Anda di halaman 1dari 26

BAB I

LAPORAN KASUS

Nama            : Tn. S


Agama            : Islam
Umur            : 41 tahun               
Alamat            : Jl. Dg. Tata 3
Jenis Kelamin    : Laki-laki               
Pekerjaan         : wiraswasta   
Tgl. Pemeriksaan     : 3 Mei 2017
No RM         : 100810
               
1.1. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Penglihatan kabur pada kedua mata
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke Polik Mata Balai Kesehatan Mata dengan keluhan
penglihatan kabur pada kedua mata, keluhan dialami sejak ± 6 bulan yang lalu.
Keluhan dirasakan semakin lama semakin memberat. Penglihatan dirasakan
seperti ada bintik gelap dan sulit membaca. Silau (+), mata merah (-), air mata
berlebih (-), kotoran mata berlebih (-), nyeri (-), gatal (-), riwayat sering terpapar
debu dan matahari (-), riwayat merokok (+), riwayat trauma (-).
Riwayat penyakit terdahulu :
Riwayat penyakit diabetes mellitus (+) sejak 4 tahun. Riwayat
mengkonsumsi OHO (+) tidak teratur. Riwayat Hipertensi (-).

1.2. PEMERIKSAAN FISIS


A. Pemeriksaan Umum
1. Kesan                    : Sakit sedang
2. Kesadaran        : Compos mentis

1
3. Status gizi : Gizi cukup
4. Tekanan darah             : 120/80 mmHg

B. Pemeriksaan Khusus/ Status Oftalmologi


1. Visus : VOD : 5/60
VOS : 1/300

2. Segmen Anterior
Pemeriksaan OD OS
Palpebra Edema (-) Edema (-)
Silia Sekret (-) Sekret (-)
Apparatus Lakrimal Hiperlakrimasi (-) Hiperlakrimasi (-)
Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Kornea Jernih Jernih
Bilik Mata Depan Normal Normal
Iris Coklat, Krypte (+) Coklat, Krypte (+)
Pupil Bulat, sentral Bulat, sentral
RCL/RCTL +/+ +/+
Lensa Jernih Jernih

3. Kesejajaran Bola Mata


 Cover/uncover test : Normal
 Pergerakan bola mata   : Normal
4. Lapangan Pandang : Normal
5. Tes Buta Warna : Tidak diperiksa
6. Reflex fundus : (+)

7. Tekanan intra ocular


- Tonometri : TOD = 20 mmHg
TOS = 13 mmHg
1.4. PENUNJANG

2
 Slit Lamp
- SLOD : Palpebra edema (-), konjugtiva hiperemis (-), kornea tampak jernih,
BMD Normal, iris coklat; Krypte (+), pupil bulat; sentral, RCL/RCTL : +/+,
lensa jernih.
- SLOS : Palpebra edema (-), konjugtiva hiperemis (-), kornea tampak jernih,
BMD Normal, iris coklat; Krypte (+), pupil bulat; sentral, RCL/RCTL : +/+,
lensa jernih.
 Funduskopi
- FOD :
Reflex fundus (+), Papil N II berbatas tegas CDR 0,3
Arteri : vena = 2 : 2/3, macula: hard exudate (+), edema (+) makula
Retina : burn laser (+), blot dot (+), neovaskularisasi (+)
- FOS :
Reflex fundus (+), Papil N II berbatas tegas CDR 0,3
Arteri : vena = 2 : 2/3, macula: hard exudate (+), edema (+) makula
Retina : burn laser (+), blot dot (+) , neovaskularisasi (+)

3
OD OD OS

 Laboratorium
GDS : 240 mg/dl

1.5. RESUME

4
Tn. S usia 41 tahun datang ke Poli Balai Kesehatan Mata dengan keluhan
penurunan penglihatan pada kedua mata, dialami sejak ± 6 bulan yang lalu.
Penglihatan dirasakan seperti ada bintik gelap dan silau, pasien sulit membaca.
Riwayat penyakit diabetes mellitus (+) sejak 4 tahun, mengonsumsi OHO (+)
tidak teratur. Riwayat HT (-), riwayat merokok.
Pada pemeriksaan oftalmoskopi di dapatkan VOD 20/200 dan VOS 20/100,
SLODS dalam batas normal. Pada pemeriksaan funduskopi didapatkan; FODS :
Reflex fundus (+), Papil N II berbatas tegas CDR 0,3 Arteri : vena = 2 : 2/3. Macula:
hard exudate (+), edema (+) . Retina : burn laser (+), blot dot (+), neovaskularisasi
(+). Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan GDS 240 mg/dl

1.6. DIAGNOSA
 ODS Proliferatif Retinopati Diabetik

1.7. TERAPI
 Neurodex 2x1
 Cendo Lyters ED 4 dd gtt I ODS
 Kontrol gula darah
 Rencana Terapi : Panretinal Photocoagulation

1.8. PROGNOSIS
 Quo ad Sanationam       : Dubia
 Quo ad Functionam : Dubia
 Quo ad Vitam        : Dubia ad Bonam

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendahuluan

Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit kronik degeneratif tersering dengan


angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi di dunia. World Health Organization
(WHO) melaporkan bahwa Indonesia berada di urutan keempat Negara yang jumlah
penyandang DM terbanyak. Jumlah ini akan mencapai 21,3 juta pada tahun 2030.1

Retinopati adalah salah satu komplikasi mikrovaskular DM yang merupakan


penyebab utama kebutaan pada orang dewasa.1 Retinopati diabetik menjadi penyebab
utama kebutaan diseluruh dunia pada kelompok umur 20-60 tahun. Sekitar 2,5 juta
dari 50 juta orang buta di dunia disebabkan oleh retinopati diabetik.2

6
The DiabCare Asia 2008 Study melibatkan 1.785 penderita DM pada 18 pusat
kesehatan primer dan sekunder di Indonesia dan melaporkan bahwa 42% penderita
DM mengalami komplikasi retinopati, dan 6,4 % di antaranya merupakan retinopati
DM proliferatif.1

Kebutaan akibat retinopati DM menjadi masalah kesehatan yang diwaspadai


di dunia karena kebutaan akan menurunkan kualitas hidup dan produktivitas
penderita yang akhirnya menimbulkan beban sosial masyarakat. Masalah utama
dalam penanganan retinopati DM adalah keterlambatan diagnosis karena sebagian
besar penderita pada tahap awal tidak mengalami gangguan penglihatan.1

Deteksi dini dari retinopati DM sangat penting untuk mengurangi resiko


terjadinya kebutaan. Peranan dari dokter umum sangat diperlukan dalam deteksi dini
retinopati DM, kemudian melakukan tatalaksana awal serta merujuk ke dokter
spesialis mata. Apabila peranan tersebut terlaksana dengan baik, diharapkan resiko
kebutaan akibat retinopati DM dapat menurun. Oleh sebab itu, melalui tulisan ini
diharapkan pengetahuan dokter umum akan meningkat sehingga mampu berperan
optimal dalam diagnosis dan tata laksana retinopati DM.

2.2 Retina

Anatomi

Retina adalah bagian mata yang sensitif terhadap cahaya yang terletak di
segmen posterior mata. Retina merupakan struktur yang terorganisasi memberikan
informasi visual ditransmisikan melalui nervus optikus ke korteks visual. Retina
berkembang dari cawan optikus eksterna yang mengalami invaginasi mulai dari akhir
empat minggu usia janin.3
Bola mata orang dewasa memiliki diameter sekitar 22 mm - 24,2 mm
(diameter dari depan ke belakang). Bola mata anak ketika lahir berdiameter 16,5 mm
kemudian mencapai pertumbuhannya secara maksimal sampai umur 7-8 tahun. Dari

7
ukuran tersebut, retina menempati dua pertiga sampai tiga perempat bagian posterior
dalam bola mata. Total area retina 1.100 mm2.3
Retina mendapatkan vaskularisasi dari arteri oftalmika (cabang pertama dari
arteri karotis interna kanan dan kiri) dan arteri siliaris (berjalan bersama nervus
optikus). 3

Gambar 1 anatomi retina

Histologi
Permukaan luar retina berhubungan dengan koroid, sedangkan permukaan
dalamnya berhubungan dengan badan vitreous. Retina memiliki 10 lapisan, yang
terdiri dari (dari luar ke dalam):3,4
1. Epitel pigmen
2. Batang dan kerucut
3. Membran limitans eksterna
4. Lapisan inti luar
5. Lapisan pleksiform luar
6. Lapisan inti dalam
7. Lapisan pleksiform dalam
8. Lapisan sel ganglion
9. Lapisan serat saraf
10. Membran limitans interna

8
Gambar 2 histologi retina

Fisiologi

Retina adalah bagian mata yang paling kompleks dan paling sensitif terhadap
cahaya. Retina memiliki lapisan fotoreseptor berisi sel batang dan kerucut yang
memiliki peran dalam menangkap stimulus cahaya lalu mentransmisikan impuls
melalui nervus optikus ke korteks visual bagian oksipital.3
Fotoreseptor tersusun rapi pada bagian terluar avaskuler retina dan banyak
terjadi perubahan biokimia untuk proses melihat. Komposisi sel kerucut lebih banyak
pada bagian makula (fovea) dan sedikit pada bagian perifer, sedangkan sel batang
densitasnya tinggi pada bagian perifer dan sedikit pada bagian makula (fovea). Sel
kerucut berfungsi untuk melihat warna dan saat siang hari sehingga fovea
bertanggung jawab pada penglihatan warna dan cahaya banyak. Sel batang,
mengandung pigmen fotosensitif rhodopsin, berfungsi untuk melihat warna hitam-
putih dan saat malam hari sehingga bagian perifer bertanggung jawab untuk
penglihatan gelap pada malam hari.
Retina juga memiliki lapisan neural yang terdiri dari sel bipolar, sel ganglion,
sel horizontal, dan sel amakrin. Sel bipolar tersebar di retina dan bertugas
menghubungkan sel fotoreseptor (postsinaps sel batang dan kerucut) dan sel ganglion.
Sel ganglion memberikan akson yang akan bergabung dengan serabut nervus optikus

9
ke otak. Sel horizontal terletak pada lapisan pleksiform luar dan berfungsi sebagai
interkoneksi sel bipolar dengan sel bipolar lainnya.
Sel amakrin terletak pada lapisan pleksiform dalam dan berfungsi sebagai
penghubung sel bipolar dengan sel ganglion. Selain itu, retina juga memiliki sel glia
atau sel pendukung yang terdiri dari sel Muller, astrosit, dan sel mikroglia. Sel Muller
terletak pada lapisan inti dalam dan memberikan ketebalan ireguler yang memanjang
sampai ke lapisan pleksiform luar. Sel astrosit tertutup rapat pada lapisan serabut
saraf retina. Sel mikroglia berasal dari lapisan mesodermal dan bukan merupakan sel
neuroglia.

2.3 Definisi

Retinopati diabetik adalah suatu mikroangiopati progresif yang ditandai oleh


kerusakan dan sumbatan pembuluh-pembuluh halus, meliputi arteriol prekapiler,
retina, kapiler-kapiler dan vena-vena.5

Retinopati diabetik adalah kelainan retina yang ditemukan pada penderita


diabetes mellitus. Retinopati akibat diabetes mellitus lama berupa aneurisma mata,
melebarnya vena, perdarahan dan eksudat lemak.6

Gambar 3 retinopati diabetik

10
2.4 Epidemiologi

Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan yang paling sering di


jumpai, terutama di dunia barat. Kira-kira 1 dari 900 orang berusia 25 tahun
mengidap diabetes dan kira-kira 1 dari 25 orang berusia 60 tahun adalah penyandang
diabetes. Prevalensi retinopati diabetik proliferatif pada diabetes tipe 1 dengan lama
penyakit 15 tahun adalah 50 %. 5

2.5 Etiologi

Penyebab pasti retinopati diabetik belum diketahui pasti. Tetapi diyakini


bahwa lamanya terpapar pada hiperglikemi (kronis) menyebabkan perubahan
fisiologis dan biokimia yang akibatnya menyebabkan kerusakan endotel pembuluh
darah.7

2.6 Faktor Risiko

Faktor yang berpengaruh dalam kejadian retinopati diabetik adalah faktor


internal dan eksternal. Faktor internal yaitu umur dan jenis kelamin. Faktor eksternal
yaitu lama menderita DM, kadar gula darah, dislipidemia, obesitas, penggunaan
vitamin C dan E dosis tinggi, dan kontrol tekanan darah.8
Penelitian Klein and Moss (2010) menyebutkan bahwa laki-laki lebih banyak
menderita retinopati diabetik dibandingkan perempuan. Penelitian prospektif di
Amerika, menunjukkan dari 607 pasien retinopati diabetik, 535 diantaranya adalah
laki-laki (Sullivan, 2010). Kedua penelitian ini menyebutkan bahwa perempuan lebih
memperhatikan kontrol kadar gula darah jika dibandingkan dengan laki-laki. Kontrol
kadar gula darah merupakan faktor protektif dalam mencegah komplikasi lebih lanjut
dari DM.8

11
Penelitian Huang (2010) menyebutkan bahwa usia rata-rata penderita
retinopati diabetik adalah 66 tahun. Penelitian Klein and Moss (2010) menyebutkan
bahwa rata-rata usia penderita retinopati diabetik adalah 76 tahun. Penelitian di
Beijing menyebutkan bahwa usia rata-rata penderita retinopati diabetik adalah 74
tahun dan sebanyak 60% pasien DM tipe II berisiko mengalami retinopati diabetik
setelah 16 tahun8.
Pasien DM akan mengalami retinopati diabetik dalam jangka waktu yang
berbeda-beda. Lamanya pasien menderita DM berhubungan erat dengan peningkatan
prevalensi retinopati diabetik. Dua puluh lima hingga lima puluh persen pasien
insulin dependent diabetes melitus (IDDM) / DM tipe I akan mengalami retinopati
diabetik dalam jangka waktu 10-15 tahun, meningkat menjadi 75-95% setelah 15
tahun dan mencapai 100% setelah 30 tahun. Enam puluh persen pasien non insulin
dependent diabetes mellitus (NIDDM) / DM tipe II akan mengalami menunjukkan
tanda-tanda NPDR setelah 16 tahun.8
Kadar gula darah memegang peranan penting dalam timbulnya retinopati
diabetik. Gula darah yang tidak terkontrol akan menyebabkan seseorang lebih cepat
mengalami retinopati diabetik (American Academy of Ophthalmology and Staff,
2011-2012b). The Diabetes Control and Complication Trial (DCCT) dan United
Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS) menunjukkan bahwa kadar gula
darah yang terkontrol akan menurunkan risiko terjadinya retinopati diabetik. The
Diabetes Control and Complication Trial juga menunjukkan bahwa pengendalian
gula darah secara intensif akan mengurangi progresifitas retinopati diabetik ke arah
NPDR berat dan PDR. The Diabetes Control and Complication Trial pada tahun
2009 melakukan penelitian yang melibatkan 1441 pasien, melaporkan bahwa pasien
yang menjalani pengontrolan intensif akan menurunkan risiko terjadinya retinopati
diabetik, nefropati dan neuropati DM.8
Dislipidemia merupakan faktor risiko yang lain dari retinopati diabetik, tetapi
peranan spesifiknya pada retinopati diabetik belum jelas. Penelitian terbaru
menunjukkan bahwa ekspresi vascular cell adhesion molecule-1 (VCAM-1) basal

12
meningkat pada pembuluh darah retina tikus dengan hiperlipidemia, menunjukkan
bahwa hiperlipidemia merupakan penyebab inflamasi pada pembuluh darah retina.8
Obesitas juga dikatakan merupakan faktor risiko yang memperberat retinopati
diabetik. Obesitas ditentukan dari nilai indeks massa tubuh (IMT) seseorang.
Penelitian di India menemukan bahwa peningkatan indeks massa tubuh secara
signifikan berhubungan dengan penurunan tajam penglihatan dan peningkatan
keparahan retinopati diabetik pada pasien DM. Mekanisme patofisiologi yang
mendasari hubungan antara peningkatan IMT dengan retinopati diabetik belum jelas,
namun terdapat beberapa teori diantaranya melibatkan fungsi platelet, viskositas
darah, dan aktivitas aldosa reduktase.8

13
Vitamin C dan vitamin E dosis tinggi menurunkan risiko progresivitas
retinopati diabetik. Kedua vitamin tersebut memiliki efek antioksidan yang berperan
dalam menurunkan progresivitas retinopati diabetik. NPDR dan PDR merupakan
komplikasi DM dimana radikal bebas berperan dalam proses progresifitas penyakit.8

2.7 Patofisiologi
Hiperglikemi kronik mengawali perubahan patologis pada retinopati DM dan
terjadi melalui beberapa jalur. Pertama, hiperglikemi memicu terbentuknya reactive
oxygen intermediates (ROIs) dan advanced glycation end product (AGEs). ROIs dan
AGEs merusak perisit dan endotel pembuluh darah serta merangsang pelepasan
faktor vasoaktif seperti nitric oxide (NO), prostasiklin, insulin-like growth factor-1
(IGF-1), dan endotelin yang akan memperparah kerusakan.1

Kedua, hiperglikemi kronik mengaktifkan jalur poliol yang meningkatkan


glikosilasi dan ekspresi aldose reduktase sehingga terjadi akumulasi sorbitol.
Glikosilasi dan akumulasi sorbitol kemudian mengakibatkan kerusakan endotel
pembuluh darah dan disfungsi enzyme endotel.1

Ketiga, hiperglikemia mengaktivasi transduksi sinyal intraseluler protein


kinase C (PKC). Vascular endothelial growth factor (VEGF) dan faktor pertumbuhan
lain diaktivasi oleh PKC. VEGF menstimulasi ekspresi intracellular adhesion
molecule-1 (ICAM-1) yang memicu terbentuknya ikatan antara leukosit dan endotel
pembuluh darah. Ikatan tersebut menyebabkan kerusakan sawar darah retina, serta
thrombosis dan oklusi kapiler retina. Keseluruhan jalur tersebut menimbulkan
gangguan sirkulasi, hipoksia, dan inflamasi pada retina. Hipoksia menyebabkan
ekspresi faktor angiogenik yang berlebihan sehingga merangsang pembentukan
pembuluh darah baru yang memiliki kelemahan pada membrane basalisnya,
defisiensi taut kedap antarsel endotelnya, dan kekurangan jumlah perisit. Akibatnya,
terjadi kebocoran protein plasma dan perdarahan di dalam retina dan vitreus.1

14
Gambar 4 Patogenesis Retinopati Diabetik

Gambar 5 Konsekuensi Gambar 6 Konsekuensi


dari iskemi retina dari kebocoran plasma

15
Gambar 7 Kapiler
Gambar 8 Kapiler
Retina Normal
Retinopati diabetik

2.8 Klasifikasi

Menurut International Clinical Diabetic Retinopathy and Diabetic Macular


Edema Disease Severity Scales, klasifikasi retinopati diabetik diantaranya;4,5,9

16
a. Non Proliferative Diabetic Retinopathy (NPDR)
NPDR merupakan bentuk yang paling umum dijumpai. Disebabkan oleh
penyumbatan dan kebocoran kapiler, mekanisme perubahannya tidak diketahui tapi
telah diteliti adanya perubahan endotel vascular (penebalan membrane basalis dan
hilangnya perisit) dan gangguan hemodinamik (pada sel darah merah dan agregasi
platelet).
NPDR diklasifikasikan menjadi:
1. Mild : terdapat 1 mikroaneurisma atau blot/dot (perdarahan
intraretina), hard/soft eksudat boleh ada boleh juga tidak
2. Moderate : ada hard/soft eksudat, adanya mikroaneurisma dan
intraretina hemorage (blot/dot)
3. Severe : salah satu dari kriteria, a. Pada 4 kuadran terdapat severe
mikroaneurisma/intraretinal hemorage; b. Pada 2 kuadran terdapat
venous beadin; c. Disalah satu kuadran terdapat IRMA (Intraretinal
Microvascular Abnormalities)
4. Very severe : terdapat 2 atau lebih pada kriteria severe diatas.

b. Proliferative Diabetic Retinopathy (PDR)


PDR merupakan penyulit mata yang paling parah pada Diabetes Melitus. Pada
jenis ini iskemik retina yang progresif akhirnya merangsang pembentukan pembuluh
darah halus (neovaskularisasi) yang sering terletak pada permukaan diskus dan di tepi
posterior. Pembuluh-pembuluh baru yang rapuh berproliferasi dan menjadi meninggi
apabila korpus vitreum mulai berkontraksi menjauhi retina dan darah keluar dari
pembuluh tersebut maka akan terjadi perdarahan masif dan dapat timbul penurunan
penglihatan mendadak.
PDR dibagi berdasarkan lokasi terbentuknya pembuluh darah baru:
1. Neovascularitation Elsewhere (NVE)
Adanya pembentukan pembuluh darah di suatu kuadran/tempat :
menandakan iskemik dari daerah tersebut

17
2. Neovascularitation Discus (NVD)
Adanya pembentukan pembuluh darah di diskus: menandakan seluruh
daerah retina iskemik

2.9 Gejala Klinik

Gejala subjektif yang dapat ditemui dapat berupa:5

 Kesulitan membaca
 Penglihatan kabur
 Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
 Melihat lingkaran-lingkaran cahaya
 Melihat bintik gelap dan cahaya kelap-kelip

Gejala objektif yang dapat ditemukan pada retina dapat berupa:5

 Mikroaneurisma, merupakan penonjolan dinding kapiler terutama


daerah vena dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak
dekat pembuluh darah terutama polus posterior
 Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya
terletak dekat mikroneurisma dipolus posterior
 Dilatasi pembuluh darah dengan lumennya ireguler dan berkelok-
kelok
 Hard exudate merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina.
 Soft exudate yang sering disebut cotton wool patches merupakan
iskemia retina. Pada pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat bercak
berwarna kuning bersifat difus dan berwarna putih
 Neovaskularisasi pada retina biasanya terletak dipermukaan jaringan.
Tampak sebagai pembuluh yang berkelok-kelok, dalam, berkelompok,
dan ireguler.

18
 Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah
macula sehingga sangat mengganggu tajam penglihatan

Gambar 7 gambaran cotton-wool spots dan neovascularization

Gambar 8 gambaran hard exudate

Gambar 9 a. NPDR derajat sedang dengan edema macula, b. PDR dengan


edema macula dan perdarahan preretinal

19
2.10 Diagnosis

Diagnosis NPDR
Diagnosis NPDR ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik
oftalmologi. Anamnesis yang menunjang yaitu ditemukan adanya riwayat DM.
Pasien DM dengan NPDR biasanya tidak mengeluh adanya gangguan penglihatan.
Tajam penglihatan yang terganggu, umumnya disebabkan oleh karena adanya edema
makula atau iskemia macula.10
Pemeriksaan oftalmologi menggunakan slit-lamp biomicroscopy dengan lensa
condensing 78 atau dengan foto fundus, dapat ditemukan adanya mikroaneurisma
satu kuadran pada daerah inner nuclear layer berupa gambaran titik kemerahan (dots)
dengan batas tegas, ukuran kurang dari 1/12 dari diameter optic disc, diameternya
bervariasi 12-100 mikron, dan lokasi tersering pada polus posterior, area temporal
dari fovea.10

Gambar 7. Funduskopi pada NPDR

Diagnosis PDR
Diagnosis PDR ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik
oftamologi. Anamnesis yang menunjang yaitu ditemukan adanya riwayat DM. Pasien
DM dengan PDR biasanya mengeluh adanya gangguan penglihatan yang semakin

20
lama semakin memberat. Tajam penglihatan yang semakin terganggu, dapat
disebabkan oleh karena edema makula dan atau iskemia macula.10
Pemeriksaan oftalmologi menggunakan slit-lamp biomicroscopy dengan lensa
condensing 78 D atau dengan foto fundus ditemukan adanya pembentukan pembuluh
darah baru seringkali didapatkan pada sekitar disc (neovscularization of the
disc/NVD) dan area lain di retina (neovascularization elsewhere/NVE)10

Gambar 8. A dan B Fundus Photography, panah hitam menunjukkan


neovascularization of the disc (NVD)

Gambar 9. A dan B Fundus Photography, panah hitam menunjukkan

neovascularization elsewhere (NVE)

21
TABLE 1 DIABETIC RETINOPATHY DISEASE SEVERITY SCALE AND INTERNATIONAL CLINICAL DIABETIC RETINOPATHY DISEASE
SEVERITY SCALE
Disease Severity Level Findings Observable upon Dilated Ophthalmoscopy
No apparent retinopathy No abnormalities
Mild NPDR (see Glossary) Microaneurysms only
Moderate NPDR (see Glossary) More than just microaneurysms but less than severe NPDR
Severe NPDR
U.S. Definition Any of the following (4-2-1 rule) and no signs of proliferative retinopathy:
• Severe intraretinal hemorrhages and microaneurysms in each of four quadrants
• Definite venous beading in two or more quadrants
• Moderate IRMA in one or more quadrants
International Definition Any of the following and no signs of proliferative retinopathy:
• More than 20 intraretinal hemorrhages in each of four quadrants
• Definite venous beading in two or more quadrants
• Prominent IRMA in one or more quadrants
PDR One or both of the following:
• Neovascularization
• Vitreous/preretinal hemorrhage
IRMA = intraretinal microvascular abnormalities; NPDR = nonproliferative diabetic retinopathy; PDR = proliferative diabetic retinopathy
NOTE:
Tabel 1 Derajat Kepaarahan Retinopati Diabetik
• Any patient with two or more of the characteristics of severe NPDR is considered to have very severe NPDR.
• PDR may be classified as high-risk and non-high-risk. See Table 6 for more information.
2.11 Penatalaksanaan
Adapted danCP,Pencegahan
with permission from Wilkinson Ferris FL III, Klein RE, et al. Proposed international clinical diabetic retinopathy and
diabetic macular edema disease severity scales. Ophthalmology 2003;110:1679.
Tatalaksana retinopati DM dilakukan berdasarkan tingkat keparahan penyakit.
Retinopati DM nonproliferatif derajat ringan hanya perlu dievaluasi setahun sekali.
Penderita retinopati DM nonproliferatif derajat ringan-sedang tanpa edema makula
yang nyata harus menjalani pemeriksaan rutin setiap 6-12 bulan. Retinopati DM
nonproliferatif derajat ringan-sedang dengan edema makula signifikan merupakan
indikasi laser photocoagulation untuk mencegah perburukan. Setelah dilakukan laser
photocoagulation, penderita perlu dievaluasi setiap 2-4 bulan. Penderita retinopati
DM nonproliferatif derajat berat dianjurkan untuk menjalani panretinal laser
photocoagulation, terutama apabila kelainan berisiko tinggi untuk berkembang
menjadi retinopati DM proliferatif. Penderita harus dievaluasi setiap 3-4 bulan pasca
tindakan. Panretinal laser photocoagulation harus segera dilakukan pada penderita
retinopati DM proliferatif. Apabila terjadi retinopati DM proliferatif disertai edema
makula signifikan, maka kombinasi focal dan panretinal laser photocoagulation
menjadi terapi pilihan.1

22
Adapun pencegahan dan pengobatan untuk retinopati diabetik, meliputi;8,11
1. Kontrol glukosa darah
Dari hasil penelitian United Kingdom Prospective Diabetes Study
(UKPDS) terhadap pasien diabetes tipe 2. Pasien yang diterapi secara intensif,
setiap penurunan 1% HbA1c akan diikuti penurunan resiko komplikasi
mikrovaskuler sebesar 35%.

Hemoglobin glikosilat merupakan salah satu indikator yang digunakan


untuk mengontrol kadar gula darah. Hemoglobin glikosilat memiliki ikatan
irreversibel dengan glukosa yang dapat digunakan sebagai monitoring
penatalaksanaan DM. HbA1c tidak dipengaruhi oleh fluktuasi gula darah
harian dan memiliki umur yang cukup panjang yaitu 120 hari sesuai dengan
usia eritrosit.
HbA1c adalah hemoglobin yang mengalami proses glikosilasi.
Glikosilasi adalah ikatan hemoglobin dengan glukosa dimana satu rantai beta
molekul hemoglobin mengikat satu gugus glukosa secara ireversibel.
Glikosilasi terjadi secara spontan dalam sirkulasi dan glikosilasi ini meningkat
apabila kadar glukosa dalam darah tinggi. Empat sampai enam persen
hemoglobin pada orang normal akan mengalami glikosilasi menjadi
hemoglobin glikosilat. Hiperglikemia yang berkepanjangan dapat
meningkatkan kadar HbA1c hingga 18-20%. Glikosilasi tidak mengganggu
kemampuan hemoglobin mengangkut oksigen. Kadar HbA1c yang tinggi
mencerminkan kurangnya pengendalian diabetes selama 3 bulan sebelumnya.
2. Kontrol tekanan darah
Dari hasil penelitian menunjukkan kelompok pasien dengan kontrol
tekanan darah ketat mengalami penurunan resiko progresifitas retinopati
sebanyak 34%.

23
3. Kontrol profil lipid
Patogenesis dislipidemia dapat menyebabkan perkembangan retinopati
diabetika masih belum jelas. Hiperkolesterolemia diduga berhubungan dengan
aktivasi sel endotel yang ditujukkan dengan adanya stress oksidatif, dan
peningkatan adhesi lekosit yang menyebabkan perubahan fungsi sel endotel.
Hubungan antara hiperlipidemia terhadap terbentuknya hard eksudat masih
belum jelas. Diduga pada hiperlipidemia terjadi peningkatan kekentalan darah
dan perubahan sistim fibrinolitik sehingga pembentukan hard eksudat.
Peranan trigliserida dalam membran sel menyebabkan perubahan
permeabilitas membran dan kebocoran plasma. Hal ini menyebabkan
perdarahan dan edema retina.11
4. Fotokoagulasi dengan sinar laser
Fotokoagulasi dengan laser apabila dilakukan tepat pada waktunya
sangat efektif untuk pasien dengan retinopati diabetik, proliferatif, edema
macula, dan neovaskularisasi yang terletak pada sudut chamber anterior.
Fotokoagulasi memiliki 3 metode laser, diantaranya; a. Scatter
photocoagulation, b. Focal photocoagulation, c. Grid photocoagulation.
5. Vitrektomi
Vitrektomi dini perlu dilakukan untuk pasien yang mengalami
kekeruhan vitreus, perdarahan dan yang mengalami neovaskularisasi aktif.
Vitrektomi juga diindikasikan bagi pasien yang mengalami ablasio retina,
perdarahan vitreus setelah koagulasi, RDP berat, dan perdarahan vitreus yang
tidak mengalami perbaikan.
6. Intervensi farmakologi
- Inhibitor aldose reduktase
Penggunaan aminoguadinin kurang memberikan hasil yang memuaskan
pada manusia, namun pada hewan percobaan terbukti dapat menghampat
timbulnya dan memburuknya retinopati diabetik

24
- Inhibitor protein kinase C
Penggunaan riboxitaurin 32 mg sehari menunjukkan angka kejadian
hilangnya visus hanya 5,5 %.
- Anti VEGF
Suatu uji klinik membuktikan bahwa pasien yang diberikan suntikan anti
VEGF tiap 6 minggu mengalami perbaikan visus sehingga tidak lagi
memerlukan terapi fotokoagulasi. Suntikan anti VEGF bevacizumbs
intravetreal juga menyebabkan regresi neovaskular pada RDP
- Anti inflamasi
Dua studi mengenai penggunaan aspirin pada pasien retinopati diabetik
yaitu joint French-UK Aspirin and Dipyridamole Trial dan ETDRS. Studi
yang pertama menggunakan aspirin 330mg tiga kali sehari dengan atau
tanpa kombinasi dipiridamol. Setelah 5 tahun dievaluasi ternyata hanya
sedikit yang mengalami pembentukan mikroaneurisma baru.
Hasil penelitian dalam skala yang lebih besar dari ETDRS menunjukkan
penggunaan aspirin 650 mg sehari pada 3.771 pasien dengan retinopati
yang lebih berat, tidak memberikan efek. Sejauh ini, penelitian-penelitian
yang dilakukan dengan menggunakan aspirin dosis tinggi hanya
bermanfaat untuk mencegah timbulnya retinopati diabetik.

2.12 Prognosis
Pada mata yang mengalami edema makular dan iskemik yang bermakna akan
memiliki prognosa yang lebih jelek dengan atau tanpa terapi laser, daripada mata
dengan edema dan perfusi yang relative baik.5

25
BAB III
DISKUSI
1. Pada kasus, pasien seorang laki-laki berusia 41 tahun menderita diabetes sejak
4 tahun yang lalu. Pasien mengalami penurunan visus kurang lebih 6 bulan
yang lalu. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa. Retinopati
adalah salah satu komplikasi mikrovaskular DM yang merupakan penyebab
utama kebutaan pada orang dewasa. Retinopati diabetik menjadi penyebab
utama kebutaan diseluruh dunia pada kelompok umur 20-60 tahun. Adapun
salah satu faktor resiko dari retinopati diabetik adalah lamanya menderita DM
2. Pasien mengeluh penglihatan menurun sejak 6 bulan yang lalu disertai
penglihatan silau dan seperti melihat bintik hitam. Sebagaimana yang telah
dipaparkan, gejala klinik dari retinopati diabetic diantaranya;
 kesulitan membaca
 Penglihatan kabur
 Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
 Melihat lingkaranlingkaran cahaya
 Melihat bintik gelap dan cahaya kelap-kelip
3. Pada pemeriksaan Funduskopi, didapatkan FODS: Reflex fundus (+), Papil N
II berbatas tegas CDR 0,3. Arteri : vena = 2 : 2/3, macula: hard exudate (+),
edema (+). Retina : burn laser (+), black dot (+) . Adanya hard exudates pada
macula menunjukkan adanya infiltrasi lipid ke dalam retina akibat
permeabilitas yang meningkat sedangkan blot dot pada laser menunjukkan
adanya intraretinal hemorage.

26

Anda mungkin juga menyukai