Anda di halaman 1dari 24

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perikanan tangkap merupakan salah satu sektor bidang perikanan yang cukup
menjanjikan indonesia dengan potensi sumber daya alam perairan yang melimpah
merupakan peluang yang sangat baik. Banyak spesies ikan ekonomis penting yang berada
di indonesia,antara lain Tuna dan Cakalang. Komoditi ini sangat dilirik pasar, baik secara
lokal maupun internasional. Dalam upaya memanfaatkan potensi ikan plagis
tersebut,tentunya membutuhkan sarana dan prasarana yang menunjang penangkapan
tersebut. Pole and line adalah salah satu jenis alat penangkap ikan laut yang biasa dilakukan
oleh nelayan karena memiliki potensi jenis ikan plagis atau ikan permukaan yang cukup
besar dan memiliki nilai ekonomis tinggi.
Huhate (pole and line) adalah alat tangkap yangterdiri atas joran atau bambu, tali
pancing dan matapancing. Alat tangkap ini khusus dipakai untuk menangkap cakalang
(Katsuwonus pelamis).Alat inisering disebut pancing cakalang (Diniah et al., 2001).Alat
tangkap ini cukup berkembang di kawasan timur Indonesia terutama di Bitung pada tahun
1970-an,sejak didirikan perusahaan milik negara yaitu PT.Perikani. Sejak dikembangkan
joint venture penangkapantuna (Thunnus) dan cakalang (Katsuwonus pelamis) di perairan
Laut Sulawesi dan di sekitar dengan menggunakan pukat cincin (purse seine) pada akhir
tahun 1990 antara Indonesia dan Philipina, perikananhuhate dan mini huhate (funai) kurang
berkembang. Pukat cincin yang beroperasi dari Philipinamenggunakan rumpon laut dalam
yang tersebar di seluruh perairan Laut Sulawesi dan di sekitar sepertimemagari perairan
tersebut. Kapal-kapal huhate yang memiliki gross konase kurang dari 3 GT dan kapal - kapal
funai banyak yang tidak beroperasi karena sulit menangkap ikan tuna (Thunnus) dan
cakalang (Katsuwonus pelamis). Hal ini, dikarenakan dampak dari pemasangan rumpon
yang dilakukan oleh Philipina di mana ikan-ikan tuna (Thunnus) dan cakalang
(Katsuwonus pelamis) yang dahulu banyak berada di sekitar perairan pantai, sekarang
sudah jarang karena tertahan oleh rumpon-rumpon tersebut. Untuk menyiasati hal tersebut,
nelayan-nelayan huhatemulaimembangun kapal-kapal yang berukuran besar sampai dengan
60 GT bahkan lebih sehingga dapat beroperasi di luar rumpon sampai dengan keperairan
Laut Maluku, Teluk Tomini, dan di sekitar.

Ikan adalah salah satu hasil perairan yang sudah lama dikenal peradaban, banyak
dicari orang, tetapi ikan ini termasuk jenis pangan yang paling cepat menurun kesegarannya
dan cepat membusuk pada suhu kamar, yang dapat mengakibatkan kerugian besar secara
nilai gizi, mutu kesegaran dan nilai uang. Ikan hasil tangkapan yang pasti akan mengalami
proses penurunan mutu (deteriorasi) ini, berlainan atau berbeda antar species yang satu
dengan species yang lainnya. Penguasaan akan ilmu dan pengetahuan yang menyangkut
perubahan-perubahan yang menjurus ke arah penurunan mutu kesegaran yang dialami
species ikan setelah dipanen serta semua faktor-faktor penyebab penurunan mutu,
dimanfaatkan manusia untuk mencegah penurunan mutu dengan cara menerapkan teknik
pengawetan, terutama cara pendinginan dan pembekuan.
Penanganan ikan yang baik adalah semua kegiatan yang dilakukan terhadap ikan
sejak ditangkap, diatas kapal, di darat dan pada saat distribusi hingga sampai ke tangan
konsumen atau siap untuk diolah. Adapun tujuannya adalh untuk mempertahankan
kesegaran ikan selama mungkin agar tidak rusak dan tetap bernilai gizi tinggi.
Penanganan ikan hasil tangkapan pada prinsipnya terjadi di dua tempat, yaitu : (1) ketika
ikan masih berada di atas kapal, (2) ketika ikan sudah didaratkan di pelabuhan. Perlu
diketahui bahwa penanganan di pelabuhan merupakan satu mata rantai yang tidak bisa
dipisahkan satu dengan yang lainnya karena penanganan sebelumnya akan mempengaruhi
mutu hasil dari produk hasil tangkapan.
Hasil tangkapan ikan cakalang pada PTRadios Apirja selama periode tahun 2009
sampai2014 diketahui pada bulan Januari sebesar5.843.394 kg, bulan Januari sebesar
731.732 Kg,bulan Februari sebesar 599.231, bulan Maret sebesar 857.368 kg, bulan April
sebesar 541.025 kg, bulan Mei sebesar 488.080 kg, bulan Juni sebesar 245.446 kg, bulan
Juli sebesar 134.162 kg, bulan Agustus sebesar 228.880 kg, bulan September sebesar
434.847 kg, bulan Oktober sebesar 379.731 kg, bulan November sebesar 739.083 kg, bulan
Desember sebesar 463.809 kg. Hasil tangkapan tertinggi selama lima tahun (2009-2014)
dicapai pada bulan Maret sebesar 857.368 kg dan yang terendah pada bulan Juli sebesar
134.162 kg.

Data tangkapan setiap periode bulan dari masing-masing kapal yang diamati,
berdasarkan data dan informasi dari Pelabuhan Perikanan Samudera Bitung, dapat dilihat
KM. Sari Usaha 09 sejak bulan Januari s/d November 2016 beroperasi sebanyak 26 trip
dengan total tangkapan 927.721 kg. KM. Sinar 02 sejak bulan Januari s/d November 2016
beroperasi sebanyak 24 trip dengan total tangkapan 911.927 kg. KM. Berkat Karunia sejak
bulan Januari s/d November 2016 beroperasi sebanyak 37 trip dengan total tangkapan
1.428.093 kg. KM. Baku Sayang – 02 sejak bulan Januari s/d November 2016 beroperasi
sebanyak 27 trip dengan total tangkapan 795.898 kg. KM. Baku Sayang-03 sejak bulan
Januari s/d November 2016 beroperasi sebanyak 22 trip dengan total tangkapan 867.852 kg.
KM. Wahyu sejak bulan Januari s/d November 2016 beroperasi sebanyak 31 trip dengan
total tangkapan 1.145.509 kg. KM. Bitung Raya-01 sejak bulan Januari s/d November 2016
beroperasi sebanyak 25 trip dengan total tangkapan 814.488 kg. KM. Bitung Raya-03 sejak
bulan Januari s/d November 2016 beroperasi sebanyak 26 trip dengan total tangkapan
1.030.800 kg.
Total tangkapan yang didapatkan oleh 8 kapal pole and line yang berpangkalan di
Pelabuhan Perikanan Samudera Bitung adalah 7.922.288 kg ikan cakalang (Katsuwonus
pelamis) dan beroperasi sebanyak 218 trip dari bulan Januari s/d November 2016.
Menurut dinas kelautan dan perikanan ( 2017) PPP labuhan Lombok tepatnya
terletak di jalan raya sambelia kilometer 3, labuhan Lombok, Kabupaten Lombok timur
Nusa Tenggara Barat yang berjarak 75 kilometer dari Kota (Mataram ) Ibukota Provinsi
Nusa Tenggara Barat dan 43 Kilometer dari ( Selong ) Kabupaten Lombok Timur.
PPP Labuhan Lombok memliki letak geografis dekat dengan Gunung Rinjani yang
cukup subur tanahnya. Fasilitas – fasilitas yang ada di PPP Labuhan Lombok cukup
memadai tetapi kurangnya perawatan terhadap fasilitas yang tersedia membuat pelayanan
dalam menunjang kegiatan penangkapankurang optimal. Fasilitas - fasilitas tersebut
diantaranya adalah fasilitas pokok seperti dermaga pelabuhan, kolam pelabuha dan break
water, fasilitas fungsional seperti Tempat pelelangan ikan (TPI) , pabrik es,tempat
docking,dan stasiun bahan bakar sedangkan untuk fasilitas penunjang diantaranya toilet dan
tempat ibadah.
Masyarakat nelayan Yang ada di PPP Labuhan Lombok rata –rata berasal dari luar
pulau Lombok. Hampir lebih dari 6% nelayan yang ada di PPP Labuhan Lombok berasal
dari pulau Sulawesi utara, Nusa Tenggara Timur dan Flores. Data jumlah nelayan yang ada
di PPP Labuhan Lombok kurang lebih sebesar 595 pada tahun 215 yang terdiri dari nelayan
asli Pulau Lombok dan 36 nelayan pendatang.
No Tahun Produksi (KG
1 2013 703,589
2 2014 698,84
3 2015 638,347
4 2016 738,996

Sumber : Pelabuhan perikanan pantai labuhan Lombok


Tahun 2013 hingga 2015 mengalami penurunan dan peningkatan yang signifikan
pada Tahun 2016. Meningkatnya kegiatan penangkapan pada Tahun 2016 oleh armada-
armada kapal dari luar Pulau Lombok menyebabkan produksi penangkapan ikan pada
Tahun 2016 meningkat signifikan sehingga dapat dihitung rata-rata produksi penangkapan
ikan per tahun dari Tahun 2013 hingga Tahun 2014 sebesar 694.754 kilogram per tahun.
1.2 Rumusan Masalah
a. Bagaimana cara menganalisis jumlah hasil tangkapan kapal pole and line ?
1.3 Tujuan
a. Mengidentifikasi jenis dan jumlah ikan yang tertangkap
b. Tekhnik penangan ikan di atas kapal
c. Analisis tingkat kesegarannya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sejarah Perkembangan Pole And Line
Pada mulanya perikanan pancing yang digunakan hanya berupa skala kecil yang
dioprasikan menggunakan kapal kecil dengan menggunakan sebagai mata pancing yang
terbatas, namun dewasa ini banyak dijumpai jenis perikanan industri yang menggunakan
kapal besar dengan ribuan mata pancing yang melakukan penangkapan bukan hanya di
wilayah pantai namun juga mengarah ke laut lepas utamanya untuk menangkap ikan tuna
Gunarso (1996).
Pole and Line atau Huhate sangat sederhana desainnya, hanya terdiri dari joran, tali
dan mata pancing yang tidak berkait balik. Namun, dalam pengoperasiannya sangatlah
kompleks karena memerlukan umpan hidup untuk merangsang kebiasaan menyambar
mangsa pada ikan target. Ikan yang menjadi. tujuan penangkapan Pole and Line adalah
ikan cakalang (Katsuwonus pelamis), Monintja (1968), mengatakan bahwa pada prinsipnya
alat tangkap pole and line terdiri dari tiga bagian yakni : tangkai pancing (pole), tali
pancing (line) dan mata pancing (hookless).Sultan (1991) menyatakan,penangkapan ikan
cakalang dengan alat tangkap huhate berkembang di jepang sejak tahun 1919, kemudian di
kenal pula di California, Amerika, dimana Data menggunakan. Pada tahun1950, sekitar
70% dari seluruh penangkapan ikan di Amerika, dihasilkan oleh Pole and Line, sedangkan
di jepang,tahun 1954-1958 hampir 100% hasi tangkapan menggunakan Pole and line.
2.2 Defenisi Pole And Line
Huhate atau sering disebut dengan pole and line adalah alat tangkap yang
menggunkan tongkat/joran (pole) dan tali (line). Huhate termasuk alat tangkap yang selektif
karena pada umumnya hanya menangkap ikan cakalang saja. Jika ditinjau dari cara
penangkapan dan pengopersian alat, huhate termasuk alat tangkap yang ramah lingkungan.
Ikan yang menjadi target tangkapan huhate adalah ikan pelagis besar, yaitu cakalang
(skipjack). Ada kalanya tuna berukuran kecil, sekitar 5-10 kg, juga tertangkap.Di Indonesia
huhate pada umumnya dioperasikan di kawasan perairan Indonesia tengah dan timur. Di
kawasan perairan Indonesia barat, pancing huhate jarang digunakan oleh para nelayan
(Nainggolan, 2007).
Menurut Usemahu (2001), penangkapan dengan huhate menggunakan umpan
berupa ikan-ikan kecil yang disukai oleh cakalang umpan yang digunakan adalah umpan
hidup. Oleh karena itu, kapal huhate selalu dilengkapi dengan palka ikanhidup untuk
mempertahankan umpan yang diangkut tetap hidup smapai di fishing ground. namun
uniknya, pada saat huhate dioperasikan, umpan tidak dipasang pada pancing. Umpan hidup
ditaburkan ke laut untuk menahan gerombolan ikan cakalang tetap berada disekitar kapal
penangkap sehingga gerombolan cakalang sibuk memakan umpan yang diberikan.
Gerombolan ikan harus dipertahankan sedekat mungkin dengan kapal sehingga dapat
dengan mudah ditangkap dengan menggunakan pancing huhate.
2.3 Kapal Pole And Line
Bentuk kapal pole and line sangat berperan penting dalam keberhasilan
penangkapan ikan ini, untuk itu kapal yang digunakan harus sesuai untuk pengoperasian.
Menurut Subani dan Barus (1989), ada beberapa ciri khusus bentuk kapal pole and line
diantaranya yaitu pertama pada bagian atas dek kapal bagian depan terdapat plataran (flat
form) yang digunakan sebagai tempat memancing,kedua dalam kapal harus tersedia bak-
bak untuk penyimpanan ikan umpan yang masih hidup, dan yang ketiga pada kapal pole
and line ini harus dilengkapi system semprotan air ( water splinkers system ) yang
dihubungkan dengan suatu pompa.Sedangkan tenaga pemancing jumlahnya bervariasi
misalnya saja untuk kapal ukuran 20 GT dengan kekuatan 40-60 HP. Kapal pole and line
adalah kapal dengan bentuk yang stream line dan mempunyai olah gerak kapal yang lincah
dan tergolong kapal yang mempunyai kecepatan service sedang yaitu diatas 10 knot dan
gerakan stabilitas yang baik untuk mengejar segerombolan ikan, yakni kapal tersebut
sambil olah gerak. Untuk pengoperasian alat tangkap pole and line ini dibutuhkan tenaga
anak buah kapal (ABK) berjumlah 22-26 orang, dengan ketentuan sebagai berikut : 1 orang
sebagai kapten, 1 motoris, 1-2 orang pelempar umpan, 1 orang sebagai koki dan sisanya
sebagai pemancing (Subani dan Barus, 1989).
Tangke dan Deni (2013), kapal pole and line adalah kapal ikan yang digunakan
khusus untuk menangkap ikan cakalang (katsuwonus pelamis). Sebagai kapal penangkap
dengan tipe alat tangkap ple and line, maka kapal ini dilengkapi dengan kontruksi khusus
yaitu :
1. Flaying deck adalah deck yang dibuat agak menonjol di bagian haluan kapal
dan merupakan tempat duduk bagi para pemancing, sehingga para pemancing
dapat menggerakkan pancing dengan bebas serta jangkauan pancingna lebih
jauh dari dinding kapal.
2. Platfrom adalah dinding sayap atau bagian yang menonjol dari deck kesisi
samping kapal, yang fungsinya hampir sama dengan flaying deck.
3. Bak umpan hidup di isi dengan air sebagai media untuk kelangsungan hidup
umpan yang akan digunakan dalam operasi penangkapan.
4. Instalasi pipa penyemprot air adalah susunan pipi-pipa air yang berfungsi untuk
menyemprotkan iar dengan bantuan pompa. Pipa-pipa ini dipasang pada sisi
kapal (platrom) dan terus tersambung pada (flaying deck). Penyemprotan air
dilakukan apabila kapal telah mendekati gerombolan ikan, pada saat
disemprotkan maka terjadilah percikan-percikan air di permukaan laut,
percikan-percikan ini berguna untuk menarik perhatian ikan serta sekaligus
melindungi para pemancing dan kapal dari pengelihatan ikan, selain itu manfaat
dari percikan air ini dapat menghemat penggunaan umpan hidup.

2.4 Alat Tangkap Pole And Line (Huhate)


Huhate atau umumnya lebih dikenal dengan “pole and line” adalah cara
pemancingan dengan menggunakan pancing yang dikhususkan untuk menangkap ikan
cakalang yang banyak digunakan di perairan Indonesia. Selanjutnya Ayodhoya, (1981),
pole and line umum digunakan untuk menangkap ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)
sehingga dengan kata perikanan pole and line sering pengertian kita ke arah perikanan
cakalang, sungguhpun dengan cara pole and line juga dilakukan penangkapan albacore,
mackerel dan lain sebagainya. Alat tangkap yang umum digunakan oleh para nelayan di
kawasan Timur Indonesia salah satunya adalah Pole and line. Studi yang dilakukan
Bustaman S dan Hurasan (1997) menunjukkan bahwa ada tujuh jenis alat tangkap yang
digunakan untuk menangkap ikan tuna/cakalang. Diantara ketujuh jenis alat tangkap
tersebut, Pole and line, Long line dan Trawl line merupakan tiga jenis alat tangkap yang
paling produktif untuk menangkap ikan tersebut. Untuk Cakalang, alat yang berperan besar
dalam penangkapan adalah Pole and line, tonda dan pancing ulur. Di antara sekian banyak
alat tangkap ikan untuk tujuan komersial yang paling sederhana dan murah harganya adalah
pole and line ini. Peralatan yang hanya terdiri dari tiga komponen pokok yang ukurannya
juga tidak terlalu besar dan khusus ini adalah joran, tali dan pancing saja. Joran bisa dibuat
dari bambu yang ruasnya tidak terlalu panjang, tebal dan lurus, panjangnya sekitar 4-6
meter. Memang ada jenis bambu yang untuk joran pole and line ini sangat baik, karena
mempunyai daya lentur yang tinggi (Surur, 2007).
Menurut Ditjen Perikanan (1989), sebagai penangkap ikan, alat ini sangat sederhana
desainnya. Hanya terdiri dari joran, tali dan pancing. Tetapi sesungguhnya sangat komplek
karena dalam pengoperasiannya memerlukan umpan hidup untuk merangsang kebiasaan
menyambar pada ikan sebelum pemancingan dilakukan serta semprotan air untuk
mempengaruhi visibility ikan terhadap kapal dan para pemancing.
Ada beberapa keunikan dari alat tangkap huhate bentuk mata pancing huhate tidak
berkait seperti lazimnya mata pancing. Mata pancing huhate ditutupi bulu-bulu ayam atau
potongan rafia yang halus agar tidak tampak oleh ikan. Bagian haluan kapal huhate
mempunyai konstruksi khusus, dimodifikasi menjadi lebih panjang, sehingga dapat
dijadikan tempat duduk oleh pemancing kapal huhate umumnya berukuran kecil. Di
dinding bagian lambung kapal, beberapa cm di bawah dek,terdapat spraye r dan di dek
terdapat beberapa tempat ikan umpan hidup. Sprayer adalah alat penyemprot air (Nina
Aysiana Runny, 2018). Pemancingan dilakukan serempak oleh seluruh pemancing.
Pemancing duduk di sekeliling kapal dengan pembagian kelompok berdasarkan
keterampilanmemancing yaitu :
1. Pemancing I adalah pemancing paling unggul dengan kecepatan mengangkat mata
pancing berikan sebesar 50-60 ekor per menit. Pemancing I diberi posisi di bagian haluan
kapal, dimaksudkan agar lebih banyak ikan tertangkap;
2. Pemancing II diberi posisi di bagian lambung kiri dan kanan kapal;
3. Pemancing III berposisi di bagian buritan, umumnya adalah orang-orang yang baru
belajar memancing dan pemancing berusia tua yang tenaganya sudah mulai berkurang atau
sudah lamban (Sudirman, 2004).
Menurut Surur (2007), hal yang perlu diperhatikan adalah pada saat pemancingan
dilakukan jangan ada ikan yang lolos atau jatuh kembali ke perairan, karena dapat
menyebabkan gerombolan ikan menjauh dari sekitar kapal. Umpan yang digunakan adalah
umpan hidup, dimaksudkan agar setelah ikan umpan dilempar ke perairan akan berusaha
kembali naik ke permukaan air. Hal ini akan mengundang cakalang untuk mengikuti naik
ke dekat permukaan. Selanjutnya dilakukan penyemprotan air melalui sprayer.
Penyemprotan air dimaksudkan untuk mengaburkan pandangan ikan, sehingga tidak dapat
membedakan antara ikan umpan sebagai makanan atau mata pancing yang sedang
dioperasikan. Umpan hidup yang digunakan biasanya adalah teri (Stolephorus
commersoni).

Menurut Hutama et al(2017), alat tangkap huhate merupakan salah satu alat tangkap
yang ramah lingkungan, ini dikarenakan hasil yang sangat selektif, sehingga
menjadikannya sebagai salah satu alat tangkap yang direkomendasikan untuk digunakan.
Keberadaan alat tangkap tersebut belum maxsimal digunakan karena ada beberapa syarat
yang harus dipenuhi dalam proses penggunaanya, mulai dari syarat pemancing dalam hal
ini pemancing harus berpengalaman dalam menyiapkan umpan.

2.5 Umpan Hidup Dalam Perikanan Pole And Line


Umpan hidup benar-benar merupakan faktor pembatas (limiting factor) dalam
penangkapan ikan Cakalang. Hal berdasarkan penelitian para ahli sebelumnya yang
memberi petunjuk bahwa banyak sedikitnya persediaan ikan umpan yang digunakan dalam
penangkapan umumnya menentukan banyak sedikitnya hasil tangkapan yang diperoleh
Umpan pada pemancingan dengan huhate hanya berfungsi untuk menjaga agar gerombolan
ikan tidak menjauh dari kapal penangkap dan selalu berada di sekitar permukaan air
sehingga dapat terlihat dengan mata dan tidak menyelam ke dalam perairan.
Umpan yang digunakan pada penangkapan dengan huhate adalah ikan hidup.
Oleh karena itu, kapal huhate selalu membawa ikan hidup yang jenisnya disukai oleh
ikan Cakalang (dari jenis teri dengan ukuran antara 5-10 cm). Jenis-jenis ikan yang
digunakan menjadi umpan pada kapal huhate yang beroperasi di sekitar Sulawesi
(Nainggolan, 2007) antara lain :

1. Puri kepala merah (Stollephorus devisi).


2. Puri gelas (Stollephorus indicus).
3. Kepala batu (Hypotherina leognesi).
4. Gosao (Spratteloides delicatulus).
5. Lompa (Thrissina baelama).
6. Kira (Herongula ovalis).
Dalam penangkapan ikan Cakalang dengan menggunakan pole and line biasanya
dibutuhkan beberapa jenis umpan untuk mengumpulkan ikan Cakalang yaitu:
2.5.1 Sifat-sifat Umpan
Menurut Tampubolon (1980), ada beberapa ikan umpan yang digunakan
sebagai umpan hidup pada penangkapan ikan Cakalang dengan alat tangkap pole and
line, diataranya :
1. Puri kepala merah (Stoleporus devisi), berukuran antara 65-72 mm,
memberikan refleksi yang baik di air dan baik digunakan untuk penangkapan
ikan Cakalang.
2. Puri gelas (Stoleporus indikus), berukuran kurang lebih 73 mm, memberikan refleksi
yang baikdi air.
· Kepala batu, terdiri dari dua macam spesies, yaitu :
1) Sypotherina bresesi
2) Pranaus cendrachtenaris
Panjang ukuran 60 mm, warna hitam, kurang memberi refleksi yang baik di air. Gasoa
(Sprattelloides delicatulus), berukuran panjang 52 mm, warna merah menyolok dan
bergerak cepat di air.
2) Lompa (Trissina baelana forskal), berukuran panjang antara 73-77 mm, memberikan
refleksi yang baik dan kuat sekali serta hidupnya diantara pahonpohon bakau pinggir
pantai.
3) Kira (Marangula cwalis), berukuran panjang kurang lebih 75 mm, memberikan refleksi
yang baik.

Tampubolon (1980), mengemukakan bahwa umpan yang baik untuk penangkapan


ikan Cakalang harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut :
1) Berenang cepat menuju permukaan.
2) Berwarna perak atau lain yang menimbulkan refleksi yaang bak di air.
3) Segera kembali mendekati kapal jika sudah dilempar ke laut.
4) Mempunyai ukuran yang wajar sebagai makanan untuk ikan cakalang.
5) Dapat hidup lama di dalam bak.
2.6 Taksonomi Umpan
2.6.1 Ikan teri (Stolephorus sp)
a. Klasifikasi
Menurut Saanin, H (1984) ikan teri klasifikasi sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phyum : Chordata
Sub Phylum : Vertebrata
Super Class : Pisces
Class : Actinopterygii
Ordo : Clupeiforme
Familia : Engraulidae
Genus : Engraulis
Spesies : Stolephorus sp
b. Deskripsi
Teri pada umumnya berukuran kecil sekitar 6-9 cm, memiliki sirip caudal bercagak
dan tidak bergabung dengan sirip anal. Duri abdominal hanya terdapat diantara sirip
vektoral dan ventral dengan jumlah tak lebih dari 7 buah. Ikan Teri umumnya memiliki
warna kopi susu pucat bagian atas pada ikan yang telah terkelupas sisiknya dan sedikit
warna perak cerah agak kemerahan bagian bawah. Bentuk tubuhnya bulat memanjang
(fusiform) disamping tubuhnya terdapat selempang putih keperak-perakan memanjang dari
kepala sampai ekor. Sisiknya kecil, tipis dan sangat mudah lepas. Tulang rahang atas dapat
memanjang sampai celah insang. Sirip dorsal umumnya tanpa duri pradorsal, sebagian atau
seluruh sirip dorsal terletak di belakang anus, pendek dengan jari-jari lemah teratur dari
sirip vektoral tidak memanjang. Gigi-giginya terdapat pada rahang, langit-langit, palatin,
pterigoid dan lidah (Nontji, 1993).
c. Morfologi
Ikan teri pada umumnya berukuran kecil sekitar 6-9 cm, memiliki sirip caudal
bercagak dan tidak bergabung dengan sirip anal. Duri abdominal hanya terdapat diantara
sirip vektoral dan ventral dengan jumlah tak lebih dari 7 buah. Ikan Teri umumnya
memiliki warna kopi susu pucat bagian atas pada ikan yang telah terkelupas sisiknya dan
sedikit warna perak cerah agak kemerahan bagian bawah. Bentuk tubuhnya bulat
memanjang (fusiform). Di samping tubuhnya terdapat selempang putih keperak-perakan
memanjang dari kepala sampai ekor. Sisiknya kecil, tipis dan sangat mudah lepas. Tulang
rahang atas dapat memanjang sampai celah insang. Sirip dorsal umumnya tanpa duri
pradorsal, sebagian atau seluruh sirip dorsal terletak `di belakang anus, pendek dengan jari-
jari lemah teratur dari sirip vektoral tidak memanjang. Gigi –giginya terdapat pada rahang,
langit – langit, palatin, pterigoid dan lidah (Nontji, 1993).
2.6.2 Ikan Tembang (Sardinella fimbriata)
a. Klasifikasi
Menurut Cuvier and Valenciennes (1847) dalam Izzani (2012), ikan tembang
diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Sub Phylum : Vertebrata
Super Class : Pisces
Class : Actinopterygii
Ordo : Clupeiformes
Familia : Clupeidae
Genus : Sardinella
Spesies : Sardinella fimbiata
b. Deskripsi
Ikan tembang memiliki bentuk badan memanjang dan gepeng. Sisik-sisik duri
terdapat di bagian bawah badan. Awal sirip punggung sedikit ke depan dari pertengahan
badan, berjari-jari lemah 16-19. Ukurannya dapat mencapai 16 cm, namun umumnya 12,5
cm. Warnanya biru kehijauan pada bagian atas, putih perak pada bagian bawah. Warna
sirip-siripnya pucat kehijauan dan tembus cahaya Saanin, H (1984).
c. Morfologi
Ikan tembang memiliki bentuk badan memanjang dan gepeng. Sisik-sisik duri
terdapat di bagian bawah badan. Awal sirip punggung sedikit ke depan dari pertengahan
badan, berjari-jari lemah 16-19. Ukurannya dapat mencapai 16 cm, namun umumnya 12,5
cm. Warnanya biru kehijauan pada bagian atas, putih perak pada bagian bawah. Warna
sirip-siripnya pucat kehijauan dan tembus cahaya (Saanin, H 1984).
2.7 Konstruksi Alat Tangkap Pole and Line
Monintja (1968) mengatakan bahwa pada perinsifnya alat tangkap Pole and line
terdiri dari tiga bagian yakni: tangkai pancing (pole), tali pancing (line) dan mata
pancing (hookless). Sebagai penangkap ikan alat ini sebagai sederhana desainnya, hanya
terdiri dari joran, tali, dan mata pancing (Gambar 2.1). Tapi sesungguhnya cukup kompleks
karna dalam pengoperasiannya memerlukan umpan hidup untuk merangsang kebiasaan
menyambar mangsa pada ikan (monintja 1968).
Secara umum alat tangkap pole and line terdiri dari joran (bambu atau lainnya)
untuk tangkai pancing, polyethylene untuk tali pancing dan mata pancing yang tidak berkait
terbalik (Menurut Anonim, 2008). Deskripsi alat tangkap pole and line ini adalah sebagai
berikut:
a. Joran atau galah, bagian ini terbuat dari bahan bambu yang cukup tua dan memiliki
tingkat elastisitas yang tinggi atau baik, pada umumnya digunakan bambu yang berwarna
kuning atau fibre glass.
b. Tali sekunder, dari bahan kawat baja (wire leader). Hal ini dimaksudkan untuk
mencegah terputusnya tali utama dengan mata pancing sebagai akibat dari gigitan ikan.
c. Tali utama (main line), terbuat dari bahan sintetis polyethylene (PE) monofilament atau
multifilament yang disesuaikan dengan panjang joran yang digunakan, cara pemancingan,
tinggi haluan kapal dan jarak penyemprotan air.
d. Mata pancing (hook) dimana ujungnya tidak berkait balik. Pada bagian atas mata pancing
terdapat timah berbentuk silinder dan dilapisi nikel sehingga berwarna mengkilapsebagai
dayatarik atau menarik perhatian ikan cakalang (Katsuwonus pelamis). pada pangkal tali
silinder terdapat kili-kili (swivel) sebagai mengikatuntuk menghindari kekusutan pada tali.
Dibagian mata pancing potongan dari tali-tali rafia berwarna merah yang membungkus
rumbai -rumbai tali merah juga berwarna dalam hal ini sebagai umpan tiruan. Pemilihan
warna merah ini disesuaikan dengan warna ikan umpan yang berwarna merah perak
sehingga menyerupai umpan hidup yang digunakan
2.8 Alat bantu penangkapan
Alat bantu lainnya yang digunakan dalam operasi penangkapan adalah sibu-sibu
merupakan alat yang digunakan untuk menebarkan umpan hidup ke laut dengan ukuran mata
jaring (mesh size) 0,5 - 0,75 cm dalam kantong antara 20 - 25 cm dan memiliki diameter mulut
kantong sekitar 10 - 14 cm. Pada bagian keliling mulut kantong terbuat dari bahan besi putih
(stainless) dengan diameter besi 20 mm. Pada bagian gagang dari sibu-sibu terbuat dari kayu
memiliki panjang 65 cm dan diameter pangkal 4 cm dan ujungnya 2 cm.
Selain sibu-sibu, juga digunakan ember untuk memindahkan umpan hidup dari bagan
ke bak umpan, dengan ukuran bagian atas 40 cm, untuk bagian bawah berukuran 25 cm dengan
berkapasitas 25 liter.
Bak penebaran umpan hidup digunakan untuk menampung umpan sementara
sebelum ditebarkan, bak penebaran ini terbuat dari bahan papan yang dilaminating dengan
fiberglass, tali berbentuk segi empat. Pada bagian atas mempunyai ukuran 60 x 56 cm, dan
untuk bagian bawah berukuran 42 x 44 cm dengan tinggi bak mencapai 45 cm
.
2.9 Daerah Penangkapan
Daerah penangkapan untuk jenis tuna kecil atau Bonito terbatas pada perairan
bersifat oceanis.Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) hidup bergerombol secara pelagis di
daerah perairan pantai sampai di laut bebas. Dae rahnya ditandai dengan keadaan air yang
jernih dan tidak berkarang, jauh dari muara sungai. Daerahnya merupakan perairan yang
tenang tidak bergelombang besar dan bukan daerah angin topan. Alat tangkap untuk
cakalang adalah pole and line atau di Maluku disebut Huhate. Daerah penangkapan ikan
cakalang yang terkenal ialah perairan Maluku di sekitar pulau Buru, pulau Seram, pulau
Ternate dan di laut Banda sampai sekitar kepulauan Tanimbar dan Aru (Usemahu dan
Tomasila, 2001). Ikan cakalang termasuk ikan pelagis besar, ikan kelompok pelagis ini
biasanya hidup di perairan yang relatif dalam. Pada perairan yang relatif dangkal, misalnya
di Laut Jawa, sangat jarang ditemukan ikan cakalang. Biasanya ikan cakalang hidup
perairan sekitar Indonesia tengah dan timur. Ikan cakalang juga dapat ditemukan di
perairan Samudera Hindia sebelah barat Sumstera dan selatan Jawa. Dari berbagai
penelitian dan pengamatan lapangan ikan cakalang biasa hidup pada permukaan samoai
kedalaman sekitar 200 m. Suhu perairan tempat cakalang biasanya berada berkisar antara
suhu permukaan sampai 200C di perairan subtropis dan tropis (Nainggolan, 2007).
2.10 Operasi Penangkapan Pole and Line
Teknik operasi penangkapan ikan menggunakan pole and line yaitu, setelah semua
persiapan telah dilakukan, termasuk penyediaan umpan hidup, maka dilakukan
pencarian gerombolan ikan oleh boy-boy atau Nakhoda pengintai yang tempatnya biasanya
dianjungan kapal, dan menggunakan teropong. Pengoperasian bisa juga dilakukan didekat
rumpon yang telah dipasang terlebih dahulu. Setelah menemukan gerombolan ikan harus
diketahui arah renang ikan tersebut baru kemudian mendekati gerombolan ikan tersebut.
Sementara pemancing sudah harus bersiap masing-masing pada sudut kiri kanan dan haluan
kapal.Cara mendekati ikan harus dari sisi kiri atau kanan dan bukan dari arah
belakang. Berdasarkan pengalaman atau keahlian memancing nelayan, pemancing kadang
dikelompokkan kedalam pemancing kelas I, II, dan III. Pemancing kelas I (lebih
berpengalaman) ditempatkan dihaluan kapal, pemancing kelas II ditempatkan disamping
kapal, dekat kehaluan, sedangkan pemancing kelas III ke samping kapal agak jauh dari
haluan. Untuk memudahkan pemancingan, maka pada kapal Pole and line dikenal adanya
”flying deck” atau tempat pemancingan. Hal yang perlu diperhatikan pada saat
pemancingan adalah menghindarkanikan yang telah terpancing jatuh kembali ke laut. Hal
ini akan mengakibatkan gerombolan ikan yang ada akan melarikan diri ke kedalaman yang
lebih dalam dan meninggalkan kapal, sehingga mencari lagi gerombolan ikan yang baru
tentu mengambil waktu. Waktu operasi penangkapan huhate dimulai dari pagi sampai sore
hari (06.00–19.00). Pengoperasian dilakukan pada gerombolan ikan tuna, cakalang atau
tongkol. Gerombolan ikan tersebut kemudian dirangsang dengan lemparan ikan umpan
hidup dan semprotan air supaya mendekat kapal. Setelah ikan-ikan berada pada lahan
penangkapan kemudian dilakukan penangkapan atau pemancingan dengan menggunakan
joran, tali dan mata pancing. Pancing yang digunakan jenis pancing tanpa kait balik
sehingga ikan yang tertangkap akan mudah dilepaskan. Sedangkan jenis pancing berkait
digunakan apabila ikan target tidak dapat dipancing dengan menggunakan jenis pancing
tanpa kait balik. Jenis-jenis ikan Tuna, Cakalang dan Tongkol merupakan hasil tangkapan
utama dari alat tangkap pole and line (Sudirman dan Mallawa, 2000).
2.11 Tingkah laku ikan
Tingkah laku ikan merupakan pergerakan ikan dan respon ikan terhadap keadaan
yang ada pada lingkungannya, dapat dipengaruhi oleh adanya perubahan yang terjadi pada
perairandan kebiasaan ikan. Dalam dunia penangkapan, ikan dapat tertarik dengan alat
pengumpul ikan yang digunakan sebagai alat bantu. Adapun factor yangmempengaruhi
tingkah laku ikan yaitu :
1. Suhu air laut.
2. pengaruh arus.
3. pengaruh cahaya.
4. Salinitas.
5. Oksigen terlarut.
6. Nutrient.
7. Upwelling.
8. Plankton dan Bentos.

2.11.1 Tingkah laku Ikan Cakalang (Katsuwanus pelamis)


Cakalang biasanya membentuk gerombolan (schooling) pada saat ikan tersebut aktif
mencari makanan. Bila ikan tersebut aktif mencari makan, maka gerombolan tersebut
bergerak dengan cepat sambil melocat-loncat di permukaan air (Amiruddin, 1993).
Penyebaran Cakalang dikawasan barat Samudera Pasifik melebar dari lintang
utara ke lintang selatan tetapi menyempit di kawasan timur karena terbatasnya
penyebaran air hangat yang cocok untuk pemijahan oleh arusdingin yang mengalir
menuju kawasan tropik di kedua belah bumi di Samudera Hindia, penyebaran ikan
Cakalang melebar menuju selatan ke arah ujung selatan benua Afrika, sekitar 36o LS.
Ada tiga alasan utama yang menyebabkan beberapa jenis ikan melakukan migrasi
yaitu :

1. Mencari perairan yang kaya akan makanan


2. Mencari tempat untuk memijah; dan
3. Terjadinya perubahan beberapa faktor lingkungan perairan seperti suhu air,salinitas dan
arus (Nikolsky, 1963).
Ikan Cakalang bersifat epipelagis dan oseanik, peruaya jarak jauh. Cakalang
sangat menyenangi daerah dimana terjadi pertemuan arus atau arus konvergensi yang
banyak terjadi pada daerah yang mempunyai banyak pulau. Selain itu, Cakalang juga
menyenangi pertemuan antara arus panas dan arus dingin serta daerah upwelling
Penyebaran Cakalang secara vertikal terdapat mulai daripermukaan sampai kedalaman 260
m pada siang hari, sedangkan pada malam hari akan menuju permukaan, penyebaran
geografis Cakalang terdapat terutama pada perairan tropis dan perairan panas di daerah
lintang sedang.
2.12 Produksi Tahunan Ikan Cakalang
2.12.1 Tangkapan Pt Radios Apirja
Hasil tangkapan ikan cakalang pada PTRadios Apirja selama periode tahun 2009
sampai2014 diketahui pada bulan Januari sebesar5.843.394 kg, bulan Januari sebesar
731.732 Kg,bulan Februari sebesar 599.231, bulan Maret sebesar 857.368 kg, bulan April
sebesar 541.025 kg, bulan Mei sebesar 488.080 kg, bulan Juni sebesar 245.446 kg, bulan
Juli sebesar 134.162 kg, bulan Agustus sebesar 228.880 kg, bulan September sebesar
434.847 kg, bulan Oktober sebesar 379.731 kg, bulan November sebesar 739.083 kg, bulan
Desember sebesar 463.809 kg. Hasil tangkapan tertinggi selama lima tahun (2009-2014)
dicapai pada bulan Maret sebesar 857.368 kg dan yang terendah pada bulan Juli sebesar
134.162 kg.
Data tangkapan setiap periode bulan dari masing-masing kapal yang diamati,
berdasarkan data dan informasi dari Pelabuhan Perikanan Samudera Bitung, dapat dilihat
KM. Sari Usaha 09 sejak bulan Januari s/d November 2016 beroperasi sebanyak 26 trip
dengan total tangkapan 927.721 kg. KM. Sinar 02 sejak bulan Januari s/d November 2016
beroperasi sebanyak 24 trip dengan total tangkapan 911.927 kg. KM. Berkat Karunia sejak
bulan Januari s/d November 2016 beroperasi sebanyak 37 trip dengan total tangkapan
1.428.093 kg. KM. Baku Sayang – 02 sejak bulan Januari s/d November 2016 beroperasi
sebanyak 27 trip dengan total tangkapan 795.898 kg. KM. Baku Sayang-03 sejak bulan
Januari s/d November 2016 beroperasi sebanyak 22 trip dengan total tangkapan 867.852 kg.
KM. Wahyu sejak bulan Januari s/d November 2016 beroperasi sebanyak 31 trip dengan
total tangkapan 1.145.509 kg. KM. Bitung Raya-01 sejak bulan Januari s/d November 2016
beroperasi sebanyak 25 trip dengan total tangkapan 814.488 kg. KM. Bitung Raya-03 sejak
bulan Januari s/d November 2016 beroperasi sebanyak 26 trip dengan total tangkapan
1.030.800 kg.
2.12.2 Tangkapan Pelabuhan Bitung
Total tangkapan yang didapatkan oleh 8 kapal pole and line yang berpangkalan di
Pelabuhan Perikanan Samudera Bitung adalah 7.922.288 kg ikan cakalang (Katsuwonus
pelamis) dan beroperasi sebanyak 218 trip dari bulan Januari s/d November 2016.
2.12.3 Tangkapan Pelabuhan Labuhan Lombok
Tahun 2013 hingga 2015 mengalami penurunan dan peningkatan yang signifikan
pada Tahun 2016. Meningkatnya kegiatan penangkapan pada Tahun 2016 oleh armada-
armada kapal dari luar Pulau Lombok menyebabkan produksi penangkapan ikan pada
Tahun 2016 meningkat signifikan sehingga dapat dihitung rata-rata produksi penangkapan
ikan per tahun dari Tahun 2013 hingga Tahun 2014 sebesar 694.754 kilogram per tahun.
BAB III
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Pengambilan data tugas akhir yang dilakukan kurang lebih 2 bulan mulai
dari tanggal 20 Juli sampai tanggal 18 Agustus bertempat di Dermaga labuhan Lombok
Kabupaten Lombok Timur.

3.2 Metode pengambilan Data


Penysunan tugas akhir ini dilakukan berdasarkan data yang dikumpulkan selama
kegiatan, antara lain :
1.Interiew atau wawancara langsung dengan pembimbing lapangan.
2. Observasi atau pengamatan langsung dengan cara berperan aktip selama kegiatan
berlangsung.
3. Dokumentasi berupa Foto- Foto.
4. Data sekunder dari bahan – bahan literature.
3.3 Analisis Data
Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui dan Menganalisis Penanganan Ikan
Di Kapal Pole And Line Di Labuhan Lombok Kabupaten Lombok Timur.
KATA PENGANTAR

‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬

Puji syukur kehadirat Allah SWT, penulis panjatkan karena dengan ijinNya jualah, Skripsi
yang berjudul “MENGANALISIS PENANGANAN IKAN DI KAPAL POLE AND LINE DI
LABUHAN LOMBOK KABUPATEN LOMBOK TIMUR” dapat terselesaikan dengan baik.
Shalawat dan salam dihaturkan kepada baginda Rasulullah SAW dan semoga mendapat
syafa’atnya. Amin.
Skripsi ini dapat terselesaikan atas bantuan dan kerjasama semua pihak, baik langsung
maupun tidak langsung yang berkaitan dengan judul Proposal Penelitian ini. Untuk itu
izinkanlah penulis menyampaikan terima kasih kepada:

Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu
penulis mengharapkan adanya masukan dan saran dari berbagai pihak demi kesempurnaan
Skripsi ini.

Akhirnya penulis berharap agar Skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan
ilmu pengetahuan, khususnya upaya untuk meningkatkan kompetensi mengajar yang pada
gilirannya dapat meningkatkan minat belajar bagi peserta didik. Semoga Allah SWT.
melindungi dan meridhoiNya, Amin.

Wallahul muwaffiqu walhadi ila sabilirrosyad.

Selong, 28 September 2021

Penulis,
M ARIYA JUNI ARTANA

Anda mungkin juga menyukai