Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH PSIKOLOGI BELAJAR

Kecerdasan Emosional

Disusun Oleh

1. Eliza Safitri (1910013)


2. Fizai Amdar Batubara (1910014)
3. Miftah Rizka Hasibuan (1910035)
4. M. Uwais Al Darwan (1910038)
5. Nauro Nazifah (1910042)

Dosen Pembimbing:
Ibu Fitri Puan M, Pd.

PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEMESTER IVB
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AL – HIKMAH
TANJUNGBALAI
TA. 2020/2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Puji syukur penyusun ucapan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga makalah yang berjudul “Kecerdasan
Emosional” dapat tersusun dengan baik dan dapat disajikan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusun maupun pengkajiannya masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak yang sifat-sifatnya
membangun demi untuk perbaikan di makalah selanjutnya. Demi kelancaran
mengerjakan tugas ini penulis ucapan Terima Kasih kepada Dosen mata kuliah yang
telah membimbing pembuatan makalah ini, setra teman-teman yang ikut serta dalam
penyusunan makalah ini.
Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan karunianya kepada kita
semua, dan akhirnya mudah-mudahan makalah ini walaupun sederhana dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.
Wassalaamu’alaikum warohmatullaahi wabarokaatuh.

Tanjungbalai, 23 Juni 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................i

DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah...................................................................................................1

B. Rumusan Masalah............................................................................................................1

C. Tujuan..............................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................2

A. Pengertian Kecerdasan Emosional....................................................................................2

B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional..............................................5

C. Langkah-Langkah Pengembangan Kecerdasan Emosional dalam Pembelajaran di Kelas8

BAB III PENUTUP.................................................................................................................13

Kesimpulan............................................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dulu, semua orang beranggapan bahwa anak yang cerdas adalah mereka yang
memiliki IQ tinggi. Namun kenyataannya, angka IQ yang tinggi bukanlah jaminan bagi
kesuksesan mereka di masa depan kelak. Sering ditemukan dalam proses belajar
mengajar di sekolah, siswa yang tidak dapat meraih prestasi belajar yang setara dengan
kemampuan inteligensinya. Ada faktor lain yang tidak kalah pentingnya, yaitu
kecerdasan emosional (EQ).1

Peserta didik yang memiliki tingkat kecerdasan emosional (EQ) yang lebih baik,
cenderung dapat menjadi lebih terampil dalam menenangkan dirinya dengan cepat,
jarang tertular penyakit, lebih terampil dalam memusatkan perhatian, lebih baik dalam
berhubungan dengan orang lain, lebih cakap dalam memahami orang lain, dan untuk
kerja akademis di sekolah lebih baik.

Menurut Goleman, kecerdasan intelektual (IQ) hanya menyumbang 20% bagi


kesuksesan, sedangkan 80% adalah sumbangan faktor-faktor kekuatan lain di antaranya
adalah kecerdasan emosional (EQ). Dalam proses belajar siswa, kedua inteligensi itu
sangat diperlukan. IQ tidak dapat berfungsi dengan baik tanpa partisipasi penghayatan
emosional terhadap mata pelajaran yang disampaikan di sekolah. Keseimbangan antara
IQ dan EQ merupakan kunci keberhasilan belajar siswa di sekolah.

Melihat pentingnya kecerdasan emosional bagi peserta didik, maka penulis akan
membahas mengenai kecerdasan emosional dalam makalah ini.
B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian kecerdasan emosional?


2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional?

1
Saefullah, Uyoh, Psikologi Perkembangan dan Pendidikan, Bandung: Pustaka Setia, 2012, hal. 166.

1
3. Bagaimana langkah-langkah pengembangan kecerdasan emosional dalam
pembelajaran di kelas?
C. Tujuan

1. Mengetahui pengertian kecerdasan emosional.


2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional.
3. Mengetahui langkah-langkah pengembangan kecerdasan emosional dalam
pembelajaran di kelas.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kecerdasan Emosional

Dalam kehidupan sehari-hari, emosi sering diistilahkan juga dengan perasaan.


Misalnya, seorang siswa mengatakan hari ini ia merasa senang karena dapat
mengerjakan semua pekerjaan rumah (PR) dengan baik. Siswa dan siswi lain
mengatakan bahwa ia takut menghadapi ujian. Senang dan takut berkenaan dengan
perasaan, kendati dengan makna yang berbeda. Senang termasuk perasaan sedangkan
takut termasuk emosi. Perasaan menunjukkan suasana batin yang lebih tenang dan
tertutup karena tidak banyak melibatkan aspek fisik, sedangkan emosi menggambarkan
suasana batin yang dinamis dan terbuka karena melibatkan ekspresi fisik.

Emosi dan perasaan adalah dua hal yang berbeda. Tetapi perbedaan antara
keduanya tidak dapat dinyatakan dengan logis. Emosi dan perasaan merupakan gejala
emosional yang secara kualitatif berkelanjutan, akan tetapi tidak jelas batasannya. Pada
suatu saat suatu warna afektif dapat dikatakan sebagai perasaan tetapi juga dapat
dikatakan sebagai emosi. Contohnya marah yang ditunjukkan dalam bentuk diam. Jadi
sukar sekali kita mendefinisikan emosi. Menurut Crow & Crow (1958) pengertian
emosi itu adalah sebagai berikut:

Emosi adalah pengalaman afektif yang disertai penyesuaian diri dari dalam
individutentang keadaan mental dan fisik berwujud suatu tingkah laku yang tampak.2

Dalam referensi lain, emosi adalah perasaan atau afeksi yang timbul ketika
seseorang sedang berada dalam suatu keadaan atau suatu interaksi yang dianggap
penting olehnya, terutama well-being dirinya.3

Pada saat emosi, sering terjadi perubahan-perubahan pada fisik sesorang, seperti:

2
Hastuti, Wiwik Dwi, dkk, Perkembangan Peserta Didik, Surabaya: LAPIS- PGMI, 2008, hal. 10-11.
3
Santrock, John W., Perkembangan Anak, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007, hal. 6-7.

3
a. Reaksi elektris pada kulit: meningkat bila terpesona.
b. Peredaran darah bertambah cepat bila marah.
c. Denyut jantung bertambah cepat bila terkejut.
d. Bernafas panjang bila kecewa.
e. Pupil mata membesar bila marah.
f. Air liur mengering bila takut atau tegang.
g. Bulu roma berdiri kalau takut.
h. Pencernaan menjadi sakit atau mencret-mencret kalu tegang.
i. Otot menjadi tegang atau bergetar (tremor).
j. Komposisi darah berubah dan kelenjar-kelenjar lebih aktif.4

Menurut english and english emosi adalah “A complex feeling state accompained
by characteristic motor and glandular activies” suatu keadaan atau perasaan yang
kompleks yang disertai karakteristik kegiatan kelenjar dan motoris. Sedangkan Sarlito
wirawan sarwono berpendapat bahwa emosi merupakan “setiap keadaan pada diri
seseorang yang disertai warna afektif baik pada tingkat lemah (dangkal) maupunpada
tingkat yang luas (mendalam).

Emosi itu merupakan warna afektif yang menyertai setiap keadaan atau perilaku
individu. Yang dimaksud warna afektif adalah perasaan-perasaan tertentu yang dialami
pada saat menghadapi (menghayati) suatu sitasai tertentu. Contohnya gembira, bahagia,
putus asa, terkejut, benci (tidak senang) dan sebagainya. Dibawah ini ada beberapa
contoh tentang pengaruh emosi terhadap prilaku individu diantaranya sebagai berikut:

a. Memperkuat semangat, apabila orang merasa senang atau puas atas hasil yang telah
dicapai.
b. Melemahkan semangat, apabila timbul rasa kecewa karena kegagalan dan sebagai
puncak dari keadaan ini ialah timbulnya rasa putus asa (frustasi).
c. Menghambat atau mengganggu kosentrasi belajar, apabila mengalami ketegangan
emosi dan dapat menimbulkan sikap gugup (nervous) dan gagap dalam berbicara.

Fatimah, Enung, Psikologi Perkembangan (Perkembangan Peserta Didik), Bandung: Pustaka Setia,
4

2006, hal . 105.

4
d. Terganggu penyesuaian sosial, apabila terjadi rasa cemburu dan iri hati.
e. Suasana emosional yang diterima dan dialami individu sesama kecilnya akan
mempengaruhi sikap dikemudian hari, baik terhadap dirinya sendiri maupun
terhadap orang lain.

Emosi sebagai suatu peristiwa psikologis mengandung ciri-ciri sebagai berikut:

a. Lebih bersikap subjektif dari pada peristiwa psikologis lainnya, seperti pengamatan
dan berfikir.
b. Bersifat fluktuatif (tidak tetap).
c. Banyak bersangkut paut peristiwa pengenalan panca indra.5

Dalam khazanah disiplin ilmu pengetahuan, terutama psikologi, istilah “kecerdasan


emosional” (Emotional Intelligence), merupakan sebuah istilah yang relatif baru. Istilah
ini dipopulerkan oleh Daniel Goleman berdasarkan hasil penelitian tentang neurolog
dan psikolog yang menunjukkan bahwa kecerdasan emosional sama pentingnya dengan
kecerdasan intelektual. Berdasarkan hasil penelitian neurolog dan psikolog tersebut,
maka Goleman berkesimpulan bahwa setiap manusia memiliki dua potensi pikiran,
yaitu pikiran rasional dan pikiran emosional. Pikiran rasional digerakkan oleh
kemampuan intelektual atau yang popular dengan sebutan “Intelligence Quotient” (IQ),
sedangkan pikiran emosional digerakkan oleh emosi.6

Salovey dan Mayer (1990), mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai suatu


jenis kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan sosial pada
diri sendiri dan orang lain, memilah-milah semuanya dan menggunakan informasi ini
untuk membimbing pikiran dan tindakan.7

Yusuf LN, Syamsu, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Bandung: Remaja Rosdakarya,
5

2005, hal. 114.


6
Desmita, Psikologi Perkembangan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005, hal. 170.
7
Sunar P., Dwi, Edisi Lengkap Tes IQ, EQ, dan SQ, Jogjakarta: Flash Books, 2010, hal. 132.

5
Menurut Dwi Sunar P. (2010), kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang
untuk menerima, menilai, mengelola, serta mengontrol emosi dirinya dan orang lain
disekitarnya.8

Menurut Goleman, kecerdasan emosional merujuk kepada kemampuan mengenali


perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan
kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan
dengan orang lain. Kecerdasan emosi mencakup kemampuan-kemampuan yang berbeda
tetapi saling melengkapi dengan kecerdasan akademik (academic intelligence), yaitu
kemampuan-kemampuan kognitif murni yang diukur dengan IQ. Banyak orang yang
cerdas, dalam arti terpelajar, tetapi tidak mempunyai kecerdasan emosi, sehingga dalam
bekerja menjadi bawahan orang ber-IQ lebih rendah tetapi unggul dalam keterampilan
kecerdasan emosi.

Daniel Goleman mengklasifikasikan kecerdasan emosional atas lima komponen


penting, yaitu: (1) mengenali emosi, (2) mengelola emosi, (3) motivasi diri sendiri, (4)
mengenali emosi orang lain, dan (5) membina hubungan.

Mengenali emosi diri-kesadaran diri (knowing one’s emotions self-awareness),


yaitu mengetahui apa yang dirasakan seseorang pada suatu saat dan menggunakannya
untuk memandu pengambilan keputusan diri sendiri, memiliki tolak ukur yang realistis
atas kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat.Mengelola emosi (managing
emotions), yaitu menangani emosi sendiri agar berdampak positif bagi pelaksanaan
tugas, peka terhadap kata hati dan sanggup menunda kenikmatan sebelum tercapainya
satu tujuan, serta mampu menetralisir tekanan emosi.

Motivasi diri (motivating oneself), yaitu menggunakan hasrat paling dalam untuk
menggerakkan dan menuntun manusia menuju sasaran, membantu mengambil inisiatif
dan bertindak sangat efektif serta bertahan menghadapi kegagalan dan frustasi. Kunci
motivasi adalah memanfaatkan emosi, sehingga dapat mendukung kesuksesan hidup
seseorang.
8
Ibid., hal. 129.

6
Mengenali emosi orang lain (recognizing emotions in other) empati, yaitu
kemampuanuntuk merasakan apa yang dirasakan orang lain, mampu memahami
perspektif mereka, menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri
dengan orang banyak atau masyarakat.

Membina hubungan (handling relationship), yaitu kemampuan mengendalikan dan


menangani emosi dengan baik ketika behubungan orang lain, cermat membaca situasi
dan jaringan sosial, berinteraksi dengan lancar, memahami dan bertindak bijaksana
dalam hubungan antar manusia.

Memperhatikan kelima komponen kecerdasan emosi di atas, dapat dipahami bahwa


kecerdasan emosi sangat dibutuhkan oleh manusia dalam rangka mencapai kesuksesan,
baik di bidang akademis, karir maupun dalam kehidupan sosial.9

Berdasarkan definisi kecerdasan emosional menurut para ahli di atas dapat


disimpulkan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk memotivasi diri
sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam
hubungannya dengan orang lain.

B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional

Goleman (1997) menjelaskan ada beberapa faktor kecerdasan emosional individu


yaitu:

a. Lingkungan keluarga. Kehidupan keluarga merupakan sekolah pertama dalam


mempelajari emosi. Kecerdasan emosi dapat diajarkan pada saat masih bayi
melalui ekspresi. Peristiwa emosional yang terjadi pada masa anak-anak akan
melekat dan menetap secara permanen hingga dewasa. Kehidupan emosional yang
dipupuk dalam keluarga sangat berguna bagi anak kelak di kemudian hari.
b. Lingkungan non keluarga, hal ini yang terkait adalah lingkungan masyarakat dan
pendidikan. Kecerdasan emosi ini berkembang sejalan dengan perkembangan fisik

9
Desmita, Op. Cit., hal. 170-172

7
dan mental anak. Pembelajaran ini biasanya ditujukan dalm suatu aktivita bermain
sebagai seseorang diluar dirinya dengan emosi yang menyertai keadaan orang
lain.

Menurut Le Dove (Goleman, 1997) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi


kecerdasan emosi antara lain:

a. Fisik. Secara fisik bagian yang paling menentukan atau paling berpengaruh
terhadap kecerdasan emosi seseorang adalah anatomi saraf emosinya. Bagian otak yang
digunakan untuk berfikir yaitu konteks (kadang kadang disebut juga neo konteks).
Sebagai bagian yang berada dibagian otak yang mengurusi emosi yaitu system limbic,
tetapi sesungguhnya antara kedua bagian inilah yang menentukan kecerdasan emosi
seseorang. (1) Konteks. Bagian ini berupa bagian berlipat-lipat kira-kira 3 milimeter
yang membungkus hemisfer serebral dalam otak. Konteks berperan penting dalam
memahami sesuatu secara mendalam, menganalisis mengapa mengalami perasaan
tertentu dan selanjutnya berbuat sesuatu untuk mengatasinya. Konteks khusus lobus
prefrontal, dapat bertindak sebagai saklar peredam yang memberi arti terhadap situasi
emosi sebelum berbuat sesuatu. (2) System limbic. Bagian ini sering disebut sebagai
emosi otak yang letaknya jauh didalam hemisfer otak besar dan terutama bertanggung
jawab atas pengaturan emosi dan implus. Sistem limbic meliputi hippocampus, tempat
berlangsungnya proses pembelajaran emosi dan tempat disimpannya emosi. Selain itu
ada amygdala yang dipandang sebagai pusat pengendalian emosi pada otak.

b. Psikis. Kecerdasan emosi selain dipengaruhi oleh kepribadian individu, juga


dapat dipupuk dan diperkuat dalam diri individu. Berdasarkan uraian tersebut dapat
disimpulkan bahwa terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi kecerdasan emosi
seseorang yaitu secara fisik dan psikis. Secara fisik terletak di bagian otak yaitu konteks
dan sistem limbic, secara psikis meliputi lingkungan keluarga dan lingkungan non
keluarga.

Menurut Dinkmeyer (1965) faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosi


anak adalah faktor kondisi fisik dan kesehatan, tingkat intelegensi, lingkungan sosial

8
dan keluarga. Anak yang memiliki kesehatan yang kurang baik dan sering lelah
cenderung menunjukkan reaksiemosional yang berlebihan. Anak yang dibesarkan dalam
keluarga yang menerapkan disiplin yang berlebihan cenderung lebih emosional. Pola
asuh orang tua berpengaruh terhadap kecerdasan emosi anak dimana anak yang dimanja
, diabaikan atau dikontrol dengan ketat (overprotective) dalam keluarga cenderung
menunjukkan reaksi emosional yang negatif. 10

Menurut Agustian (2007) faktor-faktor yang berpengaruh dalam peningkatan


kecerdasan emosi yaitu:

a. Faktor Psikologis

Faktor psikologis merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu.
Faktor internal ini akan membantu individu dalam mengelola, mengontrol,
mengendalikan dan mengkoordinasikan keadaan emosi agar termanifestasi dalam
perilaku secara efektif. Menurut Goleman (2007) kecerdasan emosi erat kaitannya
dengan keadaan otak emosional.Bagian otak yang mengurusi emosi adalah sistem
limbik. Sistem limbik terletak jauh dalam hemisfer otak besar dan terutama bertanggung
jawab atas pengaturan emosi dan impuls. Peningkatan kecerdasan emosi secara
fisiologis dapat dilakukan dengan puasa. Puasa tidak hanya mengendalikan dorongan
fisiologis manusia, namun juga mampu mengendalikan kekuasaan impuls emosi. Puasa
yang dimaksud salah satunya yaitu puasa sunah Senin Kamis.

b. Faktor Pelatihan Emosi

Kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang akan menciptakan kebiasaan,


dan kebiasaan rutin tersebut akan menghasilkan pengalaman yang berujung pada
pembentukan nilai (value). Reaksi emosional apabila diulang-ulang pun akan
berkembang menjadi suatu kebiasaan. Pengendalian diri tidak muncul begitu saja tanpa
dilatih. Melalui puasa sunahSenin Kamis, dorongan, keinginan, maupun reaksi
emosional yang negatif dilatih agar tidak dilampiaskan begitu saja sehingga mampu
10
Mabruria, Arni, 2012, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosi

9
menjaga tujuan dari puasa itu sendiri. Kejernihan hati yang terbentuk melalui puasa
sunah Senin Kamis akan menghadirkan suara hati yang jernih sebagai landasan penting
bagi pembangunan kecerdasan emosi.

c. Faktor Pendidikan

Pendidikan dapat menjadi salah satu sarana belajar individu untuk


mengembangkan kecerdasan emosi. Individu mulai dikenalkan dengan berbagai bentuk
emosi dan bagaimana mengelolanya melalui pendidikan. Pendidikan tidak hanya
berlangsung di sekolah, tetapi juga di lingkungan keluarga dan masyarakat. Sistem
pendidikan di sekolah tidak boleh hanya menekankan pada kecerdasan akademik saja,
memisahkan kehidupan dunia dan akhirat, serta menjadikan ajaran agama sebagai ritual
saja. Pelaksanaan puasa sunah Senin Kamis yang berulang-ulang dapat membentuk
pengalaman keagamaan yang memunculkan kecerdasan emosi. Puasa sunah Senin
Kamis mampu mendidik individu untuk memiliki kejujuran, komitmen, visi, kreativitas,
ketahanan mental, kebijaksanaan, keadilan, kepercayaan, peguasaan diri atau sinergi,
sebagai bagian dari pondasi kecerdasan emosi.

C. Langkah-Langkah Pengembangan Kecerdasan Emosional dalam


Pembelajaran di Kelas

Keluarga merupakan hal yang pertama kali diamati ketika anak baru berusia lima
tahun, dan sekali lagi diamati saat anak itu sudah mencapai usia sembilan tahun. Oleh
karena itu, orang tua dalam hal ini harus menjadi pelatih yang efektif bagi anak untuk
meningkatkan kecerdasan emosional anak yang dapat membantu mengembangkan
kecerdasan emosional. Proses tersebut terjadi dalam lima langkah:

1. Menyadari emosi anaknya, yaitu orang tua merasakan apa yang dirasakan oleh
anak-anak mereka. Agar bisa melakukannya, orang tua harus menyadari emosi-
emosi, pertama dalam diri mereka sendiri kemudian dalam diri anak-anak
mereka.11 Orang tua yang awas dapat mengenali isyarat-isyarat malapetaka
11
Gottman, John dan Joan de Claire, Kiat-kiat Membesarkan Anak yang Memiliki Kecerdasan
Emosional, Terj. T. Harmaya, Jakarta: Gramedia, 1997, hal. 73

10
emosional pada anak-anak mereka, isyarat-isyarat itu muncul dalam tingkah laku
seperti makan terlalu banyak, hilangnya nafsu makan, mimpi buruk, dan keluhan
pusing-pusing atau sakit perut.
2. Mengakui emosi itu sebagai peluang untuk kedekatan dan mengajar, yaitu
mengakui emosi anak dan menolong mereka mempelajari keterampilan-
keterampilan untuk menghibur diri mereka sendiri.
3. Mendengarkan dengan penuh empati dan meneguhkan perasaan anak tersebut,
yaitu mendengarkan dan mengamati petunjuk-petunjuk fisik emosi pada anak.
Orang tua menggunakan imajinasi mereka untuk melihat situasi tersebut dari titik
pandang anak kemudian menggunakan kata-kata mereka untuk merumuskan
kembali dengan cara yang menenangkan dan tidak mengecam untuk menolong
anak-anak mereka memberi nama emosi-emosi mereka itu.
4. Menolong anaknya menemukan kata-kata untuk memberi nama emosi yang
sedang dialaminya, langkah ini merupakan langkah yang gampang dan sangat
penting dalam pelatihan emosi, misalnya tegang, cemas, sakit hati, marah, sedih
dan takut. Menyediakan kata-kata dengan cara ini dapat menolong anak-anak
mengubah suatu perasaan yang tidak jelas, menakutkan, dan tidak nyaman
menjadi sesuatu yang dapat dirumuskan, sesuatu yang mempunyai batas-batas dan
merupakan bagian wajar dari kehidupan sehari-hari. Studi-studi memperlihatkan
bahwa tindakan memberi nama emosi itu dapat berefek menentramkan terhadap
sistem saraf, dengan membantu anak-anak untuk pulih kembali lebih cepat dari
peristiwa-peristiwa yang merisaukan.
5. Menentukan batas-batas sambil membantu anak memecahkan masalah yang
dihadapi, proses ini memiliki beberapa tahap: (1) menentukan batas-batas
terhadap tingkah laku yang tidak pada tempatnya, (2) menentukan sasaran, (3)
memikirkan pemecahan yang mungkin, (4) mengevaluasi pemecahan yang
disarankan berdasarkan nilai-nilai keluarga, dan (5) menolong anak memilih satu
pemecahan.12

Selain terjadi dalam lingkungan keluarga, pendidikan emosi bisa diupayakan di


lingkungan sekolah. Sekolah harus menyertakan keterampilan emosional di dalam

12
Ibid, halaman 94-103

11
kurikulumnya, misalnya pelajaran untuk bekerja sama. Di Amerika, keterampilan
emosional ini disebut “Self Science”.

Self Science adalah perintis gagasan yang saat ini (pada tahun 1996, yakni tahun
penulisan buku Emotional Intellegence oleh Goleman) menyebar di sekolah-sekolah
dari pantai timur sampai pantai barat Amerika Serikat. Nama dari pelajaran semacam ini
beragam mulai dari social development (pengembangan sosial), life skill (keterampilan
hidup), sampai social and emotional learning (pembelajaran sosial dan emosi). Benang
merahnya adalah sasaran untuk meningkatkan kadar keterampilan emosional dan sosial
pada anak sebagai bagian dari pendidikan reguler mereka.13

Untuk meningkatkan kecerdasan emosional peserta didik, maka dibutuhkan kiat-


kiat sebagai berikut:

1. Mengenali Emosi Diri

Keterampilan ini meliputi kemampuan anda untuk mengidentifikasi apa yang


sesungguhnya anda rasakan. Setiap kali suatu emosi tertentu muncul dalam pikiran,
Anda harus dapat menangkap pesan apa yang ingin disampaikan. Berikut adalah
beberapa contoh pesan dari emosi: takut, sakit hati, marah, frustasi, kecewa, rasa
bersalah, kesepian.

2. Melepaskan Emosi Negatif

Keterampilan ini berkaitan dengan kemampuan anda untuk memahami dampak


dari emosi negatif terhadap diri anda. Sebagai contoh keinginan untuk memperbaiki
situasi ataupun memenuhi target pekerjaan yang membuat Anda mudah marah ataupun
frustasi seringkali justru merusak hubungan Anda dengan bawahan maupun atasan serta
dapat menyebabkan stres. Jadi, selama anda dikendalikan oleh emosi negatif Anda
justru anda tidak bisa mencapai potensi terbaik dari diri anda. Solusinya, lepaskan emosi
13
Goleman, Daniel, 1996, Kecerdasan Emosional, terj. T. Hermaya (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 1996),

12
negatif melalui teknik pendayagunaan pikiran bawah sadar sehingga anda maupun
orang-orang di sekitar Anda tidak menerima dampak negatif dari emosi negatif yang
muncul.

3. Mengelola Emosi Diri Sendiri

Anda jangan pernah menganggap emosi negatif atau positif itu baik atau buruk.
Emosi adalah sekedar sinyal bagi kita untuk melakukan tindakan untuk mengatasi
penyebab munculnya perasaan itu. Jadi emosi adalah awal bukan hasil akhir dari
kejadian atau peristiwa. Kemampuan kita untuk mengendalikan dan mengelola emosi
dapat membantu Anda mencapai kesuksesan. Ada beberapa langkah dalam mengelola
emosi diri sendiri, yaitu: Pertama adalah menghargai emosi dan menyadari
dukungannya kepada Anda. Kedua, berusaha mengetahui pesan yang disampaikan
emosi, dan meyakini bahwa kita pernah berhasil menangani emosi ini sebelumnya.
Ketiga adalah dengan bergembira kita mengambil tindakan untuk menanganinya.
Kemampuan kita mengelola emosi adalah bentuk pengendalian diri yang paling penting
dalam manajemen diri, karena kitalah sesungguhnya yang mengendalikan emosi atau
perasaan kita, bukan sebaliknya.

4. Memotivasi Diri Sendiri

Menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan merupakan hal yang sangat
penting dalam kaitan untuk memberi perhatian, untuk memotivasi diri sendiri dan
menguasai diri sendiri, dan untuk berkreasi. Kendali diri emosional--menahan diri
terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati--adalah landasan keberhasilan
dalam berbagai bidang.

Ketrampilan memotivasi diri memungkinkan terwujudnya kinerja yang tinggi


dalam segala bidang. Orang-orang yang memiliki ketrampilan ini cenderung jauh lebih
produktif dan efektif dalam hal apapun yang mereka kerjakan.

13
5. Mengenali Emosi Orang Lain

Mengenali emosi orang lain berarti kita memiliki empati terhadap apa yang
dirasakan orang lain. Penguasaan ketrampilan ini membuat kita lebih efektif dalam
berkomunikasi dengan orang lain. Inilah yang disebut sebagai komunikasi empatik.
Berusaha mengerti terlebih dahulu sebelum dimengerti. Ketrampilan ini merupakan
dasar dalam berhubungan dengan manusia secara efektif.

6. Mengelola Emosi Orang Lain

Jika ketrampilan mengenali emosi orang lain merupakan dasar dalam


berhubungan antar pribadi, maka ketrampilan mengelola emosi orang lain merupakan
pilar dalam membina hubungan dengan orang lain. Manusia adalah makhluk emosional.
Semua hubungan sebagian besar dibangun atas dasar emosi yang muncul dari interaksi
antar manusia.

Keterampilan mengelola emosi orang lain merupakan kemampuan yang dahsyat


jika kita dapat mengoptimalkannya. Sehingga kita mampu membangun hubungan antar
pribadi yang kokoh dan berkelanjutan. Dalam dunia industri hubungan antar korporasi
atau organisasi sebenarnya dibangun atas hubungan antar individu. Semakin tinggi
kemampuan individu dalam organisasi untuk mengelola emosi orang lain.

7. Memotivasi Orang Lain

Ketrampilan memotivasi orang lain adalah kelanjutan dari ketrampilan mengenali


dan mengelola emosi orang lain. Ketrampilan ini adalah bentuk lain dari kemampuan
kepemimpinan, yaitu kemampuan menginspirasi, mempengaruhi dan memotivasi orang
lain untuk mencapai tujuan bersama. Hal ini erat kaitannya dengan kemampuan
membangun kerja sama tim yang tangguh dan handal.

14
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan mengenai kecerdasan emosional, maka dapat menarik


kesimpulan sebagai berikut:

1. Kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan kemampuan
mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungannya dengan orang lain.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional, yaitu faktor lingkungan keluarga
dan non keluarga, faktor fisik, faktor psikis, faktor psikolgis, pelatihan emosi dan
pendidikan.
3. Langkah-langkah peningkatan kecerdasan emosinal yang bertujuan untuk mengembangkan
kecerdasan emosional, sebagai berikut:
2) Menyadari emosi anaknya.
3) Mengakui itu sebagai peluang untuk kedekatan dan mengajar.
4) Mendengarkan dengan penuh empati dan meneguhkan perasaan anak tersebut.
5) Menolong anaknya menemukan kata-kata untuk memberi nama emosi yang sedang
dialaminya.
6) Menentukan batas-batas sambil membantu anak memecahkan masalah yang dihadapi.

15
DAFTAR PUSTAKA

Saefullah, Uyoh, Psikologi Perkembangan dan Pendidikan, Bandung: Pustaka Setia,


2012

Hastuti, Wiwik Dwi, dkk, Perkembangan Peserta Didik, Surabaya: LAPIS- PGMI,
2008

Santrock, John W., Perkembangan Anak, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007

Fatimah, Enung, Psikologi Perkembangan (Perkembangan Peserta Didik), Bandung:


Pustaka Setia, 2006

Yusuf LN, Syamsu, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2005

Desmita, Psikologi Perkembangan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005

Sunar P., Dwi, Edisi Lengkap Tes IQ, EQ, dan SQ, Jogjakarta: Flash Books, 2010.

Mabruria, Arni, 2012, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosi

Gottman, John dan Joan de Claire, Kiat-kiat Membesarkan Anak yang Memiliki
Kecerdasan Emosional, Terj. T. Harmaya, Jakarta: Gramedia, 1997

Goleman, Daniel, 1996, Kecerdasan Emosional, terj. T. Hermaya (Jakarta: Gramedia


Pustaka Utama, 1996)

16
Hendri Sasrawan, http://konseling.umm.ac.id/files/file/TENTANG
%20PSIKOLOGI.pdf diakses pada tanggal 23 Maret 2021

17

Anda mungkin juga menyukai