PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perikanan tangkap merupakan salah satu sektor bidang perikanan yang cukup
menjanjikan indonesia dengan potensi sumber daya alam perairan yang melimpah
merupakan peluang yang sangat baik. Banyak spesies ikan ekonomis penting yang berada
di indonesia,antara lain Tuna dan Cakalang. Komoditi ini sangat dilirik pasar, baik secara
lokal maupun internasional. Dalam upaya memanfaatkan potensi ikan plagis
tersebut,tentunya membutuhkan sarana dan prasarana yang menunjang penangkapan
tersebut. Pole and line adalah salah satu jenis alat penangkap ikan laut yang biasa dilakukan
oleh nelayan karena memiliki potensi jenis ikan plagis atau ikan permukaan yang cukup
besar dan memiliki nilai ekonomis tinggi.
Huhate (pole and line) adalah alat tangkap yangterdiri atas joran atau bambu, tali
pancing dan matapancing. Alat tangkap ini khusus dipakai untuk menangkap cakalang
(Katsuwonus pelamis).Alat inisering disebut pancing cakalang (Diniah et al., 2001).Alat
tangkap ini cukup berkembang di kawasan timur Indonesia terutama di Bitung pada tahun
1970-an,sejak didirikan perusahaan milik negara yaitu PT.Perikani. Sejak dikembangkan
joint venture penangkapantuna (Thunnus) dan cakalang (Katsuwonus pelamis) di perairan
Laut Sulawesi dan di sekitar dengan menggunakan pukat cincin (purse seine) pada akhir
tahun 1990 antara Indonesia dan Philipina, perikananhuhate dan mini huhate (funai) kurang
berkembang. Pukat cincin yang beroperasi dari Philipinamenggunakan rumpon laut dalam
yang tersebar di seluruh perairan Laut Sulawesi dan di sekitar sepertimemagari perairan
tersebut. Kapal-kapal huhate yang memiliki gross konase kurang dari 3 GT dan kapal - kapal
funai banyak yang tidak beroperasi karena sulit menangkap ikan tuna (Thunnus) dan
cakalang (Katsuwonus pelamis). Hal ini, dikarenakan dampak dari pemasangan rumpon
yang dilakukan oleh Philipina di mana ikan-ikan tuna (Thunnus) dan cakalang
(Katsuwonus pelamis) yang dahulu banyak berada di sekitar perairan pantai, sekarang
sudah jarang karena tertahan oleh rumpon-rumpon tersebut. Untuk menyiasati hal tersebut,
nelayan-nelayan huhatemulaimembangun kapal-kapal yang berukuran besar sampai dengan
60 GT bahkan lebih sehingga dapat beroperasi di luar rumpon sampai dengan keperairan
Laut Maluku, Teluk Tomini, dan di sekitar.
Ikan adalah salah satu hasil perairan yang sudah lama dikenal peradaban, banyak
dicari orang, tetapi ikan ini termasuk jenis pangan yang paling cepat menurun kesegarannya
dan cepat membusuk pada suhu kamar, yang dapat mengakibatkan kerugian besar secara
nilai gizi, mutu kesegaran dan nilai uang. Ikan hasil tangkapan yang pasti akan mengalami
proses penurunan mutu (deteriorasi) ini, berlainan atau berbeda antar species yang satu
dengan species yang lainnya. Penguasaan akan ilmu dan pengetahuan yang menyangkut
perubahan-perubahan yang menjurus ke arah penurunan mutu kesegaran yang dialami
species ikan setelah dipanen serta semua faktor-faktor penyebab penurunan mutu,
dimanfaatkan manusia untuk mencegah penurunan mutu dengan cara menerapkan teknik
pengawetan, terutama cara pendinginan dan pembekuan.
Penanganan ikan yang baik adalah semua kegiatan yang dilakukan terhadap ikan
sejak ditangkap, diatas kapal, di darat dan pada saat distribusi hingga sampai ke tangan
konsumen atau siap untuk diolah. Adapun tujuannya adalh untuk mempertahankan
kesegaran ikan selama mungkin agar tidak rusak dan tetap bernilai gizi tinggi.
Penanganan ikan hasil tangkapan pada prinsipnya terjadi di dua tempat, yaitu : (1) ketika
ikan masih berada di atas kapal, (2) ketika ikan sudah didaratkan di pelabuhan. Perlu
diketahui bahwa penanganan di pelabuhan merupakan satu mata rantai yang tidak bisa
dipisahkan satu dengan yang lainnya karena penanganan sebelumnya akan mempengaruhi
mutu hasil dari produk hasil tangkapan.
Hasil tangkapan ikan cakalang pada PTRadios Apirja selama periode tahun 2009
sampai2014 diketahui pada bulan Januari sebesar5.843.394 kg, bulan Januari sebesar
731.732 Kg,bulan Februari sebesar 599.231, bulan Maret sebesar 857.368 kg, bulan April
sebesar 541.025 kg, bulan Mei sebesar 488.080 kg, bulan Juni sebesar 245.446 kg, bulan
Juli sebesar 134.162 kg, bulan Agustus sebesar 228.880 kg, bulan September sebesar
434.847 kg, bulan Oktober sebesar 379.731 kg, bulan November sebesar 739.083 kg, bulan
Desember sebesar 463.809 kg. Hasil tangkapan tertinggi selama lima tahun (2009-2014)
dicapai pada bulan Maret sebesar 857.368 kg dan yang terendah pada bulan Juli sebesar
134.162 kg.
Data tangkapan setiap periode bulan dari masing-masing kapal yang diamati,
berdasarkan data dan informasi dari Pelabuhan Perikanan Samudera Bitung, dapat dilihat
KM. Sari Usaha 09 sejak bulan Januari s/d November 2016 beroperasi sebanyak 26 trip
dengan total tangkapan 927.721 kg. KM. Sinar 02 sejak bulan Januari s/d November 2016
beroperasi sebanyak 24 trip dengan total tangkapan 911.927 kg. KM. Berkat Karunia sejak
bulan Januari s/d November 2016 beroperasi sebanyak 37 trip dengan total tangkapan
1.428.093 kg. KM. Baku Sayang – 02 sejak bulan Januari s/d November 2016 beroperasi
sebanyak 27 trip dengan total tangkapan 795.898 kg. KM. Baku Sayang-03 sejak bulan
Januari s/d November 2016 beroperasi sebanyak 22 trip dengan total tangkapan 867.852 kg.
KM. Wahyu sejak bulan Januari s/d November 2016 beroperasi sebanyak 31 trip dengan
total tangkapan 1.145.509 kg. KM. Bitung Raya-01 sejak bulan Januari s/d November 2016
beroperasi sebanyak 25 trip dengan total tangkapan 814.488 kg. KM. Bitung Raya-03 sejak
bulan Januari s/d November 2016 beroperasi sebanyak 26 trip dengan total tangkapan
1.030.800 kg.
Total tangkapan yang didapatkan oleh 8 kapal pole and line yang berpangkalan di
Pelabuhan Perikanan Samudera Bitung adalah 7.922.288 kg ikan cakalang (Katsuwonus
pelamis) dan beroperasi sebanyak 218 trip dari bulan Januari s/d November 2016.
Menurut dinas kelautan dan perikanan ( 2017) PPP labuhan Lombok tepatnya
terletak di jalan raya sambelia kilometer 3, labuhan Lombok, Kabupaten Lombok timur
Nusa Tenggara Barat yang berjarak 75 kilometer dari Kota (Mataram ) Ibukota Provinsi
Nusa Tenggara Barat dan 43 Kilometer dari ( Selong ) Kabupaten Lombok Timur.
PPP Labuhan Lombok memliki letak geografis dekat dengan Gunung Rinjani yang
cukup subur tanahnya. Fasilitas – fasilitas yang ada di PPP Labuhan Lombok cukup
memadai tetapi kurangnya perawatan terhadap fasilitas yang tersedia membuat pelayanan
dalam menunjang kegiatan penangkapankurang optimal. Fasilitas - fasilitas tersebut
diantaranya adalah fasilitas pokok seperti dermaga pelabuhan, kolam pelabuha dan break
water, fasilitas fungsional seperti Tempat pelelangan ikan (TPI) , pabrik es,tempat
docking,dan stasiun bahan bakar sedangkan untuk fasilitas penunjang diantaranya toilet dan
tempat ibadah.
Masyarakat nelayan Yang ada di PPP Labuhan Lombok rata –rata berasal dari luar
pulau Lombok. Hampir lebih dari 6% nelayan yang ada di PPP Labuhan Lombok berasal
dari pulau Sulawesi utara, Nusa Tenggara Timur dan Flores. Data jumlah nelayan yang ada
di PPP Labuhan Lombok kurang lebih sebesar 595 pada tahun 215 yang terdiri dari nelayan
asli Pulau Lombok dan 36 nelayan pendatang.
No Tahun Produksi (KG
1 2013 703,589
2 2014 698,84
3 2015 638,347
4 2016 738,996
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sejarah Perkembangan Pole And Line
Pada mulanya perikanan pancing yang digunakan hanya berupa skala kecil yang
dioprasikan menggunakan kapal kecil dengan menggunakan sebagai mata pancing yang
terbatas, namun dewasa ini banyak dijumpai jenis perikanan industri yang menggunakan
kapal besar dengan ribuan mata pancing yang melakukan penangkapan bukan hanya di
wilayah pantai namun juga mengarah ke laut lepas utamanya untuk menangkap ikan tuna
Gunarso (1996).
Pole and Line atau Huhate sangat sederhana desainnya, hanya terdiri dari joran, tali
dan mata pancing yang tidak berkait balik. Namun, dalam pengoperasiannya sangatlah
kompleks karena memerlukan umpan hidup untuk merangsang kebiasaan menyambar
mangsa pada ikan target. Ikan yang menjadi. tujuan penangkapan Pole and Line adalah
ikan cakalang (Katsuwonus pelamis), Monintja (1968), mengatakan bahwa pada prinsipnya
alat tangkap pole and line terdiri dari tiga bagian yakni : tangkai pancing (pole), tali
pancing (line) dan mata pancing (hookless).Sultan (1991) menyatakan,penangkapan ikan
cakalang dengan alat tangkap huhate berkembang di jepang sejak tahun 1919, kemudian di
kenal pula di California, Amerika, dimana Data menggunakan. Pada tahun1950, sekitar
70% dari seluruh penangkapan ikan di Amerika, dihasilkan oleh Pole and Line, sedangkan
di jepang,tahun 1954-1958 hampir 100% hasi tangkapan menggunakan Pole and line.
2.2 Defenisi Pole And Line
Huhate atau sering disebut dengan pole and line adalah alat tangkap yang
menggunkan tongkat/joran (pole) dan tali (line). Huhate termasuk alat tangkap yang selektif
karena pada umumnya hanya menangkap ikan cakalang saja. Jika ditinjau dari cara
penangkapan dan pengopersian alat, huhate termasuk alat tangkap yang ramah lingkungan.
Ikan yang menjadi target tangkapan huhate adalah ikan pelagis besar, yaitu cakalang
(skipjack). Ada kalanya tuna berukuran kecil, sekitar 5-10 kg, juga tertangkap.Di Indonesia
huhate pada umumnya dioperasikan di kawasan perairan Indonesia tengah dan timur. Di
kawasan perairan Indonesia barat, pancing huhate jarang digunakan oleh para nelayan
(Nainggolan, 2007).
Menurut Usemahu (2001), penangkapan dengan huhate menggunakan umpan
berupa ikan-ikan kecil yang disukai oleh cakalang umpan yang digunakan adalah umpan
hidup. Oleh karena itu, kapal huhate selalu dilengkapi dengan palka ikanhidup untuk
mempertahankan umpan yang diangkut tetap hidup smapai di fishing ground. namun
uniknya, pada saat huhate dioperasikan, umpan tidak dipasang pada pancing. Umpan hidup
ditaburkan ke laut untuk menahan gerombolan ikan cakalang tetap berada disekitar kapal
penangkap sehingga gerombolan cakalang sibuk memakan umpan yang diberikan.
Gerombolan ikan harus dipertahankan sedekat mungkin dengan kapal sehingga dapat
dengan mudah ditangkap dengan menggunakan pancing huhate.
2.3 Kapal Pole And Line
Bentuk kapal pole and line sangat berperan penting dalam keberhasilan
penangkapan ikan ini, untuk itu kapal yang digunakan harus sesuai untuk pengoperasian.
Menurut Subani dan Barus (1989), ada beberapa ciri khusus bentuk kapal pole and line
diantaranya yaitu pertama pada bagian atas dek kapal bagian depan terdapat plataran (flat
form) yang digunakan sebagai tempat memancing,kedua dalam kapal harus tersedia bak-
bak untuk penyimpanan ikan umpan yang masih hidup, dan yang ketiga pada kapal pole
and line ini harus dilengkapi system semprotan air ( water splinkers system ) yang
dihubungkan dengan suatu pompa.Sedangkan tenaga pemancing jumlahnya bervariasi
misalnya saja untuk kapal ukuran 20 GT dengan kekuatan 40-60 HP. Kapal pole and line
adalah kapal dengan bentuk yang stream line dan mempunyai olah gerak kapal yang lincah
dan tergolong kapal yang mempunyai kecepatan service sedang yaitu diatas 10 knot dan
gerakan stabilitas yang baik untuk mengejar segerombolan ikan, yakni kapal tersebut
sambil olah gerak. Untuk pengoperasian alat tangkap pole and line ini dibutuhkan tenaga
anak buah kapal (ABK) berjumlah 22-26 orang, dengan ketentuan sebagai berikut : 1 orang
sebagai kapten, 1 motoris, 1-2 orang pelempar umpan, 1 orang sebagai koki dan sisanya
sebagai pemancing (Subani dan Barus, 1989).
Tangke dan Deni (2013), kapal pole and line adalah kapal ikan yang digunakan
khusus untuk menangkap ikan cakalang (katsuwonus pelamis). Sebagai kapal penangkap
dengan tipe alat tangkap ple and line, maka kapal ini dilengkapi dengan kontruksi khusus
yaitu :
1. Flaying deck adalah deck yang dibuat agak menonjol di bagian haluan kapal
dan merupakan tempat duduk bagi para pemancing, sehingga para pemancing
dapat menggerakkan pancing dengan bebas serta jangkauan pancingna lebih
jauh dari dinding kapal.
2. Platfrom adalah dinding sayap atau bagian yang menonjol dari deck kesisi
samping kapal, yang fungsinya hampir sama dengan flaying deck.
3. Bak umpan hidup di isi dengan air sebagai media untuk kelangsungan hidup
umpan yang akan digunakan dalam operasi penangkapan.
4. Instalasi pipa penyemprot air adalah susunan pipi-pipa air yang berfungsi untuk
menyemprotkan iar dengan bantuan pompa. Pipa-pipa ini dipasang pada sisi
kapal (platrom) dan terus tersambung pada (flaying deck). Penyemprotan air
dilakukan apabila kapal telah mendekati gerombolan ikan, pada saat
disemprotkan maka terjadilah percikan-percikan air di permukaan laut,
percikan-percikan ini berguna untuk menarik perhatian ikan serta sekaligus
melindungi para pemancing dan kapal dari pengelihatan ikan, selain itu manfaat
dari percikan air ini dapat menghemat penggunaan umpan hidup.
Menurut Hutama et al(2017), alat tangkap huhate merupakan salah satu alat tangkap
yang ramah lingkungan, ini dikarenakan hasil yang sangat selektif, sehingga
menjadikannya sebagai salah satu alat tangkap yang direkomendasikan untuk digunakan.
Keberadaan alat tangkap tersebut belum maxsimal digunakan karena ada beberapa syarat
yang harus dipenuhi dalam proses penggunaanya, mulai dari syarat pemancing dalam hal
ini pemancing harus berpengalaman dalam menyiapkan umpan.
Puji syukur kehadirat Allah SWT, penulis panjatkan karena dengan ijinNya jualah, Skripsi
yang berjudul “MENGANALISIS PENANGANAN IKAN DI KAPAL POLE AND LINE DI
LABUHAN LOMBOK KABUPATEN LOMBOK TIMUR” dapat terselesaikan dengan baik.
Shalawat dan salam dihaturkan kepada baginda Rasulullah SAW dan semoga mendapat
syafa’atnya. Amin.
Skripsi ini dapat terselesaikan atas bantuan dan kerjasama semua pihak, baik langsung
maupun tidak langsung yang berkaitan dengan judul Proposal Penelitian ini. Untuk itu
izinkanlah penulis menyampaikan terima kasih kepada:
Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu
penulis mengharapkan adanya masukan dan saran dari berbagai pihak demi kesempurnaan
Skripsi ini.
Akhirnya penulis berharap agar Skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan
ilmu pengetahuan, khususnya upaya untuk meningkatkan kompetensi mengajar yang pada
gilirannya dapat meningkatkan minat belajar bagi peserta didik. Semoga Allah SWT.
melindungi dan meridhoiNya, Amin.
Penulis,
M ARIYA JUNI ARTANA