Anda di halaman 1dari 30

METODE PENELITIAN KUALITATIF

ETNOGRAFI

Dosen Pengampu: Prof. Koentjoro, MBSC PD.D, Psikolog

Oleh:

Chairun Nisaa’ 1521900006


Lepa, Annalicia Christabel Sonia 1521900021
Uvynavelia Hardysta 1521900018
Yusmita M 1521900008

MAGISTER PSIKOLOGI PROFESI


FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945
SURABAYA
2021
BAB I
Pendahuluan
A. Lata Belakang

Perilaku manusia merupakan serangkaian hasil manifestasi hayati inividu dalam


merespon stimulus yang ada dilingkungannya. Perilaku merupakan hasil daripada segala
macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkunganya yang terwujud dalam
bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Perilaku merupakan respon/reaksi seorang individu
terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya (Notoatmojo, 2010).

Menurut Sunaryo (2004) Perilaku ini di pengaruhi oleh factor-faktor insternal berupa
factor genetic atau fantor endogen yang terdiri dari jenis ras, jenis kelamin, sifat fisik, sifat
kepribadian, bakat pembawaan, serta intetegensi. Selian itu perilaku juga di pengaruhi factor-
faktor internal yaitu factor libgkungan berupa usia, Pendidikan, pekerjaan, agama, social
ekonomi dan budaya (dalam Pamungkas, 2015).

Lingkungan (termasuk kebudayaan) memiliki pengaruh yang besar dalam membentuk


pribadi seseorang. Kepribadian, katanya tidak lain daripada pola perilaku yang konsisten
yang menggambarkan sejarah reinforcement yang kita alami. Setiap orang memiliki pola
sikap dan perilaku tertentu dikarenakan adanya reinforcement (penguatan, ganjaran) dari
masyarakat untuk sikap dan perilaku tersebut, bukan untuk sikap dan perilaku yang lain.

Setiap individu hidup di lingkungan kebudayaannya, masing- masing budaya punya


ciri khasnya tersendiri. Kebudayaan orang Madura akan berbeda dengan budaya Makassar,
budaya orang Jawa berbeda dengan budaya orang Bali, demikian juga budaya orang Irian
akan berbeda dengan kebudayaan orang Bugis. Sekalipun demikian, kebudayaan itu bisa
dipelajari, dibentuk dan dirubah oleh sebab itu dalam mempelajari perilaku manusia perlu
juga memahami budayanya.

Salah satu tekik penelitian kialitiatif yang fakus dalam penelitian pengenai hubungana
perilakuk kempok manusia dengan kebuadayaan adalah penelitian etnografi. Etnografi
merupakan segala macam kajian atau studi yang mendalam tentang sekelompok orang
dengan tujuan untuk mendeskripsikan pola dan kegiatan sosio-kultural mereka. Borg dan Gall
(1989) mendefinisikan etnografi sebagai “an in-depth analytical description of an intact
cultural scene”.

Pada mulanya etnografi dikembangkan oleh para antropolog, dan karena itu sering
pula disebut sebagai “anthropological field study approach”. Namun seiring dengan
perjalanan waktu, sejumlah teori dan metode studi etnografi pun terus berkembang mencakup
konsep, dan pendekatan yang tepat untuk mendeskripsikan kelompok-kelompok sosial seperti
kelompok (geng) pengendara sepeda motor, remajaremaja nakal, suasana sosial seperti di
ruang kelas, ruang sidang, dan juga ruang-ruang publik seperti di pojok-pojok jalan, terminal,
stasiun, pasar, rumah sakit dan sebagainya sehingga saat ini etnografi tidak hanya sebagai
penelitian diranah antropologi namun juga dapat digunakan pada berbagai ranah ilmu
pengetahuan salah satunya psikologi.
Berdasarkan laterbelakang diatas maka makalah ini akan membahas menganai
penelitian entongrafi dalam ranah penelitian psikologi sehingga di harapkan dapat menjadi
referensi bagi ilmuan psikologi dalam melakukan penelitian psikologi dengan pendekatan
etnografi.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat rumusan masalah dalam penulisan
makalah ini antara lain:

1. Bagaimana sejarah penelitian etbografi?


2. Apa tujuan dari penelitian etnografi?
3. Bagaimana langkah-langkah penelitian etnografi?
4. Bagaimana malakukan analisis dan coding dalam penelitian etnografi?
5. Bagaimana melakukan inteprutasi dalam penelitian etnografi?
6. Bagaimana contoh penelitian etnogafi

C. Tujuan

Bedasarkan Rumusan masalah diatas maka tujuan daari penulisan makalah ini antara
lain:

1. Menjelaskan sejarah enelitian etnografi.


2. Menjelaskan tujuan dari penelitian etnografi.
3. Menjelaskan langkah-langkah penelitian etnografi.
4. Menjeelsakan cara melakukan analisis dan coding dalam penelitian etnografi.
5. Menjelaskan cara melakukan inteprutasi dalam penelitian etnografi.
6. Menjelaskn contoh penelitian etnogafi.

D. Manfaat

Makalah ini diharapkan dapat menjadi rujukan bagi para ilmuan psikologi dalam
melakukan penelitian mengenai perilaku sekelompok manusia yang berfokus pada latar
belakang kebudayaan.
BAB II

Pembahasan

A. Sejarah dan Tokohnya


Secara harfiah, kata “etnografi” berarti “menulis tentang orang”. Dalam arti
luas, dari berbagai literatur bisa disimpulkan bahwa etnografi mencakup segala
macam kajian atau studi yang mendalam tentang sekelompok orang dengan tujuan
untuk mendeskripsikan pola dan kegiatan sosio-kultural mereka. Bagi etnografer,
setiap kejadian apa saja ada pola, sistem, rumus dan keteraturan yang bisa dipakai
untuk menjelaskan kejadian atau fenomena lainnya. Borg dan Gall (1989)
mendefinisikan etnografi sebagai “an in-depth analytical description of an intact
cultural scene” atau deskripsi analitik mendalam tentang pemandangan budaya yang
utuh"
Pada mulanya etnografi dikembangkan oleh para antropolog, dan karena itu
sering pula disebut sebagai “anthropological field study approach” pendekatan studi
lapangan antropologis. Peneliti etnografi ingin membongkar dunia batin subjek
mengenai persepsi, penilaian, pandangan dan sikap mereka terhadap sebuah peristiwa
dari sisi subjek, bukan dari sisi sang peneliti. Karena itu, studi etnografi lebih
menekakan data emic, bukan etic. Etnografi lebih menekankan makna (meaning) dari
suatu peristiwa daripada kebenaran (truth) bagi subjek. Seiring dengan perjalanan
waktu, sejumlah teori dan metode studi etnografi pun terus berkembang mencakup
konsep, dan pendekatan yang tepat untuk mendeskripsikan kelompok-kelompok
sosial seperti kelompok (geng) pengendara sepeda motor, remaja-remaja nakal,
suasana sosial seperti di ruang kelas, ruang sidang, dan juga ruang-ruang publik
seperti di pojok-pojok jalan, terminal, stasiun, pasar, rumah sakit dan sebagainya.
Secara sederhana, etnografi dapat dipahami sebagai gambaran sebuah kebudayaan
yaitu gambaran kebudayaan sebuah masyarakat yang merupakan hasil konstruksi
peneliti dari berbagai informasi yang diperolehnya selama melakukan penelitian di
lapangan dan dengan fokus permasalahan tertentu. Belajar etnografi berarti belajar
tentang jantung dari ilmu antropologi, khususnya antropologi sosial. Ciri khas dari
metode penelitian lapangan etnografi ini adalah sifatnya yang menyeluruh dan terpadu
(holistic-integratif), deskripsi yang kaya (thick description) dan analisa kualitatif
dalam rangka mendapatkan cara pandang pemilik kebudayaan.
Era awal mula etnografi hanya dilakukan melalui kajian di perpustakaan.
Proses kajian yang dilakukan dalam menemukan teori-teori kebudayaan hanya
melalui bahan-bahan tulisan tentang berbagai suku di dunia yang dikumpulkan oleh
para musafir, penyebar agama, pegawai kolonial dan penjelajah alam. Dengan
bahasan terhadap tulisan-tulisan tersebut, para peneliti berupaya membangun tingkat-
tingkat perkembangan evolusi budaya manusia dari masa mula manusia muncul di
muka bumi sampai ke masa kini. Mereka bekerja di kamar kerja sendiri dan di
perpustakaan, tidak pernah terjun langsung melihat langsung masyarakat “primitif”
yang menjadi objek karangan mereka.
Namun, menjelang akhir abad 19, muncul pemikiran bahwa peneliti perlu
melihat sendiri objek kajiannya dengan turun langsung ke lapangan. Penelitian
W.H.R. Rivers dari Inggris dan Franz Boas dari Amerika kiranya dapat menjadi
contoh dari model penelitian ini. walaupun demikian penelitian mereka dirasa masih
berorientasi pada informan oriented gambaran masa lalu masyarakat yang diteliti.
Selanjutnya, metode Etnografi modern muncul tahun 1915-1925, A.R. Radcliffe-
Brown dan Bronislaw Malinowski. Berfokus pada kehidupan masa kini yang sedang
dijalani oleh anggota masyarakat, yaitu tentang “way of lif'e” masyarakat tersebut.
Oleh sebab itu, tidak hanya melakukan wawancara dengan informan tetapi juga
melakukan observasi sambil berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat tersebut.
Studi etnografi sebagaimana dikenal dalam antropologi dikenal juga dalam
batas-batas tertentu sebagai studi kasus. Syarat utama dalam studi etnografi adalah
peneliti itu sendiri harus hidup di antara objek dan subjek yang ditelitinya untuk
waktu yang relatif cukup bagi si peneliti untuk dapat hidup terintegrasi dengan
masyarakat yang ditelitinya. Keberadaan peneliti dibutuhkan agar dapat
mengembangkan kepekaannya dalam berpikir, merasakan dan menginterpretasikan
hasil-hasil pengamatannya dengan menggunakan konsep-konsep yang ada dalam
pemikiran, perasaan-perasaan, dan nilai-nilai dari yang diteliti. Selanjutnya etnografi
berkembang menjadi etnografi baru yang bersumber dari aliran antropologi yang
disebut cognitive anthropology atau ethoscience. Etnografi baru ini memusatkan
perhatiannya untuk menemukan bagaimana berbagai masyarakat mengorganisasikan
budaya mereka dalam pikiran mereka dan kemudian menggunakan budaya tersebut
dalam kehidupan. Metode ini mulanya bertolak pada definisi budaya menurut Ward
Ward Goodenough yang berpendapat bahwa budaya bukanlah suatu fenomena
material, akan tetapi sebuah pengorganisasian atas benda-benda, manusia, prilaku,
atau emosi yang dimiliki oleh manusia dalam pikiran (mind).
Setiap masyarakat dipandang mempunyai satu sistem yang unik dalam
mempersepsikan dan mengorganisasikan fenomena material seperti benda-benda,
kejadian, perilaku, dan emosi. Sehingga objek kajian dalam metode ini bukanlah
fenomena material tersebut, tetapi cara fenomena material tersebut diorganisasikan
dalam pikiran manusia. Secara sederhana, budaya dipandang berada dalam pikiran
manusia dan bentuknya adalah organisasi pikiran tentang fenomena material. Tugas
etnografi adalah menemukan dan menggambarkan organisasi pikiran tersebut.
Kemudian, jalan yang tepat untuk memperoleh pengetahuan budaya yang tersimpan
dalam pikiran itu adalah melalui bahasa.

B. Tujuan penelitian
Sebagai metode penelitian kualitatif, etnografi dilakukan untuk tujuan-tujuan
tertentu. Spradley (1997) mengungkapkan tujuan penelitian etnografi, sebagai berikut:
(1) Untuk memahami rumpun manusia. Dalam hal ini, etnografi berperan dalam
menginformasikan teori-teori ikatan budaya; menawarkan suatu strategi yang baik
sekali untuk menemukan teori grounded. Sebagai contoh, etnografi mengenai anak-
anak dari lingkungan kebudayaan minoritas di Amerika Serikat yang berhasil di
sekolah dapat mengembangkan teori grounded mengenai penyelenggaraan sekolah;
etnografi juga berperan untuk membantu memahami masyarakat yang kompleks. (2)
Etnografi ditujukan guna melayani manusia. Tujuan ini berkaitan dengan prinsip yang
dikemukakan Spradley, yakni menyuguhkan problem solving bagi permasalahan di
masyarakat, bukan hanya sekedar ilmu untuk ilmu

C. Cara Penelitian Etnografi menurut Spradley dan Creswell


Berikut ini adalah langkah-langkah pengembangan penelitian etnografi
menurut Spradley:
1. Menetapkan informan
Ada lima syarat minimal untuk memilih informan, yaitu: (a) enkulturasi penuh,
artinya mengetahui budaya miliknya dengan baik, (b) keterlibatan langsung, (c)
suasana budaya yang tidak dikenal, biasanya akan semakin menerima tindak
budaya sebagaimana adanya, dia tidak akan basa-basi, (d) memiliki waktu yang
cukup, (e) non-analitis.
2. Melakukan wawancara kepada informan
Wawancara etnografis merupakan jenis peristiwa percakapan (speech event) yang
khusus. Tiga unsur yang penting dalam wawancara etnografis adalah tujuan yang
eksplisit, penjelasan dan pertanyaannya yang bersifat etnografis.
3. Membuat catatan etnografi
Sebuah catatan etnografis meliputi catatan lapangan, alat perekam gambar, artefak
dan benda lain yang mendokumentasikan suasana budaya yang dipelajari.
4. Mengajukan pertanyaan deskriptif
Pertanyaan deskriptif mengambil “keuntungan dari kekuatan bahasa untuk
menafsirkan setting”. Etnografer perlu untuk mengetahui paling tidak satu setting
yang di dalamnya informan melakukan aktivitas rutinnya.
5. Melakukan analisis wawancara etnografis.
Analisis ini merupakan penyelidikan berbagai bagian sebagaimana yang
dikonseptualisasikan oleh informan.
6. Membuat analisis domain.
Analisis ini dilakukan untuk mencari domain awal yang memfokuskan pada
domain-domain yang merupakan nama-nama benda.
7. Mengajukan pertanyaan struktural yang merupakan tahap lanjut setelah
mengidentifikasi domain.
8. Membuat analisis taksonomik.
Ada lima langkah penting membuat taksonomi, yaitu: (a) pilih sebuah domain
analisis taksonomi, (b) identifikasi kerangka substitusi yang tepat untuk analisis,
(c) cari subset di antara beberapa istilah tercakup, (d) cari domain yang lebih besar,
(f) buatlah taksonomi sementara.
9. Mengajukan pertanyaan kontras dimana makna sebuah simbol diyakini dapat
ditemukan dengan menemukan bagaimana sebuah simbol berbeda dari simbol-
simbol yang lain.
10. Membuat analisis komponen
Analisis komponen merupakan suatu pencarian sistematik berbagai atribut
(komponen makna) yang berhubungan dengan simbol-simbol budaya.
11. Menemukan tema-tema budaya.
12. Langkah terakhirnya yakni menulis sebuah etnografi.

Dibalik pendekatan Spradley yang sangat terstruktur, Creswell (2012)


mengajukan serentetan langkah yang menyajikan sebuah template umum ketimbang
prosedur tetap untuk melaksanakan etnografi. Disamping itu, pertimbangan-
pertimbangan dari para etnografer sendiri dan para peneliti studi kasus berbeda secara
prosedural, dan akan dibandingkan untuk mencari kesamaan dan perbedaan diantara
ketiga bentuk etnografi: realis, studi kasus, dan kritis.
1. Mengidentifikasi Tujuan dan Tipe rancangan, dan Mengaitkan Tujuan dengan
Masalah Penelitian
Langkah-langkah pertama dan yang paling penting dalam melakukan penelitian
adalah mengidentifikasi kenapa anda melakukan penelitian, rancangan bentuk apa
yang anda akan gunakan, dan bagaimana tujuan anda terkait dengan masalah
penelitian anda. Faktor-faktor ini perlu diidentifikasi dalam ketiga bentuk etnografi
dan studi kasus. Tujuan penelitian anda dan tipe masalah yang anda ingin teliti
akan secara signifikan berbeda, tergantung pada apakah anda akan melakukan
penelitian etnografi realis, studi kasus atau kritis.
2. Membicarakan Masalah-masalah terkait dengan Persetujuan  dan Akses
Dalam langkah ini, ketiga jenis rancangan mengikuti prosedur yang sama. Peneliti
perlu mendapatkan persetujuan dari badan pemberi izin. Peneliti juga perlu
mengidentifikasi jenis sampling bertujuan yang ada dan yang paling relevan untuk
menjawab pertanyaan penelitian. Dalam proses ini, identifikasi situs penelitian dan
kemudian identifikasi pula penjaga (gate keeper) yang bisa memberikan akses pada
anda ke situs dan para partisipan. Dalam semua penelitian, harus menghormati dan
menghargai situs/tempat penelitian, secara aktif merancang penelitian untuk terus
melakukan kerja sama timbal balik dengan para indvidu di lokasi penelitian. Ini
bermakna bahwa anda menjamin dan menjaga agar situs tidak terganggu secara
berlebihan dan mengikuti praktek-praktek etika yang baik seperti menjamin privasi
dan anonimitas, tidak menipu para individu, dan memberitahukan kepada semua
partisipan tentang tujuan penelitian anda.
3. Gunakan Prosedur Pengumpulan Data yang Tepat
Dalam etnografi realis, karena peneliti akan menghabiskan banyak waktu dengan
para individu di lapangan, (misalnya sampai 4 bulan atau lebih), anda perlu
memasuki situs secara berangsur-angsur dan sedapat mungkin secara tidak kentara
(unobtrusive) . Membangun hubungan (rapport) dengan penjaga dan partisipan-
partisipan kunci penting sekali untuk kontak yang berjangka panjang. Dalam
laporan-laporan etnografi realis, penekanan diberikan pada pembuatan catatan-
catatan lapangan dan pengamatan terhadap “cultural scence” (pemandangan
budaya). Wawancara dan artifak seperti gambar, reliks, dan simbol-simbol juga
merupakan bentuk-bentuk data yang penting. Data apa saja yang bisa membantu
mengembangkan pemahaman yang mendalam tentang pola-pola yang diayomi
bersama oleh kelompok budaya tertentu akan sangat bermanfaat.
4. Menganalisis dan Menginterpretasi Data dalam sebuah Rancangan
Dalam semua rancangan etnografi, peneliti akan terlibat dalam proses
pengembangan deskripsi, analisis data dalam rangka menemukan tema-tema, dan
memberikan interpretasi dalam rangka memaknai informasi. Ini merupakan
prosedur yang biasa dilalui dalam analisis dan interpretasi pada semua penelitian
kualitatif. Walaupun demikian, perbedaan tipe rancangan penelitian etnografi
bervariasi dalam pendekatannya terhadap prosedur tersebut.
5. Menyusun Laporan Sesuai dengan Rancangan
Etnografi realis ditulis sebagai sebuah laporan informasi yang objektif tentang 
kelompok berbudaya sama. Pandangan pribadi dan bias anda akan tetap berada di
latar belakang, pembicaraan pada akhir laporan akan menandakan bagaimana
penelitian itu memberikan kontribusi terhadap pengetahuan berkenaan dengan
tema kultural yang didasarkan pada pemahaman terhadap pola-pola yang sama
dalam bertingkah laku, berpikir dan berbahasa dari kelompok berbudaya sama itu.

Menurut Spradley, Prosedur siklus penelitian etnografi mencakup enam


langkah yaitu :
1. Memilih proyek etnografi.
Ruang lingkup proyek-proyek ini dapat sangat bervariasi dari mempelajari
keseluruhan masyarakat yang kompleks, seperti kelompok berburu Inuit di Alaska,
hingga mempelajari situasi sosial tunggal atau lembaga, seperti bar perkotaan,
persaudaraan, atau taman bermain sekolah. Para pemula akan bijaksana untuk
membatasi ruang lingkup nya proyek untuk situasi sosial tunggal sehingga dapat
diselesaikan dalam waktu yang wajar. Sebuah situasi sosial selalu memiliki tiga
komponen: tempat, pelaku, dan kegiatan.
2. Mengajukan pertanyaan etnografis
Peneliti memiliki pertanyaan dalam pikirannya untuk membimbing apa yang ingin
dia lihat, dia dengar dan data yang ingin dikumpulkan
3. Mengumpulkan data etnografi
Peneliti melakukan penelitian lapangan untuk mengetahui kegiatan orang-orang,
karakteristik fisik, dan bagaimananya rasanya menjadi bagian dari situasi. Langkah
ini biasanya dimulai dengan gambaran yang terdiri dari pengamatan deskriptif
yang luas. Kemudian, setelah melihat data, peneliti berpindah ke pengamatan yang
lebih terfokus. Di sini, peneliti menggunakan observasi partisipan, wawancara
mendalam, dan sebagainya untuk mengumpulkan data
4. Membuat catatan etnografis
Langkah ini termasuk mengambil catatan lapangan dan foto, membuat peta, dan
menggunakan cara lain yang sesuai untuk merekam pengamatan.
5. Menganalisis data etnografi
Penelitian lapangan selalu diikuti dengan analisis data, yang mengarah ke
pertanyaan-pertanyaan baru dan hipotesis baru, pengumpulan lebih banyak data
dan catatan lapangan, serta analisis yang lebih mendalam. Siklus tersebut terus
berlanjut sampai proyek selesai.
6. Menulis etnografi
Etnografi harus ditulis, sehingga budaya atau kelompok dapat dibawa ke kehidupan
nyata, membuat pembaca merasa bahwa mereka memahami orang-orang dan cara
hidup mereka atau situasi dan orang-orang di dalamnya. Laporan etnografis dapat
berbentuk panjang dari beberapa halaman untuk satu atau dua volume. Penulisan
harus rinci dan konkret, tidak umum atau samar.

D. Analisis Data
Untuk penelitian etnografi, terdapat tiga aspek analisis data yang dikemukakan
oleh Wolcott (1994): deskripsi, analisis, dan interpretasi dari kelompok yang berbagi
budaya. Wolcott (1990) percaya bahwa titik awal yang baik untuk menulis etnografi
adalah dengan mendeskripsikan kelompok dan latar yang berbagi budaya:
1. Deskripsi adalah fondasi di mana penelitian kualitatif dibangun. Di sini Anda
menjadi pendongeng, mengundang pembaca untuk melihat melalui mata Anda apa
yang telah Anda lihat. Mulailah dengan menyajikan deskripsi langsung tentang
pengaturan dan acara. Tidak ada catatan kaki, tidak ada analisis yang mengganggu
— hanya fakta, disajikan dengan hati-hati dan secara menarik terkait pada tingkat
detail yang sesuai. (hal.28) Dari perspektif interpretatif, peneliti hanya dapat
menyajikan satu set fakta; fakta dan tafsir lain menunggu pembacaan etnografi
oleh peserta dan lainnya. Namun deskripsi ini dapat dianalisis dengan menyajikan
informasi dalam urutan kronologis. Penulis mendeskripsikan dengan secara
bertahap memfokuskan deskripsi atau mencatat "hari dalam kehidupan" dari
kelompok atau individu. Akhirnya, teknik lain melibatkan fokus pada peristiwa
penting atau kunci, mengembangkan "cerita" lengkap dengan plot dan karakter,
menulisnya sebagai "misteri," memeriksa kelompok dalam interaksi, mengikuti
kerangka analisis, atau menunjukkan perspektif yang berbeda melalui pandangan.
peserta.
2. Analisis untuk Wolcott (1994) adalah prosedur penyortiran— "sisi kuantitatif
penelitian kualitatif" (hlm. 26). Ini melibatkan menyoroti materi spesifik yang
diperkenalkan pada fase deskriptif atau menampilkan temuan melalui tabel,
bagan, diagram, dan gambar. Peneliti juga menganalisis dengan menggunakan
prosedur sistematis seperti yang dikemukakan oleh Spradley (1979, 1980), yang
menyerukan membangun taksonomi, membuat tabel perbandingan, dan
mengembangkan tabel semantik. Mungkin prosedur analisis yang paling populer,
juga disebutkan oleh Wolcott (1994), adalah pencarian keteraturan berpola dalam
data. Bentuk lain dari analisis terdiri dari membandingkan kelompok budaya
dengan orang lain, mengevaluasi kelompok dalam hal standar, dan menggambar
hubungan antara kelompok berbagi budaya dan kerangka teoritis yang lebih besar.
Langkah-langkah analisis lainnya termasuk mengkritisi proses penelitian dan
mengusulkan desain ulang untuk penelitian tersebut.
3. Membuat interpretasi etnografis dari kelompok berbagi budaya juga merupakan
langkah transformasi data. Di sini peneliti melampaui database dan menyelidiki
"apa yang harus dibuat dari mereka" (Wolcott, 1994, p. 36). Peneliti berspekulasi
tentang interpretasi komparatif yang keterlaluan yang menimbulkan keraguan atau
pertanyaan bagi pembaca. Peneliti menarik kesimpulan dari data atau beralih ke
teori untuk memberikan struktur untuk interpretasinya. Peneliti juga
mempersonalisasi interpretasi: "Inilah yang saya buat" atau "Ini adalah bagaimana
pengalaman penelitian mempengaruhi saya" (hal. 44). Akhirnya, peneliti
menempa interpretasi melalui ekspresi seperti puisi, fiksi, atau pertunjukan.
Berbagai bentuk analisis mewakili pendekatan Fetterman (2010) terhadap
etnografi. Dia tidak memiliki prosedur lockstep tetapi merekomendasikan
triangulasi data dengan menguji satu sumber data terhadap yang lain, mencari pola
pemikiran dan perilaku, dan berfokus pada peristiwa-peristiwa penting yang dapat
digunakan etnografi untuk menganalisis seluruh budaya (misalnya, ketaatan ritual
hari Sabat). Ahli etnografi juga menggambar peta latar, mengembangkan bagan,
merancang matriks, dan terkadang menggunakan analisis statistik untuk
memeriksa frekuensi dan besaran. Mereka mungkin juga mengkristalkan pikiran
mereka untuk memberikan “kesimpulan duniawi, wawasan baru, atau pencerahan
yang menghancurkan bumi” (Fetterman, 2010, hlm. 109).

Serangkaian prosedur, prasasti, transkripsi, dan deskripsi, dilakukan di


lapangan. Mereka membutuhkan perhatian yang menyeluruh dan cermat terhadap
detail mendengarkan dan mengamati, serta perhatian pada skema dan bias organisasi
batin seseorang. Mereka juga membutuhkan waktu berjam-jam untuk mengetik
catatan lapangan dan sistem yang baik untuk mengisi atau membuat katalog data.
Set kedua prosedur melibatkan "merapikan" data segera setelah pekerjaan
lapangan selesai. Hanya tahap ketiga dan terakhir yang umumnya dikenali oleh
sebagian besar peneliti sebagai manajemen dan analisis data: sebuah proses yang
melelahkan dalam mengatur dan “memasak” data mentah hingga menjadi hasil
penelitian. Namun, kami yakin penting untuk ditekankan bahwa bagi para etnografer,
proses analitik menginformasikan seluruh upaya penelitian

E. Memulai Analisis
Setelah merapikan selesai, kumpulan data yang terkumpul harus diatur dan
dikurangi sehingga ide, makna, teori penjelasan, dan tema muncul dan unit, variabel,
pola atau faktor, dan struktur atau domain di dalamnya menjadi terlihat. Membiarkan
apa yang menarik dalam suatu studi muncul dari data memerlukan pertimbangan
semua data yang dikumpulkan dan triangulasi data atau bukti dari berbagai sumber
untuk mencapai temuan yang kredibel. Namun, sebelum triangulasi dimungkinkan,
peneliti harus memasukkan data mereka ke proses peninjauan dan kemudian
chunking, crunching, dan pengkodean data. Chunking, crunching, dan coding data
masing-masing digunakan untuk menganalisis berbagai jenis data. Proses yang dipilih
peneliti untuk memulai analisis tergantung pada bentuk data dan tujuan penelitian.
Jenis data dan hubungannya dengan kebutuhan analisis meliputi:
 Data yang sepenuhnya kualitatif, seperti catatan lapangan atau wawancara tidak
terstruktur. Ini harus diperlakukan pada awalnya sebagai gumpalan atau potongan
besar, biasanya teks, yang membangkitkan atau mewakili konsep atau fenomena
tertentu yang menarik dalam penelitian. Ini disebut chunking.
 Data yang pada dasarnya bersifat kualitatif tetapi sudah dipotong-potong. Data ini
dapat diubah menjadi data yang lebih kuantitatif dengan proses yang disebut
"crunching". Crunching menciptakan taksonomi yang jelas dari item atau unit
data yang berbeda. Crunching sebenarnya dapat mengubah data kualitatif menjadi
data yang dapat dihitung atau dicacah. Crunching juga dapat memungkinkan
eksplorasi hubungan antara variabel atau faktor yang ditentukan secara kualitatif
(kelompok variabel).
 Data dalam bahan teks kualitatif yang sudah berbentuk kuantitatif atau yang telah
ditransformasi menjadi data kuantitatif. Data ini dapat dikodekan menjadi item
dan unit diskrit menggunakan sistem pengkodean yang dikembangkan dari
kerangka formatif — dan biasanya direvisi — teoretis, atau secara induktif, atau
keduanya.
 Data yang sudah di pra-kodekan dan hanya perlu diolah, diskalakan, atau dihitung
dan dimanipulasi untuk menunjukkan hubungan di antara variabel, faktor, dan
domain. Data ini biasanya ditemukan dalam survei terstruktur sistematis atau
format seperti survei. Secara bersama-sama, proses ini sering disebut proses
"pengkodean" data. Namun, di Toolkit, kami membedakan antara "pengodean
umum" dan "pengodean khusus."

Lebih detail pada table dibawah:


LeCompte Schensul and Schensul Mishler Spradley Glaser and Strauss Lofl
1. Analisis tingkat item. 1. Definisi variabel. 1. Membangun narasi kronologis. 1. Analisis 1. Memisahkan 1. Mengidentifikasi
Mengidentifikasi item Mengidentifikasi item dan Mengidentifikasi semua klausa naratif yang deskriptif. item diskrit dari tindakan
atau unit; mengaturnya secara hirarki ke tidak dapat dipindahkan ke tempat lain tanpa Mengidentifikasi aliran perilaku 2. Mengidentifikasi
menciptakan dalam variabel mengubah artinya item dan unit 2. Potongan unit aktivitas dan
taxonomies 2. dari aliran atau item ke pengaturan di
(mengklasifikasikan a. Definisi faktor Mengatur 2. Mengkategorikan klausa naratif sebagai perilaku atau dalam kategori mana aktivitas
item atau unit) kelompok variabel atau a. Abstrak atau ringkasan data dan 3. Mengumpulkan spesifik berada
2. Tingkat pola analisis taksonomi ke dalam b. Orientasi ke tempat, waktu, orang menamainya kategori menjadi 3. Mengidentifikasi
Menetapkan domain c. Tindakan yang rumit atau yang terjadi struktur atau pola partisipasi
hubungan antara b. Definisi subfaktor d. Hasil atau resolusi 2. Kelompokkan faktor 4. Menghubungkan
taksonomi atau Mengatur kelompok e. Evaluasi atau bagaimana perasaan item ke dalam 4. Menghubungkan pola bersama
klasifikasi variabel menjadi unit pembicara kategori dan kategori empiris, untuk
3. Tingkat analisis taksonomi yang lebih besar taksonomi struktur, atau mengidentifikasi
struktural atau yang kemudian dapat 3. Mengidentifikasi gerakan (interaksi yang faktor dengan hubungan dan
konstitutif Mengatur dikelompokkan ke dalam mengubah atau mengancam untuk 3. Mengembangkan konstruk teoritis struktur
hubungan antar pola domain mengubah posisi atau interaksi) dan 5. Interpretasi 5. Interpretation
ke dalam struktur 4. mengidentifikasi Mengembangka Memperoleh
atau konstituen 3. Definisi domain dan hubungan a. Menganalisis teks (domain konten, keterkaitan n atau memilih makna yang
4. Interpretasi Memberi antar domain Mengatur faktor memberi tahu apa fungsi dari setiap antara kategori teori untuk digunakan oleh
makna pada struktur dan subfaktor menjadi unit kategori) dan taksonomi membantu peserta dan
dalam kaitannya sosiokultural atau ekologi yang b. Menemukan hubungan koherensi 4. Mengembangkan dalam menugaskannya
dengan kerangka dan lebih besar (domain ideasional atau makna cerita), konstruksi penjelasan pada hubungan
paradigma teoretis 4. Interpretasi Menjelaskan arti apakah koherensi lokal, koherensi global, teoritis konstruksi dan struktur
yang ada atau baru hubungan antar domain, faktor atau koherensi tematik 5. Interpretasi teoritis
terkait (blok variabel), dan 5. Mengembangkan tema (asumsi berulang, Mengidentifikasi
antara variabel individu dalam keyakinan, tujuan, nilai, peta kognitif makna konstruksi
kaitannya dengan kerangka dan pandangan dunia) teoritis
paradigma teoritis yang ada 6. Interpretasi Menafsirkan makna tema
atau baru
Skema yang disajikan pada Tabel kompatibel dan dapat digunakan bersama dalam sebuah penelitian. Mereka hanya mewakili cara yang berbeda untuk memotong,
membedah, dan membuat “aliran perilaku” kompleks yang berusaha untuk dipahami.
Sugiyono (2014) menjelaskan ada tiga bentuk analisis data penelitian kualitatif
etnografi untuk mencari tema-tema budaya, yaitu analisis domain, analisis taksonomi, dan
analisis komponensial, analisis tema kultural. Penjelasannya sebagai berikut:
Pertama, analisis domain yaitu memperoleh gambaran umum dan menyeluruh dari
objek penelitian atau situasi sosial yang diteliti. Melalui pertanyaan umum dan pertanyaan
rinci peneliti menemukan berbagai kategori atau domain tertentu sebagai pijakan penelitan
selanjutnya. Semakin banyak domain yang dipilih semakin banyak waktu yang diperlukan
untuk penelitian. Data diperoleh dari grand tour dan monitour question. Hasilnya berupa
gambaran umum tentang objek yang diteliti, yang sebelumnya belum pernah diketahui.
Dalam analisis ini informasi yang diperoleh belum mendalam , masih dipermukaan, namun
sudah menemukan domain-domain atau kategori dari situasi sosial yang diteliti.
Kedua, untuk mengetahui stuktur analisis taksonomi, yaitu menjabarkan domain-
domain yang dipilih menjadi lebih rinci, untuk mengetahui struktur internalnya. Dilakukan
dengan observasi terfokus. Analisis terhadap keseluruhan data yang terkumpul
berdasarkan domain yang telah ditetapkan. Dengan semikian domain yang telah
ditetapkan menjadi cover term oleh peneliti dapat diurai secara lebih rinci dan mendalam
melalui analisis taksonomi ini. Hasil analisis taksonomi dapat disajikan dalam bentuk
diagram kotak (box diagram), diagram garis dan simpul (lines and node diagram) dan
outline.
Ketiga, analisis komponensial yaitu analisis yang mencari ciri spesifik pada setiap
struktur internal dengan cara mengkontraskan antara elemen. Analisis dilakukan sebagai
observasi dan wawancara terseleksi dengan pertanyaan yang mengkontraskan (Contras
question). Pada analisis komponensial, yang dicari untuk diorganisasikan dalam domain
bukanlah keserupaan dalam domain, tetapi justru yang memiliki perbedaan atau yang
kontras. Data ini dicari melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi yang terseleksi
dengan teknik pengumpulan data yang bersifat triangulasi tersebut, sejumlah dimensi yang
spesifik yang berbeda pada setiap elemen akan dapat ditemukan.
Keempat, analisis tema kultural yaitu mencari hubungan di antara domain, dan
bagaimana hubungan dengan keseluruhan, dan selanjtnya dinyatakan ke dalam tema atau
judul penelitian. Berdasarkan analisis budaya tersebut selanjutnya dapat disusun judul
penelitian baru, apabila dalam judul dalam proposal berubah setelah peneliti memasuki
lapangan.
F. Pengkodean Dalam Penelitian Etnografi
1. Melakukan Koding dalam Penelitian Etnografis
a. Membuat Kode Berdasarkan Analisis Kualitatif yang Mengidentifikasi Kualitas
Variabel

Kode kualitatif mungkin meliputi satu item, unit, subfaktor, atau faktor atau cukup
kompleks untuk melibatkan interaksi beberapa dimensi. Mereka juga dapat berkisar dari
deskriptif (kurang abstrak) hingga analitis (lebih abstrak). Pengodean dengan cara ini dapat
dilakukan pada hard copy secara manual atau dengan menggunakan program perangkat lunak
manajemen teks yang menyusun kembali teks dengan kode dan mengekspor teks yang telah
disusun sehingga dapat dibandingkan di semua kasus dan kasus.

Adapun contoh tahapan dalam pengkodean dengan metode ini adalah sebagai berikut:

 Membacaa hasil wawancara mendalam dan memilah-milahnya menjadi kode


utama berdasarakan intuisi koneptual
 Memeriksa setiap pengelompokan faktor untuk memastikan bahwa kutipan /
contoh sesuai dengan konsep, dan kemudian mencari variasi yang ada di dalam
pengelompokan (kontrafaktual).
 Menetapkan definisi untuk kode di tingkat faktor
 Mengidentifikasi dan menghitung berbagai jenis situasi dalam faktor tersebut
 Membuat kode secara lebih rinci dalam pengkodean/taksonomi konseptual, dan
membuat subkode untuk setiap jenis faktor; atau menghitung dan mendeskripsikan
dengan contoh
 Kemudian membangun definisi untuk faktor-faktor tersebut

b. Mendeskripsikan dan / atau Mengukur Kode Kualitatif dalam Pengkodean


Matriks

Kode kualitatif dapat mewakili karakteristik yang ada atau tidak ada, atau dinilai secara
kuantitatif sebagai tinggi, sedang, rendah, atau tidak ada. Jenis pengkodean ini dapat muncul
melalui perbandingan kasus (orang, situs, jenis insiden) dalam database kualitatif. Penting
untuk diingat bahwa pengkodean bisa efektif dan valid hanya jika variabel yang akan
disebutkan cukup dijelaskan di dalam kasus. Salah satu cara untuk memastikan konsistensi
adalah dengan mengikuti pedoman pengumpulan data semi-terstruktur dan menyiapkan
daftar periksa topik yang akan dibahas. Karena data sedang diamati atau dikumpulkan
melalui wawancara, topik-topiknya dapat diperiksa karena tercakup dalam wawancara.
Nantinya, peneliti harus mereview catatan atau transkripsi untuk memastikan bahwa semua
topik yang dibutuhkan sudah termasuk dalam data. Juga berguna untuk melakukan pengantar
pada setiap rekaman wawancara yang mencantumkan topik yang dibahas. Ini membuat
pemeriksaan kelengkapan dan pengkodean lebih mudah dan membuat analisis perbandingan
kasus lebih sistematis. Juga sangat berguna untuk menggunakan matriks pemrosesan kata
seperti Excel untuk merekam dan mengelola data, seperti yang ditampilkan di Tabel berikut
Variabel dalam matriks adalah yang dianggap penting di awal penelitian untuk diteliti
dalam setiap wawancara atau observasi. Hal ini sangat penting dalam melakukan wawancara
terbuka setengah terstruktur atau mengumpulkan jenis data lain untuk perbandingan kasus
yang sistematis, terutama bila ada potensi tinggi untuk kehilangan data selama wawancara
atau observasi. Matriks mencatat keberadaan variabel penting, dan merangkum isinya. Data
ini berguna untuk sejumlah tujuan perbandingan. Matriks dapat digunakan untuk beberapa
tujuan yang berbeda: ini adalah daftar periksa bagi para peneliti untuk memastikan semua
topik penting tercakup dalam "kasus" atau wawancara. Sebuah matriks dapat meringkas
informasi kualitatif pada beberapa kode yang lebih penting. Setelah wawancara selesai, data
tentang variabel kunci harus dimasukkan ke dalam matriks. Jika ada data yang hilang,
peneliti dapat kembali ke responden atau mencoba mengisi data tersebut melalui observasi
atau cara lain. Penyelesaian matriks untuk setiap observasi atau wawancara kasus
meningkatkan kualitas pengumpulan data selanjutnya dengan berfungsi sebagai sistem
pemantauan dan umpan balik mandiri. Ini juga berguna, seperti yang akan kita catat nanti,
dalam penelitian kelompok atau tim.

Pengkodean kuantitatif dari data kualitatif membutuhkan pembedaan yang jelas di


antara alternatif tanggapan. Misalnya, dalam kasus klasifikasi Lwendo, pengalaman
pelecehan untuk responden (misalnya, "Peserta Kasus 1") yang tercantum dalam matriks
dapat diberi kode untuk penyalahgunaan sebagai "ya" (terjadi) atau "tidak" (itu tidak pernah
terjadi). Selanjutnya, pelecehan dapat dipisahkan berdasarkan jenis pelecehan (misalnya,
"fisik ____yes____no"; "finansial ____ ya____no"; "verbal ____yes____no"). Dalam matriks
atau file SPSS, setiap jenis penganiayaan akan menjadi variabel terpisah, misalnya,
penganiayaan fisik, penganiayaan finansial, penganiayaan verbal, dan masing-masing akan
memiliki jawaban ya / tidak. Definisi operasional yang jelas tentang penganiayaan fisik dapat
ditemukan dalam skema pengkodean utama / buku kode, dan akan diulangi dalam matriks.
Variabel yang sama "penganiayaan fisik" dapat dikodekan lebih lanjut dalam matriks untuk
tingkat keparahan (rendah, sedang, atau tinggi). Jadi, "Peserta Kasus 1" mungkin diberi kode
sebagai pelecehan-ya, pelecehan-fisik, dan penganiayaan fisik-rendah.

Matriks ini harus dicek ulang setelah proses pengumpulan data selesai. Begitu mereka
diisi, mereka memberikan alat yang sangat berharga untuk meringkas penelitian,
mendeskripsikan kasus, memeriksa pola, dan memilih kasus yang mewakili pola spesifik
untuk ilustrasi dalam artikel. Mereka juga memberikan dasar untuk mengkategorikan kasus
untuk analisis komparatif lebih lanjut. Daftar periksa dan matriks ringkasan ini merupakan
alat yang sangat berguna untuk manajemen data, kontrol kualitas data, organisasi data untuk
analisis, dan perbandingan analitik yang belum sempurna.

c. Mengkodekan Data Menggunakan Kode Demografis Yang Telah Ditentukan


Data termudah untuk diolah adalah data yang telah dikumpulkan dalam bentuk yang
dapat dihitung atau dihitung. Beberapa peneliti ingin memulai analisis mereka dengan bahan
ini karena analisisnya cukup lugas dan hasilnya — dalam kaitannya dengan hasil — cukup
langsung. Hal ini dapat membantu etnografer merasa seolah-olah ada kemajuan meskipun
catatan lapangan belum dianalisis.

Data yang dikodekan seperti informasi demografis selalu harus dikumpulkan bersama
dengan data teks lain yang dikodekan dan dianalisis secara induktif. Terkadang, ketika
pertanyaan yang akan diajukan dan alternatif jawaban sudah diketahui, data dalam studi
kualitatif fundamental dapat dikumpulkan dengan menggunakan instrumen survei yang
menyertai. Hal ini sangat penting ketika data yang sama dibutuhkan dari setiap orang dan
jawabannya biasanya berupa skala kategori atau nominal. Instrumen tersebut sering kali
mencakup "data lokasi" (komunitas tempat tinggal, alamat jalan, lingkungan sekitar), data
demografis (jenis kelamin, usia, etnis / ras sosial, tingkat pendidikan dan pengalaman, status
perkawinan, status hubungan), jenis situasi tempat tinggal (sewa, memiliki, berteduh, tinggal
bersama anggota keluarga), kondisi tempat tinggal (sementara, permanen, atau
semipermanen), jenis pekerjaan dan gaya hidup material, ukuran keluarga, jumlah anak, dan
keterkinian migrasi.

Data Survei Prekode. Survei standar atau kuesioner terstruktur selalu terdiri dari data
yang telah dikodekan yang merupakan pilihan eksklusif untuk pertanyaan tertutup. Penelitian
etnografi, yang menekankan pada perilaku, perspektif, dan pengalaman hidup peserta
penelitian, menggunakan tiga sumber data yang telah dikodekan sebelumnya. Variabel
pertama terdiri dari variabel demografi, seperti pendidikan, afiliasi agama, riwayat migrasi,
pendapatan, jenis kelamin, dan status perkawinan. Indikator ini dan bahasa yang digunakan
untuk mendeskripsikan semuanya harus disesuaikan dengan pengaturan. Misalnya, istilah
"kelas", yang digunakan untuk menunjukkan tingkat sekolah di Amerika Serikat, harus
diganti dengan "standar" di negara-negara Asia Selatan karena istilah itu lebih umum
digunakan di negara-negara tersebut. Sebuah indikator gaya hidup material yang makmur di
satu lokasi mungkin adalah kepemilikan sebuah mobil; di tempat lain, di mana tidak ada yang
punya mobil, bisa jadi itu sepeda atau rumah yang dibangun dari bahan permanen daripada
tongkat dan kanvas. Membuat penilaian pendapatan yang akurat mungkin sangat sulit jika
orang bekerja sesekali atau terlibat dalam barter, atau jika pendapatan yang diterima bukan
berupa uang. Setiap variabel demografis harus dibangun dengan hati-hati dengan bantuan dari
kolega dalam pengaturan penelitian dan ditimbang dengan pertanyaan serupa yang digunakan
dalam survei lain yang dilakukan dalam pengaturan studi atau pengaturan seperti itu.

Sumber kedua untuk data precoded terdiri dari pertanyaan dan respons item yang
berasal dari model studi dan variabel dan item yang terkait dengan pertanyaan studi.
Mengembangkan pertanyaan dan skala survei memerlukan identifikasi domain, faktor,
variabel, dan item yang relevan dari database kualitatif (atau dari tempat lain) dan
mengubahnya menjadi komponen survei (domain utama), pertanyaan, dan respons item,
masing-masing dengan kategori respons alternatif yang tepat. Ini adalah tugas yang memakan
waktu, tetapi bermanfaat karena memfasilitasi generalisasi yang valid secara sosial ke sampel
yang lebih besar dan lebih representatif daripada yang digunakan dalam observasi awal dan
wawancara dengan informan kunci.

Jenis lain dari data prakode terkuantifikasi juga dapat dikumpulkan untuk tujuan
analitik komparatif. Misalnya, Geoffrey Hunt, seorang sosiolog kualitatif, mempelajari
penggunaan narkoba di kalangan wanita muda, anggota geng, dan pemuda Asia dari berbagai
latar belakang di San Francisco. Penelitian kualitatif utamanya didasarkan pada wawancara
mendalam terhadap orang dewasa muda dalam sampel yang bervariasi dari seratus hingga
tiga ratus individu. Bersamaan dengan wawancara, ia menggunakan formulir "data numerik"
yang mencakup jenis demografi dan data latar belakang di atas bersama dengan data
kuantitatif tentang pola penggunaan narkoba (frekuensi penggunaan, jumlah penggunaan,
jenis zat, penggunaan dalam tiga puluh hari terakhir, pernah digunakan, dan lokasi
penggunaan). Data ini digunakan untuk menggambarkan karakteristik demografis umum dari
sampelnya dan pola umum penggunaan zat. Mereka juga digunakan sebagai dasar untuk
mengembangkan kerangka kerja untuk membandingkan subkelompok dengan sampel
kualitatif berdasarkan jenis kelamin, pendidikan, dan klasifikasi penggunaan zat (misalnya,
penggunaan ganja saja, penggunaan alkohol saja, pengguna polisubstance) (Hunt et al.2002).

Untuk memastikan kumpulan data yang lengkap, peneliti harus memastikan bahwa
mereka mengumpulkan tanggapan dari setiap responden untuk setiap pertanyaan dalam
survei atau kuesioner terstruktur. Instrumen survei harus dilengkapi dan diperiksa
keakuratannya sebelum dimasukkan ke dalam database survei studi. Pemeriksaan tersebut
menyerupai penggunaan matriks data dalam analisis komparatif kualitatif; itu dapat membuat
kumpulan data yang dapat sangat berguna dalam membandingkan kasus antar variabel untuk
membangun pola atau konfigurasi variabel.

2. Membuat Buku Kode


Buku kode adalah daftar semua kode (atau variabel) yang digunakan untuk analisis
kumpulan data tertentu, nama variabel yang diwakili oleh kode, dan deskripsi karakteristik
(perilaku, penampilan, aktivitas, item, dan konten lain) yang akan diberi kode untuk setiap
variabel. Tabel 7.2 menampilkan buku kode tipikal yang digunakan dalam studi tentang
perasaan siswa Indian Amerika tentang sekolah dan guru mereka. Ini mencakup kode
kuantitatif / numerik dan kualitatif. Membuat buku kode seperti yang digunakan untuk studi
Black Knight High School mengharuskan peneliti untuk:

a. Menamai setiap Variabel


Nama variabel adalah singkatan mnemonik untuk variabel. Persyaratan perangkat
lunak terkadang membatasi jumlah huruf dalam variabel menjadi delapan. Misalnya,
YEARGRAD = tahun siswa berharap lulus dari sekolah menengah; BORING =
alasan mengapa siswa bosan di sekolah; LIKETEAC = apakah siswa menyukai
gurunya atau tidak; NOTLIKE = alasan mengapa siswa tidak menyukai guru, dan
sebagainya. Karena keterbatasan waktu, beberapa peneliti mungkin tergoda untuk
membuat daftar variabel dengan nomor daripada menamainya. Ini tidak disarankan
karena membuat belajar dan mengingat variabel jauh lebih sulit.
b. Menggambarkan tiap variabel
Mendeskripsikan variabel membutuhkan pengetahuan tentang bagaimana variabel
tersebut akan direpresentasikan. Kode kualitatif dioperasionalkan atau
direpresentasikan dalam kata-kata — terkadang cukup banyak kata — dan kualifikasi,
dan kode tersebut sering kali terdiri dari beberapa jenis aktivitas atau peristiwa,
bersama-sama atau tertanam satu sama lain. Mereka tidak eksklusif satu sama lain,
dan beberapa kode dapat digunakan untuk membuat kode pada satu bagian data teks.
Kode kualitatif bisa jadi sangat kompleks.
Contoh dari nama-nama variabel, pelabelan dan nilai:

c. Memberi label pada variabel


Pelabelan mendeskripsikan variabel dan memberi label nilainya, atau atribut atau item
yang mencirikannya. Kebanyakan paket perangkat lunak untuk analisis statistik tidak
memerlukan pelabelan variabel untuk melakukan analisis. Namun, yang terbaik adalah selalu
menyisipkan label dan nilai dalam definisi variabel, karena mereka dicetak dengan keluaran.
Ini membuat pembacaan output menjadi lebih mudah. Variabel dan label nilai harus jelas.

Buku kode kualitatif selalu menyertakan daftar lengkap:

 Semua opsi yang tersedia untuk setiap kode; atau


 Sejumlah besar contoh yang mengilustrasikan jenis unit — perilaku, tindakan,
keyakinan, ide, orang, peristiwa, aktivitas, dan sebagainya — yang harus dicari
oleh pembuat kode ketika mereka mencari item untuk menggunakan setiap kode
tertentu; atau
 Seperangkat kriteria yang menjelaskan karakteristik apa yang harus ada dalam
sebuah unit sebelum dikodekan dengan kode tertentu.
Para pembuat kode mengkodekan informasi dari instrumen survei yang telah diisi ke
lembar pengkodean terlebih dahulu, setelah itu peneliti utama mengkodekan ulang sampel
survei untuk memeriksa keakuratan pengkodean. Setelah pemeriksaan akurasi dilakukan, data
dimasukkan ke dalam komputer untuk penghitungan dan analisis statistik deskriptif.

Buku kode dapat dibuat sebagai "hard copy" (diformat secara elektronik dan kemudian
dicetak, disimpan, dan digunakan untuk pengkodean) atau dipertahankan dalam program
manajemen / analisis teks. Buku kode cetak / elektronik akan mencantumkan semua kode dan
menjelaskannya, termasuk pertanyaan yang telah dikodekan sebelumnya. Hampir semua
kumpulan data kualitatif mencakup data kualitatif dan beberapa data numerik, jadi buku kode
kualitatif biasanya mencerminkan keduanya. Buku kode berbasis manajemen teks (kode
terdaftar dan dijelaskan dalam kumpulan data) mungkin atau mungkin tidak kode untuk
variabel yang telah dikodekan seperti usia atau status perkawinan, tergantung pada tujuan
peneliti. Namun, program manajemen teks paling baik digunakan saat membuat kode untuk
variabel kualitatif yang lebih kompleks yang diwakili oleh blok teks.

Buku kode untuk data survei standar dapat dibuat dalam berbagai cara berbeda,
tergantung pada studi, tujuan, dan variabel. Umumnya mereka memasukkan nama variabel,
deskripsinya, dan item-item yang membentuk variabel tersebut. Elemen penting dalam
deskripsi variabel adalah apakah:

 numerik;
 tanggal;
 unit mata uang; atau
 alfanumerik (huruf / kata).

Lebar variabel numerik (jumlah karakter yang diperlukan) dan apakah itu termasuk
tempat desimal juga penting. Keputusan ini dituangkan dalam format dan instruksi buku
kode. Perangkat lunak komputer yang dipilih untuk analisis data kuantitatif akan menentukan
ini dan karakteristik lain dari variabel dan menyediakan ruang untuk memasukkannya dan
bagian dari definisi variabel. Perangkat lunak yang sama biasanya akan menghasilkan versi
cetak dari buku kode berdasarkan sistem entri data, setelah terpasang.
Buku kode data survei juga dapat menyertakan "variabel string", atau pernyataan
deskriptif dari pertanyaan semi-terbuka yang dapat dikodekan ulang nanti menjadi variabel
numerik. Salah satu cara untuk membuat buku kode survei adalah memberi nama variabel
dan menempatkannya di samping pertanyaan dalam instrumen survei. Statistik skala seperti
koefisien alfa dan item yang termasuk dalam skala juga dapat dimasukkan. Menggunakan
instrumen survei sebagai buku kode adalah cara yang sangat mudah untuk memberikan
deskripsi tentang variabel survei yang termasuk dalam kumpulan data kuantitatif.

Buku kode adalah panduan cara peneliti mengatur, mengklasifikasikan, dan mengelola
data mereka. Mereka juga merupakan blue print untuk memahami jalur konseptual peneliti.
Karenanya, mereka penting bahkan jika peneliti menghitung penghitungan secara manual.
Terlalu banyak peneliti yang memiliki tumpukan data lama, semuanya dikodekan dengan
baik tetapi tidak dapat diuraikan karena peneliti tidak dapat mengingat untuk apa kode
tersebut dan telah kehilangan kunci yang sangat penting: buku kode.

3. Pengkodean Etnografi dalam Tim

Penelitian etnografi masih dipandang oleh banyak orang sebagai upaya menyeluruh.
Etnografer "serigala tunggal" tetap menjadi stereotip, terutama ketika siswa diminta untuk
"pergi ke lapangan" untuk melakukan dan menulis penelitian mereka sendiri. Sejumlah
teks metodologi populer ternyata hanya membahas perilaku etnografi oleh individu.
Namun pada kenyataannya, banyak etnografi yang dilakukan dalam tim. Etnografi tim
membutuhkan koordinasi tingkat tinggi yang sering kali menantang bagi orang yang
secara tradisional telah dilatih untuk "melakukan pekerjaan mereka sendiri". Cara terbaik
bagi ahli etnografi untuk bekerja dalam tim adalah dengan terlibat dalam semua aspek
proyek penelitian dari konseptualisasi awal hingga pengumpulan dan analisis data.
Konstruksi bersama model studi — yang dapat dilakukan (dan dikerjakan ulang) setelah
studi didanai — merupakan langkah penting dalam memastikan bahwa semua anggota tim
memahami pertanyaan studi dan telah menyelesaikan pertanyaan utama dan domain
utama investigasi. Akan selalu ada variasi dalam cara individu etnograf berinteraksi dalam
pengaturan lapangan. Diskusi reguler, tanya jawab, pelatihan, dan upaya terkoordinasi
dalam membangun sistem pengkodean dan kerangka konseptual pada tahap awal analisis
sangat membantu dalam memastikan keberhasilan usaha etnografi tim (Tamu dan
MacQueen 2008).

Para ahli etnografi yang bekerja dalam tim merasa berguna untuk mulai memikirkan
sistem pengkodean sejak awal. Dan tidak ada pengganti untuk meminta anggota tim
duduk mengelilingi meja dan mengerjakan data bersama. Skema pengkodean pertama —
sangat awal — mungkin berupa daftar periksa pewawancara / pengamat, yang dibuat
untuk memastikan bahwa anggota tim fokus pada domain informasi yang sama saat
mengamati dan mewawancarai. Kumpulan dari sepuluh sampai lima belas observasi atau
wawancara sudah cukup untuk memulai tahap awal analisis. Ini melibatkan membaca
bahan bersama, mengajukan pertanyaan, berspekulasi / berhipotesis, dan mengidentifikasi
domain primer serta pengamatan "menarik" lainnya selain yang sudah ditandai sebagai
memandu penelitian. Pekerjaan ini dapat dilakukan dengan hard copy. Salah satu teknik
yang berguna adalah mencetak hard copy dari semua wawancara atau observasi dengan
penomoran baris. Anggota tim kemudian dapat menggunakan penomoran baris untuk
menandai blok teks dan untuk menetapkan kode awal. Pengodean warna berdasarkan tema
dan pewawancara juga berguna. Sangat mudah untuk menelusuri hard copy untuk
menemukan contoh teks yang menggambarkan topik atau kode. Kutipan ini kemudian
dapat diperiksa, didiskusikan, dan dibandingkan antar peneliti untuk menentukan apakah
terdapat konsistensi pemahaman, klasifikasi, dan interpretasi. Langkah ini, yang
melibatkan pemahaman bersama tentang arti kode dan cara menerapkannya, sangat
penting untuk persiapan pengkodean tim.

Salah satu keuntungan dari program manajemen / analisis teks yang


terkomputerisasi adalah bahwa tugas-tugas tersebut dapat dilakukan pada wawancara
yang sama dalam file program yang berbeda. File dapat digabungkan untuk
menggambarkan konsistensi klasifikasi. Misalnya, kumpulan data dapat dibagikan di
antara lima orang. Setiap orang dapat ditugaskan untuk mengidentifikasi "kutipan" atau
berkas teks yang penting, tanpa mengkodekannya. Kumpulan data dapat digabungkan,
dan kumpulan kutipan dapat dilihat. Ketika hasil disalin dan kemudian dilihat oleh semua
menggunakan proyektor LCD, tim dapat mendiskusikan kutipan yang diberkaskan,
memutuskan kode apa yang dapat diterapkan padanya, dan mulai menyusun skema
pengkodean bersama. Setelah skema pengkodean diputuskan, setiap anggota tim dapat
membuat kode dua atau tiga wawancara atau observasi di file mereka sendiri. File dapat
digabungkan dan tingkat tumpang tindih di antara pewawancara dinilai untuk menentukan
antar keandalanpenilai. Keandalan antar penilai adalah ukuran konsistensi di seluruh
pembuat kode dalam sejauh mana mereka setuju tentang apa yang mereka kodekan,
pilihan kode mereka, dan berapa banyak teks yang mereka pilih untuk setiap kode. Tentu
saja, keandalan antar penilai juga dapat dinilai dengan membandingkan teks kode manual.
Koefisien reliabilitas atau kesepakatan (misalnya, kappa Cohen) harus di atas 0,90.
Keandalan antar penilai bukanlah satu-satunya cara untuk memastikan akurasi dan
konsistensi pengkodean. Pembuat kode yang merancang skema pengkodean bersama-
sama dapat saling mengkritik praktik pengkodean dan mencapai konsensus. Seorang
koordinator studi dapat meninjau teks berkode untuk menilai tingkat komparabilitas dan
area bendera yang memerlukan kesepakatan lebih dekat. Ini adalah praktik efektif yang
menawarkan kemungkinan umpan balik dan koreksi selama proses pengkodean. Proses ini
bervariasi, tergantung pada apakah proses pengkodean bersifat deduktif, di mana skema
pengkodean telah dibangun terlebih dahulu untuk aplikasi ke database, atau abduktif,
sehingga skema pengkodean muncul dalam analisis.

a. Pengkodean Dekduktif

Dalam kasus pengkodean deduktif, di mana kode ditetapkan sebelumnya dan


pembuat kode di pekerjakan untuk menerapkannya, persiapan pembuat kode sangatlah
mudah. Peneliti menyediakan

 Skema pengkodean dengan kategori dan definisi yang telah ditentukan,


 Contoh aplikasi skema sebelumnya,
 Praktik dalam menerapkan kode ke subset dari kumpulan data baru atau
kumpulan data serupa, dan umpan balik tentang keakuratan aplikasi.

Urutan instruksi, demonstrasi, latihan, dan umpan balik harus berlanjut sampai pembuat
kode mencapai tingkat presisi yang sesuai dalam hal akurasi, konsistensi aplikasi, dan
kesepakatan dengan pembuat kode lain tentang penggunaan skema.

b. Pengkodean Abductive atau Pengkodean Rekursif

Pelatihan pembuat kode dalam pendekatan abduktif atau rekursif mensyaratkan


bahwa pembuat kode menjadi peserta dalam proses penelitian. Pertama, pembuat kode,
yang sering menjadi anggota tim studi, meninjau atau menerima informasi tentang skema
yang ada, asumsi yang mendasari skema, dan fokus pekerjaan saat ini. Kemudian tim
bekerja sama untuk menerapkan dan memodifikasi skema yang ada dalam langkah-
langkah berikut:

 Semua pembuat kode bersama-sama meninjau data (transkrip, kaset, dll.) Dan
mendiskusikan penetapan kode yang sudah ada dan pembuatan kode baru secara
induktif. Dalam fase ini, fokus diskusi adalah pada arti kode (yang ada dan yang
baru dibuat), perbedaan antar kode, batasan kategori (yaitu, arti apa yang menjadi
pusat kategori, apa yang periferal, apa yang di luar kategori— apa yang cocok,
apa yang tidak), dan mulai mengembangkan contoh kategori untuk referensi di
masa mendatang.
 Para pembuat kode bekerja secara individu dengan kumpulan data sampel dan
berkumpul kembali untuk membandingkan dan mendiskusikan pengkodean.
Dalam tahap ini, semua pembuat kode bekerja dengan kumpulan data yang sama.
Peneliti dan pembuat kode kemudian bertemu dan membandingkan penerapan
kategori di seluruh pembuat kode, mengidentifikasi poin kesepakatan, dan
mendiskusikan perbedaan dalam pengkodean. Sekali lagi, fokusnya adalah pada
klarifikasi makna dan identifikasi batasan kategori dan contoh. Kode baru dapat
ditambahkan, kategori diciutkan atau diperluas, subkategori dibuat, dan
seterusnya. Tujuannya adalah untuk mengembangkan skema pengkodean yang
sesuai dengan pertanyaan, populasi, dan konteks studi tertentu. Selain itu, tim
pengkodean sedang mengembangkan aplikasi dan interpretasi yang konsisten
dari skema pengkodean, maju menuju kesepakatan antar kode. Proses ini
awalnya dipandu oleh simpatisan utama, tetapi semua anggota tim berpartisipasi.

Dengan latihan, para pembuat kode menjadi fasih dalam pengkodean dan setuju
secara konsisten. Tim pengkode bertemu secara berkala untuk memantau konsistensi
penerapan skema turunan penculikan, dan penyelidik utama memantau pengkodean. Tim
menyelesaikan perbedaan bersama dan / atau mendiskusikan modifikasi lebih lanjut dari
skema tersebut.
c. Pengkodean Induktif

Mengembangkan skema pengkodean induktif mengharuskan pengkode menjadi peserta


penuh atau peneliti inti. Proses penyusunan proses pengkodean dan pengembangan skema
untuk pengkodean induktif mirip dengan proses pengkodean abduktif tetapi dimulai dengan
skema pengkodean yang belum sempurna dan model studi. Agar pembuat kode dapat
berpartisipasi sebagai kolaborator dalam menghasilkan dan menerapkan skema pengkodean
induktif, mereka terlebih dahulu harus terbiasa dengan dasar-dasar pekerjaan, terutama tujuan
penelitian, dasar teoritis-empiris peneliti dan pekerjaan terkait, budaya sasaran, konteksnya,
dan populasi / sampel. Dalam situasi yang ideal, pembuat kode akan dilibatkan sejak awal
dalam studi konseptualisasi, inisiasi, dan pengumpulan data. Langkah-langkah dalam
pengkodean induktif meliputi:

 Pembuat kode membiasakan diri dengan data dengan meninjau sumber data dan
dokumen terkait.
 Para pembuat kode membuat kategori untuk mengatur data. Misalnya, anggota tim
pengkodean penelitian secara individu meninjau data, menyarankan skema
pengorganisasian, dan kemudian bertemu untuk membandingkan dan mendiskusikan
skema.
 Melalui proses membangun konsensus, tim pengkodean penelitian menghasilkan
skema untuk diterapkan pada kumpulan data. Proses penerapan dan penyempurnaan
mirip dengan proses pengkodean abduktif. Anggota tim pengkodean penelitian secara
independen membuat kode pada kumpulan data yang dipilih, bertemu untuk
membahas dan mengklarifikasi arti dan batasan kode, dan memodifikasi skema sesuai
kebutuhan.
 Para pembuat kode mencapai tingkat keahlian yang memungkinkan kemandirian,
mencari konsultasi dengan pemimpin tim peneliti dan satu sama lain jika diperlukan.
 Pemimpin tim (atau peneliti utama) terus memantau proses untuk konsistensi di
antara pembuat kode dan di seluruh kumpulan data.

Persiapan pembuat kode bervariasi sebagai fungsi dari pendekatan seseorang untuk
memilih dan mengembangkan skema pengkodean. Pada satu ekstrim (pengkodean deduktif),
pembuat kode menggunakan skema yang sudah ada sebelumnya. Merupakan tanggung jawab
ketua tim peneliti untuk memastikan bahwa pembuat kode belajar untuk menerapkan skema
secara konsisten dan akurat. Di ekstrem lain (pengkodean induktif), pembuat kode adalah
peserta penuh dalam pengembangan induktif skema pengkodean dan merupakan peneliti inti.
Pendekatan abduktif mencerminkan perpaduan dari dua ekstrem ini. Bagaimana pemilihan
atau pengembangan skema pengkodean dan persiapan pembuat kode didekati tergantung
pada pendekatan penyelidikan. Berdasarkan pengalaman kami, pembuat kode yang
merupakan anggota tim peneliti dan yang memiliki pemahaman mendalam tentang fokus dan
proses penelitian serta merasa memiliki proses penelitian menghasilkan data yang lebih dapat
dipercaya (dapat diandalkan dan valid).
G. Intepretasi Penelitian Etnografi
1. Bertukar Pikiran dan Berspekulasi dengan Mitra Penelitian

Interpretasi, seperti pembangunan teori, dapat dianggap beroperasi pada dua tingkat —
lokal (dengan mitra penelitian) dan umum (dalam kaitannya dengan studi lain dan literatur
tentang topik tersebut). Sementara peneliti yang cermat sering kali menemukan kesulitan
untuk berspekulasi tentang bagaimana data mereka dapat digunakan di luar situs tertentu,
apalagi berspekulasi tentang implikasi yang mungkin dimiliki data tersebut untuk teori dan
praktik, tugas mereka adalah melakukannya. Langkah pertama yang penting dalam memulai
adalah meminta bantuan dan dukungan dari mitra penelitian untuk mempertimbangkan
makna hasil penelitian bagi mereka. Tinjauan sistematis dari hasil penelitian dengan mitra
yang tertarik dapat memiliki implikasi penting. Mitra mendapatkan komitmen yang lebih
dalam terhadap hasil dan penggunaannya dalam proses dan dapat menemukan cara baru
dalam menggunakan penelitian untuk tujuan mereka sendiri. Mereka juga dapat memberikan
wawasan penting bagi para peneliti. Sumbang saran dan pemikiran yang mengarah ke
spekulasi, mimpi, dan "bermain-main dengan ide" (LeCompte dan Preissle 1993) dengan
mitra penelitian dan partisipan dapat menghasilkan beberapa hubungan paling berharga
antara proyek saat ini dan proyek yang akan datang.

2. Meninjau Kembali Pertanyaan Penelitian


Langkah kedua dapat melibatkan meninjau pertanyaan penelitian untuk
mengidentifikasi firasat awal apa yang mungkin dimiliki para peneliti tentang pentingnya
penelitian dan hubungannya dengan badan penelitian atau pengetahuan yang ada. Apakah
penelitian tersebut meningkatkan, mengkonfirmasi, memodifikasi, atau mendiskonfirmasikan
apa yang telah diketahui tentang pertanyaan penelitian yang diajukan, dan dengan cara apa?
Apakah konfirmasi, negasi, modifikasi, atau klarifikasi ini mengarahkan peneliti untuk
merevisi dan merumuskan kembali pertanyaan penelitian asli? Apakah itu pertanyaan yang
tepat pada tingkat abstraksi yang tepat? Kebanyakan penelitian memunculkan banyak
pertanyaan sekaligus jawabannya. Dalam interpretasi, peneliti dapat menyusun ulang
pertanyaan aslinya. Dalam studi Jean Schensul tentang keluaran aktivitas anak-anak Latino,
pertanyaan asli tidak mempertimbangkan perbedaan gender. Ketika dia membandingkan
temuan penelitian dengan literatur penelitian tentang topik tersebut, dia memperhatikan tidak
hanya bahwa tidak ada literatur tentang anak-anak Latino, tetapi literatur tentang anak-anak
yang ada, tidak mempertimbangkan perbedaan gender baik dalam kegiatan anak-anak atau
dalam keluaran energi mereka (Schensul, Diaz, dan Woolley 1996). Pertanyaan studi
kemudian direvisi untuk mempertimbangkan perbedaan gender dalam praktik sosialisasi dan
faktor kontekstual yang berperan dalam keluaran energi diferensial. Hasilnya juga
menunjukkan jalan untuk studi seperti itu di masa depan terhadap anak-anak Latin pada
umumnya

3. Tinjauan Teori Etnografi Formatif

Beberapa studi berdasarkan penelitian lapangan sebelumnya dimulai dengan teori


etnografi yang dirumuskan dengan jelas; yang lain membangun kerangka teoritis dalam
proses analisis. Kerangka kerja ini didasarkan pada beberapa hipotesis atau firasat yang
cukup spesifik yang terus diuji melalui analisis awal di lapangan dan diselesaikan dalam fase
analitik studi. Hipotesis atau firasat biasanya didasarkan pada pemahaman peneliti yang
berkembang tentang keadaan di lapangan dan pengetahuannya tentang literatur penelitian dan
studi pembanding. Pada akhirnya, penting untuk kembali ke teori etnografi formatif yang
memandu studi. Jika beberapa iterasi model teoritis formatif telah muncul selama studi
berlangsung, peneliti dapat kembali ke masing-masing dan memeriksa asumsi masing-
masing, meninjau bagaimana perubahan dalam model terjadi, dan menjelaskan mengapa
perubahan dilakukan. Riset berulang yang baik tidak hanya memperkuat dan meningkatkan
model dari waktu ke waktu tetapi terus menafsirkan dan menafsirkan kembali makna data.
Merevisi sejarah model seiring dengan perkembangannya adalah salah satu cara untuk
merekonstruksi bagaimana peneliti memikirkan data sepanjang sejarah proyek. Penjelasan
mengapa perubahan terjadi berkontribusi pada interpretasi makna penelitian.

4. Tinjauan Teori yang Relevan


Sebuah studi umumnya didasarkan pada satu atau lebih pendekatan teoretis atau
panduan kerangka kerja. Peneliti harus memulai interpretasi mereka dengan meninjau
teori relevan yang diajukan oleh peneliti lain yang mengerjakan topik yang sama atau
terkait. Dengan cara ini, peneliti dapat mengidentifikasi cara-cara temuan penelitian
tersebut mengkonfirmasi, mendiskonfirmasikan, memodifikasi, atau mengklarifikasi
teori yang ada menjelaskan apa yang dipelajari oleh peneliti, dan dengan cara apa.
Karena ada banyak kemungkinan teori untuk dipilih, kembali ke unit analisis sangat
membantu di sini. Jika studi tentang memahami perilaku atau sikap individu, misalnya,
maka teori psikososial atau struktural yang memprediksi perilaku tersebut bisa ditinjau.

Untuk mengeksplorasi bagaimana orang lain menggunakan sudut pandang


teoritis ini, para peneliti dapat beralih ke studi lain yang diatur dalam paradigma yang
mereka pilih untuk memandu studi. Mereka juga dapat beralih ke apa yang oleh
beberapa orang disebut "teori midrange" (Merton 1967; Pelto dan Pelto 1978) atau teori
grounded atau substantif (Glaser dan Strauss 1967), yang secara khusus berfokus pada
penjelasan fenomena lokal di lokasi penelitian atau yang membantu untuk menjelaskan
asosiasi di tingkat domain atau struktural.

5. Mengulangi Strategi Analisis yang Menghasilkan Hasil Penelitian


Terkadang membantu proses penafsiran untuk bermain-main dengan ide dan
berteori dengan hasil akhir dengan cara yang sama yang digunakan peneliti untuk
menghasilkan hasil awal. Ini melibatkan keterlibatan dalam proses analitik yang sama
yang digunakan dalam membuat item, pola, dan struktur, serta variabel dan faktor yang
membantu menjelaskan keberadaan dan organisasi domain. Peneliti dapat
membandingkan dan membedakan hasil studi dengan studi lain; membuat hubungan
atau keterkaitan antara apa yang ditemukan dalam penelitian ini dan hasil dari
penelitian serupa; dan mencoba menemukan teori yang menjelaskan hasil lebih
memadai daripada teori saat ini. Metafora, analogi, dan perumpamaan dapat membantu
pengguna yang tidak terbiasa dengan spesifikasi situs atau proyek penelitian untuk
memahami apa yang ditemukan dan bagaimana hal itu dapat berhubungan dengan
masalah mereka sendiri. Misalnya, pada tahun 1970-an, para peneliti yang menemukan
bahwa pengambilan keputusan dalam organisasi tidak mengikuti apa yang mereka
anggap sebagai garis logis membandingkan proses pengambilan keputusan dengan
permainan sepak bola atau bola basket di mana keputusan dibuat "di lapangan" dengan
menilai kondisi dari waktu ke waktu. Dari situ, mereka kemudian mengembangkan
teori baru pengambilan keputusan dalam organisasi dan birokrasi.

6. Menunjukkan Perbedaan Perspetif Insider dan Outsider


Peneliti dapat memulai dengan mendeskripsikan data saat partisipan dalam studi
menafsirkannya, yang merupakan pendekatan emic atau orang dalam. Mereka
kemudian dapat membandingkan presentasi emik ini dengan cara orang luar melihat
data yang sama (lih. Pelto dan Pelto 1978, 54-65).

7. Cari relevansi Program


Bagian dari interpretasi juga dapat menunjukkan sejauh mana data studi dan
pertanyaan penelitian relevan dengan kelompok, program, atau organisasi yang dipelajari.
Sangatlah penting untuk mencari relevansi program bila setidaknya satu komponen studi
melibatkan evaluasi. Apakah studi tersebut meningkatkan tujuan program? Jika ya, dengan
cara apa? Jika tidak, mengapa? Apakah ada konsekuensi yang tidak diinginkan atau hasil
yang mengejutkan? Jika ya, apa yang mungkin menyebabkan mereka? Apakah penelitian
memberikan data yang dapat digunakan oleh peserta program? Mengapa atau mengapa tidak?
Secara umum, proses interpretasi seperti itu meliputi:
 Mendeskripsikan perbedaan antara yang diharapkan dan yang diamati;
 Menjelaskan perbedaan ini baik dari "perspektif emik" dan melalui perbandingan
dengan hasil peneliti lain untuk proyek serupa; dan
 Mendiskusikan implikasi untuk proyek tersebut dan untuk pekerjaan di lapangan yang
ditangani oleh program.
8. Cari Kebijakan yang Relevan
Interpretasi juga dapat menunjukkan relevansi kebijakan. Terkadang sebuah studi
secara khusus berfokus pada pertanyaan terkait kebijakan. Contoh pertanyaan terkait
kebijakan yang memandu penelitian adalah sebagai berikut: “Model perumahan transisi apa
bagi perempuan yang lebih mungkin menghasilkan kemandirian sosial dan ekonomi?”
“Haruskah Dewan Pendidikan Houston (atau dewan pendidikan lainnya) menerapkan
program seni dan pendidikan seperti Arts Focus dalam skala yang lebih besar?” “Apakah
pembentukan sekolah charter menghasilkan peningkatan hasil pendidikan di antara siswa di
Sekolah Umum Chicago?” Penelitian lain mungkin tidak secara khusus berorientasi pada
kebijakan tetapi mungkin berimplikasi pada keputusan yang sedang dipertimbangkan oleh
pembuat kebijakan. Studi Schensul tentang output aktivitas anak-anak kelas tiga dan empat,
misalnya, tidak pernah dimaksudkan sebagai studi riset kebijakan. Tetapi mengingat
keputusan yang dibuat untuk meningkatkan program pendidikan jasmani di sekolah umum
Hartford, hal itu memiliki implikasi penting untuk keputusan mengenai jenis program yang
diperlukan untuk anak perempuan dan laki-laki pada tingkat kelas itu.
Peneliti harus membahas secara khusus apa pun hasil penelitian yang diberikan pada
kebijakan publik atau swasta saat ini yang mengatur kelompok, program, atau organisasi
yang menjadi target penelitian. Memperjelas bahwa interpretasi memang mencerminkan
masalah kebijakan mengharuskan peneliti meluangkan waktu untuk membaca literatur yang
sesuai, termasuk pers berita, dan berbicara dengan pembuat kebijakan untuk mengetahui
keputusan kebijakan apa yang terkini dan bagaimana membingkai hasil untuk memastikan
bahwa mereka diakui penting.

9. Evaluasi Proyek
Seringkali, studi ditugaskan sebagai evaluasi langsung. Dalam beberapa kasus
interpretasi data harus membahas apakah proyek yang diteliti memenuhi tujuannya sendiri
atau tidak dan jika demikian (atau jika tidak), mengapa. Di sini penafsiran bertumpu pada
penjelasan dari hasil-hasil ini. Evaluasi juga dapat menanyakan apakah tujuan-tujuan tersebut
memadai atau tidak atau apakah mereka ditafsirkan secara sempit sehingga tidak benar-benar
membahas tujuan yang lebih besar di mana proyek menjadi bagiannya. Interpretasi kemudian
dapat membahas alasan ketidaksesuaian dan memfokuskan pembaca pada implikasi hasil
untuk proyek, untuk konteks yang ditetapkan, dan untuk proyek lain yang serupa. Beberapa
pertimbangan yang sama berlaku di sini untuk interpretasi relevansi program.
Evaluasi adalah aktivitas bermuatan politik yang sering melibatkan pengambilan
keputusan tentang apakah suatu program harus dilanjutkan, diubah, diperluas, atau
dihentikan. Yang sebelumnya melibatkan pertunjukan kekuasaan dan pengaruh; Setiap
program yang diubah atau dihentikan memiliki implikasi pada pekerjaan masyarakat, sistem
nilai, jaringan pertemanan, dan mata pencaharian. Sejauh ia memiliki kekuatan untuk
mempengaruhi kebijakan — dan memang kadang-kadang ditugaskan secara spesifik karena
dimaksudkan untuk mempengaruhi kebijakan mengenai program yang bersangkutan —
evaluasi etnografi selalu dapat dianggap sebagai penelitian kebijakan. Peneliti harus
mempelajari konteks politik evaluasi, baik saat mereka melaksanakannya maupun setelahnya,
untuk mengetahui bagaimana menyusun hasil mereka.
10. Mempertimbangkan Audiens
Penafsiran juga harus mempertimbangkan apa yang perlu didengar oleh khalayak.
Masalah audiens tidak hanya membahas signifikansi atau implikasi data yang mungkin
dimiliki, tetapi juga data apa yang harus disajikan dan bagaimana cara menyajikannya. Untuk
beberapa hal, ini berarti memutuskan pada tingkat spesifik atau keabstrakan apa presentasi itu
seharusnya. Untuk ujian ple, penafsiran yang berfokus pada dampak positif dari program seni
pada moral guru, penghargaan siswa, dan iklim sekolah mungkin paling berguna untuk
mengajar- ers; laporan semacam itu dapat membantu mereka memiliki kepercayaan diri
untuk merencanakan cara mengintegrasikan seni ke seluruh area konten yang diajarkan di
sekolah. Namun, kepala sekolah mungkin memerlukan interpretasi yang berfokus pada nilai
seni untuk kognisi dan kesuksesan anak-anak di sekolah secara keseluruhan untuk
meyakinkan dewan sekolah yang skeptis agar menyediakan dana yang cukup untuk program
tersebut. Interpretasi semacam itu akan tetap menggunakan data yang sama tetapi
mengaturnya untuk membuat poin-poin penting yang berbeda. Administrator seni,
sebaliknya, akan lebih tertarik pada sejauh mana program semacam itu dapat diperluas untuk
menjangkau lebih banyak anak — calon pelanggan dan konsumen seni — untuk meyakinkan
mereka tentang nilai partisipasi dalam seni. Sedangkan bagi pembuat kebijakan, interpretasi
yang tepat membutuhkan pengetahuan yang cukup tentang khalayak yang berbeda yang
menjadi sasaran hasil penelitian untuk mengetahui bagaimana mengorganisir dan
mempresentasikan hasil tersebut agar bermakna sekaligus didengar.

H. Contoh Penelitian Etnografi


Contoh penelitian etnografi yaitu pada penelitian yang dilakukan oleh Kurniasih dan
Tejopermana (2018) dalam penelitiannya yang berjudul ‘studi etnografi perilaku sosial
anak di pulau Sebesi Lampung’. Pada penelitian ini dilakukan penelitian kualitatif dengan
menggunakan model dan proses penelitian etnografi dari Spradley. Setiap tahap penelitian
sesuai dengan yang dipaparkan oleh Spradley, maka analisis data dilaksanakan langsung di
lapangan bersama-sama dengan pengumpulan data. Ada empat tahap analisis data yaitu: 1)
analisis domain, 2) analisis taksonomi, 3) analisis komponensial, 4) analisis Tema.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Perilaku sosial anak usia dini di Pulau Sebesi
terbentuk dalam tradisi kegiatan bersama yang diikuti oleh anak usia dini (2) Proses
pembentukan perilaku sosial pada anak usia dini melalui keterlibatan langsung anak-anak
dengan mengikuti tradisi kegiatan bersama (3) keterlibatan masyarakat (sosio-budaya)
melalui semua partisipasi warga dan masyarakat dalam memberikan contoh langsung melalui
kegiatan tradisional. Rekomendasi penelitian ini merupakan cerminan perilaku sosial pada
anak usia dini, khususnya dalam kehidupan masyarakat dan Pendidikan multikultural.
Daftar Pustaka

Borg, W.R., & Gall, M.D. (1989). Education Research: An Introduction. New York:
Longman
Cresswell, Jhon W., (2012). Eduactional Research: Planning, Conducting, and Evaluating
Quantitative and Qualitative Research. Ney Jersey: Person Education, Inc.
Kurniasih, S., & Tejapermana, P. (2018). studi etnografi perilaku sosial anak di pulau Sebesi
Lampung. Jurnal Caksana-Pendidikan Anak Usia Dini , Vol 1 (2), 102-126.
LeCompte, M.D., & Schensul, J.J. (2013). Analisis & Intepretation of Ethnographic Data.
UK: AltaMira Press
Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Pamungkas, Hariyanti, Siti. 2015. Perilaku Pencegahan Sekunder Pasien Penyakit Jantung
Koroner. KTI Tidak Diterbitkan. Ponorogo: Program Study DIII Keperawatan
Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammdiyah Ponorogo
Spradley, J.P. (2007). Metode Etnografi. Yogyakarta: Tiara Wacana
Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D. Bandung: Alfabeta.

Anda mungkin juga menyukai