Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Di susun oleh :
HIKMAH SAFITRI
2011040160
2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Pengertian
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
o
38 C. Yang disebabkan oleh suatu proses ekstranium, biasanya terjadi pada usia 3
bulan-5 tahun.
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu mencapai >38C). kejang demam dapat terjadi karena proses intracranial
maupun ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak berumur 6
bulan sampai dengan 5 tahun (Amid dan Hardhi, NANDA NIC-NOC, 2013).
B. Etiologi
1. Faktor-faktor prenatal
2. Malformasi otak congenital
3. Faktor genetika
4. Penyakit infeksi (ensefalitis, meningitis)
5. Demam
6. Gangguan metabolism
7. Trauma
8. Neoplasma, toksin
9. Gangguan sirkulasi
10. Penyakit degeneratif susunan saraf.
11. Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal
C. Tanda dan gejala
D. Patofisiologi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah
menjadi CO2dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam
yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel
neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh
ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl–). Akibatnya
konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar
sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di
dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut
potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran
diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan
sel.Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :
1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
2. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran
listrik dari sekitarnya
3. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan
An. I umur 5
tahun
Reaksi inflamasi
Proses demam
Hipertermia
Kurang informasi
Defisit Pengetahuan
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Elektro encephalograft (EEG)Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai
nilai prognostik. EEG abnormal tidak dapat digunakan untuk menduga
kemungkinan terjadinya epilepsi atau kejang demam yang berulang dikemudian
hari. Saat ini pemeriksaan EEG tidak lagi dianjurkan untuk pasien kejang demam
yang sederhana. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan dan dikerjakan
untuk mengevaluasi sumber infeksi.
2. Pemeriksaan cairan cerebrospinalHal ini dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan adanya meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang
pertama. Pada bayi yang masih kecil seringkali gejala meningitis tidak jelas
sehingga harus dilakukan lumbal pungsi pada bayi yang berumur kurang dari 6
bulan dan dianjurkan untuk yang berumur kurang dari 18 bulan.
3. Darah
a. Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200
mq/dl)
b. BUN: Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi
nepro toksik akibat dari pemberian obat.
c. Elektrolit : K, Na
4. Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi,
pendarahan penyebab kejang.
5. Skull Ray :Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
6. Tansiluminasi : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih
terbuka (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk
transiluminasi kepala.
G. Komplikasi
Menurut Ngastiyah (2005) risiko terjadi bahaya / komplikasi yang dapat terjadi pada
pasien kejang demam antara lain:
1. Dapat terjadi perlukaan misalnya lidah tergigit atau akibat gesekan dengan
gigi.
2. Dapat terjadi perlukaan akibat terkena benda tajam atau keras yang ada di
sekitar anak.
3. Dapat terjadi perlukaan akibat terjatuh.
Selain bahaya akibat kejang, risiko komplikasi dapat terjadi akibat pemberian obat
antikonvulsan yang dapat terjadi di rumah sakit. Misalnya:
1. Karena kejang tidak segera berhenti padahal telah mendapat fenobarbital
kemudian di berikan diazepam maka dapat berakibat apnea.
2. Jika memberikan diazepam secara intravena terlalu cepat juga dapat
menyebabkan depresi pusat pernapasan.
Menurut Taslim S. Soetomenggolo dapat mengakibatkan :
1. Kerusakan sel otak
2. Penurunan IQ pada kejang demam yang berlangsung lama lebih dari 15 menit
dan bersifat unilateral
3. Kelumpuhan (Lumbatobing,1989)
4. Epilepsi, terjadi karena kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah
mendapat serangan kejang yang berlangsung lama.
5. Asfiksia
6. Aspirasi
Walaupun kejang demam menyebabkan rasa cemas yang amat sangat pada orang tua,
sebagian kejang demam tidak mempengaruhi kesehatan jangka panjang, kejang
demam tidak mengakibatkan kerusakan otak, keterbelakangan mental atau kesulitan
belajar / ataupun epiksi Epilepsy pada anak di artikan sebagai kejang berulang tanpa
adanya demam kecil kemungkinan epilepsy timbul setelah kejng demam. Sekitar 2 –
4 anak kejang demam dapat menimbulkan epilepsy, tetapi bukan karena kejang
demam itu sendiri kejang pertama kadang di alami oleh anak dengan epilepsy pada
saat mereka mengalami demam. Namun begitu antara 95 – 98 % anak yang
mengalami kejang demam tidak menimbulkan epilepsy.
H. Penatalaksanaan
1. Pengobatan
a. Pengobatan fase akut
Obat yang paling cepat menghentikan kejang demam adalah diazepam yang
diberikan melalui interavena atau indra vectal.
Bila kejang belum berhenti dapat diulang dengan dosis yang sama setelah 20
menit.
b. Turunkan panas
d. Pengobatan profilaksis
e. Penanganan sportif
1) Bebaskan jalan napas
2) Beri zat asam
3) Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit
4) Pertahankan tekanan darah
2. Pencegahan
a. Pencegahan berkala (intermitten) untuk kejang demam sederhana. Beri
diazepam dan antipiretika pada penyakit-penyakit yang disertai demam.
b. Pencegahan kontinyu untuk kejang demam komplikasi
Dapat digunakan :
A. Pengkajian Keperawatan
1. Anamnesa
b. Sirkulasi
Posiktal : Tanda-tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi dan
pernafasan
c. Intergritas Ego
Stressor eksternal atau internal yang berhubungan dengan keadaan dan atau
penanganan
Peka rangsangan : pernafasan tidak ada harapan atau tidak berdaya Perubahan
dalam berhubungan
d. Eliminasi
1) Inkontinensia epirodik
aktivitas kejang
e. Neurosensori
1) Riwayat sakit kepala, aktivitas kejang berulang, pinsan, pusing riwayat trauma
f. Kenyamanan
g. Pernafasan
sekresi mulus
h. Keamanan
1) Riwayat terjatuh
2) Adanya alergi
i. Interaksi Sosial
2. Pemeriksaan Fisik
a. Aktivitas
b. Integritas Ego
c. Eleminasi
2) Hyperplasia ginginal
e. Neurosensori (karakteristik kejang)
1) Fase prodomal : Adanya perubahan pada reaksi emosi atau respon efektifitas
2) Kejang umum
3) Fosiktal : pasien tertidur selama 30 menit sampai beberapa jam, lemah kalau
5) Kejang parsial
Jaksomia atau motorik fokal : sering didahului dengan aura, berakhir 15 menit
f. Kenyamanan
g. Keamanan
B. Diagnosa Keperawatan
Arif, Mansjoer, dkk, (2000). Kapita Selekta kedokteran. Edisi 3. Medica Aesculpalus, FKUI.
Jakarta
Amid dan Hardhi, 2013. Diagnosis keperawatan, NANDA NIC-NOC, EGC, Jakarta
Carpenito, L.J.,2000, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis, EGC, Jakarta
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. (2007). Ilmu
Kesehatan Anak. Edisi: 11. Jakarta: Infomedika
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. (2007). Ilmu
Kesehatan Anak. Edisi: 11. Jakarta: Infomedika
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth,
alih bahasa; Agung Waluyo, editor; Monica Ester, Edisi 8. EGC: Jakarta.
Tucker, Susan Martin. 1998. Standar Perawatan Pasien; Proses Keperawatan, Diagnosis
dan Evaluasi, Edisi 5. EGC. Jakarta.