Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH ANTI KORUPSI

PRAKTEK SUAP MENYUAP DALAM PROSES PELAYANAN KESEHATAN

DOSEN MATA KULIAH : EPI DUSRA, SKM., M.Kes

DISUSUN OLEH KELOMPOK 2:

VANESSIA PATTIKAWA

MUSTIKA RATU

AMINA SOULISSA

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MALUKU HUSADA
AMBON
2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatnya sehingga makalah ini
dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa Penyusun juga mengucapkan banyak terimakasih atas
kerjasama yang terbina antara Penyusun dan Dosen Mata Kuliah dengan memberikan
sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Harapan Penulis semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca. Untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah
agar menjadi lebih baik lagi.
            Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman Penyusun, Penyusun yakin masih
banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu Penyusun sangat mengharapkan saran
dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Ambon, April 2020


Penyusun

Kelompok 2

DAFTAR ISI
2
LEMBARAN JUDUL ………………………………………………………………………
KATA PENGANTAR………………………………………………………………….……
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………….…….
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ………………………………………………………………….…..
B. Rumusan Masalah …………………………………………………………..………
C. Tujuan ……………………………………………………………………….……...
BAB II PEMBAHASAN
A. Praktek Suap Menyuap……….……………………………………………..………
B. Proses Pelayanan Kesehatan…………………………………………………………
C. Kasus Suap Dalam Pelayanan Kesehatan …………………………………………...
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ……………………………………………………………………..….
B. Saran …………………………………………………………………………..……
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………...

BAB I

PENDAHULUAN
3
A. Latar belakang

Kesehatan merupakan hal yang sangat berharga bagi kehidupan manusia. Kesehatan

juga merupakan hak asasi manusia yang diamanatkan dalam Konstitusi Negara Indonesia

yaitu Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang selanjutnya disingkat

UUD 1945, yaitu Pasal 28 H dan Pasal 34 ayat (3) UUD 1945. Pasal 28 H menyatakan

bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan

mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan

kesehatan, sementara Pasal 34 ayat (3) menyatakan negara bertanggung jawab atas

penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.

Arti pentingnya kesehatan juga dituangkan di dalam Rencana Pembangunan Jangka

Panjang Nasional (RPJP-N) 2005-2025. Dalam rangka memenuhi hak dasar warga negara

untuk memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan UUD 1945, pembangunan

kesehatan harus dipandang sebagai suatu investasi untuk peningkatan kualitas sumber daya

manusia dan mendukung pembangunan secara menyeluruh dengan mengacu pada

paradigma sehat. Namun di dalam prakteknya, seringkali semangat pemberian layanan

kesehatan oleh tenaga medis, tidak sejalan dengan apa yang tertuang di dalam konsideran

Undang-Undang Tenaga Kesehatan tersebut.

Permasalahan harta, seakan-akan sebuah permasalahan yang tidak berkesudahan.. Sebab

bagaimanapun juga, kita tetap butuh harta sebagai bekal dan tetap waspada terhadap

fitnahnya. Bagaimana tidak, pada saat ini kita menyaksikan, banyak orang tidak peduli lagi

dalam mencari rizki, apakah dari yang halal atau dari yang haram. Hingga muncul

4
penilaian, bahwa semua kebahagian hidup, keberhasilan, ataupun kesuksesan ditentukan dan

diukur dengan harta.

Akhir-akhir ini masalah suap semakin sering diperbincangkan seiring semakin

bertambahnya kasus suap yang terjadi. Dalam praktik sehari-hari, suap- menyuap sudah

begitu menyebar ke berbagai sendi kehidupan. Suap-menyuap tidak hanya dilakukan rakyat

kepada pejabat negara (pegawai negeri) dan para penegak hukum, tetapi juga terjadi

sebaliknya. Pihak penguasa atau calon penguasa tidak jarang melakukan sedekah politik

(suap) kepada tokoh-tokoh masyarakat dan rakyat agar memilihnya, mendukung keputusan

politik, dan kebijakan-kebijakannya. Hal demikianpun terjadi dalam proses pelayanan

kesehatan yang sekarang ini. Terkadang banyak penyimpangan – penyimpangan yang

dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam proses pelayanan seperti meilah – milah bentuk

pelayanan kepada pasien – pasien yang mempunyai kelebihan dalam segi finansial.

Dalam makalah ini akan dibahas tentang Praktek suap menyuap dalam proses pelayanan

kesehatan.

B. Rumusan Masalah

1. Gambaran tentang Praktek suap menyuap ?

2. Gambaran tentang proses pelayanan ?

3. Gambaran tentang Kasus Suap Menyuap dalam proses pelayanan kesehatan ?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui tentang bagaimana praktek suap menyuap terjadi

2. Untuk mengetahui tentang proses pelayanan yang baik

3. Untuk mengetahui tentang kasus suap menyuap dalam proses pelayanan kesehatan

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Praktek Suap Menyuap

6
1. Pengertian Suap

Suap, disebut juga dengan sogok atau memberi uang pelicin. Adapun dalam

bahasa syariat disebut dengan risywah. Secara istilah adalah memberi uang dan

sebagainya kepada petugas (pegawai), dengan harapan mendapatkan kemudahan dalam

suatu urusan.

Dalam buku saku memahami tindak pidana korupsi “Memahami untuk Membasmi”

yang dikeluarkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dijelaskan bahwa cakupan

suap adalah (1) setiap orang, (2) memberi sesuatu, (3) kepada pegawai negeri atau

penyelenggara negara, (4) karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan

dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.

Dalam Undang-Undang No. 11 Th. 1980 tentang tindak pidana suap dijelaskan

bahwa tindak pidana suap memiliki dua pengertian, yaitu : memberi atau menjanjikan

sesuatu dengan membujuk agar seseorang berlawanan dengan

kewenangan/kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum, menerima sesuatu

atau janji yang diketahui dimaksudkan agar si penerima melawan kewenangan

/kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum.

Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa suap adalah memberi sesuatu, baik

uang maupun barang kepada seseorang agar melakukan sesuatu bagi si pemberi suap

yang bertentangan dengan kewajibannya, baik permintaan itu dilaksanakan ataupun

tidak dilaksanakan. Dari sini dapat dipahami bahwa suap adalah sebuah tindakan yang

mengakibatkan sakit atau kerugian di pihak lain.

7
Suap ketika memberinya tentu dengan syarat baik syarat tersebut disampaikan

secara langsung maupun secara tidak langsung. Suap diberikan untuk mencari muka dan

mempermudah dalam segala hal. Suap pemberiannya dilakukan secara sembunyi,

dibangun berdasarkan saling tuntut-menuntut, biasanya diberikan dengan berat hati.

Suap -biasanya- diberikan sebelum pekerjaan. Adapun pemberian suap dapat dilalkukan

melalui tiga cara yaitu :

a. Uang dibayar setelah selesai keperluan dengan sempurna, dengan hati senang, tanpa

penundaan pemalsuan, penambahan atau pengurangan, atau pengutamaan seseorang

atas yang lainnya.

b. Uang dibayar melalui permintaan, baik langsung maupun dengan isyarat atau

dengan berbagai macam cara lainnya yang dapat dipahami bahwa si pemberi

menginginkan sesuatu.

c. Uang dibayar sebagai hasil dari selesainya pekerjaan resmi yang ditentukan si

pemberi uang.

2. Penyuap dan Penerima Suap

Penyuap adala orang yang memberi hadiah atau janj kepada seseorang dengan

mengingat kekuasaan dan wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya,

atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap meelkat pada jabatan atau kedudukan

tersebut.

Selain itu seseorang dianggap sebagai peberi suap apabila memberi atau menjanjikan

sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi pututsan perkara yang

diserhakan kepadanya untuk diadili.

8
Setiap orang yang memberi sesuatu kepada pegawai setelah ia menjabat atau

diangkat menjadi pegawai pada sebuah instansi dengan tujuan mengambil hatinya tanpa

hak, baik untuk kepentingan sekarang maupun untuk masa akan datang, yaitu dengan

menutup mata terhadap syarat yang ada untuknya, dan atau memalsukan data, atau

mengambil hak orang lain, atau mendahulukan pelayanan kepadanya daripada orang

yang lebih berhak, atau memenangkan perkaranya, dan sebagainya adalah orang yang

memberi suap.

Sedangkan penerima suap adalah seseorang atau pegawai negeri atau

penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut

diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau

kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya.

Dengan demikian dapat dipahami bahwa orang yang menerima suap adalah orang

yang memberikan rekomendasi bagi orang lain setelah orang itu memberikan

sesuatu kepadanya. Baik orang yang memberi ataupun yang menerima suap, sama-sama

mendapatkan hukuman karena dengan melakukan suap tersebut kedua belah pihak telah

merugikan pihak lain.

3. Sanksi Hukum Tindak Pidana Suap

Adapun sanksi hukum tindak pidana suap termaktub dalam Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1980 Tentang Tindak Pidana Suap, yaitu:

9
Pasal 2: “Barangsiapa memberi atau menjanjikan sesuatu kepada

seseorang dengan maksud untuk membujuk supaya orang itu berbuat sesuatu atau

tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau

kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum, dipidana karena memberi suap

dengan pidana penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun dan denda sebanyak- banyaknya

Rp.15.000.000,- (lima belasjuta rupiah).”

Pasal 3 : “Barangsiapa menerima sesuatu atau janj, sedangkan ia mengetahui atau

patut dapat menduga bahwa pemberian sesuatu atau janji itu diaksudkan supaya ia

berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan

kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum, dipidana

karena menerima suap dengan pidana penjara selama-lamanya 3 (tiga) tahun atau

denda sebanyak-banyaknya Rp.15.000.000.- (lima belas juta rupiah).”

Selain itu, sanksi tindak pidana suap juga disebutkan dalam Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yaitu:

Pasal 5 :

a. Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama

5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh

juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta

rupiah)

setiap orang yang:

10
1) Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara

negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara

tersebut berbuat atautidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan

dengan kewajibannya; atau

2) Memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau

berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan

atau tidak dilakukan dalam jabatannya.

b. Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau

janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf b, dipidana dengan

pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Pasal 6.

a. Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15

( lima belas ) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus

lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima

puluh juta rupiah) setiap orang yang:

1) Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk

mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili; atau

2) Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut ketentuan

peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri

sidang pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat

yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan

kepada pengadilan untuk diadili.

11
b. Bagi hakim yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam

ayat (1) huruf a atau advokat yang menerima pemberian atau janji sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1).

Pasal 11 :

Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima)

tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)

dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri

atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut

diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan

yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang

memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.

Pasal 12 :

Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4

(empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit

Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak

Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah):

a. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji,

padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan

untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam

jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya;

12
b. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui

atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan

karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya

yang bertentangan dengan kewajibannya;

c. Hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa

hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang

diserahkan kepadanya untuk diadili;

d. Seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan

menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan, menerima hadiah atau janji,

padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut untuk

mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan, berhubung dengan

perkara yang diserhakan kepada pengadilan untuk diadili;

e. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan

diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan

kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima

pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;

f. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas,

meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau

penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum, seolah-olah pegawai

negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai

utang kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;

13
g. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas,

meminta atau menerima pekerjaan, atau penyerahan barang, seolah-olah merupakan

utang kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;

h. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas,

telah menggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat hak pakai, seolah-olah

sesuai dengan peraturan perundang-undangan, telah merugikan orang yang

berhak, padahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan

peraturan perundangundangan; atau

i. Pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung

dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang

pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk

mengurus atau mengawasinya.

B. Proses Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan adalah sebuah konsep yang digunakan dalam memberikan

layanan kesehatan kepada masyarakat. Definisi pelayanan kesehatan menurut Soekidjo

Notoatmojo adalah sebuah sub sistem pelayanan kesehatan yang tujuan utamanya adalah

pelayanan preventif (pencegahan) dan promotif (peningkatan kesehatan) dengan

sasaran masyarakat. Sedangkan menurut Levey dan Loomba, Pelayanan Kesehatan

adalah upaya yan diselenggarana sendiri atau secara bersama – sama dalam suatu organisai

untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah, dan menyembuhkan penyakit

serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, atau masyarakat.

14
Menurut pendapat Hodgetts dan Casio, jenis pelayanan kesehatan secara umum dapat

dibedakan atas dua, yaitu:

1. Pelayanan Kedokteran

Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok pelayanan kedokteran (medical

services) ditandai dengan cara pengorganisasian yang dapat bersifat sendiri (solo

practice) atau secara bersama-sama dalam satu organisasi. Tujuan utamanya untuk

menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan, serta sasarannya terutama untuk

perseorangan dan keluarga.

2. Pelayanan Kesehatan Masyarakat

Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok kesehatan masyarakat (public

health service) ditandai dengan cara pengorganisasian yang umumnya secara bersama-

sama dalam suatu organisasi. Tujuan utamanya untuk memelihara dan meningkatkan

kesehatan serta mencegah penyakit, serta sasarannya untuk kelompok dan

masyarakat.

C. Kasus Suap Dalam Pelayanan Kesehatan

 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap Kepala Seksi

Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Jombang Bambang Irawan, hari ini, Selasa, 13

Februari 2018. Bambang diperiksa untuk tersangka Bupati Jombang Nyono Suharli

Wihandoko dalam perkara suap Dinas Kesehatan Jombang terkait pengurusan dan

perizinan penempatan jabatan di Pemkab Jombang.

15
"Diperiksa sebagai saksi untuk tersangka NSW (Nyono Suharli Wihandoko)," kata juru

bicara KPK, Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Selasa, 13 Februari 2018.

Selain memeriksa Bambang Irawan, KPK juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap

seorang dokter Subur untuk Nyono. Dalam kasus tersebut, KPK menetapkan Nyono

Suharli Wihandoko dan pelaksana tugas Kepala Dinas Kesehatan Jombang, Inna

Silestyowati sebagai tersangka pada 4 Februari 2018. KPK menduga Inna memberikan

sejumlah uang kepada Nyono agar dirinya ditetapkan sebagai Kepala Dinas Kesehatan

Jombang. Uang yang digunakan Inna untuk menyuap Nyono diketahui berasal dari

kutipan dana kapitasi pelayanan kesehatan masyarakat. Uang suap dikumpulkan Inna

dari kutipan di 34 puskesmas se-Jombang. Dari total Rp 434 juta uang kutipan, Rp 200

jutanya diserahkan Inna kepada Nyono.

16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Suap berarti setiap harta yang diberikan kepada pejabat atas suatu kepentingan, padahal

semestinya urusan tersebut tanpa pembayaran. Baik orang yang member suap maupun

menerima suap sama-sama mendapatkan hukuman karena perbuatan tersebut merugikan

pihak lain. Adapun sanksi hukum tindak pidana suap termaktub dalam Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1980 Tentang Tindak Pidana Suap dan Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Praktek suap menyuap selalu terjadi dalam proses pelayanan kesehatan. Praktek ini

biasanya terjadi dalam proses pelayanan antara petugas kesehatan dengan pasien atau

sesama petugas kesehatan. Hal ini pun harus dilihat oleh pemerintah agar proses pelayanan

kesehatan dapat dilaksanakan dengan baik dan professional.

B. Saran

Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan

lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber – sumber

yang lebih banyak yang tentunga dapat di pertanggung jawabkan.

Untuk saran bisa berisi kritik atau saran terhadap penulisan juga bisa untuk menanggapi

terhadap kesimpulan dari bahasan makalah yang telah di jelaskan.

17
DAFTAR PUSTAKA

Chaerudin, dkk, Strategi Pencegahan dan Pencegahan HukumTidak Pidana 2008

Darwin, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, PT CitraAditya Bakti, Bandung.

2002

Evi Hartanti, S.H. Diterbitkan oleh Sinar Grafika. Edisi Kedua. Jakarta 2005

Ibrahim bin Fathi, Uang Haram, Jakarta, 2006

KPK, Memahami Untuk Membasmi, Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta,

2006

18

Anda mungkin juga menyukai