PROGRAM PASCASARJANA
MEDAN 2021
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI........................................................................................................................................... 2
KATA PENGANTAR................................................................................................................................... 3
BAB I ........................................................................................................................................................ 5
PENDAHULUAN ....................................................................................................................................... 5
1.1.Latar Belakang. ....................................................................................................................... 5
BAB. II ...................................................................................................................................................... 8
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................................................ 8
Landasan Teori ............................................................................................................................. 8
BAB III .................................................................................................................................................... 10
PEMBAHASAN ....................................................................................................................................... 10
3.1.1. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) ............................................................ 10
3.1.3.Prinsip Sistem Pengendalian Intern Pemerintah ............................................................ 12
3.1.4.Unsur Sistem Pengendalian Intern Pemerintah .............................................................. 14
3.1.5. Pengendalian Dalam Sistem Informasi ........................................................................... 18
3.1.6. Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Penerapan SPIP ....................................... 19
3.1.7. Hambatan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah ..................................................... 20
3.2.1.Prinsip dan Etika Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah ................................................ 22
3.2.2. e-Procurement ................................................................................................................... 24
3.2.3.Tata Cara Pelaksanaan e-Procurement ........................................................................... 27
3.3. Akuntabilitas dan Transparansi Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah .......................... 36
2.4.Pengaruh Pengendalian Intern E-Procumenet terhadap Akuntabilitas dan
Transparansi Pengadaan Barang/Jasa pemerintah................................................................. 37
BAB - IV.................................................................................................................................................. 39
KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................................................................... 39
KESIMPULAN ........................................................................................................................... 39
SARAN ......................................................................................................................................... 39
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 41
2
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT, karena dengan
berkah, rahmat, karunia serta hidayah-Nyalah kami dapat menyalesaikan makalah SISTEM
PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH. Makalah ini disusun dengan tujuan untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Akuntansi Sektor Publik. Untuk itu kami selaku
penyusun sangat berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
3
penyusunan makalah ini. Terutama kepada dosen mata kuliah Akuntansi Sektor Publik Ibu
Dr. Eka Nurmala Sari, SE, M.Si , yang telah memberikan bimbingannya sehingga makalah
ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Selaku penyusun kami sangat menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, saya mohon kritik, saran, pendapat dan masukan yang membangun demi
penyempurnaan makalah ini .Kami berharap agar Makalah ini dapat membantu dalam
pelaksanaan Proses belajar mengajar.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, terutama bagi kami selaku
penyusun.
Penulis
4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang.
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah atau disingkat menjadi SPIP adalah sebuah
proses yang terintegrasi dilaksanakan oleh seluruh unsur dalam suatu lembaga yaitu pimpinan
beserta seluruh pegawainya dengan konsisten dan terus menerus dengan tujuan memberikan
keyakinan yang memadai atas berjalannya kegiatan organisasi dengan efektif dan efisien,
memiliki laporan keuangan yang dapat diandalkan, adanya sistem pengamanan aset yang
memadai, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. SPIP
hendaknya dilaksanakan oleh organisasi pemerintah baik pusat maupun daerah.
Definisi SPIP sesuai peraturan diatas adalah sistem pengendalian intern yang wajib
untuk diselenggarakan secara masif dan terintergrasi di lingkungan pemerintah pusat dan
pemerintah daerah. Unsur-unsur SPIP terdiri atas lima bagian yang semuanya saling
terhubung yaitu Lingkungan Pengendalian yang kondusif, Penilaian Risiko yang cukup dan
memadai, Kegiatan Pengendalian untuk menghilangkan dampak atas risiko yang ada,
Informasi dan Komunikasi antar elemen pelaksana kegiatan pengendalian serta Pemantauan
Pengendalian oleh supervisor atau pimpinan entitas.
Salah satu komponen penting dari unsur lingkungan pengendalian yang wajib ada dan
harus dipelihara sehingga dapat menimbulkan perilaku positif dan kondusif adalah dengan
adanya peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang efektif. Wujud nyata dari
peran APIP yang efektif yaitu dengan adanya dukungan dari APIP tersebut bahwa instansi
pemerintah dapat melaksanakan kegiatan dengan mengutamakan asas ketaatan, kehematan,
5
efisiensi, dan efektivitas. APIP juga harus berperan nyata yaitu dengan mmengingatkan dan
memberikan peringatan dini apabila ada risiko yang sekiranya dapat menghambat efektivitas
penyelenggaraan kegiatan suatu instansi pemerintah serta dapat meningkatkan dan
memelihara kualitas tata kelola fungsi dari instansi pemerintah tersebut terutama berkaitan
dalam hal perwujudan transparansi pengelolaan keuangan daerah. Terwujudnya transparansi
pengelolaan laporan keuangan daerah merupakan suatu tolok ukur keberhasilan tata kelola
pemerintahan yang baik dimana masyarakat meyakini bahwa pemerintah dapat
mempertanggungjawabkan seluruh dana yang dipercayakan kepada mereka sehingga
berdampak pada meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap kinerja pemerintah.
Menilik kembali tujuan awal dari SPIP yang salah satunya adalah memberikan
keyakinan yang memadai terhadap keandalan laporan keuangan, mardiasmo (2010)
mengemukakan bahwa SPIP memiliki dua tujuan dasar yang paling utama yaitu berupa
penguatan kualitas akuntabilitas keuangan negara dan bagian utama dari reformasi birokrasi.
Salah satu indikator yang menilai kualitas pelaporan keuangan pemerintah dapat tercermin
dari opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas penyajian laporan keuangan pemerintah.
Singkatnya semakin baik implementasi SPIP maka akan memberikan pengaruh positif
pada kualitas Opini yang dikeluarkan oleh auditor BPK-RI terhadap laporan Keuangan
Pemerintah Daerah. Hal ini didukung juga oleh Mulyadi (2001) yang menyatakan bahwa
setiap unsur dalam SPI harus menjadi acuan dan menjadi unsur utama dalam berbagai sistem
akuntansi yang akan dirancang. Sejalan juga dengan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006
6
yang menyatakan bahwa sistem akuntansi pemerintahan daerah hendaknya disusun
berdasarkan pada prinsip pengendalian intern.
McNally dalam artikelnya yang diterbitkan oleh COSO (2014) membahas tentang
Penerapan SPI yang efektif dapat terlihat dari tingkat kematangan penerapan dalam suatu
organisasi dan terlihat dengan adanya pengimplementasian seluruh unsur pengendalian intern
dan prinsip dasarnya. Jika suatu pengendalian intern telah diselenggarakan dengan baik maka
pencapaian tujuan organisasi melalui penyelenggaraan sistem pengendalian intern yaitu
kehandalan pelaporan keuangan, efektifitas dan efisiensi operasi organisasi, dan kepatuhan
terhadap peraturan yang berlaku akan tercapai.
Penelitian oleh Dumitrascu Mihaela dan Savulescu Lulian di Romania (2012) tentang
dampak dari penyelenggaraan pengendalian internal terhadap tata kelola perusahaan
berkesimpulan bahwa good governance tidak dapat terwujud apabila tidak ada
penyelenggaraan pengendalian internal yang baik pula. Kelemahan pengendalian internal
akan berdampak pada risiko pencatatan atas transaksi akuntansi perusahaan dan juga
memperbesar kemungkinan terjadinya fraud yang akan berakibat pada performa finansial dan
kemampuan perusahaan dalam berkompetisi dengan perusahaan lain. Hal ini sejalan dengan
Ishola, Abikoye, dan Olajide dalam penelitian yang berjudul Effect of Internal Control
System in Nigeria Public Sector (2015) menyimpulkan bahwa penyelenggaraan SPI yang
baik dapat mendeteksi dan mencegah adanya fraud.
7
BAB. II
TINJAUAN PUSTAKA
Landasan Teori
8
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian
Intern Pemerintah (SPIP), system pengendalian intern adalah proses yang integral pada
Tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh
pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui
kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara,
dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan, sedangkan definisi Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) adalah Sistem Pengendalian Intern yang
diselenggarakan secara menyeluruh dilingkungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Dari dua pengertian diatas, dapat dijelaskan bahwa untuk mencapai pengelolaan
keuangan negara yang akuntabel dan transparan, penyampaian laporan keuangan tepat waktu
dan mengurangi penyimpangan dalam penggunaan anggaran belanja di lingkungan
pemerintah pusat dan daerah, perlu adanya pengendalian intern dimana pimpinan dan
pegawai tidak hanya bertindak sebagai pelaksana tetapi juga diharapkan mampu mengawasi
pelaksanaan pengendalian intern tersebut secara berkelanjutan.
9
BAB III
PEMBAHASAN
Dalam buku Accounting Information System yang dibuat oleh (Dull, Gelinas dan
Wheeler 2012, 3), terdapat kutipan dari COSO (Committee of Sponsoring Organitations),
yang menyatakan bahwa definisi pengendalian intern adalah: “Internal control is a process-
effected by an entity’s board of directors, management and other personnel-designed to
provide reasonable assurance regarding achieving objectives in the following categories:
efficiency and effectiveness of operations, reliabilityof reporting, and compliance with
applicable laws and regulations.”
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pengendalian intern adalah suatu proses
yang dipengaruhi oleh dewan direksi, manajemen, dan karyawan yang dirancang untuk
memberikan jaminan yang meyakinkan bahwa tujuan organisasi akan dapat dicapai melalui
efisiensi dan efektivitas operasi, penyajian laporan keuangan yang dapat dipercaya, ketaatan
terhadap undang-undang dan aturan yang berlaku”.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 Pasal 1 Ayat 1 tentang Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah, menyatakan bahwa: “Sistem Pengendalian Intern adalah
proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh
pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya
tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan,
pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan”.
10
bupati/walikota wajib melakukan pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan pemerintahan.
Tanggung jawab ini sebagai bagian dari tanggung jawab pengelolaan penyelenggaraan
pemerintahan yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel.
Sistem Pengendalian Intern dalam Peraturan Pemerintah ini dilandasi pada pemikiran
bahwa sistem pengendalian intern melekat sepanjang kegiatan, dipengaruhi oleh sumber daya
manusia, serta hanya memberikan keyakinan yang memadai, bukan keyakinan mutlak. Untuk
itu dibutuhkan suatu sistem yang dapat memberi keyakinan memadai bahwa penyelenggaraan
kegiatan pada suatu instansi pemerintah dapat mencapai tujuannya secara efisien dan efektif,
melaporkan pengelolaan keuangan negara secara andal, mengamankan aset negara, dan
mendorong ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Dengan latar belakang
pemikiran tersebut, dikembangkan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) yang
berfungsi sebagai pedoman dalam penyelenggaraan dan tolok ukur efektivitas
penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern, maka dikeluarkanlah Peraturan Pemerintah
Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) untuk
menjawab tantangan birokrasi pemerintahan di Indonesia dalam mengelola keuangan negara.
Pengendalian intern bukan akhir atau tujuan dari pemerintah, tetapi sebagai alat
mencapai tujuan dan menjadi tanggung jawab manajemen dalam pemerintah tersebut.
Tujuan Sistem Pengendalian Intern menurut (Dull, Gelinas dan Wheeler 2012, 8)
adalah:
11
1. Tujuan pengendalian proses operasi, yaitu keefektifan operasi (effectiveness of
operations), keefisienan pegawai terhadap aset (efficient employment of resources),
dan keamanan aset (resource security).
Tujuan SPIP pada PP No. 60 Tahun 2008 mengarah pada empat tujuan yang ingin
dicapai dengan dibangunnya SPIP, yaitu:
3)Pengamanan Aset
12
2. Pemisahan Tugas Pemisahan tugas meruupakan hal yang tak terelakkan dalam
sistem pengendalian intern, ada dua penerapan yang umum dari prinsip ini
yaitu:
3. Prosedur dokumentasi
13
c. Perselisihan dan pengecualian seharusnya dilaporkan ditingkat
manajemen yang dapat memberikan tindakan korektif.
5. Monitoring (Pemantauan).
4. Monitoring (Pemantauan)
Menurut Standar Auditing Amerika Serikat (1988) struktur pengendalian intern suatu
perusahaan meliputi tiga elemen :
14
lingkungan pemerintahan di berbagai negara yang diadopsi dari COSO. Penerapan unsur ini
dilaksanakan dengan maksud untuk menyatukan dan menjadi bagian integral dari kegiatan
instansi pemerintah, yang meliputi:
1. Lingkungan Pengendalian
Pimpinan Instansi Pemerintah dan seluruh pegawai harus menciptakan dan
memelihara lingkungan dalam keseluruhan organisasi yang menimbulkan perilaku
positif dan kondusif untuk mendukung terhadap sistem pengendalian intern dan
manajemen yang sehat. Lingkungan pengendalian mencakup:
a. Penegakan integritas dan nilai etika;
b. Komitmen terhadap kompetensi;
c. Kepemimpinan yang kondusif;
d. Pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan;
e. Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat;
f. Penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan sumber
daya;
g. Perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah yang efektif;
h. Hubungan kerja yang baik dengan instansi pemerintah terkait.
2. Penilaian Risiko
Pengendalian intern harus memberikan penilaian atas risiko yang dihadapi unit
organisasi baik dari luar maupun dari dalam. Pimpinan instansi pemerintah wajib
melakukan penilaian risiko yang terdiri atas:
15
Dalam rangka penilaian risiko, pimpinan instansi pemerintah
menetapkan tujuan instansi pemerintah dan tujuan pada tingkatan
kegiatan, dengan berpendoman peraturan perundang-undangan
3. Kegiatan Pengendalian
Kegiatan pengendalian membantu memastikan bahwa arah pimpinan Instansi
Pemerintah dilaksanakan. Kegiatan pengendalian harus efisien dan efektif dalam
pencapaian tujuan organisasi serta sesuai dengan ukuran, kompleksitas dan sifat dari
tugas dan fungsi suatu instansi pemerintah yang bersangkutan. Jenis-jenis kegiatan
pengendalian terdiri atas:
a. Reviu atas kinerja instansi pemerintah yang bersangkutan;
b. Pembinaan sumber daya manusia;
c. Pengendalian atas pengelolaan sistem informasi;
d. Pengendalian fisik atas aset;
e. Penetapan dan reviu atas indikator dan ukuran kinerja;
f. Pemisahan fungsi;
g. Otorisasi atas transaksi dan kejadian yang penting;
h. Pencatatan yang akurat dan tepat waktu atas transaksi dan kejadian;
i. Pembatasan akses dan sumber daya dan pencatatannya;
j. Akuntabilitas terhadap sumber daya dan pencatatannya; dan
k. Dokumentasi yang baik atas sistem pengendalian intern serta transaksi dan
kejadian penting.
Menurut (Dull, Gelinas dan Wheeler 2012, 3), dalam kegiatan pengendalian terdapat
3 tipe pengendalian, yaitu pengendalian preventif, pengendalian detektif dan pengendalian
korektif. Perbandingan antara ketiga tipe tersebut adalah sebagai berikut:
a. Pengendalian Preventif
16
b. Pengendalian Detektif
Yaitu kegiatan pengendalian yang dilakukan dalam rangka mencari atau mendeteksi
adanya suatu permasalahan dan mencari akar permasalahan tersebut, atau dengan kata
lain pengendalian yang dilakukan dimana telah terdapat suatu permasalahan. Kegiatan
pengendalian ini lebih mahal dari kegiatan pengendalian preventif. Contoh
pengendalian detektif adalah dilaksanakannya audit secara periodik.
c. Pengendalian Korektif
Yaitu kegiatan pengendalian yang dilakukan untuk memperbaiki kondisi jika terdapat
suatu permasalahan yang menyebabkan risiko tidak tercapainya tujuan organisasi,
yang telah ditemukan pada kegiatan pengendalian preventif maupun detektif.
Kegiatan Korektif relatif lebih mahal dari kegiatan peventif maupun detektif. Contoh
kegiatan korektif antara lain dilakukannya perbaikan suatu sistem informasi atas
kesalahan data yang disebabkan adanya erordalam sistem informasi suatu entitas.
Informasi harus dicatat dan dilaporkan kepada instansi pemerintah dan pihak lain
yang ditentukan. Informasi disajikan dalam suatu bentuk dan sarana tertentu serta tepat waktu
yang diselenggarakan secara efektif sehingga memungkinkan pimpinan instansi pemerintah
melaksanakan pengendalian dan tanggungjawabnya. Untuk menyelenggarakan sistem
informasi yang efektif pimpinan instansi pemerintah harus: a. Menyediakan dan
memanfaatkan berbagai bentuk dan sarana komunikasi; b. Mengelola, mengembangkan, dan
memperbaharui sistem informasi secara terus-menerus.
17
Unsur sistem pengendalian intern yang pertama merupakan unsur yang menjadi
pondasi bagi unsur lainnya. Karena itu, dalam penetapan risiko pengendalian, jika dijumpai
ada kelemahan pada unsur lingkungan pengendalian tanpa melihat unsur lainnya, risiko harus
ditetapkan tinggi. Walaupun demikian, untuk mengukur risiko secara keseluruhan maka
unsur yang lainnya tetap harus diukur.
1. Pengendalian Umum
e. Pemisahan Tugas.
f. Kontinuitas Pelayanan.
2. Pengendalian Aplikasi
18
Pengendalian aplikasi merupakan pengendalian khusus atas setiap aplikasi komputer
yang digunakan. Pengendalian ini juga meliputi prosedur-prosedur baik yang diotomatisasi
maupun manual dalam pelaksanaannya untuk menjamin bahwa hanya ada data-data yang sah
untuk diproses secara lengkap dan akurat oleh suatu aplikasi. Pengendalian Aplikasi
(Application Controls) yang terdiri atas:
a. Pengendalian Otorisasi;
b. Pengendalian Kelengkapan;
c. Pengendalian Akurasi;
Pencapaian tujuan dari suatu sistem tidak lepas dari faktor-faktor yang
mempengaruhinya terutama faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan. Keberhasilan
penerapan Sistem Pengendalian Intern juga dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor keberhasilan
tersebut.
Sumber daya manusia merupakan modal utama dan penggerak dalam suatu
organisasi, dan merupakan soft control dalam penerapan SPIP. Sumber daya
manusia yang dimaksudkan adalah sumber daya manusia yang memiliki
integritas dan mentaati nilai etika. Sumber daya manusia yang mempunyai
integritas dan mentaati etika adalah merupakan komponen penting dalam
mendorong agar organisasi dapat berjalan pada relnya.
2. Komitmen
19
keputusan maupun kebijakan yang akan diambil terkait dengan perbaikan
terhadap pengendalian internal, prosedur dan aturan yang akan dilaksanakan
mendapat dukungan sepenuhnya dari pimpinan.
3. Keteladanan Pimpinan
4. Ketersediaan Infrastruktur
Menurut (Tugiman 2002, 8), beberapa hambatan dalam sistem pengendalian intern
adalah sebagai berikut:
20
1. Banyak pengendalian yang ditetapkan memiliki tujuan yang tidak jelas.
2. Pengendalian lebih diartikan sebagai tujuan akhir yang harus dicapai dan bukan
sebagai alat atau sarana untuk mencapai tujuan organisasi.
4. Penerapan yang tidak tepat dari pengendalian juga mengakibatkan berkurangnya atau
bahkan hilangnya inisiatif dan kreatifitas setiap orang.
Menurut (Thai 2009, 2), berpendapat bahwa setiap negara akan mengutamakan
prinsip “do more with less” dalam pengadaan barang/jasa pemerintah. Lebih lanjut Thai
menjelaskan:
“Indeed, all governmental entities of rich and poor countries are struggling in the face
of unrelenting budget constraints; government downsizing; public demand for
increased transparency in public procurement; and greater concerns about efficiency,
fairness, and equity. Additionally, public procurement professionals have faced a
constantly changing environment typified by rapidly emerging technologies,
increasing product choice, environment concerns, and the complexities of
international and regional trading agreements. Further, policy makers have
increasingly used public procurement as a tool to achieve socioeconomic goals
(Tentunya, bagi setiap pemerintahan baik kaya maupun miskin berusaha menghadapi
tekanan keuangan yang tak henti-hentinya; perampingan pemerintahan; tuntutan
publik untuk meningkatkan transparansi dalam pengadaan publik; dan mengutamakan
efisiensi, keadilan, dan persamaan. Pada dasarnya, pengadaan publik yang profesional
telah siaga dalam mengikuti perubahan yang terjadi di lingkungan dengan
meningkatkan produk pilihan, memperhatikan lingkungan, dan kompleksitas
perjanjian luar maupun dalam negeri. Nantinya, pembuat kebijakan akan dapat
meningkatkan hasil dari pengadaan publik sebagai alat untuk mencapai tujuan sosio-
ekonomi)”
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 2015 Pasal 1 Angka 1 tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, yaitu:
21
dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk
memperoleh Barang/Jasa.”
Salah satu amanat yang harus dilakukan oleh pemerintah menurut Peraturan Presiden
No. 4 Tahun 2015 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, dengan mendasarkan
pada arus utama reformasi birokrasi di lingkungan pemerintahan, adalah implementasi sistem
pengadaan barang dan jasa secara elektronis. Di antara beberapa tujuan dan manfaat
terselenggaranya aktivitas pengadaan barang dan jasa secara elektronik adalah diharapkan
kebocoran anggaran yang disebabkan oleh dis-integritas panitia dan pimpinan projek (PPK)
dapat dikurangi, atau bahkan dihilangkan.
22
4. Terbuka, berarti pengadaan barang/jasa dapat diikuti oleh semua Penyedia
barang/jasa yang memenuhi persyaratan/kriteria tertentu berdasarkan
ketentuan dan prosedur yang jelas.
5. Bersaing, berarti pengadaan barang/jasa harus dilakukan melalui persaingan
yang sehat diantara sebanyak mungkin penyedia barang/jasa yang setara dan
memenuhi persyaratan, sehingga dapat diperoleh barang/jasa yang ditawarkan
secara kompetitif dan tidak ada intervensi yang mengganggu terciptanya
mekanisme pasar dalam pengadaan barang/jasa.
7. Akuntabel, berarti harus sesuai dengan aturan dan ketentuan yang terkait
dengan pengadaan barang/jasa sehingga dapatdi pertanggungjawabkan.
Semua fungsi/pihak yang terlibat dalam pengadaan barang/jasa wajib mematuhi etika
sebagai berikut:
23
6. Menghindari dan mencegah terjadinya pemborosan dan kebocoran keuangan
negara dalam Pengadaan Barang/Jasa.
3.2.2. e-Procurement
Menurut Croom & Jones (2004) dalam (Vaidya, Sajeev dan Callender 2006, 72),
yaitu:
24
1. Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas;
5. Memenuhi kebutuhan akses informasi yang real time guna mewujudkan clean
and good government dalam pengadaan barang/jasa pemerintah.
Berikut ini adalah pihak-pihak yang terkait dalam kegiatan pengadaan barang/jasa
pemerintah secara elektronik (e-Procurement), diantaranya adalah:
25
2. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Kuasa Pengguna Anggaran adalah pejabat
yang ditetapkan oleh PA untuk menggunakan APBN atau ditetapkan oleh
Kepala Daerah untuk menggunakan APBD.
26
11. Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Lembaga
Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah adalah lembaga Pemerintah
yang bertugas mengembangkan dan merumuskan kebijakan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah.
1.Pemberian penjelasan;
27
2.Batas akhir pemasukan penawaran;
3.Pembukaan penawaran;
2) Pemberian Penjelasan
28
c) Pokja ULP menjawab setiap pertanyaan yang masuk, kecuali
untuk substansi pertanyaan yang telah dijawab.
29
a) Data kualifikasi disampaikan melalui form isian elektronik
kualifikasi yang tersedia pada aplikasi SPSE.
30
5. Pimpinan dan pengurus badan usaha bukan sebagai
pegawai K/L/D/I atau pimpinan dan pengurus badan
usaha sebagai pegawai K/L/D/I yangsedang mengambil
cuti diluar tanggungan K/L/D/I.
31
d) Surat/Form penawaran dan/atau surat/form lain sebagai bagian
dari dokumen penawaran yang diunggah (upload) ke dalam
aplikasi SPSE dianggap sah sebagai dokumen elektronik dan
telah ditandatangani secara elektronik oleh pemimpin/direktur
perusahaanatau kepala cabang perusahaan yang diangkat oleh
kantor pusat yang dibuktikan dengan dokumen otentik atau
pejabat yang menurut perjanjian kerjasama adalah yang berhak
mewakili perusahaan yang bekerjasama.
32
a) Pada tahap pembukaan penawaran, Pokja ULP mengunduh
(download) dan melakukan dekripsi file penawaran dengan
menggunakan Apendo/Spamkodok.
33
i) Pokja ULP memasukkan hasil evaluasi penawaran dan hasil
evaluasi kualifikasi pada aplikasi SPSE.
6) Sanggahan
34
melalui aplikasi SPSE maka sanggahan dapat dilakukan diluar
aplikasi SPSE (offline).
7) Evaluasi Ulang,
9) Penandatanganan Kontrak
35
informasi dan mengunggah (upload) hasil pemindaian (scan)
dokumen kontrak pada aplikasi SPSE.
36
publik oleh pemerintah, dan (2) Hak masyarakat terhadap akses informasi. Keduanya
akan sangat sulit dilakukan jika pemerintah tidak menangani dengan baik kinerjanya.
Menurut LKPP (2009:38) mengenai sarana untuk monitoring dan evaluasi (money)
atas indikator kinerja pengadaan barang/jasa pemerinyah yang dapat ditinjau dari
beberapa kategori diantaranya tata kelola yang mencakup aspek transparansi dan
akuntabilitas yaitu:
1. Jumlah pengadaan yang diumumkan secara elektronik.
2. Jumlah dokumen pengadaan yang diunggah secara elektronik.
3. Jumlah pengadaan yang telah ditentukan pemenangnya
4. Persaingan : seberapa luas e-Procurementmemberikan kesempatan kepada penyedia
barang/jasa untuk ikut berkompetisi
5. Sanggah : seberapa banyak penurunan jumlah sanggah yang muncul dari masing-
masing paket pengadaan.
6. Kinerja pelaku usaha: e-Procumenet dapat digunakan untuk melakukan monitoring
kinerja pelaku usaha termasuk mengkategorikan dalam daftar hitam bagi pelaku usaha
yang tidak memiliki integritas.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 Pasal 1 Ayat 1 tentang Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah menyatakan: “Sistem Pengendalian Intern adalah proses
yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan
dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan
organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan,
pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan”.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 Pasal 1 Ayat 1 tentang Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah menyatakan: “Sistem Pengendalian Intern adalah proses
yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan
37
dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan
organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan,
pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan”.
Dalam Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 2015 disebutkan bahwa pengadaan secara
elektronik atau e-Procumenet adalah pengadaan barang/jasa yang dilaksanakan dengan
menggunakan teknologi informasi dan transaksi elekt ronik sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan. Pengadaan barang/jasa secara elektronik bertujuan untuk:
5. Memenuhi kebutuhan akses informasi yang real time guna mewujudkan clean
and good government dalam pengadaan barang/jasa pemerintah.
38
BAB - IV
KESIMPULAN
Pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah pada internalisasi SPIP ke dalam seluruh
proses kerja di organisasi, melalui unsur:
2) Penilaian Resiko, dengan sub unsur identifikasi dan analisa resiko yang dilakukan,
harus dilakukan pemetaan yang terdokumentasi.
3) informasi sebagai alat komunikasi yang efektif dengan tingkat akurasi yang tinggi
yang disampaikan dalam laporan-laporan program/kegiatan menjadi bahan evaluasi
untuk perbaikan perencanaan selanjutnya.
SARAN
Berdasarkan kesimpulan di atas, proses internalisasi SPIP perlu didukung dengan penerapan
hard control, untuk itu perlu adanya perangkat pendukung berupa Standard Operating
Procedure (SOP) dan Satuan Tugas (Satgas) implementasi SPIP. Pelaksanaan SPIP dapat
menjamin pengelolaan keuangan yang handal, melalui unsur:
39
1) Lingkungan Pengendalian dengan komitmen yang kuat dari pimpinan dan semua
pihak untuk menjadikan SPIP sebagai sarana untuk mencapai tujuan organisasi yang
lebih baik.
40
DAFTAR PUSTAKA
41