Anda di halaman 1dari 11

PENUGASAN REFERAT ATRIAL SEPTAL DEFECT (ASD)

BLOK KARDIORESPIRASI

OLEH
MUHAMMAD ARSY REZA SUYUDI
NIM 011811133205

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA


2020
Pendahuluan
Atrial Septal Defect (ASD) adalah kelainan jantung bawaan berupa adanya
lubang pada septum interatrial. ASD disebabkan oleh adanya kelainan
pembentukan septum interatrial pada masa di dalam kandungan. Jenis-jenis ASD
diantarannya adalah ASD tipe primum, tipe secundum, tipe sinus venosus, dan
unroofed coronary sinus. Terdapat juga kelainan yang bukan merupakan true ASD
tetapi memiliki patofisiologi yang mirip dengan ASD yaitu kelainan foramen
ovale paten. (Lilly, 2011).

Embriologi

Gambar 2 Pembentukan septum interatrial (dikutip dari Moore dan Persaud, 2007)
Pembentukan septum interatrial dimulai pada minggu keempat. Awalnya,
sebuah sekat yang memiliki ujung bebas berbentuk bulan sabit tumbuh dari arah
posterosuperior menuju ke endocardial cushion (Gambar 2A dan A1). Sekat ini
disebut sebagai septum primum. Di antara ujung bebas septum primum dengan
endocardial cushion terdapat celah yang disebut foramen primum. Foramen
primum memungkinkan darah kaya oksigen dari vena kava inferior untuk
memintas sirkulasi paru yang bertekanan tinggi langsung menuju atrium kiri.
Lama-kelamaan septum primum yang terus tumbuh akan bergabung dengan
endocardial cushion sehingga foramen primum menghilang (Moore dan Persaud,
2007)
Sebelum foramen primum menghilang, terbentuk lubang pada bagian tengah
septum primum melalui proses apoptosis (Gambar 2B dan B1), membentuk
struktur yang disebut foramen secundum (Gambar 2C dan C1). Foramen
secundum memastikan darah kaya oksigen agar bisa langsung masuk ke atrium
kiri (Moore dan Persaud, 2007).
Gambar 2 (lanjutan) Pembentukan septum interatrial (dikutip dari Moore dan Persaud, 2007)

Tahap selanjutnya dari pembentukan septum interatrial adalah munculnya


sekat dari arah ventrokranial yang disebut septum secundum (Gambar 2D dan D1).
Dalam keadaan normal, septum secundum akan terus tumbuh hingga menutupi
foramen secundum. Septum secundum menyisakan celah yang disebut sebagai
foramen ovale (Gambar 2G dan G1). Perlahan, bagian septum primum yang
terletak di atap atrium mengalami degenerasi (Gambar 2G dan G 1). Septum
primum berubah strukturnya menjadi seperti sebuah katup yang dapat membuka
dan menutup yang menutupi foramen ovale (Gambar 2H dan H 1). Adanya katup
ini memungkinkan aliran searah darah kaya oksigen dari atrium kanan ke atrium
kiri. Pada saat lahir, peningkatan tekanan atrium kiri dan penurunan tekanan
atrium kanan menyebabkan penutupan fungsional foramen ovale karena tekanan
yang tinggi di atrium kiri menyebabkan katup foramen ovale menempel ke
septum secundum yang relatif lebih kaku. Pada usia bayi sekitar 3 bulan, katup
foramen ovale bergabung secara permanen dengan septum secundum membentuk
fossa ovalis (Moore, 2007).

Anatomi
Anatomi normal dari septum interatrial dan lokasi-lokasi ASD dapat dilihat di
gambar berikut:

Gambar 1. Anatomi septum interatrial dan struktur sekitarnya (diambil dari Geva dkk., 2014)
(A) Septum interatrial normal dilihat dari atrium kanan (B) Tipe-tipe hubungan interatrial
ASD=atrial septal defect. Ao=aorta. CS=sinus koronarius. CT=krista terminalis. EV=valvula eustachii.
FO=foramen ovale. IVC=vena kava inferior. RA=atrium kanan. RLPV=vena pulmonalis inferior dekstra.
RMP=vena pulmonalis media dekstra. RUPV=vena pulmonalis superior dekstra. SLB=superior limbic band
(septum secundum). SVC=vena kava superior. TBV=valvula thebesii.

 ASD tipe Primum


ASD tipe primum sebenarnya merupakan salah satu tipe kelainan jantung
bawaan berupa defek septum atrioventrikular. Pada kelainan ini hanya terdapat
satu kanal atrioventrikular namun tetap terdapat dua katup yaitu katup
Atrioventrikular kanan dan kiri. Katup atrioventirkular pada kelainan ini hampir
selalu abnormal dengan salah satu contohnya adalah adanya celah pada cuspis
anterior katup mitral. Kelainan ini terjadi akibat tidak menyatunya septum
primum dengan endocardial cushion. Tidak seperti ASD tipe lainnya, pada ASD
tipe primum terdapat abnormalitas letak dan perjalanan jalur konduksi seperti
yang ditemui pada kelainan defek kana atrioventrikular kompit (Geva dkk., 2014).
 ASD tipe Secundum
ASD tipe secundum terletak pada daerah foramen ovale. Kelainan ini terjadi
akibat resorbsi abnormal septum primum untuk membentuk foramen secundum,
pembentukan abnormal septum secundum, atau kombinasi keduanya (Moore dan
Persaud, 2007). Ukuran lubang biasanya beberapa milimeter sampai 2-3 cm.
(Geva dkk., 2014).
 ASD tipe Sinus Venosus
Terdapat 2 jenis ASD tipe sinus venosus yaitu tipe vena kava superior (SVC)
dan inferior (IVC). Pada tipe SVC, ada lubang yang menghubungkan satu atau
beberapa vena pulmonalis dengan vena kava superior. Lubang ini juga dapat
menghubungkan atrium kiri dengan vena kava superior. Pada tipe IVC, terdapat
lubang pada bagian posterioinferior dinding atrium kiri dekat bagian akhir vena
kava inferior (Geva dkk., 2014).
 Unroofed Coronary Sinus
Pada kelainan ini terdapat lubang yang menghubungkan sinus koronarius
dengan atrium kiri (Geva dkk., 2014)
 Foramen Ovale Paten
Foramen ovale adalah struktur yang memungkinkan shunting darah dari
atrium kanan ke atrium kiri pada saat periode di dalam kandungan. Setelah lahir,
bagian flap-like dari septrum primum akan menempel pada septum secundum
akibat peningkatan tekanan atrium kiri dan penurunan tekanan atrium kanan. Pada
kelainan foramen ovale paten, tidak ada kelainan pembentukan septum primum
maupun secundum. Hanya saja setelah lahir bagian flap-like dari septum primum
tidak menempel dengan baik pada septum secundum sehingga foramen ovale
tetap terbuka (Geva dkk., 2014).

Etiologi
Mayoritas ASD memiliki penyebab yang tidak diketahui. Penelitian oleh
Caputo dkk. (2005) menunjukkan adanya risiko rekurensi ASD pada keluarga,
khususnya pada isolated ostium secundum ASD (ASD tanpa disertai kelainan
jantung bawaan lain), dengan risiko tertinggi adalah pada kerabat tingkat pertama.
Faktor lingkungan juga berperan pada terjadinya ASD. Ibu hamil yang
mengonsumsi alkohol (Larry dkk., 2007), merokok (Lee dkk., 2013), dan
mengonsumsi antidepresan tertentu pada trimester pertama (Bakker dkk., 2010)
memiliki risiko lebih untuk melahirkan bayi dengan ASD.

Epidemiologi
Prevalensi Atrial Septal Defect (ASD) pada bayi baru lahir menempati urutan
kedua di dunia setelah Ventricular Septal Defect (VSD), dengan angka prevalensi
1.64 per 1000 kelahiran hidup (van der Linde dkk., 2011). 65-70% pasien dengan
ASD tipe secundum, 50% tipe primum, dan 40-50% tipe sinus venosus adalah
perempuan (Geva dkk., 2014).

Patofisiologi
Adanya lubang pada septum interatrial menyebabkan darah dapat bergerak
melalui lubang tersebut dari atrium kiri , yang memiliki tekanan relatif lebih
tinggi, ke atrium kanan (left-to-right shunt). Besarnya pirau (shunt) bergantung
pada ukuran lubang dan komplians ventrikel kanan. Adanya pirau menyebabkan
volume overload di jantung kanan dan menyebabkan terjadinya dilatasi atrium dan
ventrikel kanan dan peningkatan aliran darah ke paru. Peningkatan aliran darah ini
apabila terjadi terus menerus dapat menyebabkan terjadinya hipertensi pulmonal
dan menyebabkan hipertrofi ventirkel kanan. Akibatnya, komplians ventrikel
kanan menurun dan menyebabkan tekanan di ventrikel kanan dan atrium kanan
menjadi tinggi. Tekanan atrium kanan yang tinggi menyebabkan pirau berubah
menjadi right-to-left. Darah yang miskin oksigen akan langsung menuju ke atrium
dan ventrikel kiri lalu ke sistemik tanpa melewati paru. Akibatnya bisa terjadi
sianosis (Lilly, 2011).

Diagnosis
Pada pemeriksaan inspeksi pasien dapat asianotik atau sianosis. Pada palpasi
ditemukan adanya Right Ventricular Heave akibat kontraksi ventrikel kanan yang
membesar. Terdapat fixed splitting S2 karena ejeksi ventrikel kanan yang menjadi
lebih lama akibat penumpukan volume. Suara P2 yang keras menandakan
hipertensi pulmonal. Terkadang dapat terdengar murmur ejeksi sistolik halus di
area katup pulmonal akibat peningkatan aliran darah melalui katup pulmonal.
Murmur mid-diastolik pada area trikuspid terjadi akibat aliran darah melalui katup
trikuspid yang meningkat. Adanya murmur holosistolik pada area apeks
menunjukkan kemungkinan adanya ASD tipe primum dan regurgitasi mitral.
Darah yang melewati ASD itu sendiri tidak menyebabkan murmur karena
rendahnya perbedaan tekanan antara atrium kiri dan kanan (Lilly, 2011 dan Geva
dkk., 2014)
Pada foto polos toraks bisa didapatkan adanya kardiomegali karena dilatasi
atrium dan ventrikel kanan. Arteri pulmonalis bisa tampak prominen dengan
gambaran vaskularisasi paru yang meningkat (Lilly, 2011). Arteri pulmonalis
sentral yang membesar dengan penurunan gambaran vaskular paru menunjukkan
adanya hipertensi pulmonal (Geva dkk., 2014). EKG dapat menunjukkan adanya
hipertrofi atrium dan ventrikel kanan dan blok cabang berkas kanan inkomplit dan
komplit (Lilly, 2011). Irama jantung biasanya sinus normal, namun bisa
ditemukan fibrilasi atrium dan atrial flutter pada pasien dewasa (Geva dkk.,
2014). Pada pemeriksaan ekokardiografi dapat terlihat adanya defek di septum
interatrial. Pemeriksaan ekokardiografi warna Doppler dapat menunjukkan adanya
aliran darah dari atrium kiri ke kanan melalui defek yang ada (Lilly, 2011 dan
Geva dkk., 2014). Kateterisasi dapat digunakan untuk mendeteksi tahanan
sirkulasi paru dan adanya Penyakit Jantung Koroner. Jika terjadi left-to-right
shunt, saturasi O2 di atrium kanan menjadi lebih tinggi dibanding vena kava
superior (Lilly, 2011).

Tatalaksana Terapi
Terapi ASD adalah dengan menutup defek pada septum interatrial. Penutupan
dengan intervensi bedah dapat berupa penutupan dengan sutur langsung atau
penutupan dengan tambalan pericardium atau tambalan dengan bahan sintetik.
Penutupan juga bisa dilakukan dengan intervensi menggunakan kateter transvena
(Lilly, 2011). Indikasi penutupan ASD adalah : 1) Pasien dengan pirau yang
signifikan (ditandai dengan tanda volume overload ventrikel kanan) dan resistensi
vaskular paru <5 woods unit tanpa memerhatikan gejala (Kelas rekomendasi I,
level of evidence B), 2) Semua ASD (tanpa memerhatikan ukurannya) dengan
kecurigaan adanya paradoxical embolism (Kelas rekomendasi IIa, level of
evidence C), dan 3) Pasien dengan resistensi vaskular paru lebih dari atau sama
dengan 5 wood unit tetapi kurang dari dua pertiga resistensi vaskular sistemik
(baseline atau setelah pemberian vasodilator) dan pulmonary-to-systemic flow
ratio lebih dari 1.5 (Kelas rekomendasi IIb, level of evidence C) (Baumgartner
dkk., 2010). Penutupan ASD harus dihindari pada pasien yang mengalami
fisiologi eisenmenger (Baumgartner dkk., 2010).

Ringkasan
ASD adalah kelainan jantung bawaan berupa adanya lubang pada septum
interatrial. Beberapa jenis ASD adalah ASD tipe primum, secundum, sinus
venosus, unroofed coronary sinus, dan foramen ovale paten. Mayoritas penyebab
ASD tidak diketahui, tetapi beberapa faktor yang mungkin berkontribusi adalah
ibu hamil yang merokok, mengonsumsi alkohol, dan menggunakan antidepresan
tertentu.
Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan adanya sianosis maupun tidak, adanya
murmur di area trikuspid maupun pulmonal, dan RV heave. Foto toraks dapat
menunjukkan ciri hipertensi pulmonal. Pada pemeriksaan EKG bisa didapatkan
gambaran EKG sinus normal, fibrilasi atrium, atau atrial flutter. Ekokardiografi
dapat menunjukkan adanya defek septum interatrial dan adanya aliran darah dari
atrium kiri ke kanan.
Terapi ASD adalah dengan melakukan penutupan secara bedah maupun non
bedah. Penutupan bedah dapat dilakukan dengan sutur langsung atau
menggunakan tambalan sintetik atau perikardial. Pada intervensi non bedah dapat
dilakukan penutupan melalui kateter transvena. Kontraindikasi penutupan ASD
adalah adanya fisiologi eisenmenger.

Daftar Pustaka
Bakker MK, Kerstjens-Frederikse WS, Buys CH, de Walle HE, de Jong-van den
Berg LT, 2010. First-trimester use of paroxetine and congenital heart defects: a
population-based case-control study. Birth Defects Res A Clin Mol Teratol 2010;
88: 94–100. Tersedia di:
https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1002/bdra.20641 [Diakses pada 17
Maret 2020].

Baumgartner H, Bonhoeff er P, De Groot NM, et al, and the Task Force on the
Management of Grown-up Congenital Heart Disease of the European Society of
Cardiology (ESC), and the Association for European Paediatric Cardiology
(AEPC), and the ESC Committee for Practice Guidelines (CPG), 2010. ESC
Guidelines for the management of grown-up congenital heart disease (new version
2010). Eur Heart J 2010; 31: 2915–57. Tersedia di :
https://academic.oup.com/eurheartj/article/31/23/2915/2398053 [Diakses pada 17
Maret 2020]

Burd, L., Deal, E., Rios, R., Adickes, E., Wynne, J. and Klug, M., 2007.
Congenital Heart Defects and Fetal Alcohol Spectrum Disorders. Congenital
Heart Disease, 2(4), pp.250-255. Tersedia di :
https://onlinelibrary.wiley.com/doi/epdf/10.1111/j.1747-0803.2007.00105.x
[Diakses pada 17 Maret 2020]

Caputo, S., Capozzi, G., Russo, M., Esposito, T., Martina, L., Cardaropoli, D.,
Ricci, C., Argiento, P., Pacileo, G. and Calabrò, R., 2005. Familial recurrence of
congenital heart disease in patients with ostium secundum atrial septal defect.
European Heart Journal, [online] 26(20), pp.2179-2184. Tersedia di:
https://academic.oup.com/eurheartj/article/26/20/2179/446764 [Diakses pada 17
Maret 2020].

Geva, T., Martins, J. dan Wald, R., 2014. Atrial septal defects. The Lancet,
383(9932), pp.1921-1932. Tersedia di:
https://www.thelancet.com/journals/lancet/article/PIIS0140-6736(13)62145-
5/fulltext [Diakses pada 17 Maret 2020]
Lee, LJ., Lupo, PJ, 2013. Maternal smoking during pregnancy and the risk of
congenital heart defects in off spring: a systematic review and metaanalysis.
Pediatr Cardiol 2013; 34: 398–407. Tersedia di:
https://www.jpeds.com/article/S0022-3476(15)00014-1/fulltext [Diakses pada 17
Maret 2020]

Lilly, L., 2011. Pathophysiology Of Heart Disease. 5th ed. Philadelphia, PA:
Wolters Kluwer, pp.370-372.

Moore, K. and Persaud, T., 2007. The Developing Human. 8th ed. Philadelphia,
PA: Saunders, Elsevier.

Van der Linde, D., Konings, E., Slager, M., Witsenburg, M., Helbing, W.,
Takkenberg, J. dan Roos-Hesselink, J., 2011. Birth Prevalence of Congenital
Heart Disease Worldwide. Journal of the American College of Cardiology, 58(21),
pp.2241-2247. Tersedia di:
https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0735109711030798 [Diakses
pada 17 Maret 2020]

Anda mungkin juga menyukai