Anda di halaman 1dari 41

MAKALAH AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK

“SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH”

DISUSUN OLEH KELOMPOK 4 :

ANGGA UTAMA MARFITO 2020050016


M. DENNIS AJIHANDA 2020050023
NOVA FEBRINA 2020050012
CUT LAILAN MAGHFIRAH MIGA 2020050030
JUMANGIN 2020050015
RINI ARYANI 2020050011

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA

MEDAN 2021

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI........................................................................................................................................... 2
KATA PENGANTAR................................................................................................................................... 3
BAB I ........................................................................................................................................................ 5
PENDAHULUAN ....................................................................................................................................... 5
1.1.Latar Belakang. ....................................................................................................................... 5
BAB. II ...................................................................................................................................................... 8
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................................................ 8
Landasan Teori ............................................................................................................................. 8
BAB III .................................................................................................................................................... 10
PEMBAHASAN ....................................................................................................................................... 10
3.1.1. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) ............................................................ 10
3.1.3.Prinsip Sistem Pengendalian Intern Pemerintah ............................................................ 12
3.1.4.Unsur Sistem Pengendalian Intern Pemerintah .............................................................. 14
3.1.5. Pengendalian Dalam Sistem Informasi ........................................................................... 18
3.1.6. Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Penerapan SPIP ....................................... 19
3.1.7. Hambatan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah ..................................................... 20
3.2.1.Prinsip dan Etika Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah ................................................ 22
3.2.2. e-Procurement ................................................................................................................... 24
3.2.3.Tata Cara Pelaksanaan e-Procurement ........................................................................... 27
3.3. Akuntabilitas dan Transparansi Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah .......................... 36
2.4.Pengaruh Pengendalian Intern E-Procumenet terhadap Akuntabilitas dan
Transparansi Pengadaan Barang/Jasa pemerintah................................................................. 37
BAB - IV.................................................................................................................................................. 39
KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................................................................... 39
KESIMPULAN ........................................................................................................................... 39
SARAN ......................................................................................................................................... 39
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 41

2
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT, karena dengan
berkah, rahmat, karunia serta hidayah-Nyalah kami dapat menyalesaikan makalah SISTEM
PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH. Makalah ini disusun dengan tujuan untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Akuntansi Sektor Publik. Untuk itu kami selaku
penyusun sangat berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam

3
penyusunan makalah ini. Terutama kepada dosen mata kuliah Akuntansi Sektor Publik Ibu
Dr. Eka Nurmala Sari, SE, M.Si , yang telah memberikan bimbingannya sehingga makalah
ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Selaku penyusun kami sangat menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, saya mohon kritik, saran, pendapat dan masukan yang membangun demi
penyempurnaan makalah ini .Kami berharap agar Makalah ini dapat membantu dalam
pelaksanaan Proses belajar mengajar.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, terutama bagi kami selaku
penyusun.

Medan, 14 Juni 2021

Penulis

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang.

Sistem Pengendalian Intern Pemerintah atau disingkat menjadi SPIP adalah sebuah
proses yang terintegrasi dilaksanakan oleh seluruh unsur dalam suatu lembaga yaitu pimpinan
beserta seluruh pegawainya dengan konsisten dan terus menerus dengan tujuan memberikan
keyakinan yang memadai atas berjalannya kegiatan organisasi dengan efektif dan efisien,
memiliki laporan keuangan yang dapat diandalkan, adanya sistem pengamanan aset yang
memadai, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. SPIP
hendaknya dilaksanakan oleh organisasi pemerintah baik pusat maupun daerah.

Keandalan penyajian suatu laporan keuangan pemerintah dapat terwujud dengan


menyelenggarakan SPIP dengan baik misalnya dengan menerapkan prosedur rekonsiliasi
antara dua data transaksi keuangan yang dibuat oleh pengguna anggaran atau kuasa pengguna
anggaran dengan yang dibuat oleh Bendahara Umum Negara ataupun daerah. Terbitnya
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 tahun 2008 yang mengatur tentang SPIP mempertegas
bahwa setiap entitas pelaporan dan akuntansi memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan
pengendalian intern. PP tersebut mengacu pada Konsep dari Comitte of Sponsoring
Organizations (COSO) dalam mengatur kewajiban penyelenggaraan Pengendalian Internal.

Definisi SPIP sesuai peraturan diatas adalah sistem pengendalian intern yang wajib
untuk diselenggarakan secara masif dan terintergrasi di lingkungan pemerintah pusat dan
pemerintah daerah. Unsur-unsur SPIP terdiri atas lima bagian yang semuanya saling
terhubung yaitu Lingkungan Pengendalian yang kondusif, Penilaian Risiko yang cukup dan
memadai, Kegiatan Pengendalian untuk menghilangkan dampak atas risiko yang ada,
Informasi dan Komunikasi antar elemen pelaksana kegiatan pengendalian serta Pemantauan
Pengendalian oleh supervisor atau pimpinan entitas.

Salah satu komponen penting dari unsur lingkungan pengendalian yang wajib ada dan
harus dipelihara sehingga dapat menimbulkan perilaku positif dan kondusif adalah dengan
adanya peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang efektif. Wujud nyata dari
peran APIP yang efektif yaitu dengan adanya dukungan dari APIP tersebut bahwa instansi
pemerintah dapat melaksanakan kegiatan dengan mengutamakan asas ketaatan, kehematan,

5
efisiensi, dan efektivitas. APIP juga harus berperan nyata yaitu dengan mmengingatkan dan
memberikan peringatan dini apabila ada risiko yang sekiranya dapat menghambat efektivitas
penyelenggaraan kegiatan suatu instansi pemerintah serta dapat meningkatkan dan
memelihara kualitas tata kelola fungsi dari instansi pemerintah tersebut terutama berkaitan
dalam hal perwujudan transparansi pengelolaan keuangan daerah. Terwujudnya transparansi
pengelolaan laporan keuangan daerah merupakan suatu tolok ukur keberhasilan tata kelola
pemerintahan yang baik dimana masyarakat meyakini bahwa pemerintah dapat
mempertanggungjawabkan seluruh dana yang dipercayakan kepada mereka sehingga
berdampak pada meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap kinerja pemerintah.

Upaya pemerintah pusat untuk memperkuat serta menunjang efektivitas


penyelenggaraan SPIP salah satunya dilakukan dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden
Nomor 9 tahun 2014 yang berisi tentang pembinaan SPIP oleh Badan Pengawasan Keuangan
dan Pembangunan (BPKP). Langkah yang dilakukan adalah dengan melakukan penilaian
serta evaluasi atas penyelenggaraan SPIP yang dilakukan oleh instansi pemerintahan.
Kegiatan ini dilakukan dengan bentuk penilaian maturitas level Penyelenggaraan SPIP yang
mengacu pada Peraturan Kepala BPKP Nomor 4 Tahun 2016 yang berisi tentang pedoman
untuk melakukan penilaian dan strategi peningkatan maturitas SPIP. Penilain maturitas level
SPIP ini juga merupakan salah satu dari indikator kinerja utama bidang aparatur negara dan
ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) untuk tahun
2015-2019. Target pemerintah tersebut adalah pencapaian level 3 tingkat maturitas SPIP dari
skala 0-5 pada tahun 2019.

Menilik kembali tujuan awal dari SPIP yang salah satunya adalah memberikan
keyakinan yang memadai terhadap keandalan laporan keuangan, mardiasmo (2010)
mengemukakan bahwa SPIP memiliki dua tujuan dasar yang paling utama yaitu berupa
penguatan kualitas akuntabilitas keuangan negara dan bagian utama dari reformasi birokrasi.
Salah satu indikator yang menilai kualitas pelaporan keuangan pemerintah dapat tercermin
dari opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas penyajian laporan keuangan pemerintah.

Singkatnya semakin baik implementasi SPIP maka akan memberikan pengaruh positif
pada kualitas Opini yang dikeluarkan oleh auditor BPK-RI terhadap laporan Keuangan
Pemerintah Daerah. Hal ini didukung juga oleh Mulyadi (2001) yang menyatakan bahwa
setiap unsur dalam SPI harus menjadi acuan dan menjadi unsur utama dalam berbagai sistem
akuntansi yang akan dirancang. Sejalan juga dengan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006

6
yang menyatakan bahwa sistem akuntansi pemerintahan daerah hendaknya disusun
berdasarkan pada prinsip pengendalian intern.

Selain membuat pelaporan keuangan pemerintah juga diwajibkan untuk membuat


pelaporan kinerja. Dalam hal penilaian kinerja pemerintah selalu mengutamakan prinsip
efektif dan efisien sehingga hal ini sejalan dengan tujuan awal dari penyelenggaraan SPIP
yaitu penyelenggaraan kegiatan organisasi yang efektif dan efisien, sehingga dapat diartikan
bahwa semakin tinggi tingkat penyelenggaraan SPIP suatu pemerintah akan membuat hasil
evaluasi atas Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan (LAKIP) menjadi semakin
tinggi.

McNally dalam artikelnya yang diterbitkan oleh COSO (2014) membahas tentang
Penerapan SPI yang efektif dapat terlihat dari tingkat kematangan penerapan dalam suatu
organisasi dan terlihat dengan adanya pengimplementasian seluruh unsur pengendalian intern
dan prinsip dasarnya. Jika suatu pengendalian intern telah diselenggarakan dengan baik maka
pencapaian tujuan organisasi melalui penyelenggaraan sistem pengendalian intern yaitu
kehandalan pelaporan keuangan, efektifitas dan efisiensi operasi organisasi, dan kepatuhan
terhadap peraturan yang berlaku akan tercapai.

Penelitian oleh Dumitrascu Mihaela dan Savulescu Lulian di Romania (2012) tentang
dampak dari penyelenggaraan pengendalian internal terhadap tata kelola perusahaan
berkesimpulan bahwa good governance tidak dapat terwujud apabila tidak ada
penyelenggaraan pengendalian internal yang baik pula. Kelemahan pengendalian internal
akan berdampak pada risiko pencatatan atas transaksi akuntansi perusahaan dan juga
memperbesar kemungkinan terjadinya fraud yang akan berakibat pada performa finansial dan
kemampuan perusahaan dalam berkompetisi dengan perusahaan lain. Hal ini sejalan dengan
Ishola, Abikoye, dan Olajide dalam penelitian yang berjudul Effect of Internal Control
System in Nigeria Public Sector (2015) menyimpulkan bahwa penyelenggaraan SPI yang
baik dapat mendeteksi dan mencegah adanya fraud.

7
BAB. II

TINJAUAN PUSTAKA

Landasan Teori

Perkembangan pengendalian intern di Indonesia ditandai dengan terbitnya PP Nomor


60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Sejalan dengan
perkembangan, konsep pengendalian sebagai suatu proses bergeser dari hard factor ke soft
factor. PP Nomor 60 Tahun 2008 mengadopsi pendekatan COSO dengan beberapa
modifikasi. Pertimbangan pemilihan pendekatan COSO ini karena suatu system pengendalian
intern yang baik dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai atas tercapainya tujuan
organisasi, tidak cukup hanya menekankan pada prosedur dan kegiatan, tetapi menempatkan
manusia sebagai factor yang dapat membuat pengendalian tersebut berfungsi.

Dalam sistem pengendalian intern (COSO), pengendalian tidak menitikberatkan


pada kegiatan pengendalian, namun menitikberatkan pada lingkungan pengendalian sebagai
syarat befungsinya system pengendalian intern. Faktor manusia sebagai pembentuk
lingkungan pengendalian, mendapat perhatian yang besar, misalnya dengan adanya situasi
yang etis dan moral, masalah integritas, dan adanya komitmen pemimpin pada kompetensi.
Sistem pengendalian intern yang efisien tidak harus mengendalikan semua kegiatan dengan
pertimbangan efisiensi, sehingga organisasi harus menentukan tujuan secara jelas dan
mengidentifikasi risiko, menganalisis risiko, dan mengelola risiko yang ada. Berdasarkan
hasil Analisa tersebut ditentukan pengendalian untuk meminimalkan risiko. Salah satu
komponen sistem pengendalian intern versi COSO adalah penilaian risiko, dimana organisasi
mengharuskan menetapkan tujuan baik tingkat organisasi secara keseluruhan maupun pada
tingkat kegiatan dan mengidentifikasi risiko, menganalisis risiko, serta mengelola perubahan
tersebut.

Dalam pelaksanaan sistem dan prosedur pengendalian diperlukan kondisi yang


kondusif serta jalur informasi dan komunikasi yang baik serta adanya mekanisme untuk
mengidentifikasikan berkembangnya kebutuhan informasi.
Dalam konsep COSO, organisasi diharuskan memiliki lingkungan yang baik,
mengkomunikasikan informasi dalam bentuk dan waktu yang tepat dan melakukan
pemantauan secara terus menerus.

8
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian
Intern Pemerintah (SPIP), system pengendalian intern adalah proses yang integral pada
Tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh
pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui
kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara,
dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan, sedangkan definisi Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) adalah Sistem Pengendalian Intern yang
diselenggarakan secara menyeluruh dilingkungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Dari dua pengertian diatas, dapat dijelaskan bahwa untuk mencapai pengelolaan
keuangan negara yang akuntabel dan transparan, penyampaian laporan keuangan tepat waktu
dan mengurangi penyimpangan dalam penggunaan anggaran belanja di lingkungan
pemerintah pusat dan daerah, perlu adanya pengendalian intern dimana pimpinan dan
pegawai tidak hanya bertindak sebagai pelaksana tetapi juga diharapkan mampu mengawasi
pelaksanaan pengendalian intern tersebut secara berkelanjutan.

9
BAB III

PEMBAHASAN

3.1.1. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP)

Pengendalian meliputi semua metode, kebijakan dan prosedur organisasi yang


menjamin keamanan harta kekayaan organisasi, akurasi dan kelayakan data manajemen serta
standar operasi manajemen lainnya. Istilah yang biasa dipakai untuk pengendalian intern
adalah sistem pengendalian intern, sistem pengawasan intern, dan struktur pengendalian
intern.

Dalam buku Accounting Information System yang dibuat oleh (Dull, Gelinas dan
Wheeler 2012, 3), terdapat kutipan dari COSO (Committee of Sponsoring Organitations),
yang menyatakan bahwa definisi pengendalian intern adalah: “Internal control is a process-
effected by an entity’s board of directors, management and other personnel-designed to
provide reasonable assurance regarding achieving objectives in the following categories:
efficiency and effectiveness of operations, reliabilityof reporting, and compliance with
applicable laws and regulations.”

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pengendalian intern adalah suatu proses
yang dipengaruhi oleh dewan direksi, manajemen, dan karyawan yang dirancang untuk
memberikan jaminan yang meyakinkan bahwa tujuan organisasi akan dapat dicapai melalui
efisiensi dan efektivitas operasi, penyajian laporan keuangan yang dapat dipercaya, ketaatan
terhadap undang-undang dan aturan yang berlaku”.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 Pasal 1 Ayat 1 tentang Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah, menyatakan bahwa: “Sistem Pengendalian Intern adalah
proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh
pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya
tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan,
pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan”.

Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, yang selanjutnya disingkat SPIP adalah


Sistem Pengendalian Intern yang diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan
pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Menteri/pimpinan lembaga, gubernur dan

10
bupati/walikota wajib melakukan pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan pemerintahan.
Tanggung jawab ini sebagai bagian dari tanggung jawab pengelolaan penyelenggaraan
pemerintahan yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel.

Sistem Pengendalian Intern dalam Peraturan Pemerintah ini dilandasi pada pemikiran
bahwa sistem pengendalian intern melekat sepanjang kegiatan, dipengaruhi oleh sumber daya
manusia, serta hanya memberikan keyakinan yang memadai, bukan keyakinan mutlak. Untuk
itu dibutuhkan suatu sistem yang dapat memberi keyakinan memadai bahwa penyelenggaraan
kegiatan pada suatu instansi pemerintah dapat mencapai tujuannya secara efisien dan efektif,
melaporkan pengelolaan keuangan negara secara andal, mengamankan aset negara, dan
mendorong ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Dengan latar belakang
pemikiran tersebut, dikembangkan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) yang
berfungsi sebagai pedoman dalam penyelenggaraan dan tolok ukur efektivitas
penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern, maka dikeluarkanlah Peraturan Pemerintah
Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) untuk
menjawab tantangan birokrasi pemerintahan di Indonesia dalam mengelola keuangan negara.

Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa sistem pengendalian


intern pemerintah adalah semua metode yang terkoordinasi dan pengukuran yang diterapkan
diintegrasikan/dipengaruhi oleh manusia, struktur organisasi, kebijakan, dan prosedur untuk
memberikan jaminan yang meyakinkan bahwa tujuan organisasi akan dapat dicapai melalui
kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara,
dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.

3.1.2.Tujuan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah

Pengendalian intern bukan akhir atau tujuan dari pemerintah, tetapi sebagai alat
mencapai tujuan dan menjadi tanggung jawab manajemen dalam pemerintah tersebut.

Tujuan Sistem Pengendalian Intern menurut (Dull, Gelinas dan Wheeler 2012, 8)
adalah:

“Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) bertujuan untuk memberikan


keyakinan yang memadai bagi tercapainya efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan
penyelenggaraan pemerintahan negara, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan
aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku yang
terdiri dari:

11
1. Tujuan pengendalian proses operasi, yaitu keefektifan operasi (effectiveness of
operations), keefisienan pegawai terhadap aset (efficient employment of resources),
dan keamanan aset (resource security).

2. Tujuan pengendalian proses informasi, yaitu kebenaran masukan (input validity),


kelengkapan masukan (input completeness), ketelitian masukan (input accuracy),
kelengkapan dan ketelitian kemutakhiran (update completeness and accuracy).”

Tujuan SPIP pada PP No. 60 Tahun 2008 mengarah pada empat tujuan yang ingin
dicapai dengan dibangunnya SPIP, yaitu:

1)Kegiatan yang efektif dan efisien

2)Laporan keuangan yang dapat diandalkan

3)Pengamanan Aset

4)Ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan sistem pengendalian


intern yaitu untuk menciptakan kegiatan yang efektif dan efisien, laporan keuangan yang
dapat diandalkan, pengamanan aset, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan
serta untuk mencapai tujuan sistem informasi dan sistem operasi. Dimana tujuan sistem
operasi berupa jaminan terhadap efektivitas operasi, efisiensi operasi dalam penggunaan
sumber-sumber daya, dan keamanan sumber sumber daya. Sedangkan yang menjadi tujuan
sistem informasi adalah memberikan jaminan mengenai keabsahan masukan data,
kelengkapan masukan data, akurasi masukan data, kelengkapan pemutakhiran, dan output
berupa informasi didistribusikan secara tepat sampai kepada pihak pihak yang semestinya.

3.1.3.Prinsip Sistem Pengendalian Intern Pemerintah

Prinsip-prinsip pengendalian intern harus dilaksanakan oleh perusahaan/ instansi


pemerintah untuk melindungi aset dan mempertinggi keakuratan dan kebenaran pencatatan
akuntansinya serta mencapai tujuan pengendalian akuntansi.

Menurut (Weygandt 2003, 455), prinsip-prinsip pengendalian intern meliputi:

1. Pembentukan Tanggung Jawab Pengendalian akan paling efektif jika hanya


seseorang yang bertanggung jawab pada sebuah pekerjaan tertentu.

12
2. Pemisahan Tugas Pemisahan tugas meruupakan hal yang tak terelakkan dalam
sistem pengendalian intern, ada dua penerapan yang umum dari prinsip ini
yaitu:

a. Aktivitas-aktivitas terkait seharusnya ditugaskan ke orang yang


berbeda-beda.

b. Penciptaan akuntabilitas (dengan pencatatan) atas aset yang seharusnya


terpisah dari penjagaan fisik aset tersebut.

3. Prosedur dokumentasi

Dokumentasi memberikan bukti bahwa transaksi dan peristiwa sudah terjadi.


Dokumen seharusnya diberi nomor terlebih dahulu (prenumbered), dan
seluruh dokumen seharusnya dihitung. Dokumen merupakan sumber untuk
jurnal akuntansi seharusnya diseerahkan dengan benar ke departemen
akuntansi. Pengendalian ini membantu penjaminan pencatatan transaksi secara
tepat waktu dan berkontribusi secara langsung untuk keakuratan dan
kebenaran pencatatan akuntansi.

4. Pengendalian fisik, mekanik, dan elektronik

Penggunaan pengendalian fisik, mekanik, dan elektronik adalah penting.


Pengendalian fisik sangat terkait dengan perlindungan aset. Pengendalian
mekanik dan elektronik berhubungan dengan penggunaan alat-alat mekanis
dan elektronis dalam pelaksanaan dan pencatatan transaksi untuk
mempertinggi keakuratan dan kebenaran pencatatan akuntansi juga
melindungi aset.

5. Verifikasi Intern Dependen

Prinsip ini melibatkan tinjauan, perbandingan, dan rekonsiliasi data yang


dibuat oleh karyawan lain. Untuk mendapatkan manfaat yang maksimal dari
verifikasi internal dependen:

a. Verifikasi seharusnya dilaksanakan setiap periodik atau mendadak.

b. Verifikasi seharusnya dilaksanakan oleh seseorang yang independen


atas karyawan yang bertanggung jawab atas informasi terkait.

13
c. Perselisihan dan pengecualian seharusnya dilaporkan ditingkat
manajemen yang dapat memberikan tindakan korektif.

3.1.4.Unsur Sistem Pengendalian Intern Pemerintah

Dalam penerapan pengendalian intern organisasi/instansi permerintah terdapat unsur-


unsur yang harus diterapkan untuk mencapai tujuan sistem pengendalian intern. Menurut
(Tunggal 2014, 3), Committee of Sponsoring Organizations of the Treatway Commission
(COSO) memperkenalkan adanya lima komponen/unsur pengendalian intern yang meliputi :

1. Control Environment (Lingkungan pengendalian);

2. Risk Assesment (Penilaian Resiko);

3. Control Activities (Aktivitas Pengendalian);

4. Information and Comunication (Infomasi dan Komunikasi);

5. Monitoring (Pemantauan).

Menurut (Gondodiyoto 2007, 281) menyebutkan ada empat domain dalam


pengendalian intern, meliputi:

1. Planning and Organization (Perencanaan dan Organisasi)

2. Acquisition and Implementation (Perolehan dan implementasi)

3. Delivery and Support (Penyerahan dan Pendukungan)

4. Monitoring (Pemantauan)

Menurut Standar Auditing Amerika Serikat (1988) struktur pengendalian intern suatu
perusahaan meliputi tiga elemen :

1. Lingkungan pengendalian (control environment)

2. Sistem akuntansi (the accounting system)

3. Prosedur pengendalian (control procedures)

Berdasarkan PP No. 60 Tahun 2008, unsur-unsur Sistem Pengendalian Intern dalam


Pemerintah mengacu pada unsur Sistem Pengendalian Intern yang telah dipraktikan di

14
lingkungan pemerintahan di berbagai negara yang diadopsi dari COSO. Penerapan unsur ini
dilaksanakan dengan maksud untuk menyatukan dan menjadi bagian integral dari kegiatan
instansi pemerintah, yang meliputi:
1. Lingkungan Pengendalian
Pimpinan Instansi Pemerintah dan seluruh pegawai harus menciptakan dan
memelihara lingkungan dalam keseluruhan organisasi yang menimbulkan perilaku
positif dan kondusif untuk mendukung terhadap sistem pengendalian intern dan
manajemen yang sehat. Lingkungan pengendalian mencakup:
a. Penegakan integritas dan nilai etika;
b. Komitmen terhadap kompetensi;
c. Kepemimpinan yang kondusif;
d. Pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan;
e. Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat;
f. Penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan sumber
daya;
g. Perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah yang efektif;
h. Hubungan kerja yang baik dengan instansi pemerintah terkait.

2. Penilaian Risiko
Pengendalian intern harus memberikan penilaian atas risiko yang dihadapi unit
organisasi baik dari luar maupun dari dalam. Pimpinan instansi pemerintah wajib
melakukan penilaian risiko yang terdiri atas:

a. Identifikasi risiko, sekurang-kurangnya dilaksanakan dengan


menggunakan metodologi yang sesuai untuk tujuan Instansi
Pemerintah dan tujuan pada tingkatan kegiatan secara komprehensif,
menggunakan mekanisme yang memadai untuk mengenali risiko dari
faktor eksternal dan faktor internal, dan menilai faktor lain yang dapat
meningkatkan risiko.

b. Analisis risiko, dilaksanakan untuk menentukan dampak dari risiko


yang telah diidentifikasi terhadap pencapaian tujuan instansi
pemerintah. Pimpinan instansi pemerintah menerapkan prinsip-prinsip
kehati-hatian dalam menentukan tingkat risiko yang dapat diterima.

15
Dalam rangka penilaian risiko, pimpinan instansi pemerintah
menetapkan tujuan instansi pemerintah dan tujuan pada tingkatan
kegiatan, dengan berpendoman peraturan perundang-undangan

3. Kegiatan Pengendalian
Kegiatan pengendalian membantu memastikan bahwa arah pimpinan Instansi
Pemerintah dilaksanakan. Kegiatan pengendalian harus efisien dan efektif dalam
pencapaian tujuan organisasi serta sesuai dengan ukuran, kompleksitas dan sifat dari
tugas dan fungsi suatu instansi pemerintah yang bersangkutan. Jenis-jenis kegiatan
pengendalian terdiri atas:
a. Reviu atas kinerja instansi pemerintah yang bersangkutan;
b. Pembinaan sumber daya manusia;
c. Pengendalian atas pengelolaan sistem informasi;
d. Pengendalian fisik atas aset;
e. Penetapan dan reviu atas indikator dan ukuran kinerja;
f. Pemisahan fungsi;
g. Otorisasi atas transaksi dan kejadian yang penting;
h. Pencatatan yang akurat dan tepat waktu atas transaksi dan kejadian;
i. Pembatasan akses dan sumber daya dan pencatatannya;
j. Akuntabilitas terhadap sumber daya dan pencatatannya; dan
k. Dokumentasi yang baik atas sistem pengendalian intern serta transaksi dan
kejadian penting.

Menurut (Dull, Gelinas dan Wheeler 2012, 3), dalam kegiatan pengendalian terdapat
3 tipe pengendalian, yaitu pengendalian preventif, pengendalian detektif dan pengendalian
korektif. Perbandingan antara ketiga tipe tersebut adalah sebagai berikut:

a. Pengendalian Preventif

Yaitu kegiatan pengendalian yang dilakukan untuk mencegah terjadinya suatu


permasalahan (error condition) dari suatu proses bisnis/kegiatan pemerintah, atau
dengan kata lain pengendalian yang dilakukan sebelum masalah timbul. Kegiatan
pengendalian ini relatif murah jika dibandingkan kedua tipe pengendalian lainnya.
Contoh pengendalian preventif antara lain dibuatnya standar operasional prosedur
untuk suatu kegiatan entitas, dibuatnya pemisahan fungsi dalam suatu entitas dan
dibuatnya rentang otorisasi dalam suatu entitas.

16
b. Pengendalian Detektif

Yaitu kegiatan pengendalian yang dilakukan dalam rangka mencari atau mendeteksi
adanya suatu permasalahan dan mencari akar permasalahan tersebut, atau dengan kata
lain pengendalian yang dilakukan dimana telah terdapat suatu permasalahan. Kegiatan
pengendalian ini lebih mahal dari kegiatan pengendalian preventif. Contoh
pengendalian detektif adalah dilaksanakannya audit secara periodik.

c. Pengendalian Korektif
Yaitu kegiatan pengendalian yang dilakukan untuk memperbaiki kondisi jika terdapat
suatu permasalahan yang menyebabkan risiko tidak tercapainya tujuan organisasi,
yang telah ditemukan pada kegiatan pengendalian preventif maupun detektif.
Kegiatan Korektif relatif lebih mahal dari kegiatan peventif maupun detektif. Contoh
kegiatan korektif antara lain dilakukannya perbaikan suatu sistem informasi atas
kesalahan data yang disebabkan adanya erordalam sistem informasi suatu entitas.

4. Informasi dan Komunikasi

Informasi harus dicatat dan dilaporkan kepada instansi pemerintah dan pihak lain
yang ditentukan. Informasi disajikan dalam suatu bentuk dan sarana tertentu serta tepat waktu
yang diselenggarakan secara efektif sehingga memungkinkan pimpinan instansi pemerintah
melaksanakan pengendalian dan tanggungjawabnya. Untuk menyelenggarakan sistem
informasi yang efektif pimpinan instansi pemerintah harus: a. Menyediakan dan
memanfaatkan berbagai bentuk dan sarana komunikasi; b. Mengelola, mengembangkan, dan
memperbaharui sistem informasi secara terus-menerus.

5. Pemantauan Pengendalian Intern

Pimpinan instansi pemerintah wajib melakukan pemantauan sistem pengendalian


intern. Pemantauan harus dapat menilai kualitas kinerja dari waktu ke waktu dan memastikan
bahwa rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya dapat segara ditindak lanjuti. Pemantauan
sistem pengendalian intern dilaksanakan melalui pemantauan berkelanjutan, evaluasi
terpisah, dan tindak lanjut hasil rekomendasi audit dan reviu lainnya. Dalam PP No. 60
Tahun 2008 Pasal 43, ayat (2), antara lain disebutkan bahwa pemantauan SPI dilaksanakan
melalui pemantauan berkelanjutan, evaluasi terpisah dan tindak lanjut rekomendasi hasil
audit dan reviu lainnya.

17
Unsur sistem pengendalian intern yang pertama merupakan unsur yang menjadi
pondasi bagi unsur lainnya. Karena itu, dalam penetapan risiko pengendalian, jika dijumpai
ada kelemahan pada unsur lingkungan pengendalian tanpa melihat unsur lainnya, risiko harus
ditetapkan tinggi. Walaupun demikian, untuk mengukur risiko secara keseluruhan maka
unsur yang lainnya tetap harus diukur.

3.1.5. Pengendalian Dalam Sistem Informasi

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 Pasal 21, Kegiatan


pengendalian atas pengelolaan sistem informasi dilakukan untuk memastikan akurasi dan
kelengkapan informasi. Sistem informasi berbasis komputer dikendalikan oleh kombinasi
dari pengendalian umum (General Controls) dan pengendalian aplikasi (Application
Controls).

Pengendalian umum mengontrol rancangan, keamanan, dan penggunaan software


sistem informasi manajemen serta keamanan dari file-file datanya secara umum melalui
organisasi. Secara keseluruhan, pengendalian umum diterapkan pada semua aplikasi
komputer yang merupakan kombinasi dari prosedur manual yang diarahkan kepada
terciptanya pelaksanaan pengendalian secara menyeluruh. Sedangkan, pengendalian aplikasi
merupakan pengendalian khusus bagi setiap aplikasi komputer.

1. Pengendalian Umum

Pengendalian umum merupakan pengendalian yang menyeluruh bertujuan untuk


memberikan keyakinan bahwa prosedur telah berjalan secara efektif berlaku pada banyak
aplikasi. Pengendalian Umum (General Controls) meliputi:

a. Pengamanan Sistem Informasi;

b. Pengendalian atas akses;

c. Pengendalian atas pengembangan dan perubahan perangkat lunak aplikasi;

d. Pengendalian atas perangkat lunak sistem;

e. Pemisahan Tugas.

f. Kontinuitas Pelayanan.

2. Pengendalian Aplikasi

18
Pengendalian aplikasi merupakan pengendalian khusus atas setiap aplikasi komputer
yang digunakan. Pengendalian ini juga meliputi prosedur-prosedur baik yang diotomatisasi
maupun manual dalam pelaksanaannya untuk menjamin bahwa hanya ada data-data yang sah
untuk diproses secara lengkap dan akurat oleh suatu aplikasi. Pengendalian Aplikasi
(Application Controls) yang terdiri atas:

a. Pengendalian Otorisasi;

b. Pengendalian Kelengkapan;

c. Pengendalian Akurasi;

d. Pengendalian terhadap keandalan pemrosesan dan file data

3.1.6. Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Penerapan SPIP

Pencapaian tujuan dari suatu sistem tidak lepas dari faktor-faktor yang
mempengaruhinya terutama faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan. Keberhasilan
penerapan Sistem Pengendalian Intern juga dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor keberhasilan
tersebut.

Menurut Wibisono (2010), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan


penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) yaitu :

1. Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia merupakan modal utama dan penggerak dalam suatu
organisasi, dan merupakan soft control dalam penerapan SPIP. Sumber daya
manusia yang dimaksudkan adalah sumber daya manusia yang memiliki
integritas dan mentaati nilai etika. Sumber daya manusia yang mempunyai
integritas dan mentaati etika adalah merupakan komponen penting dalam
mendorong agar organisasi dapat berjalan pada relnya.

2. Komitmen

Keberhasilan dan kunci sukses tercapainya tujuan organisasi sangat


dipengaruhi oleh komitmen dari seluruh pimpinan dan pegawai dalam
menjalankan organisasi. Dalam penerapan Sistem Pengendalian Internal
Pemerintah, komitmen pimpinan sangat diharapkan sehingga apapun

19
keputusan maupun kebijakan yang akan diambil terkait dengan perbaikan
terhadap pengendalian internal, prosedur dan aturan yang akan dilaksanakan
mendapat dukungan sepenuhnya dari pimpinan.

3. Keteladanan Pimpinan

Lingkungan pekerjaan sangat mempengaruhi pembentukan karakterdan


budaya kerja dalam suatu organisasi. Dalam suatu kondisi lingkungan yang
kondusif, dengan pimpinan yang selalu memberikan contoh perilaku yang
positif, selalu mendorong bawahan untuk terbiasa bersikap terbuka, jujur dan
disiplin akan memudahkan organisasi dalam pencapaian tujuannya.
Keteladanan pimpinan dalam bersikap dan bertingkah laku akan dapat
mendorong terciptanya budaya kerja yang selalu mengedepankan nilai-nilai
kejujuran, etika dan disiplin.

4. Ketersediaan Infrastruktur

Keberadaan infrastruktur mencakup antara lain : pedoman, kebijakan dan


prosedur yang terintegrasi dengan unsur-unsur SPIP lainnya, sesuai dengan
proses bisnis dan karakteristik suatu instansi pemerintah terkait dengan
penyelenggaraan SPIP. Keberadaan infrastruktur harus didukung oleh
implementasi dari infrastruktur SPIP tersebut.

Berdasarkan paparan di atas faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan


penerapan sistem pengendalian internal terdiri dari sumber daya manusia yang memiliki
intergritas, adanya komitmen dari seluruh komponen organisasi, keteladanan pimpinan dan
ditunjang dengan ketersediaan infrastruktur yang memadai.

3.1.7. Hambatan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah

Pengendalian intern yang memadai dalam suatu perusahaan/organisasi, tidaklah


menjamin tercapainya tujuan perusahaan/organisasi. Hal ini disebabkan karena pengendalian
intern memiliki hambatan yang dapat melemahkan pengendalian.

Menurut (Tugiman 2002, 8), beberapa hambatan dalam sistem pengendalian intern
adalah sebagai berikut:

20
1. Banyak pengendalian yang ditetapkan memiliki tujuan yang tidak jelas.

2. Pengendalian lebih diartikan sebagai tujuan akhir yang harus dicapai dan bukan
sebagai alat atau sarana untuk mencapai tujuan organisasi.

3. Pengendalian ditetapkan terlalu berlebihan (overcontrolling) tanpa memperhatikan


sisi manfaat dan biayanya.

4. Penerapan yang tidak tepat dari pengendalian juga mengakibatkan berkurangnya atau
bahkan hilangnya inisiatif dan kreatifitas setiap orang.

5. Pengendalian tidak memperhitungkan aspek perilaku (behavioral) padahal faktor


manusia merupakan kunci utama untuk berhasilnya pengendalian.

3.2. Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

Menurut (Thai 2009, 2), berpendapat bahwa setiap negara akan mengutamakan
prinsip “do more with less” dalam pengadaan barang/jasa pemerintah. Lebih lanjut Thai
menjelaskan:

“Indeed, all governmental entities of rich and poor countries are struggling in the face
of unrelenting budget constraints; government downsizing; public demand for
increased transparency in public procurement; and greater concerns about efficiency,
fairness, and equity. Additionally, public procurement professionals have faced a
constantly changing environment typified by rapidly emerging technologies,
increasing product choice, environment concerns, and the complexities of
international and regional trading agreements. Further, policy makers have
increasingly used public procurement as a tool to achieve socioeconomic goals
(Tentunya, bagi setiap pemerintahan baik kaya maupun miskin berusaha menghadapi
tekanan keuangan yang tak henti-hentinya; perampingan pemerintahan; tuntutan
publik untuk meningkatkan transparansi dalam pengadaan publik; dan mengutamakan
efisiensi, keadilan, dan persamaan. Pada dasarnya, pengadaan publik yang profesional
telah siaga dalam mengikuti perubahan yang terjadi di lingkungan dengan
meningkatkan produk pilihan, memperhatikan lingkungan, dan kompleksitas
perjanjian luar maupun dalam negeri. Nantinya, pembuat kebijakan akan dapat
meningkatkan hasil dari pengadaan publik sebagai alat untuk mencapai tujuan sosio-
ekonomi)”
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 2015 Pasal 1 Angka 1 tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, yaitu:

“Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut dengan Pengadaan


Barang/Jasa adalah kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa oleh
Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi yang prosesnya

21
dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk
memperoleh Barang/Jasa.”
Salah satu amanat yang harus dilakukan oleh pemerintah menurut Peraturan Presiden
No. 4 Tahun 2015 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, dengan mendasarkan
pada arus utama reformasi birokrasi di lingkungan pemerintahan, adalah implementasi sistem
pengadaan barang dan jasa secara elektronis. Di antara beberapa tujuan dan manfaat
terselenggaranya aktivitas pengadaan barang dan jasa secara elektronik adalah diharapkan
kebocoran anggaran yang disebabkan oleh dis-integritas panitia dan pimpinan projek (PPK)
dapat dikurangi, atau bahkan dihilangkan.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengadaan barang/jasa


pemerintah adalah kegiatan untuk memperoleh barang atau jasa yang prosesnya dimulai dari
perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan secara transparan, efektif,
dan efisien sesuai dengan kebutuhan dan keinginan penggunanya.

3.2.1.Prinsip dan Etika Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

Pada implementasinya, pengadaan barang/jasa dilaksanakan dengan menggunakan


prinsip dasar dan etika pengadaan barang/jasa pemerintah dipatuhi oleh semua pihak, mulai
dari perencanaan, pelaksanaan hingga penyerahan pengadaan barang/jasa pemerintah. LKPP
(2011:22-23) mengemukakan tentang prinsip-prinsip dan etika pengadaan barang/jasa yang
mengacu kepada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 4 Tahun 2015 Tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, yaitu sebagai berikut:

1. Efisien, berarti pengadaan barang/jasa harus diusahakan dengan menggunakan


dana dan daya yang minimum untuk mencapai kualitas dan sasaran dalam
waktu yang ditetapkan atau menggunakan dana yang telah ditetapkan untuk
mencapai hasil dan sasaran dengan kualitasyang maksimum.
2. Efektif, berarti pengadaan barang/jasa harus sesuai dengan kebutuhan dan
sasaran yang telah ditetapkan serta memberikan manfaat yang sebesar-
besarnya.
3. Transparan, berarti semua ketentuan dan informasi mengenai Pengadaan
Barang/Jasa bersifat jelas dan dapat diketahui secara luas oleh penyedia
barang/jasa yang berminat serta oleh masyarakat pada umumnya.

22
4. Terbuka, berarti pengadaan barang/jasa dapat diikuti oleh semua Penyedia
barang/jasa yang memenuhi persyaratan/kriteria tertentu berdasarkan
ketentuan dan prosedur yang jelas.
5. Bersaing, berarti pengadaan barang/jasa harus dilakukan melalui persaingan
yang sehat diantara sebanyak mungkin penyedia barang/jasa yang setara dan
memenuhi persyaratan, sehingga dapat diperoleh barang/jasa yang ditawarkan
secara kompetitif dan tidak ada intervensi yang mengganggu terciptanya
mekanisme pasar dalam pengadaan barang/jasa.

6. Adil/tidak diskriminatif, berarti memberikan perlakuan yang sama bagi semua


calon penyedia barang/jasa dan tidak mengarah untuk memberi keuntungan
kepada pihak tertentu, dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional.

7. Akuntabel, berarti harus sesuai dengan aturan dan ketentuan yang terkait
dengan pengadaan barang/jasa sehingga dapatdi pertanggungjawabkan.

Semua fungsi/pihak yang terlibat dalam pengadaan barang/jasa wajib mematuhi etika
sebagai berikut:

1. Melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa tanggung jawab untuk


mencapai sasaran, kelancaran dan ketepatan tercapainya tujuan Pengadaan
Barang/Jasa; melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa tanggung jawab
untuk mencapai sasaran, kelancaran dan ketepatan tercapainya tujuan
Pengadaan Barang/Jasa.

2. Bekerja secara profesional dan mandiri, serta menjaga kerahasiaan Dokumen


Pengadaan Barang/Jasa yang menurut sifatnya harus dirahasiakan untuk
mencegah terjadinya penyimpangan dalam Pengadaan Barang/Jasa.

3. Tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung yang


berakibat terjadinya persaingan tidak sehat.

4. Menerima dan bertanggung jawab atas segala keputusan yang ditetapkan


sesuai dengan kesepakatan tertulis para pihak.

5. Menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan para pihak


yang terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses
Pengadaan Barang/Jasa.

23
6. Menghindari dan mencegah terjadinya pemborosan dan kebocoran keuangan
negara dalam Pengadaan Barang/Jasa.

7. Menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang dan/atau kolusi


dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan atau pihak lain yang secara
langsung atau tidak langsung merugikan negara. 8.Tidak menerima, tidak
menawarkan atau tidak menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah,
imbalan, komisi, rabat dan berupa apa saja dari atau kepada siapapun yang
diketahui atau patut diduga berkaitan dengan Pengadaan Barang/Jasa.

3.2.2. e-Procurement

Pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik (e-Procurement) mulai mendapat


perhatian di Indonesia setelah terbitnya Keputusan Presiden No. 61 Tahun 2004 tentang
Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Kemudian terakhir diperbaharui lagi dengan
Peraturan Presiden No 54 Tahun 2010 dan Peraturan Presiden No 4 Tahun 2015 tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Peraturan Presiden ini merupakan sebuah langkah
penting berkembangnya e-Procurement di Indonesia.

Menurut Croom & Jones (2004) dalam (Vaidya, Sajeev dan Callender 2006, 72),
yaitu:

“E-Procuremen trefers to the use of Internet-based (Integrated) information and


communication techonologies (ICTs) to carry out individual or all stages of the procurement
process including search, sourcing, negottiation, ordering, receipt, and post-purchase review.”
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa pengadaan secara elektronik
mengacu pada penggunaan teknologi informasi dan komunikasi berbasis internet untuk
melaksanakan proses pengadaan setahap atau seluruh tahap di dalam proses pengadaan
termasuk pencarian sumber, negosiasi, pemesanan, penerimaan dan koreksi setelah
pembelian.Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 2015 Pasal 1 Angka 37 tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah menyatakan:

“Pengadaan secara elektronik atau e-Procurement adalah pengadaan barang/jasa yang


dilaksanakan dengan menggunakan teknologi informasi dan transaksi elektronik
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan”.

Pengadaan barang/jasa secara elektronik bertujuan untuk:

24
1. Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas;

2. Meningkatkan akses pasar dan persaingan usaha yang sehat;

3. Memperbaiki tingkat efisiensi proses pengadaan;

4. Mendukung proses monitoring dan audit; dan

5. Memenuhi kebutuhan akses informasi yang real time guna mewujudkan clean
and good government dalam pengadaan barang/jasa pemerintah.

Pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik yang dibiayai Anggaran


Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBN/APBD)
dapat dilaksanakan secara lebih efektif dan efisien melalui Layanan Pengadaan Secara
Elektronik (LPSE). Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) merupakan aplikasi e-
Procurement yang dikembangkan oleh Direktorat e-Procurement-LKPP untuk digunakan oleh
LPSE di seluruh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/lnstitusi Lainnya.
Layanan yang tersedia dalam Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE), antara lain:

1. e-Tendering merupakan tata cara pemilihan penyedia barang/jasa yang


dilakukan secara terbuka dan dapat diikuti oleh semua penyedia barang/jasa
yang terdaftar pada sistem pengadaan elektronik dengan cara menyampaikan
satu kali penawaran dalam waktu yang telah ditentukan.

2. e-Purchasing merupakan tata cara pembelian barang/jasa melalui sistem


katalog elektronik.

3. e- Catalogue (Katalog Elektronik) yang merupakan sistem informasi


elektronik yang memuat daftar,jenis, spesifikasi teknis dan harga barang
tertentu dari berbagai penyedia barang/jasa pemerintah.

4. e-Audit yang merupakan proses audit secara online .

Berikut ini adalah pihak-pihak yang terkait dalam kegiatan pengadaan barang/jasa
pemerintah secara elektronik (e-Procurement), diantaranya adalah:

1. Pengguna Anggaran (PA) Pengguna Anggaran adalah Pejabat pemegang


kewenangan penggunaan anggaran Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja
Perangkat Daerah atau Pejabat yang disamakan pada Institusi Pengguna
APBN/APBD.

25
2. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Kuasa Pengguna Anggaran adalah pejabat
yang ditetapkan oleh PA untuk menggunakan APBN atau ditetapkan oleh
Kepala Daerah untuk menggunakan APBD.

3. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pejabat Pembuat Komitmen adalah pejabat


yang bertanggung jawab atas pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa.

4. Unit Layanan Pengadaan (ULP) Unit Layanan Pengadaan adalah unit


organisasi Kementerian/ Lembaga/ Pemerintah Daerah/Institusi yang
berfungsi melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa yang bersifat permanen,
dapat berdiri sendiri atau melekat pada unit yang sudah ada.

5. Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) Di pemerintah daerah, Pengguna


Anggaran atau Kuasa Pengguna Anggaran personil dapat menunjuk pejabat
pada unit kerja SKPD selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan untuk
melaksanakan satu atau beberapa kegiatan dari suatu program sesuai dengan
bidang tugasnya.

6. Pejabat Pengadaan Pejabat Pengadaan adalah personil yang ditunjuk untuk


melaksanakan Pengadaan Langsung, Penunjukan Langsung, dan e-Purchasing.

7. Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan. Panitia/Pejabat Penerima Hasil


Pekerjaan adalah panitia/pejabat yang ditetapkan oleh PA/KPA yang bertugas
memeriksa dan menerima hasil pekerjaan.

8. Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) Aparat Pengawas Intern


Pemerintah atau pengawas intern pada institusi lain adalah aparat yang
melakukan pengawasan melalui audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan
kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi
organisasi.

9. Penyedia Barang/Jasa Penyedia Barang adalah badan usaha atau orang


perseorangan yang menyediakan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa
Konsultansi/Jasa Lainnya.

10. Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Layanan Pengadaan Secara


Elektronik adalah unit kerja K/L/D/I yang dibentuk untuk menyelenggarakan
sistem pelayanan Pengadaan Barang/Jasa secara elektronik.

26
11. Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Lembaga
Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah adalah lembaga Pemerintah
yang bertugas mengembangkan dan merumuskan kebijakan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah.

3.2.3.Tata Cara Pelaksanaan e-Procurement

Berdasarkan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) No. 1


Tahun 2015 tentang e-Tendering, metode pelaksanaan e-Tendering sebagai berikut:

a. Pelaksanaan Pemilihan e-Lelang/e-Seleksi

1) Pembuatan paket, pengumuman dan pendaftaran

a) Paket pemilihan yang dilakukan dalam aplikasi SPSE


merupakan paket pemilihan baru atau paket pemilihan ulang
pengadaan secara elektronik.

b) Pokja ULP membuat paket dalam aplikasi SPSE lengkap


dengan informasi paket dan sistem pengadaan berdasarkan
informasi yang diberikan PPK maupun keputusan internal
Pokja ULP.

c) Pokja ULP memasukkan nomor surat/dokumen rencana


pelaksanaan pengadaan barang/jasa yang diterbitkan oleh PPK
dan menjadi dasar pembuatan paket sebagaimana dimaksud
pada huruf b).

d) Pokja ULP menyusun jadwal pelaksanaan pemilihan


berdasarkan hari kalender dengan alokasi waktu mengacu pada
ketetapan waktu yang diatur pada Peraturan Presiden Nomor 54
Tahun 2010 tentang Pangadaan Barang/Jasa Pemerintah beserta
Perubahannya.

e) Pokja ULP menyusun jadwal sebagaimana dimaksud pada


huruf d) dengan memperhatikan jam kerja dan hari kerja untuk
tahapan:

1.Pemberian penjelasan;

27
2.Batas akhir pemasukan penawaran;

3.Pembukaan penawaran;

4.Pembuktian kualifikasi; dan

5.Batas akhir sanggah.

f) Pokja ULP dapat melakukan perubahan jadwal tahap pemilihan


dan wajib mengisi alasan perubahan yang dapat
dipertanggungjawabkan:

g) Penyusunan dokumen pengadaan secara elektronik dilakukan


dengan cara:

1. Dokumen pengadaan dibuat oleh Pokja ULP mengikuti


standar dokumen pengadaan secara elektronik yang
melekat pada aplikasi SPSE dan diunggah (upload)pada
aplikasi SPSE; atau

2. Dokumen pengadaan dibuat oleh Pokja ULP


menggunakan form isian elektronik dokumen
pengadaan yang melekat pada aplikasi SPSE.

h) Penyusunan dokumen pengadaan sebagaimana dimaksud pada


huruf g) disesuaikan dengan syarat dan ketentuan penggunaan
aplikasi SPSE dan/atau panduan penggunaan aplikasi SPSE
(user guide).

i) Aplikasi SPSE secara otomatis akan menampilkan informasi


pengumuman pemilihan Penyedia barang/jasa paket pekerjaan
dengan format dan isi yang tersedia pada aplikasi SPSE.

2) Pemberian Penjelasan

a) Pemberian penjelasan dilakukan secara online tanpa tatap muka


melalui aplikasi SPSE.

b) Pokja ULP dapat memberikan informasi yang dianggap penting


terkait dengan dokumen pengadaan.

28
c) Pokja ULP menjawab setiap pertanyaan yang masuk, kecuali
untuk substansi pertanyaan yang telah dijawab.

d) Pokja ULP pada saat berlangsungnya pemberian penjelasan


dapat menambah waktu batas akhir tahapan pemberian
penjelasan sesuai dengan kebutuhan.

e) Dalam hal waktu tahap pemberian penjelasan telah berakhir,


Penyedia barang/jasa tidak dapat mengajukan pertanyaan
namun Pokja ULP masih mempunyai tambahan waktu untuk
menjawab pertanyaan yang masuk pada akhir jadwal.

f) Kumpulan tanya jawab dan keterangan lain pada saat


pemberian penjelasan merupakan Berita Acara Pemberian
Penjelasan.

g) Jika dianggap perlu dan tidak dimungkinkan memberikan


informasi lapangan ke dalam dokumen pemilihan dan Berita
Acara Pemberian Penjelasan, Pokja ULP dapat melaksanakan
proses pemberian penjelasan lanjutan dengan peninjauan
lapangan/lokasi pekerjaan.

h) Hasil pemberian penjelasan lanjutan dituangkan ke dalam


Berita Acara Pemberian Penjelasan Lanjutan dan diunggah
(upload) pada aplikasi SPSE oleh Pokja ULP. i)Adendum
dokumen pengadaan dapat dilakukan secara berulang dengan
mengunggah (upload) adendum dokumen pengadaan melalui
aplikasi SPSE paling kurang 2 (dua) hari sebelum batas akhir
pemasukan dokumen penawaran.

j) Apabila adendum dokumen pengadaan mengakibatkan


kebutuhan penambahan waktu penyiapan dokumen penawaran
maka Pokja ULP memperpanjang batas akhir pemasukan
penawaran.

3) Pemasukan Data Kualifikasi

29
a) Data kualifikasi disampaikan melalui form isian elektronik
kualifikasi yang tersedia pada aplikasi SPSE.

b) Jika form isian elektronik kualifikasi yang tersedia pada


aplikasi SPSE belum mengakomodir datakualifikasi yang
disyaratkan Pokja ULP, maka data kualifikasi tersebut
diunggah (upload) pada fasilitas pengunggahan lain yang
tersedia pada aplikasi SPSE.

c) Pada prakualifikasi, Pokja ULP wajib meminta Penyedia


barang/jasa untuk melengkapi data kualifikasi dengan
memanfaatkan fasilitas komunikasi yang tersedia pada aplikasi
SPSE dan/atau fasilitas komunikasi lainnya

d) Dengan mengirimkan data kualifikasi secara elektronik


Penyedia barang/jasa menyetujui pernyataan sebagai berikut:

1. Yang bersangkutan dan manajemennya tidak dalam


pengawasan pengadilan, tidak pailit, dan kegiatan
usahanya tidak sedang dihentikan;

2. Yang bersangkutan berikut pengurus badan usaha tidak


masuk dalam daftar hitam;

3. Perorangan/yang bertindak untuk dan atas nama badan


usaha tidak sedang dalam menjalani sanksi pidana;

4. Data kualifikasi yang diisikan benar, dan jika


dikemudian hari ditemukan bahwa data/dokumen yang
disampaikan tidak benar dan ada pemalsuan, maka
direktur utama/pimpinan perusahaan, atau kepala
cabang, atau pejabat yang menurut perjanjian kerja
sama berhak mewakili badan usaha yang bekerja sama
dan badan usaha yang diwakili bersedia dikenakan
sanksi administratif, sanksi pencantuman dalam daftar
hitam, gugatan secara perdata,dan/atau pelaporan secara
pidana kepada pihak berwenang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang undangan.

30
5. Pimpinan dan pengurus badan usaha bukan sebagai
pegawai K/L/D/I atau pimpinan dan pengurus badan
usaha sebagai pegawai K/L/D/I yangsedang mengambil
cuti diluar tanggungan K/L/D/I.

6. Pernyataan lain yang menjadi syarat kualifikasi yang


tercantum dalam dokumen pengadaan.

e) Untuk Penyedia barang/jasa yang berbentuk konsorsium/


kemitraan/ bentuk kerjasama lain, pemasukan kualifikasi
dilakukan oleh badan usaha yang ditunjuk mewakili
konsorsium/kemitraan/bentuk kerjasama lain.

4) Pemasukan/Penyampaian Dokumen Penawaran

a) Dokumen penawaran disampaikan melalui fitur penyampaian


penawaran pada aplikasi SPSE atau Apendo/Spamkodok.

b) Dalam hal penyampaian dokumen penawaran ditetapkan


secara:

1. Satu file maka dokumen penawaran administrasi, teknis


dan harga disampaikan secara bersamaan dalam file
penawaran terenkripsi.

2. Dua filemaka dokumen penawaran administrasi dan


teknis disampaikan dalam satu file penawaran
terenkripsi, serta penawaran harga disampaikan dalam
satu file penawaran terenkripsi lainnya, yang
disampaikan bersamaan.

3. Dua tahap, maka dokumen penawaran administrasi dan


teknis disampaikan dalam satu file penawaran
terenkripsi, serta penawaran harga disampaikan dalam
satu file penawaran terenkripsi lainnya sesuai waktu
yang ditentukan.

c) Enkripsi file penawaran menggunakan Apendo/ Spamkodok.

31
d) Surat/Form penawaran dan/atau surat/form lain sebagai bagian
dari dokumen penawaran yang diunggah (upload) ke dalam
aplikasi SPSE dianggap sah sebagai dokumen elektronik dan
telah ditandatangani secara elektronik oleh pemimpin/direktur
perusahaanatau kepala cabang perusahaan yang diangkat oleh
kantor pusat yang dibuktikan dengan dokumen otentik atau
pejabat yang menurut perjanjian kerjasama adalah yang berhak
mewakili perusahaan yang bekerjasama.

e) Penyedia barang/jasa dapat mengunggah (upload) ulang file


penawaran untuk mengganti atau menimpa file penawaran
sebelumnya, sampai dengan batas akhir pemasukan penawaran.

f) Pengguna SPSE wajib mengetahui dan melaksanakan ketentuan


penggunaanApendo/Spamkodok yang melekat pada
Apendo/Spamkodok.

g) Untuk Penyedia barang/jasa yang berbentuk konsorsium/


kemitraan/bentuk kerjasama lain, pemasukan penawaran
dilakukan oleh badan usaha yang ditunjuk mewakili
konsorsium/ kemitraan/bentuk kerjasama lain.

h) Untuk menjamin pelaksanaan pengadaan sesuai dengan prinsip-


prinsip pengadaan, Pokja ULP dapat melakukan perubahan
jadwal pemasukan dokumen penawaran dan memberikan
penjelasan alasan perubahan.

i) Pokja ULP dapat memperpanjang batas akhir jadwal


pemasukkan penawaran dalam hal setelah batas akhir
pemasukan penawaran tidak ada peserta yang memasukkan
penawaran.

j) Pepanjangan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf


i) dilakukan pada hari yang sama dengan batas akhir
pemasukan penawaran.

5) Pembukaan dan Evaluasi Dokumen Penawaran,serta Pengumuman


Pemenang

32
a) Pada tahap pembukaan penawaran, Pokja ULP mengunduh
(download) dan melakukan dekripsi file penawaran dengan
menggunakan Apendo/Spamkodok.

b) Harga penawaran dan hasil koreksi aritmatik dimasukkan pada


fasilitas yang tersedia pada aplikasi SPSE.

c) Terhadap file penawaran terenkripsi yang tidak dapat dibuka


(dekripsi), Pokja ULP wajib menyampaikan file penawaran
tersebut kepada LPSE dan bila dianggap perlu LPSE dapat
menyampaikan file penawaran tersebut kepada LKPP.

d) Terhadap file penawaran terenkripsi yang tidak dapat dibuka


yang disampaikan kepada LPSE atau LKPP, maka LPSE atau
LKPP akan memberikan keterangan kondisi file penawaran
kepada Pokja ULP.

e) Berdasarkan keterangan dari LPSE/LKPP apabila file


penawaran tidak dapat dibuka maka Pokja ULP dapat
menetapkan bahwa file penawaran tersebut tidak memenuhi
syarat sebagai penawaran dan Penyedia barang/jasa yang
mengirimkan file penawaran tersebut dianggap tidak
memasukkan penawaran.

f) Dengan adanya proses penyampaian file penawaran yang tidak


dapat dibuka (dekripsi) sebagaimana dimaksud dalam huruf c),
Pokja ULP dapat melakukan penyesuaian jadwal evaluasi dan
tahapan selanjutnya.

g) Pembuktian kualifikasi dilakukan diluar aplikasi SPSE


(offline).

h) Dalam tahapan pembuktian kualifikasi, Pokja ULP tidak perlu


meminta seluruh dokumen kualifikasi apabila Penyedia
barang/jasa sudah pernah melaksanakan pekerjaan yang
sejenis,dan/atau data Kualifikasi Penyedia sudah terverifikasi
dalam Sistem Informasi Kinerja Penyedia (SIKaP)

33
i) Pokja ULP memasukkan hasil evaluasi penawaran dan hasil
evaluasi kualifikasi pada aplikasi SPSE.

j) Pokja ULP mengumumkan Pemenang dan Pemenang


Cadangan melalui aplikasi SPSE dengan format dan isi yang
tersedia pada aplikasi SPSE.

6) Sanggahan

a) Peserta pemilihan yang dapat menyanggah adalah peserta yang


telah memasukkan data kualifikasi/ penawaran.

b) File yang dianggap sebagai penawaran adalah dokumen


penawaran yang berhasil dibuka dan dapat dievaluasi yang
sekurang-kurangnya memuat:

1. Satu file: harga penawaran, daftar kuantitas dan harga


untuk kontrak harga satuan/gabungan, jangka waktu
penawaran, dan deskripsi/spesifikasi barang/jasa yang
ditawarkan.

2. Dua file atau dua tahap:

(a) File I atau file tahap I: jangka waktu penawaran,


dan deskripsi/spesifikasi barang/jasa yang
ditawarkan.

(b) File II atau file tahap II: harga penawaran, daftar


kuantitas dan harga untuk kontrak harga
satuan/gabungan.

c) Peserta pemilihan hanya dapat mengirimkan 1 (satu) kali


sanggahan kepada Pokja ULP melalui aplikasi SPSE.

d) Pokja ULP menjawab sanggahan melalui aplikasi SPSE.

e) Dalam hal terjadi keadaan kahar atau gangguan teknis yang


menyebabkan peserta pemilihan tidak dapat mengirimkan
sanggahan secara online melalui aplikasi SPSE dan/atau Pokja
ULP tidak dapat mengirimkan jawaban sanggah secara online

34
melalui aplikasi SPSE maka sanggahan dapat dilakukan diluar
aplikasi SPSE (offline).

7) Evaluasi Ulang,

Penyampaian Ulang Dokumen Penawaran, atau Pemilihan Ulang


Dalam hal Pokja ULP memutuskan untuk evaluasi ulang, penyampaian
ulang dokumen penawaran atau pemilihan ulang, maka Pokja ULP
harus memasukkan alasan pemilihan harus dievaluasi diulang atau
penyampaian ulang dokumen penawaran atau pemilihan ulang.

8) Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa (SPPBJ)

a) PPK membuat dan mencetak SPPBJ melalui aplikasi SPSE.

b) PPK menandatangani SPPBJ yang telah dibuat dan dicetak


melalui aplikasi SPSE.

c) PPK mengirimkan hasil pemindaian SPPBJ melalui aplikasi


SPSE kepada Penyedia barang/jasa yang ditunjuk.

d) Dalam hal aplikasi SPSE belum dapat mengakomodir


pembuatan SPPBJ maka PPK menerbitkan Surat Penunjukan
Penyedia Barang/Jasa (SPPBJ) di luar aplikasi SPSE (offline),
menginputkan informasi dan mengunggah (upload) hasil
pemindaian SPPBJ pada aplikasi SPSE.

9) Penandatanganan Kontrak

a) PPK membuat dan mencetak kontrak melalui aplikasi SPSE.

b) PPK menandatangani kontrak yang telah dibuat dan dicetak


melalui aplikasi SPSE.

c) Pemenang pemilihan melakukan penandatanganan kontrak


dengan PPK di luar aplikasi SPSE.

d) Dalam hal aplikasi SPSE belum dapat mengakomodir


pembuatan Kontrak maka PPK membuat dan mencetak
Kontrak di luar aplikasi SPSE (offline) dan PPK memasukkan

35
informasi dan mengunggah (upload) hasil pemindaian (scan)
dokumen kontrak pada aplikasi SPSE.

10) Pengenaan Sanksi

a) Apabila Penyedia barang/jasa melakukan pelanggaran terhadap


persyaratan dan ketentuan penggunaan SPSE, pelanggaran
terhadap peraturan perundangundangan berlaku, atau masuk ke
dalam daftar hitam maka LPSE atau Pengelola Agregasi Data
Penyedia dapat menonaktifkan kode akses Pengguna SPSE.

b) Dalam hal Penyedia barang/jasa telah ditetapkan ke dalam


daftar hitam, maka LPSE atau Pengelola Agregasi Data
Penyedia dapat memasukkan Penyedia barang/jasa ke dalam
menu daftar hitam di dalam aplikasi SPSE.

3.3. Akuntabilitas dan Transparansi Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

Reformasi birokrasi menginginkan pelayanan publik yang bersifat transparan dan


akuntabel. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 sendiri
mengenai Keterbukaan informasi menyebutkan bahwa:
1. Informasi merupakan kebutuhan pokok setiap orang bagi pengembangan pribadi dan
lingkungan sosialnya serta merupakan bagian penting bagi ketahanan nasional;
2. Hak memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia dan keterbukaan Informasi
Publik merupakan salah satu ciri penting negara demokrasi yang menjungjung tinggi
kedaulatan rakyat untuk mewujudkan penyelenggaraan Negara yang baik;
3. Keterbukaan informasi publik merupakan sarana dalam mengoptimalkan pengawasan
publik terhadap penyelenggaraan negara dan badan publik lainnya serta segala sesuatu
yang berakibat pada kepentingan publik.
Selain itu, pada pasal 2 ayat 1 disebutkan bahwa setiap informasi publik bersifat
terbuka dan dapat diakses oleh setiap pengguna informasi publik. Dengan demikian,
keterbukaan informasi diharapkan akan menghasilkan persaingan politik yang sehat dan
jauh dari penyimpangan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) serta kebijakan dibuat
berdasarkan pada referensi publik. Prinsip ini memiliki 2 aspek, yaitu (1) Komunikasi

36
publik oleh pemerintah, dan (2) Hak masyarakat terhadap akses informasi. Keduanya
akan sangat sulit dilakukan jika pemerintah tidak menangani dengan baik kinerjanya.
Menurut LKPP (2009:38) mengenai sarana untuk monitoring dan evaluasi (money)
atas indikator kinerja pengadaan barang/jasa pemerinyah yang dapat ditinjau dari
beberapa kategori diantaranya tata kelola yang mencakup aspek transparansi dan
akuntabilitas yaitu:
1. Jumlah pengadaan yang diumumkan secara elektronik.
2. Jumlah dokumen pengadaan yang diunggah secara elektronik.
3. Jumlah pengadaan yang telah ditentukan pemenangnya
4. Persaingan : seberapa luas e-Procurementmemberikan kesempatan kepada penyedia
barang/jasa untuk ikut berkompetisi
5. Sanggah : seberapa banyak penurunan jumlah sanggah yang muncul dari masing-
masing paket pengadaan.
6. Kinerja pelaku usaha: e-Procumenet dapat digunakan untuk melakukan monitoring
kinerja pelaku usaha termasuk mengkategorikan dalam daftar hitam bagi pelaku usaha
yang tidak memiliki integritas.

2.4.Pengaruh Pengendalian Intern E-Procumenet terhadap Akuntabilitas dan


Transparansi Pengadaan Barang/Jasa pemerintah

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 Pasal 1 Ayat 1 tentang Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah menyatakan: “Sistem Pengendalian Intern adalah proses
yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan
dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan
organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan,
pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan”.

Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) bertujuan untuk memberikan


keyakinan yang memadai bagi tercapainya efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan
penyelenggaraan pemerintahan negara, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset
negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 Pasal 1 Ayat 1 tentang Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah menyatakan: “Sistem Pengendalian Intern adalah proses
yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan

37
dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan
organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan,
pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan”.

Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) bertujuan untuk memberikan


keyakinan yang memadai bagi tercapainya efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan
penyelenggaraan pemerintahan negara, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset
negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.

Dalam Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 2015 disebutkan bahwa pengadaan secara
elektronik atau e-Procumenet adalah pengadaan barang/jasa yang dilaksanakan dengan
menggunakan teknologi informasi dan transaksi elekt ronik sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan. Pengadaan barang/jasa secara elektronik bertujuan untuk:

1. Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas;

2. Meningkatkan akses pasar dan persaingan usaha yang sehat;

3. Memperbaiki tingkat efisiensi proses pengadaan;

4. Mendukung proses monitoring dan audit; dan

5. Memenuhi kebutuhan akses informasi yang real time guna mewujudkan clean
and good government dalam pengadaan barang/jasa pemerintah.

38
BAB - IV

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

Pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah pada internalisasi SPIP ke dalam seluruh
proses kerja di organisasi, melalui unsur:

1) Lingkungan Pengendalian, dengan telah diterapkannya sebagai soft control dan


mendapatkan porsi terbesar untuk membangun etika, moral, integritas, kejujuran,
disiplin, kompetensi, komitmen dari para pelaksana kegiatan untuk dapat
melaksanakan tata kelola yang didukung dengan hard control yang baik.

2) Penilaian Resiko, dengan sub unsur identifikasi dan analisa resiko yang dilakukan,
harus dilakukan pemetaan yang terdokumentasi.

3) informasi sebagai alat komunikasi yang efektif dengan tingkat akurasi yang tinggi
yang disampaikan dalam laporan-laporan program/kegiatan menjadi bahan evaluasi
untuk perbaikan perencanaan selanjutnya.

4) Pemantauan dilakukan sebagai upaya meminimalisir penyimpangan dan efektifitas


pencapaian tujuan organisasi. Namun harus dilakukan tindak lanjut rekomendasi
monitoring.

SARAN

Berdasarkan kesimpulan di atas, proses internalisasi SPIP perlu didukung dengan penerapan
hard control, untuk itu perlu adanya perangkat pendukung berupa Standard Operating
Procedure (SOP) dan Satuan Tugas (Satgas) implementasi SPIP. Pelaksanaan SPIP dapat
menjamin pengelolaan keuangan yang handal, melalui unsur:

39
1) Lingkungan Pengendalian dengan komitmen yang kuat dari pimpinan dan semua
pihak untuk menjadikan SPIP sebagai sarana untuk mencapai tujuan organisasi yang
lebih baik.

2) Penilaian Risiko dengan pemetaan harus terdokumentasi.

3) Kegiatan Pengendalian dengan pelaksanaan review menjadi acuan dalam


mengevaluasi untuk perbaikan organisasi pada tahun yang akan datang.

4) Pemantauan, dengan memperhatikan rekomendasi tindak lanjut monitoring sehingga


efektivitas pencapaian tujuan organisasi dapat terwujud.

40
DAFTAR PUSTAKA

1. Arikunto. 2005. Manajemen Penelitian, edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta,


2005.
2. Azhar, Susanto. 2013. Sistem Informasi Akuntansi. Bandung : Lingga Jaya,
2013.
3. Hartadi, Bambang. 1999.Sistem Pengendalian Dalam Hubungan dengan
Manajemen dan Audit. Yogyakarta: BPFE, 1999
4. Mahmudi. 2010.Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: YKPN, 2010.
5. Moleong. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2005.
6. Nazir. 2005. Metode Penelitian. Jakarta: GhaliaIndonesia, 2005.
7. Sri, 2011.Sistem Informasi Akuntansi. Yogyakarta : Graha Ilmu, 2011.
8. Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.Bandung:
Alfabeta, 2014.
9. Tugiman, Hiro. 2008.Standar Profesional Audit Internal. Yogyakarta :
Kanisius, 2008.

41

Anda mungkin juga menyukai