Abstrak
Maqashid Syari'ah merupakan tujuan-tujuan umum yang ingin diraih oleh syariah dan
diwujudkan dalam kehidupan. Maqashid Syariah merupakan konsep penting dalam kajian
hukum Islam. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengertian dan urgensi maqashid
syari’ah dan untuk mengetahui sejarah dan klasifikasi maqashid syari’ah serta untuk
mengetahui aplikasi maqashid syari’ah dalam bidang perbankan syari’ah. Metode penelitian
yang digunakan yaitu yuridis normative, secara operasional penelitian yuridis normatif
dilakukan dengan penelitian kepustakaan. Hasil penelitian ialah Maqashid Syari’ah tidak
lahir secara tiba-tiba, tetapi melewati fase-fase, yaitu: fase pra kodifikasi, dan fase kodifikasi.
Dalam sistem ekonomi yang hendak dibangun, sistem ekonomi dikatakan sukses berjalan
apabila bisa mensejahterakan masyarakatnya. Maka sistem ekonomi harus bisa
mengupayakan untuk mencapai tujuan utamanya, yaitu social welfare. Lahirnya bank syariah
ditujukan untuk mewujudkan kesejahteraan umat secara luas. Dengan mengacu pada tujuan
utama ini, istilah Maqashid Syari’ah menjadi sandaran utama dalam setiap pengembangan
operasional dan produk yang ada di bank syariah.
Abstract
Maqashid Shari'ah is the general goals that sharia wants to achieve and is realized
in life. Maqashid Syariah is an important concept in the study of Islamic law. The purpose of
this research is to find out the meaning and urgency of maqashid syari'ah and to find out the
history and classification of maqashid syari'ah and to find out the application of maqashid
syari'ah in the field of shari'ah banking. The research method used is juridical normative,
operationally normative juridical research is carried out by library research. The results of
the study were Maqashid Syari'ah not born suddenly, but passed through the phases, namely:
the pre-codification phase, and the codification phase. In the economic system that is to be
built, the economic system is said to be a successful running if it can prosper the people.
Then the economic system must be able to strive to achieve its main goals, namely social
welfare. The birth of Islamic banks is intended to realize the welfare of the people at large.
By referring to this main objective, the term Maqashid Syari'ah is the main support in every
operational development and product in Islamic banks.
I. PENDAHULUAN
Maqashid Syari'ah merupakan Maqashid Syariah salah satu konsep
tujuan-tujuan umum yang ingin diraih oleh penting dalam kajian hukum Islam. Betapa
syariah dan diwujudkan dalam kehidupan. pentingnya maqashid syari'ah tersebut,
231
Adapun syari'ah adalah kosa kata kehidupan jiwa dan kemaslahatan yang
bahasa Arab yang secara harfiah berarti dapat mengantarkan kepada keselamatan
”jalan menuju sumber air” atau ”sumber di dunia dan akhirat. Maka syari’ah
kehidupan”. (Al-Fairūzābādiy, 1995: 659). menjadi sumber kehidupan, kebaikan dan
Syariah adalah sumber air dan ia adalah kebahagiaan di dunia dan akhirat. Allah
tujuan bagi orang yang akan minum. (Ar- ta’ala berfirman: Hai orang-orang yang
Razy, 1995: 141). Syariah juga ketetapan beriman, penuhilah seruan Allah dan
(aturan) Allah swt. kepada hamba-Nya seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu
berupa agama yang telah disyariahkan kepada suatu yang memberi kehidupan
kepada mereka. Orang-orang Arab kepada kamu. (QS. Al-Anfal (8): 24). (Al-
menerapkan istilah ini khususnya pada Khadimi, 2001: 14). Maka kata syariah
jalan setapak menuju sumber mata air mempunyai pengertian hukum-hukum
yang tetap dan diberi tanda yang jelas Allah yang ditetapkan untuk manusia agar
terlihat mata. Jadi, syari’ah berarti jalan dipedomani untuk mencapai kebahagiaan
yang jelas kelihatan untuk diikuti. hidup di dunia maupun di akhirat.
(Manzur). Al-Qur’an menggunakan kata Dengan demikian, kata maqashid
syir’ah dan syariah dalam arti agama, atau syariah berarti tujuan dan rahasia yang
dalam arti jalan yang jelas yang telah ditetapkan syari’ pada setiap hukum-
ditunjukkan Allah bagi manusia. Allah hukum-Nya. Menurut (Ar-Raisuni, 1992),
ta’ala berfirman: Untuk tiap-tiap umat maqashid syari’ah berarti tujuan yang
diantara kamu, Kami berikan aturan dan ditetapkan syariat untuk kemaslahatan
jalan yang terang. (QS. Al-Maidah (5): manusia. Maka maqashid syari’ah berarti
48). Juga kata syari’ah pada firman-Nya: kandungan nilai yang menjadi tujuan
Kemudian Kami jadikan kamu berada di pensyariatan hukum. Maqashid syari’ah
atas suatu syariat (peraturan) dari urusan adalah tujuan-tujuan yang hendak dicapai
(agama itu), Maka ikutilah syariat itu dan dari suatu penetapan hukum. (Jaya, 1996:
janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang- 5).
orang yang tidak mengetahui. (QS. Al- Izzuddin ibn Abd As-Salam,
Jatsiyah (45): 18). sebagaimana dikutip oleh (Umam, 2001),
Dari uraian di atas, kata syariah mengatakan bahwa segala taklif hukum
identik dengan sumber mata air karena air selalu bertujuan untuk kemaslahatan
menjadi sumber kehidupan bagi manusia, hamba (manusia) dalam kehidupan dunia
hewan dan tumbuhan. Maka syari’ah dan akhirat. Allah tidak membutuhkan
(agama Islam) ini menjadi sumber ibadah seseorang, karena ketaatan dan
234
EISSN: 2540-8402 ǀ ISSN: 2540-8399
Amwaluna: Jurnal Ekonomi dan Keuangan Syariah Vol. 1 No.2 (Juli, 2017), Hal 231-245
Online ISSN : 2540-8402 | Print ISSN : 2540-8399
maksiat hamba tidak memberikan telah dilakukan oleh Rasulullah Saw., para
pengaruh apa-apa terhadap kemulian sahabat, tabi’in dan generasi mujtahid
Allah. Jadi, sasaran manfaat hukum tidak sesudahnya. Ketiga, pengetahuan tentang
lain adalah kepentingan manusia. maqashid syari’ah merupakan kunci
Sementara itu Wahbah al-Zuhaili keberhasilan mujtahid dalam ijtihadnya,
mendefinisikan maqashid syari'ah dengan karena di atas landasan tujuan hukum
makna-makna dan tujuan-tujuan yang itulah setiap persoalan dalam
dipelihara oleh syara' dalam seluruh bermu'amalah antar sesama manusia dapat
hukumnya atau sebagian besar hukumnya, dikembalikan. (Khallaf, 1968) menyatakan
atau tujuan akhir dari syari'at dan rahasia- bahwa nash-nash syari'ah itu tidak dapat
rahasia yang diletakkan oleh syara' pada dipahami secara benar kecuali oleh
setiap hukumnya. (Az-Zuhaili, 1986: seseorang yang mengetahui maqashid
1017). syari’ah (tujuan hukum).
Kajian teori maqashid syari’ah
dalam hukum Islam adalah sangat penting. B. Sejarah Dan Klasifikasi Maqashid
Urgensi itu didasarkan pada pertimbangan- Syari’ah
pertimbangan sebagai berikut. Pertama, Seperti halnya tabiat
hukum Islam adalah hukum yang perkembangan ilmu-ilmu lain yang
bersumber dari wahyu Tuhan dan melewati beberapa fase mulai dari
diperuntukkan bagi umat manusia. Oleh pembentukan hingga mencapai
karena itu, ia akan selalu berhadapan kematangannya, ilmu Maqashid Syariah
dengan perubahan sosial. Dalam posisi pun tidak lepas dari proses ini. Maqashid
seperti itu, apakah hukum Islam yang Syari’ah tidak lahir secara tiba-tiba di
sumber utamanya (Al-Qur'an dan Sunnah) dunia dan menjadi sebuah ilmu seperti saat
turun pada beberapa abad yang lampau ini, tetapi ia juga melewati fase-fase
dapat beradaptasi dengan perubahan sosial. seperti di atas. Untuk lebih memudahkan
Jawaban terhadap pertanyaan itu baru bisa dalam melihat fase perkembangan ini,
diberikan setelah diadakan kajian terhadap maka akan dibagi menjadi dua fase; fase
berbagai elemen hukum Islam, dan salah pra kodifikasi, dan fase kodifikasi.
satu elemen yang terpenting adalah teori Pertama, fase pra kodifikasi.
maqashid syari’ah. Maqashid syariah sebenarnya sudah ada
Kedua, dilihat dari aspek historis, sejak nash Al-Qur’an diturunkan dan
sesungguhnya perhatian terhadap teori ini hadits disabdakan oleh Nabi. Karena
235
maqashid syariah pada dasarnya tidak mengerti alasan kenapa Nabi Saw. lebih
pernah meninggalkan nash, tapi ia selalu mengutamakan sesuatu dari pada yang lain
menyertainya. Seperti yang tercermin dan seterusnya, yang hal ini semua pada
dalam ayat “wa ma arsalnaka illa akhirnya mengkristal dan melekat dalam
rahmatan lil’alamin”, bahwa Allah Swt. diri mereka hingga kemudian membentuk
menurunkan syariat-Nya tidak lain adalah rasa dan mempertajam intuisi serta cara
untuk kemaslahatan makhluk-Nya. berpikir mereka sesuai dengan maqashid
Oleh karena itu, setelah Nabi Saw. syariah.
wafat dan wahyu terputus, sementara Diantara peristiwa-peristiwa baru
persoalan hidup terus berkembang, dan yang muncul ketika masa sahabat dan
masalah-masalah baru yang tidak pernah tidak terjadi pada saat Nabi Saw. masih
terjadi pada masa Nabi menuntut hidup antara lain, diriwayatkan bahwa
penyelesaian hukum, maka para sahabat Umar mendengar Hudzaifah telah menikah
mencoba mencari sandarannya pada ayat- dengan seorang perempuan yahudi,
ayat Al-Quran maupun hadits, dan jika kemudian Umar meminta Hudzaifah untuk
mereka tidak menemukan nash yang sesuai menceraikannya. Karena Hudzaifah
dengan masalah tadi pada Al-Quran mengetahui bahwa pernikahan dengan ahli
maupun hadits, maka mereka akan kitab diperbolehkan, maka ia pun bertanya
berijtihad mencari hikmah-hikmah dan kepada sahabat Umar, a haramun hiya?
alasan dibalik ayat maupun hadits yang (apakah perempuan itu haram bagi saya?)
menerangkan tentang suatu hukum, jika Umar kemudian menjawab: tidak. Tapi
mereka menemukannya maka mereka akan saya khawatir ketika hal ini bisa menjadi
menggunakan alasan dan hikmah tersebut fitnah bagi perempuan-perempuan
untuk menghukumi persolan baru tadi. muslimah, serta menyebabkan munculnya
Pada umumnya para sahabat tidak perzinahan. Atsar tersebut menjelaskan
mengalami kesulitan dalam menghukumi bahwa Umar melarang Hudzaifah
suatu persoalan baru yang muncul, karena menikahi perempuan Ahli Kitab. Karena
mereka sehari-hari telah bergaul dengan dapat menimbulkan bahaya
Rasulullah Saw., mereka mengetahui (dharar/keburukan) yaitu perbuatan zina
peristiwa-peristiwa yang menjadi sebab dari kalangan muslimah atau sahabat-
diturunkannya sebuah ayat, mereka sahabat lain akan mengikuti dan
melihat bagaimana Nabi saw. menjalankan mencontoh dengan menikahi perempuan
sesuatu atau meninggalkannya dalam Ahli Kitab dan mengakibatkan banyaknya
situasi dan kondisi yang berlainan, mereka
236
EISSN: 2540-8402 ǀ ISSN: 2540-8399
Amwaluna: Jurnal Ekonomi dan Keuangan Syariah Vol. 1 No.2 (Juli, 2017), Hal 231-245
Online ISSN : 2540-8402 | Print ISSN : 2540-8399
perempuan muslimah yang tidak menikah. yaitu para sahabat. Sehingga corak yang
(Az-Zuhaily: 6655). terlihat dalam penggunaan maqashid
Contoh lainnya, kesepakatan para syariah untuk menyelesaikan masalah-
sahabat untuk melarang Abu Bakar bekerja masalah baru pada masa ini masih sama
dan berdagang untuk mencari nafkah bagi dengan masa sebelumnya. Misalnya
keluarganya ketika ia menjabat sebagai tentang masalah tas’ir (penetapan harga
khalifah, dan akan mencukupi kebutuhan untuk menjadi patokan umum) ketika
hidupnya serta keluarganya dari uang harga kebutuhan-kebutuhan naik.
negara, demi kemaslahatan rakyat Rasulullah saw. sendiri enggan
sehingga ia tidak sibuk memikirkan menetapkan harga meskipun waktu itu
urusannya sendiri dan menelantarkan harga-harga naik, dengan memberi isyarat
kepentingan rakyatnya. (Sa'ad, 1990). bahwa tas’ir mengandung unsur tidak rela
Suatu saat Umar ra menjumpai dan pemaksaan terhadap orang untuk
orang yang menjual dagangannya di pasar menjual harganya. Namun Sa’id bin Al-
dengan harga yang jauh lebih rendah dari Musayyab dan Rabi’ah bin Abdurrahman
harga umum. Maka ia kemudian mengeluarkan fatwa boleh tas’ir dengan
mengancam orang tersebut dengan alasan kemaslahatan umum, serta
mengatakan; terserah kamu mau memilih, menjelaskan alasan kengganan Rasul
apakah barang daganganmu kamu naikkan untuk tas’ir adalah tidak adanya tuntutan
seperti harga umum di pasar ini, atau kamu yang medesak waktu itu, karena naiknya
pergi membawa barang daganganmu dari harga-harga dipicu oleh perubahan kondisi
pasar ini . Hal ini dilakukan Umar untuk alam, yaitu kemarau panjang yang terjadi
menjaga stabilitas harga dan kemaslahatan waktu itu. (Al-Jundi: 209). Sementara pada
umum. Dan masih banyak lagi contoh lain masa tabi’in kenaikan harga dipicu oleh
seperti pembukuan Al-Quran, pembuatan merebaknya penimbunan barang,
mata uang, pembagian ghanimah, shalat kerakusan para pedagang, serta
tarawih berjamaah, menggugurkan had melemahnya kecenderungan beragama,
sariqah pada musim krisis, dan sehingga hal ini menuntut penetapan harga
sebagainya, yang mencerminkan kelekatan umum untuk menjaga keseimbangan dan
para sahabat dengan maqashid syariah. menghindari praktek penimbunan.
Begitu pula ketika masa tabi’in, Kedua, fase kodifikasi. Menurut
mereka bergerak dan melangkah pada Ar-Raisuni, barangkali orang yang paling
jalan yang telah dilalui oleh guru-gurunya awal menggunakan kata maqashid dalam
237
judul karangannya adalah Al-Hakim At- cara untuk menjaga maqashid syariah dari
Tirmidzi (w. 320 H), yakni dalam bukunya dua sisi al-wujud (yang mengokohkan
As-Shalatu wa Maqasiduha. Tapi jika eksistensinya) dan al-‘adam (menjaga hal-
ditelusuri karangan-karangan yang sudah hal yang bisa merusak maupun
memuat tentang maqashid syari’ah, maka menggagalkannya). Kemudian Ar-Razi (w.
akan ditemukan jauh sebelum At-Tirmidzi. 606 H), lalu Al-Amidi (w. 631 H), dan
Karena Imam Malik (w. 179 H) dalam ‘Izzuddin bin ‘Abd As-Salam (w. 660 H),
Muwaththa’ sudah menuliskan riwayat kemudian Al-Qarafi (w. 684 H), At-Thufi
yang menunjuk pada kasus penggunaan (w. 716 H), Ibnu Taimiyyah (w. 728 H),
maqashid pada masa sahabat. Kemudian Ibnu Al-Qayyim Al-Jauziyyah (w. 751 H),
setelah itu diikuti oleh Imam Syafi’i (w. baru setelah itu disusul oleh As-Syatibi (w.
204 H) dalam karyanya yang sangat 790 H).
populer Ar-Risalah, dimana ia telah Dari sini kita bisa menyimpulkan
menyinggung pembahasan mengenai ta’lil bahwa dalam ilmu maqashid syariah As-
ahkam (pencarian alasan pada sebuah Syatibi melanjutkan apa yang telah
hukum), sebagian maqashid kulliyyah dibahas oleh ulama-ulama sebelumnya.
seperti hifdz an-nafs dan hifdz al-mal, yang Namun apa yang dilakukan oleh As-
merupakan cikal bakal bagi tema-tema Syatibi bisa menarik perhatian banyak
ilmu maqashid. pihak karena ia mengumpulkan persoalan-
Setelah Imam Syafi’i baru muncul persoalan yang tercecer dan dibahas
Al-Hakim At-Tirmidzi, disusul Abu Bakar sepotong-sepotong oleh orang-orang
Muhammad Al-Qaffal al Kabir (w. 365 H) sebelumnya menjadi sebuah pembahasan
dalam kitabnya Mahasinu As- Syariah, tersendiri dalam kitabnya Al-Muwafaqat
yang mencoba membahas alasan-alasan dimana ia mengkhususkan pembahasan
dan hikmah hukum supaya lebih mudah mengenai maqashid ini dalam satu bagian
dipahami dan diterima oleh manusia. kitabnya. Ia juga mengembangkan dan
Setelah itu datang Imam Haramain (w. 478 memperluas apa yang telah dibahas oleh
H) dalam kitabnya Al-Burhan yang ulama-ulama sebelumnya mengenai
menyinggung tentang dlaruriyyat, maqashid ini, juga menyusunnya secara
tahsiniyat dan hajiyat, yang juga menjadi urut dan sistematis seperti sebuah disiplin
tema pokok dalam Ilmu Maqashid. ilmu yang berdiri sendiri, sehingga lebih
Kemudian datang Al-Ghazali (w. 505 H) mudah untuk dipelajari. Hal inilah yang
yang membahas beberapa metode untuk menjadi kontribusi signifikan As-Syatibi
mengetahui maqashid, dan menawarkan dalam ilmu maqashid syariah.
238
EISSN: 2540-8402 ǀ ISSN: 2540-8399
Amwaluna: Jurnal Ekonomi dan Keuangan Syariah Vol. 1 No.2 (Juli, 2017), Hal 231-245
Online ISSN : 2540-8402 | Print ISSN : 2540-8399
Lebih jauh, hingga Ibnu ‘Asyur (w. d. Tujuan Syari' (Allah)
1393 H) pada akhirnya mempromosikan meletakkan mukallaf di bawah
maqashid syariah ini sebagai sebuah hukum Syara’.
disiplin ilmu yang berdiri sendiri. Pasca 2. Maqashid Al-Mukallaf,
Ibn Asyur hingga saat ini, Maqashid al- merupakan tujuan syariat bagi
Syari’ah menapaki jalan menuju puncak hamba (mukallaf) dalam
kejayaan, dengan indikator utama melakukan sesuatu perbuatan.
dijadikanya Maqashid Syari’ah sebagai Maqashid al-mukallaf berperanan
rujukan dan dalil pokok dalam menjawab menentukan sah atau batal sesuatu
sebagian besar persoalan kontemporer, amalan. kaidah berperan dalam
terutama tentang hubungan Islam dengan maqashid al-mukallaf adalah:
modernitas, sosial, politik dan ekonomi Maqashid al-mukallaf hendaklah
global, serta persoalan membangun global selaras dengan maqashid syariah
ethics (etika global) dalam upaya itu sendiri. Sehingga bila ada yang
merealisasikan perdamaian dunia. ingin mencapai sesuatu yang lain
(Mawardi, 2010: 198-199). dari maksud awal pensyariatannya,
Adapun berkenaan dengan sesuatu itu dianggap telah
klasifikasi Maqashid Syari’ah, (As- menyalahi syariat.
Syatibi, 1997)membaginya kepada dua Selanjutnya pada pandangan As-
bagian: Syatibi, tujuan Syari’ (Allah) menciptakan
1. Maqashid Syari', yaitu tujuan- syariat untuk merealisasikan kebaikan
tujuan yang diletakkan oleh Allah (maslahat) kepada hamba dan menolak
dalam mensyariatkan hukum. keburukan (mafsadah) yang menimpa
Menurut as-Syatibi, Maqasid Syari' mereka. Dengan bahasa yang lebih mudah,
terbagi empat bagian: aturan-aturan hukum yang Allah tentukan
a. Tujuan Syari' (Allah) hanyalah untuk kemaslahatan manusia itu
menciptakan Syariat. sendiri. As-Syathibi kemudian membagi
b. Tujuan Syari' (Allah) maslahat ini kepada tiga bagian penting
menciptakan Syariat untuk yaitu dharuriyyat (primer), hajiyyat
difahami. (sekunder) dan tahsiniyat (tersier).
c. Tujuan Syari' (Allah) 1. Ad-Dharuriyyat, yaitu sesuatu
menjadikan Syariat untuk yang mesti ada demi terwujudnya
dipraktikkan. kemaslahatan agama dan dunia.
239
244
EISSN: 2540-8402 ǀ ISSN: 2540-8399
Amwaluna: Jurnal Ekonomi dan Keuangan Syariah Vol. 1 No.2 (Juli, 2017), Hal 231-245
Online ISSN : 2540-8402 | Print ISSN : 2540-8399
Wahbah Az-Zuhaili. (1986). Ushul Al- International Monetary Fund,
Fiqh Al-Islami. Beirut: Dar Al- Vol. 34, No. 2, June 1997.
Fikr. http://www.agustiantocentre.com/?p=1436
Wahbah Az-Zuhaily. Al-Fiqh Al-Islami wa http://www.muamalatbank.com/home/prod
Adillatuhu. Damaskus: Daar Al- uk/deposito_mudharabah
Fikr. https://alimprospect.wordpress.com/2013/
Zamir Iqbal, Islamic Financial Systems: 02/27/maqashid-sejarah-perkembangan-
Finance and Development, maqashid-syariah/
245