Anda di halaman 1dari 5

BAB V

HUBUNGAN IMAN KRISTIANI DENGAN ILMU PENGETAHUAN,


TEKNOLOGI, DAN SENI

A. Tipologi hubungan iman dan ilmu pengetahuan dalam sejarah


kekristenan
1. Dominasi iman/agama terhadap ilmu pengetahuan/sains
Teologi yang menjadi acuan kehidupan iman orang Kristen, dianggap
sebagai ratu ilmu pengetahuan, telah menempatkannya sebagai ukuran
kebenaran untuk segala hal, bukan hanya untuk soal iman dan etika.
Namun, ketika Galileo mengemukakan temuan ilmu pengetahuannya
bahwa bukan matahari yang beredar dari timur ke barat, melainkan
bumilah yang beredar mengelilingi matahari, gereja sebagai pemegang
otoritas kebenaran ajaran teologi menjatuhkan hukuman yang
mengerikan terhadap dia. Penemuannya justru dianggap bertentangan
dengan deskripsi Alkitab yang ditafsirkan secara budaya ketika Alkitab
ditulis. Secara awam sudah tentu deskripsi bahwa matahari yang beredar
mengelilingi bumi adalah hal yang wajar tetapi tentu maksud Alkitab
bukanlah untuk memberi deskripsi tentang gejala-gejala alam dan
menjadi buku teks ilmu pengetahuan alam. Tujuannya jauh lebih tinggi
dari deskripsi seperti itu. Penulis hendak menyaksikan bahwa di balik
semua yang ada, ada penciptanya. Suatu pengakuan tentang eksistensi
Tuhan dan bahwa Tuhan adalah Allah yang hidup dan bertindak dalam
sejarah umat manusia. Untungnya, setelah beberapa abad kemudian
Gereja mengakui bahwa hukuman terhadap Galileo Galilei adalah suatu
kekeliruan, dan Gereja telah meminta maaf atas hal tersebut. Umumnya,
pada masa kini tidak ada yang beranggapan bahwa mataharilah yang
beredar mengelilingi bumi dan bukan bumi yang mengelilingi matahari,
walaupun tidak berani menolak otoritas Alkitab, karena Alkitab bukan
buku teks ilmu pengetahuan.
2. Dominasi ilmu pengetahuan terhadap agama
Sejak zaman Pencerahan, dominasi iman atas ilmu mulai
dipertanyakan, malahan berkembang menjadi dominasi ilmu atas iman.
Banyak orang menganggap sains (ilmu pengetahuan) bersifat objektif,
universal, rasional, dan didasarkan pada bukti observasi/pengamatan
yang kuat. Sedangkan agama pada sisi yang lain, bersifat sangat
subjektif, lokal (sempit skopnya), emosional, dan didasarkan pada tradisi
atau sumber kewibawaan yang saling bertentangan satu sama lain. Lama-
kelamaan, orang lebih yakin akan metode ilmu pengetahuan, mulai
meragukan keyakinannya, dan bahkan meninggalkannya sebagai suatu
yang tidak berdasar. Rasio manusia menjadi ukuran atas segala-galanya
bukan hanya dalam bidang sains (ilmu pengetahuan) tetapi juga dalam
hal-hal yang bersifat imaniah dan kepercayaan. Sebagai akibatnya, para
teolog ada juga yang mencoba menyesuaikan pernyataan Alkitab dengan
temuan ilmu pengetahuan, dan dengan demikian iman tunduk kepada
ilmu pengetahuan. Inilah dominasi ilmu atas iman.
B. Pengertian Teknologi Modern
Menurut Eka Darmaputera, tujuan akhir dari sains adalah mengetahui
sebanyak-banyaknya tentang dunia dan alam semesta, sedangkan tujuan
akhir dari teknologi mengubah dunia dalam arti bagaimana pengetahuan dari
sains tadi dapat diaplikasikan dalam peralatan untuk memecahkan masalah
(Supardan 1991, 241). Dalam pengertian itu ada kaitan erat antara ilmu
pengetahuan (sains) dan teknologi. Tanpa sains tidak mungkin teknologi
berkembang, sebaliknya tanpa teknologi, sains menjadi mandul. Teknologi
mengimplikasikan pilihan, dan pilihan menuntut keputusan yang tidak hanya
menyangkut aspek ilmiah, namun juga yang berdimensi etis dan religius.
Misalnya, secara ilmiah, teknologi kloning dapat diterapkan juga kepada
manusia, tetapi apakah seorang ilmuwan/wati boleh melakukan hal tersebut?
Ada banyak sekali pertimbangan dalam membuat keputusan apakah
seseorang dapat melakukan kloning manusia, dan perdebatan mengenai hal
ini masih terus berjalan.
C. Tipologi respon kristen terhadap teknologi modern
1. Teknologi sebagai pembebas (liberator)
Sepanjang sejarah modern, perkembangan teknologi telah disambut
secara bersemangat oleh karena potensinya untuk membebaskan kita dari
kelaparan, penyakit, dan kemiskinan. Teknologi telah dirayakan sebagai
sumber dari kemajuan materiil dan pemenuhan kemanusiaan kita.
Hubungan positif atara iman dan teknologi juga harus disyukuri dan
diterima secara positif, karena melaluinya Allah menyatakan kasih-Nya
kepada manusia melalui kemajuan teknologi. Jangan pernah berilusi
bahwa teknologi tidak membawa dampak negatif yang tidak
memanusiakan manusia. Karena itu, harus dikritisi dan ada upaya
meminimalkan dampak negatifnya. Teknologi tak perlu dielu-elukan
sebagai liberator, karena akhirnya hanya Tuhanlah sang Liberator
sesungguhnya.
2. Teknologi sebagai ancaman
Kita tidak dapat terlalu optimis dan mengagungkan teknologi sebagai
penyelamat, karena hanya Tuhan yang dapat menyelamatkan. Keasyikan
dengan teknologi dapat berkembang menjadi sikap mendewakan
teknologi, suatu penyangkalan dari kedaulatan dan kekuasaan Allah, dan
juga suatu ancaman terhadap eksistensi manusia yang khas. Akan tetapi,
kita juga jangan terlalu pesimis dengan teknologi, sebab teknologi yang
diarahkan untuk memenuhi kebutuhan manusia yang sesungguhnya
adalah perwujudan dan ekspresi yang sah dari kapasitas kreatif manusia
dan merupakan kontribusi esensial bagi kesejahteraannya.
3. Teknologi sebagai instrumen keuasaan
Posisi atau respons ketiga berpendapat bahwa teknologi tidak secara
inheren baik atau jelek/jahat, tetapi teknologi adalah instrumen
kekuasaan yang ambigu/mendua, yang konsekuensi-konsekuensinya
tergantung pada konteks sosialnya. Beberapa teknologi tampaknya netral
jika mereka dapat dipakai untuk kebaikan atau kejahatan sesuai dengan
tujuan pemakainya. Pisau dapat dipakai untuk operasi atau membunuh,
dan seterusnya. Barbour mengemukakan dua hal dalam kaitan dengan
posisi ketiga ini. Pertama, tentang hubungan teknologi dengan kekuasaan
politik. Kedua adalah mengarahkan kembali teknologi.

KESIMPULAN

Kita tidak mungkin menghindar berhadapan dengan kemajuan ilmu pengetahuan


dan teknologi, maupun seni. Semuanya menuntut respons kita sebagai orang
percaya bagaimana mengembangkan pola hubungan yang positif antara iman
dengan ilmu, teknologi dan seni. Iman harus menerangi iptek dan iptek harus
mendukung iman jadi keduanya harus berjalan beriiringan, maksudnya jika kita
tidak bisa mengendalikan kebutuhan kita terhadap iptek akan membawa dampak
negatif terhadap iman kita, pikiran kita jadi tidak tertuju kepada kemuliaan Tuhan
tetapi lebih memprioritaskan iptek. Teknologi dapat menjadi ancaman jika lebih
terang dari pada iman. Contohnya kalo kita bawa hp digereja sebagai alkitab, boleh
bawa tetapi tidak menggantikan posisi alkitab sebagai kitab suci karena jika kita
membawa hp pikiran dan hati kita terbagi saat sedang beribadah. Sedangkan seni,
Seni dapat dipakai sebagai ekspresi iman, melalui puji-pujian, dan berbagai
manifestasi seni yang lain. Beragama tanpa melibatkan unsur seni sangatlah kering
dan membosankan, tidak imajinatif. Tak ada ekspresi keagamaan yang bebas dari
seni. Seni memperkaya kehidupan keagamaan dan mendekatkan manusia kepada
Tuhan. Sebaliknya, agama dan iman juga perlu mewarnai seni dan mengontrolnya
agar dikembangkan untuk mendatangkan kebaikan dan bukan kejahatan, seperti
pornografi dll.

Anda mungkin juga menyukai