Anda di halaman 1dari 12

Maqam Syukur

Disusun untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah : Akhlak & Tasawuf
Dosen Pengampu : Dr. H. Farkhan M.Ag

Disusun Oleh :

Rifki azis ramadhan (202111061)

Septia indah sari (202111042)

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat dan
hidayatnya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
Maqam Syukur .

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari
Bapak Dosen Dr. H. Farkhan M.Ag pengampu Mata Kuliah Akhlak dan Tasawuf.
Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan mengenai
Maqam Syukur pada khususnya bagi para pembaca dan juga bagi penulis sendiri.
Kami mengucapkan terimakasih kepada Bapak selaku Dosen Dr. H. Farkhan M.Ag
pengampu Mata Kuliah Akhlak dan Tasawuf yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan.

Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membagi
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami
menyadari makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Bumi berputar, musim berganti, zaman beredar dan manusia yang mendiami
planet bumipun semakin banyak dan sarat dengan variasi . Allah sangat
sayangterhadap makhluk ciptaan- Nya ini. Bumi dihamparkannya dengan
tanaman, udarayang bersih, hewan peliharaan, ada air sungai, danau, lautan dan
gunung yang saratdengan rahasia, semuanya dikhidmatkan dan diperuntukan
bagi kelangsungankehidupan manusia.

Hamba yang baik dan senantiasa memelihara kedekatanya dengan Allah SWTlalu
berusaha mensyukuri setiap nikmat dan karunia Allah SWT, niscaya akan Allah
beri sesuatu yang lebih bernilai dan bermanfaat, baik berupa kenikmatan
dankeberkahan hdup di dunia maupun di akhirat. Sebaliknya, jika ia
menelantarkan rasasyukur kepada Allah, maka Dia akan mencabut nikmat
tersebut dan menggantinyadengan sesuatu yang lebih buruk sebagai bentuk azab
atas kufur nikmat.

.Kenikmatan akan senantiasa langgeng dengan disyukuri, bahkan terus bertambah


dan tidak pernah putus hingga rasa syukur terhenti. Kenikmatan apapun
bentuknya merupakan karunia Allah yang harus disyukuri.Manusia secara kodrati
memang tidak pernah puas. Jika diberi segunung emas,dia akan minta dua buah
gunung. Demikian seterusnya, maka kapan ia puas? Kapan ia bersyukur. Disinilah
pentingnya menanamkan dan memahami sifat syukur kepada Allah
B. Perumusan Masalah

.Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan hal-hal yang akan
menjadi bahan pembahasan dari makalah ini, yaitu:

1.Apa yang dimaksud dengan syukur?

2. Bagaimana hakikat syukur?

3.Bagaimana pandangan ahli tentang syukur?

4.Bagaimana Cara Bersyukur ?

C. Tujuan

1. Mengetahui pengertian Syukur

2. Mengetahui hakikat Syukur

3. Mengetahui pandangan para ahli tentang syukur

4. Mengetahui Cara Bersyukur


PEMBAHASAN

1. Pengertian Syukur

Pengertian syukur secara terminology berasal dari kata bahasa Arab, yang berarti
berterima kasih kepada atau berati pujian atau ucapan terima kasih atau
peryataan terima kasih. Sedangkan dalam kamus besar bahasa Indonesia syukur
memiliki dua arti yang pertama, syukur berarti rasa berterima kasih kepada Allah
dan yang kedua, syukur berarti untunglah atau merasa lega atau senang .
Sedangkan salah satu kutipan lain menjelaskan bahwa syukur adalah gambaran
dalam benak tetang nikmat dan menampakkannya ke permukaan.

Lain hal dengan sebagaian ulama yang menjelaskan syukur berasal dari kata
‘’syakara’’ yang berarti membuka yang dilawan dengan kata ‘’kufur’’ yang berarti
‘’menutup atau melupakan segala nikmat dan menutup-nutupinya. Hal ini
berdasarkan ayat 7 surat Ibrahim sbb : [14:7] Dan (ingatlah juga), tatkala
Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan
menambah (ni’mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni’mat-Ku), maka
sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. Serta dalam surat An-Naml ayat 40 yang
dilakukan oleh nabi sulaiman as sbb: [27:40] Berkatalah seorang yang mempunyai
ilmu dari AI Kitab: “Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum
matamu berkedip”. Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di
hadapannya, iapun berkata: “Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku
apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan ni’mat-Nya). Dan barangsiapa yang
bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan
barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha
Mulia”. Jadi hakikat syukur yang sebenarnya adalah ‘’ menampakan nikmat
dengan artian bahwa syukur adalah menggunakan pada tempat dan sesuai
dengan yang dikehendaki oleh pemeberinya yaitu Allah SWT.

2. Hakikat Syukur

Para ulama menjelaskan bahwa hakikat syukur adalah pengakuan seorang hamba
akan karunia Allah, dengan penuh ketulusan, ketundukan dan rasa cinta.Sehingga
barang siapa yang tidak menyadari nikmat, maka ia belum dianggap bersyukur.
Begitu pula orang yang sudah menyadari nikmat, namun tidak tahu siapakah yang
mengaruniakan nikmat tersebut, maka ia juga belum dianggap bersyukur.
Sedangkan orang yang sudah menyadari nikmat dan mengetahui siapa yang
mengaruniakannya, namun ia mengingkari hal tersebut; maka ia pun belum
dianggap bersyukur.Adapun orang yang sudah menyadari nikmat dan mengetahui
Sang pemberi nikmat serta mengakui-Nya, tetapi ia tidak patuh dan cinta pada-
Nya; maka ia juga belum dianggap bersyukur. Orang yang sudah menyadari
nikmat dan mengetahui Sang pemberi nikmat serta mengakui-Nya, juga ia patuh
dan cinta pada-Nya; inilah orang yang dianggap telah bersyukur.

3. Pandangan Ahli Tentang Syukur

Menurut Imâm al-Ghazâlî syukur termasuk maqam yang tinggi. Maqam


syukur lebih tinggi dari sabar, khauf, zuhud dan maqam-maqam lainnya yang
telah disebutkan sebelumnya. Sebab, maqam-maqam itu tidak diproyeksikan
untuk diri sendiri, tetapi untuk pihak lain. Sabar misalnya, ditujukan untuk
menaklukkan hawa nafsu, khauf merupakan cambuk yang menggiring orang yang
takut menuju maqam-maqam yang terpuji, dan zuhud merupakan sikap
melepaskan diri dari ikatan-ikatan hubungan yang bisa melupakan Allah Swt.
Sedangkan syukur itu dimaksudkan untuk diri sendiri, karenanya, la tidak terputus
di dalam surga. Sedangkan maqam-maqam lainnya, taubat, khauf, sabar dan
zuhud tidak ada lagi di surga. Maqam-maqam itu telah terputus dan habis masa
berlakunya. Beda dengan syukur, la abadi di dalam surga.Itulah sebabnya Allah
Swt.berfirman:

)۱۰ :‫ (يونس‬. َ‫اخ ُر َد ْع َواهُ ْم اَ ِن ْال َح ْم ُد ِهللِ َربِّ ْال َعال َِم ْين‬
ِ ‫َو َء‬

"Dan penutup doa mereka (penghuni surga) ialah, 'Al-Hamd lillâh Rab al-‘Âlamîn
(Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam)’. " (Q.S. Yûnus: 10).

Imâm al-Ghazâlî berkata, setiap orang akan mengetahui hal tersebut, jika telah
memahami hakikat tentang syukur yang terdiri dari tiga rukun: ilmu dan amal.

a. Ilmu.

Ilmu dalam konteks ini berarti mengetahui dan mengerti tentang nikmat dan Dzat
Pemberi nikmat. Seluruh nikmat berasal dari Allah Swt., Dia-lah Yang Maha
Tunggal. Seluruh perantaranya merupakan obyek yang ditundukkan. Pengetahuan
dan pengertian semacam ini ada di belakang penyucian dan tauhid. Keduanya
masuk dalam kategori syukur bahkan tahap pertama dalam pengertian atau
pengenalan iman adalah penyucian (taqdis).[109]

Jika telah mengenal Dzat Yang Qudus, Anda telah tahu bahwa Yang Qudus itu
tiada lain hanyalah Dzat Yang Esa, maka inilah yang disebut tauhid. Kemudian, jika
seseorang telah mengerti bahwa seluruh yang ada di alam semesta ini merupakan
ciptaan dari Dzat Yang Maha Tunggal itu, dan seluruhnya merupakan nikmat dari-
Nya, maka itulah yang disebut pujian (al-Hamd). Yang demikian itu, karena
penyucian dan pentauhidan, sekaligus masuk dalam lingkup pujian terhadap Allah
SWT.Tingkah laku ruhani ini merupakan buah dari pengetahuan di atas. Yaitu, rasa
syukur kepada Sang Pemberi nikmat yang disertai dengan ketundukan dan
pengagungan.

b. Amal.

Artinya, dengan nikmat tersebut untuk mencintai-Nya, bukan durhaka kepada-


Nya. Yang demikian ini, hanya dipahami orang yang mengenal hikmah Allah
kepada seluruh makhluk-Nya. Misalnya seseorang mengetahui bahwa mata
adalah nikmat dari Allah. Mensyukuri mata adalah menggunakannya untuk
menelaah Kitab Allah, untuk mengkaji ilmu pengetahuan, melakukan studi dan
riset tentang langit dan bumi, agar dia mampu menyerap pelajaran darinya dan
mengagungkan Sang Penciptanya. Dia juga harus menutupi matanya dari segala
bentuk aurat kaum Muslimin.
Kemudian menggunakan telinganya untuk menyimak peringatan dan segala hal
yang bermanfaat di akhirat nanti, berpaling dari aktivitas mendengarkan kata-kata
keji dan berlebihan.

Menggunakan lisan untuk berdzikir dan memuji Allah, sebagai rasa syukur tanpa
keluhan. Sebab, orang yang ditanya tentang keadaannya, lalu mengeluh, maka dia
itu tergolong pelaku maksiat. Karena dia mengadukan milik Sang Maha Raja
kepada seorang budak hina yang tidak dapat berbuat apapun. Sebaliknya, bila
bersyukur, maka dia tergolong orang taat. Mensyukuri hati, berarti
menggunakannya untuk berpikir, bertafakur, dzikir, berma'rifat, merahasiakan
kebaikan dan niat yang baik. Demikian pula dengan tangan, kaki dan seluruh
anggota tubuh, seluruh harta-benda dan hal-hal lainnya yang tidak terbatas.
Demikianlah sedikit penjelasan Imâm al-Ghazâlî dalam bab syukur dalam kitab Al-
Arba´în fî Ushûl al-Dîn.

4. Cara Bersyukur

Imam Al Ghazali menerangkan bahwa bersyukur Allah dapat dilakukan dengan


empat cara yaitu dikutip dari buku Amalan Pembuka Rezeki tulisan Karya Haris
Priyatna, Lisdy Rahayu.

A . Bersyukur dengan hati


Bersyukur dengan hati yang dilakukan dengan menyadari bahwa segala
nikmat dan rezeki yang didapatkan sendiri-mata merupakan karunia dan
kemurahan Allah."Segala nikmat yang ada pada kamu (berasal) dari Allah." (QS
An-Nahl [16]: 53). Bersyukur dengan hati bisa membawa seseorang pada
menerima sikap karunia Allah, dengan penuh keikhlasan tanpa kecewa atau tidak
setuju bahwa kecilnya nikmat tersebut.

B. Bersyukur dengan lisan

Bila hati seseorang telah sangat yakin bahwa segala nikmat yang diperoleh
dari Allah SWT. Dia pasti akan mengucapkan Alhamdulillah (segala puji bagi Allah).
Oleh karena itu, jika mendapatkan nikmat dari seseorang lisannya tetap dapat
Allah. Karena mesti disadari bahwa itu hanya sekedar perantara Allah.

C. Bersyukur dengan tindakan

Bersyukur dengan tindakan nyata bahwa semua nikmat yang diperoleh harus
dimanfaatkan di jalan yang diridhaiNya.Muhammad SAW menjelaskan bahwa
Allah SWT sangat suka melihat nikmat yang diberikan kepada hambaNya dengan
cara dimanfaatkan sebaik-baik."Sesungguhnya Allah senang melihat atsar (bekas /
wujud) nikmatNya pada hambaNya," sabda Rasulullah.

Maksud dari hadis ini yaitu Allah sangat suka pada hamba-hambaNya yang
bersedia dan mengakui segala nikmat yang dilimpahkan kepadanya. Misalnya,
orang kaya yang siaplah membagi hartanya untuk zakat sedekah dan sebagainya.

D. Merawat kenikmatan
Apabila mendapatkan nikmat dari Allah SWT usahakan untuk merawatnya
agar tidak rusak. Hal ini seperti menjaga amanah dari Allah. Contohnya kita
memiliki tubuh yang sehat wajib menjaga agar tubuh tetap sehat dan terhindar
dari penyakit. Caranya tentu saja makan makanan yang halal dan baik.

KESIMPULAN

Pengertian syukur secara terminology berasal dari kata bahasa Arab, yang berarti
berterima kasih kepada atau berati pujian atau ucapan terima kasih atau
peryataan terima kasih. Sedangkan dalam kamus besar bahasa Indonesia syukur
memiliki dua arti yang pertama, syukur berarti rasa berterima kasih kepada Allah
dan yang kedua, syukur berarti untunglah atau merasa lega atau senang .
Sedangkan salah satu kutipan lain menjelaskan bahwa syukur adalah gambaran
dalam benak tetang nikmat dan menampakkannya ke permukaan.

Para ulama menjelaskan bahwa hakikat syukur adalah pengakuan seorang hamba
akan karunia Allah, dengan penuh ketulusan, ketundukan dan rasa cinta.Sehingga
barang siapa yang tidak menyadari nikmat, maka ia belum dianggap bersyukur.
Begitu pula orang yang sudah menyadari nikmat, namun tidak tahu siapakah yang
mengaruniakan nikmat tersebut, maka ia juga belum dianggap bersyukur.

Menurut Imâm al-Ghazâlî syukur termasuk maqam yang tinggi. Maqam syukur
lebih tinggi dari sabar, khauf, zuhud dan maqam-maqam lainnya yang telah
disebutkan sebelumnya. Sebab, maqam-maqam itu tidak diproyeksikan untuk diri
sendiri, tetapi untuk pihak lain. Sabar misalnya, ditujukan untuk menaklukkan
hawa nafsu, khauf merupakan cambuk yang menggiring orang yang takut menuju
maqam-maqam yang terpuji, dan zuhud merupakan sikap melepaskan diri dari
ikatan-ikatan hubungan yang bisa melupakan Allah Swt.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Ghazali. 1975 Ihya Ulumuddin. Bandung: DiponegoroAbidin, Zaenal.2009.

Mencari Kunci Rezeki yang Hilang. Jakarta: Menara Indo Pena.Al-Qur’an dan
terjemahnya.

Depdiknas. 2011. Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Jakarta: Gramedia.Handrianto, Budi. 2002. Kebeningan Hati Dan Pikiran.


Jakarta:Gema Insani .Http://Www.Nu.Or.Id/Post/Read/65115/Syukur-Sebagai-
Wujud-BertauhidIngathari . http:// ingathari.blogspot.com.Khalid,Abu. Kamus
Arab Al-Huda Arab

Indonesia. Surabaya: Fajar Mulya.Sayutialhandy.


http://sayutialhandi.blogspot.comSelamat, Kasmuri. 2005.

Rahmat di Balik Cobaan

. Jakarta: Kalam Mulia.

Anda mungkin juga menyukai