Anda di halaman 1dari 2

PYONGYANG: Jantung Negeri Komunis Ortodoks

Oleh: Dava Maulana Wahdah (B6)

Bagi sebagian dari kita mungkin masih asing mendengar kata Pyongyang disebabkan
ketidaktahuan, ketidakingintahuan, ketidakpedulian, atau mungkin ketidakterbukaan terhadap
wawasan tentang hal tersebut. Tapi bagi orang yang haus akan wawasan dan pengetahuan
pasti tahu tentang Pyongyang, utamanya yang bergelut dalam intelektualitas ilmu sosial,
karena bagaimanapun Pyongyang merupakan sebuah kota yang sangat berpengaruh dalam
perkembangan dan kelestarian komunisme, salah satu ideologi yang berpengaruh –atau
katakan pernah berpengaruh— di dunia ini. Lalu apa yang menarik dari Pyongyang? Apa
yang bisa dipelajari dari Pyongyang? Seberapa besar pengaruh Pyongyang dalam
perkembangan dan kelestarian komunisme? Jawabannya ada di substansi pembahasan pada
paragraf berikut.

Pyongyang, ya, dialah ibukota dari Republik Rakyat Demokratik Korea (RRD) alias
Korea Utara, sebuah negara dengan ideologi komunisnya yang sangat tulen. Kota
berpenduduk terpadat di Korut (Korea Utara) itu merupakan simbol kemakmuran ---sebut
saja begitu--- rakyat Korut dengan segala infrastruktur yang luar biasa, seperti gedung-
gedung pencakar langit yang menjulang tinggi, jalanan yang sangat bersih dan bagus tanpa
lubang, serta kedamaian yang tak akan pernah ditemukan di kota metropolitan manapun di
dunia. Kedamaian? Gak salah tuh? Namanya kota metropolitan pasti sibuk luar biasa dan
mungkin gak akan ada sepinya. Ya, itulah Pyongyang. Kota dengan 1001 keunikan dan
katakanlah keanehannya yang tiada duanya di dunia. Di Pyongyang ---bagi yang belum
pernah ke sana--- hal menarik pertama yang dirasakan adalah kelengangan kota. Tidak ada
aktivitas yang berarti baik siang lebih-lebih malam hari. Entah kenapa aktivitas sangat minim
di sana padahal gedung-gedung perkantoran berdiri megah, tapi itulah keunikannya. hal
menarik selanjutnya adalah suara sirine yang berbunyi setiap pukul 05.00 pagi, satu-satunya
di dunia. Aneh bukan, kota seluas itu dengan hutan betonnya yang kokoh, dimana setiap
sudut kotanya tidak akan lepas dari raungan menggelegar sirine pagi. Fungsi dari sirine itu
adalah untuk membangunkan warga Pyongyang agar segera melakukan aktivitas sekaligus
sebagai alat propaganda negara. Sirine tersebut merupakan lagu berjudul ‘Where are you,
Dear General’ yang dibunyikan instrumennya saja tanpa vokal. Perlu diketahui bahwa Korut
adalah negara yang sangat gencar melakukan propaganda kepada rakyatnya demi
melestarikan komunisme menjadi ideologi abadi tak tergantikan. Inilah sebab komunisme
sangat lestari dan tertanam kuat di lubuk hati warga Korut.

Masih keunikan dari Pyongyang yaitu tentang potret-memotret. Jika di Jakarta


misalnya kita ingin memotret setiap inci benda, no problem, semua orang tidak peduli. Lain
halnya jika kita ingin memotret di Pyongyang, maka harus mengikuti aturan yang sudah
ditetapkan, misalnya saja dilarang memotret patung pemimpin sebagian, misalnya lagi
dilarang memotret penduduk. Entah apa alasannya, tapi yang pasti ini adalah bagian dari
propaganda negara dan yang luar biasa propaganda ini begitu “dikeramatkan” oleh warganya,
sehingga jika berlibur ke Pyongyang jangan harap bisa mengajak orang selfie.

Satu lagi mungkin yang perlu diketahui dari Pyongyang dan tidak pernah ada di sudut
bumi manapun, yaitu “modernitas yang serba kelabu”. Mungkin jika kita menengok ke
negara komunis lain di dunia ini, sebut saja Rusia ataupun Tiongkok, modernitas adalah suatu
hal yang biasa, namun tidak bagi Korut. Di Korut, modernitas kalau boleh diibaratkan seperti
warna celana siswa SMA, ‘abu-abu’. Di sebut modern terasa kuno, di sebut kuno tapi berlatar
modern. Di Pyongyang itu semuanya serba kelabu, serba lengang, dan juga serba seragam.
Tidak ada mode disana. Jika kita jalan-jalan di Jakarta misalnya, selain gedung-gedung
mewah, disana kita juga akan banyak menemui rumah-rumah bergaya minimalis ala barat. Di
Pyongyang, jangankan rumah bergaya minimalis, rumah pribadi ala Korut saja, hampir tidak
ditemukan, yang ada hanyalah apartemen sekelas rumah susun berwarna seragam ---kelabu---
yang jauh dari kata mewah. Jadi berfikirlah dua kali jika ingin tinggal disana, tidak ada
jaminan untuk kerasan, masih jauh lebih nyaman tinggal di pondok.

Kesimpulan dan pelajaran yang bisa kita ambil dari sebuah kota bernama Pyongyang di
bawah rezim komunismenya yang ortodoks, bahwa di dunia ini masih ada kota “se-modern”
Pyongyang yang tidak lepas dari tata aturan negeri komunis. Semua serba dibatasi dan tidak
bebas. Ini menunjukkan betapa “primitif”nya ideologi komunisme jika masih diterapkan di
dunia ini. Jika komunisme masih ingin diterapkan, maka konsekuensinya sudah terpampang
jelas, akan sama seperti Korut dan ibukotanya, Pyongyang. Pyongyang adalah manifestasi
dari buruknya ideologi komunisme.

Singosari, 01 April 2018

15.00 WIB

---DMW---

Anda mungkin juga menyukai