Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN MINI SEMINAR TENTANG VULNUS LACERATUM

DI RUANGAN IGD RSUD. S.K. LERIK KOTA KUPANG

OLEH

KELOMPOK

Nama Anggota Kelompok:

1. Richard A. Nggonggoek
2. Marianda R. K. Yowi
3. Yani S. Udju
4. Sarci Talan
5. Marlita Atamina
6. Paskalis Jemarut
7. Arison Nau
8. Yumantri Niuflapu
9. Mari Mackillop Lao

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MARANATHA

KUPANG

i
2021

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan yang maha kuasa atas berkat, rahmat dan
cintan-Nya sehinngga kelompok dapat menyelesaikan laporan mini seminar dalam
rangka memenuhi tugas praktik Kegawatdaruratan profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Maranatha Kupang periode tahun ajaran 2020. Kelompok menyadari
bahwa tanpa bantuan dari bimbigan dari berbagai pihak, kami tidak dapat
menyelesaikan laporan manajemen keperawatan ini. Oleh karena itu pada
kesempatan ini ijinkan kelompok menngucapakan terima kasihkepada:
1. Kepala RSUD S.K Lerik kota Kupang yang telah memberikan kesempatan
kepada kami untuk melakukan praktik Kegawatdaruratan.
2. Bagian Diklat RSUD S.K Lerik kota Kupang yang telah memberikan ijin
kepada kami untuk melakukan praktek di ruannganIGD.
3. Kepala ruangan IGD RSUD S.K Lerik kota Kupang yang telah memberikan
kesempatan kepada kami untuk melakukan praktik Kegawatdaruratan.
4. Ns.Hariani, S. Kep dan Ns. Sifra Tafui, S. Kep, sebagai Clinical Instructure
ruangan IGD RSUD S.K Lerik serta semua perawat senior di ruangan IGD.
5. Ns.Ni Made Merlin, M. Kep, selaku ketua program studi pprofesiNers yang
telah memberikan motivasi dalam penyelesaian laporan ini.
6. Ns. Serly S. Mahoklory, M.Kep selaku CT sekaligus Koordinator mata kuliah
Kegawaatdaruratan, yang telah memberikan bimbingan, motivasi dan koreksi
dalam penyelesaian laporan ini.
7. Ns. Ferdinandus S. Hoda, M. Kep Selaku CT yang telah membimbing dan
memberikan motivasi, saran dan koreksi dalam penyelesaian laporan ini.
8. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat kami sebutkan satu per
satu.

ii
Semoga Tuhan membalas semua budi baik semua pihak dengan berkat yang
melimpah. “Sebuah payung tidak dapat menghentikan derasnya hujan, tetapi sebuah
payung dapat melindungi kita dari derasnya hujan”.
Semoga laporan Manajemen Keperawatan ini bermanafaat bagi pembaca sekalian.

Kupang, Mei 2021

Penulis

iii
BAB I

1.1. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi diberbagai
bidang saat ini berdampak pada semua segi kehidupan manusia. Kondisi
infrastruktur jalan raya dan tingkat perkembangan jumlah kendaraan bermotor
dari hari ke hari membutuhkan tingkat kewaspadaan yang ekstra bagi
penggunanya. Hal ini menyebabkan meningkatnya angka kecelakaan lalu
lintas terutama di negara-negara berkembang.
Vulnus Laceratum merupakan hilangnya rusaknya sebagian
jaringan/kulit yang pada umumnya dialami oleh seseorang dalam kecelakaan
lalulintas. Post kecelakaan menimbulkan rasa nyeri akibat adanya vulnus
Laceratum. Nyeri merupakan stresor yang dapat menimbulkan stress dan
ketegangan dimana individu dapat berespon secara biologis dan perilaku yang
menimbulkan respon fisik dan psikis. Vulnus Laceratum dapat disebabkan
oleh trauma benda tajam maupun benda tumpul, (Potter dan Perry, 2012).
Prevalensi dan insiden luka terbuka di dunia berdasarkan data dari
Global Status Report on Road Safety (WHO, 2018) disebutkan bahwa setiap
tahun, diseluruh dunia lebih dari 1,25 juta korban meninggal akibat
kecelakaan lalulintas dan 50 juta orang luka berat. Di Indonesia tahun 2019
jumlah kasus kecelakaan lalulintas sebanyak 107.500 kasus, meningkat 3
persen dari tahun 2018 yaitu 103.672 kasus. Berdasarkan data Kepolisian
daerah NTT menyebutkan selain 376 meninggal, kecelakaan lalulintas juga
menyebabkan 384 orang luka berat dan 1.280 orang luka ringan di tahun
2020, jumlah ini menurun dari tahun 2019 yakni korban meningggal dunia
sebanyak 462 orang, luka berat 460 kasus dan luka ringan 1.863 orang.
Vulnus Laceratum menyebabkan terjadinya gangguan kontinuitas jaringan/
kulit. Trauma arteri, dan vena umumnya dapat disebabkan oleh trauma benda

4
tajam (50%), misalnya karena tembakan, luka tusuk, trauma kecelakaan kerja
atau kecelakaan lalulintas. (Kompas.com).
Pendekatan asuhan keperawatan secara menyeluruh dan komperhensif
merupahkan salah satu metode yang tepat dalam mengatasi masalah vulnus
Laceratum.
B. TUJUAN
1. Tujuan umum
Memperoleh gambaran nyata dalam menerapkan asuhan keperawatan dengan
vulnus Laceratum.
2. Tujuan khusus
a. Melakukan pengkajian keperawatan pada Tn. D.L dengan masalah
vulnus Laceratum
b. Menetapkan diagnisis keperawatan pada Tn. D.L dengan masalah
vulnus laceratum
c. Menyusun rencana keperawatan pada Tn. D.L dengan masalah vulnus
laceratum
d. Melakukan implementasi keperawatan pada Tn. D.Ldengan masalah
vulnus laceratum
e. Melakukan evaaluasi keperawatan pada Tn. D.L dengan masalah
vulnus Laceratum berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.

C. MANFAAT
1. Bagi rumah sakit
Dapat menjadi acuan bagi tenaga perawat IGD RSUD S.K Lerik dalam
menerapkan asuhan keperawatan khususnya masalah vulnus Laceratum
dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan.
2. Bagi institusi pendidikan
`Sebagai salah satu sumber dalam menerapkan asuhan keperawatan
khususnya masalah vulnus laceratum.

5
3. Bagi penulis/ kelompok
Menanbah wawasan dan pengetahuan serta pengalaman dalam
menerapkan asuhan keperawatan khusus masalah vulnus Laceratum
4. Bagi pasien

Membantu pasien dalam memenuhi kebutuhan bio, psiko, sosio, spiritual


secara menyeluruh dan komperhensif.

6
BAB II

Tinjauan Pustaka

2.1. Landasan Teori


2.1.1. Vulnus Laceratum
a. Definisi

Vulnus laceratum adalah luka robek dengan tepi tidak rata


disertai kerusakan epidermis dan jaringan yang diakibatkan trauma
tumpul yang keras sehingga mengganggu elastisitas kulit. (R Ziemba,
2012)

b. Anatomi Kulit

Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan yang
membatasi dari lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa
1,5 m2 dengan berat kira-kira 15% berat badan. Kulit merupakan organ
yang esensial dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan
kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis dan sensitif, bervariasi
pada keadaan iklim, umur, seks, ras, dan juga bergantung pada lokasi
tubuh. Warna kulit berbeda-beda, dan kulit yang berwarna terang (fair
skin), pirang dan hitam, warna merah muda pada telapak kaki dan
tangan bayi, serta wama kecokiatan pada genitalia orang dewasa.
Demikian pula kulit bervariasi mengenai lembut, tipis dantebalnya,
kulit yang elastis dan longgar terdapat pada palpebra, bibir, dan
preputium, kulit yang tebal dan tegang terdapat di telapak kaki dan
tangan dewasa. Kulit yang tipis terdapat pada wajah, yang lembut pada
leher dan badan, dan yang berambut kasar terdapat pada kepala
(Djuanda et al, 2010)

7
Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan
utama yaitu:

1. Lapisan Epidermis atau kutikel,


2. Lapisan Dermis (korium, kutis vera, true skin)
3. Lapisan subkutis (hipodermis).

Tidak ada garis tegas yang memisahkan dermis dan subkutis,


subkutis ditandai dengan adanya jaringan ikat Ionggar dan adanya sel
dan jaringan Iemak (Djuanda et al, 2010)

1) Lapisan Epidermis terdin atas: Stratum Korneum, Stratum


Lusidum, Stratum Granulosum, Stratum Spinosum, dan Stratum
Basale.
a) Stratum Komeum (lapisan tanduk) adalah lapisan kulit yang
paling luar dan terdiri atas beberapa lapis sel-sel gepeng yang
mati, tidak berinti, dan protoplasmanya telah berubah menjadi
keratin (zat tanduk).
b) Stratum Lusidum terdapat langsung di bawah lapisan komeum,
merupakan lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan
protoplasma yang berubah menjadi protein yang disebut
eleiden. Lapisan tersebut tampak lebih jelas di telapak tangan
dan kaki.
c) Stratum Granulosum (lapisan keratohialin) merupakan 2 atau 3
lapis selsel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan
terdapat inti diantaranya. Butir-butir kasar ini terdiri atas
keratohialin. Mukosa biasanya tidak mempunyai lapisan ini.
Stratum granulosum juga tampak jelas di telapak tangan dan
kaki.
d) Stratum Spinosum (stratum Maiphigi) atau disebut pula prickle
celllayer (lapisan akanta) terdiri atas beberapa lapis sel yang
berbentuk poligonal yang besarnya berbeda-beda karena

8
adanya prosese mitosis. Protoplasmanya jernih karena banyak
mengandung glikogen, dan inti terletak di tengah-tengah. Sel-
sel ini makin dekat ke permukaan makin gepeng bentuknya.
Diantara sel-sel stratum spinosum terdapat jembatan-jembatan
antar sel (intercellular bridges) yang terdirl atas protoplasma
dan tonofibril atau keratin. Perlekatan antar jembatanjembatan
ini membentuk penebalan bulat kecil yang disebut nodulus
Bizzozero. Di antara sel-sel spinosum terdapat pula sel
Langerhans. Sel-sel stratum spinosum mengandung banyak
gIikogen.
e) Stratum Basale terdiri atas sel-sel berbentuk kubus (kolumnar)
yang tersusun vertikal pada perbatasan dermo-epidermal
berbaris seperti pagar (palisade). Lapisan ini merupakan lapisan
epidermis yang paling bawah. Sel-sel basal ini mengadakan
mitosis dan berfungsi reproduktif. Lapisan ini terdirl atas dua
jenis sel yaitu: sel-sel yang berbentuk kolumnar dengan
prtoplasma basofihik inti lonjong dan besar, dihubungkan satu
dengan yang lain oleh jembatan antar sel serta sel pembentuk
melanin (melanosit) atau clear cell merupakan sel-selberwama
muda, dengan sitoplasma basofihik dan inti gelap, dan
mengandung butir pigmen (meIanosomes). (Buranda
Theopilus. Dkk,2011)
2) Lapisan Dermis adalah lapisan di bawah epidermis yang jauh
lebih tebal dan pada epidermis. Lapisan ini terdiri atas lapisan
elastis dan fibrosa padat dengan elemen-elemen selular dan folikel
rambut. Secara garis besar dibagi menjadi dua bagian yakni:
a. Pars Papilare, yaitu bagian yang menonjol ke epidermis, berisi
ujung serabut saraf dan pembuluh darah.
b. Pars Retikulare, yaitu bagian di bawahnya yang menonjol ke
arah subkutan, bagian ini terdiri atas serabut-serabut

9
penunjang misalnya serabut kolagen, elastin, dan retikulin.
Dasar (matriks) lapisan ini terdiri atas cairan kental asam
hialuronat dan kondroitin sulfat, di bagian ini terdapat pula
fibroblas. Serabut kolagen dibentuk oleh fibroblas, membentuk
ikatan (bundel) yang mengandung hidroksiprolin dan
hidroksisilin. Kolagen muda bersifat lentur dengan
bertambahnya umur menjadi kurang larut sehingga makin
stabil. Retikutin mirip kolagen muda. Serabut elastin biasanya
bergelombang, berbentuk amoif dan mudah mengembang serta
Iebih eIastis
3) Lapisan Subkutis adalah kelanjutan dermis, terdiri atas janngan
ikat longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Sel-sel lemak
merupakan sel bulat, besar, dengan inti terdesak ke pinggir
sitoplasma lemak yang bertambah. Sel-selini membentuk
kelompok yang dipisahkan satu dengan yang lain oleh trabekula
yang fibrosa Lapisan sel-sel lemakdisebut panikulus adiposa,
berfungsi sebagai cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat
ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah, dan getah bening. Tebal
tipisnya jaringan lemak tidak sama bergantung pada Iokalisasinya.
Di abdomen dapat mencapai ketebalan 3 cm, di daerah kelopak
mata dan penis sangat sedikit. Lapisan lernak mi juga merupakan
bantalan (Buranda Theopilus. Dkk,2011)

Vaskularisasi di kulit diatur oleh 2 pleksus, yaitu pleksus yang terletak di


bagian atas dermis (pleksus superfisial) dan yang terletak di subkutis (pleksus
profunda). Pleksus yang di dermis bagian atas mengadakan anastomosis di
papil dermis, pleksus yang di subkutis dan di pars retikulare juga mengadakan
anastomosis, di bagian ini pembuluh darah berukuran lebih besar.
Bergandengan dengan pembuluh darah terdapat saluran getah bening
(Buranda Theopilus. Dkk,2011)

10
Adneksa kulit terdirl atas kelenjar-kelenjár kulit, rambut, dan kuku.

1) Kelenjar kulit terdapat di lapisan dermis, terdiri atas:


a) Kelenjar Keringat (Glandula Sudorifera)

Ada dua macam kelenjar keringat, yaltu kelenjar ekrin yang


kecil-kecil, terletak dangkal di dermis dengan sekret yang encer, dan
kelenjar apokrin yang Iebih besar, terletak Iebih dalam dan sekretnya
lebih kental. Kelenjar ekrin telah dibentuk sempuma pada 28 minggu
kehamilan dan baru berfungsi 40 minggu selelah kelahiran. Saluran
kelenjar ini berbentuk spiral dan bermuara Iangsung di permukaan
kulit. Terdapat di seluruh permukaan kulit dan terbanyak di telapak
tangan dan kaki, dahi, dan aksita. Sekresibergantung pada beberapa
faktor dan dipengaruhi oleh saraf kolinergik, faktor panas, dan stres
emosional. Kelenjar apokrin dipengaruhi oleh saraf adrenergik,
terdapat di aksila, areola mame, pubis, labia minora, dan saluran
telinga luar. Fungsi apokrin pada manusia belum jelas, pada waktu
lahir kecil, tetapi pada pubertas mulai membesar dan mengeluarkan
sekret. Keringat mengandung air, elektrolit, asam laktat, dan glukosa.
Biasanya pH sekitar 4 - 6,8 (Buranda Theopilus. Dkk,2011)

b) Kelenjar Palit (Glandula Sebasea)

Terletak di seluruh permukaan kulit manusia kecuali di telapak


tangan dan kaki. Kelenjar palit disebut juga kelenjar holokrin karena
tidak berlumen dan sekret kelenjar ini berasal dan dekompensasi sel-
sel kelenjar. Kelenjar palit biasanya terdapat di samping akar rambut
dan muaranya terdapat pada lumen akar rambut (folikel rambut).
Sebum mengandung trigliserida, asam lemak bebas, skualen, wax
ester, dan kolesterol. Sekresi dipengaruhi oleh hormon androgen, pada
anak-anak jumlah kelenjar palit sedikit, pada pubertas menjadi lebih

11
besar dan banyak serta mulai berfungsi secara aktif (Buranda
Theopilus. Dkk,2011)

c) Kuku

Adalah bagian terminal lapisan tanduk yang menebal. Kuku


antara lain terbentuk dan keratin protein yang kaya akan sulfur. Pada
kulit di bawah kuku terdapat banyak pembuluhkapiler yang memiliki
suplai darah kuat sehingga menimbulkan warna kemerah-merahan.
Seperti tulang dan gigi, kuku merupakan bagian terkeras dan tubuh
karena kandungan airnya sangat sedikit. Pertumbuhan kuku jari tangan
dalam satu minggu rata-rata 0,5 - 1,5 mm empat kali lebih cepat dan
pertumbuhan kuku jan kaki

d) Rambut

Merupakan struktur berkeratin panjang yang berasal dari


invaginasi epitel epidermis. Rambut ditemukan diseluruh tubuh kecuali
pada telapak tangan, telapak kaki, bibir, glans penis, klitoris dan labia
minora. Pertumbuhan rambut pada daerah-daerah tubuh sepenti kulit
kepala, muka, dan pubis sangat dipengaruhi tidak saja oleh hormon
kelamin-terutarna androgen-tetapi juga oleh hormon adrenal dan
hormon tiroid. Seliap rambut berkembang dan sebuah invaginasi
epidermal,yaitu folikel rambut yang selama masa pertumbuhannya
mempunyai pelebaran pada ujung disebut bulbus rambut. Pada dasar
bulbus rambut dapat dilihat papila dermis. Papila dermismengandung
jalinan kapiler yang vital bagi kelangsungan hidup folikel rambut. Ada
dua macam tipe rambut, yaitu rambut lanugo dan rambut terminal.
Komposisi rambut terdiri atas karbon 50,60%, hidrogen 6,36%,
nitrogen 17,14%, sulfur 5,0%, dan oksigen 20,80%. Rambut dapat

12
dibentuk dengan mempengaruhi gugus disulfida misalnya dengan
panas atau bahan kimia.

Gambar I. Skin Anatomy

Sumber : WHO, Skin Anatomy, 2012

13
c. Fisiologi Kulit
1) Pengaturan Suhu Tubuh

Faktor Yang Mempengaruhi Suhu Tubuh :

a) Kecepatan metabolism basal

Kecepatan metabolism basal tiap idividu berbeda-beda.


Hal ini memberi dampak jumlah panas yang diprodiksi tubuh
menjadi berbeda pula.

Sebagaimana disebutkan pada uralan sebelumnya, sangat


terkait dengan laju metabolisme (Sherwood L,2011)

b) Rangsangan saraf simpatis

Rangsangan saraf simpatis dapat menyebabkan kecepatan


metabolisme menjadi 100% Iebih cepat. Disamping itu,
rangsangan saraf simpatis dapat mencegah lemak coklat yang
tertimbun dalam jaringan untuk dimetabolisme. Hampir seluruh
metabolisme lemak coklat adalah produksi panas. Umumnya,
rangsangan saraf simpatis ini dipengaruhi stres individu yang
menyebabkan peningkatan produksi epineprin dan norepineprin
yang meningkatkan metabolisme (Robbins at al, 2012)

c) Hormon pertumbuhan

Hormon pertumbuhan (growth hormone) dapat


menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme sebesar 15-
20%. Akibatnya, produksi panas tubuh juga meningkat
(Sherwood L,2011)

14
d) Hormon tiroid

Fungsi tiroksin adalah meningkatkan aktivitas hampir


semua reaksi kimia dalam tubuh sehingga peningkatan kadar
tiroksin dapat mempengaruhi laju metabolisme menjadi 50-
100% diatas normal.(12)

e) Hormon kelamin

Hormon kelamin pria dapat meningkatkan kecepatan


metabolisme basal kira-kira 10-15% kecepatan normal,
menyebabkan pen ing katan prod uksi panas. Pada perempuan,
fluktuasi suhu lebih bervariasi dan pada laki-lakikarena
pengeluaran hormon progesteron pada masa ovulasi
meningkatkan suhu tubuh sekitar 0,3 — 0,6°C di atas suhu
basal

f) Demam (peradangan)

Proses peradangan dan demam dapat menyebabkan


peningkatan metabolisme sebesar 120% untuk tiap peningkatan
suhu 10°C

g) Status gizi

Malnutrisi yang cukup lama dapat menurunkan kecepatan


metabolisme 20-30%. Hal ini terjadi karena di dalam sel tidak
ada zat makanan yang dibutuhkan untuk mengadakan
metabolisme. Dengan demikian, orang yang mengalami
malnutrisi mudah mengalami penurunan suhu tubuh
(hipotermia). Selain itu, individu dengan lapisan lemak tebal
cenderung tidak mudah mengalami hipotermia karena lemak

15
merupakan isolator yang cukup baik, dalam arti lemak
menyalurkan panas dengan kecepatan sepertiga kecepatan
jaringan yang lain

h) Aktivitas

Aktivitas selain merangsang peningkatan laju


metabolisme, mengakibatkan gesekan antar komponen otot /
organ yang menghasilkan energi termal. Latihan (aktivitas)
dapat meningkatkan suhu tubuh hingga 38,3-40,0 °C

i) Gangguan organ

Iewsakan organ seperti trauma atau keganasan pada


hipotalamus, dapat menyebabkan mekanisme regulasi suhu
tubuh mengalami gangguan. Berbagai zat pirogen yang
dikeluarkan pada saat terjadi infeksi dapatmerangsang
peningkatan suhu tubuh. Kelainan kulit berupa jumlah kelenjar
kenngat yang sedikit juga dapat menyebabkan mekanisme
pengaturan suhu tubuh terganggu

j) Lingkungan

Suhu tubuh dapat mengalami pertukaran dengan


lingkungan, artinya panas tubuh dapat hilang atau berkurang
akibat Iingkungan yang lebih dingin. Begitu juga sebaliknya,
lingkungan dapat mempengaruhi suhu tubuh manusia.
Perpindahan suhu antara manusia dan lingkungan terjadi
sebagian besar melalui kuIit

Proses kehilangan panas melalui kulit dimungkinkan


karena panas diedarkan melalui pembuluh darah dan juga

16
disuplai langsung ke plexus arten kecil melalui anastomosis
arteriovenosa yang mengandung banyak otot. Kecepatan abran
dalam plexus artenovenosa yang cukup tinggi (kadang
mencapai 30% total curah jantung) akan menyebabkan
konduksi panas dari inti tubuh ke kulit menjadi sangat efisien.
Dengan demikian, kulit merupakan radiator panas yang efektif
untuk keseimbangan suhu tubuh

Mekanisme Kehilangan Panias Melalui Kulit

1) Radiasi

Radiasi adalah mekanisme kehilangan panas tubuh


dalam bentuk gelombang panas inframerah. Gelombang
inframerah yang dipancarkan dan tubuh memiliki panjang
gelombang 5 - 20 mikrometer. Tubuh manusia
memancarkan gelombang panas ke segala penjuru tubuh.
Radiasimerupakan mekanisme kehilangan panas paling
besar pada kulit (60%) atau 15% dan seluruh mekanisme
kehilangan panas (Sherwood L,2011)

Panas adalah energi kinetik pada gerakan molekul.


Sebagian besar energi pada gerakan ini dapat di pindahkan
ke udara bila suhu udara lebih dingin dari kulit. Sekah suhu
udara bersentuhan dengan kulit, suhu udara menjadi sama
dan tidak terjadi lagi pertukaran panas, yang terjadi hanya
proses pergerakan udara sehingga udara baru yang suhunya
lebih dingin dan suhu tubuh

2) Konduksi

17
Konduksi adalah perpindahan panas akibat paparan
langsung kulit dengan benda-benda yang ada di sekitar
tubuh. Biasanya proses kehilangan panas dengan
mekanisme konduksi sangat kecil. Sentuhan dengan benda
umumnya membeni dampak kehilangan suhu yang kecil
karena dua mekanisme, yaltu kecenderungan tubuh untuk
terpapar langsung dengan benda relative jauh lebih kecil
dan pada paparan dengan udara, dan sifat isolator benda
menyebabkan proses perpindahan panas tidak dapat terjadi
secara efektif terus menerus

3) Evaporasi

Evaporasi (penguapan air dari kulit) dapat


memfasilitasi perpindahan panas tubuh. Seliap satu gram
air yang mengalami evaporasi akan menyebabkan
kehilangan panas tubuh sebesar 0,58 kilo kaloni. Pada
kondisi individu tidak berkeningat, mekanisme evaporasi
benlangsung sekitar 450 - 600 mI/hari. Hal ini
menyebabkan kehilangan panas terus menerus dengan
kecepatan 12 - 16 kalon perjam. Evaporasi ini tidak dapat
dikendalikan karena evaporasi terjadi akibat difusi molekul
air secara terus menerus melalui kulit dan sistem
pernafasan

Selama suhu kulit lebih tinggi dan pada suhu


lingkungan, panas hilang melalui radiasi dan konduksi.
Namun ketika suhu Iingkungan lebih tinggi dan suhu
tubuh, tubuh memperoleh suhu dan lingkungan melalui
radiasi dan konduksi. Pada keadaan ini, satu-satunya cara
tubuh melepaskan panas adalah melalui evaporasi

18
Memperhatikan pengaruh lingkungan terhadap suhu
tubuh, sebenamya suhu tubuh aktual (yang dapat diukur)
merupakan suhu yang dihasilkan dan keseimbangan antara
produksi panas oleh tubuh dan proses kehilangan panas
tubuh dan lingkungan.

4) Usia

Usia sangat mempengaruhi metabolisme tubuh akibat


mekanisme hormonal sehingga memben efek tidak
langsung terhadap suhu tubuh. Pada neonatus dan bayi,
terdapat mekanisme pembentukan panas
melaluipemecahan (metabolisme) lemak cokiat sehingga
terjadi proses termogenesis tanpa menggigil (non-shivering
thermogenesis). Secara umum, proses ini mampu
meningkatkan metabolisme hingga lebih dari 100%.
Pembentukan panas melalui mekanisme ini dapat teijadi
karena pada neonatus banyak terdapat lemak cokiat.
Mekanisme ini sangat penting untuk mencegah hipotermi
pada bayi

Menurut Tamsuri Anas (2007), suhu tubuh dibagi menjadi:

 Hipotermi, bila suhu tubuh kurang dan 36°C


 Normal, bila suhu tubuh berkisar antara 36- 37,5°C
 Febris / pireksia, bila suhu tubuh antara 37,5 - 40°C
 Hipertermi, bila suhu tubuh lebih dan 40°C

d. Histologi Kulit

19
Integumen atau kulit merupakan jaringan yang menutupi
permukaan tubuh yang terdiri atas 2 lapisan yaitu epitel yang disebut
epidermis dan Jaringan pengikat yang disebut dermis atau corium
(Eroschenko V.P,2010)

Epidermis berasal dan ektoderm dan dermis berasal dan


mesoderm. Dibawah kulit terdapat lapisan jaringan pengikat yang
lebih longgar disebut hipodermis yang pada beberapa tempat banyak
mengandung jaringan lemak.

Pada beberapa tempat kulit melanjutkan menjadi tunica


mucosa dengan suatu perbatasan kulit-mukosa (mucocutaneus
junction). Perbatasan tersebut dapat ditemukan pada bibir, lubang
hidung, vulva, preputium, dan anus. Kulit merupakan bagian dan
tubuh yang meliputi daerah luas dengan berat sekitar 16% dan berat
tubuh. Fungsi kulit selain menutupi tubuh, juga mempunyal beberapa
fungsi lain, maka selain struktur epitel dan jaringan pengikat tersebut
masih dilengkapi bangunan tambahan yang disebut appendix
kulit,dimana meliputi : glandula sudorifera (kelenjar keringat),
glandula sebacea (kelenjar minyak), folikel rambut, dan kuku.
Permukaan bebas kulit tidaklah halus, tetapi ditandai adanya alur-alur
halus yang membentuk pola tertentu yang berbeda pada berbagai
tempat. Demikian pula permukaan antara epidermis dan dermis tidak
rata karena adanya tonjolan-tonjolan jaringan pengikat ke arah
epidermis. Walaupun batas antara epidermis dengan janngan
pengikat /corium dibawahnya jelas, tetapi serabut jaringan pengikat
tersebut akan bersatu dengan serabut jaringan pengikat di bawah
kulit. Ketebalan kulit tidaklah sama pada berbagai bágian tubuh.
Tebalnya kulit tersebut dapat disebabkan karena ketebalan dua
bagian kulit atau salah satu bagian kulit. Misalnya pada daerah

20
intraskapuler kulitnya sangat tebal sampai Iebih dan 0,5 cm,
sedangkan di kelopak mata hanya selebal 0,5 mm.Rata-rata tebal
kulit adalah 1-2 mm. Berdasarkan gambaran morfologis dan
ketebalan epidermis, kulit dibagi menjadi kulit tebal dan kulit Tipis.
Walaupun kulit tebal mempunyai epidermis yang tebal, tetapi
keseluruhan kulit tebal belum tentu ebih tebal dan kulit tipis. Kulit
tebal ini terdapat pada volar manus dan plantar pedis yang tidak
memiliki folikel rambut. Pada permukaan kulit tampak garis yang
menonjol dinamakan cnsta cutis yang dipisahkan oleh alur-alur
dinamakan sulcus cutis

Gambar II. Skin Histology

Sumber : Eroschenko , 2010

Pada mulanya cutis tadi mengikuti tonjolan corium di


bawahnya tetapi kemudian dan epidermis sendiri teriadi tonjolan ke
bawah sehingga terbentuklah papilla corii yang dipisahkan oleh
tonjolan epidermis. Pada tonjolan epidermis antara dua papilla coril
akan berjalan ductus excretorius glandula sudorifera untuk
menembus epidermis

21
Gambar III. Skin Histology

Sumber : Eroschenko , 2010

1) Epidermis

Dalam epidermis terdapat dua sistem: sistem


malpighi, bagian epidermis yang sel-selnya akan mengalami
keratinisasi dan sistem pigmentasi, yang berasal dan crista
neuralis dan akan memberikan melanosit untuk sintesa
melanin. Disamping sel-sel yang termasuk dua sistem tersebut
terdapat sel lain, yaitu sel Langerhans dan sel Markel yang
belum jelas fungsinya. Struktur histologis pada epidermis
dapat dibedakan 5 stratum, yaitu:

22
Gambar IV. Skin Histology

Sumber : Eroschenko , 2010

a) Pigmentosum atau stratum germinativum

Karena pating banyak tampak adanya mitosis sel-sel.


Sel-sel lapisan ini berbatasan dengan janngan pengikat corium
dan berbentuk silindris atau kuboid. Di dalam sitoplasmanya
terdapat butir-butir pigmen.

b) Stratum spinosum

Lapisan ini bersama dengan stratum basale disebut pula


stratum malpighi atau stratum germinativum karena sel-selnya
menunjukkan adanya mitosis sei Sel-sel dan stratum basale
akan mendorong sel-sel di atasnya dan berubah menjadi
poIihedrat.

23
c) Sratum spinosum

Terdin atas beberapa lapisan sel-sel yang berbentuk


polihedral dan pada pemeriksaan dengan mikroskop cahaya
pada tepi sel menunjukkan tonjolan-tonjolan seperti duri-duri.
Semuta tonjolan-tonjolan tersebut disangka sebagai jembatan
interseluler dengan di dalamnya terdapat tonofibril yang
menghubungkan garis sel yang satu ke sel yang Iain.

d) Stratum granulosum

Lapisan ini terdiri atas 2-4 sel yang tebalnya di atas


stratum spinosum. Bentuk sel seperti betah ketupat yang
memanjang sejajar permukaan. Sel yang terdalam berbentuk
seperti sel pada strarum spinosum hanya didalamnya
mengandung butir-butir. Butir-butir yang terdapat sitoplasma
Iebih terwama dengan hematoxylin (butir-butir keratohialin)
yang dapat dikelirukan dengan pigmen. Adanya butir-butir
keratohyatin semula diduga berhubungan dengan proses
keratinisasi, tetapi tidak selalu dijumpai dalam proses tersebut,
misalnya pada kuku. Makin ke arah permukaan butir-butir
keratin makin bertambah disertal inti sel pecah atau tarut sama
sekali, sehingga sel — sel pada stratum granulosum sudah
dalam keadaan mati.

e) Stratum lucidum

Tampak sebagal garis bergelombang yang jemih antara


stratum granulosum dan stratum corneum. Terdiri atas
beberapa lapisan sel yang telah gepeng tersusun sangat padat.

24
Bagian yang jernih ini mengandung zateteidin yang diduga
merupakan hash dan keratohiatin

f) Stratum Corneum

Pada volar manus dan plantar pedis, lapisan ini sangat


tebal yang terdiri atas banyak sekali lapisan sel-sel gepeng yang
telah mengalami komifikasi atau keratinisasi. Hubungan antara
sel sebagai duri-duri pada stratum spinosum sudah tidak
tampak lagi. Pada permukaan, lapisan tersebut akan
mengelupas (desquamatio) kadang-kadang disebut sebagai
stratum disjunctivum. (Eroschenko V.P 2010)

e. Etiologi

Vulnus laceratum dapat disebabkan oleh karena terjadi


kekerasan benda tumpul, goresan, jatuh, serta kecelakaan sehingga
kontinuitas jangan terputus (De Jong W, Sjamsuhidajat R,2011).

f. Manitestasi Klinis
1) Rubor (kemerahan) dan kalor (panas) diakibatkan oleh respon
jaringan yang rusak dan sel mast melepaskan histamin dan mediator
lain seperti bradikinin, prostaglandin, dan leukotrien sehingga
menyebabkan vasodilatasi dan pembuluh darah sekellling yang
masih utuh serta meningkatnya penyediaan darah ke daerah yang
mengalami kerusakan.
2) Dolor (nyeri) akibat serat-serat otot atau tendon yang jumlahnya
terbatas mengalami robekan.
3) Tumor (bengkak) dan functio laesa (hilangnya fungsi) diakibatkan
oleh peningkatan permeabilitas kapiler-kapiler darah dan cairan
yang kaya akan protein mengalir kedalam spasium interstisial

25
sehingga menyebabkan edema lokal dan hilangnya fungsi dan
daerah yang mengalami kerusakan.

Kekakuan dan adanya pembatasan gerak sendi serta


berkurangnya kekuatan pada daerah yang mengalami kerusakan (De
Jong W, Sjamsuhidajat R,2011)

g. Diagnosis

Diagnosis pasti vulnus laceratum dapat dtegakkan berdasarkan


hal-hal sebagal berikut:

Pertama-tama dilakukan pemeriksaan secara teliti untuk


memastikan apakah ada perdarahan yang hams dihentikan. Kemudian,
tentukan jenis trauma, tajam atau tumpul, luasnya kematian jaringan,
banyaknya kontaminasi, serta berat nngannya luka (Rajaraman.2014)

h. Penatalaksanaan

Dalam management perawatan luka ada beberapa tahap yang


dilakukan yaitu evaluasi luka, tindakan antiseptik pembersihan luka,
penjahitan luka, penutupan luka, pembalutan, pemberian antibiotik dan
pengangkatan jahitan.

1) Evaluasi luka meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (lokasi dan


eksplorasi).
2) Tindakan Antiseptik, pnnsipnya untuk mensucihamakan kulit.
Untuk melakukan pencucian/pembersihan luka biasanya digunakan
cairan atau larutan antiseptik seperti: larutan yodium povidon 1%
dan larutan klorheksidin ½%. Larutan yodium 3% atau alkohol 70%
hanya digunakan untuk membersihkan kulit di sekitar luka.
Kemudian daerah sekitar lapangan kerja ditutup dengan kain steril

26
dan secara steril dilakukan kembali pembersihan luka dan
kontaminan secara mekanis. Misalnya pembuangan jaringan mati
dengan gunting atau pisau (debrideman) dan dibersihkan dengan
bilasan guyuran atau semprotan cairan NaCL.Akhirnya dilakukan
penjahitan dengan rapi. Bila diperkirakan akan terbentuk atau
dikeluarkan cairan yang berlebihan perlu dibuat penyaliran
(drainase) (Ganesan, S.2012) Luka ditutup dengan bahan yang
dapat mencegah Iengketnya kasa, misalnya kasa yang mengandung
vaselin, ditambah dengan kasa penyerap. Dan dibalut dengan
pembalut elastis.
i. Komplikasi

Komphkasi dalam penyembuhan luka timbul dalam


manifestasi yang berbeda-beda. Komplikasi yang luas timbul dan
pembersihan luka yang tidak adekuat, keterlambatan pembentukan
janngan granulasi, tidak adanya reepitelisasi dan juga akibat
komplikasi post operatif dan adanya infeksi. Beberapa komplikasi
yang mungkin terjadi adalah: hematoma, keloid, jaringan parut
hipertrofik, infeksi, dan kontraktur (De Jong W, Sjamsuhidajat R,
2011)

1) Hematoma

Hematoma timbul dini akibat kegagalan pengendalian


pembuluh darah yang berdarah dan dapat timbul lanjut pada
pasien hipertensi atau cacat koagulasi. Biasanya hematoma dapat
dibiarkan hilang spontan tetapi hematoma yang meluas
membutuhkan operasi ulang dan pengendalian perdarahan.

2) Keloid dan janngan parut hipertrofik

27
Keloid dan jaringan parut hipertrofik timbul karena reaksi
serat kolagen yang berlebihan dalam proses penyembuhan luka.
Serat kolagen di sini teranyam teratur. Keloid yang tumbuh
berlebihan melampaui batas luka,sebelumnya menimbulkan gatal
dan cenderung kambuh bila dilakukan intervensi bedah. Parut
hipertrofik hanya berupa parut luka yang menonjol, nodular, dan
kemerahan, yang menimbulkan rasa gatal dan kadang-kadang
nyeri. Parut hipertrofik akan menyusut pada fase akhir
penyembuhan luka setelah sekitar satu tahun, sedangkan keloid
justru tumbuh. (De Jong W, Sjamsuhidajat R, 2011)

3) lnfeksi

lnfeksi luka tetap merupakan komplikasi tersering. Dewasa


ini infeksi luka sering tidak fatal, tetapi dapat menimbulkan cacat.
Dua faktor penting yang jelas berperan pada patogenesis infeksi
adalah dosis kontaminasi bakteri dan ketahanan pasien.

lnfeksi luka terjadi jika luka yang terkontaminasi dijahit


tanpa pembilasan dan eksisi yang memadal. Pada keadan
demikian, luka harus dibuka kembali, dibiarkan terbuka dan
penderita diberi antibiotik sesuai dengan hasil biakan dan cairan
luka atau nanah(De Jong W, Sjamsuhidajat R, 2011)

4) Kontraktur

Kontraktur jaringan parut di bekas luka atau bekas operasi


kadang sangat mencolok, terutama di wajah, leher, dan tangan.
Kontraktur dapat mengakibatkan cacat berat dan gangguan gerak
pada sendi, misalnya pada luka bakar (De Jong W, Sjamsuhidajat
R, 2011)

28
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1. PENGKAJIAN

29
30
31
32
3.2. ANALISA DATA

NO Analisa Data Etiologi Masalah


1 Ds : pasien mengeluh nyeri pada Agen Nyeri akut
kaki bagian kanan yang pencedera fisik
terlukaa karena gurinda.,
sakitnya hilang timbul

Do : -. Tampak meringgis
kesakitan

-. Pengkajian PQRST

(P : luka, Q : nyeri
tertusuk, R: medial pedis
Dextra , S : Skala 6
(nyeri sedang), T : nyeri
terus menerus

-. Ttv : Td : 130/100, N :
91 X/mnt, S: 36,5 ,
Spo2 : 98%, RR : 21x/
menit

2 Ds : pasien mengatakan terdapat Factor mekanik Gangguan


luka robek pada kaki kanan integritas
akibat terkena gurinda kulit dan
jaringan
Do : terdapat luka robek dengan
ukuran luka ( P : 10cm, L:
4cm, kedalam an ± 3 cm ),
perdarahan aktif , luka
dengan dasar tulang

33
3.2 . DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri akut b.d Agen pencedera fisik yang d.d pasien mengeluh nyeri, wajah
pasien tampak meringis kesakitan, Pengkajian PQRST (P : beraktivitas dan
rawat luka, Q : hilang timbul seperti di tusuk-tusuk, R: medial pedis Dextra ,
S : Skala 6 (nyeri sedang), T : 3-5 menit. Ttv : Td : 130/100, N : 91X/mnt, S:
36,5 , Spo2 : 98%, RR : 21x/ menit
2. Gangguan integritas kulit dan jaringan b.d Faktor mekanik yang d.d terdapat
luka robek dengan ukuran luka ( P : 10cm, L: 4cm, kedalam an ± 3 cm ),
perdarahan aktif , luka dengan dasar tulan

34
3.3. INTERVENSI

No Hari/ tgl SDKI SLKI SIKI


1 Selasa, 27 Nyeri Akut Tingkat Nyeri Manajamen nyeri (I.
april (D.0077) (L. 08066) 08238)
2021 Setelah Tindakan
Nyeri akut b.d dilakukan
Agen pencedera tindakan Observasi :
fisik yang d.d keperawatan
pasien mengeluh selama 1 x 3 jam 1. Identifikasi lokasi,
nyeri, wajah maka tingkat karakteristik,
pasien tampak nyeri menurun durasi, frekuensi,
meringgis dengan kritera kualitas, intensitas
kesakitan, hasil : nyeri.
Pengkajian 1. Keluhan nyeri 2. Identifikasi skala
PQRST (P : menurun (5) nyeri
beraktivitas dan 2. Meringgis 3. Identifikasi respon
rawat luka, Q : menurun (5) nyeri non verbal
hilang timbul 3. Frekuensi nadi 4. Identifikasi faktor
seperti di tusuk- membaik (5) yang memperberat
tusuk, R: medial 4. Tekanan darah dan memperingan
pedis Dextra , S : membaik (5) nyeri
Skala 6 (nyeri 5. Pola napas 5. Identifikasi
sedang), T : 3-5 membaik (5) pengetahuan dan
menit. Ttv : Td : keyaninan tentang
130/100, N : nyeri
91X/mnt, S: 6. Identifikasi
36,5 , Spo2 : pengaruh budaya
98%, RR : 21x/ terhadap respon
menit nyeri
7. Indentifikasi
pengaruh nyeri
pada kualitas hidup
8. Monitor
keberhasilan terapi
komplementer
yang sudah
diberikan
9. Monitor efek

35
samping
penggunaan
analgetik
Terapeutik
1. Berikan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri (mis.
TENS, hipnosis,
akupresur, terapi
music,
biofeedback, terapi
pijat, aroma terapi,
teknik imajinasi
terbimbing,
kompres hangat/
dingin, terapi
bermain)
2. kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
3. fasiliatasi istirahat
dan tidur
4. pertimbangkan
jenis dan sumber
nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
1. jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
2. jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
4. anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat
5. ajarkan teknik

36
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri

Kolaborasi

1. Kolaborasi
pemberian
analgetik, jika
perlu
2 Selasa, D.0129 Integritas kulit Perawatan luka
27 april dan jaringan (l. (I.14564):
2021 Gangguan 14125) Observasi
integritas kulit Setelah dilakukan 1. Monitor
dan jaringan b.d tindakan karakteristik luka
Faktor mekanik keperawatan 2. Monitor tanda-
yang d.d terdapat selama 1 x 3 jam tanda infeksi
luka robek maka di
dengan ukuran harapkan Terapeutik
luka ( P : 10cm, integritas kulit
L: 4cm, kedalam dan jaringan 1. Lepaskan balutan
an ± 3 cm ), meningkat dan plester secara
perdarahan aktif , dengan criteria perlahan
luka dengan hasil : 2. Cukur rambut
dasar tulang 1. Perfusi disekitar daerah
jaringan luka
meningkat (5) 3. Bersihkan
2. Kerusakan dengan cairan
jaringan NaCL atau
menurun (5) pembersih non
3. Kerusakan toksin
lapisan kulit 4. Bersihkan
menurun (5) jaringan nekrotik
4. Perdarahan 5. Bersihkan salep
menurun (5) yang sesuai ke
5. Nyeri menurun kulit
(5) 6. Pasang balutan
sesuai jenis luka
7. Pertahankan
teknik steril saat
perawatn luka
8. Ganti balutan
sesuai jumlah
beksudat dan

37
dreinase
9. Jadwalkan
perubahan posisi
setiap 2 jam atau
sesuai kondisi
pasien

Edukasi

1. Jelaskan tanda dan


gejala infeksi
2. Anjurkan
mengkonsumsi
makanan tinggi
kalori dan protein
3. Ajarkan perawatan
luka secara
mandiri

Kolaborasi

1. Kolaborasi
prosedur
debridement
2. Kolaborasi
pemberian
antibiotik

38
3.4. Implementasi dan evaluasi keperawatan

Hari/ tanggal Diagnosa Implementasi Evaluasi

Selasa , 27 1 Nyeri akut 1. Jam 10.00 S : Pasien mengatakan


april 2021 b.d Agen Mengidentifikasi skala masih merasa nyeri,
pencedera fisik nyeri meliputi PQRST sakitnya hilang timbul
yang d.d pasien 2. Jam 10.04 seperti ditusuk-tusuk
mengeluh nyeri, Mengidentifikasi factor
wajah pasien yang memperberat O: - keluhan nyeri
tampak meringgis dan memperingan menurun ke skala 4 (nyeri
kesakitan, nyeri sedang)
Pengkajian PQRST 3. Jam 10.06 - Meringis menurun (3)
(P : beraktivitas Mengidentifikasi respon - Frekuensi nadi
dan rawat luka, Q : nyeri non verbal membaik (5)
hilang timbul 4. Jam 10.08 - Tekanan darah
seperti di tusuk- Mengajarkan pasien membaik (5)
tusuk, R: medial teknik relaksasi napas - Pola napas membaik
pedis Dextra , S : dalam (5)
Skala 6 (nyeri 5. Jam 10.10 PQRST ( P:
sedang), T : 3-5 Menjelaskan strategi beraktivitas, Q :
menit. Ttv : Td : meredakan nyeri hilang timbul seperti
130/100, N : ditusuk-tusuk, R :
91X/mnt, S: 36,5 , Medial pedis Dextra,
Spo2 : 98%, RR : S : skala 4 (nyeri
21x/ menit sedang), T : 3-5
menit, TTV ( TD :
130/90 mmhg, N:
80x/mnt, RR:
20x/mnt, spo2: 98%).

A : masalah tidak teratasi

P: Intervensi 4 dan 5
dilanjutkan di rumah KIE
pasien untuk
mengkonsusmsi obat

39
anakgetik secara tepat.

Selasa , 27 2 1. Jam 10.30 S : pasien mengatakan


april 2021 Mengakaji karakteristik luka terdaapat luka robek
2. Jam 10.33 pada kaki kanan akibat
Mengkaji tanda-tanda terkenan gurinda
infeksi
3. Jam 10.36 O : - perfusi jaringan
Melakukan pembersihan meningkatb (4)
luka menggunakan NaCl - Kerusakan jaringan
dan betadine menurun (4)
4. Jam 10.40 - Kerusakan lapisan
Melakukan tindakan hecting kulit menurun (4)
5. Jam 10.55 - Perdarahan menurun
Pasang balutan kering (5)
6. Jam 11.00 - Nyeri menurun (5)
Melayani skintest ATS 0,1
cc dicampur aquades ukuran luka ( P :
0,9cc 10cm, L : 4cm,
7. Jam 11.16 kedalaman ± 3cm).,
Melayani injeksi ATs 1 terdapat jahitan dalam
Amp/ Im sebanyak 5 jahitan dan
8. Jam 11.20 jahitan luar sebanyak
Menjelaskan kepada pasien 15 jahitan, tidak
tanda dan gejala infeksi terdapat jaringan
9. Jam 11.23 nekrotik, luka tertutup
Menganjurkan pasien untuk kasa dan berbalut
mengkonsumsi makanan perban
tinggi kalori dan protein
A : masalah tidak teratasi

P : intervensi dilanjutkan
dirumah ( KIE pasien
untuk control kembali
ke poli dengan dokter
bedah ), (KIE pasien
untuk menjaga
kebersihan daerah luka
dan tetap kering)

40
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1. PENGERTIAN

Vulnus atau luka adalah hilang atau rusaknya sebagian kontinuitas


jaringan yang dapat disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan
suhu, sengatan listrik, ledakan, ataupun gigitan hewan serta zat kimia. Vulnus
Laseratum merupakan luka terbuka yang terjadi akibat kekerasan tumpul yang
kuat sehingga mempengaruhi elastisitas kulit atau otot dengan tepi yang tidak
rata atau teratur.

Dalam melakukan tindakan keperawatan pada vulnus laseratum sesuai


SOP dapat dilakukan dengan mempersiapkan alat-alat yaitu :

1. Sarung tangan steril


2. Sarung tangan bersih
3. Set alat bedah minor berisi pinset anatomis dan sirurgik, needle holder, klam
lurus, klam bengkok, gunting jaringan, bisturi, skapel, duk steril
4. Benang jahit steril dan jarum jahit steril
5. Kassa steril
6. Cairan normal saline (NaCl 0.9%)
7. Cairan antiseptik
8. Korentang steril dan tempatnya
9. Obat anastesi (lidokain 2%)
10. Plester
11. Gunting plester
12. Kom steril

41
13. Bengkok/ nierbekken
14. Lampu tindakan
15. Perlak atau pengalas
16. Sufratul atau salep antibiotik (Gentamicine)

4.2. Langkah-Langkah dalam melakukan tindakan perawatan luka sesuai SOP :


1. Jelaskan prosedur mulai dari membersihkan luka hingga kemungkinan
penanganan seperti dijahit pada pasien
2. Minta persetujuan menangani luka pada pasien dan atau keluarga
3. Siapkan alat dan bahan
4. Petugas mencuci tangan dan kenakan sarung tangan bersih
5. Bebaskan area sekitar luka dari pakaian yang menghalangi, tempatkan perlak
dan bengkok di bawah area luka
6. Irigasi luka atau cuci luka dengan menggunakan cairan nacl 0.9 %, untuk
membuang jaringan mati dan benda asing, sehingga akan mempercepat
penyembuhan. Jika perlu lakukan dengan bantuan kasa steril. Lakukan
secara sistematis dari lapisan superfisial ke lapisan yang lebih dalam
7. Beri antiseptik (betadine) pada luka. Jika luka kotor maka dapat dibersihkan
menggunakan larutah H 2 O 2 atau perhidrol 10 %
8. Nilai besarnya luka, usahakan membersihkan luka sebersih mungkin, dengan
menggunakan pinset, kasa dan cairan antiseptik. Jika saat diberi antiseptik
masih ada perdarahan aktif maka, lakukan penekanan pada daerah luka
dengan kasa selama beberapa saat
9. Apabila dari penilaian luka membutuhkan jahitan baik untuk menghentikan
perdarahan, maka dilakukan prosedur jahit atau hecting dilakukan mulai dari
tempat dengan perdarahan yang aktif
10. Minta perawat atau asisten menyalakan dan mengarahkan lampu tindakan ke
arah tempat yang akan dijahit, ganti sarung tangan dengan sarung tangan
steril
11. Berikan suntikan obat anestesi pada sekitar luka
12. Cek apakah obat anestesi telah bekerja, dapat dengan menggunakan pinset
13. Tutup luka dengan duk steril, hingga hanya tempat yang akan dijahit yang
terlihat
14. Rapikan tepian dan jaringan yang dinilai dapat mengganggu proses
penyembuan luka dengan menggunting mengunakan gunting jaringan

42
15. Pilih jarum dan benang yang sesuai dengan luka yang ada, tergantung
dalamnya luka
16. Pasang benang dan jarum jahit pada needle holder lalu pegang needle holder
dengan tangan dominan dan pinset pada tangan yang lain. Jika perdarahan
mengganggu proses hecting perawat atau asisten dapat membantu dengan
menyeka darah dari luka
17. Lakukan jahitan luar dan dalam jika luka dinilai dalam

18. Memilih teknik jahitan yang akan dipakai sesuai dengan penilaian kondisi
luka
19. Lanjutkan jahitan luka sampai luka tertutup. Sebagai catatan jika luka dinilai
bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur kurang dari 6 jam
boleh dijahit primer atau rapat, sedangkan luka yang terkontaminasi berat
dan atau dinilai tidak bersih dapat dilakukan jahitan situasional sambil
diobervasi 2-3 hari ke depan
20. Bersihkan kembali area jahitan dengan antiseptik dan nilai serta rapikan luka
jahitan
21. Cek apakah masih ada perdarahan dan apakah jahitan telah rapi. Jika perlu
maka jahitan dapat ditambahkan hingga perdarahan teratasi atau jahitan rapi
22. Lepas duk steril
23. Tutup luka jahitan dengan sufratul atau salep antibiotik (Gentamicine),
apabila tidak membutuhkan jahitan setelah diberikan cairan antibiotik dan
dibersihkan langsung ditutup dengan sufratul / salep antibioik
24. Lalu tutup dengan kasa dan plaster
25. Rapikan kembali pasien dan alat-alat yang digunakan
26. Petugas membuka sarung tangan dan mencuci tangan

4.3. TINDAKAN PERAWATAN DI RSUD SK. LERIK

Pada kasus vulnus laceratum yang terjadi di IGD, pasien datang dengan
luka robek pada kaki kanan akibat terkena gurinda dan langsung ditangani oleh
petugas di ruangan IGD. Dalam melakukan penanganan pertama petugas
melakukan pengukuran tanda-tanda vital pada pasien, setelah itu melakukan
pengkajian pada pasien atau keluarga pasien dan melihat kondisi luka.

43
Selanjutnya petugas menjelaskan prosedur mulai dari membersihkan luka hingga
kemungkinan penanganan seperti dijahit pada pasien dan meminta persetujuan
menangani luka pada pasien atau keluarga. Petugas menyiapkan alat dan
langsung mengenakan sarung tangan bersih, menaruh perlak pada area sekitar
luka, bengkok di bawah area luka dan menyalakan serta mengarahkan lampu
tindakan ke area luka.

Selanjutnya perawat mengirigasi luka atau mencuci luka dengan


menggunakan cairan nacl 0.9 % untuk membuang benda asing dengan
menggunakan kasa steril, sehingga akan mempercepat penyembuhan luka.
Setelah itu perawat memberikan pembiusan pada area sekitar luka dengan
menyuntikkan lidocaine 1 amp dan menanyakan kembali kepada pasien apakah
masih merasa sakit atau tidak. Perawat menyiapkan alat jahitan dan needle holder
untuk melakukan prosedur jahit pada area luka dimulai dari area yang mengalami
perdarahan aktif dengan 5 jahitan. Perawat mengecek kembali apakah masih ada
perdarahan dan mengecek kembali jahitan. Setelah melakukan prosedur jahit,
petugas membersihkan area luka dengan menggunakan betadine dan mengoles
salep gentamicine, selanjutnya perawat memberikan cuticell classic di balut
dengan kasa steril dan di plester pada area jahitan. Setelah melakukan semua
tindakan perawat merapikan pasien dan semua alat yang digunakan, melepaskan
sarung tangan, mencuci tangan. Perawat menanyakan keadaan pasien,
memberitahukan pasien jadwal kontrol luka kembali ke puskesmas, petugas
mencatat tindakan yang telah dilakukan pada status pasien, dan petugas
memberikan serta menjelaskan kepada pasien obat minum saat pulang yaitu
cefadroxil 2x1 tablet, asam mefenamat 3x1 tablet.

Dalam melakukan prosedur perawatan luka di RSUD SK. Lerik Kota


Kupang sudah sesuai dengan SOP yang ada namun ada kesenjangan dimana
pasien dengan perdarahan biasanya diberikan terapi cairan melalui jalur intra
vena namun dalam kedaan pasien saat ini masih dalam keadaan yang stabil dan

44
perdarahannya tidak terlalu banyak (±20 cc) sehingga tidak diberikan terpai
cairan, kemudian untuk pasien dengan nyeri biasanya diberikan terapi analgetik
untuk mengurangi nyeri namun dalam kasus yang terjadi pasien tidak diberikan
terapi analgetik karena dilhat dari kondisi umum pasien dan respon pasien
terhadap nyeri

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan pada bab sebelumnya dapat
disimpulkan bahwa :
1. Luka merupakan rusaknya sebagian dari jaringan tubuh. Luka sering sekali
terjadi dalam aktivitas sehari-hari. Biasanya luka yang terjadi bervariasi
bentuk dan dan dalamnya sesuai dengan benda yang mengenainya, jika tidak
diobati, luka dapat menyebabkan infeksi.
2. Penangan yang paling utama pada pasien dengan Vulnus laceratum yaitu
dengan memberikan terapi cairan sehingga pasien tidak terjadi syok karena
kehilangan darah.
3. Dan yang harus di perhatikan yaitu pada saat teknik dalam perawatan harus
memperhatikan teknik aseptic agar meminimalisir terjadinya infeksi pada
luka pasien.
5.2. Saran
1. Bagi Institusi

Diharapkan hasil laporan ini dapat menjadi sumber dan bahan bacaan dan

referensi bagi perpustakaan di institusi pendidikan.

2. Bagi Profesi Keperawatan

45
Diharapkan dapat meningkatan pengetahuan dan ilmu keperawatan dalam

melakukan penanganan perawatan terhaadap pasien dengan vulnus

laceratum

DAFTAR PUSTAKA

Buranda Theopilus. dkk. Buku Ajar Anatomi Umum. Makassar: Bagian Anatomi FK
Unhas; 2011.

De Jong W, Sjamsuhidajat R. Luka: Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta: EGC;
2011. Hal 95-103.

Diligence, MedMarket. Advanced Medical Technologies. 2009. Diunduh tanggal 07


Mei 2021 dan http://medihgence.com

Djuanda, Adhi, et al. Anatomi Kulit: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 6.
Jakarta: FKUI; 2010. Hal 3-5

Eroschenko V.P. Histologi Kulit: Atlas Histologi diFiore. Edisi 11. Jakarta: EGC;
2010. Hal 223-241

Robbins, at al. Kulit: Buku Ajar Patologi. Edisi 7 volume 2. Jakarta:EGC; 2012. Hal
881-882

R Ziemba. First aid in cases of wounds, fractures, as well as thermal chemical burns.
Military Pharmacy and Medicine, 2012

Sherwood L. Fisiologi Kulit: Fisiologi Manusia. Edisi 6. Jakarta: EGC;2011. Hal


485-488

46
WHO. World Report On Disability. Avalaible from:http://www.who.
int/disabilities/world report/2011/report. pdf. Diakses 07 Mei 2021

47

Anda mungkin juga menyukai