Anda di halaman 1dari 11

i

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik
berupa urin atau bowel (feses). Miksi adalah proses pengosongan kandung
kemih bila kandung kemih terisi. Sistem tubuh yang berperan terjadinya proses
eliminasi urine adalah ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra (Hidayat, 2010).
Eliminasi merupakan salah satu kebutuhan dasar yang harus dipenuhi
oleh setiap manusia. Apabila sistem perkemihan tidak dapat berfungsi dengan
baik, sebenarnya semua organ akhirnya akan berpengaruh. Secara umum
gangguan pada ginjal mempengaruhi eliminasi. Sehingga mengakibatkan
masalah kebutuhan eliminasi urine, antara lain : retensi urine, inkontinensia
urine, enuresis, dan ureterotomi. Masalah kebutuhan urine sering terjadi pada
pasien-pasien rumah sakit yang terpasang kateter tetap (Hidayat, 2010).

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Kebutuhan eliminasi?
2. Bagaimana Etiologi kebutuhan eliminasi?
3. Bagaimana Fisiologis eliminasi Urine?
4. Bagaimana klasifikasi eliminasi urine?
5. Bagaimana manifestasi klinis kebutuhan eliminasi?
6. Bagaimana Pemeriksaan penunjang eliminasi urine?
7. Bagaimana penatalaksanaan eliminasi urine?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kebutuhan eliminasi.
2. Untuk mengetahui Etiologi kebutuhan eliminasi.
3. Untuk mengetahui Fisiologis eliminasi Urine.
4. Untuk mengetahui klasifikasi eliminasi Urine.

1
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis kebutuhan eliminasi.
6. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang eliminasi urine.
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan eliminasi urine.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kebutuhan Eliminasi
Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh.
Pembuangan ini dapat melalui urine atau bowel (Wartonah, 2012).
Eliminasi merupakan pengeluaran cairan. Proses pengeluaran ini sangat
bergantung pada fungsi-fungsi organ eliminasi urine seperti : ginjal, ureter,
bladder, dan ureta (Wartonah, 2014).
Gangguan eliminasi merupakan keadaan ketika individu mengalami atau
berisiko mengalami disfungsi eliminasi (Carpenito, 2013).

B. Etiologi Kebutuhan Eliminasi


1. Trauma sumsum tulang belakang.
2. Tekanan uretra yang tinggi disebabkan oleh otot detrusor yang lemah.
3. Sfingter yang kuat.
4. Sumbatan (Striktur uretra dan pembesaran kelenjar prostat).
5. Operasi pada daerah abdomen bawah.

C. Fisiologis Eliminasi Urine


1. Ginjal
Ginjal merupakan organ retroperitoneal yang berperan sebagai pengatur
komposisi dan volume cairan dalam tubuh serta penyaring darah untuk
dibuang dalam bentuk urine sebagai zat sisa yang tidak diperlukan oleh tubuh
dan menahannya agar tidak bercampur dengan zat-zat yang tidak diperlukan
oleh tubuh. pada bagian ginjal terdapat nefron yang merupakan unit dari
struktur ginjal dan melalui nefron ini urine disalurkan ke dalam bagian pelvis
ginjal, kemudian disalurkan melalui ureter ke kandung kemih.
2. Kandung Kemih
Kandung kemih merupakan kantong yang terdiri atas otot halus yang
berfungsi menampung urine. Dalam kandung kemih terdapat lapisan jaringan
otot yang paling dalam disebut dekstrusor, berfungsi mengeluarkan urine bila

3
terjadi kontraksi. Dalam kandung kemih juga terdapat lapisan tengah jaringan
otot berbentuk lingkaran bagian dalam yang disebut otot lingkar yang
berfungsi menjaga saluran antara kandung kemih dengan uretra, sehingga
uretra dapat menyalurkan urine dari kandung kemih ke luar tubuh.
3. Uretra
Uretra merupakan organ yang berfungsi menyalurkan urine ke bagian luar.
Fungsi uretra pada wanita berbeda dengan fungsi uretra pada pria. Pada pria
uretra digunakan sebagai tempat pengaliran urine dan sitem reproduksi,
berukuran panjang 13,7-16,2 cm, dan terdiri atas tiga bagian, yaitu prostat,
selaput (membran) dan bagian yang yang berongga (ruang). Pada wanita,
uretra memiliki panjang 3,7-6,2 cm dan hanya berfungsi sebagai tempat
menyalurkan urine ke bagian luar tubuh.
Berkemih adalah proses pengosongan vesika urinaria (kandung kemih).
Proses ini dimulai dengan terkumpulnya urine dalam vesika urinaria yang
merangsang saraf-saraf sensorik dalam dinding vesika urinaria (bagian
reseptor). Mekanisme berkemih terjadi karena vesika urinaria berisi urine
yang dapat menimbulkan rangsangan, melalui medula spinalis dihantarkan ke
pusat pengontrol berkemih yang terdapat di korteks serebral, kemudian otak
memberikan impuls/rangsangan melalui medula spinalis ke neuromotoris di
daerah sakral, serta terjadi koneksasi otot detrusor dan relaksasi otot sfingter
internal.
Komposisi Urine :
1) Air (96%)
2) Larutan (4%)
a. Larutan organik
Urea, ammonia, kreatin, dan urine acid.
b. Larutan anorganik
Natrium (sodium), Kalium (potasium), Sulfat, magnesium dan fosfor.
Natrium Klorida merupakan garam anorganik yang paling banyak.

4
D. Klasifikasi Eliminasi Urine
Pada kebutuhan eliminasi urine, masalah yang ada diantaranya :
1. Retensi Urine
Retensi urine merupakan penumpukan urine dalam kandung kemih akibat
ketidakmampuan kandung kemih untuk mengosongkan isinya, sehingga
menyebabkan distensi dari vesika urinaria.
2. Inkontinensia Dorongan
Inkontinensia dorongan merupakan keadaan dimana seseorang mengalami
pengeluaran urine tanpa sadar, terjadi segera setelah merasa dorongan yang
kuat untuk berkemih.
3. Inkontinensia total
Inkontinensia total merupakan keadaan dimana seseorang mengalami
pengeluaran urine yang terus-menerus dan tidak dapat diperkirakan.
4. Inkontinensia Stress
Inkontinensia stress merupakan keadaan dimana seseorang mengalami
kehilangan urine kurang dari 50 ml, terjadi dengan peningkatan tekanan
abdomen.
5. Inkontinensia Refleks
Inkontinensia refleks merupakan keadaan dimana seseorang mengalami
pengeluaran urine yang tidak dirasakan, terjadi pada interval yang dapat
diperkirakan bila volume kandung kemih mencapai jumlah tertentu.
6. Enuresis
Enuresis merupakan ketidaksanggupan menahan kemih (mengompol) yang
diakibatkan tidak mampu mengontrol sfingter eksterna. Ini banyak terjadi
pada anak atau orang jompo, umumnya pada malam hari.
7. Perubahan Pola Eliminasi Urine
Perubahan pola eliminasi urine merupakan keadaan seseorang yang
mengalami gangguan pada eliminasi urine karena obstruksi anatomis,
kerusakan motorik sensorik, dan infeksi saluran kemih.

5
Perubahan pola eliminasi terdiri atas :
a. Frekuensi
Frekuensi merupakan banyaknya jumlah berkemih dalam sehari.
Peningkatan frekuensi berkemih dikarenakan meningkatnya jumlah cairan
yang masuk. Frekuensi yang tinggi tanpa suatu tekanan asupan cairan
dapat disebabkan oleh sistitis. Frekuensi tinggi dapat ditemukan juga pada
keadaan stres atau hamil.
b. Urgensi
Urgensi adalah perasaan seseorang yang takut mengalami inkontinensia
jika tidak berkemih. Pada umumnya, anak kecil memiliki kemampuan
yang buruk dalam mengontrol sphincter eksternal. Biasanya, perasaan
segera ingin berkemih terjadi pada anak karena kurangnya kemampuan
pengontrolan pada Sphincter.
c. Disuria
Disuria adalah rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih. Hal ini sering
ditemukan pada penyakit infeksi saluran kemih, trauma, dan striktur uretra.
d. Poliuria.
Poliuria merupakan produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh
ginjal, tanpa adanya peningkatan asupan cairan. Biasanya, hal ini dapat
ditemukan pada penyakit diabetes melitus dan penyakit ginjal kronis.
e. Urinaria supresi
Urinaria supresi adalah berhentinya produksi urine secara mendadak.
Secara normal, urine diproduksi oleh ginjal pada kecepatan 60-120 ml/
jam secara terus-menerus.

E. Manifestasi Klinis Kebutuhan Eliminasi


1. Ketidaknyamanan daerah pubis.
2. Distensi vesika urinaria.
3. Ketidaksanggupan untuk berkemih.
4. Sering berkemih saat vesika urinaria berisi sedikit urine (25-50 ml).
5. Meningkatnya keresahan dan keinginan untuk berkemih.

6
6. Ketidakseimbangan jumlah urine yang dikeluarkan dengan asupannya.

F. Pemeriksaan Penunjang Eliminasi Urine


1. Pemeriksaan IVP (Intravenous pyelogram)
Dengan membatasi jumlah asupan dapat memengaruhi produksi urine.
2. Pemeriksaan Urine (Urinalisis)
Warna (N : Jernih kekuningan)
Penampilan (N : Jernih)
Bau (N : Beraroma)
PH (N : 4,5-8,0)
Berat jenis (N : 1, 005-1,030)
Glukosa (N : negatif)
Keton (N : negatif)
3. Kultur Urine (N : kuman patogen negatif)

G. Penatalaksanaan Eliminasi Urine


1. Monitor atau observasi perubahan faktor, tanda gejala terhadap masalah
perubahan eliminasi urine dan inkontinensia.
2. Monitor terus perubahan retensi urine.
3. Lakukan kateterisasi urine.
4. Kurangi faktor yang memengaruhi/penyebab masalah.

7
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Eliminasi merupakan pengeluaran cairan. Proses pengeluaran ini sangat
bergantung pada fungsi-fungsi organ eliminasi urine seperti : ginjal, ureter,
bladder, dan ureta (Wartonah, 2014).
Faktor yang memengaruhi eliminasi urine adalah diet dan asupan
(intake), respons keinginan awal untuk berkemih, Gaya hidup, Stres psikologis,
Kebiasaan seseorang.
Masalah Eliminasi Urine diantaranya : Retensi urine, Inkontinensia
Dorongan, Inkontinensia total, Inkontinensia Stress, Inkontinensia Refleks,
Enuresis, Perubahan pola eliminasi urine.

B. Saran
Tentunya dalam Laporan Pendahuluan ini, masih terdapat berbagai
kekurangan . Oleh karena itu, Penulis sangat memohon kritik dan saran dari
pembaca agar pembuatan Laporan pendahuluan ini di waktu selanjutnya bisa
dibuat menjadi lebih baik lagi. Semoga laporan pendahuluan yang dibuat ini,
bisa berguna dan bermanfaat.
Dan kita harus lebih meperhatikan kebutuhan eliminasi urine dalam
kehidupan kita sehari-hari, Juga menjaga kebersihan daerah tempat keluarnya
urine.

8
DAFTAR PUSTAKA

Kebutuhan Dasar Manusia. Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas


Muhammadiyah Ponogoro.

Yuwono, Kartika P., & Hidayati Wahyu. 2012. Studi Destkriptif Volume Urin
24 Jam Pada Ibu Hamil. Jurnal Nursing Studies. Vol 1 (1).

https://studylibid.com/doc/4295865/lp-eliminasi (diakses pada tanggal 22 Juni 2021).

Anda mungkin juga menyukai