TENTANG
SABAR”
OLEH
DOSEN PEMBIMBING:
BATUSANGKAR 2021
1
PENGHAYATAN SYUKUR, QANA’AH, RIDA DAN SABAR
A. Mendefinisikan Sifat Syukur, Qana’ah, Rida dan Sabar
1. Pengertian Syukur
Kata syukur yang dikutip oleh Ida Fitri Shobihah dalam Kamus
Kontemporer Arab-Indonesia, berasal dari bahasa arab dengan kata dasar
“syakara” yang artinya berterima kasih, bentuk masdar dari kalimat ini adalah
syukr, syukraan yang artinya rasa terima kasih.( Ida Fitri Shobihah: 2013, p. 23)
Kata syukur sepadan dengan kata al-hamdu walaupun kata syukur lebih
dekat pada pengucapan rasa terimakasih terhadap nikmat yang telah Allah swt.
anugrahkan kepada seseorang, sementara kata al-hamdu merupakan ungkapan
rasa terimakasih dalam bentuk umum. (http://websid.blogspot.com)
Syukur berasal dari kata syukuran yang berarti mengingat akan segala
nikmat Allah. Menurut bahasa syukur adalah suatu sifat yang penuh kebaikan
dan rasa menghormati serta menggunakan atas segala nimat-Nya, baik di
ekspresikan dengan lisan, dimantapkan dengan hati maupun dilaksanakan
melalui perbuatan.( https://www.bacaanmadani.com)
Secara bahasa syukur adalah pujian kepada yang telah berbuat baik atas
apa yang dilakukan kepadanya. Syukur adalah kebalikan dari kufur.( Amir An-
Najar: 2004, p. 90). Hakikat syukur adalah menampakkan nikmat, sedangkan
hakikat ke-kufur-an adalah menyembunyikannya. Menampakkan nikmat antara
lain berarti menggunakannya pada tempat dan sesuai dengan yang dikehendaki
oleh pemberinya, juga menyebut-nyebut nikmat dan pemberinya dengan lidah.
( Muhammad Quraish Shihab: 1996, p. 216)
Menurut istilah syara‟, syukur adalah pengakuan terhadap nikmat yang
diberikan oleh Allah swt dengan disertai ketundukan kepada-Nya dan
mempergunakan nikmat tersebut sesuai dengan kehendak Allah swt.
( Muhammad Syafi‟ie el-Bantanie: 2009,p. 2). Menurut sebagian ulama, Syukur
berasal dari kata “syakara”, yang artinya membuka atau menampakkan. Jadi,
hakikat syukur adalah menampakkan nikmat Allah swt yang dikaruniakan
padanya, baik dengan cara menyebut nikmat tersebut atau dengan cara
mempergunakannya di jalan yang dikehendaki oleh Alah swt.( Aura Husna (Neti
Suriana): 2013, p. 110-111)
Berdasarkan pengertian di atas dapat di tarik kesimpulan yaitu syukur
ialah bersyukur dan berterima kasih kepada Allah Swt, lega, senang, dan
menyebut nikmat yang diberikan kepada-Nya dimana rasa senang, lega itu
terwujud pada lisan, hati, maupun perbuatan.
2. Pengertian Qana’ah
Secara bahasa qanaah memiliki arti merasa cukup atau rela. Qanaah ini
berasal dari bahasa arab yakni dari kata qani’a-qana’atan. Sedangkan secara
istilah qanaah memiliki arti merasa cukup dan rela menerima atas apa yang
diberikan atau karunia dari Allah SWT.( https://www.dosenpendidikan.co.id)
Hamka dan Aa-Gym sepakat bahwa qana>‟ah berarti merasa puas dan
cukup. Maksudnya rezeki yang diperoleh dari Allah dirasa cukup dan disyukuri.
Betapapun penghasilan yang didapat, ia terima dengan ikhlas sambil terus
menerus melakukan ikhtiar secara maksimal dijalan yang diridhai Allah SWT.
( Sulaiman al-Kumayi: 2004, p. 246)
Qana>‟ah yaitu rela dengan sekedar keperluan berupa makan, minum,
dan pakaian. Maka hendaklah ia merasa cukup sekadar yang paling sedikit dan
dengan jenis yang kurang. Tangguhkan keinginan padanya hingga suatu hari
atau hingga satu bulan agar dirinya tidak terlalu lama bersabar atas kefakiran.
Hal itu mendorong pada ketamakan. Hal itu dapat mendorong pada ketamakan,
meminta-minta dan merendahkan dirinya pada orang-orang kaya.( Al-Ghazali:
2008, p. 277)
Menurut kaum sufi qana>‟ah adalah salah satu akhlak mulia yaitu
menerima rezeki apa adanya dan menganggapnya sebagai kekayaan yang
membuat mereka terjaga statusnya dari meminta-minta kepada orang. Sikap
qana>‟ah membebaskan pelakunya dari cekam kecemasan dan memberinya
kenyamanan psikologis ketika bergaul dengan manusia.( Muhammad Fauki
Hajjad: 2011, p. 338-339)
Menurut HAMKA, qana‟ah mengandung lima tuntutan, yaitu:
a. Menerima dengan rela apa yang ada.
b. Memohon kepada Allah tambahan yang pantas dan berusaha.
c. Menerima dengan sabar akan ketentuan Allah.
d. Bertawakkal kepada Allah.
e. Tidak tertarik oleh tipu daya dunia.(HAMKA: 1990, p. 219)
Jadi dari penjelasan di atas dapat di tarik kesimpulan Qanaah adalah
sikap menerima dan merasa cukup dengan apapun yang telah dimiliki dan
menjauhkan diri dari sikap tidak puas atau merasa kurang hingga
berlebihan dalam memiliki suatu barang.
3. Pengertian Rida
Kata riḍa berasal dai bahasa arab berupa kata dasar al-riḍa )( الرضاyang
berarti senang, suka, rela. Al-riḍa merupakan lawan dari kata al-sukht (السخط
(yang berarti kemarahan, kemurkaan, rasa tidak suka. Riḍa merupakan pelepasan
ketidak senangan dari dalam hati, sehingga yang tinggal adalah kebahagiaan dan
kesenangan.( Nasirudin: 2015, p. 67-68). Sedangkan riḍa menurut istilah adalah
kondisi kejiwaan atau sikap mental yang senantiasa menerima dengan lapang
dada atas segala karunia yang diberikan atau bala yang ditimpakan kepadanya.
Ia akan senantiasa merasa senang dalam setiap situasi yang meliputinya.
( Hasyim Muhammad: 2002, p. 46)
Para ulama mendefinisikan riḍa dengan definisi yang bermacammacam.
Setiap orang berbicara sesuai dengan kapsitas dan kedudukannya.( Abdul Qadir
Isa: 2011, p. 251)
Menurut Żunnun Al-Miṣri mengatakan bahwa “riḍa ialah kegembiraan
hati dalam menghadapi qaḍa tuhan.(M. Abdul Mujieb, Syafi‟iah, Ahmad
Ismail:2009, p. 376)
Menurut Ibnu ujaibah berkata, “riḍa adalah menerima kehancuran
dengan wajah tersenyum, atau bahagianya hati ketika ketetapan terjadi, atau
tidak memilih-milih apa yang telah diatur dan ditetapkan oleh Allah, atau lapang
dada dan tidak mengingkari apa-apa yang datang dari Allah.
Menurut Al-Barkawi berkata, “riḍa adalah jiwa yang bersih terhadap
apa-apa yang menimpanya dan apa-apa yang hilang, tanpa perubahan. Ibnu
Aṭaillah as-Sakandari berkata, “riḍa adalah pandangan hati terhadap pilihan
Allah yang kekal untuk hamba-Nya, yaitu, menjauhkan diri dari kemarahan.
( Abdul Qadir Isa: 2011, p. 252)
Jadi dari penjelasan di atas dapat disimpulkan Ridha adalah suka rela
dan senang. Ridha artinya sudah merasa cukup dengan apa yang dimiliki, baik
harta maupun pekerjaan. Sebagian orang menganggap sikap yang demikian
termasuk akhlak yang buruk, karena dengan merasa cukup dengan apa yang
dimilikinya nanti akan menimbulkan rasa malas pada dirinya dan tidak mau
bekerja keras. Pandangan yang seperti itu merupakan pandangan yang salah dan
keliru. Islam tidak pernah mengajarkan pada umatnya untuk bersikap malas.
4. Pengertian Sabar
Sabar menurut Dzunnun al-Mishry adalah menjauhkan diri dari segala
sesuatu yang bertentangan dengan syariat, tenang saat ditimpa musibah, dan
menampakkan kecukupan ketika dalam kefakiran.( Amin Syukur: 2012, p. 60)
Sabar (al-shabru) menurut bahasa adalah menahan diri dari keluh kesah.
(Abu Sahlan:2010, p. 2). Bersabar artinya berupaya sabar. Ada pula al-
shibrudengan mengkasrah-kan shadartinya obat yang pahit, yakni sari
pepohonan yang pahit. Ada yang berpendapat, "Asal kalimat sabar adalah keras
dan kuat. Al-Shibru tertuju pada obat yang terkenal sangat pahit dan sangat tidak
menyenangkan. Ada pula yang berpendapat, "Sabar itu diambil dari kata
mengumpulkan, memeluk, atau merangkul. Sebab, orang yang sabar itu yang
merangkul atau memeluk dirinya dari keluh-kesah. Ada pula kata shabrah yang
tertuju pada makanan. Pada dasarnya, dalam sabar itu ada tiga arti, menahan,
keras, mengumpulkan, atau merangkul, sedang lawan sabar adalah keluh-kesah.
(Muhammad Rabbi Muhammad Jauhari: 2006, p. 342)
Menurut M. Quraish Shihab pengertian sabar sebagai "menahan diri atau
membatasi jiwa dari keinginannya demi mencapai sesuatu yang baik atau lebih
baik (luhur)". (M.Quraish Shihab: 2007, p.165-166)
Menurut Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, sabar artinya menahan diri dari rasa
gelisah, cemas dan amarah; menahan lidah dari keluh kesah; menahan anggota
tubuh dari kekacauan. (Ibnu Qayyim Jauziyah: 2003, p. 206)
Menurut Achmad Mubarok, pengertian sabar adalah tabah hati tanpa
mengeluh dalam menghadapi godaan dan rintangan dalam jangka waktu tertentu
dalam rangka mencapai tujuan.( Achmad Mubarok: 2001, p. 73)
Dalam kitab At-Ta‟rifat karangan As-Syarif Ali Muhammad Al-Jurjani
disebutkan bahwa sabar adalah, “sikap untuk tidak mengeluh karena sakit, baik
karena Allah Swt. apalagi bukan karena Allah Swt. Itulah sebabnya Allah Swt.
memberikan pujian atau semacam penghargaan terhadap kesabaran nabi Ayyub
As. (Yasin, Ahmad Hadi: 2009, p. 11
Sedangkan menurut ahli tasawuf sabar adalah Pada hakikatnya sabar
merupakan sikap berani dalam menghadapi kesulitan-kesulitan. Menurut Al-
Kharraz sabar adalah sebuah isim (nama) yang mengandung makna-makna lahir
dan batin. Sedankan menurut Tustari berkata, tidak disebut dengan satu
perbuatan jika tanpa sabar, dan tidak ada pahala yang lebih besar dari pada sabar
dan tidak ada bekal yang paling baik kecuali takwa. (Amin.An-Najjar: 2004, p.
241-243)
Artimya:
“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya aku ingat (pula)
kepadamu[98], dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu
mengingkari (nikmat)-Ku”.
b. Qs Ibrahim: 7
Artinya:
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika
kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika
kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat
pedih".
Artinya:
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit
ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan
berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar”.
b. Qs Az-Dzariat: 56
Artinya:
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku”.
Artinya:
“Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebagian yang lain dalam
hal rezki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezkinya itu) tidak mau
memberikan rezki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, agar
mereka sama (merasakan) rezki itu. Maka mengapa mereka mengingkari
nikmat Allah[832]?”.
b. Qs Al-Maidah: 199
Artinya:
“Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan
langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku
bukanlah Termasuk orang-orang yang mempersekutukan tuhan”.
c. Qs At-Taubah: 59
Artinya:
“Jikalau mereka sungguh-sungguh ridha dengan apa yang diberikan Allah
dan RasulNya kepada mereka, dan berkata: "Cukuplah Allah bagi Kami,
Allah akan memberikan sebagian dari karunia-Nya dan demikian (pula)
Rasul-Nya, Sesungguhnya Kami adalah orang-orang yang berharap kepada
Allah," (tentulah yang demikian itu lebih baik bagi mereka)”.
Artinya:
“Dan ikutilah apa yang diwahyukan kepadamu, dan bersabarlah hingga
Allah memberi keputusan dan Dia adalah hakim yang sebaik-baiknya”.
b. Qs Ar-Rum: 60
Artinya:
“Dan bersabarlah kamu, Sesungguhnya janji Allah adalah benar dan
sekali- kali janganlah orang-orang yang tidak meyakini (kebenaran ayat-
ayat Allah) itu menggelisahkan kamu”.
c. Qs At-Thaha: 130
Artinya:
“Maka sabarlah kamu atas apa yang mereka katakan, dan bertasbihlah
dengan memuji Tuhanmu, sebelum terbit matahari dan sebelum
terbenamnya dan bertasbih pulalah pada waktu-waktu di malam hari dan
pada waktu-waktu di siang hari, supaya kamu merasa senang”,
d. Qs An-Nahl: 127
Artinya:
“Bersabarlah (hai Muhammad) dan Tiadalah kesabaranmu itu melainkan
dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap
(kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang
mereka tipu dayakan”.
PENUTUP
Agama Islam selalu mengajarkan hidup dalam ke damaian, tidak ada permusuhan
dan pertentangan di antara sesama umat muslim. Sehingga umat muslim selalu di ajarkan
bersifat syukur, qana‟ah, rida dan sabar dalam menjalankan kehidupan. Apabila ajaran
tersebut teramalkan oleh umat muslim, maka kehidupan dunia akan terasa nyaman dan
tentram. Begitu besarnya cinta Allah Swt terhadap umat-Nya di atas dunia ini. Allah juga
mengutus para Nabi sebagai contoh dan suri tauladan bagi umat-Nya di dunia, sehingga
umat-umat tersebut selamat di dunia dan di akhirat.
Semua ajaran yang telah di ajarkan Nabi kepada umat muslim harus di tanamkan di
dalam hati, dan di amalkan dalam perbuatan. Karena ajaran-ajaran tersebut adalh pondasi
bagi umat muslim untuk pencapaian ia ke pada sang Khalik. Dengan adanya pengajaran
sifat syukur, qana‟ah, rida dan sabar dalam kehidupan kita, maka kita akan mendapatkan
kemuliaan di sisi Allah Swt.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Fitri Shobihah Ida, “Dinamika Syukur pada Ulama Yogyakarta”, Skripsi Yogyakarta:
Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora UIN Sunan Kalijaga, 2013
https://www.bacaanmadani.com/2016/07/makna-syukur-dalam-pandangan-agama
islam.html
http://websid.blogspot.com/2012/01/para-ulama-mendefinisikan-syukur.html
An-Najar Amir, Psikoterapi Sufistik dalam Kehidupan Modern, Terj. Ija Suntana, Bandung:
PT. Mizan Publika, 2004
Quraish Shihab Muhammad, Wawasan Al-Qur‟an: Tafsir Maudhu‟i atas Pelbagai Persoalan
Umat, Bandung: Mizan, 1996
https://www.dosenpendidikan.co.id/pengertian-qanaah/
al-Kumayi Sulaiman, Kearifan Spiritual dari Hamka ke Aa Gym, (Semarang: Pustaka
Nuun, 2004)
Al-Ghazali, Mutiara Ihya‟ Ulumuddin Cet 1, terj. Irwan Kurniawan, (Bandung:
Penerbit Mizan), 2008
Muhammad Fauki Hajjad, Tasawuf Islam dan Akhlak. terj. Kamran As‟ad Irsyady dan
Fakhrin Ghozali, (Jakarta: Amzah, 2011)
HAMKA, Tasawuf Modern, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1990
Amin Syukur, Sufi Healing;Terapi dengan Metode Tasawuf, (Jakarta: Erlangga,2012)
https://www.muslimpintar.com/pengertian-ridha-dan-hikmah-bersikap-ridha/
http://walpaperhd99.blogspot.com/2016/12/pengertian-dan-contoh-ridha-cara.html
Nasirudin, Akhlaq Pendidik (Upaya Membentuk Kompetensi Soiritual dan Sosial),
(Semarang: UIN Walisongo, 2015)
Muhammad Hasyim, Dialog Antara Tasawuf dan Psikologi, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar,
2002),
Qadir Isa Abdul, Hakekat Tasawuf (Jakarta: Qisthi Press, cet. XIII, 2011)
M. Abdul Mujieb, Syafi‟iah, Ahmad Ismail, Ensiklopedia Tasawuf Imam Al-Ghazali,
(Jakarta: PT Mizan Publika, cet, I, 2009)
Sahlan Abu, Pelangi Kesabaran, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2010)
Muhammad Rabbi Muhammad Jauhari, Keistimewaan Akhlak Islami, terj. Dadang Sobar
Ali, (Bandung Pustaka Setia, 2006)
M.Quraish Shihab, Secercah Cahaya Ilahi, (Bandung :Mizan 2007)
Ibnu Qayyim Jauziyah, Madarijus Salikin, Pendakian Menuju Allah: Penjabaran Konkrit:
Iyyaka Na'budu wa Iyyaka Nasta'in. Terj. Kathur Suhardi, (Jakarta:Pustaka al-
Kautsar 2003)
Mubarok Achmad, Psikologi Qur‟ani, (Jakarta:Pustaka Firdaus 2001).
Yasin, Ahmad Hadi. Dahsyatnya Sabar. (Jakarta: Qultum Media. 2009)
An-Najjar Amin, Ilmu Jiwa dalam Tasawuf, Studi Komparatif dengan Ilmu Jiwa
Kontemporer. (Jakarta: Pustaka Azam 2004)
Imam Al Ghazali, 1998, Ihya Ulumuddin, Singapura: Pustaka Nasional PTE
LTD https://kumparan.com/berita-hari-ini/makna-dan-keutamaan-sabar-dalam-
islam-
1upwbENALBV/full
https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20200429173042-284-498591/5-keutamaan-
dan-balasan-bagi-orang-yang-sabar
https://www.merdeka.com/jateng/pengertian-qanaah-dalam-islam-ketahui-keutamaan-dan-
penerapannya-kln.html?page=2
https://www.brilio.net/creator/3-cara-bersyukur-kepada-allah-swt-dalam-kehidupan-sehari-
hari-6324c2.html
https://www.lentera.my.id/post/sabar-dalam-kehidupan-sehari-hari/
18