Anda di halaman 1dari 68

JAMINAN MUTU PEMERIKSAAN HEMATOLOGI

HEMATOLOGI

Oleh:

Nama : Ni Made Ari Mahayani

NIM : P07134019056

Kelas/Semester : II B/ III

Kementrian Kesehatan RI

Jurusan Teknologi Laboratorium Medis

Poltekkes Kemenkes Denpasar

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat,dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan papertentang “Jaminan Mutu
Pemeriksaan Hematologi” ini dengan baik.
Kami berterima kasih pada ibu dan bapak dosen selaku dosen hematologi
yang telah memberikan tugas ini kepada kami. Paper ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun, demi
sempurnanya paper ini.
Semoga paper ini memberikan informasi dan bermanfaat untuk
pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi siapapun yang
membacanya. Kami mohon maaf apabila ada kesalahan penulisan kata kata.

Denpasar, 21 September 2020

Penyusun

DAFTAR ISI

i
Kata Pengantar ...........................................................................................i
Daftar isi ......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................1        
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................1
1.3 Tujuan ...............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................3
2.1 Definisi mutu.....................................................................................3          
2.2 Mutu laboratorium klinik...................................................................6
2.3 5Q framework ...................................................................................10
2.4 Sumber-sumber kesalahan pada tahap pra analitik, anlitik,
dan pasca analitik...............................................................................15
2.5 Pemantapan mutu internal bidang hematologi...................................37
2.5.1 Pengenalan pemantapan mutu internal...........................................37
2.5.2 Penerapan pemantapan mutu internal bdang hematologi...............52
BAB III PENUTUP......................................................................................54
3.1 Simpulan ...........................................................................................54
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................iii

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan arus informasi
dalam bidang kesehatan yang semakin meningkat didalam masyarakat terutama
didalam bidang pelayanan kesehatan, hal ini akan mendorong tingginya tuntutan
masyarakat dalam mutu pelayanan kesehatan. Salah satu unit pelayananan
kesehatan adalah Laboratorium klinik. Pelayanan laboratorium klinik merupakan
bagian integral dari pelayanan masyarakat untuk menujang peningkatan kesehatan
masyarakat. Laboratorium klinik adalah sarana kesehatan yang melaksankan
pengukuran, penetapan dan pengujian terhadap bahan dari manusia. Manfaat
laboratorium klinik untuk penentuan jenis penyakit, perjalanan penyakit, kondisi
kesehatan atau faktor yang dapat berpengaruh pada kesehatan perorangan.
Laboratorium klinik memiliki tanggung jawab dalam melayani pemeriksaan yang
bermutu sehingga hasil pemeriksaan dapat dipercaya.
Jaminan mutu adalah seluruh kegiatan yang ditujukan untuk menjamin
kualitas hasil laboratorium dapat diperaya. Jaminan mutu laboratorium meliputi
Pemantapan Mutu Internal (PMI), verifikasi, validasi, audit, Pemantapan Mutu
Eksternal (PME) serta pelatihan dan pendidikan. Pemantapan Mutu Internal (PMI)
adalah suatu kegiatan pencegahan dan pengawasan yang dilakukan oleh masing-
masing laboratorium secara terus menerus agar tidak terjadi penyimpangan
sehingga didapatkan hasil pemeriksaan yang tepat. Pemantapan mutu internal
terdiri dari tiga tahap yaitu pra-analitik, analitik dan pasca-analitik. Tahap pra-
analitik meliputi kegiatan persiapan pasien, pengambilan spesimen dan pemberian
identitas pasien. Tahap analitik meliputi pengolahan spesimen, pelaksanaan
pemeriksaan, pengawsan ketelitian, dan ketepatan pemeriksaan. Tahap pasca
anlitik meliputi pencatatan hasil pemeriksaan dan pelaporan hasil pemeriksaan.
Beberapa hal yang dapat meyebabkan kesalahan pra-anlitik antara lain
hemolisis (53%), volume spesimen yang kurang (7,5%), tulisan tangan yang tidak
bisa dibaca (7,2%), salah spesimen, terdapat bekuan pada spesimen, kesalahan
vacuntainer atau antikoagulan, rasio volume spesimen dan koagulan yang tidak
sesuai serta spesimen diambil dari jalur infus. Data tersebut meperlihatikan bahwa

1
kesalahan pra-analitik paling banyak yaitu kesalahan yang berhubungan dengan
kualitas spesimen. Kualitas spesimen yang kurang memenuhi syarat dapat
menyebabkan kesalahan pada hasil laboratorium yang akan menimbulkan
kesalahan interpretasi hasil sehingga dapat menyebakan kesalahan pengambilan
keputusan pengobatan dan tindakan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi dari mutu?
2. Bagaimana mutu laboratorium klinik?
3. Apa itu 5Q framework?
4. Apa saja sumber-sumber kesalahan pada tahap pra analitik, analitik, dan
pasca analitik?
5. Bagaimana pemantapan mutu internal bidang hematologi di
laboratorium?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari mutu
2. Untuk mengetahui bagaimana mutu laboratorium klinik
3. Untuk mengetahui 5Q framework
4. Untuk mengetahui sumber-sumber kesalahan pada tahap pra analitik,
analitik, dan pasca analitik
5. Untuk mengetahui agaimana pemantapan mutu internal bidang hematologi
di laboratorium

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Mutu
Untuk menghasilkan pemeriksaan laboratorium yang dapat
dipercaya/bermutu, maka setiap tahap pemeriksaan laboratorium harus
dikendalikan. Pengendalian setiap tahap ini untuk mengurangi atau meminimalisir
kesalahan yang terjadi di laboratorium. Agar dapat melakukan pengendalian mutu
di laboratorium dengan baik, maka Anda harus dapat menjelaskan konsep mutu.
Beberapa tokoh penting telah menelurkan konsep mutu produk atau jasa, yaitu:
 William Edwards Deming (1900-1993)
 Philip B. Crosby (1926 –2001)
 J.M. Juran (1904-2008)

1. William Edwards Deming (1900-1993)


Mutu ialah kesesuaian dengan kebutuhan pasar atau konsumen. mutu tidak
berarti segala sesuatu yang terbaik, tetapi pemberian kepada Pelanggan tentang
apa yang mereka inginkan dengan tingkat kesamaan yang dapat diprediksi serta
tergantungannya terhadap harga yang mereka bayar. Perusahaan yang bermutu
ialah perusahaan yang menguasai pangsa pasar karena hasil produksinya sesuai
dengan kebutuhan konsumen, sehingga menimbulkan kepuasan bagi konsumen.
Jika konsumen merasa puas, maka mereka akan setia dalam membeli produk
perusahaan baik berupa barang maupun jasa.
2. Philip B. Crosby (1926 –2001)
Mutu ialah conformance to requirement, yaitu sesuai dengan yang
disyaratkan atau distandarkan. Suatu produk memiliki mutu apabila sesuai dengan
standar atau kriteria mutu yang telah ditentukan, standar mutu tersebut meliputi
bahan baku, proses produksi, dan produk jadi. Mutu adalah pemenuhan
persyaratan dengan meminimalkan kerusakan yang mungkin timbul yaitu standard
of zero defect atau memperlakukan prinsip benar sejak awal. Teori yang
diungkapkan oleh Philip B Crosby bahwa bekerja tanpa salah (standard of zero
defect) adalah hal yang sangat mungkin, ungkapan ini mendorong untuk selalu

3
berusaha agar berhati-hati dalam setiap tahap kegiatan di laboratorium. Philip B
Crosby mengungkapkan empat Dalil Mutu sebagai berikut:
a. Definisi mutu adalah kesesuaian dengan persyaratan.
b. Sistem mutu adalah pencegahan.
c. Standar kerja adalah Tanpa Cacat (Zero Defect).
d. Pengukuran mutu adalah biaya mutu.
3. J.M. Juran (1904-2008):
Mutu adalah kecocokan penggunaan produk (fitness for use) untuk
memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Kecocokan pengguna produk
tersebut didasarkan atas lima ciri utama yaitu:
a. teknologi; yaitu kekuatan;
b. psikologis, yaitu rasa atau status;
c. waktu, yaitu kehandalan
d. kontraktual, yaitu ada jaminan;
e. etika, yaitu sopan santun.
J.M. Juran memperkenalkan tiga proses mencapai mutu (trilogy Juran)
diantaranya sebagai berikut:
a. Perencanaan mutu (quality planning) yang meliputi kualitas pelanggan,
menentukan kebutuhan pelanggan, menyusun sasaran mutu, dan
meningkatkan kemampuan proses.
b. Pengendalian mutu (quality control), terdiri dari memilih dasar
pengendalian, memilih jenis pengukuran, menyusun standar kerja, dan
mengukur kinerja yang sesungguhnya,
c. Perbaikan dan peningkatan mutu (quality improvement), terdiri dari:
mengidentifikasi perbaikan khusus, mengorganisasi lembaga untuk
mendiagonis kesalahan, menemukan penyebab kesalahan peningkatan
kebutuhan untuk mengadakan perbaikan.
J.M.Juran berpendapat bahwa penggunaan sebuah pendekatan untuk
meningkatkan mutu laboratorium harus tahap demi tahap sebab semua bentuk
peningkatan mutu harus dilakukan secara bertahap.
Dari ketiga tokoh ini dapat kita ambil kesimpulan bahwa mutu itu suatu
kebutuhan konsumen, yaitu kepuasan pelanggan sepenuhnya terhadap suatu

4
produk/ jasa yang dibutuhkan atau mutu merupakan suatu ukuran yang
berhubungan dengan kepuasan pelanggan terhadap sebuah produk/ jasa.
Mutu sangat tergantung pada situasi dan kondisi serta orang yang terlibat
dalam menentukan suatu mutu produk/ jasa. Selain dari ketiga tokoh tersebut,
Anda juga harus tahu tentang konsep mutu menurut ISO 9000, mutu adalah
bentuk keseluruhan dan karakteristik dari sebuah produk atau jasa yang
mempunyai kemampuan untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau
tersirat. Sedangkan menurut American Society for Quality Control, mutu adalah
gambaran total sifat dari suatu produk atau jasa pelayanan yang berhubungan
dengan kemampuannya untuk memberikan kebutuhan kepuasan.
Jadi dapat dikatakan bahwa mutu itu bukan hanya berhubungan dengan
mutu produk saja, tetapi juga dengan persyaratan lain seperti: ketepatan
pengiriman , biaya yang rendah, pelayanan yang memuaskan pelanggan dan bisa
dipenuhinya peraturan pemerintah yang berhubungan dengan produk yang
dipasarkan. Sesuai dengan kebutuhannya di jaman modern ini, mutu didefinisikan
sebagai berikut:
1. Sesuai dengan persyaratan (Conformance to requirements)
2. Sesuai dengan pemakaian (Fitness for use)
3. Kepuasan pelanggan (User satisfaction)
Mutu adalah mendapatkan hasil yang benar secara langsung setiap saat
dan tepat waktu, menggunakan sumber daya yang efektif dan efisien. Ini penting
dalam semua tahap proses pemeriksaan laboratorium, mulai dari penerimaan
sampel, pemeriksaan hingga pelaporan hasil uji.
Mutu suatu output laboratorium bergantung dari beberapa faktor. Yang
paling mendasar adalah pelaksanaan dan pemeliharaan Sistem Manajemen Mutu
didalam suatu laboratorium. Secara singkat dapat dikatakan bahwa sistem
manajemen mutu yang terdapat dalam suatu laboratorium disebut sebagai Praktek
Laboratorium yang Benar (GLP = Good Laboratory Practise).
Kegiatan Praktek Laboratorium yang Benar (GLP) mencakup proses
organisasi dan kondisi-kondisi laboratorium guna menjamin agar tugas-tugas
analisis direncanakan, dilakukan, dimonitor, direkam, disimpan dan dilaporkan
dengan benar.

5
Penerapan sistem manajemen mutu secara berkelanjutan akan
meningkatkan mutu layanan laboratorium dan meningkatkan daya saing
laboratorium. Kajian sistem manajemen mutu laboratorium klinik dilaksanakan
dengan pendekatan model Five-Q (Quality Planning, Quality Laboratory Practice,
Quality Control, Quality Assurance, Quality Improvement). Materi tentang Five-
Q akan dibahas lebih dalam pada bab selanjutnya.

2.2 Mutu Laboratorium Klinik


Mutu laboratorium klinik meliputi mutu hasil pemeriksaan dan mutu
layanan. Mutu hasil yaitu hasil pemeriksaan laboratorium yang dapat dipercaya
(memenuhi standar mutu), sedangkan mutu layanan adalah aktivitas yang
diberikan sesuai kebutuhan atau harapan pelanggan (mengatasi keluhan
pasien/pelanggan menurun).
Laboratorium klinik sebagai bagian dari pelayanan kesehatan mempunyai
arti penting dalam diagnostik. Data hasil pemeriksaan laboratorium merupakan
informasi yang penting digunakan untuk menegakkan diagnosis oleh klinisi
berdasarkan anamnase dan riwayat penyakit pasien. Hasil uji laboratorium juga
merupakan bagian integral dari penapisan kesehatan dan tindakan preventif
kedokteran.
Menurut Permenkes RI nomor 43 tahun 2013, bahwa pelayanan
laboratorium klinik merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang
diperlukan untuk menegakkan diagnosis, dengan menetapkan penyebab penyakit,
menunjang sistem kewaspadaan dini, monitoring pengobatan, pemeliharaan
kesehatan, dan pencegahan timbulnya penyakit. Laboratorium klinik perlu
diselenggarakan secara bermutu untuk mendukung upaya peningkatan kualitas
kesehatan masyarakat.
Layanan pemeriksaan yang dapat dilakukan di laboratorium klinik
diantaranya di bidang hematologi, kimia klinik, mikrobiologi klinik, parasitologi
klinik, imunologi klinik, patologi anatomi dan atau bidang lain yang berkaitan
dengan kepentingan kesehatan perorangan terutama untuk menunjang upaya
diagnosis penyakit, penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.

6
Hasil pemeriksaan laboratorium klinik yang bermutu menjadi tujuan
kegiatan pemeriksaan laboratorium sehari-hari. Anda sebagai tenaga ATLM
bertanggung jawab atas hasil pemeriksaan laboratorium klinik yang dapat
dipercaya. Untuk mendapatkan hasil tersebut, maka Anda harus dapat melakukan
pengendalian mutu hasil pemeriksaan. Pelayanan laboratorium klinik harus fokus
pada mutu, efektif, efisien dan profesional. Hal ini akan menentukan keunggulan
kompetitif dan kelangsungan laboratorium pada era globalisasi sekarang ini. Hasil
pemeriksaan yang dikeluarkan oleh laboratorium harus memenuhi standar mutu,
agar dapat dipercaya dan memuaskan pelanggan dengan memperhatikan aspek-
aspek teknis seperti ketepatan (accuracy) dan ketelitian (precision) yang tinggi,
serta didokumentasikan dengan baik sehingga dapat dipertahankan secara ilmiah.
Untuk mendapatkan mutu laboratorium yang diharapkan, maka banyak hal yang
harus diperhatikan, seperti:
1. Staff yang qualified
2. Fasilitas yang mencukupi
3. Tersedianya pemeriksaan yang memadai
4. Tersedianya protokol pemeriksaan yang baik (SOP)
5. Spesimen yang cukup dan memenuhi syarat
6. Penanganan dan penyerahan spesimen yang baik
7. Prossesing spesimen yang baik
8. Identifikasi, aliquoting dan distribusi sampel yang benar
9. Kehandalan hasil pemeriksaan
10. Turn arround time
11. Format pelaporan yang benar
12. Angka rujukan
13. Komunikasi yang baik dengan pelanggan
Untuk mencapai mutu hasil laboratorium yang memiliki ketepatan dan
ketelitian tinggi maka seluruh metode dan prosedur operasional laboratorium
harus terpadu mulai dari persiapan sampel, pengambilan sampel, pemeriksaan
sampel sampai pelaporan hasil uji laboratorium ke pelanggan. Mutu pelayanan
laboratorium bukan saja penting bagi pelanggan, namun juga bagi pemasok. Pada
pelayanan jasa laboratorium kesehatan rendahnya mutu hasil pemeriksaan pada

7
akhirnya akan menimbulkan penambahan biaya untuk kegiatan pengerjaan ulang
dan klaim dari pelanggan. Untuk menanggulangi biaya kompensasi yang berasal
dari rendahnya mutu hasil pemeriksaan laboratorium tersebut diperlukan suatu
usaha pemantapan mutu.
Pemantapan mutu (quality assurance) laboratorium klinik adalah semua
kegiatan yang ditujukan untuk menjamin ketelitian dan ketepatan hasil
pemeriksaan Laboratorium Klinik. Kegiatan pemantapan mutu (quality assurance)
terdiri dari:
1. Pemantapan mutu internal (PMI)
2. Pemantapan mutu eksternal (PME)/ Uji Profisiensi
Manfaat pemantapan mutu yang dilakukan adalah:
1. Meningkatkan kualitas laboratorium.
2. Meningkatkan moral tenaga ATLM (kepercayaan diri dalam
mengeluarkan hasil pemeriksaan, kesadaran akan usaha yang telah
dilakukan, serta prestice yang diberikan kepadanya).
3. Merupakan suatu metoda pengawasan (kontrol) yang efektif dilihat dari
fungsi manajerial.
4. Melakukan pembuktian apabila terdapat hasil yang meragukan oleh
pengguna (konsumen) laboratorium karena sering tidak sesuai dengan
gejala klinis.
5. Penghematan biaya pasien karena berkurangnya kesalahan hasil sehingga
tidak perlu ada “ duplo “.
A. Pemantapan Mutu Internal (Internal Quality Control)
Pemantapan mutu internal adalah kegiatan pencegahan dan pengawasan
yang dilaksanakan oleh masing-masing laboratorium secara terus menerus agar
tidak terjadi atau mengurangi kejadian error/penyimpangan sehingga diperoleh
hasil pemeriksaan yang tepat. Pemantapan mutu internal laboratorium (PMI)
dilakukan untuk mengendalikan hasil pemeriksaan laboratorium setiap hari dan
untuk mengetahui penyimpangan hasil laboratorium agar segera diperbaiki.
Manfaat melaksanakan kegiatan pemantapan mutu internal laboratorium antara
lain mutu presisi maupun akurasi hasil laboratorium akan meningkat, kepercayaan
dokter terhadap hasil laboratorium akan meningkat. Hasil laboratorium yang

8
kurang tepat akan menyebabkan kesalahan dalam penatalaksanaan pengguna
laboratorium. Manfaat lain yaitu pimpinan laboratorium akan mudah
melaksanakan pengawasan terhadap hasil laboratorium. Kepercayaan yang tinggi
terhadap hasil laboratorium ini akan membawa pengaruh pada moral karyawan
yang akan akhirnya akan meningkatkan disiplin kerja di laboratorium tersebut.
Cakupan objek pemantapan mutu internal meliputi aktivitas: tahap pra-analitik,
tahap analitik dan tahap pasca-analitik. Tujuan Pemantapan Mutu Internal:
a. Pemantapan dan penyempurnaan metode pemeriksaan dengan
mempertimbangkan aspek analitik dan klinis.
b. Mempertinggi kesiagaan tenaga, sehingga pengeluaran hasil yang salah
tidak terjadi dan perbaikan penyimpangan dapat dilakukan segera.
c. Memastikan bahwa semua proses mulai dari persiapan pasien,
pengambilan, pengiriman, penyimpanan dan pengolahan spesimen sampai
dengan pencatatan dan pelaporan telah dilakukan dengan benar.
d. Mendeteksi penyimpangan dan mengetahui sumbernya.
e. Membantu perbaikan pelayanan kepada pelanggan (customer)
B. Pemantapan Mutu Eksternal (External Quality Control)
Pemantapan Mutu Eksternal adalah kegiatan yang diselenggarakan secara
periodik oleh pihak lain di luar laboratorium yang bersangkutan untuk memantau
dan menilai penampilan suatu laboratorium dalam bidang pemeriksaan tertentu.
Penyelenggaraan kegiatan Pemantapan Mutu Eksternal dilaksanakan oleh pihak
pemerintah, swasta atau internasional. Setiap laboratorium kesehatan wajib
mengikuti Pemantapan Mutu Eksternal yang diselenggarakan oleh pemerintah
secara teratur dan periodik meliputi semua bidang pemeriksaan laboratorium,
seperti yang terdapat pada Pasal 6 Permenkes nomor 411 tahun 2010 tercantum
bahwa laboratorium Klinik wajib melaksanakan pemantapan mutu eksternal yang
diakui oleh pemerintah. Dalam pelaksanaannya, kegiatan Pemantapan Mutu
Eksternal ini mengikutsertakan semua laboratorium, baik milik pemerintah
maupun swasta dan dikaitkan dengan akreditasi laboratorium kesehatan serta
perizinan laboratorium kesehatan swasta. Karena di Indonesia terdapat beraneka
ragam jenis dan jenjang pelayanan laboratorium serta mengingat luasnya wilayah

9
Indonesia, maka pemerintah menyelenggarakan pemantapan mutu eksternal untuk
berbagai bidang pemeriksaan dan diselenggarakan pada berbagai tingkatan, yaitu:
a. Tingkat nasional/tingkat pusat
b. Tingkat Regional
c. Tingkat Provinsi/wilayah
Kegiatan pemantapan mutu eksternal ini sangat bermanfaat bagi suatu
laboratorium, sebab dari hasil evaluasi yang diperolehnya dapat menunjukkan
performance (penampilan/proficiency) laboratorium yang bersangkutan dalam
bidang pemeriksaan yang ditentukan. Untuk itu pada waktu melaksanakan
kegiatan ini tidak boleh diperlakukan secara khusus, jadi pada waktu melakukan
pemeriksaan harus dilaksanakan oleh petugas yang biasa melaksanakan
pemeriksaan tersebut serta menggunakan peralatan/reagen/metode yang biasa
dipakainya sehingga hasil pemantapan mutu eksternal tersebut benar-benar dapat
mencerminkan penampilan laboratorium tersebut yang sebenarnya. Setiap nilai
yang diperoleh dari penyelenggara harus dicatat dan dievaluasi untuk
mempertahankan mutu pemeriksaan atau perbaikan-perbaikan yang diperlukan
untuk peningkatan mutu pemeriksaan. Setelah selesai mengikuti program
Pemantapan Mutu Eksternal (PME), kemudian dilakukan feed back oleh pihak
penyelenggara berupa hasil pemeriksaan yang telah dilaporkan terhadap nilai
target atau nilai laboratorium rujukan, hasilnya dinyatakan dengan kriteria baik,
sedang atau buruk. Laboratorium klinik yang mengikuti kegiatan PME ini akan
diberikan sertifikat oleh pihak penyelenggara sebagai bukti peserta kegiatan
tersebut.

2.3 5Q Framework
Mutu pelayanan laboratorium kesehatan haruslah baik dan bermutu agar
dapat memberikan hasil pemeriksaan laboratorium yang tepat, teliti,benar, dapat
dipercaya dan memuaskan pengguna jasa. Salah satu pendekatan yang digunakan
adalah Total Quality management yang memperkenalkan dengan suatu strategi 5Q
framework. Manfaat dari memahami topik strategi 5Q framework adalah dapat
mengetahui kesalahan yang terjadi pada proses pra analitik, analitik dan pasca

10
analitik. Selain itu dapat pula mengetahui cara penyelesaikan masalah dengan
menggunakan strategi 5Q Framework.
 Strategi 5 Q Framework meliputi:
1. QLP ( Quality Laboratory Processes)
a. Faktor pra analitik:
 persiapan Pasien
 Pengambilan dan penampungan spesimen
 Penanganan Spesimen
 pengiriman spesimen
 Pengolahan dan penyimpanan spesimen.
b. Faktor analitik :
 Pemeriksaan specimen
 Pemeliharaa Dan kalibrasi alat
 Uji kualitas reagen
 Uji ketelitian,
 Uji ketepatan,
c. Faktor post analitik :
 Laporan
 Penulisan hasil
 Interprestasi hasil
Semua ini Diperlukan adanya SOP lengkap dan baku. Dan Seluruh kegiatan atau
langkah yang dilakukan di laboratorium harus dicatat dan didokumentasi sehingga
bila ada perubahan yang terjadi dilaboratorium dapat segera diketahui apa
penyebabnya. Berikut ini ada beberapa contoh kesalahan yang dapat terjadi pada
saat sebelum pemeriksaan, saat pemeriksaan, dan sesudah pemeriksaan.

11
2. QC ( Quality Control )
QC adalah salah satu komponen dalam proses kontrol dan merupakan
elemen utama dari sistem manajemen mutu, memonitor proses yang berhubungan
dengan hasil tes serta dapatmendeteksi adanya kesalahan yang bersumber dari:
a. Kesalahan teknik
Sifat kesalahan disini sudah melekat dan seakan-akan tidak
mungkin untuk dihindarkan. Usaha perbaikan hanya dapat memperkecil
kesalahan tapi tidak mungkin menghilangkan misalnya kesalahan dalam
mengatur panjang gelombang pada fotometer atau kesalahan dalam
mengatur suhu waterbath atau salah dalam menipiskan larutan standar.
Kesalahan Teknik meliputi:
 Kesalahan acak: hasil pemeriksaan bervariasi dari nilai seharusnya
 Kesalahan sistematik : hasil pemeriksaan menjurus kesatu arah
 Hasil nya selalu lebih besar atau selalu lebih kecil dari nilai
seharusnya.
b. Kesalahan Non Teknik:

12
 Kesalahan pengambilan sampel contoh: kesalahan dalam persiapan
penderita, hemolisis,serumterkena matahari
 Kesalahan penulisan, penghitungan hasil. Kesalahan non teknik
dapat dihindari dengancara menerapkan organisasi yang teratur,
bekerja dengan kesadaran dan disiplinyang tinggi
QC juga sebagai prosedur manajerial untuk menyesuaikan tahapan tahapan
dari proses pemeriksaan laboratorium untuk memenuhi standar tertentu yaitu
akurasi dan presisi. Data hasil pemeriksaan bahan kontrol dianalisis secara
statistik dan dipantau untuk menilai keandalan pemeriksaan. Setiap tes yang
dikerjakan di laboratorium harus mengerjakan bahan kontrol sehingga akurasi dan
presisi setiap tes dapat dipantau dan dijamin validasinya, QC juga memantau
proses pemeriksaan menggunakan teknik statistik untuk mendeteksi,
meminimalisasi, mencegah, memperbaiki penyimpangan yang terjadi selama
proses analisis berlangsung. Statisticaly QC berguna untuk memantau perubahan
yang terjadi pada alat, reagen, kalibrator dan prosedur kerja.
 QC meliputi :
1. QC reagen ( verifikasi reagen ),
2. QC instrumen ( pengecekan fungsi instrumen, prosedur pemelihara
instrumen ),
3. Proses QC ( QC harian, QC periodik ).
 Program QC yang baik yaitu:
1. Memantau kinerja pemeriksaan dengan tolok ukur akurasi dan presisi,
2. Mengindentifikasi masalah pemeriksaan,
3. Menilai keandalan hasil pemeriksaan.
 Tujuan merencanakan prosedur QC adalah :
1. Dapat menjamin mutu pemeriksaan dengan biaya minimal
2. Prosedur QC dirancang atas dasar mutu yang diinginkan dari setiap
metode pemeriksaan,
3. Menggunakan program QC validator dapat direncanakan control rules,
jumlah pengukuran bahan kontrol, kemampuan mendeteksi kesalahan
dan derajat penolakan palsu suatu metode pemeriksaan.
 Prosedur QC yang tepat dan penerapan yang benar meliputi :

13
1. Perhitungan yang tepat untuk mendapatkan Mean dan SD,
2. Membuat batas kontrol yang tepat,
3. Menggunakan aturan kontrol yang tepat ( grafik levy jennings dengan
penilaian westgard multirule chart)sehingga dapat mendeteksi setiap
sinyal out of kontrol yang mewakili kesalahan yang sesungguhnya,
4. Kebutuhan terhadap frekuensi pengukuran bahan kontrol dengan hasil
yang tepat.Sehingga dalam hal ini pemantauan kualitas ditikberatkan
pada prosedur statistik yang dilakukan dengan memeriksa sampel yang
konsentrasinya diketahui kemudian hasilnya dibandingkan dengan
nilai target sampel yang diperiksa
3. Quality Assessement /Quality Assurance (QA)
QA ini lebih ditujukan untuk penilaian terhadap kinerja suatu
laboratorium. QA adalah suatu kegiatan yg dilakukan oleh institusi tertentu
untukmenentukan kualitas pelayanan laboratorium. Salah satu kegiatan yang
dilakukan untuk menilai kinerja suatu laboratorium adalah dengan proficiency
test.
Proficiency Test atau external quality assurance : dilakukan dengan
membandingkan hasil beberapa laboratorium terhadap bahan kontrol rujukan dari
laboratorium.
Tujuan dari Proficiency Testing adalah untuk mengawasi kualitas tes
dalam sebuah laboratorium, mengidentifikasi masalah, dan membuat langkah
koreksi terhadap masalah apapun yang terdentifikasi • Persyaratan Penanganan
sampel proficiency testing:
a. Sampel yang harus diuji dengan alat yang sama seperti pemeriksaan pasien
rutin laboratorium
b. Sampel harus diuji dengan frekuensi pemeriksaan yang sama dengan
sampel pasien rutin
c. laboratoriumharus mencatat semua langkah (penangan, pengolahan, tes,
pelaporan) untuk periode proficeency testing.
d. hanya diperlukan untuk metode primer yg digunakan untuk menguji analit
dalam sampel pasien selama periode proficiency testing
4. Quality Improvement (QI)

14
Kegiatannya menetapkan bentuk proses pemecahan masalah untuk
mengidentifikasi akar masalah dan mencari pemecahannya, dengan melakukan
quality improment penyimpangan akan dapat dicegah dan diperbaiki selama
proses pemeriksaan berlangsung.
5. Quality Planning (QP)
Menstandarisasi pemecahan, menetapkan ukuran ukuran untuk menilai
kinerja suatu laboratorium serta mendokumentasikan langkah langkah pemecahan
masalah dan untuk diimplementasikan pada QLP.

2.4 Sumber-Sumber Kesalahan pada Tahap Pra Analitik, Analitik, dan


Pasca Analitik
A. Sumber Kesalahan Teknik
Pemeriksaan sampel pasien di laboratorium klinik pada dasarnya adalah
kegiatan pengukuran analit yang terkandung di dalam sampel tersebut dengan
suatu instrumen dan metode tertentu untuk mengetahui kadar/jumlah analit yang
dimaksud. Pengukuran dilakukan untuk mengetahui kadar atau jumlah kandungan
analit tertentu. Misalkan pada pengukuran kandungan biokimia darah, dilakukan
untuk mengetahui kadar glukosa darah, kadar protein darah, kadar lemak darah
dan lain-lain. Pada pengukuran jumlah sel-sel darah, dilakukan untuk mengetahui
jumlah sel darah putih (lekosit), jumlah sel darah merah (eritrosit), jumlah sel

15
trombosit dan kandungan kadar hemoglobin dalam darah, serta pada pengukuran
kandungan (titer) antibodi atau antigen yang ada dalam tubuh seseorang.
Kegiatan pengukuran tersebut pada dasarnya adalah untuk mengetahui
seberapa banyak kadar/kandungan analit yang terdapat dalam sampel pasien.
Kegiatan pengukuran ini merupakan pekerjaan rutin di laboratorium yang
dilaksanakan oleh tenaga Ahli Teknologi Laboratorium Medik (ATLM).
Pengukuran/pemeriksaan merupakan kegiatan yang dilaksanakan dalam tahap
analitik. Setiap hasil pengukuran/pemeriksaan spesimen di laboratorium akan
selalu mengandung kesalahan/error. Tidak ada pengukuran yang bebas dari
kesalahan. Kesalahan ini disebut kesalahan teknik, yaitu kesalahan yang timbul
pada saat melaksanakan pemeriksaan di labortaorium. Kesalahan teknik
merupakan kesalahan yang sudah melekat, bersifat alamiah, selalu ada pada setiap
pemeriksaan dan seakan-akan tidak mungkin dapat dihindari. Usaha perbaikan
hanya dapat memperkecil kesalahan tapi tidak mungkin menghilangkannya,
misalnya kesalahan dalam mengatur panjang gelombang pada fotometer atau
kesalahan dalam mengatur suhu waterbath atau kesalahan dalam pengenceran
larutan standar (Depkes, 2008; Santoso, 2008). Kesalahan teknik atau kesalahan
analitik yang terjadi di laboratorium, umumnya dipengaruhi faktor sebagai
berikut:
 Reagen (reagents)
 Peralatan (instruments)
 Kontrol & bakuan (control & standard)
 Metode analitik (analytical method)
 Ahli Teknologi (Technologist)
1. Reagen (Reagents)
Reagen adalah zat kimia yang digunakan dalam suatu reaksi untuk
mendeteksi, mengukur, memeriksa dan menghasilkan zat lain.
a. Menurut tingkat kemurniannya reagen/zat kimia dibagi menjadi:
1. Reagen tingkat analitis (Analytical Reagen/ AR) Reagen tingkat
analitis adalah reagen yang terdiri atas zat-zat kimia yang mempunyai
kemurnian sangat tinggi. Kemurniannya dicantumkan pada

16
botol/wadahnya. Penggunaan bahan kimia ini tidak dapat digantikan
dengan bahan kimia tingkat lain.
2. Zat kimia tingkat lain
Zat kimia ini tersedia dalam tingkatan dan penggunaan yang berbeda,
yaitu:
a. Tingkat kemurnian kimiawi (Chemically Pure Grade)
b. Tingkat praktis (Practical Grade)
c. Tingkat komersil (Commercial Grade) Merupakan zat kimia yang
bebas diperjualbelikan dipasaran, seperti alkohol 70%.
d. Tingkat teknis (Technical Grade)
Umumnya zat kimia tingkat ini digunakan pada industri kimia Zat kimia
yang mempunyai tingkat kemurnian kimiawi (Chemically Pure Grade)
yang hanya dapat digunakan sebagai reagensia di laboratorium, sedangkan
zat kimia lainnya (practical grade, commercial grade, technical grade)
tidak perbolehkan (Depkes, 2008).
b. Menurut cara pembuatannya, dibagi menjadi:
1. Reagen jadi (reagen komersial)
Reagen komersial yaitu reagen yang dibuat oleh pabrik, reagen ini
direkomendasikan sebagi pilihan utama. Jika tidak ada reagen
komersial, maka diperbolehkan menggunakan reagen buatan sendiri.
2. Reagen buatan sendiri
Keuntungan reagen buatan sendiri:
 Dapat dibuat segar sehingga penundaan dan kerusakan akibat
transportasi dan penyimpanan dapat dihindari.
 Penggunaan zat pengawet dapat dihindari.
 Bila timbul masalah, pemecahannya lebih mudah sebab proses
pembuatannya diketahui.
 Bila reagen rusak atau terkontaminasi, maka dapat segera membuat
reagen tersebut. Tidak perlu menunggu pemgiriman reagen
tersebut.
 Penghematan dari segi biaya
Kerugian reagen buatan sendiri:

17
 Sulit distandarisasi
 Biasanya tidak melalui uji Quality Control (QC)
 Tidak dapat ditentukan stabilitasnya (Depkes, 2008).
2. Peralatan (instruments)
Peralatan (instruments) Setiap peralatan harus dilengkapi dengan petunjuk
penggunaan (instruction manual) yang disediakan oleh pabrik yang memproduksi
alat tersebut. Petunjuk penggunaan tersebut pada umumnya memuat cara
operasional dan hal-hal lain yang harus diperhatikan (Depkes, 2008).
Cara penggunaan/pengoperasian masing-masing jenis peralatan
laboratorium harus ditulis dalam instruksi kerja. Setiap peralatan harus dilakukan
pemeliharaan (maintenance) sesuai dengan petunjuk penggunaan, yaitu agar
diperoleh kondisi yang optimal, dapat beroperasi dengan baik dan tidak terjadi
kerusakan. Kegiatan pemeliharaan harus dilakukan secara rutin. Setiap alat harus
mempunyai kartu pemeliharaan yang diletakkan dekat alat tersebut, kartu ini
berisi catatan setiap tindakan pemeliharaan yang dilakukan dan kelainankelainan
yang ditemukan. Bila terjadi kerusakan/kelainan pada alat, maka segera
dilaporkan kepada penanggung jawab alat tersebut untuk dilakukan perbaikan
(Depkes, 2008). Keuntungan melakukan pemeliharaan alat (maintenance) akan
diperoleh:
a. Peningkatan kualitas produksi
b. Peningkatan keamanan kerja
c. Pencegahan produksi yang tiba-tiba berhenti
d. Penekanan waktu luang/pengangguran bagi tenaga pelaksana
e. Penurunan biaya perbaikan (Depkes, 2008).
3. Kontrol dan Bakuan (Control and Standard)
Bahan kontrol adalah bahan yang digunakan untuk memantau ketepatan
suatu pemeriksaan di laboratorium, atau untuk mengawasi kualitas hasil
pemeriksaan sehari-hari. Persyaratan bahan kontrol:
a. Harus memilki komposisi yang sama dengan spesimen. Misalnya: untuk
pemeriksaan urine digunakan bahan kontrol urine atau menyerupai urine,
untuk pemeriksaan darah digunakan bahan kontrol darah atau menyerupai
darah.

18
b. Harus stabil Komponen yang terkandung dalam bahan kontrol harus stabil,
artinya tidak akan berubah dalam masa penyimpanan sampai batas
kadaluarsa.
c. Mempunyai sertifikat analisa yang dikeluarkan oleh pabrik pembuatnya.
Bahan kontrol dapat dibedakan berdasarkan:
a. Sumber bahan kontrol
Berdasarkan sumbernya, bahan kontrol dapat berasal dari manusia,
binatang atau bahan kimia murni. Untuk pemeriksaan spesimen dari
manusia, sebaiknya menggunakan bahan kontrol dari manusia. Karena
dalam bahan kontrol yang berasal dari binatang ada beberapa zat yang
berbeda dengan spesimen dari manusia.
b. Bentuk bahan kontrol
Menurut bentuk bahan kontrol ada yang berupa: bentuk cair, bentuk padat
bubuk (liofilisat) dan bentuk strip. Bentuk liofilisat lebih stabil dan tahan
lama dibandingkan bentuk cair. Bahan kontrol bidang kimia klinik,
hematologi dan imunoserologi umumnya menggunakan bentuk cair dan
liofilisat. Bidang urinealisa menggunakan bentuk cair, liofilisat dan strip.
c. Cara pembuatan bahan kontrol
Bahan kontrol dapat dibuat sendiri atau dibeli dalam bentuk jadi. Bahan
kontrol yang dibuat sendiri dapat menggunakan bahan dari manusia
(serum, lisat) atau menggunakan bahan kimia murni. Bahan kontrol yang
diambil manusia harus bebas dari penyakit menular lewat darah, seperti
HIV, hepatitis, HCV dan lain-lain.
Ada bermacam-macam bahan kontrol buatan sendiri, yaitu:
a. Pool sera
Bahan kontrol ini dibuat dari kumpulan sisa serum pasien sehari-hari.
banyak digunakan bidang kimia klinik. Keuntungan pool sera yaitu:
mudah didapat, bahan berasal dari manusia (pasien), tidak perlu dilarutkan
(rekonstitusi), dan murah. Kerugiannya yaitu: merepotkan tenaga teknis
untuk membuatnya, harus membuat kumpulan serum khusus untuk enzim,
snalisis statistik harus dikerjakan setiap 3-4 bulan, stabilitas beberapa

19
komponen kurang terjamin (aktivitas enzim, bilirubin dan lain-lain),
bahaya infeksi sangat tinggi.
b. Bahan kontrol kimia murni
Bahan kontrol ini dibuat dari bahan kimia murni (larutan spikes), banyak
digunakan bidang kimia klinik, urinealisa dan kimia lingkungan.
c. Hemolisat
Bahan kontrol ini dibuat dari lisat, banyak digunakan bidang hematologi
d. Bahan kontrol dari strain murni
Bahan kontrol ini untuk pemeriksaan bidang mikrobiologi.
Bahan kontrol yang sudah jadi (komersial), yaitu:
a. Unassayed
Merupakan bahan kontrol yang tidak memiliki nilai rujukan sebagai tolak
ukur. Nilai rujukan dapat diperoleh setelah dilakukan periode
pendahuluan. Biasanya dibuat kadar normal/abnormal (abnormal tinggi
atau abnormal rendah). Keuntungan bahan kontrol
b. Assayed
Merupakan bahan kontrol yang diketahui nilai rujukannya serta batas
toleransi menurut metode pemeriksaannya. Hanya bahan kontrol ini lebih
mahal. Bahan kontrol ini dapat digunakan untuk akurasi kontrol, selain itu
dapat digunakan untuk menilai alat dan cara baru.
4. Metode analitik (Analytical Method)
Ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang laboratorium berkembang
dengan pesat, persaingan antar laboratorium semakin ketat, serta tuntutan
pelanggan terus meningkat, hal ini harus menjadi perhatian laboratorium dalam
memilih metode pemeriksaan yang dibutuhkan. Sehingga dapat dipastikan bahwa
metode pemeriksaan yang digunakan tetap memiliki makna klinis sebagaimana
yang dibutuhkan. Mampu mendeteksi analit dengan sensitifitas dan spesifisitas
tinggi, untuk memenuhi kebutuhan pelanggan di bidang kesehatan.
Berkembangnya teknologi automatisasi dan teknologi Informasi di dunia
laboratorium semakin memudahkan dan mempercepat proses pemeriksaan untuk
mendapatkan hasil laboratorium yang akurat. Faktor yang menjadi pertimbangan
dalam pemilihan metode pemeriksaan:

20
a. Tujuan Pemeriksaan
Metode pemeriksaan yang digunakan dapat untuk uji saring, diagnostik
dan evaluasi hasil pengobatan serta surveilen. Pemilihan metode
pemeriksaan harus dengan kemampuan sensitifitas dan spesifisitas yang
tinggi, agar hasil yang didapatkan mempunyai keandalan dan dapat
dipercaya.
b. Kecepatan Hasil Pemeriksaan
Pasien di UGD (Unit Gawat Darurat) memerlukan hasil pemeriksaan
laboratorium yang cepat untuk mengatasi kegawatdaruratannya, sehingga
dibutuhkan metode pemeriksaan yang cepat untuk diagnostik dan
pengobatan.
c. Rekomendasi Resmi
Metode pemeriksaan yang digunakan di laboratorium harus yang
direkomendasikan oleh:
 WHO (World Health Organization)
 IFCC (International Federation of Clinical Chemistry)
Meliputi pemeriksaan kimia klinik
 NCCLS (National Comittee for Clinical Laboratory Standards)
Meliputi pemeriksaan mikrobiologi
 ICSH (International Comittee for Standarisationin Hematology)
Meliputi pemeriksaan hematologi
Metode pemeriksaan dan prosedur kerjanya harus sesuai dengan
persyaratan standar, diantaranya:
 Penerimaan, identifikasi, labeling, penanganan, pengambilan dan
penyimpanan spesimen dan bahan kontrol.
 Spesifikasi spesimen yang akan diperiksa
 Metode analisa baik rekomendasi nasional maupun internasional
termasuk metode baku (referensi).
 Metode-metode lain yang perlu dipertimbangkan oleh pihak klien dan
laboratorium (Imankhasani, 2005)
5. Ahli Teknologi (Technologist)

21
Seorang Ahli Teknologi Laboratorium Medik (ATLM) mempunyai tugas
dan tanggung jawab dalam mengeluarkan hasil laboratorium, sehingga harus
mempunyai kompetensi yang sesuai. Hasil laboratorium digunakan oleh dokter
untuk menangani pasien dalam hal terapi dan diagnostik, sehingga seorang ATLM
berperan penting dalam proses penyembuhan penyakit pasien.
Seorang ATLM yang bekerja di laboratorium harus memperoleh cukup
banyak informasi mengenai pasien dan penyakitnya untuk mengambil keputusan
hasil laboratorium (WHO, 2011). ATLM dan dokter yang meminta pemeriksaan
laboratorium wajib merahasiakan informasi mengenai hasil pemeriksaannya;
hanya dokter yang berhak menerima laporan hasil laboratorium. Ketika pasien
meminta keterangan mengenai hasil pemeriksaan tersebut, pasien diberi tahu agar
menanyakannya kepada dokter (WHO, 2011).
Di kebanyakan negara, terdapat standar perilaku moral dan profesional
yang tinggi bagi para dokter serta personel laboratorium yang kompeten. Setiap
pekerja laboratorium yang bekerja dengan bahan-bahan klinis harus menjaga
standar tersebut (WHO, 2011). Kesalahan teknik yang merupakan kesalahan
analitik dilaboratorium terdiri dari 2 jenis kesalahan, yaitu:
 Kesalahan acak (random error)
 Kesalahan sistematik (systematic error)
 Kesalahan Acak (Random Error)
Kesalahan acak (random error) disebabkan oleh faktor-faktor yang secara
acak/random berpengaruh pada proses pengukuran. Kesalahan ini bersumber dari
variasi yang bersifat acak dan dapat terjadi diluar kendali personil yang
melakukan pengukuran. Kesalahan jenis ini menunjukkan tingkat ketelitian
(prasisi) pemeriksaan. Kesalahan ini akan tampak pada pemeriksaan yang
dilakukan berulang pada sampel yang sama dan hasilnya bervariasi, kadang-
kadang lebih besar, kadang-kadang lebih kecil dari nilai seharusnya. Hasil
pengukuran berulang tersebut akan terdistribusi di sekitar nilai sebenarnya (true
value), dan mengikuti distribusi normal (Gausian). Faktor kesalahan acak ini
sebenarnya dapat dikurangi dengan melakukan banyak pengulangan pengukuran.
Kesalahan acak dapat ditentukan dengan menggunakan metode statistic
(Santoso, 2008; Depkes, 2008). Kesalahan ini merupakan kesalahan dengan pola

22
yang tidak tetap. Penyebab kesalahan ini adalah ketidakstabilan, misalnya pada
penangas air, reagen, pipet, dan lain-lain. Kesalahan ini berhubungan dengan
prasisi/ketelitian. Kesalahan acak dalam analitik seringkali disebabkan oleh hal
berikut:
 instrumen yang tidak stabil
 variasi temperatur, variasi reagen dan kalibrasi
 variasi teknik pada prosedur pemeriksaan (pipetasi, pencampuran, waktu
inkubasi)
 variasi operator/analis
Selain beberapa hal tersebut, ada penyebab lain yang dapat menyebabkan
kesalahan acak seperti fluktuasi tegangan listrik dan kondisi lingkungan (Santoso,
2008; Depkes, 2008).
 Kesalahan Sistematik (Systematic error)
Kesalahan sistematik disebabkan oleh berbagai faktor yang secara
sistematis mempengaruhi hasil pengukuran. Kesalahan jenis ini menunjukkan
tingkat ketepatan (akurasi) pemeriksaan. Sifat kesalahan ini menjurus ke satu
arah. Hasil pemeriksaan selalu lebih besar atau selalu lebih kecil dari nilai
seharusnya.
Kesalahan sistematik ini merupakan kesalahan yang terus menerus dengan
pola yang sama. Hal ini dapat disebabkan oleh standar kalibrasi atau instrumentasi
yang tidak baik. Kesalahan ini berhubungan dengan akurasi suatu metode atau
alat, dan kesalahan ini dapat menghasilkan nilai yang tetap atau jika berubah dapat
dipradiksi. Jadi kesalahan sistematik akan memberikan bias pada hasil
pengukuran. Bias tersebut dapat bernilai positif atau negatif. Sifat kesalahan ini
menjurus ke satu arah. Hasil pemeriksaan selalu lebih besar atau selalu lebih kecil
dari nilai seharusnya. Kesalahan ini tidak dapat dikurangi dengan cara
pengulangan pengukuran. Dalam prakteknya, kesalahan ini sangat sulit untuk
diidentifikasi/ditentukan (Santoso, 2008; Depkes, 2008). Kesalahan sistematik
umumnya disebabkan oleh hal-hal berikut ini:
 Spesifitas reagen rendah (mutu rendah)
 Kelemahan metode pemeriksaan

23
 Blangko sampel dan blangko reagen kurang tepat (kurva kalibrasi tidak
liniear)
 Mutu reagen kalibrasi kurang baik
 Alat bantu (pipet) yang kurang akurat
 Panjang gelombang yang dipakai
 Salah cara melarutkan reagen

B. Kesalahan Non Teknik


1. Kesalahan Tahap Pra Analitik
Prosedur yang tepat pada tahap pra analitik sangat penting untuk
mendapatkan spesimen yang sesuai untuk pemeriksaan. Dalam pengambilan
spesimen penting untuk memperhatikan keselamatan pasien. Laboratorium
merupakan mitra klinisi dalam mencapai upaya kesembuhan dan kesehatan pasien
sehingga keandalan dan kualitas hasil pengujiannya merupakan fokus yang utama
(Usman, 2015).
Teknisi laboratorium terus menerus mencari dan mengembangkan strategi
untuk memperbaiki dan mengurangi kesalahan-kesalahan yang sering terjadi di
laboratorium. Alur kerja di laboratorium adalah suatu proses yang saling
berhubungan satu fase dengan fase berikutnya, sehingga baik secara langsung atau
tidak langsung adanya kesalahan mulai tahap pra analitik sampai tahap terakhir
akan sangat berpengaruh (Usman, 2015). Ada beberapa kesalahan yang
mempengaruhi hasil pemeriksaan laboratorium dalam tahap pra analitik, yaitu:
 Ketatausahaan (clerical)
 Persiapan penderita (patient preparation)
 Pengumpulan spesimen (specimen collection)
 Penanganan sampel (sampling handling) (Kahar, 2005).
Tahap pra analitik merupakan langkah pertama dalam proses pengujian spesimen
pasien, dimana pada tahap ini dilakukan mulai dari persiapan, pengambilan
sampai pengolahan spesimen. Kesalahan pada tahap pra analitik adalah yang
terbesar jika dibandingkan dengan tahap analitik maupun pasca analitik.
Kesalahannya sampai 68%, dikarenakan tahap pra analitik sulit dikendalikan,

24
contohnya pada persiapan pasien. Laboratorium sulit mengendalikan hal ini,
karena banyak faktor yang mempengaruhi kondisi pasien.
a) Ketatausahaan (Clerical)
Kesalahan pada ketatausahaan diantaranya adalah penulisan
identitas pasien pada formulir/blanko permintaan pemeriksaan. Sering
terjadi penulisan nama yang salah, data tidak lengkap (misalnya tidak ada
nama pasien, umur, jenis kelamin atau nomor rekam medis), dan tidak
adanya diagnosis atau keterangan klinis. Kadang-kadang tulisan tidak
dapat dibaca sehingga mempersulit petugas.
Pemberian identitas pasien dan atau spesimen merupakan hal yang
penting pada formulir/blanko permintaan pemeriksaan, pendaftaran,
penulisan label wadah spesimen, dan pada formulir/blanko hasil
pemeriksaan. Kesalahan dalam ketatausahaan ini dapat berpengaruh
terhadap hasil pemeriksaan yang dapat merugikan pasien (Depkes, 1997).
b) Persiapan pasien (Patient Preparation)
Sebelum pengambilan spesimen, harus dilakukan persiapan pasien
untuk mendapatkan spesimen yang sesuai dengan jenis pemeriksaannya.
Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan
laboratorium, sehingga laboratorium wajib menolak spesimen yang tidak
memnuhi persyaratan. Faktor-faktor pada pasien yang mempengaruhi hasil
pemeriksaan, yaitu:
 Makanan dan minuman
Pemeriksaan gula darah puasa dan trigliserida dipengaruhi langsung
oleh makanan dan minuman, karena zat-zat yang dikonsumsi tersebut
akan beredar dalam darah dan ikut terukur pada saat pemeriksaan.
Untuk itu pasien ahrus puasa selama 8-10 jam sebelum darah diambil.
 Obat-obatan
Obat-obatan dapat menyebabkan respon tubuh terhadap obat tersebut.
Obat yang diberikan secara intramuskuler dapat menimbulkan jejas
pada otot sehingga enzim pada otot akan masuk ke dalam darah, yang
selanjutnya akan mempengaruhi pemeriksaan seperti Creatinin Kinase
(CK) dan Lactic dehydrogenase (LDH).

25
 Aktivitas fisik
Aktivitas fisik dapat menyebabkan:
a. Peningkatan kadar glukosa darah.
b. Perubahan kadar substrat dan ezim, seperti konsentrasi gas darah,
kadar asam urat, kreatinin,CK, LDH, LED, Hb, hitung sel darah
dan produksi urine.
 Demam
Pada waktu demam akan:
a. Terjadi peningkatan gula darah akibat meningkatnya pelepasan
insulin.
b. Terjadi penurunan kadar kolesterol dan trigiserida pada awal
demam karena meningkatnya metabolisme lemak. Pada demam
yang sudah lama terjadi peningkatan asam lemak bebas dan benda-
benda keton karena penggunaan lemak yang meningkat.
c. Lebih mudah menemukan parasit malaria dalam darah.
d. Terjadi reaksi anamnestik yang menyebabkan kenaikan titer widal.
 Trauma
Trauma dengan luka perdarahan menyebabkan penurunan kadar
substrat maupun aktivitas enzim, termasuk kadar Hb, hematokrit dan
produksi urine. Hal ini terjadi karena pemindahan cairan tubuh ke
dalam pembuluh darah sehingga darah menjadi encer. Pada tingkat
lanjut akan terjadi peningkatan kadar ureum, kreatinin serta enzim-
enzim dalam otot.
 Variasi harian
Pada tubuh manusia terjadi perbedaan kadar zat-zat tertentu dari waktu
ke waktu yang disebabkan oleh fluktuasi harian (variasi diurnal),
seperti:
a. Kadar besi serum yang diambil sore hari akan lebih tinggi daripada
pagi hari.
b. Kadar insulin akan mencapai puncaknya pada pagi hari, sehingga
bila tes toleransi glukosa dilakukan pada siang hari, maka hasilnya
akan lebih tinggi daripada bila dilakukan pada pagi hari.

26
c. Aktivitas enzim sering berfluktuasi, disebabkan kadar hormon
yang berbeda dari waktu ke waktu.
d. Jumlah sel eosinofil lebih rendah pada malam sampai pagi hari,
dibandingkan pada siang hari (Depkes, 2008).
c) Pengumpulan spesimen (Specimen Collection)
Spesimen yang akan diperiksa di laboratorium haruslah memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
 Jenisnya sesuai jenis pemeriksaan
 Volume mencukupi
 Kondisi baik : tidak lisis, segar/tidak kadaluwarsa, tidak berubah
warna, tidak berubah bentuk, steril (untuk kultur kuman)
 Pemakaian antikoagulan atau pengawet tepat
 Ditampung dalam wadah yang memenuhi syarat
 Identitas benar sesuai dengan data pasien
Beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu:
a. Waktu pengambilan
Pada umumnya pengambilan spesimen dilakukan pada pagi
hari, terutama untuk pemeriksaan kimia klinik, hematologi dan
imunologi karena umumnya nilai normal berdasarkan nilai pada pagi
hari. Namun ada beberapa spesimen yang diambil sesuai dengan
perjalanan penyakit dan fluktuasi harian, misalnya:
 Demam typhoid
Untuk pemeriksaan Widal dilakukan pada fase akut dan
konvalesen. Untuk biakan darah paling baik dilakukan pada
minggu I atau II sakit, dan untuk biakan urine atau tinja dilakukan
pada minggu II atau III.
 Pemeriksaan biakan dan uji kepekaan kuman
Spesimen diambil sebelum pemberian antibiotik.
 Pemeriksaan Gonorrhoe
b. Volume spesimen

27
Volume spesimen yang diambil harus mencukupi kebutuhan
pemeriksaan laboratorium yang diminta atau dapat mewakili objek
yang diperiksa.
c. Lokasi pengambilan spesimen
Sebelum mengambil spesimen harus ditetapkan dahulu lokasi
pengambilan yang tepat dan sesuai dengan jenis pemeriksaan yang
diminta, seperti:
 Spesimen darah
Darah vena umumnya diambil dari vena cubiti daerah siku. Darah
kapiler diambil dari ujung jari tengah atau jari manis pada tangan
kiri atau tangan kanan, atau pada daerah tumit 1/3 bagian tepi
telapak kaki, atau cuping telinga pada bayi. Darah arteri diambil
dari arteri radialis di pergelangan tangan atau arteri femoralis di
daerah lipatan paha.
d. Peralatan pengambilan spesimen
Secara umum peralatan yang digunakan harus memenuhi syarat:
 Bersih
 Kering
 Tidak mengandung detergen atau bahan kimia
 Terbuat dari bahan yang tidak mengubah zat-zat yang ada pada
spesimen (inert)
 Mudah dicuci dari bekas spesimen sebelumnya
 Untuk pemeriksaan biakan, harus menggunakan peralatan yang
steril
 Pengambilan spesimen yang bersifat invasif harus menggunakan
peralatan yang steril dan disposible.
 Wadah spesimen harus memenuhi syarat
 Terbuat dari gelas atau plastik
 Tidak bocor atau tidak merembes Harus dapat ditutup rapat dengan
tutup berulir
 Besar wadah disesuaikan dengan volume spesimen
 Bersih

28
 Kering
 Tidak mempengaruhi sifat dari zat-zat dalam spesimen
 Untuk pemeriksaan zat dalam spesimen yang mudah rusak atau
terurai karena pengaruh sinar matahari, maka perlu digunakan
botol berwarna coklat (aktinis).
 Untuk pemeriksaan biakan dan uji kepekaan kuman, wadah harus
steril
 Untuk wadah spesimen urine, sputum, tinja sebaiknya
menggunakan wadah yang bermulut lebar (Depkes, 2008).
e. Pengawet spesimen
Beberapa spesimen membutuhkan bahan tambahan berupa
bahan pengawet atau antikoagulan. Kesalahan dalam pemberian
pengawet/antikoagulan tersebut dapat mempengaruhi hasil
pemeriksaan. Bahan pengawet/antikoagulan yang dipakai harus
memenuhi persyaratan yaitu tidak mengganggu atau mengubah kadar
zat yang akan diperiksa (Depkes, 2008). Beberapa contoh
pengawet/antikoagulan, jenis spesimen, volume spesimen, wadah dan
stabilitasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

29
f. Cara pengambilan spesimen
Pengambilan spesimen harus dilaksanakan oleh tenaga terampil
dengan cara yang benar, agar spesimen mewakili keadaan yang

30
sebenarnya. Untuk mengurangi atau memperkecil kesalahan dalam
pengambilan spesimen, maka prosedur yang benar harus diikuti. Di
bawah ini disampaikan teknik pengambilan untuk beberapa spesimen
yang sering diperiksa di laboratorium.
 Pengambilan darah vena
 Posisi pasien duduk pasien duduk atau berbaring dengan posisi
lengan pasien harus lurus, jangan membengkokan siku. Pilih
lengan yang banyak melakukan aktivasi.
 Pasien diminta untuk mengepalkan tangan
 Pasang “torniquet”±10 cm di atas lipat siku
 Pilih bagian vena mediana cubiti
 Bersihkan kulit pada bagian yang akan diambil darahnya
dengan alkohol 70% dan biarkan kering untuk mencegah
terjadinya hemolisis dan rasa terbakar. Kulit yang sudah
dibersihkan jangan dipegang lagi.
 Tusuk bagian vena tadi dengan jarum, lubang jarum
menghadap ke atas dengan sudut kemiringan antara jarum dan
kulit 15 derajat, tekan tabung vakum sehingga darah terisap ke
dalam tabung. Bila jarum berhasil masuk vena, akan terlihat
darah masuk dalam semprit. Selanjutnya lepas torniquet dan
pasien diminta lepaskan kepalan tangan.
 Biarkan darah mengalir ke dalam tabung sampai selesai.
Apabila dibutuhkan darah dengan antikoagulan yang berbeda
dan volume yang lebih banyak, digunakan tabung vakum yang
lain.
 Tarik jarum dan letakkan kapas alkohol 70% pada bekas
tusukan untuk menekan bagian tersebut selama ±2 menit.
Setelah darah berhenti, plester bagian ini selama ±15 menit.
 Tabung vakum yang berisi darah dibolak-balik kurang lebih 5
kali agar bercampur dengan antikoagulan.
Kesalahan-kesalahan dalam pengambilan darah vena :

31
 Mengenakan torniquet terlalu lama dan terlalu keras sehingga
mengakibatkan terjadinya hemokonsentrasi.
 Kulit yang ditusuk masih basah oleh alkohol.
 Jarum dilepaskan sebelum tabung vakum terisi penuh, sehingga
mengakibatkan masuknya udara ke dalam tabung dan merusak
sel darah merah.
 Mengocok tabung vakum dapat mengakibatkan hemolisis.
 Pengambilan darah kapiler
 Bersihkan bagian yang akan ditusuk dengan alkohol 70% dan
biarkan sampai kering lagi.
 Peganglah bagian tersebut supaya tidak bergerak dan tekan
sedikit supaya rasa nyeri berkurang.
 Tusuklah dengan cepat memakai lanset steril. Pada jari
tusukanlah dengan arah tegak lurus pada garis-garis sidik kulit
jari, jangan sejajar dengan itu. Pada daun telinga tusuklah
pinggirnya, jangan sisinya. Tusukan harus cukup dalam supaya
darah mudah keluar, jangan menekan-nekan jari atau telinga
untuk mendapat cukup darah. Darah yang diperas keluar
semacam itu telah bercampur degan cairan jaringan sehingga
menjadi encer dan menyebabkan kesalahan dalam pemeriksaan.
 Buanglah tetes darah yang pertama keluar dengan memakai
segumpal kapas kering, tetes darah berikutnya boleh dipakai
untuk pemeriksaan.
Kesalahan-kesalahan dalam pengambilan darah kapiler
 Mengambil darah dari tempat yang memperlihatkan adanya
gangguan peredaran darah seperti vasokontriksi (pucat),
vasodilatasi (oleh radang, trauma, dsb), kongesti atau cyanosis
setempat. Tusukan yang kurang dalam sehingga darah harus
diperas-peras keluar.
 Kulit yang ditusuk masih basah oleh alkohol. Bukan saja darah
itu diencerkan, tetapi darah juga melebar diatas kulit sehingga
sitkar diisap ke dalam pipet.

32
 Tetes darah pertama dipakai untuk pemeriksaan
 Terjadi bekuan pada tetes darah karena terlalu lambat bekerja.
 Pemberian Identitas
Pemberian identitas pasien dan atau spesimen merupakan hal yang
penting, baik saat pengisian surat pengantar/formulir permintaan pemeriksaan
laboratorium sebaiknya memuat secara lengkap :
1. Tanggal permintaan
2. Tanggal dan jam pengambilan spesimen
3. Identitas pasien (nama, umur, jenis kelamin, alamat/ruang) termasuk
rekam medik.
4. Identitas pengirim (nama, alamat, nomor telpon)
5. Nomor laboratorium
6. Diagnosis/keterangan klinik
7. Obat-obatan yang telah diberikan dan lama pemberian
8. Pemeriksaan laboratorium yang diminta
9. Jenis spesimen
10. Lokasi pengambilan spesimen
11. Volume spesimen
12. Transpor media/pengawet yang digunakan
13. Nama pengambil spesimen
14. Inform concern
Label wadah spesimen yang akan dikirim atau diambil kelaboratorium harus
memuat :
 Tanggal pengambilan spesimen
 Nama dan nomor pasien
 Jenis spesimen
1. Penanganan Spesimen (Sampling Handling)
Beberapa contoh pengolahan spesimen seperti tercantum dibawah ini :
a. Darah (whole blood)
Darah yang diperoleh ditampung dalam tabung yang telah berisikan
antikoagulan yang sesuai, kemudian dihomogenisasi dengan cara

33
membolak-balikan tabung kira-kira 10-12 kali secara perlahan-lahan dan
merata.
b. Serum
 Biarkan darah membeku terlebih dahulu pada suhu kamar selama 20-
30 menit, kemudian disentrifuge 3000 rpm selama 5-15 menit.
 Pemisahan serum dilakukan paling lambat dalam waktu 2 jam setelah
pengambilan spesimen
 Serum yang memenuhi syarat harus tidak kelihatan merah dan keruh
(lipemik)
c. Plasma
 Kocok darah EDTA atau citrat dengan segera secara pelan-pelan
 Pemisahan plasma dilakukan dalam waktu 2 jam setelah pengambilan
spesimen
 Plasma yang memenuhi syarat harus tidak kelihatan merah dan keruh
(lipemik)
Penyimpanan spesimen
Spesimen yang sudah diambil harus segera diperiksa, karena stabilitas
spesimen dapat berubah. Faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas
spesimen antara lain:
 Terjadi kontaminasi oleh kuman dan bahan kimia
 Terjadi metabolisme oleh sel-sel hidup pada spesimen.
 Terjadi penguapan
 Pengaruh suhu
 Terkena sinar matahari. Beberapa spesimen yang tidak langsung diperiksa
dapat disimpan dengan memperhatikan jenis pemeriksaannya. Persyaratan
penyimpanan macam-macam spesimen, harus memperhatikan jenis
spesimen, antikoagulan, wadah serta stabilitasnya (lihat tabel).
Beberapa cara penyimpanan spesimen:
 Disimpan pada suhu kamar
 Disimpan dalam lemari es dengan suhu 20 -8 0C.
 Dibekukan suhu - 200C, - 700C atau - 1200C (tidak boleh terjadi beku
ulang).

34
 Dapat diberikan bahan pengawet
 Penyimpanan spesimen darah sebaiknya dalam bentuk serum atau lisat.
Pengiriman spesimen
Spesimen yang akan dikirim ke laboratorium lain (dirujuk), sebaiknya dikirim
dalam bentuk yang relatif stabil. Beberapa persyaratan pengiriman spesimen,
yaitu:
 Waktu pengiriman jangan melampaui masa stabilitas spesimen.
 Tidak terkena sinar matahari langsung
 Kemasan harus memenuhi syarat keamanan kerja laboratorium termasuk
pemberian label yang bertuliskan “Bahan pemeriksaan infeksius” atau
“Bahan pemeriksaan berbahaya”.
 Suhu pengiriman harus memenuhi syarat.
 Penggunaan media transport yang tepat untuk pemeriksaan mikrobiologi.

2. Kesalahan Tahap Pasca analitik


Tahap pasca analitik merupakan tahap terakhir dari rangkaian proses
pengujian di laboratorium. Kesalahan tahap pasca analitis sangat sedikit, tetapi
terkadang menjadi kritis, ketika terjadi kesalahan seperti pelaporan hasil yang
salah, keterlambatan dalam pelaporan, atau pemberian informasi waktu tes dapat
menghambat keputusan klinis yang penting. Seperti pada tahap analitik, kesalahan
pada tahap pasca analitik hanya berkisar 15% - 20%. Walaupun tingkat kesalahan
ini lebih kecil jika dibandingkan kesalahan pada tahap pra analitik, tetapi tetap
memegang peranan yang penting (Usman, 2015).
Kesalahan pada pra analitik sering pula terjadi pada penghitungan dan
penulisan (Cleritical error). Pada pasca analitik kesalahan dapat terjadi berupa
penulisan dan pengimputan hasil (Santoso, Witono, dkk, 2008). Beberapa
kesalahan yang dapat terjadi pada tahap pasca analitik, yaitu:
 Perhitungan (calculation)
 Cara menilai (method evaluation)
 Ketatausahaan (clerical)
 Penanganan informasi (information handling) (Kahar, 2005).

35
Beberapa hal di bawah ini dapat menjadi sumber kesalahan jika tidak dikerjakan
dengan benar, yaitu:
 Kesesuaian antara pencatatan dan pelaporan hasil dengan pasien/spesimen.
 Penulisan hasil uji laboratorium dengan angka dan satuan yang digunakan.
Pelaporan hasil uji laboratorium yang berupa angka maka perlu
disesuaikan mengenai desimal angka dan satuan yang digunakan terhadap
keperluan pasien maupun terhadap nilai normal. Bila diperlukan suatu
angka bulat, cukup dilaporkan dalam angka bulat tanpa angka desimal.
Satuan yang digunakan adalah satuan internasional.
 Pencantuman nilai normal
Pada pelaporan hasil laboratorium perlu dicantumkan nilai normal, yaitu
rentang nilai yang dianggap merupakan hasil pemeriksaan orang-orang
normal. Pada pencantuman hasil uji, perlu disertakan metode pemeriksaan
yang digunakan serta kondisi-kondisi lain yang harus diinformasikan
seperti batas usia dan jenis kelamin. Satuan yang digunakan harus sama
antara hasil uji dengan satuan pada nilai normal.
 Pencantuman keterangan yang penting, misalnya bila pemeriksaan
dilakukan dua kali, spesimen darah yang lisis, atau serum yang lipemik
dan lain-lain.
 Penyampaian hasil
Pemeriksaan laboratorium sebaiknya segera dilakukan, karena penundaan
pemeriksaan sangat merugikan pasien, yaitu tindakan diagnostik terhadap
pasien dapat terlambat serta dapat merusak spesimen pasien. Selain itu
keterlambatan penyampaian hasil uji juga dapat menghambat diagnostik
dan pengobatan terhadap pasien, maka sampaikan hasil uji sesegera
mungkin jika pemeriksaan laboratorium telah selesai dilaksanakan.
 Dokumentasi/ Arsip
Setiap laboratorium harus mempunyai sistem dokumentasi yang lengkap,
yang berisi catatan dan laporan hasil uji laboratorium pasien. Dokumen ini
harus lengkap, jelas dan mudah digunakan ketika dibutuhkan untuk
melihat data-data pasien, baik berupa data hasil uji laboratorium maupun
data pasien itu sendiri (Depkes, 1997).

36
Setiap laboratorium harus menyimpan dokumen-dokumen sebagai berikut:
 Surat permintaan pemeriksaan laboratorium.
 Hasil pemeriksaan laboratorium.
 Surat permintaan dan hasil rujukan (Depkes, 2008).
Prinsip penyimpanan dokumen:
 Semua dokumen yang disimpan harus asli dan harus ada bukti verifikasi
pada dokumen dengan tanda tangan oleh penanggung jawab laboratorium
(supervisor).
 Berkas laboratorium disimpan selama 5 tahun. Untuk kasus-kasus khusus
dipertimbangkan sendiri.
 Berkas anak-anak harus disimpan hingga batas usia tertentu sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
 Berkas laboratorium dengan kelainan jiwa disimpan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
 Untuk memudahkan penelusuran pada kasus-kasus tertentu, misalnya
dipakai sebagai barang bukti/ medico legal. Salinan atau berkas hasil yang
dilaporkan harus disimpan sedemikian rupa, sehingga mudah ditemukan
kembali. Lamanya penyimpanan dapat beragam, tetapi hasil yang telah
dilaporkan harus dapat ditemukan kembali sesuai kepentingan medis atau
seperti yang dipersyaratkan oleh persyaratan nasional, regional atau
internasional (Depkes, 2008).

2.5 Pemantapan Mutu Internal Bidang Hematologi


2.5.1 Pengenalan Pemantapan Mutu Internal Bidang Hematologi
A. Pemantapan Mutu Internal Bidang Hematologi
Pemantapan mutu/ Quality Control (QC) adalah suatu proses atau tahapan
didalam prosedur yang dilakukan untuk mengevaluasi proses pengujian, dengan
tujuan untuk memastikan bahwa sistem mutu berjalan dengan benar. Quality
control dilakukan dengan tujuan untuk menjamin hasil pemeriksaan laboratorium,
mengetahui dan meminimalkan penyimpangan serta mengetahui sumber dari
penyimpangan.

37
Quality control merupakan produk metode kuantitatif dan statistik yang
digunakan didalam laboratorium untuk menjamin hasil tes yang realibel.
Dilakukannya prosedur quality control bertujuan untuk mendapatkan hasil tes
yang realibel, mendeteksi kesalahan yang terjadi selama proses, sehingga dapat
dicegah kesalahan/kejadian berikutnya.
Proses pemantapan mutu merupakan proses terpadu yang dirancang untuk
menjamin hasil pemeriksaan sampel pasien valid, dan dapat digunakan dokter/
klinisi untuk membuat keputusan diagnostik dan terapeutik. Dengan menjalankan
kegiatan pemantapan mutu, kita dapat melakukan konfirmasi bahwa
performa/penampilan instrumen laboratorium yang digunakan untuk pemeriksaan
sampel pasien dalam keadaan stabil dan tidak mengalami perubahan dari waktu ke
waktu.
Kegiatan pemantapan mutu/ quality kontrol menggunakan bahan kontrol
yang dilakukan uji bersamaan dengan sampel pasien, dengan menerapkan metode
statistik yang sesuai terhadap hasil untuk menegakkan akurasi dan presisi yang
merupakan tolok ukur untuk menetapkan akseptabilitas hasil pemeriksaan.
Akseptabilitas hasil pemeriksaan yaitu tingkat penerimaan hasil pemeriksaan
laboratorium oleh pelanggan/ klinisi. Pemantapan mutu terdiri atas prosedur-
prosedur yang digunakan untuk mendeteksi kesalahan-kesalahan yang terjadi
berkaitan dengan kegagalan sistem pengujian, kondisi lingkungan yang
merugikan, dan variasi didalam penampilan operator.
Pemantapan mutu internal bidang hematologi adalah kegiatan pencegahan
dan pengawasan yang dilaksanakan oleh laboratorium klinik secara terus menerus
agar diperoleh hasil pemeriksaan hematologi yang memenuhi aspek-aspek teknis
yaitu presisi dan akurat.
 Presisi
Kemampuan untuk memberikan hasil yang sama pada setiap
penanggulangan pemeriksaan disebut dengan presisi. Secara kuantitatif, presisi
disajikan dalam bentuk impresisi yang diekspresikan dalam ukuran koefisien
variasi. Presisi terkait dengan reprodusibilitas suatu pemeriksaan. Presisi yang
tinggi, pengulangan pemeriksaan terhadap sampel yang sama memberikan hasil
yang tidak berbeda jauh.

38
 Akurasi
Akurasi atau ketepatan adalah kesesuaian antara hasil pemeriksaan dengan
“nilai benar/sebenarnya” (True Value). Penilaian akurasi tidak harus selalu tepat
sama dengan (True Value) karena ada rentang nilai yang bisa digunakan sebagai
standar. Rentang nilai (range) tersebut didapatkan dari hasil pemeriksaan berulang
yang dihitung secara statistik berdasarkan standar deviasi (SD) dimana akurasi
dianggap bagus jika hasil pemeriksaan berada pada ± 2 SD.
Pemantapan mutu internal bidang hematologi dilakukan secara mandiri
oleh laboratorium klinik dengan memonitor prosedur tes-tes hematologi yang
merupakan indikator kinerja laboratorium. Prosedur kontrol kualitas internal
hematologi serupa dengan kontrol kualitas internal pada umumnya yang
melibatkan penggunaan material kontrol dan pengukuran berulang (repeated
measurement) pada spesimen rutin. Analisis bahan kontrol dilakukan bersamaan
dengan sampel pasien(Sukorini, 2010).
Tujuan Pemantapan Mutu Internal
a. Memantapkan dan menyempurnakan metode pemeriksaan dengan
mempertimbangkan aspek analitik dan klinis
b. Mempertinggi kesiagaan tenaga, sehingga tidak terjadi mengeluarkan hasil
yang salah dan perbaikan kesalahan dapat dilakukan segera
c. Memastikan bahwa semua proses mulai dari persiapan pasien,
pengambilan spesimen, pengiriman spesimen, penyimpanan serta
pengolahan spesimen sampai dengan pencatatan dan pelaporan hasil telah
dilakukan dengan benar.
d. Mendeteksi kesalahan dan mengetahui sumbernya.
e. Membantu perbaikan pelayanan pasien melalui peningkatan pemantapan
mutu internal (Depkes, 2008).
Kegiatan pemantapan mutu internal hematologi mencakup tiga tahapan proses,
yaitu pra analitik, analitik, dan pasca analitik.
1. Tahap Pra analitik
Kegiatan tahap pra analitik adalah serangkaian kegiatan laboratorium
sebelum pemeriksaan spesimen, yang meliputi:
a. Persiapan pasien

39
b. Pemberian identitas spesimen
c. Pengambilan dan penampungan spesimen
d. Penanganan spesimen
e. Pengiriman spesimen
f. Pengolahan dan penyiapan spesimen
Kegiatan ini dilaksanakan agar spesimen benar-benar representatif sesuai
dengan keadaan pasien, tidak terjadi kekeliruan jenis spesimen, dan mencegah
tertukarnya spesimen-spesimen pasien satu sama lainnya
Tujuan pengendalian tahap pra analitik yaitu untuk menjamin bahwa
spesimenspesimen yang diterima benar dan dari pasien yang benar pula serta
memenuhi syarat yang telah ditentukan.
Kesalahan yang terjadi pada tahap pra analitik adalah yang terbesar,
yaitu dapat mencapai 60% - 70%. Hal ini dapat disebabkan dari spesimen
yang diterima laboratorium tidak memenuhi syarat yang ditentukan. Spesimen
dari pasien dapat diibaratkan seperti bahan baku yang akan diolah. Jika bahan
baku tidak baik, tidak memenuhi persyaratan untuk pemeriksaan, maka akan
didapatkan hasil/ output pemeriksaan yang salah. Sehingga penting sekali
untuk mempersiapkan pasien sebelum melakukan pengambilan spesimen.
Spesimen yang tidak memenuhi syarat sebaiknya ditolak, dan dilakukan
pengulangan pengambilan spesimen agar tidak merugikan laboratorium.
2. Tahap Analitik
Kegiatan laboratorium yang dilakukan pada tahap analitik meliputi:
a. Pemeriksaan spesimen
b. Pemeliharaan dan Kalibrasi alat
c. Uji kualitas reagen
d. Uji Ketelitian-Ketepatan
Tujuan pengendalian tahap analitik yaitu untuk menjamin bahwa hasil
pemeriksaan spesimen dari pasien dapat dipercaya/ valid, sehingga klinisi
dapat menggunakan hasil pemeriksaan laboratorium tersebut untuk
menegakkan diagnosis terhadap pasiennya.
Walaupun tingkat kesalahan tahap analitik (sekitar 10% - 15%) tidak
sebesar tahap pra analitik, laboratorium tetap harus memperhatikan kegiatan

40
pada tahap ini. Kegiatan tahap analitik ini lebih mudah dikontrol atau
dikendalikan dibandingkan tahap pra analitik, karena semua kegiatannya
berada dalam laboratorium. Sedangkan pada tahap pra analitik ada
hubungannya dengan pasien, yang kadang-kadang sulit untuk dikendalikan.
Laboratorium wajib melakukan pemeliharaan dan kalibrasi alat baik
secara berkala atau sesuai kebutuhan, agar dalam melaksanakan pemeriksaan
spesimen pasien tidak mengalami kendala atau gangguan yang berasal dari
alat laboratorium. Kerusakan alat dapat menghambat aktivitas laboratorium,
sehingga dapat mengganggu performa/ penampilan laboratorium yang pada
akhirnya akan merugikan laboratorium itu sendiri.
Untuk mendapatkan mutu yang dipersyaratkan, laboratorium harus
melakukan uji ketelitian-ketepatan. Uji ketelitian disebut juga pemantapan
presisi, dan dapat dijadikan indikator adanya penyimpangan akibat kesalahan
acak (random error). Uji ketepatan disebut juga pemantapan akurasi, dan dapat
digunakan untuk mengenali adanya kesalahan sistemik (systemic error).
Pelaksanaan uji ketelitian – ketepatan yaitu dengan menguji bahan kontrol
yang telah diketahui nilainya (assayed kontrol sera). Bila hasil pemeriksaan
bahan kontrol terletak dalam rentang nilai kontrol, maka hasil pemeriksaan
terhadap spesimen pasien dianggap layak dilaporkan.
3. Tahap Pasca Analitik
Kegiatan laboratorium yang dilakukan pada tahap pasca analitik yaitu
sebelum hasil pemeriksaan diserahkan ke pasien, meliputi:
a. Penulisan hasil
b. Interpretasi hasil
c. Pelaporan Hasil
Seperti pada tahap analitik, tingkat kesalahan tahap pasca analitik hanya
sekitar 15% - 20%. Walaupun tingkat kesalahan ini lebih kecil jika
dibandingkan kesalahan pada tahap pra analitik, tetapi tetap memegang
peranan yang penting. Kesalahan penulisan hasil pemeriksaan pasien dapat
membuat klinisi salah memberikan diagnosis terhadap pasiennya. Kesalahan
dalam menginterpretasikan dan melaporkan hasil pemeriksaan juga dapat
berbahaya bagi pasien.

41
Ketiga tahap kegiatan laboratorium ini sama-sama penting untuk
dilaksanakan sebaik mungkin, agar mendapatkan hasil pemeriksaan yang
berkualitas tinggi, mempunyai ketelitian dan ketepatan sehingga membantu
klinisi dalam rangka menegakkan diagnosa, pengobatan atau pemulihan
kesehatan pasien yang ditanganinya.

B. Material Kontrol Kualitas


1. Bahan Kontrol Hematologi
Bahan kontrol yaitu bahan yang digunakan semata-mata untuk
keperluan pemantapan mutu. Bahan kontrol berguna untuk melihat kebenaran
suatu proses analisis, khususnya ketepatan dan ketelitian (akurasi dan presisi)
suatu pemeriksaan di laboratorium. Atau dengan kata lain untuk mengawasi
mutu/kualitas hasil pemeriksaan laboratorium sehari-hari.
Dalam penggunaannya bahan kontrol harus diperlakukan sama dengan
bahan pemeriksaan spesimen, tanpa perlakuan khusus baik pada alat, metode
pemeriksaan, reagen maupun tenaga pemeriksanya. Bahan kontrol hematologi
meliputi:
a. Darah Segar
Darah segar (fresh whole blood) merupakan kontrol yang ideal untuk
pemeriksaan darah lengkap karena secara fisik dan biologik identik dengan
bahan yang akan diperiksa. Akan tetapi darah segar secara alamiah
mempunyai keterbatasan untuk digunakan sebagai kalibrator atau kontrol
(Van Dun, 2007).
b. Darah Manusia
Terstabilkan Darah manusia terstabilkan yaitu darah yang disuplai oleh
pabrik, digunakan secara luas oleh sekitar 80% laboratorium klinik.
Sampel tersebut mempunyai jangka hidup yang lebih panjang, sel-sel yang
terstabilkan berbeda dengan darah segar dipandang dari sudut ukuran,
bentuk dan kemungkinan berbeda sifatnya dengan reagen. Syarat-syarat
bahan kontrol:
 Tidak mahal
 Stabilitas lama

42
 Siap periksa
 Mudah tersuspensi
 Tidak mudah aglutinasi
 Karakteristik aliran menyerupai darah
 Sifat optik dan elektrik menyerupai darah
 Ukuran dan bentuk partikel menyerupai darah
 Dapat diukur dengan metode apapun
2. Standar
Larutan standar primer adalah suatu material rujukan berupa substansi
kimiawi murni yang dapat digunakan untuk kalibrasi suatu instrumen atau
persiapan suatu kurva standar untuk pemeriksaan manual. Material ini
mempunyai komposisi yang pasti, diketahui dan dapat dipersiapkan dalam
bentuk murni yang esensial. Material ini mempunyai matriks yang sama
dengan sampel pasien atau bisa juga tidak sama.
Istilah standar primer juga digunakan untuk tiap material rujukan
tersertifikasi yang pada umumnya diterima atau dikenal resmi sebagai standar
satu-satunya (unique) untuk uji tersebut tanpa mengindahkan tingkat
kemurniannya. Satu-satunya larutan standar di bidang hematologi adalah
larutan cyanmethemoglobin yang dibuat di Rijks Institute di Bilthoven
Netherlands dan yang mendapat rekomendasi dari ICSH (Internationale
Committee for Standards in Hematology). Larutan standar
cyanmethemoglobin ini disebut sebagai larutan standar primer. Kini,
pengukuran hemoglobin metode cyanmethemoglobin mulai bergeser ke
metode yang tidak menggunakan larutan cyanida. Pengukuran hemoglobin
menggunakan metode dimana hemoglobin dikonversikan menjadi derivat
sulfat dengan penambahan sodium lauryl sulfat, dan pengukuran kadar
hemoglobin pada panjang gelombang 564 nm. Sedangkan untuk penghitungan
(counting) dan penentuan ukuran (sizing) dari sel darah, belum ada material
yang dipakai sebagai larutan standar primer.
3. Kalibrator
The Internationale Committee for Standardization in Hematology
(ICSH) memberi batasan suatu substansi yang digunakan untuk kalibrator,

43
membagi dalam tingkat-tingkat dan mengatur pengukuran yang dapat dilacak
ke arah material rujukan nasional maupun internasional. Menurut Rodak
(2007) larutan kalibrator dibidang hematologi adalah suatu suspensi sel
manusia atau surrogate cell (sel pengganti) yang diawetkan, dimana
parameterparameter hematologi telah ditetapkan oleh beberapa laboratorium
rujukan dan dimonitor secara harian oleh distributor.
Dalam bidang hematologi hanya penetapan hemoglobin yang
dilakukan berdasarkan suatu standar, sedangkan parameter hematologi lainnya
bertumpu pada kalibrator. Hal yang sama juga dijumpai pada pemeriksaan
koagulasi berdasarkan jendalan/clot based coagulation yang mengukur
aktivitas enzim.
4. Hubungan antara Kontrol, Kalibrator dan Standar
Kalibrator dan standar digunakan untuk mengatur instrumen atau
menetapkan suatu kurva standar. Kedua bahan ini sudah diuji oleh suatu
metode rujukan dan mempunyai nilai yang akurat. Material kalibrator dan
kontrol tidak dapat saling menggantikan, karena fungsinya berbeda. Kontrol
harus independen terhadap proses kalibrasi sehingga kesalahan sistematik
yang disebabkan oleh kerusakan kalibrator atau perubahan di dalam proses
analitik dapat terdeteksi.
Laboratorium hematologi harus memverifikasi kalibrasi instrumen
setiap bulan atau dapat sewaktu-waktu bila diperlukan utuk menjamin akurasi
sistem, misalnya pada setiap penggantian bagian-bagian kritis seperti
manometer, aperture, detector circuit board; ketika kontrol menunjukkan
kecenderungan yang tidak biasa; atau ketika kontrol berada di luar batas
penerimaan, tetapi tidak dikoreksi dengan maintenance atau troubleshooting.

C. Dasar-Dasar Statistik Pemantapan Mutu


Dasar-dasar statistik pada quality control hematologi sama saja dengan
dasar statistik yang digunakan pada quality control pada umumnya, meliputi
penetapan nilai rata-rata/mean (X), simpangan baku (SD), dan koefesien variasi
(CV).

44
Teknik statistik pengendalian mutu (Statistical Quality Control) digunakan
untuk mendeteksi, mengurangi, dan memperbaiki penyimpangan yang terjadi
selama proses analisis di laboratorium dilaksanakan. Tujuan Statistical Quality
Control yaitu:
a. Memantau mutu analitik suatu metode pemeriksaan pada kondisi operasi
rutin yang stabil.
b. Memberikan alarm/ tanda sedang terjadi masalah.
c. Mencegah dilaporkannya hasil pemeriksaan laboratorium yang belum
terbebas dari kesalahan analitik.
1. Nilai Rata-Rata/ Mean (𝑿)
Nilai rata-rata/mean yaitu nilai yang berada pada pusat distribusi
pemeriksaan. nilai rata-rata merupakan hasil bagi jumlah nilai hasil
pemeriksaan terhadap banyaknya pemmeriksaan. Nilai ini didapat dari
sejumlah hasil pemeriksaan yang dilakukan terhadap spesimen yang sama dan
dilakukan secara berulang, distribusinya merupakan distribusi normal yang
digambarkan dengan kurva Gauss. Nilai yang terdapat pada bagian tengahnya
disebut rata-rata/mean, dan dilambangkan dengan 𝑿. Rata-rata/mean yaitu
rerata aritmatika dari suatu data points, dikalkulasikan dari jumlah seluruh
hasil/nilai (a,b,c...., z) kemudian dibagi dengan jumlah data.

2. Standard Deviasi/ Simpangan Baku


Standar Deviasi adalah akar varian, merupakan gambaran penyebaran
data hasil pemeriksaan terhadap nilai rata-rata dari distribusi Kurva Gauss.
Dilambangkan dengan SD. Rumus menghitung SD:

45
3. Koefesien Variasi/ Coeffecient of Variation (CV)
Koefesien Variasi adalah pengukuran relatif dari variabilitas hasil-
hasil, untuk menentukan ketelitian/ presisi. Ketelitian/ presisi dinyatakan
dalam nilai koefesien variasi (CV), disebut baik jika nilai CV

4. Grafik Kontrol Levey-Jennings


Pengenalan kartu kontrol yang pertama di laboratorium klinik
dilakukan oleh LeveyJennings pada tahun 1950, dengan menggunakan
prosedur pemantapan mutu yang dikembangkan oleh Shewhart untuk industri
ke dalam laboratorium klinik. Penilaian Akurasi (bias/d%) serta Presisi (CV
%) belum cukup untuk menggambarkan kualitas hasil pemeriksaan. Sangat
penting untuk menilai distribusi data kontrol. Dengan demikian kita dapat
mendeteksi antara lain:
 Data yang keluar batas kontrol (kesalahan acak)
 Pola kecenderungan (trend dan bias) (kesalahan sistematik)
Secara umum sistem ini menggunakan nilai rata-rata (mean) dan standar
deviasi (SD) dari seri pemeriksaan bahan kontrol yang diperoleh selama
periode tertentu.

46
Garis utama dari grafik ditempatkan pada nilai aksis berhubungan
dengan nilai rata-rata (mean), 1SD, 2SD dari rata-rata. Kemungkinan
diperoleh nilai hasil pemeriksaan bahan kontrol yang berada pada daerah 1SD
sebanyak 68,3%. sedangkan hasil tes bahan kontrol yang berada pada daerah
2SD sebanyak 95,5%. Hal tersebut berarti pula bahwa hanya sekitar 31,7%
hasil pemeriksaan bahan kontrol yang akan berada diluar daerah 1SD, serta
hanya 4,5% hasil pemeriksaan yang akan berada diluar daerah 2SD.
Dengan demikian grafik Levey Jennings menggunakan nilai 2SD dari
nilai rata-rata sebagai batas peringatan pemantapan mutu, dimana 95,5% hasil
pemeriksaan harus berada pada daerah batas ini, dan hanya 4,5% yang
diperkenankan di luar daerah batas ini. Dengan demikian, jika kita memeriksa
20 tes,maka nilai yang diperbolehkan diluar dari daerah 2SD hanya 1 nilai
saja. Jika terdapat nilai yang terletak di luar batas 3SD, maka pemeriksaan
tersebut tidak terkontrol. Karena nilai dikatakan terkontrol bila berada di
dalam batas 3SD. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
menginterpretasikan grafik Levey-Jennings adalah:
 Bila salah satu hasil berada di luar batas kontrol 2SD
 Bila terdapat kecenderungan peningkatan atau penurunan
 Bila terdapat beberapa hasil berada di satu sisi dari nilai rata-rata
 Bila 2 atau lebih hasil dari 20 nilai di luar garis 2SD
 Bila ada hasil di luar 3SD.
5. Aturan Westgard/ Westgard Multirule System

47
Penafsiran grafik Levey-Jennings yang lebih detail dikembangkan oleh
Westgard yang dikenal dengan Westgard Multirule System. Westgard
menyajikan suatu seri aturan untuk membantu evaluasi pemeriksaan grafik
kontrol. Seri aturan tersebut dapat digunakan pada penggunaan suatu level
kontrol, dua level maupun tiga level. Beberapa banyak level yang akan kita
pakai sangat tergantung kondisi laboratorium kita, namun perlu kita pikirkan
mengenai keuntungan dan kerugian masing-masing. Evaluasi hasil dari dari
dua level kontrol secara simultan akan memberikan terdeteksinya shift lebih
awal dibandingkan jika kita hanya menggunakan satu level.
Pemilihan aturan perlu mempertimbangkan positif palsu dan negatif
palsu yang ditimbukan ketika kita memutuskan untuk menyatakan bahwa alat
kita keluar kontrol. Tentu terlalu banyak positif palsu akan menyebabkan kita
mengulang prosedur kontrol kualitas dengan konsekuensi peningkatan biaya
dan waktu. Terlalu banyak negatif palsu akan menyebabkan kita
mengeluarkan banyak hasil yang tidak valid.
Berikut ini aturan yang umumnya dipilih ketika laboratorium
menggunakan satu atau dua level kontrol yang masing-masing diperiksa satu
atau dua kali setiap pemeriksaan sampel. Aturan “Westgard Multirule System”
meliputi:
a. Aturan 12s
Aturan ini merupakan aturan peringatan. Aturan ini menyatakan bahwa
ada satu nilai kontrol berada diluar batas 2SD, tetapi masih di dalam batas
3SD, kita mulai waspada. Ini merupakan peringatan akan adanya masalah
pada instrumen atau malfungsi metode. Apabila kita menggunakan dua
level kontrol yang berbeda, kita harus melihat apakah kontrol level yang
lain juga berada diluar batas 2SD. Apabila kontrol level yang lain berada
diluar 2SD yang sama (sama-sama +2SD atau -2SD), maka kita harus
menyelesaikan masalah tersebut sebelum menggunakannya untuk
pelayanan pasien. Apabila kontrol level yang lain berada didalam batas
2SD, maka kita dapat menggunakan instrumen untuk pelayanan pasien.

48
b. Aturan 13s
Aturan ini mendeteksi kesalahan acak. Satu saja nilai kontrol berada diluar
batas 3SD, instrumen dievaluasi bila adanya kesalahan acak. Instrumen
tidak boleh digunakan untuk pelayanan hingga masalah yang mendasari
teratasi. Nilai yang berada diluar batas 3SD dalam distributor normal
Gaussian hanya sebesar 0,3%. Apabila nilai ini sampai ditemukan
kemungkinan besar ada kesalahan pengukuran. Aturan ini dapat
diberlakukan untuk menolak run. Walaupun hanya memakai satu level
kontrol saja.

c. Aturan 22s
Aturan ini mendeteksi kesalahan sistematik, kontrol dinyatakan keluar
apabila dua nilai kontrol pada satu level berturut-turut diluar batas 2SD.
Kontrol juga dinyatakan keluar apabila nilai kontrol pada dua level yang
berbeda berada diluar batas 2SD yang sama (sama-sama diluar +2SD atau
-2SD). Bila hal ini terjadi berturut-turut pada bahan kontrol dengan level

49
yang sama, kemungkinan permasalahan ada pada bahan kontrol yang
digunakan.

d. Aturan 41s
Aturan ini mendeteksi kesalahan sistematik. Aturan ini dapat digunakan
pada satu level kontrol maupun pada lebih dari satu level kontrol. Empat
nilai kontrol yang berturutturut keluar dari satu batas SD yang sama
(selalu keluar dari +1SD atau -1SD).

e. Aturan R4s
Aturan ini hanya dapat digunakan apabila kita menggunakan dua level
kontrol. Aturan yang mempergunakan konsep statistic “rentang” ini
mendeteksi kesalahan acak. Aturan ini menyatakan bahwa apabila dua
nilai kontrol level yang berbeda pada hari atau run yang sama memiliki
selisih melebihi empat kali SD.

50
f. Aturan 10x
Aturan ini menyatakan bahwa apabila sepuluh nilai kontrol pada level
yang sama maupun berbeda-beda secara berturut-turut berada di satu sisi
yang sama terhadap rerata, maka perlu melakukan maintenance terhadap
instrumen atau melakukan kalibrasi kit/instrument. Aturan ini mendeteksi
adanya kesalahan sistematik.

Aturan-aturan kontrol diatas dapat mendeteksi gangguan ketelitian


(kesalahan acak) atau gangguan ketepatan (kesalahan sistematik). Aturan
kontrol yng mendeteksi kesalahan acak (random error): 13S’, R4S. Aturan
kontrol yang mendeteksi kesalahan sistematik (systematic error): “22S’, 41S’,
10x’
Perlu diingat dalam menjalankan prosedur pemantapan mutu internal
dengan sistem Westgard, setiap hari diperiksa 2 bahan kontrol, misalnya
kontrol rendah dan kontrol tinggi. Cara kerja sistem Westgard dapat dilihat
pada gambar di bawah ini. Mula-mula diperhatikan apakah nilai kontrol
rendah atau kontrol tinggi ada yang melewati batas kontrol 12S’. Apabila

51
tidak ada yang melewati batas kontrol 12S’, berarti pemeriksaan kontrol pada
hari itu berjalan dengan baik. Hal ini juga berarti semua pemeriksaan pada hari
yang sama berjalan dengan baik. Sebaliknya apabila salah satu kontrol
melewati batas kontrol 12S’, diperhatikan adakah aturan kontrol lain yang
dilanggar (dilewati batasnya). Apabila ternyata tak ada aturan kontrol yang
dilanggar, berarti pemeriksaan pada hari itu baik (in control, accept run).
Apabila ternyata ada aturan kontrol yang dilanggar, maka pemeriksaan pada
hari itu mengalami gangguan (out of control, reject run).

D. Uji Ketelitian dan Ketepatan


Hasil pemeriksaan laboratorium digunakan untuk menentukan diagnosa,
memantau pengobatan dan prognosis, sehingga penting untuk menjaga mutu hasil
pemeriksaan dalam arti mempunyai tingkat akurasi dan presisi yang dapat
dipertanggungjawabkan. Untuk menjaga mutu hasil laboratorium dapat dilakukan
dengan uji ketelitian. Dalam melaksanakan uji ketelitian ini digunakan bahan
kontrol assayed. Kegiatan yang dilakukan dalam uji ketelitian yaitu:
 Periode pendahuluan
 Periode Kontrol
 Evaluasi Hasil
1. Periode Pendahuluan
Pada periode pendahuluan ditentukan nilai dasar yang merupakan nilai
rujukan untuk pemeriksaan selanjutnya. Periode pendahuluan merupakan
periode untuk menentukan ketelitian pemeriksaan pada hari tersebut. Prosedur

52
periode pendahuluan untuk parameter hemoglobin dilakukan dengan cara
sebagai berikut:
a. Periksa bahan kontrol hemoglobin bersamaan dengan pemeriksaan
spesimen setiap hari kerja atau pada hari parameter yang bersangkutan
diperiksa sampai mencapai 25 hari kerja.
b. Catat setiap nilai yang diperoleh tiap hari kerja tersebut pada formulir
periode pendahuluan di bawah ini.
c. Setelah diperoleh 25 nilai pemeriksaan, hitung nilai rata-rata/mean (𝑋̅),
standar deviasi (SD), koefesien variasi (CV), batas peringatan (mean ±
2SD) dan batas kontrol (mean ± 3SD).
d. Teliti kembali apakah ada nilai yang melebihi batas mean ± 3SD. Bila ada
maka nilai tersebut dihilangkan dan tulis kembali nilai pemeriksaan yang
masih ada ke dalam formulir periode pendahuluan. Kemudian hitung
kembali nilai mean (𝑋̅), SD, CV, mean ± 2SD dan mean ± 3SD.
e. Nilai mean dan SD yang diperoleh ini dipakai sebagai nilai rujukan untuk
periode kontrol.
f. Nilai rujukan berlaku untuk bahan kontrol dengan nomor batch yang sama.
Apabila nomor batch berlainan, harus dimulai dengan periode
pendahuluan lagi untuk menentukan nilai rujukannya.

53
2. Periode Kontrol
Periode kontrol digunakan untuk menentukan baik atau tidaknya
pemeriksaan pada hari tersebut. Prosedur periode kontrol parameter
hemoglobin dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Periksa bahan kontrol hemoglobin setiap hari kerja atau pada hari
parameter yang bersangkutan diperiksa.
b. Catat setiap nilai yang diperoleh pada formulir periode kontrol di
bawah ini.
c. Hitung penyimpangannya terhadap nilai rujukan dalam satuan SD
(Standar Deviasi Index) dengan rumus:

54
d. Satuan SD = Xi mean – SD d. Satuan SD yang diperoleh diplot pada
formulir grafik kontrol Levey Jenning di bawah ini. Sumbu X dalam
grafik kontrol menunjukkan hari/tanggal pemeriksaan, sedangkan
sumbu y menunjukkan satuan SD.

55
3. Evaluasi Hasil
Lakukan evaluasi hasil dengan melihat nilai –nilai pada formulir
grafik menggunakan aturan Westgard Multirule System, untuk mendeteksi
gangguan ketelitian (kesalahan acak) atau gangguan ketepatan (kesalahan
sistematik). Aturan Westgard Multirule System meliputi 12S, 13S, R4S, 22S,
31S, 41S, 10x, 6X, 7T, (2 of 3)2S
Beberapa petunjuk umum mengenai tindakan-tindakan yang
diambil apabila formulir grafik pemantapan mutu tidak terkontrol, yaitu:
a. Amati sumber kesalahan yang paling mudah terlihat, misalnya:
perhitungan, pipet, probe tersumbat.
b. Ulangi pemeriksaan bahan kontrol. Sering kesalahan disebabkan
pencemaran tabung reaksi, sample cup, kontrol yang tidak homogen
atau faktor lain.
c. Apabila hasil pengulangan masih buruk, pakai bahan kontrol baru.
Mungkin saja bahan kontrol yang dipakai tidak homogen atau
menguap karena lama dalam keadaan terbuka.

56
d. Apabila tidak ada perbaikan, amati instrumentasi yang dipakai, apakah
pemeliharaan alat (maintenance) telah dilakukan. Bagaimana dengan
temperatur inkubator.
e. Pakai bahan kontrol yang diketahui nilainya. Apabila hasil
pemeriksaan menunjukkan perbaikan, berarti terdapat kerusakan bahan
kontrol.
f. Apabila ada keraguan, pakai bahan kontrol kedua yang mempunyai
nilai berbeda.
g. Gunakan standar baru.
h. Ganti reagen.
i. Amati setiap langkah/tahap pemeriksaan.

2.5.2 Penerapan Pemantapan Mutu Internal Bidang Hematologi


A. Periode Pendahuluan
Kegiatan periode pendahuluan dilakukan jika menggunakan bahan kontrol
baru, reagensia baru atau ada perubahan pada instrumen pemeriksaan (misal ada
penggantian spare part alat).
Pada periode pendahuluan ini dilakukan pemeriksaan bahan kontrol setiap
hari sebelum melaksanakan pemeriksaan sampel pasien. Data hasil pemeriksaan
bahan kontrol ini dicatat dalam tabel periode pendahuluan. Pemeriksaan bahan
kontrol ini dilaksanakan selama satu bulan, sehingga akan didapatkan data bahan
kontrol tersebut selama satu bulan. Kegiatan periode pendahuluan ini dialkukan
untuk mendapatkan nilai rata-rata/mean (X) , nilai standar deviasi (SD) dan nilai
koefesien variasi (CV). Nilai-nilai tersebut akan digunakan untuk menghitung
nilai satuan SD pada periode kontrol.
Apabila pada bahan kontrol sudah terdapat/ tercantum nilai mean (X), nilai
standar deviasi (SD) dan nilai koefesien variasi (CV), maka tidak perlu melakukan
periode pendahuluan, dapat langsung ke periode kontrol. Kegiatan pada periode
pendahuluan pemeriksaan bahan kontrol normal parameter hemoglobin, dilakukan
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Siapkan bahan kontrol yang akan digunakan (misalnya untuk 6 bulan atau
1 tahun). Sebaiknya menggunakan bahan kontrol lebih dari satu, misalnya

57
bahan kontrol normal dan bahan kontrol tinggi, atau bahan kontrol normal
dan bahan kontrol rendah.
2. Perhatikan bahan kontrol tersebut, perhatikan instruksinya. Jika bentuknya
liofilisat, maka dilarutkan terlebih dahulu. Bagi larutan bahan kontrol
dalam cup-cup kecil untuk pemeriksaan setiap hari.
3. Lakukan pemeriksaan bahan kontrol sebelum pemeriksaan sampel pasien.
Hasil pemeriksaannya dicatat dalam tabel periode pendahuluan.
4. Lakukan pemeriksaan bahan kontrol normal selama satu bulan (sekitar 20-
25 hari), sehingga didapatkan data selama satu bulan. Di bawah ini
diberikan contoh data hasil pemeriksaan bahan kontrol normal hemoglobin
selama satu bulan (25 hari), yaitu:

5. Masukan data tersebut kedalam tabel formulir periode pendahuluan di


bawah ini, lalu hitung nilai mean, SD ( ±1SD, ±2SD dan ±3SD) dan CV
nya.
6. Hitung batas X ± 3SD. Cek apakah ada data yang keluar, jika ada data
yang keluar maka buang data tersebut dan ulang perhitungan X dan SD.
7. Buat grafik kontrol (grafik Levey Jenning) berdasarkan nilai mean dan
nilai SD ( ±1SD, ±2SD dan ±3SD) yang didapat.

58
B. Periode Kontrol
Kegiatan pemeriksaan spesimen pasien setiap hari harus dilakukan dengan
pengendalian mutu, agar hasil laboratorium yang dikeluarkan dipercaya oleh
klinisi. Periode kontrol merupakan salah satu upaya untuk menentukan baik atau
tidaknya pemeriksaan pada hari tersebut. Kegiatan ini merupakan upaya quality
control harian di laboratorium.
Nilai-nilai pada periode kontrol digunakan untuk mendeterminasi nilai
yang dapat diterima dan sebagai data awal untuk memplotkan nilai setiap batch
(dari nilai QC harian) secara berkelanjutan. Prosedur periode kontrol parameter
hemoglobin dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Periksa bahan kontrol hemoglobin setiap hari kerja selama satu bulan
(contoh data hasil pemeriksaan bahan kontrol bulan Maret 2017, lihat

59
dibawah). Pemeriksaan bahan kontrol ini dilakukan sebelum pemeriksaan
spesimen pasien.
2. Catat setiap nilai yang diperoleh pada formulir periode kontrol di bawah
ini.
3. Hitung penyimpangannya terhadap nilai rujukan dalam satuan SD (Standar
Deviasi Index) dengan rumus:

4. Satuan SD yang diperoleh diplot pada formulir grafik kontrol Levey


Jenning di bawah ini. Sumbu x dalam grafik kontrol menunjukkan
hari/tanggal pemeriksaan, sedangkan sumbu y menunjukkan satuan SD.
5. Contoh data hasil pemeriksaan bahan kontrol normal hemoglobin selama
satu bulan Maret 2017, yaitu:

6. Data tersebut dimasukkan kedalam formulir periode pendahuluan di


bawah ini.

60
C. Grafik Kontrol (Control Chart)
Grafik kontrol dibuat dengan menggunakan nilai rata-rata, nilai 1SD, 2SD
dan 3SD dari hitungan periode pendahuluan. Hasil pemeriksaan bahan kontrol
hemoglobin periode kontrol setiap hari diplotkan ke dalam grafik kontrol yang
telah dibuat, seperti pada gambar di bawah ini.

Interpretasi data sebagai berikut:


 Tanggal 6 Maret data diterima dengan peringatan berdasarkan 12S

61
 Tanggal 15 Maret data ditolak, berdasarkan 22S
 Tanggal 20 Maret data ditolak, berdasarkan R4S
 Selain tanggal diatas, semua data diterima.
Grafik kontrol tidak mengendalikan proses, hanya memberikan informasi kritis,
mengenai:
1. Karakteristik operasi proses terhadap waktu
2. Variasi biasa yang diprediksi terjadi dalam proses
3. Apakah variasi memenuhi persyaratan
4. Terjadi variasi khusus
Informasi digunakan untuk membuat keputusan, mengambil tindakan, dan
mengendalikan proses kontrol secara statistik. Secara umum evaluasi data harian
dilakukan dengan cara sebagai berikut:
 Apakah data masuk dalam kontrol atau ditolak sesuai aturan Westgard.
Jika data hasil pemeriksaan bahan kontrol hari tersebut diterima, maka
dapat melakukan pemeriksaan spesimen pasien.
 Tetapi jika ditolak sesuai aturan Westgard, maka harus diulangi
pemeriksaan bahan kontrolnya. Data yang didapatkan, diplotkan kembali
ke dalam grafik kontrol dan dievaluasi kembali.
 Jika data tersebut diterima, maka dapat melakukan pemeriksaan spesimen
pasien.
 Tetapi jika masih ditolak sesuai aturan Westgard, maka harus dilakukan
kalibrasi alat dan mengulang pemeriksaan bahan kontrolnya. Data yang
didapatkan, diplotkan kembali ke dalam grafik control dan dievaluasi
kembali.
 Jika data tersebut diterima, maka diakukan pemeriksaan spesimen pasien.
 Tetapi jika masih ditolak sesuai aturan Westgard, maka harus mengulang
pemeriksaan bahan kontrol dengan reagensia baru. Data hasil pemeriksaan
bahan kontrol dengan reagensia baru diplotkan kembali ke dalam grafik
kontrol dan dievaluasi kembali.
 Jika data tersebut diterima, maka dilakukan pemeriksaan spesimen pasien.
 Tetapi jika masih ditolak sesuai aturan Westgard, kemungkinan ada
masalah pada instrumen pemeriksaan maka harus memanggil teknisi

62
instrumen tersebut untuk memperbaikinya. Sehingga pemeriksaan
spesimen pasien dengan instrumen tersebut harus ditunda.
 Secara ringkas penjelasan tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

63
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Pemantapan mutu internal dilakukan untuk mengevaluasi proses
pengujian, dengan tujuan untuk memastikan bahwa sistem mutu berjalan dengan
benar. Quality control dilakukan dengan tujuan untuk menjamin hasil
pemeriksaan laboratorium, mengetahui dan meminimalkan penyimpangan serta
mengetahui sumber dari penyimpangan. Kegiatan pemantapan mutu internal
menggunakan bahan kontrol yang dilakukan uji bersamaan dengan sampel pasien,
dengan menerapkan metode statistik yang sesuai terhadap hasil untuk
menegakkan akurasi dan presisi yang merupakan tolok ukur untuk menetapkan
akseptabilitas hasil pemeriksaan.
Pemantapan Mutu Eksternal Hematologi (PNPME-H) diselenggarakan
oleh Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan,
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yang wajib diikuti untuk
mendapatkan kepercayaan dari masyarakat pengguna jasa laboratorium. Ada tiga
tahap pemantapan mutu internal (PMI) yang dilakukan, yaitu tahap pra analitik,
tahap analitik dan tahap pasca analitik. Setiap tahap menjadi prasyarat bagi tahap
selanjutnya, sehingga penting untuk memperhatikan setiap tahap tersebut. Tingkat
kesalahan yang sering terjadi pada tahap pra analitik adalah yang terbesar (60% -
70%), tahap analitik (10% - 15%), dan tahap pasca analitik (15% - 20%).

64
DAFTAR PUSTAKA
Cooper, G. 2008. Basic Lessons in Laboratory Quality Control. Bio-Rad
Laboratories, Inc.
Depkes RI, 2008, Good Laboratory Practice (Pedoman Praktek Laboratorium
Yang benar. Dirjen Bina Pelayanan Medik departemen Kesehatan RI. Jakarta.
Permenkes RI Nomor 43/Menkes/SK/III/ 2013. Cara Penyelenggaraan
Laboratorium Klinik Yang Baik. Jakarta
Sukorini, U., Nugroho, DK., Rizki, M., Hendriawan, B. 2010. Dasar-Dasar
Kontrol Kualitas Internal, dalam Pemantapan Mutu Internal Laboratorium Klinik.
Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta. Alfa Medika Yogyakarta GLP. WHO.2006
Westgard, J.O. 2002. Basic QC Practices 2nd Edition, Training in Statistical
Quality Control for Healthcare Laboratories. Westgard QC, Inc. Madison
Wisconsin. 7614 Gray Fox Trail.

iii

Anda mungkin juga menyukai