Anda di halaman 1dari 8

BAB II

PEMBAHASAN

2.1.1 Definisi

Anestesi adalah suatu keadaan narcosis, analgesia, relaksasi dan hilangnya reflek
(Smeltzer, S C, 2002). Anestesi adalah menghilangnya rasa nyeri, dan menurut jenis
kegunaannya dibagi menjadi anestesi umum yang disertai hilangnya kesadaran, sedangakan
anestesi regional dan anestesi local menghilangya rasa nyeri disatu bagian tubuh saja tanpa
menghilangnya kesadaran (Sjamsuhidajat & De Jong, 2012).

Anestesi merupakan tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan


dan berbagai prosedur lain yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh (Morgan, 2011).

2.1.2 Tujuan

Menurut Brunton, dkk tahun 2011 perkembangan senyawa – senyawa anestesi


disebabkan oleh tiga tujuan umum :

1. Meminimalkan potensi efek membahayakan dari senyawa dan teknik anestesi

2. Mempertahankan homeostatis fisiologis selam dilakukan prosedur pembedahan yang mungkin


melibatkan kehilangan darah, iskemia jaringan, reperfusi jaringan yang mengalami iskemia,
pergantian cairan, pemaparan terhadap lingkungan dingin, dan gangguan koagulasi.

3. Memperbaiki hasil pascaperasi dengan memilih teknik yang menghambat tau mengatasi
komponen – komponen respons stress pembedahan, yang dapat menyebabkan konsekuensi
lanjutan jangka pendek ataupun panjang.

2.1.3 Penggolongan Jenis/Klasifikasi

Jenis Anestesi Regional menurut Pramono (2017) digolongkan sebagai berikut:

1. Anestesi Spinal

Penyuntikan anestesi lokal ke dalam ruang subaraknoid disegmen lumbal 3-4 atau lumbal 4-
5. Untuk mencapai ruang subaraknoid, jarum spinal menembus kulit subkutan lalu menembus
ligamentum supraspinosum, ligamen interspinosum, ligamentum flavum, ruang epidural,
durameter, dan ruang subaraknoid. Tanda dicapainya ruang subaraknoid adalah dengan
keluarnya liquor cerebrospinalis (LCS). Menurut Latief (2010) anestesi spinal menjadi pilihan
untuk operasi abdomen bawah dan ekstermitas bawah.

Teknik anestesi ini popular karena sederhana, efektif, aman terhadap sistem saraf,
konsentrasi obat dalam plasma yang tidak berbahaya serta mempunyai analgesi yang kuat namun
pasien masih tetap sadar, relaksasi otot cukup, perdarahan luka operasi lebih sedikit, aspirasi
dengan lambung penuh lebih kecil, pemulihan saluran cerna lebih cepat (Longdong, 2011)

Anestesi spinal memiliki komplikasi. Beberapa komplikasi yaitu hipotensi terjadi 20-70%
pasien, nyeri punggung 25% pasien, kegagalan tindakan spinal 3-17% pasien dan post dural
punture headache di Indonesia insidensinya sekitar 10% pada pasien paska spinal anestesi (Tato,
2017). Kekurangan dari anestesi spinal dibahas dalam sub bab komplikasi anestesi spinal.

2. Anestesi Epidural

Anestesi yang menempatkan obat di ruang epidural (peridural, ekstradural). Ruang ini
berada di antara ligamentum flavum dan durameter. Bagian atas berbatasan dengan foramen
magnum di dasar tengkorak dan bagian bawah dengan selaput sakrokoksigeal. Kedalaman ruang
rata-rata 5 mm dan di bagian posterior kedalaman maksimal terletak pada daerah lumbal.
Anestetik lokal di ruang epidural bekerja langsung pada saraf spinal yang terletak di bagian
lateral. Onset kerja anestesi epidural lebih lambat dibanding anestesi spinal. Kualitas blokade
sensoris dan motoriknya lebih lemah.

3. Anestesi Kaudal

Anestesi kaudal sebenarnya sama dengan anestesi epidural, karena kanalis kaudalis adalah
kepanjangan dari ruang epidural dan obat ditempatkan di ruang kaudal melalui hiatus sakralis.
Hiatus sakralis ditutup oleh ligamentum sakrokoksigeal. Ruang kaudal berisi saraf sakral,
pleksus venosus, felum terminale, dan kantong dura. Teknik ini biasanya dilakukan pada pasien
anakanak karena bentuk anatominya yang lebih mudah ditemukan dibandingkan daerah sekitar
perineum dan anorektal, misalnya hemoroid dan fistula perianal.

2.1.5 Interaksi Obat

Interaksi ketamine dengan obat golongan barbiturat, anestesi inhalasi hidrokarbon halogen, atau
gas halotan, dapat memperpanjang waktu paruh ketamine, sehingga memperpanjang waktu
pemulihan. Penggunaan ketamine bersamaan dengan obat seperti ergometrin, atau tiroksin
bekerja secara sinergistik, meningkatkan efek samping obat seperti meningkatkan tekanan darah.
Sebaiknya ketamine tidak diberikan bersamaan dengan obat golongan benzodiazepin,
seperti diazepam, atau etanol, phenotiazines, sedatif H1-bloker, serta  muscle relaxant karena
dapat meningkatkan efek samping obat berupa depresi pernapasan.

2.1.6 Indikasi dan Kontraindikasi

Anestesi spinal umumnya digunakan untuk prosedur bedah melibatkan daerah abdomen bagian
bawah, perineum, dan ekstremitas bawah.2,3,15-17 Meskipun teknik ini juga bisa digunakan
untuk operasi abdomen bagian atas, sebagian menganggap lebih baik untuk menggunakan
anestesi umum untuk memastikan kenyamanan pasien.17 Selain itu, blok ekstensif diperlukan
untuk operasi abdomen bagian atas dan cara ini mungkin memiliki dampak negatif pada ventilasi
dan oksigenasi.

Bila dipertimbangkan untuk melakukan neuroaksial anestesi, resiko dan keuntungan harus
didiskusikan dengan pasien, dan informed consent harus dilakukan. Mempersiapkan mental
pasien adalah hal yang penting karena pilihan teknik anestesi bergantung pada tipe pembedahan.
Pasien harus mengerti bahwa mereka akan merasa lumpuh sampai efek blokade hilang.

Ada kontraindikasi absolut dan relatif terhadap anestesi spinal. Satusatunya kontraindikasi
absolut adalah penolakan pasien, infeksi pada tempat suntikan, hipovolemia, penyakit neurologis
tertentu, koagulopati darah, dan peningkatan tekanan intrakranial.2,3,14,15-18 Kontraindikasi
relatif meliputi sepsis yang berbeda dari tempat tusukan (misalnya, korioamnionitis atau infeksi
ekstremitas bawah) dan lama operasi yang waktunya belum bisa diperkirakan. Universitas
Sumatera Utara 11 Dari kasus yang pertama, jika pasien diobati dengan antibiotik dan tanda-
tanda vital stabil, anestesi spinal dapat dipertimbangkan.

Sebelum melakukan anestesi spinal, ahli anestesi harus memeriksa kembali pasien untuk
mencari tanda-tanda infeksi kulit di tempat suntikan karena dapat beresiko menyebabkan infeksi
SSP akibat tindakan anestesi spinal. Ketidakstabilan hemodinamik pra-operasi atau hipovolemia
meningkatkan resiko hipotensi setelah tindakan anestesi spinal.Tekanan intrakranial yang tinggi
meningkatkan resiko herniasi unkal ketika CSF (Cerebro Spinal Fluid) hilang melalui jarum
spinal. Kelainan koagulasi meningkatkan resiko pembentukan hematoma. Hal ini juga penting
untuk berkomunikasi dengan ahli bedah dalam menentukan waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan operasi, sebelum dilakukan tindakan anestesi spinal. Anestesi spinal yang
diberikan tidak dapat berlangsung lama sehingga jika durasi operasi tidak bisa diperkirakan
lamanya maka anestesi spinal tidak dapat dipergunakan pada operasi tersebut. Mengetahui durasi
operasi membantu ahli anestesi menentukan anestesi lokal yang akan digunakan, penambahan
seperti epinefrin, dan apakah kateter spinal diperlukan atau tidak.

Melakukan anestesi spinal pada pasien dengan penyakit-penyakit neurologi, seperti multiple
sclerosis, adalah kontroversial. Dalam percobaan in vitro yang menunjukkan bahwa saraf
demyelinated lebih rentan terhadap toksisitas anestesi lokal. Namun, tidak ada studi klinis yang
meyakinkan dan menunjukkan bahwa anestesi spinal dapat memperburuk penyakit neurologis
yang Universitas Sumatera Utara 12 sudah ada.Memang nyeri perioperatif, stres, demam, dan
kelelahan dapat memperburuk penyakit, sehingga blok neuraksial bebas stress mungkin lebih
disukai untuk pembedahan. Sakit punggung kronis tidak mewakili kontraindikasi teknik anestesi
spinal, meskipun para klinisi mungkin menghindari teknik ini karena tindakan anestesi spinal
dapat menimbulkan eksaserbasi nyeri paska operasi meskipun belum ada bukti yang saling
menguatkan antara nyeri eksaserbasi paska operasi yang diakibatkan oleh anestesi spinal.

Pasien dengan stenosis mitral, hipertrofi idiopatik stenosis subaorta, dan stenosis aorta, tidak
toleran terhadap penurunan akut dari resistensi vaskuler sistemik. Dengan demikian, meskipun
tidak kontraindikasi, blok neuraksial harus digunakan hati-hati dalamkasus tersebut.Penyakit
jantung secara signifikan dapat menimbulkan kontraindikasi relatif untuk anestesia ketika tingkat
sensorik mencapai lebih dariT6. Cacat parah dari kolum tulang belakang dapat meningkatkan
kesulitan dalam memasukkan obat anestesi spinal. Artritis, kifoskoliosis, dan operasi fusi
lumbalsebelumnya bukan kontraindikasi untuk anestesi spinal. Hal ini penting untuk memeriksa
kembali pasien dalam menentukan kelainan anatomi sebelum melakukan anestesi spinal.

2.1.7 Efek samping (toxicologi obat)

 Efek samping dari anestesi umum


Anestesi umum dikenal juga sebagai bius total. Ini merupakan jenis obat anestesi yang
menyebabkan pasien benar-benar tidak sadarkan sehingga dan tidak akan merasakan rasa sakit
selama operasi. Efek obat ini memengaruhi kerja otak dan seluruh bagian tubuh lainnya.

Anestesi umum dilakukan dengan cara menyuntikkan cairan obat anestesi ke dalam pembuluh


darah vena ataupun dengan menggunakan aliran gas bius lewat pemasangan masker khusus.
Jenis anestesi ini digunakan untuk operasi besar dengan mempertimbangkan keselamatan dan
kenyamanan pasien.

Terdapat beberapa efek samping yang dapat ditimbulkan dari anestesi umum antara lain:

 Reaksi alergi terhadap obat anestetik


 Rasa mual dan muntah-muntah
 Kerusakan gigi
 Penurunan suhu tubuh hingga hipotermia
 Sakit kepala
 Nyeri punggung
 Kegagalan fungsi sistem pernapasan
 Tersadar ditengah-tengah proses operasi
Dampak komplikasi spesifik yang dapat ditimbulkan dari anestesi umum:

 Infeksi saluran pernapasan – dapat berupa infeksi pada laring, sakit tenggorokan
hingga pneumonia. Hal ini dikarenakan penurunan kesadaran dapat menyebabkan saluran
pernapasan tidak terlinggu. Terutama jika efek anestesi membuat pasien mual dan
muntah dan cairan muntah tidak sempat untuk dikeluarkan dapat menyebabkan inflamasi
dan infeksi di saluran pernapasan hingga paru. Namun hal tersebut dapat diatasi dengan
berpuasa atau membatasi asupan beberapa jam sebelum operasi, dokter juga dapat
memberikan obat dengan substansi metoclopramide untuk membantu mengosongkan
lambung dan ranitidine untuk meningkatkan kadar pH lambung.
 Kerusakan saraf tepi – merupakan jenis dampak yang dapat dialami jenis anestesi
lainnya; anestesi regional dan lokal. Hal tersebut dapat terjadi karena proses operasi atau
posisi tubuh yang menetap dan tidak bergerak dalam waktu yang lama. Bagian tubuh
yang paling sering terkena dampak ini adalah lengan bagian atas dan pada kaki di sekitar
lutut. Kerusakan saraf dapat dicegah dan diminimalisir dengan cara menghindari posisi
tubuh pasien yang ekstrim dan menghambat aliran darah selama operasi.
 Emboli – adalah hambatan aliran darah akibat adanya benda asing di dalam pembuluh
darah termasuk penggumpalan darah dan udara. Emboli yang disebabkan
oleh angina lebih mungkin pada tindakan operasi sistem saraf dan operasi di sekitar
tulang pelvis. Risiko dari hal tersebut dapat diminimalisir dengan pemberian
profilaksis thromboembolic deterrents (TEDS) dan low molecular weight
heparin (LMWH).
 Kematian – merupakan jenis komplikasi yang paling serius meskipun peluang terjadinya
sangat kecil. Kematian akibat bius total merupakan sesuatu yang dipengaruhi oleh banyak
faktor, mulai dari jenis operasi, tingkat kesehatan pasien dan penyakit penyerta atau
kondisi lainnya yang dapat membahayakan proses operasi.
 Efek samping dari anestesi regional
Anestesi regional adalah jenis obat anestesi yang berfokus pada kerja saraf dengan cara
memblokir kerja saraf motorik, sensori maupun otonom. Anestesi regional dilakukan dengan
sasaran saraf tulang belakang ataupun pada cairan cerebrospinal. Anestesi regional memiliki
risiko kematian yang lebih rendah dibandingkan dengan anestesi umum, namun memiliki risiko
terhadap kerusakan sistem saluran pernapasan.

Efek samping yang dapat ditimbulkan akibat anestesi regional:

 Rasa nyeri dan sakit kepala


 Hipotensi
 Penurunan suhu tubuh hingga hipotermia
 Perdarahan
 Keracunan bahan anestetik
 Reaksi alergi
 Infeksi tulang belakang
 Infeksi selubung otak (meningitis)
 Kegagalan fungsi sistem pernapasan
Berikut beberapa dampak komplikasi spesifik yang dapat disebabkan anestesi regional

 Total spinal block – merupakan istilah untuk pemblokiran sel saraf tepi yang disebabkan
kelebihan dosis zat anestetik yang digunakan pada tulang belakang. Hal tersebut
menyebabkan efek paralisis pada otot. Pemblokiran saraf juga dapat menyebabkan
kegagalan sistem pernapasan saat pasien tidak sadarkan diri. Untuk mengatasi gangguan
pernapasan kemungkinan diperlukan tindakan tambahan membuat saluran pernapasan
dan ventilasi.
 Hipotensi – penurunan tekanan darah merupakan dampak dari pemblokiran fungsi saraf
simpatetik. Hal tersebut dapat diatasi dengan meningkatkan tekanan pada pembuluh
darah dengan cairan tambahan, namun hal tersebut perlu memperhatikan riwayat
kesehatan jantung pasien.
 Defisit neurologis – merupakan penurunan fungsi dari beberapa saraf yang terdapat pada
tulang belakang yang dapat bersifat sementara ataupun permanen. Penyebab utamanya
adalah kerusakan pada saraf tulang belakang yang mengakibatkan penurunan kerja saraf
sensori dan penurunan kemampuan motorik tubuh.
 Efek samping dari anestesi lokal
Anestesi lokal adalah jenis obat anestesi yang digunakan untuk operasi ringan yang melibatkan
hanya sebagian kecil dari area permukaan tubuh. Anestesi lokal menyebabkan mati rasa pada
bagian kecil tubuh dengan menyuntikan obat anestetik pada area yang akan dibedah untuk
menghilangkan rasa sakit. Pasien akan tetap terjaga saat dilakukan bius lokal.

Tidak seperti jenis anestesi umum dan regional, jenis anestesi ini tidak memiliki dampak
komplikasi, tetapi masih mungkin untuk menimbulkan beragam efek samping yaitu:

 Rasa sakit
 Berdarah
 Infeksi
 Kerusakan sebagian kecil saraf
 Kematian sel
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
BAB I
PENDAHULUAN
 1.1 Latar belakang

Kata anestesi berasal dari bahasa yunani yang berarti keadaan tanpa rasa
sakit.Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan
yangmeliputi pemeberian anestesi ataupun analgesi, pengawasan keselamatan pasiendioperasi
atau tindakan lainnya, bantuan hidup (resusitasi), perawatan intensif pasiengawat, pemeberian
terapi inhalasi, dan penanggulangannya nyeri menahun. Anestesidibagi menjadi 2 kelompok
yaitu Anestesi Lokal dan Anestesi Umum. Pada anestesilokal hilagnya rasa sakit tanpa disertai
hilangnya kesadaran, sedangkan pada anestesiumum hilangnya rasa sakit disertai hilang
kesadaran.
 
Usaha menekan rasa nyeri pada tindakan operasi dengan menggunakan obat
Telahdilakukan sejak zaman dahulu termasuk pemberian alcohol dan opodium secara oral.Setiap
obat anestesi mempunyai variasi tersendiri bergantung pada jenis obat, dosisyang diberikan, dan
keadaan secara klinis. Anestetik yang ideal akan bekerja secaratepat dan baik serta
mengembalikan kesadaran dengan cepat segera.
Selain itu, batas keamanan pemakaian harus cukup lebar dengan efek samping yang
sangat minimal. Tidak satu pun obat anestetik dapatmemberikan efek yang diinginkan tampa
disertai efek samping, bila diberikan secaratunggal.Anestesi lokal menghambat impuls konduksi
secara revesibel sepanjang aksonsaraf dan membran eksitabel lainnya yang menggunakan
saluran natrium sebagai alatutama pembangkit potensi aksi. Secara klinik, kerja ini
dimamfaatkan untuk menghambat sensasi sakit dari-atau impuls vasokontstriktor simpatis ke-
bagian tubuhtertentu. Kokain, obat anestesi pertama, yang diisolasi oleh niemann pada tahun
1860.Kokain dikenal dana pengunaan klinik oleh koller, pada tahun 1884, sebagai suatuanestesi
oftalmik.

1.3 Tujuan

1. Memahami tentang anestesi umum dan anestesi local


2. Mampu membedakan penggunaan anestesi umum dan anestesi lokal
3. Memahami perbedaan anestesi umum dan anestesi local
4. Dapat mengetahui jenis obat-obat anestesi umum dan lokal
 
1.2 Rumusan Masalah

Anda mungkin juga menyukai