sumedang provinsi Jawa Barat dengan usia tanaman 15 tahun, akuades, etanol
70%, Buffer Netral Formalin (BNF) 10%, sampel darah, reagen kit AST
(Rajawali Nusindo), reagen kit ALT (Rajawali Nusindo), dan organ hati.

Prosedur Percobaan

Persiapan Daun Surian dan Kulit Batang Surian (Sari 2011)


Daun dan kulit batang surian yang akan dianalisis dikumpulkan. Sampel
dicuci dengan air mengalir dan ditiriskan. Sampel kemudian ditimbang bobotnya
kemudian dikeringkan selama 5 hari dalam oven 50 oC. Daun surian kering
kemudian digiling dan diayak pada saringan dengan ukuran 60 mesh. Kulit batang
yang diperoleh dibuat serpihan. Serpihan kemudian dikeringkan dengan cara
penjemuran. Serpihan kemudian digiling dengan Wiley-Mill kemudian diayak
dengan saringan ukuran 60 mesh.

Ekstraksi Air Daun dan Kulit Batang Surian (Suhermanto 2013)


Ekstraksi daun dan kulit batang surian menggunakan metode Depkes (2000)
yang dimodifikasi. Serbuk kering keduanya masing-masing diekstraksi dengan
3

metode refluks. Serbuk kering daun surian sebanyak 100 gram diekstraksi dengan
1 L air selama 2 jam pada suhu 90 °C menggunakan alat refluks. Ekstrak yang
diperoleh kemudian disaring dengan kertas saring. Ekstraksi diulang sebanyak
tiga kali. Hasil ekstrak diuapkan dengan vacum evaporator sehingga diperoleh
serbuk ekstrak kemudian dilakukan penimbangan rendemen ekstrak.

Ekstraksi Etanol Daun dan Kulit Batang Surian (Suhermanto 2013)


Ekstraksi daun surian dilakukan dengan merendam (maserasi) 250 gram
serbuk daun surian dalam etanol 70% sebanyak 2.5 liter selama 24 jam. Residu
yang diperoleh direndam kembali dalam etanol 70% sebanyak 1 liter dan
dilakukan pengulangan hingga tiga kali. Selanjutnya filtrat disaring dengan kertas
saring, lalu diuapkan dengan vacum evaporator sehingga diperoleh serbuk ekstrak
kemudian dilakukan penimbangan rendemen ekstrak.

Penapisan Fitokimia (Harborne 1987)


Alkaloid. Sebanyak 25 miligram sampel ditambah 10 mL kloroform dan 3
tetes ammonia. Fraksi kloroform diambil dan ditambah dengan 1 mL H2SO4 pekat.
Fraksi asam diteteskan ke plat tetes ke dalam 3 lengkungan, masing-masing untuk
ditambahkan pereaksi Dragendorf, Meyer, dan Wagner secara terpisah. Hasil
positif ditunjukkan dengan adanya endapan merah pada penambahan Dragendorf,
endapan putih pada penambahan Meyer, dan endapan coklat pada penambahan
Wagner. Sampel pembanding yang digunakan adalah daun tapak dara.
Flavonoid, tannin, dan saponin. Sebanyak 25 miligram ekstrak ditambah
10 mL akuades kemudian dididihkan selama 5 menit setelah itu disaring. Filtrat
yang diperoleh dibagi ke dalam tiga tabung. Masing-masing tabung digunakan
untuk uji flavonoid dengan ditambahkan serbuk Mg, 1 mL HCl, dan 1 mL amil
alkohol. Hasil positif ditunjukkan dengan adanya warna merah pada fraksi amil
alkohol. Daun meniran digunakan sebagai sampel pembanding. Tabung kedua
untuk uji tannin dengan ditambahkan FeCl3. Hasil positif ditunjukkan dengan
adanya warna kehitaman. Teh digunakan sebagai pembanding. Tabung ketiga
untuk uji saponin. Tabung dikocok kuat-kuat dan hasil positif ditunjukkan dengan
adanya buih yang stabil.
Fenolik hidrokuinon, steroid, dan triterpenoid. Sebanyak 25 miligram
ekstrak ditambahkan 10 mL etanol 96% dan dipanaskan 1 menit kemudian
disaring. Filtrat dibagi ke dalam 2 tabung. Tabung pertama digunakan untuk uji
fenolik, diambil beberapa tetes filtrat ke plat tetes dan ditambahkan 3 tetes NaOH.
Hasil positif ditunjukkan dengan adanya warna merah. Serbuk kayu manis
digunakan sebagai sampel pembanding. Tabung kedua digunakan untuk uji
steroid dan triterpenoid dengan dididihkan sampai pelarut menguap. Sebanyak 1
mL eter ke dalam hasil penguapan. Sebanyak beberapa tetes campuran
dipindahkan ke cawan pinggang dan ditambahkan 3 tetes H2SO4 pekat dan 3 tetes
asam asetat anhidrat. Semburat warna merah atau ungu menunjukkan hasil positif
untuk triterpenoid dan semburat warna hijau menunjukkan adanya steroid. Daun
katuk digunakan sebagai sampel pembanding steroid sedangkan kunyit sebagai
sampel pembanding.
4

Pemeliharaan dan Perlakuan Tikus Galur Sprague-Dawley


Tikus diperoleh dari Laboratorium PT Vstem yang berada di Dramaga
Bogor, Jawa Barat. Tikus diperoleh dengan rerata bobot badan awal 135 gram
pada usia 5 minggu. Tikus diadaptasi dan ditingkatkan bobot badannya dengan
pakan standar selama 35 hari. Parameter bobot badan dan konsumsi pakan diamati
selama adaptasi hingga perlakuan pengujian. Satu minggu sebelum induksi
seluruhnya berada pada fase remaja dengan grafik pertumbuhan yang meningkat
hingga bobotnya sudah memasuki angka bobot 200 gram (Sengupta 2011).
Konsumsi pakan tikus juga menjadi pengamatan, dimana tikus sehat pada masa
pertumbuhan menghabiskan konsumsi pakan 8−20 gram (Krinke 2000). Selama
masa adaptasi bobot tikus terus meningkat hingga hari penginduksian dilakukan,
bobot mencapai rerata sebesar 213 gram. Bobot tersebut sudah memenuhi kriteria
pengujian menurut BPOM RI 2008 dengan bobot tikus minimum 200 gram. Tikus
berjumlah 55 ekor dengan rincian 5 ekor sebagai kontrol normal, 5 ekor sebagai
kontrol negatif dalam keadaan diabetes induksi streptozotosin tanpa pemberian
obat/ekstrak, 5 ekor sebagai kontrol diabetes yang diberi obat (glibenklamid), 40
ekor sebagai perlakuan ekstrak daun dan batang surian dengan masing-masing dua
jenis pelarut (etanol dan air) dan masing masing pelarut terdapat dua dosis (200
mg/kg BB dan 400 mg/kg BB) sehingga terdapat 8 kelompok perlakuan
(Lampiran 3). Semua kelompok tikus diberikan pakan standar dengan jumlah 15
g/hari dengan kandungan protein 19−21%, lemak 5%, serat 5%, abu 7%, kalsium
0.9%, fosfor 0.6%, (POKPHAND BR2 CP 512B) dan air minum dalam kondisi
ad libitum.
Sambil dilakukan pemantauan jumlah sisa pakan dan pertambahan berat
badan. Induksi diabetes dilakukan dengan penyuntikan streptozotosin melalui
penyuntikan intraperitonial dengan pelarut buffer sitrat. Dosis streptozotosin yang
digunakan adalah dosis 40 mg/kg BB berdasarkan uji pendahuluah (Lampiran 3)
dan diukur glukosa darah dengan glukometer, dosisnya digunakan untuk
perlakuan. Tikus dipuasakan terlebih dahulu selama 18 jam sebelum pengambilan
darah. Darah tikus diambil 2 hari dan 16 hari setelah induksi streptozotosin untuk
diamati aktivitas enzim AST dan ALT di serum darah. Dihari kedua setelah
induksi, darah diambil dari bagian ekor tikus kurang lebih sebanyak 1−2 mL
setiap tikus. Dilakukan anastesi dengan ketamin dan xilazin kemudian darah
diambil melalui vena hepatika setelah itu dilakukan pengambilan organ hati dan
nekropsi pada waktu akhir perlakuan (hari ke 16). Darah yang diperoleh
disentrifugasi untuk mendapatkan serumnya.

Aktivitas Enzim AST dan ALT (IFCC 2002)


Pengujian dilakukan menggunakan kit GOT dan GPT secara
spektrofotometri. Prinsipnya adalah mengukur laju berkurangnya jumlah NADH
menjadi NAD+ pada reaksi enzimatik yang dapat diukur pada panjang gelombang
340 nm. Sampel darah dimasukkan ke dalam tabung reaksi tanpa antikoagulan
kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit. Serum
yang telah terpisah diambil menggunakan pipet dan dimasukkan ke dalam tabung
eppendorf. Dalam tabung reaksi yang telah disiapkan, dicampurkan 200 µl sampel
atau serum darah dengan 1000 µl larutan buffer TRIS. Setelah tercampur, larutan
tersebut diinkubasi selama satu menit pada suhu 30 ºC. Pada tabung reaksi yang
5

sama kemudian ditambahkan 250 µl substrat dan diinkubasi kembali selama satu
menit pada suhu yang sama. Aktivitas enzim diukur dengan fotometer 5010 pada
panjang gelombang 340 nm. Pembacaan disesuaikan dengan program pembacaan
GOT untuk AST dan GPT untuk ALT pada fotometer 5010.

Analisis Histopatologi Organ Hati, Pembuatan Preparat (Muntiha 2001)


Pengambilan dan penyimpanan organ hati. Organ hati yang telah didapat
dari hewan perlakuan kemudian direndam pada larutan BNF 10% dengan pH
berkisar 6.5−7.5. Perbandingan organ dan larutan adalah 1:10 selama 2 hari.
Pembuatan preparat histopatologi. Setelah jaringan fiksatif dapat
digunakan, dilakukan pemotongan dengan pisau skalpel setebal 0.3–0.5 mm dan
disusun ke dalam tissue cassette lalu dimasukkan kedalam keranjang khusus.
Keranjang kemudian dimasukkan ke dalam prosesor otomatis untuk proses
dehidrasi bertahap dengan putaran waktu: etanol 70% (2 jam), etanol 80% (2
jam), etanol 90% (2 jam), etanol absolut (2 jam), etanol absolut (2 jam), xylol (2
jam), parafin cair (2 jam). selanjutnya keranjang dikeluarkan untuk proses
penghilangan udara dari jaringan (vakum).
Proses vakum. Vakum dilakukan dengan mesin vakum yang memiliki
ruang penyimpan keranjang yang diisi dengan parafin cair dengan suhu (59–60
0
C) selama 30 menit. Setelah selesai keranjang diangkat dan tissue cassette
dikeluarkan dan disimpan pada suhu 60 0C untuk sementara waktu sebelum
pencetakan dengan parafin cair.
Pencetakan blok parafin. Organ didalam tissue cassette kemudian
dikeluarkan dan dimasukkan ke dalam cetakan berbahan stainless steel yang
terlebih dahulu dihangatkan di atas bunsen. Jaringan kemudian dimasukkan ke
dalam cetakkan, diatur posisinya, dan ditekan. Disamping itu parafin cair telah
disiapkan dengan suhu mencapai 60 0C. Cairan parafin kemudian dituangkan
sampai seluruh jaringan terendam. Parafin dibiarkan membeku di atas mesin
pendingin. Selanjutnya blok parafin yang sudah jadi dapat dilepaskan dari cetakan
dan disimpan dalam freezer (-20 0C) sebelum proses pemotongan.
Pemotongan blok parafin. Blok parafin berisikan jaringan kemudian
dipotong dengan menggunakan mikrotom pada ketebalan 3–4 μm. Potongan
tersebut kemudian diletakkan di atas permukaan air dalam waterbath bersuhu 46
0
C, bentuk lapisan dirapikan kemudian diletakkan di atas kaca obyek yang telah
diolesi ewith sebagai perekat. Kaca oyek dengan jaringan di atasnya kemudian
disusun dalam rak khusus dan dimasukkan ke dalam inkubator bersuhu 60 0C
sampai preparat siap untuk diwarnai.
Pewarnaan. Preparat-preparat di dalam rak kemudian dicelupkan ke dalam
larutan urutan pertama dengan xylol dua kali berturut-turut dengan waktu masing-
masing 3 menit, lalu dua kali dengan etanol absolut dengan waktu masing-masing
3 menit, selanjutnya dicelupkan ke dalam etanol 90% dan 80% dengan waktu
masing-masing 3 menit. Setelah itu, dibilas dengan air keran selama 1 menit,
kemudian diwarnai dengan hematoksin selama 6−7 menit lalu bilas kembali
dengan air keran selama 1 menit. Tahap selanjutnya adalah pewarnaan dengan
larutan pembiru eosin selama 1 menit dan dibilas kembali selama 1 menit dengan
air keran. Selama 1−5 menit dan dibilas kembali selama 1 menit dengan air keran.
Tahapan akhir kembali melakukan pencelupan dengan etanol 80%, 90% dan
atanol absolut masing-masing 10 kali celupan lalu direndam dalam etanol absolut
6

selama 1 menit dan larutan xylol sebanyak tiga kali masing-masing selama 3
menit.
Pembacaan preparat histopatologi. Setelah preparat siap digunakan,
preparat diamati dengan mikroskop cahaya berkamera. masing-masing preparat
diamati pola susunan dan bentuk selnya. Adapun skema bidang gambar
diilustrasikan pada Gambar1.

Gambar 1 Skema bidang gambar histopatologi hati (Farlex 2009): 1. Traktus


portalis, 2. Vena sentralis, dan 3. Sel epitel hati.

Analisis Statistik
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan
acak lengkap (RAL) dua faktor dengan lima kelompok perlakuan dan lima kali
ulangan. Analisis data aktivitas AST dan ALT dengan perlakuan ekstrak daun dan
kulit batang in vivo menggunakan ANOVA pada selang kepercayaan 95%. Uji
Duncan dilakukan untuk uji lanjut. Analisis dilakukan menggunakan program
SPSS. Model perancangan tersebut adalah sebagai berikut.

Yij = µ + αi + εij
Keterangan:
µ = Pengaruh rataan umum
αi = Pengaruh perlakuan ke-i, i = 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11
εij = pengaruh galat perlakuan ke-i dan ulangan ke-j, j = 1, 2, 3, 4, 5

i = 1 : induksi 1 mL/kg BB buffer sitrat 0.01 M pH 4.5 dan cekok akuades 1 mL.
(normal)
i = 2 : induksi STZ dan cekok akuades 1 mL (negatif)
i = 3 : induksi STZ dan cekok glibenklamid (positif)
i = 4 : induksi STZ dan cekok ekstrak air kulit batang 200 mg/kg BB (2ka)
i = 5 : induksi STZ dan cekok ekstrak air kulit batang 400 mg/kg BB (4ka)
i = 6 : induksi STZ dan cekok ekstrak etanol kulit batang 200 mg/kg BB (2ke)
i = 7 : induksi STZ dan cekok ekstrak etanol kulit batang 400 mg/kg BB. 4ke)
i = 8 : induksi STZ dan cekok ekstrak air daun 200 mg/kg BB (2da)
i = 9 : induksi STZ dan cekok ekstrak air daun 400 mg/kg BB (4da)
i = 10 : induksi STZ dan cekok ekstrak etanol daun 200 mg/kg BB (2de)
i = 11 : induksi STZ dan cekok ekstrak etanol daun 400 mg/kg BB (4de)
7

HASIL

Ekstrak Daun dan Kulit Batang Surian

Ekstraksi dilakukan dengan dua metode untuk dua simplisia yakni metode
refluks dan maserasi. Keduanya dilakukan untuk simplisa daun dan kulit batang
surian. Data persentase rendemen menunjukkan bahwa rendemen ekstrak
simplisia daun lebih banyak dibandingkan dengan simplisia kulit batang (Gambar
2). Analisis fitokimia yang dilakukan menunjukkan bahwa seluruh ekstrak
mengandung flavonoid, tanin, fenol hidrokuinon, saponin, dan glikosida.

40 29,56
Persen rendemen

30 23,2
20 9,72
4,45
(%)

10
0
daun-air daun-etanol kulit batang-air kulit batang-
70% etanol 70%
Ekstrak

Gambar 2 Persentase rendemen ekstrak daun dan kulit batang surian

Tabel 1 Hasil ekstraksi dan fitokimia ekstrak simplisia


Kulit Batang
Daun Surian
Surian Sampel
Uji Fitokimia
Etanol Etanol Pembanding
Air Air
70% 70%
Alkaloid Wagner - - - - Daun tapak dara
Alkaloid Meyer - - - - Daun tapak dara
Alkaloid Dragendorf - - - - Daun tapak dara
Flavonoid + + + + Meniran
Tanin +++ +++ ++ ++ Teh
Fenol Hidrokuinon ++ + +++ +++ Kayu Manis
Steroid - - - - Daun Katup
Triterpenoid - - - - Kunyit
Saponin + ++++ ++ ++++ Kumis Kucing
Keterangan : ( +) : mengandung senyawa; ( - ) : tidak mengandung senyawa

Bobot Badan Hewan Coba

Bobot badan tikus kelompok ekstrak kulit ditunjukkan pada Gambar 3 dan
kelompok ekstrak daun pada Gambar 4. Kedua grafik tersebut meliputi satu
minggu adaptasi dan dua minggu perlakuan hingga terminasi. Terdapat
perbedaan antara kelompok tikus yang tidak diinduksi streptozotosin dan
kelompok tikus lain. Grafik pertumbuhan kelompok tikus normal menunjukkan
bobot badan yang terus meningkat sedangkan pada kelompok yang diinduksi
streptozotosin, baik kelompok tikus positif dan negatif maupun kedua kelompok
tikus dengan perlakuan ekstrak mengalami penurunan bobot badan. Penurunan
bobot badan teramati setelah minggu kesatu (dilakukannya induksi).
8

270 normal

positif
Bobot badan tikus (gram)
250
negatif
230
kulit-air
210 200mg/kg BB
kulit-air
190 400mg/kg BB
kulit-etanol
170 200mg/kg BB
kulit-etanol
400mg/kg BB
150
1 21 23 34
Waktu (minggu ke)

Gambar 3 Bobot badan kelompok ekstrak kulit dan kelompok pembanding dari
adaptasi hingga terminasi, minggu ke-1: penginduksian streptozotosin.

270 normal

positif
Bobot badan tikus (gram)

250
negatif
230
daun-air
210 200mg/kg BB
daun-air
190 400mg/kg BB
daun-etanol
170 200mg/kg BB
daun-etanol
400mg/kg BB
150
1 21 23 43
Waktu (minggu ke)

Gambar 4 Bobot badan kelompok ekstrak daun dan kelompok pembanding dari
adaptasi hingga terminasi, minggu ke-1 : penginduksian streptozotosin.

Aktivitas Enzim Aminotransferase Serum Darah

Aktivitas enzim aminotransferase pada masing-masing kelompok diukur


pada hari kedua dan hari keenambelas setelah induksi streptozotosin dilakukan.
Induksi streptozotosin berhasil menyebabkan diabetes pada hewan coba dengan
meningkatkan kadar glukosa darah masing-masing kelompok perlakuan dengan
rerata kadar glukosa darah sebesar 251.55 mg/dL ± 53.66 yang menunjukan tikus
dalam kondisi diabetes sedangkan glukosa darah tikus kelompok normal pada 82
mg/dL. Pengaruh induksi STZ tersebut dan dampak diabetes itu sendiri pada
aktivitas enzim aminotransferase dan pada organ hati diamati sebagai fokus pada
penelitian ini.
Aktivitas AST normal tikus berada dalam 77–157 IU/l dan aktivitas ALT
normal tikus berada dalam kisaran 26–53 IU/l (Suckow et al. 2006). Dari
kesebelas kelompok dalam penelitian, teramati terdapat kenaikan dan penuruan
aktivitas AST dan ALT serum. Terdapat tujuh kelompok mengalami kenaikan
9

aktivitas AST dan ALT dari sebelas kelompok perlakuan, empat kelompok
mengalami penurunan aktivitas AST dan ALT. Kesebelas kelompok tersebut
dibagi ke dalam tiga kelompok yakni kelompok pembanding (normal, positif, dan
negatif); kelompok ekstrak kulit batang surian (2ka, 4ka, 2ke, dan 4ke); dan
kelompok ekstrak daun surian (2da, 4da, 2de, dan 4de).
Penurunan aktivitas AST dan ALT pada kelompok pembanding dapat
dilihat pada kelompok tikus normal dan positif (glibenklamid) yakni AST
mencapai 174.07 IU/l, ALT mencapai 78.03 IU/l untuk kelompok normal dan
AST mencapai 291.55 IU/l, ALT mencapai 147.78 IU/l. Pada kelompok ekstrak
kulit batang kelompok tikus 4ke (ekstrak kulit-etanol 400 mg/kgBB) penurunan
AST mencapai 228.17 IU/l dan ALT 110.17 IU/l (Gambar 5 dan 6). Kelompok
kelompok ekstrak daun terdapat pada kelompok tikus 2da (ekstrak daun-air 200
mg/kgBB) mengalami penurunan AST mencapai 180.95 IU/l dan ALT 102.78
IU/l (Gambar 7 dan 8). Kelompok lainnya mengalami kenaikan aktivitas AST dan
ALT dengan kenaikan tertinggi pada kelompok negatif dengan enzim AST
mencapai 528.76 IU/l dan ALT 258.80 IU/l.

600 b
ab
Aktivitas AST (IU/L)

500 ab ab
400 ab
ab ab ab ab ab
300 ab ab
a a
200
100
0
normal positif negatif 2ka 4ka 2ke 4ke
Kelompok tikus

Gambar 5 Aktivitas AST hari kedua (□) dan hari keenambelas (■) pada tikus
perlakuan ekstrak kulit batang yang sebelumnya diinduksi
streptozotosin, 2 : 200mg/kg BB, 4 : 400mg/kg BB, k : kulit batang,
a : pelarut air, e : pelarut etanol.

300 b
Aktivitas ALT (IU/L)

250 ab
ab ab
200 ab ab ab
ab
150 ab ab ab ab
a a
100
50
0
normal positif negatif 2ka 4ka 2ke 4ke
Kelompok tikus

Gambar 6 Aktivitas ALT hari kedua (□) dan hari keenambelas (■) pada tikus
perlakuan ekstrak kulit batang yang sebelumnya diinduksi
streptozotosin, 2 : 200mg/kg BB, 4 : 400mg/kg BB, k : kulit batang,
a : pelarut air, e : pelarut etanol.
10

Selain aktivitas kedua aminotransferase awal dan akhir, persentase kenaikan


dan penurunan juga diamati (Gambar 9). Dari kenaikan dan penurunan yang ada,
didapat rerata penurunan AST sebesar 30.64% dan ALT sebesar 33.42% dari
empat kelompok yang mengalami penurunan sedangkan tujuh kelompok yang
mengalami kenaikan memperoleh rerata kenaikan AST sebesar 30.78% dan ALT
sebesar 34.93%.
Penurunan aktivitas AST terbaik terdapat pada kelompok 2da dengan
persentase penurunan sebesar 40.58% dan penurunan aktivitas ALT terbaik
terdapat pada kelompok normal dengan persentase penurunan sebesar 47.69%.
Disisi lain, kenaikan aktivitas AST tertinggi terdapat pada kelompok 2ke dengan
persentase kenaikan mencapai 38.87% dan kenaikan aktivitas ALT tertinggi
terdapat pada kelompok negatif dengan persentase kenaikan mencapai 54.84%.
Dilihat dari pola kenaikan dan penurunan aminotransferase (AST dan ALT) yang
terjadi, rasio penurunan AST > ALT terjadi pada kelompok tikus positif dan
kelompok tikus 2da (Gambar 9).

600 b ab
ab
Aktivitas AST (IU/L)

500 ab ab
400 ab ab ab ab
ab
300 ab ab
a a
200
100
0
normal positif negatif 2da 4da 2de 4de
Kelompok tikus

Gambar 7 Aktivitas AST hari kedua (□) dan hari keenambelas (■) pada tikus
perlakuan ekstrak daun yang sebelumnya diinduksi streptozotosin, 2 :
200mg/kg BB, 4 : 400mg/kg BB, d : daun, a : pelarut air, e : pelarut
etanol.

300 b
ab
Aktivitas AST (IU/L)

250 ab ab
200 ab ab
ab ab ab
ab
150 ab ab
ab ab
100
50
0
normal positif negatif 2da 4da 2de 4de
Kelompok tikus

Gambar 8 Aktivitas ALT hari kedua (□) dan hari keenambelas (■) pada tikus
perlakuan ekstrak daun yang sebelumnya diinduksi streptozotosin, 2 :
200mg/kg BB, 4 : 400mg/kg BB, d : daun, a : pelarut air, e : pelarut
etanol.
11

60 54,84
46,91 42,50
40 36,47 37,68 38,87 38,16
29,41
26,24 22,87 28,70
21,94 23,47
20 11,91
Persen
Kenaikan
Nml Pos 2da 4ke
(%) 0 Neg 2ka 4ka 4da 2ke 2de 4de

20
Persen 18,99
Penuruanan 29,38 29,26 28,20 28,53
(%) 40 33,60
40,58
47,69
60
Gambar 9 Persentase turun dan naiknya aktivitas AST (■) dan ALT (□) dari hari
kedua hingga hari keenambelas setelah induksi streptozotosin; Nml:
kontrol normal, Pos: kontrol positif/glibenklamid, Neg: kontrol negatif,
2ka: ekstrak air kulit batang 200 mg/kg BB, 4ka: ekstrak air kulit
batang 400 mg/kg BB, 2ke: ekstrak etanol kulit batang 200 mg/kg BB,
4ke: ekstrak etanol kulit batang 400 mg/kg BB, 2da: ekstrak air daun
200 mg/kg BB, 4da: ekstrak air daun 400 mg/kg BB, 2de: ekstrak
etanol daun 200 mg/kg BB, 4de: ekstrak etanol daun 400 mg/kg BB
(4de)

Pola penurunan sebaliknya yakni ALT > AST dialami kelompok tikus normal
dengan buffer sitrat dan kelompok tikus 4ke. Sedang rasio kenaikan AST > ALT
dialami kelompok tikus negatif, 2ka, 2de dan 2de. Kenaikan sebaliknya yakni
ALT > AST dialami kelompok 4da dan 4de.

Histopatologi Organ Hati

Pengujian histopatologi dilakukan sebagai penguatan data kualitatif.


Pengujian ini dilakukan dengan metode pewarnaan hematoksilin-eosin.
Hematoksilin yang merupakan pewarna biru akan mewarnai komponen
sitoplasma yang bersifat basa, kalsium, dan inti sel sedangkan eosin yang
merupakan pewarna merah akan mewarnai sitoplasma dan penghubung antar sel.
Tiga jaringan hati yang dijadikan penanda adalah traktus portalis, vena sentralis,
dan sel epitel hati. Perbesaran yang digunakan pada tiap pengamatan adalah 100x
dimana perbesaran tersebut sudah dapat mengamati wilayah bidang pengamatan
tiga jaringan hati dan sudah dapat teramati kondisi sel-sel penyusunnya. Hasil
yang didapat dari data diagnostik dapat dilihat pada Gambar 10 dan 11. Sebelas
kelompok tikus yang ada memiliki hasil pembacaan yang dinyatakan tidak
memiliki kelainan spesifik. Perbedaan yang dapat diamati hanyalah pada
keseragaman ukuran dan sel hepatosit. Perlakuan masing-masing ekstrak dengan
dosis 400 mg/kg bb menunjukkan komposisi sel hepatosit yang lebih renggang
dibandingkan dengan kelompok dosis 200 mg/kg bb untuk semua ekstrak.
Konsistensi terhadap aminotransferase darah hanya terdapat pada kelompok tikus
normal, positif dan negatif dengan semakin rendahya aminotransferase, hasil
histopatologi komposisi sel hepatosit semakin rapat dan seragam.
12

(normal)

(positif) (negatif)

(ekstrak kulit-air 200 mg/kgBB) (ekstrak kulit-air 400 mg/kgBB)

(ekstrak kulit-etanol 200 mg/kgBB) (ekstrak kulit-etanol 400 mg/kgBB)


Gambar 10 Histopatologi organ hati kelompok kulit batang (hematoksilin-eosin
perbesaran 100x), 1. Traktus portalis, 2. Vena sentralis, dan 3. Sel
epitel hati.
13

(normal)

(positif) (negatif)

(ekstrak daun-air 200 mg/kgBB) (ekstrak daun-air 400 mg/kgBB)

(ekstrak daun-etanol 200 mg/kgBB) (ekstrak daun-etanol 400 mg/kgBB)


Gambar 11 Histopatologi organ hati kelompok daun (hematoksilin-eosin
perbesaran 100x), 1. Traktus portalis, 2. Vena sentralis, dan 3. Sel
epitel hati.
14

PEMBAHASAN

Ekstrak Daun dan Kulit Batang Surian

Pengambilan senyawa aktif yang terdapat di dalam simplisa dilakukan


melalui proses ekstraksi. Bahan yang digunakan yakni simplisia daun dan kulit
batang surian yang sudah melalui proses penggilingan dan penyaringan. Kedua
bahan tersebut masing-masing dilarutkan dengan pelarut akuades dan etanol 70%.
Pelarut air digunakan agar diperoleh senyawa yang tergolong polar sedangkan
etanol 70% digunakan agar diperoleh senyawa dengan kepolaran yang lebih
rendah (Mandal et al. 2015).
Rendemen ekstraksi pada Tabel 1 menunjukkan bahwa dengan kedua
pelarut yang digunakan, simplisia daun surian memiliki jumlah rendemen lebih
banyak dibandingkan dengan simplisia kulit batang. Hal ini menunjukkan bahwa
kandungan senyawa aktif yang tergolong polar dan semi polar dalam simplisia
daun lebih banyak dibandingkan simplisia kulit batang. Jumlah tersebut tentunya
terkait dengan kandungan metabolit sekunder pada organ daun dan batang. lapisan
luar batang dengan sebagian besar komponennya adalah polisakarida, lignin, dan
polifenol sedangkan bahan ekstraktif yang di dalamnya terkandung tanin, terpen,
dan flavonoid hanya mencapai 11.4% (Rowell 2013). Kandungan tersebut juga
mempengaruhi hasil rendemen yang didapat oleh kedua pelarut (Gambar 2). Pada
simplisia daun surian, 6.35% diperoleh rendemen ekstraksi lebih banyak dengan
pelarut air yang dapat disebabkan oleh dominasi senyawa polar pada bagian daun.
Sedangkan pada kulit batang, rendemen dapat diperoleh lebih banyak 5.27%.
Hasil tersebut tentunya memerlukan dukungan kualitatif mengenai kandungan
senyawa fitokimia yang terkandung.
Analisis kualitatif fitokimia dilakukan dengan menguji kandungan alkaloid,
flavonoid, tanin, fenol hidrokuinon, steroid, triterpenoid, dan saponin. Pada
sampel daun surian yang sama dengan kadar air 9.28% baik pelarut air maupun
etanol 70% diketahui mengandung golongan senyawa flavonoid, triterpenoid,
saponin, dan tanin bahkan pada fraksi n-heksana, dietil eter, dan etil asetat
(Manurung 2016). Kandungan serupa juga terdapat dalam sampel ekstrak kulit
batang surian dengan kadar air 8.15%, perbedaan hanya pada ekstrak airnya yang
tidak mengandung triterpen (Wirastuti 2016). Pengujian secara in vitro pada
ekstrak kulit kayu ini juga sebelumnya pernah dilakukan oleh Ichsan (2011),
diperoleh ekstrak air dan etanol kulit batang surian memiliki kandungan
flavonoid, fenolik hidrokuinon, dan saponin. Identifikasi dan isolasi senyawa
metabolit sekunder tanaman surian lainnya telah dilakukan dengan senyawa
teridentifikasi asam galat, kaempferol, kuersitin, kuersitrin, rutin, kaempferol-
glukosida, katekin, epikatekin, asam stearat, asam palmitat, β-sitosterol,
stigmasterol, β-sitosteril-glukosida, dan stigmasteril-glukosida (Ming et al. 2006).

Aktivitas Enzim Aminotransferase Serum Darah

Streptozotosin digunakan sebagai induksan disebabkan spesifitas yang


lebih baik dibandingkan induksan diabetes lain seperti aloksan. Mekanisme
perusakan dengan streptozotosin adalah melalui karbamoilasi dan alkilasi
15

komponen seluler, melepaskan gugus nitrit oksida (NO), pembentukan radikal


bebas dan stres oksidatif, serta inhibisi O-GlcNAcase (Goud et al. 2015).
Senyawa ini tidak secara langsung masuk ke dalam sel. Adanya molekul glukosa
pada STZ membuatnya dapat memasuki sel beta melalui molekul transport
GLUT2 yang berafinitas rendah di membran plasma. Molekul transport ini tidak
umum terdapat di semua sel tubuh sehingga STZ dapat bekerja selektif dan lebih
spesifik (Gambar 12). Berdasarkan gambar tersebut mekanisme perusakan sel
dapat terjadi melalui alkilasi DNA, kerusakan mitokondria oleh radikal NO, dan
akumulasi glikosilasi protein yang bersifat ireversibel.
Sebelum memutuskan dosis induksi, terlebih dahulu dilakukan uji
pendahuluan dengan hasil dosis yang dipilih pada 40 mg/kg BB (Lampiran 3).
Dosis dipilih karena dianggap cukup untuk menyebabkan kondisi diabetes pada
tikus dengan rerata kadar glukosa darah 324 mg/dL. Dosis tersebut merupakan
dosis yang paling rendah diantara dua dosis dalam pengujian (40 mg/kg BB dan
45 mg/kg BB). Menurut Szkudelski (2001), dosis induksi streptozotosin pada
tikus dewasa berkisar antara 40−60 mg/kg bb. Artinya dosis yang dipilih termasuk
dosis STZ paling rendah dalam prosedur penelitian laboratorium.
Setelah induksi streptozotosin, gejala dari kondisi diabetes pada tikus
ditandai oleh poliuria (meningkatnya ekskresi urin), polidipsia (meningkatnya rasa
haus), dan polifagia (meningkatnya rasa lapar) yang diikuti dengan penurunan
bobot badan (Akbarzadeh et al. 2007). Penurunan yang terjadi dapat dipengaruhi
oleh adanya mekanisme katabolisme simpanan adiposa tubuh karena tidak dapat
dilakukannya katabolisis glikogen. Selain dipengaruhi oleh kondisi tikus yang
mengalami diabetes, penurunan bobot badan juga diperparah dengan kondisi hati
yang mengalami gangguan akibat stres oksidatif sementara spesies oksigen reaktif
(ROS) dan spesies nitrogen reaktif (RNS) yang terbentuk dapat menurunkan
kapasitas antioksidan seluler dan merusak metabolit primer seperti lipid dan
protein yang akan berdampak pada berbagai aktivitas metabolisme (Rahman
2014). Kondisi yang sama juga dialami pada tikus Wistar dengan induksi STZ 60
mg/kg BB dengan penurunan bobot badan mencapai angka dibawah 150 gram di
hari ke 50−80 (Akbarzadeh et al. 2007). Kerusakan organ lain dapat ditimbulkan
dengan dosis yang lebih tinggi, terlebih organ tersebut memiliki reseptor GLUT2
seperti pada organ hati dan ginjal (Goud et al. 2015). Sampai pada akhir
pengujian (terminasi) rerata bobot tikus masih diatas 150 gram (Gambar 3 dan 4).
Aktivitas enzim aminotransferase (AST dan ALT) pada masing-masing
kelompok diukur pada hari kedua dan hari keenambelas setelah induksi
streptozotosin dilakukan. Data yang diperoleh dibedakan menjadi satu kelompok
pembanding dan dua kelompok simplisia, yakni kelompok ekstrak daun dan
kelompok ekstrak kulit batang surian. Penurunan dan kenaikan aktivitas
aminotransferase pada seluruh kelompok diamati sebagai pengamatan terjadinya
perbaikan dan gangguan pada organ hati dengan adanya induksi streptozotosin
dan dampak komplikasi ROS dari diabetes itu sendiri. Kedua enzim
aminotrasferase tersebut secara metabolik terlibat dalam proses transaminasi.
Proses tersebut merupakan proses utama untuk mengeluarkan nitrogen dari asam
amino. Nitrogen dipindahkan dari asam amino asal menjadi gugus amina α-
ketoglutarat sehingga terbentuk glutamat, sementara asam amino semula berubah
menjadi asam α-ketopadanannya. Semua asam amino selain lisin dan treonin
dapat mengalami reaksi transaminasi (Marks et al. 2000).
16

Gambar 12 Mekanisme STZ merusak sel β-pankreas (Goud et al. 2015); +NO:
nitrit oksida, OH-: ion hidroksida, O2+: superoksida, X: xantin, XO:
xantin oksidase, SOD: superoksida dismutase, R1P: Ribosa-1-
fosfatase, IMP: inositol monofosfat, ONOO-: peroksinitrit, PARP:
poli ADP-riosa polimerase

Gambar 13 Reaksi aminotransferase AST dan ALT (Sciff et al. 2007)


Proses transaminasi dilibatkan dalam metabolisme asam amino khususnya
pada asam amino nonesensial yang dapat berasal dari makanan atau dibentuk dari
zat-zat antara metabolik dengan menggunakan nitrogen amino dari asam amino
lain (Gambar 13). Kerangka karbon yang tersisa setelah transaminasi dapat
dioksidasi menjadi CO2 dalam siklus asam sitrat, digunakan untuk membentuk
glukosa (glukoneogenesis), atau untuk membentuk badan keton dari bentuk asetil-
koA yang juga dapat dioksidasi atau digunakan dalam pembentukan asam lemak.
Proses ini pun menjadi jembatan penghubung metabolisme asam amino dengan
jalur metabolik lain seperti karbohidrat, asam lemak, dan pembuangan urea.
Adapun peningkatan aktivitas enzim aminotransferase dalam serum merupakan
indikasi terjadinya gangguan pada hati (Muray et al. 2012).
Data kelompok pembanding (normal, positif, dan negatif) menunjukkan
bahwa aktivitas AST dan ALT tertinggi pada hari kedua setelah induksi STZ
terdapat pada kelompok tikus positif dengan aktivitas AST 439.08 IU/l dan ALT
208.90 IU/l, artinya dampak awal terbesar dialami oleh kelompok tersebut
17

sedangkan pada kelompok normal dan negatif berada pada aktivitas yang lebih
rendah yakni AST 246.50 IU/l, ALT 149.17 IU/l untuk kelompk normal dan AST
335.90 IU/l, ALT 116.88 IU/l untuk kelompok negatif. Keseluruhan aktivitas
yang didapat pada kelompok pembanding di hari kedua melebihi aktivitas normal
AST dan ALT pada tikus putih yakni dalam kisaran 77–157 IU/l untuk AST dan
26–53 IU/l untuk aktivitas normal ALT (Suckow et al. 2006). Hal tersebut terjadi
pada tikus yang diinduksi STZ, namun tidak umum terjadi pada tikus normal.
Dampak induksi STZ tertinggi dalam kelompok pembanding terdapat
pada kelompok tikus positif namun kelompok tersebut mengalami penurunan
pada aktivitas AST dan ALT hari keenambelas mencapai aktivitas AST 291.55
IU/l dan ALT 147.78 IU/l. Penurunan juga terjadi pada kelompok tikus normal
mencapai aktivitas AST 174.07 IU/l dan ALT 78.03 IU/l. Kedua penurunan
tersebut menandakan adanya mekanisme perbaikan. Sedangkan pada kelompok
tikus negatif mengalami kenaikan aktivitas aminotransferase pada hari
keenambelas dan merupakan aktivitas aminotransferase tertinggi dibandingkan
seluruh kelompok tikus dalam penelitian dengan aktivitas AST mencapai 528.76
IU/l sedangkan ALT mencapai 258.80 IU/l. Tikus yang diinduksi streptozotosin
dapat terjadi perusakan melalui karbamoilasi dan alkilasi komponen seluler,
pelepasan gugus nitrit oksida (NO), pembentukan radikal bebas dan stres oksidatif,
serta inhibisi O-GlcNAcase. Perusakan tersebut menyebabkan masuknya enzim
aminotransferase sel hati ke pembuluh darah (Goud et al. 2015). Hal inilah yang
dapat menyebabkan tingginya aktivitas aminotransferase pada tikus diinduksi STZ.
Selain dampak dari pemberian STZ dampak dari diabetes itu sendiri juga dapat
meningkatkan aminotransferase serum darah yang menandakan adanya
komplikasi stres oksidatif yang juga ditandai oleh adanya peningkatan AST dan
ALT pada manusia yang terkena diabetes dibandingkan dengan manusia normal
(Soraya et al. 2015). Lain halnya dengan aktivitas AST dan ALT yang tinggi pada
kelompok tikus normal dalam penelitian ini. Hal ini dapat disebabkan pengaruh
induksi buffer sitrat karena memang kelompok tikus normal dalam penelitian ini
diinduksi buffer sitrat yang merupakan pelarut STZ dengan pH 4.5. Menurut
Ferguson et al. (1980), buffer memiliki efek samping dalam penggunaannya
terhadap metabolisme dalam penelitian terkait makhluk hidup. Napaporn et al.
(2000) menyatakan bahwa buffer sitrat mengandung tiga asam karboksilat yang
toksik terhadap otot (memiliki sifat myotoksisitas) dengan toksisitas lebih tinggi
dibandingkan dengan buffer asetat sedangkan peningkatan AST dan ALT dapat
terjadi dengan adanya gangguan organ, terlebih pada otot (Zimmerman 1999).
Aktivitas aminotransferase kelompok ekstrak kulit terjadi penurunan
aktivitas aminotransferase pada kelompok tikus 4ke (ekstrak kulit batang-etanol
dosis 400 mg/kg BB) mencapai AST 228.17 IU/L dan ALT 110.17 IU/L
sedangkan pada kelompok dosis yang lebih rendah yakni ekstrak kulit batang-
etanol dosis 200 mg/kg BB (2ke) mengalami kenaikan hingga AST 281.57 IU/L
dan ALT 168.57 IU/L. Hal ini menunjukkan bahwa dosis ekstrak kulit batang-
etanol yang lebih tinggi diantara dua dosis tersebut memberikan khasiat
menurunkan aktivitas amintotransferase serum darah. Kandungan senyawa aktif
pada kulit batang surian secara efektif teramati pada dosis tinggi. Kelompok
pelarut lain yakni ekstrak kulit batang dengan pelarut air, kedua kelompok dosis
yang ada tidak menunjukkan penurunan tetapi kenaikan. Meski demikian, adanya
khasiat ekstrak masih dapat kita lihat diantara dua dosis yang diberikan. Hal ini
18

tercermin dari kenaikan aktivitas aminotransferase yang berbeda dari kedua


kelompok tikus ekstrak kulit batang-air. Respon aktivitas AST dan ALT awal
keduanya hampir setara namun memiliki respon kenaikan yang berbeda (Gambar
5 dan 6). Kelompok 4ka kenaikan AST dan ALT lebih rendah dibandingkan
dengan kelompok tikus 2ka, artinya ada khasiat penghambatan terhadap
peningkatan aktivitas aminotransferase pada dosis yang lebih tinggi. Ekstrak
etanol menunjukkan khasiat penurunan AST dan ALT yang lebih baik
dibandingkan dengan ekstrak air. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
Ichsan (2011), dimana ekstrak kulit kayu tanaman surian memiliki aktivitas
antioksidasi in vitro dengan kemampuan antioksidasi tinggi pada ekstrak etanol
70% dibandingakan ekstrak air. Ekstrak kulit batang surian dalam peniltian kali
ini yang memiliki kandungan flavonoid, tanin, fenol hidrokuinon, saponin.
Aktivitas kenaikan dan penurunan enzim transaminasi menurut Zimmerman
(1999) terkait dengan khasiat antioksidasi dapat menurunkan aminotransferase
dengan mencegah terjadinya oksidasi dari peroksida, salah satunya
lipoperoksidasi pada hati. Flavonoid dan senyawa fenolik merupakan antioksidan
konsumsi dari makanan (Halliwel et al. 2015). Secara in vitro dibandingkan
dengan vitamin C yang digunakan dalam penelitian Ichsan 2011, ekstrak etanol
70% memiliki kemampuan 1/4 khasiat vitamin C sedangkan ekstrak air 1/6
khasiat vitamin C. Kemampuan yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan
vitamin C ini berbanding lurus dengan kemampuan menurunkan aminotransferase
serum darah.
Aktivitas aminotransferase kelompok ekstrak daun terjadi penurunan
aktivitas pada kelompok tikus 2da (ekstrak daun-air dosis 200 mg/kg BB)
mencapai AST 180.95 dan ALT 102.78 IU/L sedangkan pada kelompok dosis
yang lebih rendah yakni ekstrak daun-air dosis 400 mg/kg BB (2ke) mengalami
kenaikan AST hingga 452.98 dan ALT 208.78 IU/L. Hal ini menunjukkan bahwa
dosis ekstrak daun-air pada dosis yang lebih rendah memberikan khasiat
menurunkan aktivitas aminotransferase serum darah. Hal yang berbeda dialami
kelompok tikus ekstrak daun-etanol. Kedua dosis yang digunakan tidak
menunjukkan respon penurunan aktivitas aminotransferase tetapi kenaikan.
Keduanya mengalami kenaikan aktivitas aminotransferase namun khasiat
penghambatan masih dapat teramati. Hal ini tercermin pada aktivitas AST dan
ALT kelompok 2de yang mengalami kenaikan dengan tingkat yang lebih rendah
dibandingkan kelompok 4de (Gambar 7 dan 8). Artinya terdapat khasiat
penghambatan kenaikan aminotransferase yang juga ada pada dosis yang lebih
rendah. Kenaikan dan penurunan yang terjadi dapat ditampilkan persentase
kenaikan dan penurunannya.
Dibandingkan dengan kelompok pembanding, kelompok ekstrak kulit
batang yang mengalami penurunan (kelompok tikus 4ke) pada Gambar 9
memiliki persentase penurunan AST yang lebih rendah dibandingkan dengan
kelompok tikus normal dan positif yakni 18.99% namun memiliki penurunan
ALT hampir sebanding dengan kelompok tikus kontrol positif dengan selisih
0.73%. Hal berbeda ditunjukkan pada kelompok ekstrak daun (kelompok tikus
2da) dimana penurunan aktivitas AST lebih tinggi dibandingkan dengan
kelompok tikus normal dan positif dengan nilai penurunan hingga 40.58% dengan
penurunan ALT yang mendekati kelompok tikus positif dengan selisih 1.06%.
Penurunan aktivitas enzim aminotransferase serum darah yang terjadi pada tikus
19

kelompok normal dengan induksi buffer sitrat terkait dengan kemampuan


regenerasi atau aktivasi enzim detoksifikasi. Enzim tersebut diantaranya adalah
sitokrom P450, epoksida hidrolase, dan glukoronil transferase (Liska 1998).
Mekanisme yang sama dialami kelompok lain namun dengan adanya gangguan
STZ dan diabetes yang ditimbulkan tentunya menambah beban tubuh untuk
melakukan mekanisme penyembuhan. Penurunan dampak oksidasi dari oksigen
reaktif pada kelompok tikus positif didukung dengan kinerja glibenklamid yang
menurunkan aktivitas glukosa darah dengan meningkatkan sekresi insulin dari sel
β pankreas melalui penutupan saluran K+ (Patrick 2005). Penurunan kondisi
diabetes tersebut tentunya juga mengurangi dampak glikasi dan komplikasi stres
oksidatif. Selain itu, menurut Elmali et al (2004) glibenklamid juga diketahui
berdampak langsung pada peningkatan enzim endogen antioksidan hati seperti
katalase (CAT) dan superoksida dismutase (SOD).
Mekanisme penurunan aktivitas aminotransferase pada kelompok ekstrak
terkait mekanisme antiokidasi dari antioksidan tanaman surian yang secara in
vitro telah dilakukan pengujian oleh Ready (2016) dan Ichsan (2011). Nilai IC50
ekstrak etanol 70% daun surian lebih tinggi dibandingkan ekstrak air yang sebesar
142.28 ppm pada DPPH dan 60.15 ppm pada daya reduksi (Ready 2016).
Aktivitas antioksidan ekstrak kulit kayu surian dengan etanol 70% dan air
ditunjukkan dengan nilai IC50 secara berturut-turut 11.86 dan 17.78 ppm. Selain
itu, sifat antidiabetes dimiliki dengan IC50 enzim α-glukosidase sebesar 0.66 ppm
untuk ekstrak etanol 70% dan 3.32 ppm pada ekstrak air kulit batang tanaman
surian, sedangkan nilai IC50 akarbose sebagai pembanding adalah sebesar 0.08
ppm (Ichsan 2011). Monisa (2016) menyatakan bahwa aktivitas penghambatan α-
glukosidase yang paling tinggi pada ekstrak daun ditunjukkan oleh ekstrak tanin
daun etanol hasil fraksinasi dengan IC50 50.44 ppm.
Senyawa yang teridentifikasi dalam tanaman surian seperti asam galat,
kaempferol, kuersitin, kuersitrin, rutin, kaempferol-glukosida, katekin, epikatekin,
asam stearat, asam palmitat, β-sitosterol, stigmasterol, β-sitosteril-glukosida, dan
stigmasteril-glukosida mencegah kerusakan lipid oksidatif dengan mengganggu
terbentuknya patikel oksidatif seperti menangkal radikal bebas, menarik rantai
reaksi, dan mengkelat kation divalen yang diketahui sebagai inisiator kondisi stres
oksidatif (Ming et al. 2006 ; Rahman 2014; Yanga et al. 2011). Adapun beberapa
mekanisme antioksidan senyawa flavoniod diantaranya adalah penghilangan ROS
secara langsung, membantu aktivasi enzim antioksidasi endogen, mengkelat
logam, mereduksi radikal α-tokoferil, inhibisi proses oksidasi, meredam stres
oksidatif yang disebabkan nitrit, meningkatkan tingkat asam urat, dan pengubahan
sifat prooksidan dari molekul antioksidan rendah (Proházková et al. 2011).
Semakin tingginya dosis pada ekstrak kulit batang berkorelasi dengan khasiat
antioksidasinya, hal ini terkait dengan kapasitas antioksidan dan kandungan
senyawa di dalamnya. Namun khasiat pada dosis yang lebih tinggi menunjukkan
bahawa ekstrak kulit batang surian kandungan senyawa aktif terkait dengan
khasiat antioksidasi tidak begitu banyak berperan sehingga memerlukan kuantitas
lebih. Lain pada ekstrak daun surian, dimana dosis lebih rendah menunjukkan
khasiat yang lebih baik. Hal ini dapat disebabkan oleh peran senyawa aktif yang
lebih banyak. Namun, pada dosis yang lebih tinggi khasiat tersebut berkurang atau
bahkan dapat meningkatkan dampak oksidasi karena terdapat fakta beberapa
senyawa aktif fenolik yang bersifat antioksidan dapat memiliki sifat prooksidan.
20

Sifat tersebut dipengaruhi oleh konsentrasi, molekul target, dan sumber radikal
bebas (Rahman 2014).

Histopatologi Organ Hati

Hati merupakan organ terbesar di dalam tubuh. Secara histologik, hati


terdiri dari lobulus-lobulus. Lobulus adalah unit fungsional dari hati yang
berbentuk silindris. Organ hati memiliki sel hepatosit, sel endotel, dan sel
makrofag yang disebut sebagai sel kuffer, juga terdapat sel penimbun lemak yakni
sel ito. Sel hepatosit berderet secara radier dalam lobulus hati dan membentuk
lapisan sebesar 1−2 sel yang bersusun seperti susunan bata. Lempeng sel ini
mengarah dari tepian lobulus ke pusatnya dan berkumpul membentuk struktur
seperti labirin dan busa. Celah diantara lempeng-lempeng ini mengandung kapiler
yang disebut sinusoid hati (Hay 2012). Pengamatan organ hati tikus percobaan
dilakukan setelah nekropsi atau pada hari keenambelas setelah induksi
streptozotosin. Pengamatan organ hati ini dilakukan secara mikroskopis dengan
metode pewarnaan hematoksilin-eosin.
Diagnosis menunjukkan bahwa tidak adanya kelainan spesifik pada
sampel namun data AST dan ALT pada pengujian darah menunjukkan adanya
gangguan dengan dilakukannya penginduksian streptozotosin dan diabetes yang
ditimbulkan. Hal ini menunjukkan bahwa induksi streptozotosin dengan dosis
rendah pada penelitian ini dapat menyebabkan diabetes dan peningkatan aktivitas
AST dan ALT yang menandakan adanya gangguan hati. Namun gangguan
tersebut merupakan gangguan yang teramati pada tingkat metabolik dan tidak
teramati secara jelas pada tingkat jaringan. Gangguan pada tingkat sel dan
jaringan dapat teramati seperti contoh pada Gambar 14. Pengamatan preparat yang
diwarnai dengan teknik pewarnaan hematoksilin-eosin hanya berdasar pada pola
sel dan perbedaan komponen sel terbatas dimana warna biru mewarnai inti sel dan
warna merah mewarnai sitoplasma sel (Exbrayat 2001).
Secara umum, pengambilan gambar histopatologi menggunakan tiga titik
penanda pada preparat hati. Tiga penanda tersebut adalah traktus portalis, vena
sentralis, dan sel epitel hati disekitar keduanya. Ketiga jaringan tersebut saling
berhubungan erat sehingga kerusakan satu jenis jaringan dapat mengakibatkan
kerusakan jaringan lainnya (Hay 2012). Suriawinata & Thung (2011), menyatakan
bahwa adanya gangguan dapat teramati dengan adanya perbedaan ukuran sel
hepatosit. Perbedaan ukuran sel hepatosit menunjukkan adanya regenerasi sel
setelah adanya gangguan hati. Sel hepatosit dewasa berukuran lebih besar berada
di sekitar sentrolobular sedangkan sel hepatosit regeneratif memiliki ukuran kecil
berada di sekitar periportal Gambar 14-a. Gejala serupa dapat teramati pada hasil
histopatologi kelompok negatif namun dengan perbedaan ukuran yang relatif lebih
dekat. Lain halnya pada Gambar 14-a dimana perbedaan ukuran sel hepatosit
terlihat jelas.
Hubungan antara peningkatan aminotransferase dan hasil histopatologi
hanya terlihat pada kelompok tikus normal, positif dan negatif dimana semakin
rendah aktivitas aminotransferase berkorelasi dengan semakin mendekati
normalnya komposisi dan kerapatan sel hepatosit. Adapun apoptosis sel hepatosit
dapat dilihat seperti dalam Gambar 14-b yang tidak teramati dalam penelitian ini.
Gambar tersebut menunjukkan terdapat sel yang lebih merah dimana terjadinya
21

apoptosis ditandai dengan penyusutan sel, tidak terdapatnya inti, dan pemecahan
sel yang terlihat dari dominasi sitoplasma terwarnai merah lalu nantinya akan
difagositasi oleh sel kuffer di sekitarnya (Suriawinata & Thung 2011).
Hal tersebut tidak terdapat pada histopatologi seluruh kelompok penelitian
ini. Apoptosis memang salah satu penyebab enzim aminotransferase dapat
memasuki saluran pembuluh darah namun tidak semua peningkatan enzim
aminotransferase harus disebabkan oleh apoptosis. Penyebab lain adalah
berkurangnya integritas membran sel yang pada akhirnya mengakibatkan enzim
aminotransferase keluar dari dalam sel dan memasuki saluran pembuluh darah
(Sahota et al. 2013).

Gambar 14 Contoh perbedaan ukuran sel hepatosit pada gangguan hati (a) dan
adanya apoptosis sel hati (b) (Suriawinata & Thung 2011)

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan

Aktivitas enzim aminotransferase tikus diabetes dapat diturunkan dan


dihambat oleh ekstrak tanaman surian. Pemberian ekstrak etanol kulit batang
surian dosis 400 mg/kg BB dan ekstrak air daun surian dosis 200 mg/kg BB dapat
menurunkan aktivitas enzim aminotransferae yang tidak berbeda nyata dengan
hasil pada kelompok tikus normal dan kelompok tikus dengan pemberian
glibenklamid dosis 5 mg/kg BB (p > 0.05). Pemberian ekstrak dan dosis lainnya
hanya mampu menghambat peningkatan aktivitas aminotransferase. Kondisi
histopatologi tikus perlakuan seluruh ekstrak dengan dosis 400 mg/kg BB
mendekati kondisi kelompok negatif sedangkan seluruh ekstrak dengan dosis 200
mg/kg BB mendekati kelompok normal.

Saran

Perlunya dilakukan penelitian serupa dengan rentang dosis yang lebih tinggi
untuk ekstrak kuit batang surian dan rentang yang lebih rendah untuk ekstrak daun
agar dapat diketahui efektivitas dosis keduanya. Pengembangan penelitian dapat
dilakukan dengan topik hepatoprotektan.
22

DAFTAR PUSTAKA
Akbarzadeh A, Norouzian D, Mehrabi MR, Jamshidi Sh, Farhangi A, Verdi AA,
Mofidian S, Rad BL. 2007. Induction of diabetes by streptozotocin in rats.
Indian Journal of Clinical Biochemistry. 22 (2): 60−64.
Basu S dan Wiklund L. 2011. Studies on Experimental Models. New York (US):
Humana Pr.
[BPOM RI] Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2008.
Acuan Sediaan Herbal Volume Keempat Edisi Pertama. Jakarta (ID): BPOM
RI.
[Depkes] Departemen Kesehatan. 2014. Waspada diabetes eat well kive well:
situasi dan analisis diabete. Infodatin: 1-8.
Elmali E, Altan N, Bukan N. 2004. Effect of the sulphonylurea glibenclamide on
liver and kidney antioxidant enzymes in streptozocin-induced diabetic rats.
Drug R. 5 (4): 203−208.
Exbrayat JM. 2001. Enome Visualization by Classic Methods in Light
Microscopy. Boca Raton (US): CRC Pr.
Farlex and partner. 2009. Liver Lobule [Internet].[diunduh 2016 Des
8].Tersediapada: http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/liver+lobule
Ferguson WJ, Braunschweiger KI, Braunschweiger WR, Smith JR, McCormick
JJ, Wasmann CC, Jarvis NP, Bell DH, Good NE. 1980. Hydrogen ion buffers
for biological research. Anal. Biochem. 104 (2): 300–310.
Goud BJ, Dwarakanath V, Swamy BKC. 2015. Streptozotocin- a diabetogenic
agent in animal models. International Journal of Pharmacy and
Pharmaceutical Research. 3(1): 253−269.
Harrington S. 2006. Cederela sinensis now (Toona sinensis) (Chinese cedar).
http://sharrington.net/RedTreeTrail/RT39.htm (15 Maret 2016).
Haryadi D. 2012. Senyawa fitokimia ekstrak daun surian (Toona sinensis)
terhadap sel vero dan MCF-7 [skripsi]. Bogor (ID): Institut Petanian Bogor.
Hay DC. 2012. Regenerative Medicine Stem Cells and Liver. Boca Raton (US):
CRC Pr.
Ichsan SA. 2011. Aktivitas ekstrak kulit kayu suren (Toona sinensis merr.)
Sebagai antioksidan dan antidiabetes secara in vitro [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Petanian Bogor.
International Federation of Clinical Chemistry and Laboratory Medicine (IFCC).
2002. IFCC Primary Reference Procedures for the Measurement of Catalytic
Activity Concentrations of Enzymes at 37°C. Clinical Chemical
LaboratoryMedicine. 40(7): 718−733.
Krinke GJ. 2000. The Handbook of Experimental Animals: The Laboratory Rat.
London (UK): Academic Pr.
Liska DJ. 1998. The detoxification enzyme systems. Alternative Medicine Review.
3(3):187−198.
23

Mandal SC, Mandal V, Das AK. 2015. Essentials of Botanical Extraction:


Principles and Applications. San Diego (US): Elsevier.
Manurung LV. 2016. Kinetika inhibisi α-glukosidase oleh ekstrak daun surian
(Toona sinensis roem.) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Petanian Bogor.
Marks DB, Marks AD, Smith CM. 2000. Biokimia Kedokteran Dasar : Sebuah
Pendekatan Klinis. Barhm U : penerjemah. Jakarta (ID) EGC. Terjemahan
dari : Basic Medical Biochemistry : A Clinical Approach.
[MKRI] Menteri Kesehatan Republik Indonsia. 2013. Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 88 Tahun 2013 Tentang Rencana Induk
Pengembangan Bahan Baku Obat Tradisional. Jakarta (ID): MKRI
Ming MH, Chung YC, Shu LH, Sung FH, Park HBL, Chng TL, Tian JH. 2006.
Separation of phenols from leaves of Toona sinensis (Meliaceae) by capillary
electrophoresis. 53(5): 1203-1208. DOI: 10.1002/jccs.200600160
Muntiha M. 2001. Teknik pembuatan preparat histopatologi dari jaringan hewan
dengan pewarnaan hematoksilin dan eosin (H&E). Temu Teknis Fungsional
Non Peneliti. 156−163.
Ong YY, Woo KT, Han SN, Patrick T, Tang OT. 2005. A Clinical Approach to
Medicine. Beijing (CN): World Scientific Publising Co.
Patrick D. 2005. At a Glance Medicine. Rahmalia A, penerjemah. Jakarta (ID):
Erlangga. Terjemahan dari: Medicine at a Galnce.
Perlitasari Y. 2010. Pengaruh pemberian ekstrak herba anting-anting (Acalypha
indica Linn.) terhadap kadar malonaldehida pada mencit Balb/C induksi
streptozotocin [skripsi]. Surakarta (ID): Universitas Sebelas Maret.
Poretsky L. 2010. Principles of Diabetes Mellitus. New York (US): Springer.
Prabowo AF. 2012. Potensi antidiabetes ekstrak kulit kayu suren (Tooa sinensis)
pada tikus Sprague-dawley yang diinduksi aloksan. [Skripsi]. Bogor (ID):
Institit Pertanian Bogor.
Proházková D, Bouŝová I, Wilhelmová N. 2011. Antioxidant and prooxidant
properties of flavonoids. Fitoterapia. 82 : 513−523.
Rowell RM. 2013. Handbook of Wood Chemistry and Wood Composites, Second
Edition. Boca Raton (FL): CRC Pr.
Sahota PS, Popp JA, Hardisty JF, Gopinath C. 2013. Toxicologic Pathology:
Nonclinical Safety Assessment. New York (US): CRC Pr.
Saifudin A. 2014. Senyawa Alam Metabolit Sekunder: Teori, Konsep, dan Teknik
Pemurnian. Yogyakarta (ID): Deepublish.
Sari RK, Syafii W, Achmadi SS, Hanafi M. 2011. Aktivitas antioksidan dan
toksisitas ekstrak etanol surian (Toona sinensis). Jurnal Ilmu dan Teknologi
Hasil Hutan.4 (2): 46−52.
Sciff ER, Sorrel MF, Maddrey WC. 2007. Schiff's Diseases of the Liver Tenth
Edition Vol 1. Philadelphia (US): Lippincott Williams & Wilkins.
24

Sengupta P. 2011. A Scientific Review of Age Determination for a Laboratory


Rat: How Old is it in Comparison with Human Age?. Biomedice International.
2 : 81−89.
Setyawati T. 2010. Pemanfaatan pohon berkhasiat obat di cagar alam gunung picis
dan gunung sigogor, kabupaten ponorogo, Jawa Timur. Jurnal Penelitian
Hutan dan Konservasi Alam. 8 (2): 177−192.
Soraya, Nasution B, Lindarto D. 2015. Perbedaan kadar fungsi hati pada penderita
dm tipe 2 dan non-dm [internet]. [Diunduh 21 Oktober 2016]. Tersedia pada:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/57462/6/Abstract.pdf
Suhermanto. 2013. Profil flavonoid, tannin, dan alkaloid dari ekstrak daun sirih
merah (Piper crocatum) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Suriawinata AA dan Thung SN. 2011. Liver Pathology: An Atlas and Concise
Guide. New York (US): Demos Medical Publishing.
Wirastuti MDG. 2016. Kinetika inhibisi α-glukosidase oleh Kulit kayu surian
(Toona sinensis) sebagai agen antihiperglikemik [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Petanian Bogor.
Zimmerman HJ. 1999. Hepatotoxicity: The Adverse Effects of Drugs and Other
Chemicals on the Liver Second Edition. Philadelphia (US): Lippincott
Williams & Wilkins.
25

LAMPIRAN
26

Lampiran 1 Bagan Alir Penelitian

Uji Ekstraksi
Tikus Sprague-Dawley Ekstraksi
Pendahuluan
dosis sebanyak 55 ekor daun kulit kayu
4 ekor (normal dan diabetes) Etanol Etanol
dan air dan air
Diadaptasi selama 30 hari
dengan kondisi
gelap/terang 12 jam,
diberi pakan standar 15 g,
dan air bersih disediakan
dalam kondisi adlibitum

Induksi Streptozotosin (40 mg/kgBB)

5 ekor 5 ekor tikus 5 ekor tikus 40 ekor tikus


tikus diabetes + diabetes + diabetes +
normal akuades glibenklamid ekstrak

Ekstrak kulit kayu Ekstrak daun


2 pelarut 2 pelarut
Masing-masing Masing-masing
2 dosis 2 dosis

Sampel Uji ALT (SGPT)


darah
Uji AST (SGOT)

Organ Uji histopatologi


hati (Pewarnaan H & E)
27

Lampiran 2 Hasil uji fitokimia ekstrak

Pengujian Sampel Sampel


fitokimia KA DA KE DE Pembanding
Alkaloid

Wagner

Meyer

Dragendorf

Flavonoid

Tanin

Fenol
Hidrokuinon

Steroid

Triterpenoid

Saponin

Keterangan : DA = Daun-air
DE = Daun-etanol 70%
KA = Kulit batang-air
KE = Kulit batang-etanol 70%
28

Lampiran 3 Data uji pendahuluan

Dosis STZ Glukosa Darah


Bobot badan (g)
No (mg/kg Puasa (mg/dL)
BB) H0 H2 H0 H2
1 40 80 287 255 229
2 40 94 362 262 223
3 45 91 119 263 238
4 45 73 327 244 219

Lampiran 4 Rendemen ekstraksi


Bobot Bobot Bobot
Simplisia Bobot Rendemen
Simplisia Plastik Plastik
-Pelarut (g) +Ekstrak (g) (g)
Ekstrak (g) (%)
Daun
25,0010 11,3584 2,5875 8,7709 35,08
-air
50,0060 14,6043 2,5875 12,0168 24,03
rerata 29,56
Daun
60,0024 14,0860 2,5875 11,4985 19,16
-etanol
60,0024 18,9347 2,5875 16,3472 27,24
rerata 23,20
kulit batang
50,0036 5,7313 2,5875 3,1438 6,29
-air
50,0032 3,8964 2,5875 1,3089 2,62
rerata 4,45
kulit batang
75,0222 7,7148 2,5875 5,1273 6,83
-etanol
170,1037 24,0275 2,5875 21,4400 12,60
rerata 9,72
29

Lampiran 5 Data aktivitas AST dan ALT kelompok perlakuan hari kedua (2) dan
hari keenambelas (16) (IU/l).
Kelompok Glukosa darah
Label individu AST H2 ALT H2 AST H16 ALT H16
perlakuan H2
26 92 254.3 232.2 128.4 59.9
normal 35 90 189.6 109.5 161.4 59.2
46 67 295.6 105.8 232.4 115
rerata 83 246,50 149,17 174,07 78,03
31 167 566.2 105.3 209.3 77.4
positif 47 249 441.4 174.7 604.1 292
(glibenklamid) 28 354 505.8 449.4 216.6 104.1
34 127 242.9 106.2 136.2 117.6
rerata 224 439,08 208,90 291,55 147,78
32 255 667.1 138.6 277.5 137.2
36 248 172.1 98.5 666.1 242.2
negatif 11 126 193.7 77.9 656.7 499.3
17 132 219.3 70.8 206.3 99.6
60 338 427.3 198.6 837.2 315.7
rerata 219.8 335,90 116,88 528,76 258,80
9 215 282.3 110.2 282.7 145.6
2ka 1 278 436.2 164 598.1 250.8
61 287 189.6 63.8 350.3 146
rerata 260 302,70 112,67 410,37 180,80
27 274 628.9 160.2 836.9 314.7
39 229 212.4 122.4 175 97.2
4ka 19 308 219 94.9 137.9 89.1
20 96 184.4 94.7 569.1 209.2
58 269 207.3 133.3 163.7 65.5
rerata 235.2 290,40 121,10 376,52 155,14
30 317 299.6 98.7 215.1 113.5
2da 41 202 471.5 166.3 139.6 81.8
56 121 237.5 221.1 211.7 127.4
63 274 209.5 86.5 157.4 88.4
rerata 213.3 304,53 143,15 180,95 102,78
7 247 588.1 242.7 545.6 228
4da 37 322 310.8 288.2 358.9 188
42 192 303.8 78.6 498.5 179.2
33 233 184 126.1 408.9 239.9
rerata 284.5 346,68 183,90 452,98 208,78
14 329 190.3 76.5 186.5 96.3
2ke 59 318 195.8 97.4 513.6 316.6
65 190 130.3 94.6 144.6 92.8
rerata 279 172,13 89,50 281,57 168,57
10 262 349.9 322.8 310.3 155.8
4ke 13 330 287.9 67 184.7 78.4
24 600 207.2 72.6 189.5 96.3
rerata 397,33 281,67 154,13 228,17 110,17
52 165 196.3 89.9 676.9 309.2
57 287 247.9 112.5 501.8 147.7
2de 4 340 326.5 119.7 530.6 227.7
23 90 267.1 96.3 198.3 93.6
62 259 207.1 73.2 105.5 76.8
rerata 228,2 248,98 98,32 402,62 171,00
54 121 246.7 96.7 226.4 122.6
4de 50 213 248.9 123 284 125.6
45 357 516.7 260.4 794.5 440.2
8 341 324.1 174.4 588.3 229.6
rerata 258 334,10 163,63 473,30 229,50
Keterangan : 2 = 200 mg/kg BB 4 = 400 mg/kg BB
a = pelarut air e = pelarut etanol
k = kulit batang d = daun
30

Lampiran 6 Analisis statistik data AST dan ALT hari kedua dan keenambelas
ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 799554,212 21 38074,010 1,179 ,299

AST Within Groups 2066441,326 64 32288,146

Total 2865995,538 85
Between Groups 189617,220 21 9029,391 1,073 ,398

ALT Within Groups 538447,948 64 8413,249

Total 728065,168 85

AST ALT
Duncan Duncan

Kelompok N Subset for alpha = 0.05 Kelompok N Subset for alpha = 0.05

1 2 1 2

2KE 2 3 172,133 Normal 16 3 78,033


Normal 16 3 174,067 2KE 2 3 89,500
2 DA 16 4 180,950 2DE 2 5 98,320 98,320
4KE 16 3 228,167 228,167 2 DA 16 4 102,775 102,775
Normal 2 3 246,500 246,500 4KE 16 3 110,167 110,167
2DE 2 5 248,980 248,980 2KA 2 3 112,667 112,667
2KE 16 3 281,567 281,567 Negatif 2 5 116,880 116,880
4KE 2 3 281,667 281,667 4KA 2 5 121,100 121,100
4KA 2 5 290,400 290,400 2DA 2 4 143,150 143,150
Positif 16 4 291,550 291,550 Positif 16 4 147,775 147,775
2KA 2 3 302,700 302,700 Normal 2 3 149,167 149,167
2DA 2 4 304,525 304,525 4KE 2 3 154,133 154,133
4DE 2 4 334,100 334,100 4 KA 16 5 155,140 155,140
Negatif 2 5 335,900 335,900 4DE 2 4 163,625 163,625
4DA 2 4 346,675 346,675 2KE 16 3 168,567 168,567
4 KA 16 5 376,520 376,520 2 DE 16 5 171,000 171,000
2 DE 16 5 402,620 402,620 2 KA 16 3 180,800 180,800
2 KA 16 3 410,367 410,367 4DA 2 4 183,900 183,900
Positif 2 4 439,075 439,075 4 DA 16 4 208,775 208,775
4 DA 16 4 452,975 452,975 Positif 2 4 208,900 208,900
4 DE 16 4 473,300 473,300 4 DE 16 4 229,500 229,500
Negatif 16 5 528,760 Negatif 16 5 258,800
Sig. ,067 ,067 Sig. ,071 ,056
31

RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan anak pertama dari pasangan Tubagus Bahrum Munawar


dan Mutmainah yang dilahirkan pada tanggal 9 Juni 1994 di Kabupaten
Pandeglang, Banten. Tahun 2001−2006 penulis bersekolah di SD Negeri Ciputri
1 Pandeglang, kemudian dilanjutkan pendidikan tingkat menengah pada tahun
2006−2009 di SMP Negeri 1 Pandeglang. Pada tahun 2009 penulis bersekolah di
SMA Negeri 1 Pandeglang dan lulus pada tahun 2012, pada tahun yang sama
penulis diterima di Institut Pertanian Bogor tepatnya Departemen Biokimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam melalui jalur SNMPTN
undangan.
Kecintaannya pada pertanian membuat penulis juga menyelesaikan paket
mata kuliah minor Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian. Praktik lapang
yang diikuti penulis dilakukan di Laboraatorium Proteksi Tanaman Balai
Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar (Balittri) Sukabumi pada bulan
Juli−Agustus 2015 dengan judul laporan “Peningkatan Kinerja Trichoderma
viride Bahan Aktif Biofungisida „Biotri-V‟ dengan Penambahan Perasan
Bengkuang (Pachyrhizus erosus)”.
Penulis pernah meraih prestasi di bidang seni dan karya tulis ilmiah yang
diselenggarakan Badan Eksekutif Mahasiswa FMIPA dan Himpunan Profesi
Biokimia (CREBs) tahun 2013−2015, penulis juga ikut serta dalam kegiatan
Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat (PKM-M) yang didanai
Dikti tahun 2014 dengan judul “Green Art Education: Pendidikan dan Pelatihan
Pembuatan Karya Seni Terapan Berbahan Dasar Limbah Organik dan Anorganik
kepada Siswa SMP Negeri 1 Dramaga”.
Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi Lembaga Dakwah
Fakultas MIPA (Serum-G) 2013/2014 dan 2014/2015. Penulis juga pernah
menjadi asisten dalam asistensi mata kuliah Pendidikan Agama Islam pada tahun
2014−2016, asisten praktikum mata kuliah Biokimia Pertanian dan Lingkungan
tahun 2016, dan menjadi pengurus Asistensi Pendidikan Agama Islam tahun
2015−2016.

Anda mungkin juga menyukai