SKRIPSI
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Sains
pada Jurusan Biologi
Halaman
DAFTAR TABEL...................................................................................... i
DAFTAR GAMBAR.................................................................................. ii
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................. iii
BAB I. PENDAHULUAN.......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................. 2
1.3 Tujuan............................................................................................... 2
1.4 Manfaat............................................................................................. 3
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 29
LAMPIRAN............................................................................................... 34
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.3 Perbedaan Komposisi Dinding Sel Bakteri Gram Positif Dan Gram
Negatif.................................................................................................... 7
Tabel 4.1 Uji KLT pada Fraksi Metanol dan Fraksi Etil Asetat tumbuhan Sisik
Naga (D. piloselloides)......................................................................... 22
Tabel 4.2 Rerata Diameter Zona Hambat Fraksi Metanol Tumbuhan Paku Sisik
Naga Terhadap Bakteri S. aureus dan S. typhi....................................... 23
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Tumbuhan paku sisik naga pada habitus (kiri) & morfometri
(kanan)............................................................................................... 4
Gambar 4.1 Grafik perbandingan ketiga pelarut dengan konsentrasi 0,3 g/mL... 23
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Dokumentasi.................................................................................. 34
Lampiran 2. Alur Kerja Pembuatan Fraksi Metanol Dan Etil Asetat Tumbuhan
Paku Sisik Naga............................................................................... 39
1
2
dengan paku sarang semut (Myrmecodia tuberosa) (Efendi & Hertiani, 2013) dan
paku Adiantum lunulatum (Thomas, 2013) sedangkan penghambatan
terhadap.bakteri S. typhi adalah dengan tumbuhan paku gajah (Angiopteris evecta)
(Kinasih., 2013).
Fraksinasi merupakan metode yang sering digunakan dalam penelitian
antibakteri yaitu dengan cara pemisahan antara dua pelarut yang sifat
kepolarannya berbeda. Metode tersebut bertujuan untuk memisahkan golongan-
golongan senyawa aktif yang berperan sebagai antibakteri dari suatu tumbuhan
sehingga diperoleh senyawa murni. Penelitian mengenai fraksi tumbuhan paku
sisik naga pernah dilakukan oleh Rahmaningtyas et al. (2012) namun dalam
penelitian tersebut hanya fraksi etil aset yang diujikan terhadap bakteri S. aureus.
Oleh karena itu, penelitian tentang fraksi metanol dan etil asetat dari tumbuhan
paku sisik naga perlu dilakukan pengujian lebih lanjut mengenai aktivitas
antibakteri khususnya terhadap bakteri S. aureus dan bakteri S. thypi.
1.3 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui golongan senyawa metabolit sekunder yang terkandung
dari fraksi metanol dan etil asetat pada tumbuhan paku sisik naga
(D. piloselloides).
3
1.4 Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah tentang
kandungan senyawa aktif dan aktivitas antibakteri dari fraksi metanol dan etil
asetat tumbuhan paku sisik naga (D. piloselloides) serta memberikan data awal
untuk penelitian yang aplikatif dan berguna bagi masyarakat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.1 Tumbuhan paku sisik naga pada habitus (kiri) & morfometri (kanan)
Paku Sisik naga merupakan tumbuhan berhabitus terna dengan bentuk akar
rimpang yang panjang akarnya 5-22 cm dan akar melekat kuat pada dahan pohon.
Daun sisik naga berwarna hijau sampai hijau kecokelatan, berbentuk jorong
memanjang, bertangkai pendek dan permukaan daun yang tua tidak memiliki
rambut atau berambut jarang pada permukaan bawahnya. Daun fertil mengandung
spora, bertangkai pendek, oval memanjang dengan panjang 1-5 cm dan lebar 1-2
cm, sedangkan daun steril tidak mengandung spora, berbentuk bulat dengan
panjang 1-3 cm dan lebar 1-2 cm (Khastini & Vivin, 2013).
4
5
2.2 Fraksinasi
Fraksinasi merupakan suatu proses pemisahan komponen-komponen
senyawa kimia berdasarkan sifat kepolaran tergantung dari jenis senyawa yang
terkandung dalam tumbuhan. Pengetahuan mengenai sifat senyawa yang terdapat
dalam ekstrak sangat mempengaruhi hasil dari fraksinasi, oleh karena itu jika
digunakan air sebagai pengekstraksi maka senyawa yang terekstraksi akan bersifat
polar dan jika digunakan pelarut non polar misalnya n-heksan, maka senyawa yang
terekstraksi bersifat non polar (Harborne, 1987). Menurut
Adijuwana & Nur (1989) pembagian atau pemisahan ini didasarkan pada bobot
dari tiap fraksi, fraksi yang lebih berat akan berada paling dasar sedangkan fraksi
yang lebih ringan akan berada diatas permukaan. Fraksinasi bertingkat biasanya
menggunakan pelarut organik seperti eter, aseton, benzena, metanol, diklorometan
atau campuran pelarut tersebut. Fraksinasi bertingkat umumnya diawali dengan
pelarut yang non polar kemudian dilanjutkan pada pelarut yang lebih polar dengan
tingkat polaritas pelarut yang ditentukan dari nilai konstanta dielektrik pelarut.
6
Pelarut metanol merupakan jenis pelarut yang bersifat polar sehingga pada proses
fraksi, senyawa yang terkandung pada tumbuhan hanya bersifat polar sedangkan
pelarut etil asetat yang bersifat semi polar memiliki cangkupan kecil sehingga
proses fraksi hanya dapat mengikat senyawa metabolit sekunder yang bersifat
polar atau non polar.
Metode yang sering dipakai dalam proses fraksinasi bertingkat yaitu
dengan menggunakan corong pisah dan kromatografi kolom. Corong
pisah merupakan alat yang digunakan dalam ekstraksi cair-cair untuk
memisahkan suatu komponen dalam suatu campuran antara dua fase pelarut
dengan densitas yang berbeda sedangkan kromatografi kolom adalah alat yang
digunakan untuk pemisahan komponen-komponen dalam campuran dari beberapa
senyawa yang diperoleh dari isolasi tumbuhan. Teknik ini banyak digunakan
dalam pemisahan senyawa-senyawa organik dan larutan yang sukar menguap
(Yazid, 2005).
Dinding sel bakteri gram negatif meliputi peptidoglikan dan selaput luar
yang mengandung tiga polimer yaitu lipoprotein, fosfolipida dan lipopolisakarida
(Pelczar et al.,1986). Protein (porin) yang terdapat pada bakteri gram negatif
menyebabkan dinding sel lapisan luar bersifat impermeabel (tidak dapat tembus)
terhadap molekul besar, namun dapat melewatkan molekul kecil seperti
oligosakarida, monosakarida dan asam amino (Waluyo, 2007). Bakteri gram
negatif seperti bakteri Salmonella thypi terdiri atas satu lapisan peptidoglikan pada
dinding selnya. Selain itu, dinding sel bakteri gram negatif juga tidak mempunyai
asam teikoat tetapi mengandung sejumlah polisakarida dan lebih rentan terhadap
kerusakan mekanik dan kimia. Perbedaan penyusun dinding sel antara bakteri
gram positif dan gram negatif dapat dilihat pada Tabel 2.3 dibawahi ini :
Tabel 2.3 Perbedaan komposisi dinding sel bakteri gram positif dan gram negatif
Gram positif Gram negatif
Ketebalan 15-23 nm 10-15 nm
Asam teikoat Ada Tidak ada
Sifat tahan asam Ada yang tahan asam Tidak ada yang tahan asam
Sumber : (Gupte, 1990)
bertahan pada pH tinggi baik pada kondisi asam, basa maupun netral. Selain itu
bakteri S. aureus tidak dapat tumbuh pada kisaran suhu tinggi. Bakteri S. aureus
hanya dapat tumbuh pada kisaran suhu 35-37 °C (Pelczar et al., 1986).
spora, umumnya bersifat motil dengan flagella peritrik dan bersifat anaerobik
fakultatif. Bakteri S. typhi dapat tumbuh pada suhu antara 15 - 41°C dengan suhu
optimal 37°C (Rostinawati, 2009).
Bakteri S. typhi bisa hidup pada bahan pangan mentah, seperti telur dan
daging. Penyakit yang diakibatkan oleh bakteri S. typhi dinamakan salmonellosis.
Bakteri S. typhi adalah penyebab utama dari penyakit yang ditularkan melalui
makanan (foodborne diseases). Pada umumnya, serotipe Salmonella
menyebabkan penyakit pada organ pencernaan. Orang yang mengalami
salmonellosis dapat menunjukkan beberapa gejala seperti diare, keram perut dan
demam dalam waktu 8 - 72 jam setelah memakan makanan yang terkontaminasi
oleh Salmonella. Gejala lainnya adalah demam, sakit kepala, mual dan muntah -
muntah (Sorrels et al., 1970).
Bakteri S. typhi masuk melalui aliran darah dan berkembang biak dalam
kantung empedu. Infeksi dari bakteri S. typhi dapat menyebabkan kondisi
pertahanan tubuh menjadi menurun, hal ini berakibat fatal kepada balita, ibu hamil
dan janin serta lansia. Infeksi yang disebabkan oleh bakteri S. typhi dapat
menyebabkan penyakit tifus yang merupakan penyakit menular dan akut yang
sering terjadi dimasyarakat dan pada umumnya gejala penyakit ini kurang lebih
selama 10 – 14 hari. Gejala dini yang terjadi pada penderita penyakit tifus adalah
demam, perut kembung, susah buang air besar, pusing, lesu, ruam, tidak
bersemangat, nafsu makan hilang, mual dan muntah (Pelczar et al., 1986).
Berdasarkan penelitian Kinasih (2013), kandungan senyawa metabolit sekunder
pada tumbuhan paku gajah (Angiopteris evecta) yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri S. typhi adalah flavonoid, tanin dan triterpenoid.
sebagai pelindung membran sel dan sitoplasma dari tekanan mekanin dan non-
mekanik. Dinding sel bakteri terdiri dari polipeptidoglikan yaitu suatu kompleks
polimer mukopeptida (glikopeptida). Antibakteri seperti sikloserin dapat
menghambat reaksi dalam proses sintesis dinding sel yang akan terikat pada
reseptor sel berupa enzim transpeptidase, kemudian terjadi reaksi transpeptidase
sehingga sintesis peptidoglikan terhambat. Oleh karena, tekanan osmotik didalam
sel bakteri lebih tinggi dari pada diluar sel maka kerusakan dinding sel pada
bakteri akan terjadinya lisis.
e. Antibakteri yang menghambat sintesis dan merusak asam nukleat bakteri
Antibakteri yang termasuk kelompok ini adalah rifampisin dan golongan
kuinolon. Antibakteri tersebut mempunyai aktivitas yang bersifat bakteriosida.
Golongan antibakteri seperti rifampisin berikatan dengan enzim polimerase RNA
sehingga menghambat sintesis RNA dan DNA sedangkan kuinolon menghambat
enzim DNA girase pada bakteri yang berfungsi menyusun kromosom yang
panjang menjadi bentuk spiral sehingga dapat menghambat sintesis DNA pada
bakteri.
Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan dengan 2 cara yaitu metode difusi
dan dilusi. Metode difusi merupakan metode standar yang ditetapkan oleh
National Committee of Clinical Laboratory Standards (NCCLS) tahun 1993 untuk
menentukkan adanya aktivitas antibakteri dari ekstrak kasar. Cara ini dikenal
dengan uji difusi kertas Kirby-bauer (Prescoot et al., 2005). Prinsip dari metode
difusi adalah penempatan kertas cakram yang berisi sejumlah senyawa antibakteri
pada permukaan media padat kemudian diinkubasi dan diamati zana hambat
disekitar kertas cakram. Zana hambat terbentuk menunjukkan tidak adanya
pertumbuhan bakteri (Tortora, 2001).
Metode dilusi merupakan metode yang dapat dijadikan alternatif untuk
menentukan konsentrasi hambat tumbuh minimum ekstrak tanaman. Metode
dilusi dibedakan menjadi dua yaitu dilusi cair (broth dilution) dan dilusi padat
(solid dilution). Metode dilusi cair (broth dilution) mengukur MIC (Minimum
Inhibitory Concentration) atau KHM (Kadar Hambat Minimum) dan MBC
(Minimum Bactericidal Concentration atau Kadar Bunuh Minimum, KBM).
13
Metode dilusi padat (solid dilution) serupa dengan metode dilusi cair namun
menggunakan metode padat. Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi agen
antimikroba yang di uji dapat digunakan untuk menguji beberapa mikroba uji
(Pratiwi, 2008). Prinsip dari metode dilusi adalah pengenceran antibakteri
sehingga diperoleh beberapa konsentrasi antibakteri yang ditambahkan suspensi
bakteri dalam media (Jawezt et al., 1996).
baik hewan maupun tumbuhan berasal dari pengubahan asam asetat melalui asam
mevalon`at dan skualen menjadi lanosterol dan sikloartenol (Lenny, 2006).
Salah satu metode untuk mengetahui kandungan senyawa metabolit
sekunder pada suatu tumbuhan adalah metode Kromatogafi Lapis Tipis (KLT).
Metode KLT merupakan metode pemisahan antar zat-zat yang terdistribusi antara
dua fase yaitu fase diam dan fase gerak, fase diam merupakan bahan yang berupa
lapisan tipis dengan bentuk padatan sedangkan fase gerak merupakan bahan
berupa cairan yang terdiri dari satu atau beberapa pelarut dengan berdasarkan
polaritas masing-masing pelarut (Rohman, 2009). Proses dalam penentuan eluen
sangat tergantung pada pelarut yang digunakan. Jika eluen yang digunakan sudah
baik maka akan terjadi pemisahan senyawa dengan sempurna, makanya digunakan
tiga pelarut dengan tingkat kepolaran yang berbeda. Tujuan dilakukannya analisis
KLT adalah untuk pemeriksaan kandungan kimia yang terkandung dalam fraksi
metanol dan etil asetat secara kualitatif sehingga memperoleh gambaran umum
mengenai golongan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada tumbuhan.
Kelebihan dari metode KLT ini adalah hasil pemisahan yang diperoleh lebih baik,
jumlah sampel yang digunakan sedikit dan waktu yang digunakan lebih cepat.
BAB III
METODE PENELITIAN
15
16
metanol dan fraksi etil asetat lalu pada masing-masing fraksi diujikan terhadap dua
jenis bakteri yang berbeda. Konsentrasi masing-masing fraksi metanol dan fraksi
etil asetat paku sisik naga yang digunakan yaitu 0,25 g/mL, 0,3 g/mL dan
0,35 g/mL (b/v), sedangkan untuk kontrol positif menggunakan antibiotik
Ciprofloxacin dan kontrol pelarut menggunakan larutan DMSO 10 %. Setiap
perlakuan diulang sebanyak 4 kali sehingga diperoleh 20 unit percobaan.
16
17
17
18
18
19
itu fraksi metanol dan fraksi etil asetat diambil untuk dilakukan pengujian KLT
dan aktivitas antibakteri.
19
20
ose dan disuspensikan dengan cara dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi
9 mL larutan NaCl fisiologis steril (Rahmaningtyas et al., 2012). Suspensi yang
terbentuk disetarakan dengan standar Mc. Farland 0,5 yaitu sebanding dengan
1,5 x 108 sel bakteri/mL.
20
21
kertas cakram ukuran 6 mm direndam dengan fraksi metanol dan etil asetat paku
sisik naga dengan berbagai konsentrasi, kontrol positif antibiotik ciprofloxacin
dan kontrol negatif larutan DMSO 10 %, kemudian kertas cakram diletakkan pada
permukaan media MHA ditekan sedikit agar melekat. Jarak kertas saring antara
satu dengan yang lainnya sebesar 4 cm dan dari tepi media sebesar 2 cm.
Kemudian medium MHA diinkubasi selama 24 jam dan 48 jam dengan suhu 37°C.
Diukur diameter zona hambat yang terbentuk dengan menggunakan jangka sorong
(Roslizawaty et al., 2013). Pengukuran rata-rata diameter zona hambat dihitung
dengan rumus dibawah ini :
Diameter 1+Diameter 2+Diameter 3+Diameter4
Rata-rata diameter =
4
Diameter zona hambat pada waktu 24 jam dan 48 jam dikategorikan
tingkat responnya berdasarkan tabel klasifikasi menurut Davis & Stout (1971)
(Tabel 3.1) :
Tabel 3.1 Klasifikasi Respon Hambatan Pertumbuhan Bakteri
Diameter Zona Hambat Respon Hambatan
≥ 20 mm Sangat Kuat
11-19 mm Kuat
5-10 mm Sedang
<5 mm Lemah
21
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Uji Kromatografi Lapis Tipis pada Fraksi Tumbuhan Paku Sisik Naga
(Drymoglossum piloselloides (L) pressl.)
Uji KLT dilakukan untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder yang
terdapat pada tumbuhan paku sisik naga (D. piloselloides). Hasil uji KLT yang telah
dilakukan pada fraksi metanol dan etil asetat tumbuhan paku sisik naga
(D. piloselloides) memperlihatkan adanya noda / bercak pada plat silica. Hasil uji
KLT fraksi metanol dan etil asetat tumbuhan paku sisik naga (D. piloselloides)
mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan flavonoid dan terpenoid
(Tabel 4.1).
Tabel 4.1 Uji KLT pada Fraksi Metanol dan Fraksi Etil Asetat tumbuhan Sisik
Naga (D. piloselloides)
Jenis Sebelum Sesudah Senyawa
Pelarut Eluen di Sinar Sinar UV Metabolit
UV 254 nm 366 nm Sekunder
Biru Flavonoid
Fraksi Metanol : Etil asetat Coklat Kuning & &
Metanol (3 : 7) muda kehijauan Coklat Terpenoid
kehitaman (366 nm)
Biru Flavonoid
Fraksi Etil asetat : Metanol Hijau Hijau & &
Etil (3 : 7) muda Coklat Terpenoid
Asetat muda (366 nm)
22
23
(F2,72 < F961,62) (p = 0,000 < 0,05) (Lampiran 3) sedangkan pengujian fraksi etil
asetat terhadap bakteri S. aureus dan bakteri S. typhi tidak dilakukan karena tidak
memiliki zona hambat. Hasil pengujian menyatakan bahwa fraksi metanol memiliki
aktivitas antibakteri lebih besar dibandingkan fraksi etil asetat. Pengukuran
diameter zona hambat menunjukkan hasil yang berbeda nyata antara fraksi metanol
dan fraksi etil asetat tumbuhan paku sisik naga.
Tabel 4.2 Rerata Diameter Zona Hambat Fraksi Metanol Tumbuhan Paku Sisik
Naga Terhadap Bakteri S. aureus dan S. typhi
No Jenis Konsen- Rerata diameter zona hambat (mm)
Pelarut trasi S. aureus S. typhi
(g/mL) 24 jam 48 jam 24 jam 48 jam
c*
1 Fraksi 0,25 11,19 10,5 0 0
Metanol 0,30 11,68c 10,81 0 0
0,35 13,62b** 12,25 0 0
a
2 Ciproflo- 0,005 22,18 21,18 22,5 21,3
xasin mg/mL
3 DMSO 10 % 0d 0 0 0
Keteragan : angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak
berbeda nyata dengan taraf kepercayaan 95 % (uji tukey)
* : nilai terendah
** : nilai tertinggi
Hasil uji pendahuluan pada ekstrak tumbuhan paku sisik naga dengan
konsentrasi 0,3 g/mL sudah mempunyai zona hambat sebesar 14 mm terhadap
bakteri S. aureus dan 8,3 mm terhadap bakteri S. typhi. Hasil perbandingan antara
kedua fraksi dengan ekstrak tumbuhan paku sisik naga terdapat perbedaan zona
hambat terhadap kedua bakteri tersebut (Gambar 4.1) sehingga ekstrak metanol
memiliki aktivitas antibakteri lebih efektif dibandingkan dengan fraksi metanol
maupun fraksi etil asetat.
Diameter Zona Hambat
S. aureus S. typhi
20 14
11,68
8,3
10
0 0 0
0
Fraksi Metanol Fraksi Etil Asetat Ekstrak Metanol
Gambar 4.1 Grafik perbandingan ketiga pelarut dengan konsentrasi 0,3 g/mL
24
4.2 Pembahasan
Deteksi golongan senyawa pada uji KLT dapat dilakukan dengan cara
melihat lempeng pada plat KLT berwarna atau berpendar dibawah lampu sinar UV
(berfluorosensi). Hasil uji KLT fraksi metanol dan etil asetat didapatkan berupa
noda atau bercak yang berwarna pada plat silica (Tabel 4.1). Hasil Fraksi metanol
menggunakan eluen dengan perbandingan metanol dan etil asetat (3:7)
menunjukkan pola pada sinar UV 254 nm dan 366 nm. Profil noda sinar UV
254 nm terlihat noda berwarna kuning kehijauan sedangkan pada sinar UV 366 nm
profil noda berwarna biru dan coklat kehitaman (Lampiran 1).
Hasil uji KLT fraksi etil asetat dengan perbandingan eluen berupa etil asetat
dan metanol (3:7) menunjukkan profil noda sinar UV 254 nm terlihat noda
berwarna kuning kehijauan sedangkan sinar UV 366 nm profil noda berwarna biru
dan coklat muda (Lampiran 1). Menurut Rita et al., (2008) warna coklat yang
terbentuk pada sinar UV 366 nm termasuk golongan terpenoid dan berdasarkan
hasil penelitian Marliana et al., (2005) warna biru pada plat silica yang terpapar
sinar UV 366 nm menunjukkan adanya golongan senyawa flavonoid. Hasil uji KLT
fraksi metanol dan etil asetat didapatkan dua golongan senyawa yaitu flavonoid dan
terpenoid.
Saat proses pendeteksian dengan menggunakan sinar UV terlihat bercak
pada plat silica tampak berekor. Hal ini disebabkan karena pengaruh dari jenis
pelarut yang digunakan sehingga terjadi pemisahan yang kurang sempurna
(Silverstein, 1987). Pada proses penotolan, fraksi metanol dan etil asetat harus
ditotolkan tepat pada garis tengah dengan Jarak 1 cm dari batas bawah. Hal ini
dibuat agar pelarut eluen tidak berinteraksi langsung dengan sampel. Apabila jarak
tepi bawah terlalu kecil maka sampel akan bersentuhan dengan eluen dan ada
sebagian molekul sampel akan terlarut dalam eluen. Hal ini menyebabkan hasil
pada kromatografi lapis tipis tidak valid (Fauziyah, 2012).
Hasil yang didapatkan bahwa fraksi metanol tumbuhan paku sisik naga
memiliki kandungan golongan senyawa flavonoid dan terpenoid. Kedua senyawa
tersebut menyebabkan terbentuknya diameter zona hambat terhadap bakteri
S. aureus. Menurut Harbone (1996) golongan tersebut memiliki aktivitas biologis
25
dinding sel pada kedua bakteri tersebut berbeda. Dinding sel bakteri pada bakteri
S. aureus hanya terdiri dari dua lapisan peptidoglikan yaitu lipopolisakarida dan
protein dengan kandungan lipid sebesar 1 - 4 % sedangkan pada bakteri S. typhi
memiliki tiga lapisan yaitu fosfolipid, protein dan lipopolisakarida dengan
kandungan lipid sebesar 11 - 22 % (Jawetz et al., 2004). Perbedaan kandungan lipid
pada kedua bakteri tersebut menyebabkan bakteri gram positif lebih mudah
dihambat oleh golongan senyawa flavonoid dibandingkan terhadap bakteri gram
negatif karena golongan senyawa flavonoid bersifat polar sehingga kandungan lipid
(non polar) yang rendah mudah untuk dihambat oleh senyawa flavonoid. Selain itu
bakteri gram positif memiliki membran plasma yang tunggal sehingga
memudahkan golongan senyawa terpenoid untuk menghambat atau mengganggu
proses pembentukan membran sel. Perbedaan lapisan komposisi dinding sel ini
menyebabkan bakteri S. typhi memiliki ketahanan lebih besar terhadap senyawa
antibakteri dibandingkan dengan bakteri S. aureus sehingga hasil penelitian fraksi
tumbuhan paku sisik naga tidak memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri
S. typhi.
Hasil pengujian fraksi etil asetat tumbuhan paku sisik naga (Gambar 4.1)
menunjukkan bahwa fraksi etil asetat tidak mempunyai aktivitas antibakteri
terhadap bakteri S. aureus maupun bakteri S. typhi. Hal ini disebabkan karena
penggunaan konsentrasi dalam uji aktivitas antibakteri terlalu rendah sehingga zat
aktif seperti flavonoid dan terpenoid yang berperan sebagai antibakteri pada kedua
fraksi tersebut belum dapat menghambat aktivitas pertumbuhan bakteri S. aureus
maupun bakteri S. typhi. Hasil ini membuktikan bahwa fraksi metanol lebih efektif
dalam menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus dibandingkan dengan fraksi etil
asetat.
Peningkatan konsentrasi fraksi akan mempengaruhi suatu aktivitas
antibakteri. Semakin tinggi konsentrasi yang digunakan maka semakin tinggi pula
daya hambatnya. Hal tersebut didukung dari hasil penelitian bahwa peningkatan
konsentrasi fraksi metanol tumbuhan paku sisik naga (Tabel 4.2) mengalami
peningkatan diameter zona hambat. Menurut Ajizah (2004), peningkatan
konsentrasi tanaman obat akan meningkatkan kadar bahan aktif yang berperan aktif
27
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang uji aktivitas antibakteri fraksi
tumbuhan paku sisik naga (Drymoglossum piloselloides (L) pressl.) terhadap
bakteri Staphylococcus aureus dan Salmonella typhi, dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut :
1. Hasil uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT) pada Fraksi metanol dan etil asetat
tumbuhan paku sisik naga (D. piloselloides) memiliki kandungan senyawa
metabolit sekunder berupa golongan senyawa flavonoid dan terpenoid,
2. Konsentrasi 0,25 g/mL pada fraksi metanol merupakan perlakuan terendah
yang memiliki daya hambat terhadap bakteri S. aureus dengan kategori respon
hambatan kuat sedangkan pada fraksi etil asetat tidak memiliki aktivitas
antibakteri terhadap bakteri S. aureus dan S. typhi.
5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai konsentrasi yang tepat
untuk penggunaan fraksi baik dengan pelarut metanol maupun etil asetat sebagai
antibakteri secara in-vitro dan aktivitas antibakteri tumbuhan paku sisik naga dalam
berbagai variasi pelarut seperti air, etanol dan n-butana serta perlu dilakukan
pengujian aktivitas antibakteri terhadap bakteri lainya yang bersifat patogen.
28
DAFTAR PUSTAKA
Adijuwana & Nur, MA, 1989, Teknik Spektroskopi dalam Analisis Biologi, Pusat
Antar Universitas IPB, Bogor
Asih, IARA, Ratnayani, K & Swardana, IB, 2012, ’Isolasi dan Identifikasi Senyawa
golongan Flavonoid dari Madu Kelengkeng (Nephelium longata L.)’,
Jurnal Kimia, vol. 6, no. 1, hal. 72-78
Becton, Dickinson & Company, 2006, BBL™ Mueller Hinton II Agar, BD, USA
Cahyadi, GAS, Gusti, AGB, & Emmy, S, 2014, ’Isolasi Dan Identifikasi Senyawa
Aktif Anti Bakteri Pada Daun Herba Sisik Naga (Drymoglossum
Piloselloides Presl.)’, Jurnal Kimia, vol. 8, no. 1, hal.83-90
Davis, WW & Stout, TR, 1971, ’Disc Plate Methods of Microbiological Antibiotic
Assay’, Journal of Microbiology, vol. 22, no. 4, hal. 659-665
29
30
Farida, R, Dewa, M, Titis, N & Endrawati, 2010, ‘Manfaat Sirih Merah (Piper
crocatum) Sebagai Agen Anti Bakterial Terhadap Bakteri Gram Positif
dan Gram Negatif’, Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Indonesia
Holt, JS, 1994, Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology, 9nd ed, A Waverly
Company, Baltimore
Jawetz, E, Melnic, JL & Adelberg, EA, 1996, Mikrobiologi Kedokteran, Edisi ke-
20, Penerjemah Edi Nugroho dan RF. Maulany, Buku Kedokteran, EGC,
Jakarta
Karou, DMH, Dicko, J, Simpore & Traore, AS, 2005, ’Antioxidant and
Antibacterial Activities of Polyphenols From Etnomedicinal Plant Of
Burkina Faso’, African Journal Of Biotecnology vol. 4, no. 8, hal. 823-
828
Khastini, RO, & Vivin, S, 2013, ‘Uji Aktivitas Ekstrak Air Daun Fertil dan Steril
Sisik Naga terhadap Enteropatogenik E. Coli’, Prosiding Semirata FMIPA
Universitas Lampung 2013 Prodi Pendidikan Biologi FKIP UNTIRTA,
Lampung, hal. 237-242
Kinasih, FP, 2013, Uji Fitokimia Dan Aktivitas Antibakteri Ekstrak Pangkal Batang
Paku Gajah (Angiopteris evecta) Terhadap Bakteri Salmonella typhi
Sebagai Agen Penyebab Demam Tifoid Secara In Vitro, Skripsi,
Universitas Bengkulu, Bengkulu
Kusumadewi, T, Siti K, & Ari, HY, 2014, ‘Ekstrak Metanol Buah Sonneratia alba
sebagai Penghambat Pertumbuhan Helminthosporium sp. yang diisolasi
dari Daun Jagung’, Protobiont, vol. 3 no. 2 hal. 149-154
Lenny, 2006, Senyawa Terpenoida dan Sterioda, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan
Malinda, AF, Fatimawali & Adithya,Y, 2013, ’Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol
Daun Paku Sisik Naga (Drymoglossum piloselloides L.Presl) Terhadap
Peroksidasi Lipid Hati Pada Tikus Jantan Galur Wistar Yang Diinduksi
Ccl’, Pharmacon Jurnal Ilmiah Farmasi, vol. 2, no. 02, hal. 72-76
Marliana, SD, Suryanti, V & Suyono, 2005, ’Skrining Fitokimia dan Analisis
Kromatografi Lapis Tipis Komponen Kimia Buah Labu Siam (Sechium
edule Jacq. Swartz.) dalam Ekstrak Etanol’, Biofarmasi, vol. 3, no. 1, hal.
26-31
Meliki, Linda, R & Lovadi, I, 2013, ’Etnobotani Tumbuhan Obat oleh Suku Dayak
Iban Desa Tanjung Sari Kecamatan Ketungau Tengah Kabupaten
Sintang’, Jurnal Protobiont, vol. 2, no. 3, hal. 129-135
Pasaribu, SP, Eva, M & Boby, SN, 2008, ‘Uji Fitokimia, Toksisitas dan Aktivitas
Antibakteri Ekstrak Etanol Batang Jarak Cina (Jatropha multifida L.)’,
Jurnal Kimia Mulawarman, vol. 5, no. 2, hal. 1693-5616
Pelczar, MJ, Chan, ECS & Crieg, NR, 1986, Dasar - dasar Mikrobiologi, Cetakan
pertama, Jilid Dua, Penerbit UI-Press, Jakarta
Prescott, LM, Harley, JP & Klein, DA, 2005, Microbiology, Eds ke-6, McGraw
32
Rita, WS, Suirta, IW & Sabirin, A, 2008, ’Isolasi dan Identifikasi Senyawa yang
Berpotensi Sebagai Antitumor pada Daging Buah Pare Bukit Jimbaran’,
Jurnal Kimia, vol. 2, no. 1, hal. 1-6
Salni, Marisa, H & Mukti, RW, 2011, ’Isolasi Senyawa Antibakteri Dari Daun
Jengkol (Pithecolobium lobatum Benth) dan Penentuan Nilai KHM-nya’,
Jurnal Penelitian Sains, vol. 14, no. 1, hal. 38-41
Schefler, WC, 1987, Statistika untuk biologi, farmasi, kedokteran dan ilmu yang
bertautan, Terbitan kedua diterjemahkan Suroso, ITB Bandung, Bandung
33
Setiabudy, R & Gan, VHS, 2001, Antimikroba, Farmakologi dan Terapi, Edisi ke-
4, Bagian Farmakologi, Fakultas Kedokeran, Universitas Indonesia,
Jakarta
Somchit, MN, Hassan, H, Zuraini, A, Chong, LC, Mohamed, Z & Zakaria, ZA,
2011, ’In Vitro Antifungal And Antibacterial Activity Of Drymoglossum
piloselloides L. Presl. Against Several Fungi Responsible For Athlete’s
Foot And Common Pathogenic Bacteria’, Journal of Microbiology
Research, vol. 5, no. 21, hal. 3537-3541
Steenis, CGGJV, Hoed, GD & Eyma, PJ, 2005, FLORA, terjemahan Moeso
Surjowinoto, PT. Pradnya Paramita, Jakarta
Thamrin, MS, Asikin, Mukhlis & Budiman, A, 2007, Potensi ekstrak flora lahan
rawa sebagai pestisida nabati, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Sumberdaya Lahan Pertanian, Bogor
Usman, CW, 1993, Kokus Positif Gram, Dalam, Buku Ajar Mikrobiologi
Kedokteran, edisi revisi, Bina Rupa Aksara, Jakarta
Waluyo, L, 2007, Teknik Dan Metode Dasar Mikrobiologi, Edisi ke-1, UMM Press,
Malang
Zar, JH, 1999, Biostatistical Analysis, Third Edition, Prentice Hall International
Edition, New Jersey, London
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1. Dokumentasi
1. Fraksinasi Tumbuhan Paku Sisik Naga (Drymoglossum piloselloides)
s s as das das da
34
35
2. Uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT) pada Fraksi Metanol dan Etil Asetat
Tumbuhan Paku Sisik Naga (Drymoglossum piloselloides)
Kombinasi Eluen (fase gerak) pada fraksi metanol dan fraksi etil asetat
K+
K-
K- 0,35
K+
0,3
0,25 0,25
0,3
0,3 0,35
K-
0,25
0,25 K+ 0,35
K-
0,25
0,25 K+ 0,3
K+ K+
0,3 0,3 K-
K-
Sterilisasi Alat
Pengambilan Sampel
Pembuatan Simplisia
Maserasi
Diuapkan dengan Rotary
Evaporator
Dengan pelarut metanol selama 4x 24 jam