Anda di halaman 1dari 14

23

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kualitas Semen Segar

Semen segar dari ketiga jantan yang digunakan mempunyai kualitas baik
(Tabel 4). Pemeriksaan makroskopis pada penelitian tahap I dan II yaitu semen
berwarna krem dengan konsistensi kental. Kekentalan dan warna
menginterprestasikan bahwa konsentrasi spermatozoa tinggi. Hasil tersebut
didapatkan dari pemeriksaan mikroskopis bahwa konsentrasi spermatozoa adalah
3608.33±657.70x106 spermatozoa/mL. Hasil tersebut cenderung sama dibandingkan
hasil Dorado et al. (2009, 2010) masing-masing sebesar 3690±80x106
spermatozoa/mL dan 3720±100x106 spermatozoa/mL, dan lebih tinggi dibandingkan
hasil Bezerra et al. (2011) yakni 2400±200x106 spermatozoa/mL.

Tabel 4 Rataan nilai karakteristik semen segar


Karakteristik semen Penelitian tahap Penelitian tahap Rataan
I II
Makroskopis
Volume (mL) 1.14±0.14 1.44±0.15 1.29±0.21
Warna krem krem krem
pH 6.73±0.23 6.60±0.15 6.67±0.20
Konsistensi kental kental kental
Mikroskopis
Gerakan massa +++ +++ +++
Gerakan individu
Motilitas (%) 77.78±2.64 77.78±2.64 77.78±2.56
Skor individu 4.78±0.44 4.89±0.33 4.83±0.38
Hidup (%) 85.37±4.63 84.90±4.37 85.13±4.38
Konsentrasi (106/mL) 3530.56±774.07 3686.11±553.56 3608.33±657.70
Abnormalitas (%) 6.40±2.36 8.62±3.05 7.51±2.88
Membran plasma utuh (%) 78.43±3.88 77.01±3.18 77.72±3.52
+++ (baik): terlihat gelombang cepat dan banyak.

Demikian pula hasil pemeriksaan yang didapatkan dari motilitas spermatozoa


yaitu 77.78±2.56%, persentase spermatozoa hidup 85.13±4.38% dan persentase
membran plasma utuh 77.72±3.52%. Hasil pemeriksaan motilitas spermatozoa yang
didapat lebih rendah dibandingkan dengan hasil Dorado et al. (2010) yakni
94.06±0.71% dan Bezerra et al. (2011) yakni 95.00±2.00%. Namun demikian hasil
tersebut masih memenuhi syarat untuk pengolahan semen selanjutnya. Dinyatakan
oleh Ax et al. (2000) bahwa persentase progresif motilitas spermatozoa normal agar
dapat diolah lebih lanjut berkisar antara 70% - 90%. Hasil pemeriksaan spermatozoa
hidup yang di identifikasikan dengan warna transparan pada bagian kepala
spermatozoa (Gambar 6) didapatkan 85.13±4.38%, hasil tersebut relatif sama
dibandingkan dengan hasil penelitian Tambing et al. (2001) dan Rizal et al. (2008),
yakni 82.54% dan 83.89%. Persentase spermatozoa hidup lebih tinggi dari pada

 
 
24

spermatozoa motil karena dari jumlah spermatozoa yang hidup belum tentu
semuanya motil progresif (Kostaman dan Sutama 2006).
Kualitas spermatozoa juga dapat diukur dengan mengetahui keutuhan dari
membran plasma yang berfungsi untuk melihat fungsi spermatozoa masih hidup atau
tidak. Hasil pemeriksaan membran plasma utuh (MPU) yang didapatkan
77.72±3.52%, hasil tersebut lebih rendah dibandingkan dengan hasil Tambing et al.
(2003) dan Souhoka et al. (2009) masing-masing 82.40±5.08% dan 84.00±1.00%.
Secara fisiologis terdapat hubungan antara membran plasma utuh dengan motilitas
dan daya hidup spermatozoa. Apabila terjadi kerusakan pada membran plasma dapat
menyebabkan hilangnya enzim-enzim yang diperlukan dalam proses metabolisme
sehingga tidak dihasilkan energi sehingga motilitas menjadi rendah, serta daya hidup
juga akan rendah (Rizal et al. 2003). Beberapa hal yang dapat mempengaruhi
perbedaan kualitas spermatozoa secara keseluruhan antara lain faktor individu,
pakan, lingkungan, teknik dan frekuensi koleksi semen, serta kondisi media
pengencer diantaranya pH dan tekanan osmotik.

Gambar 6 Spermatozoa hidup dan mati dengan pewarnaan eosin-nigrosin


(a) spermatozoa hidup dan (b) spermatozoa mati

Ditinjau dari abnormalitas spermatozoa hasil penelitian yang didapat yakni


7.51±2.88%. Abnormalitas yang didapatkan lebih rendah dibandingan dengan hasil
Bezerra et al. (2011) dan Dorado et al. (2010) masing-masing yakni 23.90±1.70%
dan 13.30±1.05%. Ax et al. (2000) menyatakan bahwa abnormalitas spermatozoa
tidak lebih dari 10%. Pengukuran abnormalitas spermatozoa penting dilakukan sebab
abnormalitas yang tinggi akan mengganggu fertilitas jantan secara umum, hal
tersebut diungkapkan oleh Garner dan Hafez (2000) yang menyatakan bahwa
abnormalitas spermatozoa akan mempengaruhi fertilitas jika jumlahnya melebihi
20% dari total spermatozoa.
Abnormalitas yang didapat kebanyakan adalah abnormalitas primer dengan
rataan 1.09±0.57% dan abnormalitas sekunder 6.42±1.85%. Beberapa abnormalitas
primer yang terlihat pada penelitian adalah double head, detached head, abaxial,
microcephalus, macrocephalus, narrow, dan pear shaped (Lampiran 7). Sedangkan
abnormalitas sekunder yang terlihat adalah teratoid forms, bowed midpiece, coiled

 
 
25

principal piece, proximal droplet, bent principal piece, pseudodroplet dan distal
droplet (Lampiran 8).
Abnormalitas primer merupakan ketidaknormalan morfologi spermatozoa yang
terjadi ketika spermatozoa masih di dalam tubuli seminiferi (spermatogenesis).
Kelompok abnormalitas ini lebih berbahaya karena sebagian bersifat genetik sebagai
contoh knobbed acrosome defect yang dapat menurunkan fertilitas sehingga
mempengaruhi keberhasilan inseminasi buatan. Semen dengan persentase
abnormalitas cukup tinggi cenderung memiliki fertilitas yang rendah karena
berkaitan dengan kemampuan mengawali fertilisasi atau memelihara perkembangan
embrio. Abnormalitas sekunder merupakan ketidaknormalan morfologi spermatozoa
yang terjadi selama spermatozoa melewati saluran reproduksi. Sedangkan
abnormalitas tersier merupakan ketidaknormalan morfologi spermatozoa yang terjadi
karena perlakuan atau penanganan pada saat penampungan.

Preservasi Semen Cair Menggunakan Pengencer Tris-kuning telur dan Tris-


soya dengan Suplementasi Trehalosa dan Rafinosa

Secara umum motilitas spermatozoa lebih lama bertahan dalam pengencer tris-
kuning telur dibandingkan dengan tris-soya. Spermatozoa dapat bertahan sampai
kira-kira 50% selama 72-84 jam dalam pengencer tris-kuning telur, sedangkan
pengencer tris-soya hanya bertahan selama 48-60 jam baik dengan suplementasi
rafinosa maupun trehalosa (P<0.05). Hal ini diduga karena pada suhu rendah (5°C)
spermatozoa akan mengalami kerusakan akibat terjadinya kejutan dingin (cold
shock), dan lesitin pada tris-kuning telur lebih mampu menjaga spermatozoa akibat
cold shock daripada lesitin yang terkandung di dalam ekstrak kacang kedelai. Selain
itu, dengan menurunkan suhu penyimpanan 5°C, metabolisme akan dihambat
sehingga dapat mempertahankan hidup spermatozoa lebih lama dibandingkan dengan
penyimpanan pada suhu ruang. Kandungan low density lipoprotein (LDL) dengan
komposisi 79% lipid dan 21% protein, dengan komponen lipid utama berupa
kolestrol (Botham dan Mayes 2009) yang ada di dalam tris-kuning telur, serta
struktur lipoprotein (Lampiran 9) yang memiliki kemiripan dengan struktur membran
plasma sehingga LDL yang ada didalam tris-kuning telur dapat melindungi membran
sel spermatozoa sehingga lebih mampu menjaga stabilitas membran plasma
dibandingkan dengan tris-soya dengan komposisi terbanyak berupa protein, sehingga
kerusakan spermatozoa dapat diminimalisasi dengan baik. Meskipun demikian, hal
ini membuktikan bahwa pengencer tris-soya memberikan harapan untuk dapat
digunakan sebagai pengencer berbasis lesitin nabati untuk semen cair kambing.
Suplementasi trehalosa ternyata dapat memperbaiki daya tahan spermatozoa
dalam pengencer tris-kuning telur (52.82±3.21%) sampai 84 jam dibandingkan
dengan rafinosa dengan persentase yang hampir sama (52.78±4.41%) bertahan
sampai 72 jam. Sebaliknya pada pengencer tris-soya, suplementasi rafinosa
memperpanjang daya tahan spermatozoa, yaitu 52.78±4.41% sampai 60 jam lebih
lama dibandingkan dengan trehalosa (53.33±3.54%) sampai 48 jam (Tabel 5). Hal ini
diduga karena dengan ditambahkannya trehalosa ke dalam tris-kuning telur
menjadikan kombinasi perlakuan tersebut lebih optimal dalam mempertahankan
stabilitas membran plasma sel. Trehalosa adalah salah satu sakarida yang memiliki
struktur yang paling stabil dan berperan dalam menstabilkan membran sel
(Higashiyama 2002) sehingga bersama-sama tris-kuning telur menunjukkan

 
 
26

kemampuan yang optimal dalam melindungi sel. Dijelaskan lebih lanjut bahwa
trehalosa merupakan gula nonpereduksi dan berfungsi sebagai antioksidan sehingga
tris-kuning telur yang disuplementasikan dengan trehalosa tidak mudah teroksidasi
dan membran sel spermatozoa tidak mudah rusak. Trehalosa adalah gula yang tidak
toksik dan bersifat krioprotektan dengan cara menggantikan atau berasosiasi dengan
bound water, dan trehalosa dapat melindungi membran sel dengan cara mengikat air
ke protein dan ke ujung polar dari fosfolifid pada membran sel lebih kuat
dibandingkan dengan bound water tanpa tambahan trehalosa (bound water saja)
(Best c1990).
Menurut Viswanath dan Shannon (2000) krioprotektan golongan karbohidrat
memiliki kemampuan menggantikan molekul air secara normal dalam kelompok
polar hydrated. Sifat-sifat senyawa karbohidrat tersebut akan membantu stabilitas
membran plasma sel spermatozoa selama masa transisi melewati zona suhu yang
kritis, serta mengubah sifat mekanik pengencer melalui peningkatan viskositas.
Aisen et al. (2000) menyatakan golongan karbohidrat disakarida berperan
menggantikan posisi air pada permukaan membran plasma sel yang langsung
berhubungan dengan pengencer. Selanjutnya dikatakan bahwa disakarida dapat
berinteraksi langsung dengan gugus pusat fosfolipid polar selama proses
penyimpanan, dan menurunkan interaksi van der Waals diantara rantai karbon.
Dalam pengencer tris-soya, suplementasi rafinosa memperpanjang lama
penyimpanan spermatozoa dibandingkan dengan trehalosa. Hal ini diduga karena
kandungan rafinosa dalam tris-soya yang digunakan lebih banyak mengandung
sumber karbohidrat. Rafinosa terdiri dari tiga sakarida yang mempunyai peranan
penting pada penyesuaian pengaruh tekanan osmotik. Aktifitas dan sumber energi
sakarida dengan berat molekul yang tinggi sangat baik untuk gerakan spermatozoa.
Sebagai sumber aktifitas rafinosa yang terdiri dari D-galaktosa, D-glukosa dan
D-Fruktosa juga berfungsi menstabilkan kualitas spermatozoa terhadap pengaruh
buruk penyimpanan dan pembekuan dalam N2 cair (Fernández-Santos et al. 2007).
Rafinosa yang merupakan golongan gula pereduksi yang ditambahkan ke dalam tris-
soya yang komponen utamanya adalah protein menjadikan kombinasi perlakuan
tersebut lebih optimal dalam menstabilkan membran sel. Karbohidrat molekul besar
dapat menyediakan energi dalam jumlah yang cukup banyak yang diperlukan untuk
metabolisme dan fisiologi secara normal, namun tidak dapat melewati membran
plasma spematozoa (Naing et al. 2010).
Pemeriksaan motilitas spermatozoa ditunjang dengan pemeriksaan membran
plasma utuh dan spermatozoa hidup. Pemeriksaan membran plasma utuh penting
dilakukan karena kerusakan membran plasma akan berpengaruh terhadap motilitas
dan daya hidup spermatozoa. Hasil penyimpanan semen cair pada semua pengencer
dalam suhu 5°C didapatkan rataan persentase hidup lebih tinggi 6-9% daripada
rataan persentase motilitas spermatozoa. Pada pengencer tris-kuning telur didapatkan
rataan persentase hidup (59.24%) lebih tinggi daripada rataan persentase motilitas
spermatozoa (52.23%), demikian pula pada tris-soya rataan persentase spermatozoa
hidup (60.49%) lebih tinggi daripada rataan persentase motilitas spermatozoa
(52.41%) (Tabel 6). Hasil rataan persentase membran plasma utuh pada semua
pengencer cenderung sama dengan rataan persentase motilitas spermatozoa yang
mencapai kira-kira 50%. Pada pengencer tris-kuning telur didapatkan rataan
persentase membran plasma utuh (53.80%), sedangkan pengencer tris-soya (54.14%)
(Tabel 6).

 
 
27

Tabel 5 Pengaruh pengencer tris-kuning telur dan tris-soya dengan suplementasi trehalosa dan rafinosa terhadap persentase motilitas spermatozoa,
persentase spermatozoa hidup dan persentase membran plasma utuh (MPU)
Lama penyimpanan (jam)
Perlakuan
0 12 24 36 48 60 72 84
Persentase motilitas progresif spermatozoa (%) (rataan ± standar deviasi)
Kontrol 76.67±2.50aM 72.22±2.64aN 70.00±2.50aN 65.56±3.00aP 61.67±3.54aQ 57.78±3.63aR 51.11±4.86aS 47.54±4.11aS
Tris-kuning Trehalosa
telur 77.22±2.64aM 75.56±3.00aMN 73.33±2.50aN 68.89±3.33aP 66.11±2.20aP 62.22±2.64aQ 57.78±3.63aR 52.82±3.21aS
Rafinosa 77.22±2.64aM 73.89±2.20aMN 71.11±3.33aN 66.67±2.50aP 63.89±3.33aP 58.89±4.17aQ 52.78±4.41aR 49.57±4.35aR
Kontrol 76.11±2.20aM 66.11±3.33eN 61.67±3.54eP 56.11±4.86eQ 51.11±4.86eR 45.00±3.54eS 37.78±5.65eT 33.54±3.48eT
Tris-soya Trehalosa 77.22±2.64aM 67.78±2.64eN 63.33±3.54eP 58.89±3.33eQ 53.33±3.54eR 48.33±3.54eS 41.11±4.86eT 37.49±3.41eV
Rafinosa 76.67±2.50aM 70.56±3.00aeN 66.11±3.33eP 62.78±2.64iP 57.22±3.63eQ 52.78±4.41eR 46.11±5.46eS 41.73±3.56eS
Persentase spermatozoa hidup (%) (rataan ± standar deviasi)
Kontrol 84.67±4.20aM 79.09±2.85aN 75.63±3.56aNP 71.52±3.12aPQ 67.22±3.68aQR 63.04±4.24aRS 57.86±5.98aS 53.63±4.86aT
Tris-kuning Trehalosa
telur 85.27±4.49aM 80.78±2.65aMN 78.69±2.58aN 75.22±3.23aP 71.68±2.15aPQ 69.17±3.35aQ 64.32±3.63aR 59.38±3.77aS
Rafinosa 85.14±4.36aM 80.35±2.58aMN 76.04±3.23aeN 71.60±2.84aP 69.29±4.71aPQ 66.20±5.07aQ 60.50±5.51aR 55.62±4.78aS
Kontrol 84.86±4.23aM 71.47±4.10eN 67.94±3.66eNP 64.11±4.01ePQ 59.42±5.23eQ 53.20±6.02eR 45.11±6.40eS 40.23±4.69eS
Tris-soya Trehalosa 84.82±4.14aM 73.89±4.59eN 70.44±4.62iP 66.03±3.07aP 61.82±3.64eQ 55.41±4.51eR 46.50±5.44eS 43.27±3.75eS
Rafinosa 84.94±4.31aM 78.13±4.03aN 72.63±3.50eiN 68.72±3.16aP 65.26±3.02eQ 60.23±4.02iR 53.57±6.42iS 48.40±4.54eS
Persentase membran plasma utuh (%) (rataan ± standar deviasi)
aM
Kontrol 77.73±3.44aM 75.35±3.15 71.42±2.22aN 65.94±3.53aP 62.19±3.71aPQ 59.06±3.74aQ 53.53±4.12aR 48.33±3.31aS
Tris-kuning Trehalosa
telur 78.05±3.72aM 75.70±2.55aN 72.72±2.15aN 68.79±2.47aP 66.09±1.78aQ 63.06±2.18aQ 59.09±2.92aR 53.55±3.06aS
Rafinosa 78.33±3.83aM 76.06±2.70aN 72.35±2.21aP 67.78±3.40aQ 65.19±3.66aQR 60.76±4.76aR 54.33±5.31aS 49.97±3.53aS
Kontrol 78.04±3.45aM 69.10±2.07eN 65.02±2.08eNP 60.89±3.57eP 53.59±3.92eQ 49.21±5.07eR 40.55±6.22eS 34.68±5.41eT
Tris-soya Trehalosa 78.09±3.86aM 70.91±3.46eN 65.32±3.69eNP 60.45±2.94ePQ 55.25±4.44eQ 49.29±4.05eR 41.95±4.54eS 38.45±3.78eS
Rafinosa 78.17±3.91aM 72.96±3.85aeN 68.81±2.52iP 63.93±2.82iPQ 59.18±4.17eQ 53.59±4.07iR 47.72±5.99iS 40.26±5.31eT
Huruf vokal (a, e, i) berbeda yang mengikuti angka pada kolom yang sama dan huruf konsonan (M, N, P, Q, R, S, T, V) berbeda yang mengikuti angka pada baris yang sama
27

menunjukkan berbeda nyata (P<0.05).

 
 
28

Tabel 6 Selisih perbedaan persentase spermatozoa hidup dan membran plasma utuh
(MPU) dengan motilitas spermatozoa hingga 50%
Perlakuan Tris-kuning telur Tris-soya Rataan
Selisih
Tris- rataan
Tris-
Kontrol Trehalosa Rafinosa Kontrol Trehalosa Rafinosa kuning (%)
soya
telur
Motilitas spermatozoa dan spermatozoa hidup (%)
SM 51.11 52.82 52.78 51.11 53.33 52.78 52.23 52.41
SH 57.86 59.38 60.50 59.42 61.82 60.23 59.24 60.49
Selisih
6.75 6.56 7.72 8.31 8.49 7.45 7.01 8.08 6-9
(%)
Motilitas spermatozoa dan membran plasma utuh (%)
SM 51.11 52.82 52.78 51.11 53.33 52.78 52.23 52.41
MPU 53.53 53.55 54.33 53.59 55.25 53.59 53.80 54.14
Selisih
2.42 0.73 1.55 2.48 1.92 0.81 1.57 1.73 1-3
(%)
SM (spermatozoa motil); SH (spermatozoa hidup); MPU (membran plasma utuh).

Kelangsungan hidup spermatozoa berkaitan dengan membran sperma.


Metabolisme berlangsung dengan baik jika membran plasma sel dalam keadaan utuh
sehingga fertilitas spermatozoa dapat berlangsung dengan baik. Hal tersebut berperan
dalam mengatur lalu lintas masuk dan keluar seluruh substrat dan elektrolit yang
dibutuhkan dalam proses metabolisme. Menurut Paulenz et al. (2003) penambahan
kuning telur yang berisi fosfolipid dan lesitin ke dalam pengencer, dapat melindungi
membran sperma terhadap kejutan dingin. Kerusakan spermatozoa pada saat
preservasi yang disebabkan karena efek cold shock akan merubah membran
spermatozoa dari konfigurasi normal ke konfigurasi heksagonal yang dapat
menyebabkan kerusakan pada membran plasma spermatozoa (Morel 1999). Ketika
membran sperma mengalami kerusakan, enzim aspartat aminotransferase (AspAT)
yang merupakan enzim utama dalam mitokondria yang memproduksi ATP akan
dilepaskan dari sel dan masuk ke seminal plasma. Kehilangan AspAT akan
mengganggu produksi ATP dan mengganggu motilitas spermatozoa (Arifiantini dan
Purwantara 2010).
Membran plasma spermatozoa dalam menunjang fungsi pompa ion yang
masuk dan keluar sel sangat dipengaruhi oleh tekanan osmotik pada bahan
pengencer. Tekanan osmotik ini sangat penting dalam mempertahankan keutuhan
membran plasma, karena itu spermatozoa memerlukan lingkungan yang bersifat
isotonik. Dalam pengencer, spermatozoa memiliki toleransi tekanan osmotik 270
sampai 360 mosmol/kg H2O (Guthrie 2002). Spermatozoa akan mengalami
kebengkakan (swelling) jika dipaparkan pada larutan hipotonik, akibat masuknya
cairan dari bagian luar sel ke bagian dalam dan sebaliknya akan mengalami
penyusutan apabila berada pada lingkungan hipertonik. Hasil pengukuran tekanan
osmotik pengencer tris-kuning telur, tris-kuning telur trehalosa, tris-kuning telur
rafinosa, tris-soya, tris-soya trehalosa dan tris-soya rafinosa masing-masing adalah
273; 302; 309; 307; 345; 349 mosmol/kg H2O.
Semen segar dari ketiga kambing PE jantan yang digunakan pada penelitian
berturut-turut adalah 244; 233; 236 mosmol/kg H2O dengan rataan tekanan osmotik
sebesar 237.67 mosmol/kg H2O. Berdasarkan hasil pengujian tekanan osmotik,

 
 
29

pengencer tris-soya lebih hipertonik jika dibandingkan dengan pengencer tris-kuning


telur. Pengencer yang hipertonik menandakan bahwa molekul-molekul atau partikel-
partikel di luar sel lebih banyak daripada di dalam sel. Akibatnya terjadi pengeluaran
air dari dalam sel untuk mengencerkan molekul-molekul di luar sel, sehingga sel
akan mengerut. Efek yang ditimbulkan adalah muncul gejala osmotic-shock pada
spermatozoa yang menyebabkan kerusakan pada organel-organel intraseluler
sehingga dapat menyebabkan penurunan motilitas dan spermatozoa hidup.
Kerusakan organel intraseluler menyebabkan metabolisme terganggu dan pada
akhirnya terjadi penurunan motilitas dan penurunan spermatozoa hidup (Tambing et
al. 2003). Perubahan tekanan osmotik larutan pengencer menjadi hipoosmotik atau
hiperosmotik dapat menyebabkan kematian spermatozoa, sehingga karbohidrat yang
digunakan sebagai tambahan bahan pengencer sebaiknya yang tidak mudah
mengalami perubahan struktur menjadi bentuk ion yang dapat mengubah tekanan
osmotik larutan pengencer agar integritas membran plasma sel tidak mudah rusak
(Souhoka et al. 2009).
Dengan utuhnya membran plasma spermatozoa selama penyimpanan akan
memberikan efek yang baik terhadap motilitas dan daya hidup spermatozoa.
Darnell et al. (1990) dan Kimball (1998) menyatakan bahwa lapisan luar
membran sel dibangun dari kompleks protein-karbohidrat (oligosakarida;
polisakarida) yang berikatan dengan lipid (glikolipid) dan dengan protein
(glikoprotein) yang disebut dengan selubung sel atau glikokaliks. Hal tersebut
menjelaskan mengapa karbohidrat disebut dengan krioprotektan ekstraseluler, karena
karbohidrat yang ditambahkan ke dalam pengencer berfungsi melindungi glikokaliks
dari kerusakan. Karbohidrat tidak dapat menembus membran plasma sel secara difusi
bebas karena tidak larut di dalam lemak dan memiliki berat molekul yang besar,
sehingga sebagai senyawa krioprotektan ekstraseluler, karbohidrat melindungi sel
dari luar (Souhoka et al. 2009).
Trehalosa dan rafinosa yang ditambahkan di dalam pengencer diduga akan
berasosiasi dengan karbohidrat yang ada pada selubung sel sehingga membran
plasma dapat terlindungi dari kerusakan secara mekanik selama proses pengolahan
semen berlangsung, terutama saat penyimpanan pada suhu rendah. Kalaupun
karbohidrat yang ada pada membran plasma sel tersebut rusak selama proses
preservasi, diharapkan trehalosa dan rafinosa yang ditambahkan dapat menjadi
pengganti sehingga struktur selubung sel tetap utuh. Sebagai senyawa krioprotektan
ekstraseluler, trehalosa dan rafinosa berperan dalam melindungi membran plasma sel
spermatozoa dari proses perusakan akibat pengaruh kejutan dingin selama
penyimpanan pada suhu rendah (5°C), dan kejutan dingin tersebut berkaitan dengan
perubahan fosfolipid yang menyusun membran plasma sel, perubahan tersebut dapat
menyebabkan kebocoran atau rusaknya membran plasma sehingga ion-ion seperti
kalsium bebas masuk ke dalam sel. Sehingga pada proses preservasi semen
memerlukan zat-zat pelindung di dalam pengencer, seperti fosfolipid dan
krioprotektan.

 
 
30

Kriopreservasi Semen Menggunakan Pengencer Tris-kuning telur Trehalosa


dan Tris-soya Rafinosa dengan Penambahan Krioprotektan
Dimelthilformamida (DMF) dan Gliserol

Kualitas semen setelah pengenceran dari berbagai macam perlakuan cenderung


sama dengan kualitas semen segar dan tidak terdapat adanya perbedaan antar
perlakuan (P>0.05). Pengencer yang digunakan baik tris-kuning telur trehalosa dan
tris-soya rafinosa dengan penambahan gliserol dan dimethilformamida (DMF)
mampu memberikan perlindungan bagi spermatozoa pada awal penyimpanan. Akan
tetapi, kualitas semen setelah pengenceran sampai proses ekuilibrasi (selama 4 jam)
mengalami sedikit penurunan yaitu 1.69%-2.24% tetapi tidak terdapat adanya
perbedaan antar perlakuan (P>0.05). Penurunan kualitas semen setelah pengenceran
sampai proses ekuilibrasi dapat dipahami mengingat terjadinya perubahan dari suhu
ruang (28oC) ke suhu lemari es (5oC). Lemari es relatif stabil di suhu 5oC dan
kandungan lesitin (phosphatidyl choline) yang ada dalam pengencer tris-kuning telur
trehalosa dan tris-soya rafinosa dengan penambahan gliserol dan DMF cukup
memberikan perlindungan bagi spermatozoa akibat penurunan suhu karena lesitin
(phosphatidyl choline) dapat bersifat membran coating untuk tetap mempertahankan
konfigurasi normal phospholipid bilayer yang merupakan susunan utama membran
sel spermatozoa.
Evaluasi kualitas semen setelah thawing dari hasil pengenceran mengalami
penurunan. Pada pengencer tris-kuning telur trehalosa dengan penambahan gliserol
dan DMF menurun sebanyak 11.60% dan 15.00% lebih baik dibandingkan dengan
tris-soya rafinosa dengan penambahan krioprotektan yang sama dengan penurunan
sebanyak 34.45% dan 37.60% (P<0.05) dan terdapat perbedaan antar perlakuan tris-
kuning telur trehalosa dan tris-soya rafinosa baik dengan penambahan gliserol
maupun DMF (P<0.05). Hasil evaluasi semen setelah thawing pada pengencer tris-
kuning telur trehalosa dengan penambahan gliserol dan DMF cukup rendah karena
penurunan kualitas semen hanya 11.60% dan 15.00% dibandingkan dengan hasil
Tambing et al. (2000) yaitu 17.51% sampai 24.81% dan Dorado et al. (2010) yaitu
28.00%. Sedangkan pada pengencer tris-soya dengan penambahan krioprotektan
yang sama penurunan kualitas semen tinggi yaitu sebanyak 34.45% dan 37.60%.
Pengencer tris-soya rafinosa dengan penambahan gliserol dan DMF pada penelitian
ini untuk sementara hanya dapat digunakan untuk pengencer semen cair. Perubahan
suhu yang sangat drastis dari suhu setelah pengenceran (28 oC) ke suhu pembekuan
dalam N2 cair (-196oC) sampai ke suhu setelah thawing (37oC) yang menyebabkan
spermatozoa mengalami kerusakan pada membran sel sehingga motilitas
spermatozoa terganggu dan menyebabkan kematian sel spermatozoa yang cukup
tinggi. Apabila terjadi kerusakan pada membran plasma dapat menyebabkan
hilangnya enzim-enzim yang diperlukan dalam proses metabolisme sehingga tidak
dihasilkan energi sehingga motilitas menjadi rendah, serta daya hidup juga akan
rendah (Rizal et al. 2003).
Kualitas semen beku setelah thawing pada penelitian cukup tinggi. Motilitas
spermatozoa pada perlakuan tris-kuning telur trehalosa dengan penambahan gliserol
menunjukkan peranan yang lebih baik (65.07±5.38%) dengan nilai recovery rate
(83.65%) yang lebih tinggi dibandingkan dengan tris kuning telur trehalosa DMF
(61.67±5.55%) dengan nilai recovery rate (79.29%) (P>0.05) (Tabel 7). Dengan
demikian gliserol maupun DMF tidak memiliki pengaruh yang berbeda terhadap

 
 
31

penambahan tris-kuning telur trehalosa, akan tetapi gliserol cenderung lebih baik
sekitar 3%. Hal ini diduga karena gliserol yang ditambahkan kedalam tris-kuning
telur trehalosa memiliki kemampuan untuk mencegah terbentuknya kristal-kristal es
akibat dehidrasi sel yang berlebihan dari dalam sel dan menstabilkan membran
plasma sel sehingga dapat melindungi kerusakan fisik maupun fungsional
spermatozoa selama proses pembekuan dan memodifikasi struktur kristal es sehingga
tidak merusak organel-organel sel. Peranan lain dari gliserol adalah dapat mencegah
dehidrasi karena memiliki tiga gugus hidroksil (–OH) yang memiliki daya pengikat
air yang kuat dan tiap gugus hidroksil ini dapat mengadakan interaksi dengan gugus
karboksil asam lemak (Kimball 1998). Gliserol dalam melindungi membran sel akan
mengikat gugus pusat fosfolipid sehingga mengurangi ketidakstabilan membran dan
dapat berinteraksi dengan membran untuk mengikat protein dan glikoprotein
(Parks dan Graham 1992).

Tabel 7 Pengaruh dimethilformamida (DMF) dan gliserol dalam pengencer tris-


kuning telur trehalosa dan tris-soya rafinosa terhadap kualitas spermatozoa
Tris-kuning telur trehalosa Tris-soya rafinosa Rataan
Tahapan Tris-
Tris-
Pembekuan kuning
DMF Gliserol DMF Gliserol soya
telur
rafinosa
trehalosa
Semen Segar            
aM aM aM
SM (%) 77.78±2.64 77.78±2.64 77.78±2.64 77.78±2.64aM 77.78 77.78
aM aM aM aM
SH (%) 84.90±4.37 84.90±4.37 84.90±4.37 84.90±4.37 84.90 84.90
aM aM aM aM
MPU (%) 77.01±3.18 77.01±3.18 77.01±3.18 77.01±3.18 77.01 77.01
Setelah
Pengenceran
SM (%) 76.67±2.50aM 76.67±2.50aM 76.67±2.50aM 76.67±2.50aM 76.67 76.67
aM aM aM aM
SH (%) 83.23±4.23 84.55±3.28 84.62±3.66 82.88±3.45 83.89 83.75
aM aM aM aM
MPU (%) 75.45±3.20 76.12±3.19 75.67±3.11 75.45±3.19 75.79 75.56
Setelah
Ekulibrasi
SM (%) 74.43±2.50aM 74.55±2.50aM 74.73±2.50aM 74.98±2.64aM 74.49 74.31
aM aM aM aM
SH (%) 80.00±3.25 81.04±3.67 82.01±3.52 81.11±3.19 80.52 81.56
aM aM aM aM
MPU (%) 72.66±3.20 72.87±3.33 73.46±2.66 72.50±3.74 72.77 72.98
Setelah
Thawing
           
aN aN eN
SM (%) 61.67±5.55 65.07±5.38 42.22±8.13 39.07±5.38eN 63.37 40.65
aN aN eN eN
SH (%) 65.57±4.16 68.98±4.68 48.89±7.93 45.36±4.81 67.28 47.13
aN eN iN iN
MPU (%) 64.58±5.70 69.19±3.36 41.44±3.99 41.32±5.71 66.89 41.38
Recovery
79.29 83.65 54.28 50.23 81.47 52.26
rate (%)
Huruf vokal (a, e, i) berbeda yang mengikuti angka pada baris yang sama dan huruf konsonan (M, N)
berbeda yang mengikuti angka pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05). DMF
(dimethilformamida); SM (spermatozoa motil); SH (spermatozoa hidup); MPU (membran plasma
utuh).

 
 
32

Selain gliserol penambahan kuning telur pada pengencer juga mampu


memberikan efek perlindungan pada spermatozoa selama proses pendinginan dan
pembekuan. Fraksi protein non dialisis pada kuning telur yang mengakibatkan
kuning telur dapat mempunyai sifat proteksi yang sangat baik pada spermatozoa
kambing selama pembekuan. Selain itu diduga karena adanya kaitan yang erat antara
low-density lipoprotein dengan membran plasma sperma seperti yang ditemukan
pada spermatozoa sapi (Molinia et al. 1994). Selain itu, penambahan trehalosa lebih
mampu memberikan perlindungan terhadap pengaruh pembekuan (Aisen et al.
2000), meningkatkan integritas membran dan viabilitas sel spermatozoa (Aisen et al.
2002). Crowe dan Crowe (2000) menyatakan bahwa trehalosa bersifat krioprotektan
ekstraseluler yang bekerja menstabilkan membran dan melindungi membran selama
proses pembekuan, sehingga jika dikombinasikan dengan gliserol menunjukkan
kemampuan yang optimal dalam melindungi sel terhadap efek pembekuan. Trehalosa
adalah gula yang tidak toksik dan bersifat krioprotektan dengan cara menggantikan
atau berasosiasi dengan bound water, dan trehalosa dapat melindungi membran sel
dengan cara mengikat air ke protein dan ke ujung polar dari fosfolifid pada membran
sel lebih kuat dibandingkan dengan bound water tanpa tambahan trehalosa (bound
water saja) (Best c1990).
Menurut Watson (2000) selama tahapan pembekuan, sel sperma melewati
perubahan drastis dalam lingkungan fisik dan kimia. Suhu turun mendekati titik beku
air yang menyebabkan perubahan struktural lipid bilayer mengubah membran
plasma. Perubahan ini dapat memicu perubahan dalam permeabilitas membran
plasma yang dapat menyebabkan pecahnya sel sperma (Hermansson dan Linde-
Forsberg 2006).
Hafez (2000) menyatakan bahwa gliserol yang digunakan sebagai
krioprotektan berdifusi, menembus dan memasuki spermatozoa dan oleh
spermatozoa dipakai untuk metabolisme oksidatif, menggantikan air bebas dan
mendesak keluar elektrolit-elektrolit, menurunkan konsentrasi elektrolit intraseluler
serta mengurangi daya merusaknya terhadap sel spermatozoa. Efek gliserol adalah
mencegah pengumpulan molekul H2O dan mencegah kristalisasi es pada daerah titik
beku larutan (Mazur 1984). Selain itu, gliserol akan menurunkan konsentrasi natrium
di dalam medium di luar sel sehingga kematian sel spermatozoa akibat solution-effect
dapat dihindarkan dan pembentukan kristal-kristal es di dalam sel dapat dikurangi.
Mekanisme kerjanya adalah dengan jalan mengubah bentuk dan ukuran kristal es
yang terbentuk sehingga mengurangi tekanan mekanik dan menurunkan titik beku
medium sehingga kristal-kristal es tidak terbentuk. Solution-effect ini akan timbul
bila terjadi perubahan yang drastis dari larutan dalam sel yang dibekukan sebagai
akibat terbentuknya kristal-kristal es di luar dan dalam sel spermatozoa. Selain itu
terjadi penurunan volume air dalam sel, perubahan air menjadi es dan adanya
peningkatan konsentrasi larutan di dalam dan di luar sel. Dengan adanya gliserol
dalam medium pengencer diharapkan peningkatan konsentrasi elekstrolit yang
merugikan dapat dihindarkan (Tambing et al. 2000).
Dalam pengencer tris-soya rafinosa, penambahan DMF lebih memperkuat daya
kerja tris soya rafinosa dengan persentase motilitas spermatozoa (42.22±8.13%)
dengan nilai recovery rate (54.28%) yang lebih tinggi dibandingkan dengan gliserol
(39.07±5.38%) dengan nilai recovery rate sebesar 50.23% (P>0.05) (Tabel 7).
Dengan demikian DMF maupun gliserol tidak memiliki pengaruh yang berbeda
terhadap penambahan tris-soya rafinosa, akan tetapi DMF cenderung lebih baik

 
 
33

sekitar 5%. Hal ini dikarenakan kandungan asam amino (Lampiran 1) yang ada
didalam Tris-soya rafinosa yang dapat membentuk ikatan hidrogen yang ada pada
DMF. Jadi, atom hidrogen yang ada pada DMF berikatan atau mengeliling asam
amino yang ada pada tris-soya rafinosa. Oleh karena itu, penambahan DMF lebih
memperkuat daya kerja tris-soya rafinosa. Wade (2000) menjelaskan bahwa DMF
yang merupakan pelarut yang bersifat polar aprotik (tidak mempunyai atom –H
untuk ikatan hidrogen) dengan konstanta dielektrik dan moment dipol yang tinggi.
Jadi meskipun DMF melarutkan tidak bekerja membentuk ikatan hidrogen dengan
anion. DMF dapat melarutkan garam-garam terutama melalui kation larutan melalui
daya tarik pada ujung dipol C=O. Ujung positif dari dipol dilindungi di dalam
molekul dan dapat melarutkan anion tetapi sangat lemah. Pine et al. (1998)
menyelaskan bahwa amida dapat dengan mudah terbentuk dari senyawa yang sesuai
yang memiliki gugus amino dan gugus karboksilat. Oleh karena itu amida mudah
bereaksi dengan asam karboksilat di dalam reaksi asam-basa sehingga menghasilkan
garam amonium. (Fessenden dan Fessenden 2006) menyatakan bahwa hidrolisis
suatu amida dalam larutan asam berlangsung dalam suatu cara yang serupa dengan
hidrolisis suatu ester. Oksigen karbonil diprotonasi, karbon karbonil diserang oleh
H2O, proton diserah terimakan, dan suatu amina dibuang. Amina ini kemudian
bereaksi dengan H+ dan menghasilkan garam amina. Pembentukan garam amina
menjelaskan bahwa H+ bersifat pereaksi, bukan katalis.
Selain itu, hal ini dikarenakan amida memiliki toksisitas yang lebih rendah dan
dapat menjaga integritas membran sel. Amida telah diusulkan sebagai alternatif
untuk pembekuan semen, terutama untuk semen pejantan yang lebih sensitif terhadap
efek racun dari gliserol, karena amida memiliki bobot molekul (73.09) dan viskositas
yang lebih rendah dibandingkan dengan gliserol (dengan bobot molekul 92.05), dan
untuk permeabilitas membran yang lebih tinggi sehingga dapat mengurangi
kemungkinan kerusakan sel yang disebabkan oleh tekanan osmotik. Selain itu
penambahan metil (CH3) kedalam molekul amida dapat meningkatkan permeabilitas
membran sperma dan meningkatkan efisiensi kriopreservasi (Bezerra et al. 2011).
Dasar pemilihan jenis krioprotektan menurut Squires et al. (2004) selain
mengandung bahan yang bekerja melindungi sel pada saat pembekuan juga harus
memiliki bobot molekul yang kecil agar lebih mudah dan cepat melakukan penetrasi
ke dalam sel sehingga mengurangi toksisitas akibat osmolaritas yang tinggi.
Rafinosa terdiri dari tiga sakarida yang mempunyai peranan penting pada
penyesuaian pengaruh tekanan osmotik. Aktifitas dan sumber energi sakarida dengan
berat molekul yang tinggi sangat baik untuk gerakan spermatozoa. Sebagai sumber
aktifitas rafinosa yang terdiri dari D-galaktosa, D-glukosa dan D-Fruktosa juga
berfungsi menstabilkan kualitas spermatozoa terhadap pengaruh buruk penyimpanan
dan pembekuan dalam N2 cair (Suwarso 1999), sehingga jika dikombinasikan dengan
DMF menunjukkan kemampuan yang optimal dalam menjaga integritas membran
dan permeabilitas membran yang lebih tinggi dan dapat mengurangi kerusakan sel
yang disebabkan oleh tekanan osmotik, serta dapat meningkatkan efisiensi
kriopreservasi.
Secara umum rataan persentase motilitas spermatozoa dengan penambahan
krioprotektan gliserol maupun DMF pada pengencer tris-kuning telur trehalosa lebih
unggul (63.37%) dengan rataan recovery rate (81.47%) yang lebih tinggi
dibandingkan dengan rataan tris-soya rafinosa (40.65%) dengan rataan recovery rate
(52.26%) (P<0.05) (Tabel 7). Hal ini diduga karena di dalam pengencer tris-kuning

 
 
34

telur trehalosa mempunyai komponen yang lebih baik dibandingkan tris-soya


rafinosa yaitu kandungan lesitin dan lipoprotein dari kuning telur yang dapat
memberikan perlindungan bagi sel sperma yang lebih baik jika dibandingkan dengan
lesitin pada kacang kedelai selama proses pembekuan-thawing. Kandungan lipid
dalam pengencer tris kuning telur trehalosa lebih dapat melindungi phospholipid
bilayer pada membran sel. Zhang et al. (2009) menyimpulkan bahwa mekanisme
yang tepat dimana lesitin kedelai melindungi spermatozoa selama proses
pembekuan-thawing masih belum diketahui dengan jelas, dan menyimpulkan bahwa
mekanisme lesitin kedelai mirip dengan LDL (low density lipoprotein). Dijelaskan
lebih lanjut bahwa fosfolipid dari kuning telur dan lesitin kacang kedelai tidak bisa
masuk kedalam membran sperma untuk mengubah fosfolipid pada membran, akan
tetapi mungkin menggabungkan dengan membran sperma untuk membentuk lapisan
pelindung terhadap pembentukan kristal es ekstraseluler yang mematikan dan
melindungi membran sperma dari kerusakan mekanis selama proses pembekuan-
thawing.
Lesitin dari kacang kedelai memiliki kandungan yang mirip dengan lesitin pada
kuning telur yang digunakan untuk perlindungan bagi spermatozoa dari efek cold
shock pada saat kriopreservasi (Thun et al. 2002; Aires et al. 2003). Menurut
Aboagla dan Terada (2004a), kuning telur mengandung lesitin yang mampu
melindungi spermatozoa terhadap kejutan dingin. Anti cold shock perlu ditambahkan
dalam bahan pengencer agar dapat melindungi spermatozoa pada saat perubahan
suhu dari suhu ruang (28°C) pada saat pengolahan ke suhu ekuilibrasi (5°C). Anti
cold shock yang umum ditambahkan adalah kuning telur atau ekstrak kacang kedelai
yang dapat melindungi membran spermatozoa pada saat pendinginan dan
pembekuan. Khasiat utama kuning telur atau ekstrak kacang kedelai adalah
kandungan lesitin (phosphatidyl choline) yang dapat bersifat membran coating untuk
tetap mempertahankan konfigurasi normal phospholipid bilayer yang merupakan
susunan utama membran sel spermatozoa. Cold shock tersebut akan merubah
membran spermatozoa dari konfigurasi normal ke konfigurasi hexagonal (Lampiran
10) yang dapat menyebabkan kerusakan pada membran plasma spermatozoa (Morel
1999).
Pemeriksaan motilitas spermatozoa diperluas dengan pemeriksaan membran
plasma utuh dan spermatozoa hidup. Terdapat hubungan antara pemeriksaan
motilitas dan keutuhan membran plasma serta daya hidup spermatozoa. Membran
plasma yang rusak akan berpengaruh terhadap motilitas sehingga fertilitas akan
terganggu. Hal ini dapat dilihat dari rataan persentase membran plasma utuh setelah
thawing cenderung lebih tinggi 3% dibandingkan dengan rataan persentase motilitas
spermatozoa yaitu sebesar 66.89% pada tris-kuning telur trehalosa dan 41.38% pada
tris soya rafinosa. Sedangkan pemeriksaan spermatozoa hidup selalu didapat lebih
tinggi sekitar 4-6% dari persentase spermatozoa motil yaitu 67.28% pada tris-kuning
telur trehalosa dan 47.13% pada tris soya rafinosa.
Membran plasma spermatozoa sangat dipengaruhi oleh tekanan osmotik pada
bahan pengencer. Tekanan osmotik ini sangat penting dalam mempertahankan
keutuhan membran plasma. Sel spermatozoa kambing pada saat pembekuan
memiliki toleransi osmolaritas pengencer semen beku antara 325-625 mosmol/kg
H2O (Purdy 2006a). Semen segar dari ketiga kambing PE jantan yang digunakan
pada penelitian berturut-turut adalah 244; 233; 236 mosmol/kg H2O dengan rataan
tekanan osmotik sebesar 237.67 mosmol/kg H2O. Hasil pengukuran tekanan osmotik

 
 
35

pada pengencer tris-kuning telur trehalosa DMF, tris-kuning telur trehalosa gliserol,
tris-soya rafinosa DMF, dan tris-soya rafinosa gliserol berturut-turut adalah 860; 700;
1210; 1220 mosmol/kg H2O. Berdasarkan hasil tersebut pengencer yang
menunjukkan tekanan osmotik yang mendekati kisaran tersebut adalah tris-kuning
telur trehalosa. Hal tersebut membuktikan bahwa tekanan osmotik suatu pengencer
memegang peranan penting dalam mempengaruhi membran plasma spermatozoa
yang berkorelasi positif terhadap motilitas dan daya hidup spermatozoa. Apabila
membran plasma spermatozoa sudah mengalami kerusakan, maka metabolisme
spermatozoa akan terganggu sehingga spermatozoa akan terganggu motilitasnya dan
dapat menyebabkan kematian. Hal ini menunjukkan kualitas membran plasma dapat
tetap dipertahankan meskipun motilitas menurun.
Pegg (2002) menyatakan stres osmotik pada saat thawing disebabkan oleh
efek dari krioprotektan yang berlebihan, sehingga menyebabkan sel membengkak
dan pecah. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh tekanan osmotik larutan
pengencer yang terlalu tinggi sehingga air dari dalam sel akan tertarik keluar yang
menyebabkan dehidrasi (Best c1990). Best (c1990) menyatakan bahwa air dalam sel
terdiri atas bulk water yang mengisi 90% dari sel serta bound water yang mengisi
hanya 10% dari sel. Bulk water adalah air yang bisa membeku dan akan keluar akibat
perubahan tekanan osmotik. Sedangkan boundwater adalah molekul air yang 20-100
kali lebih kental dibandingkan dengan bulk water, yang ikatan hidrogennya terikat
sangat erat pada permukaan yang bersifat hidrofilik dari makromolekul (protein,
asam nukleat atau ujung polar dari kelompok phospholipids). Saat terjadi proses
pembekuan, bagian luar sel akan mengalami pembekuan terlebih dahulu yang akan
menarik air dari dalam sel keluar.
Kriopreservasi menyebabkan kerusakan permanen pada organel sperma, dan
perubahan fluiditas membran dan aktifitas enzimatik, terkait dengan penurunan
motilitas, viabilitas dan fertilitas spermatozoa (Sariözkan et al. 2009). Kerusakan
spermatozoa selama proses kriopreservasi terkait dengan tiga komponen utama,
yakni stres osmotik, pembentukan kristal es, dan komposisi lipid membran (secara
langsung berhubungan dengan perubahan fluiditas membran sperma (fase transisi))
dan kemampuan untuk pertukaran panas, ion dan air melalui membran plasma
(Watson 2000).
Perbedaan suhu dan osmolaritas antara media pembekuan dan sperma
menyediakan variasi yang besar pada volume air dalam sel yang mengarah ke
mekanisme stres pada membran sel. Fase transisi yang terjadi selama proses
pembekuan mengubah struktur membran dan dapat menghilangkan protein penting
sehingga mengurangi efisiensi kriopreservasi. Reorganisasi membran lipid sperma
dapat menggangu interaksi antara lipid-lipid atau lipid-protein yang diperlukan untuk
fungsi membran secara sempurna (Watson 2000). Selain itu, media pembekuan dapat
menyebabkan pecahnya membran karena dapat menyebabkan stres osmotik,
perubahan membran, dan perubahan dalam mikrotubulus ekor sperma.
Purdy (2006a) menyatakan bahwa walaupun gliserol agak beracun bagi
spermatozoa dan dapat menyebabkan kerusakan osmotik, gliserol adalah
krioprotektan yang paling banyak digunakan untuk pembekuan semen. Penggunaan
dimethylformamide (DMF) tidak lebih unggul daripada gliserol jika digunakan
sebagai krioprotektan untuk semen kambing (Bezerra et al. 2011). Alvarenga et al.
(2005) menyatakan bahwa DMF lebih unggul dalam mempertahankan semen beku
kuda. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa DMF yang dikombinasikan

 
 
36

dengan pengencer dasar tris untuk pembekuan semen kambing memiliki hasil yang
mirip dengan gliserol. Dengan demikian DMF dapat digunakan sebagai
krioprotektan alternatif untuk pembekuan semen kambing.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pengencer tris-soya dapat digunakan sebagai pengencer semen cair kambing


dan suplementasi rafinosa mempertahankan daya hidup spermatozoa dalam tris-soya
sampai 60 jam, sedangkan suplementasi trehalosa mempertahankan daya hidup
spermatozoa dalam tris-kuning telur sampai 84 jam.
Pengencer tris-kuning telur trehalosa dengan penambahan gliserol
menunjukkan peranan yang lebih baik dalam melindungi kualitas spermatozoa pada
saat pembekuan dibandingkan dengan pengencer tris-soya rafinosa dengan
penambahan DMF.
Pemeriksaan motilitas spermatozoa dapat menggambarkan pemeriksaan
membran plasma utuh dan spermatozoa hidup.

Saran

Penelitian ini merupakan penelitian pertama untuk mengevaluasi efek dari


lesitin kacang kedelai untuk preservasi dan kriopreservasi semen kambing PE,
sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan informasi tentang
lesitin kacang kedelai.
Untuk membuat semen cair kambing dapat digunakan pengencer tris-kuning
telur dengan suplementasi trehalosa 50 mM dan tris-soya dengan suplementasi
rafinosa 50 mM.
Perlu dilakukan IB pada kambing betina menggunakan semen cair hasil
penelitian ini untuk mengetahui fertilitas spermatozoa yang sebenarnya.

DAFTAR PUSTAKA

Aboagla EME, Terada T. 2003. Trehalose-enhanced fluidity of the goat sperm


membrane and its protection during freezing. BOR Papers in Press Published.
pp 1-18.
Aboalga EME, Terada T. 2004a. Effect of egg yolk during the freezing step
preservative on the viability of goat spermatozoa. Theriogenology. 62:1160-
1172.
Aboagla EME, Terada T. 2004b. Effects of supplementation of trehalose extender
containing egg yolk with sodium dodecyl sulfate on the freezability of goat
spermatozoa. Theriogenology. 62: 809-818.

 
 

Anda mungkin juga menyukai