Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN KELOMPOK

BLOK XVIII ILMU PENYAKIT MATA


SKENARIO 2

Mata Tenang Visus Turun

Disusun oleh :

Kelompok : A-1

Nama tutor : dr. Suradi Maryono, Sp. PD, KHOM

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2009
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH


Mata merah merupakan keluhan penderita yang sering didengar. Keluhan ini timbul
akibat terjadinya perubahan warna bola mata yang sebelumnya berwarna putih menjadi
merah. Mata terlihat merah akibat melebarnya pembuluh darah konjungtiva yang terjadi
pada peradangan mata akut, misalnya pada keratitis, konjungtivitis atau iridosiklitis.
Selain melebarnya pembuluh darah, mata merah juga dapat terjadi akibat pecahnya salah
satu pembuluh darah konjungtiva dan darah tertimbun di bawah jaringan konjungtiva.
Keadaan ini disebut sebagai perdarahan subkonjungtiva.
Pada skenario ini datang seorang pria, 65 tahun dengan kedua mata merah dan nyeri,
serta pandangan kabur. Kelopak mata bengkak sejak 6 hari yang lalu. Ia juga merasakan
nyeri disekitar bola mata, cekot-cekot, seperti melihat pelangi.
Pada pemeriksaan mata kanan didapatkan visus 2/60, tekanan intraokuler ( TIO ) mata
kanan 45mmHg, pemeriksaan biomikroskop slitlamp didapatkan kornea edema, anterior
chamber dangkal, pupil mid dilatasi.
Pada pemeriksaan mata kiri didapatkan visus 6/30, TIO 19mmHg, didapatkan siliar
injeksi dan defek berupa ulkus di regio inferior kornea yang tampak berwarna hijau pada
uji fluoresensi dan dengan uji placido tampak gambaran lingkaran yang tidak konsentris
dan ada bagian yang terputus, pemeriksaan biomikroskop slitlamp tampak flare dan cell di
anterior chamber, pupil miosis dengan sinekia posterior.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah mekanisme timbulnya mata merah dengan visus menurun?
2. Bagaimana mekanisme terjadinya ulkus di mata kiri serta efek apa yang
ditimbulkan?
3. Mengapa manifestas klinis pada mata kanan dan kiri berbeda sedangkan
keluhan utamanya sama?
4. Apa saja kemungkinan diagnose mata merah dengan nyeri disertai visus
menurun?
5. Bagaimana alur penegakan diagnose pada kasus dan pemeriksaan apa saja
yang diusulkan?
6. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik yang telah dilakukan?
7. Apa saja penatalaksaan yang akan diberikan pada kasus tersebut?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Mampu menatalaksana penderita penyakit mata secara mandiri dalam tingkat
individual, keluarga, dan masyarakat dengan bekerja bersama-sama, menyeluruh dan
holistik dengan perilaku yang profesional, bermoral dan beretika.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui ilmu-ilmu dasar tentang mata (anatomi, histologi, dan fisiologi).
b. Mengetahui patogenesis dan patofisiologi keluhan penyakit mata.
c. Menjelaskan pemeriksaan fisik dan penunjang yang diperlukan dalam
penegakkan diagnosis penyakit mata serta interpretasi hasilnya.
d. Menjelaskan penatalaksanaan dan tindakan preventif pada penyakit mata.
D. MANFAAT PENULISAN
Bagi mahasiswa kedokteran, laporan ini diharapkan menambah prior knowledge
mengenai sistem indera penglihatan (mata) terutama kelainan-kelainan yang berhubungan
dengannya. Bagi penulis, laporan merupakan suatu sarana untuk melatih kemampuan
menganalisis kasus.
E. HIPOTESIS
Dari gejala dan hasil pemeriksaan yang didapatkan pada pasien diduga pasien
mengalami glaukoma akut (pada mata kanan) dan uveitis anterior (pada mata kiri).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. ANATOMI
Organon visus terdiri dari bulbus oculi dan adneksa okuli. Bulbus okuli terdiri dari bola mata
dan nervus opticus. Adneksa oculi terdiri dari palpebra, konjungtiva, musculi bulbi, cilium,
supracilium, dan apparatus lacrimalis.
ORBITA:
Orbita berbentuk piramida dengan basisnya adalah aditus orbita sedangkan apeksnya adalah
foramen opticum yang akan berlanjut sebagai canalis opticus yang dilalui oleh arteri
ophtalmica dan nervus opticus.
a. Dinding Orbita sebelah medial dibentuk oleh processus frontalis ossis maxilaris,os
lacrimalis,dan lamina orbitalis ossis ethmoidalis.
b. Dinding cranial dibentuk oleh facies orbitalis os frontalis dan ala minor os
sphenoidalis
c. Dinding lateral dibentuk oleh facies orbitalis ossis zygomatici dan ala mayor os
sphenoidalis.
d. Dinding caudal dibentuk oleh os zigomaticum,facies orbitalis os maxilaris,dan
processus orbitalis ossis palatini.

Pada orbita terdapat lubang-lubang:


a. Canalis opticus:dilalui oleh nervus opticus dan arteri ophtalmica.
b. Fissura Orbitalis Superior:nervus III,IV,VI,Nervus ophtalmicus cabang dari
n.V,n.nasosiliaris cabang dari nervus ophtalmicus,vena ophtalmica superior,ramus
recurrent arteri meningea media.
c. Fisura orbitalis superior:Vena ophtalmica inferior,A/V infraorbitalis,dan nervus
maxillaries.
d. Foramen Zigomatico-orbitale:dilalui oleh nervus zigomatico-faciale dan nervus
zigomatico-temporale.
e. Foramen ethmoidalis anterior:dilalui oleh A/V/N ethmoidalis anterior
f. Foramen ethmoidalis posterior:dilalui oleh A/V/N ethmoidalis posterior

BULBUS OCULI:
Sudah disebutkan di atas bahwa bulbus oculi terdiri dari bola mata dan nervus opticus.
Bulbus oculi dibagi menjadi bagian polus anterior dan polus posterior.Garis yang
menghubungkan antara polus anterior dengan polus posterior disebut dengan aksis bulbi.
Sedangkan garis yang menghubungkan polus anterior dengan fovea centralis disebut dengan
aksis opticus.
Bulbus okuli dibagi menjadi 3 lapisan yaitu tunika fibrosa,tunika vaskulosa,dan tunika
nervosa.

TUNIKA FIBROSA
Tunika fibrosa dibagi menjadi kornea dan sclera.Kornea terdiri dari 5 lapisan sedangkan
sklera dibagi menjadi 2 lapisan.Kornea dibagi menjadi lapisan epitel kornea,membrane
bowmann,stroma,membrane descemet,dan endotel kornea.Sklera dibagi menjadi substantia
propia sclera dan lamina fusca.

TUNIKA VASKULOSA
Tunika vaskulosa terdiri dari iris,corpus siliaris,dan koroid (3 lapis)

TUNIKA NERVOSA
Terdiri dari stratum pigmenti dan stratum cerebrale.
Pada tinjauan pustaka kali ini akan dibahas mengenai anatomi dari organ yang terkait
dengan scenario kedua ini yaitu kornea dan pupil.
Kornea terdapat pada polus anterior berfungsi sebagai media refrakta.Sifat tembus cahaya
dimiliki karena letak epitel kornea yang teratur,letak serabut kolagen yang teratur dan
padat,kadar air yang konstan karena deturgesensi dan kornea itu avaskuler.
Lapisan kornea dari luar ke dalam adalah epitel kornea yaitu epitel squamous kompleks
non kornifikasi,membrane bowman yang merupakan lapisan jernih aseluler dan tidak punya
daya regenerasi,stroma yang terdiri dari serabut kolagen yang sangat teratur dan
padat.Membrana descemet yang merupakan lapisan elastic jernih yang berkembang terus
seumur hidup dan erupakan membrane basalis endotel cornea dan lapisan endotel.
Tepi kornea ada yang tajam yang merupakan tepat insertion ke dalam sclera yang disebut
dengan limbus cornea.Limbus ini ada di dalam sulcus yang disebut sulcus sclera.Sumber
nutrisi dari kornea adalah berasal dari air mata,pembuluh darah limbus,dan aqueous humor.
Cornea diinervasi oleh nervus nasociliaris dan n.ciliaris longus
Pupil normalnya berukuran 3-4 mm.Pupil normal kanan dan kiri ukurannya sama dan
disebut isokoria.Lebar sempit pupil dipengaruhi oleh umur,emosi,cahaya,dan saraf.Bila
subkortikal bekerja sempurna maka terjadi miosis.Di waktu bangun cortex mengjambat pusat
subcortical sehingga terjadi midriasis.Waktu tidur hambatan subcortical menghilang dan
terjadi kerja subcortical yang sempurna menyebabkan miosis.
Pada penyakit mata pada iridosiklitis pupil mengecil,pada glaucoma akut pupil
melebar,pupil melebar pada orang miopi,dan semput pada orang hipermetropi.Pupil
menyemput saat melihat dekat dan lebar saat melihat jauh.Tepi pupil menyetuh lensa akan
tetapi tidak melekat pada lensa.Bila iris melekat pada lensa disebut sinekia posterior bila iris
melekat pada kornea disebut sinekia anterior.

2. FISIOLOGI
Mata sebagai indera penglihatan dilindungi oleh tulang-tulang orbita yang membentuk
cavum orbita. Di sebelah luarnya terdapat kelopak mata, berfungsi sebagai shutter (daun
penutup) yang secara reflex akan menutup untuk melindungi mata dari keadaan yang
mengancam, seperti benda asing, cahaya silau, dan kornea jika tersentuh. Selain itu, kelopak
mata juga dapat membantu menyebarkan air mata yang akan melumasi, membersihkan mata,
dan bersifat bakterisida. Pada bagian ujung kelopak mata terdapat bulu mata yang berfungsi
menangkap benda-benda halus di udara (debu) sebelum masuk ke mata. Oleh karena itu,
mata sebenarnya memiliki daya pertahanan dan protector yang cukup kuat untuk melindungi
diri dari gangguan eksogen yang dapat mengancam mata.
Sebagai media refraktor, mata terdiri atas kornea, cairan humour aquous, lensa, dan cairan
humour vitreus yang masing-masing memiliki indeks bias cahaya yang berbeda-beda. Tujuan
dari indeks bias ini adalah untuk memfokuskan berkas cahaya yang masuk dari dua medium
yang berbeda, misalnya udara ke mata agar terbentuk bayangan yang jelas pada retina.
Permukaan kornea yang melengkung dengan perbedaan indeks bias antara dua medium yang
paling besar memilki daya refraksi paling kuat, yaitu dua pertiga dari total daya refraksi mata
(59 dioptri). Sedangkan lensa mempunyai daya refraksi 20 dioptri (lebih kecil dari kornea
karena selisih indeks bias antara lensa dan humour aquous lebih kecil daripada selisih indeks
bias udara dan kornea). Akan tetapi, lensa ini memiliki keistimewaan, yaitu dapat mengubah
ukuran kelengkungannya melalui daya akomodasi sehingga dapat mengatur jarak focus
bayangan yang jauh dan dekat dengan mata agar tepat jatuh di retina.
Daya akomodasi lensa ini dapat terjadi karena lensa dilekati oleh ligamentum
suspensorium lentis yang berhubungan dengan muskulus siliaris dalam korpus siliaris.
Muskulus siliaris ini terdiri atas serabut sirkular yang mengelilingi perlekatan ligamentum
dengan lensa serta serabut meridional yang membentang dari ujung perifer ligamentum
sampai peralihan kornea dan sclera. Saat otot sirkuler berkontraksi akan terjadi gerak sfingter
yang mengecilkan diameter perlekatan ligamentum sehingga regangan ligamentum terhadap
lensa berkurang. Sedangkan jika otot meridional berkontraksi, maka ujung perifer
ligamentum tertarik secara medial ke tepi kornea sehingga regangan ligamentum terhadap
lensa berkurang. Kedua hal ini akan menyebabkan lensa lebih cembung sehingga daya
biasnya meningkat (>20D) dan benda yang dekat akan lebih difokuskan untuk dapat
tertangkap retina. Gerakan muskulus siliaris ini dipengaruhi oleh saraf parasimpatis sehingga
jika ada perangsangan terhadap saraf tersebut, baik endogen maupun eksogen dapat
menyebabkan akomodasi lensa.
Di depan lensa terdapat iris yang berfungsi untuk mengatur cahaya yang masuk ke mata
dengan mengubah ukuran diameter pupil. Dalam keadaan cahaya cukup, diameter pupil rata-
rata adalah 4 mm, tetapi pada keadaan gelap dapat mengalami pelebaran hingga 8 mm
(midriasis) dan pada keadaan terang akan mengalami pengecilan ukuran sampai 1,5 mm
(miosis). Gerakan reflex pupil ini dipersarafi oleh parasimpatis. Jika ada rangsang cahaya
kuat, maka retina akan meneruskan rangsang ke nervus optikus untuk dibawa menuju nucleus
pretektalis kemudian ke nucleus Edinger Westphal. Dari situ, respon akan dibawa oleh
serabut parasimpatis menuju otot sfingter pupil sehingga terjadi miosis. Dengan adanya
lubang/pupil yang kecil tersebut, maka hampir seluruh berkas cahaya akan melalui bagian
tengah lensa sehingga dapat terfokus baik di retina. Hal ini menyebabkan benda yang terlihat
menjadi lebih jelas dan tajam. Oleh karena itu pula, saat lensa akomodasi maksimum akan
terjadi reflex miosis pada pupil. Sebaliknya, jika ada cahaya kurang (tempat gelap), maka
reflex tersebut akan dihambat, rangsang akan direspon oleh saraf simpatis dari nucleus
intermediolateralis corpus lateralis medulla spinalis Th I-IV ke ganglion cervicalis di vertebra
cervicalis VI menuju otot dilatator pupil sehingga terjadi midriasis.
Cairan pengisi bola mata bagian depan adalah humour aquous. Cairan ini dihasilkan oleh
sel epitel prosessus siliaris sebanyak 2-3 µl/menit. Aliran humour aquous dari camera occuli
posterior, camera occuli anterior sampai ke canalis schlem akan memberikan tekanan pada
bola mata. Secara normal, tekanan ini berkisar antara 12-20 mmHg (rata-rata 15 mmHg).
Besarnya tekanan ini ditentukan oleh tahanan aliran keluar humour aquous dari camera
occuli anterior ke canalis schlem yang dihasilkan oleh reticulum trabekula yang dilewati.
Adanya peningkatan kecepatan aliran cairan aquous ke kanalakan menyebabkan tekanan
intraokuler meningkat.
Trabekula adalah tempat penyaringan cairan yang mengalir dari sudut lateral COA ke
dinding canalis schlem. Ia mempunyai celah terbuka yang sangat kecil dengan banyak sel
fagosit dan juga sel retikuloendotelial yang berfungsi menjaga ruang trabekula tetap bersih
dengan menfagosit debris, bakteri dan molekul-molekul kecil. Tetapi jika debris dari hasil
perdarahan/infeksi intraokuler terakumulasi dalam ruang trabekula dapat mengganggu aliran
aquous ke canalis schlem sehingga tekanan intraokuler meningkat. Selain itu, peningkatan
tekanan intraokuler ini juga dapat dipengaruhi oleh sebab-sebab lain yang dapat
menimbulkan glaucoma.( Guyton, 2007)

3. HISTOLOGI
Setiap mata terdiri atas 3 lapis konsentris lapisan luar terdiri atas sclera dan kornea;
lapisan tengah juga disebut lapisan vascular atau traktus uveal terdiri atas koroid, corpus
ciliaris, dan iris; serta dalam lapisan dalam jaringan saraf yaitu retina yang terdiri atas lapisan
epitel pigmen luar dan lapisan retina sebenarnya di dalam. Retina fotosensitif sebenarnya
berhubungan dengan susunan saraf pusat melalui nervus optikus dan meluas ke depan ora
serata.
Lapisan luar atau Tunika Fibrosa terdiri atas kornea di 1/6 bagian anterior mata dan sclera
di 5/6 bagian posterior lapisan luar mata. Sklera adalah lapisan luar mata yang opak dan putih.
Sklera terdiri atas jaringan ikat padat liat yang terutama terdiri atas berkas kolagen gepeng
yang berjalinan, tetapi tetap parallel terhadap permukaan organ. Permukaan luar sclera yaitu
episklera dihubungkan oleh system longgar serat kolagen halus pada lapisan padat jaringan
ikat yang disebut simpai tenon. Di antara simpai tenon dan sclera terdapat ruang tenon yang
longgar yang memungkinkan bola mata dapat bergerak memutar ke segala arah. Di antara
sclera dan koroid terdapat lamina suprakoroid yaitu lapisan tipis jaringan ikat longgar dengan
banyak melanosit, fibroblast, dan serat elastin. Skelara relative avaskuler.
Kornea tidak berwarna dan transparan. Irisan melintang kornea menunjukkan bahwa
kornea terdiri atas lima lapisannya epitel, membrane Bowman, stroma, membrane Descemet,
endotel. Epitel kornea berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk dan terdiri atas 5 atau 6 lapisan
sel. Pada bagian basal epitel ini tampak banyak gambaran mitosis yang mencerminkan
kemampuan regenerasi kornea yang hebat.
Di bawah epitel kornea, terdapat lapisan homogennya tebal dan terdiri atas serat-serat
kolagen yang bersilangan secara acak dan pemadatan subtansi interseluler, namun tanpa sel.
Inilah yang disebut Membran Bowman yang sangat membantu stabilitas dan kekuatan kornea.
Stroma terdiri atas banyak lapisan berkas kolagen parallel yang saling menyilang tegak lurus.
Serabut kolagen dalam setiap lamel saling berjajar parallel dan melintasi seluruh lebar kornea.
Membran Descemet adalah struktur homogeny tebal terdiri atas filament kolagen halus
tersusun berupa jalinan 3 dimensi.
Endotel kornea adalah epitel selapis gepeng. Sel-sel ini memiliki organel khas bagi sel-sel
yang secara aktif mentranspor dan membuat protein untuk sekresi yang mungkin
berhubungan dengan pembuatan dan pemeliharaan Membran Descemet. Endotel dan Epitel
kornea berfungsi mempertahankan kejernihan kornea. Kedua lapisan itu sanggup mentranspor
ion Natrium ke permukaan apikalnya. Ion klorida dan air ikut secara pasif sehingga stroma
kornea dipertahankan dalam keadaan relative kering. Hal ini bersama susunan serabut kolagen
yang sangat halus dari stroma yang disusun teratur yang menyebabkan jernihnya kornea.
Batas kornea-sklera atau limbus adalah daerah peralihan dari berkas-berkas kolagen
bening dari kornea menjadi serat-serat buram putih dari sclera. Ia sangat vascular dan
pembuluh darahnya berperan penting dalam proses radang. Di daerah limbus dalam lapisan
stroma, saluran-saluran tak teratur berlapiskan endotel yaitu jalinan terbuka menyatu
membentuk saluran Schlemm yang mengangkut pergi cairan dari kamera okuli anterior.
Saluran Schlemm berhubungan ke luar dengan system vena.
Lapisan tengah atau Tunica Vasculosa terdiri atas 3 bagian: koroid, korpus siliaris, dan
iris dan ketiganya dikenal sebagai traktus uveal. Koroid adalah lapisanyang sangat vascular.
Lapisan dalam koroid lebih banyak mengandung pembuluh darah kecil daripada lapisan luar
dan disebut lapisan koriokapiler yang berfungsi sebagai nutrisi retina. Membran hialin amorf
tipis memisahkan lapisan koriokapiler ini dari retina. Lapisan ini dikenal sebagai Membran
Bruch dan meluas dari diskus optikus sampai ke ora serata. Diskus optikus juga disebut
papilla optikus adalah tempat nervus optikus memasuki bola mata. Membran Bruch dibentuk
oleh 5 lapisan. Koroid terikat pada sclera oleh lamina suprakoroidal yaitu lapisan jaringan ikat
longgar dengan banyak melanosit.
Korpus siliaris adalah sebuah perluasan koroid ke anterior setinggi lensa, merupakan
cincin tebal yang utuh pada permukaan dalam bagian anterior sclera. Struktur histologis
korpus siliaris pada dasarnya adalah jaringan ikat longgar mengelilingi muskulus siliaris.
Struktur ini terdiri atas 2 berkas serat otot polos yang berinsersi pada sclera di anterior dan
pada berbagai daerah dari korpus siliaris di posterior. Salah satu berkas ini berfungsi
meregangkan koroid, berkas lain, bila berkontraksi mengendurkan ketegangan pada lensa.
Retina yang berbatasan langsung dengan korpus siliaris terdiri atas dua lapis sel. Lapisan
langsung yang berbatasan dengan korpus siliaris terdiri atas epitel selapis silindris yang
banyak mengandung melanin. Lapisan kedua yang menutupi lapisan pertama, berasal dari
lapisan sensoris retina dan epitel silindris tanpa pigmen.
Processus siliaris adalah juluran mirip rabung dari korpus siliaris. Sebagai pusatnya
adalah jaringan ikat longgar dengan banyak kapiler bertingkap dan ditutupi oleh 2 lapisan
epitel. Dari processus siliaris muncul serat-serat yang tertanam ke dalam simpai dari lensadan
menahannya di tempat. Ujung apical sel-sel epitel terdapat pada batas antara sel-sel
berpigmen dan tidak berpigmen dan sel itu jadi bertemu kepala dengan kepala. Membran
basal dari sel-sel berpigmen luar bersebelahan dengan masa utama korpus siliaris, sedangkan
membrane basal dari sel-sel tanpa pigmen dalam bersebelahan dengan bilik posterior. Pada
membrane basal inilah bermulanya serat-serat zonula. Ujung-ujung apical sel-sel epitel
disatukan oleh desmosom. Sel-sel tanpa pigmen dari lapisan dalam memiliki lipatan-lipatan
basal serta terindigitasi luas, yang khas untuk sel pentranspor ion. Sel-sel ini secara aktif
mentranspor unsur – unsur plasma tertentu ke dalam bilik posterior dan membentuk humor
akueous.
Iris adalah perluasan koroid yang untuk menutupi sebagian lensa menyisakan lubang
bulat di pusat yang disebut pupil. Iris dibentuk oleh lapisan sel pigmen yang tidak utuh dan
fibroblast dan melanosit. Lapisan berikut adalah jaringan ikat longgar yang sangat vascular.
Permukaan posterior iris yang rata dilapisi oleh oleh 2 lapisan epitel. Epitel dalam
berhubungan dengan bilik posterior penuh dengan granul melanin (pigmen). Sel-sel epitel luar
memiliki juluran mirip lidah pada bagian basalnya yang tersusun radier, mereka dipenuhi
dengan miofilamen yang saling overlapping membentuk muskulus dilatators pupil.
Fungsi melanosit dalam berbagai bagian mata adalah untuk mencegah berkas cahaya
yang tidak seharusnya mengganggu pembentukan bayangan. Melanosit dari stroma iris ikut
menentukan warna mata. Makin banyak pigmennya, makin gelap warna irisnya.
Iris juga mengandung berkas otot polos yang disusun melintang konsentris dengan tepian
pupil membentuk muskulus sfingter pupil.
Lensa memiliki 3 komponen utama yaitu simpai lensa, epitel subkapsular, dan serat lensa.
Lensa dibungkus oleh simpai tebal (10-20µm), homogen, refraktil, dan kaya karbohidrat.
Lensa merupakan suatu membrane basal yang terdiri atas kolagen tipe IV dan glikoprotein
amorf. Epitel subkapsular lensa terdiri atas selapis sel epitel kuboid, hanya terdapat pada
permukaan anterior lensa. Lensa bertambah besar dan bertumbuh seumur hidup dengan
terbentuknya serat lensa baru.
Serat lensa panjang dan tampak sebagai struktur tipis dan gepeng. Mereka adalah sel-sel
yang highly differentiated berasal dari epitel subkapsular. Mereka akhirnya kehilangan intinya
lain dan menjadi sangat panjang. Sel-sel ini berisikan kelompok-kelompok protein yang
disebut kristalin.
Lensa ditahan pada tempatnya oleh zonula yang tertanam satu sisi pada simpai lensa dan
sisi lain pada korpus siliaris. Sistem ini penting untuk proses akomodasi, yang dapat
memfokuskan objek dekat dan jauh dengan mengubah kelengkungan lensa. Jadi bila mata
sedang beristirahat, lensa tetap diregangkan oleh zonula menurut bidang tegak lurus pada
sumbu optic. Agar dapat memfokus benda dekat, muskulus siliaris berkontraksi, berakibat
tertariknya koroid serta korpus siliaris ke depan. Ketegangan yang dibuat zonula dihilangkan
dan lensa menebal sehingga mempertahankan objek pada focus.

4. PEMERIKSAAN MATA
Dalam skenario 2 ini, ada beberapa pemeriksaan mata yang dilakukan, antara lain:

a. Fluoresin Test

Fluoresin adalah bahan yang berwarna jingga merah yang bila disinari gelombang biru
akan memberikan gelombang hijau. Bahan larutan ini dipakai untuk melihat
terdapatnya defek epitel kornea, fistel kornea, atau yang disuntikkan intravena untuk
dibuat foto pembuluh darah retina (Ilyas, 2009). Cara pemeriksaan ini adalah dengan
meletakkan fluoresin strip pada fornix atau fluoresin 2% tetes mata. Apabila terdapat
warna hijau pada kornea  fluoresin test (+), yang artinya terdapat defek pada epitel
kornea, dapat dalam bentuk erosi kornea atau infiltrat (Hendrawati, 2008).

b. Uji Papan Placido

Papan placido (keratoskop placido) merupakan papan yang mempunyai gambaran


garis hitam melingkar konsentris dengan lobang kecil pada bagian sentralnya. Bila
pada kornea pasien yang membelakangi sumber sinar atau jendela, diproyeksikan sinar
gambaran lingkaran placido yang berasal dari papan lempeng placido, maka akan
terlihat keadaan permukaan kornea (Ilyas, 2009). Interpretasi hasil pemeriksaan ini
adalah sbb:

• Normalnya akan terlihat gambaran garis plasido yang melingkar konsentris,


permukaan kornea licin dan regular.

• Jika terlihat garis yang melingkar lonjong/oval menunjukkan adanya astigmat


kornea.

• Garis lingkaran yang tidak beraturan menunjukkan adanya astigmat irregular


akibat adanya infiltrat atau sikatrik kornea.

• Garis lingkaran yang kurang jelas mengindikasikan adanya edema kornea


(Hendrawati, 2008).

c. Pemeriksaan Biomicroscop Slitlamp

Pemeriksaan Biomikroskop (Slitlamp) penting untuk mengetahui segmen


anterior dan posterior mata secara detail. Pemeriksaan ini juga dapat mendeteksi
berbagai kondisi abnormal mata, seperti degenerasi macula, retinopati diabetic, ulkus
retina, dan katarak. Biomicroscop Slitlamp merupakan satu bagian dari diafragma
yang terdiri dari celah, dimaksudkan agar sinar datang dari sumber cahaya yang kuat
dapat diproyeksikan ke dalam mata. Ini memberikan penerangan kuat sehingga
penelitian mikroskopik dapat dibuat dari konjungtiva, kornea, iris, lensa, dan badan
kaca (Dorland, 2006). Pemeriksaan ini akan lebih sempurna bila dilakukan di dalam
ruangan yang digelapkan.

5. GLAUKOMA SUDUT TERTUTUP


a. Definisi
Kelainan pada mata, dimana ditemukan kenaikan tekanan bola mata yang sudah
menyebabkan kerusakan atau kelainan pada discus optikus dan lapangan pandang atau yojana
penglihatan disertai pula sudut bilik mata depan yang tertutup dan biasanya disertai dengan
mata merah.
b. Etiologi
Dapat terjadi primer, yaitu timbul pada mata yang memiliki bakat bawaan berupa sudut bilik
mata depan yang sempit pada kedua mata, atau secara sekunder sebagai akibat penyakit mata
lain. Yang paling banyak dijumpai adalah bentuk primer, menyerang pasien usia 40 tahun
atau lebih.
c. Faktor Pencetus
 Pupillary block
Lensa yang terlalu dekat dengan iris  bilik mata depan menjadi dangkal  terjadi
hambatan aliran aquosus humour dari bilik mata belakang ke depan  meningkatnya
tekanan di bilik mata belakang.
 Akomodasi
Kontraksi M. Ciliaris menebalkan corpus ciliaris, mendesak iris ke depan sehingga
angulus menjadi sempit bahkan tertutup.
 Pupil Mid-dilatasi
Iris bagian tepi menebal, menyebabkan sudut bilik depan semakin sempit hingga
tertutup.
 Peningkatan produksi aquosus humour mendadak.
d. Faktor Pre-disposisi
 Sumbu bola maa pendek atau sudut bilik mata sempit
 Lensa yang membesar secara kontinyu
 Ukuran kornea kecil
 Stroma iris tebal
 Umur diatas 40 tahun
e. Gejala Klinik
 Prodorma
- Pandangan kabur
- Halo vision
- Sakit kepala di sebelah mata yang bersangkutan
- Nyeri bola mata.
Gejala diatas biasanya timbul intermitten, dapat hilang setelah tidur sejenak.
Keadaan ini dapat dijelaskan karena waktu tidur terjadi miosis pada pupil, sehingga
sudut bilik mata depan dapat terbuka kembali dan aquosus humour dapat mengalir
kembali. Pada pemeriksaan fase ini akan didapatkan:
- hiperemi perikorneal ringan
- kornea suram karena edema
- bilik mata depan agak dangkal
- pupil sedikit melebat
- tekanan intra okuler meninggi.
 Glaukoma Kongestif Akut
Pada fase ini terjadi penutupan seluruhnya dari angulus iridocornealis yang sudah
tidak akan membuka kembali dengan tekanan intraokular yang meningkat terus.
Dalam pemeriksaan akan didapatkan:
- Tekanan intra okuler yang sangat tinggi
- Kelopak mata bengkak
- Konjungtiva bulbi yang sangat hiperemik
- Injeksi siliar
- Kornea suram
- Bilik mata depan dangkal, karena edema processus Cilliaris yang mendesak
iris dan lensa ke depan.
- Pupil melebar dengan refleks pupil lambat atau tidak ada, hal ini diakibatkan
oleh paralysis M. Sphincter pupil karena tekanan intraokuler yang menunggi.
- Tajam penglihatan menurun sampai hitungan jari.
f. Pemeriksaan Penunjang
Pengukuran dengan tonometri Schiotz menunjukkan peningkatan tekanan.
Perimetri, Gonioskopi, dan Tonografi dilakukan setelah edema kornea menghilang.
g. Penatalaksanaan
Penderita dirawat dan dipersiapkan untuk operasi. Dievaluasi tekanan intraokuler
(TIO) dan keadaan mata. Bila TIO tetap tidak turun, lakukan operasi segera. Sebelumnya,
untuk persiapan pembedahan, diberikan terapi medikamentosa untuk memperkecil prolaps iris
dan menghindari perdarahan selama operasi. Obat-obat yang dapat dipakai diantaranya;
miotika, sistemik carbonic-anhydrase-inhibitors, hyper-osmotic agent, anti emetik maupun
analgetik. Jenis operasi, iridektomi atau filtrasi, ditentukan berdasarkan hasil pemeriksaab
gonoskopi setelah pengobatan medikamentosa.

6. ULKUS KORNEA

a. Definisi
Ulkus (tukak) kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea akibat jaringan
kornea. (Sidharta.2006). Terjadinya ulkus kornea biasanya didahului oleh faktor pencetus
yaitu rusaknya sistem barier epitel kornea seperti

 Trikiasis (kelainan pada bulu mata) dan sistem air mata (insufisiensi ,
sumbatan)
 Faktor eksternal : luka kornea karena trauma, lensa kontak, luka bakar di muka
 Kelainan-kelainan kornea : edema kornea kronik, exposure keratitis, keratitis
defisiensi vitamin A, keratitis superfisialis virus, keratitis neuroparalitik.
 Kelainan-kelainan sistemik : malnutrisi, alkoholisme, sindrom Stevens-Johson,
sindrom defisiensi imun.
 Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun : kortikosteroid, IDU
(Idoxyuridine), anastetik lokal, dan golongan imunosupresif
b. Etiologi
Ulkus pada kornea terbentuk oleh adanya kolagenase yang dibentuk oleh sel epitel baru
dan sel radang. Secara etiologik, ulkus kornea dapat disebabkan oleh

 Bakteri : Streptococcus, Pneumococcus.


 Virus : herpes simpleks, herpes zooster, vaksinia, variola
 Jamur : Golongan kandida, fusarium, aspergilus, sefalosporium.
 Reaksi hipersensitivitas : terhadap stafilococcus, TBC, alergen yang tidak
diketahui.
Pada tukak kornea yang disebabkan jamur dan bakteri akan terdapat defek epitel yang
dikelilingi leukosit polimorfonuklear. Bila disebabkan virus, akan terlihat reaksi
hipersensitivitas di sekitarnya.
c. Klasifikasi
 Sentral
Merupakan peradangan kornea bagian perifer, terdapat daerah jernih antara limbus
kornea dengan tempat kelainannya. Sumbu memanjang daerah peradangan sejajar dengan
limbus kornea. Diduga merupakan suatu reaksi hipersensitivitas terhadap eksotoksin
stafilococcus.. Biasanya bersifat rekuren dengan kemungkinan terdapatnya Sterptococcus
pneumonie, Hemophilus aegepty, Moraxella lacunata, dan Eschericia
Infiltrat dan tukak diduga merupakan timbunan kompleks antigen-antibodi. Secara
histopatologik terlihat sebagai ulkus atau abses yang epitelial atau subepitelial.
Penglihatan pasien dengan tukak marginal akan turun disertai dengan rasa sakit, fotofobia
dan lakrimasi.
Pengobatan berupa pemberian antibiotik dengan steroid lokal sesudah kemungkinan
infeksi virus herpes simpleks dihilangkan. Pemberian steroid sebaiknya dalam waktu
yang singkat disertai pemberian vitamin B dan C dosis tinggi.

 Marginal (Perifer)
Etiologi ulkus sentral biasanya bakteri (pseudomonas, pneumokok, moraxella
liquefaciens, streptokok beta hemolitik, klebsiella pneumoni, Eschericia coli, proteus),
virus (herpes sipleks, herpes zooster), jamur (kandida albikans, fusarium solani, spesies
nokardia, sefalosporium, aspergilus).
Faktor predisposisi terjadinya tukak kornea : erosi kornea, keratitis neurotrofik,
pemakai kortikosteroid atau imunosupresif, pemakai obat lokal anestetika, pemakai I.D.U,
pasien diabetes melitus dan ketuaan.
7. UVEITIS
Uvea termasuk 3 bagian pada mata, yaitu iris, corpus siliaris dan koroid. Sehingga uveitis
berarti peradangan yang terjadi baik pada salah satu bagian uvea atau lebih. Penyakit
peradangan uvealis umumnya unilateral dan pada usia dewasa muda atau pertengahan.
Berdasarkan patologi dibedakan menjadi:
 uveitis non-granulomatosa (non-infeksius)
Merupakan jenis uveitis tersering dan umumnya tidak dapat ditemukan mikroorganisme
patogen dan berespon baik terhadap terapi kortikosteroid. Ada dugaan bahwa yang
mendasari terjadinya penyakit ini oleh karena reaksi hipersensitivitas. Peradangan sering
timbul pada bagian anterior traktus uvealis yaitu iris dan corpus silier (atau salah satu).
Ditandai dengan ditemukannya infiltrasi banyak sel-sel limfosit dan sel plasma serta sedikit
sel PMN. Pada kasus berat dapat ditemukan bekuan fibrin besar atau hipopion di dalam
COA.
Berdasarkan tanda dan gejala maka onsetnya khas akut, sakit, injeksi, fotofobia, dan
penglihatan kabur. Kemerahan sirkum korneal terjadi akibat dilatasi pembuluh-pembuluh
darah limbus. Deposit putih halus (presipitat, keratik) dilihat dengan slit-lamp atau lup.pupil
mungkin mengecil (sinekia posterior  bentuk tak teratur) dan ada kumpulan fibrin dan
seldi COA.
 uveitis granulomatosa (Infeksius)
Pada jenis ini peradangan terjadi akan mengikuti invasi mikroba aktif ke jaringan
organisme penyebab (misalnya Mycobacterium tuberculosis, toxoplasma gondii).
Organisme patogen umunya sulit ditemukan. Bagian yang sering terkena adalah daerah
posterior yaitu pada koroid, bahkan dapat juga menyebabkan infeksi sekunder ke retina (bisa
terjadi uveitis anterior, posterior atau keduanya). Pada daerah peradangan terdapat sel-sel
epitelial, makrofag yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit. Onsetnya tidak jelas, penglihatan
berangsur kabur dan mata memerah difus di daerah sirkumkornea. Pupil mengecil tidak
teratur karena bentukan sinekia posterior. Dengan slitlamp tampak KP ”mutton fat” di
permukaan posterior kornea, kemerahan (flare) dan sel-sel di COA dan nodus di tepian pupil
iris. (Hodge, 2000)

Berdasarkan lokasi radang dibedakan menjadi:


 Uveitis Anterior
Bagian yang mungkin meradang adalah iris dan corpus siliaris. Penyebabnya antara lain:
autoimun (artritis reumatoid juvenils, spondilitis ankilosa, sindrom reiter, dsb), infeksi
(sifilis, TBC, Herpes zooster, dsb), keganasan (sindrom masquerade- Retinoblastoma,
Leukemia, Limfoma, Melanoma maligna) dan lain-lain (yaitu Idiopatik, trauma, ablatio
retina, dsb).
Umumnya pada pemeriksaan mata tampak gejala : Fotofobia, Nyeri, Mata merah, Visus
turun, Lakrimasi serta tanda-tanda: injeksi perikornea, presipitat keratik, nodul iris, sel
aquos, flare atau sel vitreus anterior. Komplikasi umum adalah katarak, glaukoma, sinekia
anterior dan sinekia posterior.
 Uveitis Intermedia
Yaitu bentuk peradangan yang tidak mengenai pars anterior atau posterior secara
langsung. Melainkan mengenai pars intermedia mata. Penyebabnya tidak diketahui dan
umumnya terjadi pada dewasa muda dengan keluhan tampak ”bintik-bintik mengapung” di
penglihatannya. Tidaka ada rasa sakit, kemerahan maupun fotofobia. Melalui pemeriksaan
mata dengan oftalmoskop dapat dilihat vitreus yang keruh dan menutupipars plana inferior.
Sebagian besar menunjukkan vaskulitis yaitu tampak selubung perivaskuler pada pembuluh
retina. Penyakit ini berangsur membaik 5-10 tahun.
 Uveitis Poterior
Bagian yang meradang adalah koroid ke belakang. Penyebabnya antara lain: penyakit
infeksi (misalnya oleh karena virus: CMV, Herpes, Rubella; bakteri: TBC, sifilis,
brucellosis; Fungus: candida, aspergillus; parasit: toxoplasma), penyakit non-infeksi seperti:
autoimun (Behcet disease, sindrom Vogt-Koyanagi-Harada) keganasan (sarkoma sel
retikulum, melanoma maligna), dan etiologi yang tidak diketahui (seperti sarkoidosis,
koroiditis geografik, retinopati birdshot). Kebanyakan kasus uveitis posterior berhubungan
dengan penyakit sistemik, dan menegakkan etiologinya berdasarkan pada: a) morfologi lesi;
b) kronologis penyakit; c) hubungannya dengan penyakit sistemik.
Tanda dan gejalanya adalah: lesi di segmen posterior, kekeruhan vitreus, injeksi mata, rasa
sakit, penurunan penglihatan tiba-tiba, hipopion (ada pus di COA), pembentukan granuloma,
terjadi glaukoma, viritis, vaskulitis, hemoragi retina dan parut lama.
 Uveitis Difus
Yaitu kondisi di mana terdapat infiltrasi sel yang merata dari semua unsur di selurug
traktus uvealis (iris, corpus siliaris, dan koroid). Penyebabnya antara lain: sarkoidosis, TBC,
sifilis, Behcet disease, sindrom Vogt-Koyanagi-Harada, benda asing intraokuler. Gejala dan
tanda umumnya gabungan dari uveitis anterior, intermedia dan posterior.
(Hodge, 2000; Wibawati, 2009)
Penegakkan diagnosis melalui pemeriksaan penunjang dengan biopsi kulit dan
pemeriksaan mikroskopik, tes laboratorium, uji serolgi (tes imunologi, ELISA, dsb), uji LED,
dan sebagainya untuk menemukan tanda-tanda infeksi dan adanya organisme patogen.
Terapi uveitis tergantung dari berat manifestasinya. Biasanya digunakan cotrimoksasol :
960 mg, 2 kali, selama 4–6 minggu dikombinasi dengan clindamisin atau azitrhomycin 500
mg / hari, selama 3 hari. Terapi kombinasi pada uveitis bertujuan mencegah penyulit lebih
lanjut yang membahayakan tajam penglihatan pasien, yaitu dengan: midriatikum-sikloplegik,
steroid, NSAID, Immunosupresan dan antibiotik/anti virus (uveitis infeksius).
Sedangkan penyulit yang dapat terjadi antara lain: keratopati pita (band keratopathy),
katarak, glaukoma, hipotoni, edema makula kistoid, kekeruhan vitreus, ablatio retina,
neovaskularisasi retina/koroid, endoftalmitis dan ptisis bulbi. (Hodge, 2000; Wibawati, 2009)

8. KERATITIS
Adalah proses terjadinya radang pada kornea. Keratitis dapat disebabkan oleh berbagai
hal seperti kurangnya air mata, keracunan obat, reaksi alergi terhadap yang diberi topical, dan
reaksi terhadap konjungtivitis menahun.
Keratitis adalah salah satu diagnosis banding timbulnya keluhan mata merah dengan
penglihatan turun mendadak.
- Klasifikasi berdasarkan lapisan kornea yang terkena :
• Superfisial
• Profunda (interstitialis/ Parenchymatosa)
- Klasifikasi berdasar letak pupil :
• Sentral
• Parasentral
• Marginal
KERATITIS SUPERFISIALIS
Bentuk-bentuk klinis :
• Keratitis pungtata superfisialis
• Keratitis flikten
• Keratitis sika
• Keratitis lepra/neuro paralitik
• Keratifis nummularis
KERATITIS PROFUNDA
Bentuk-bentuk klinis
• Keratitis intersisial Luetik

Adapun ringkasan gejala obyektif pada glaucoma, uveitis, dan keratitis adalah sebagai
berikut :

Gejala subyektif Galukoma Akut Uveitis Akut Keratitis Akut


1) Injeksi Siliar + ++ +++
2) Injeksi ++ ++ ++
Konjungtiva
3) Kekeruhan +++ - +/+++
kornea
4) Kelainan Midriasis non-reaktif Miosis irreguler Normal/miosis
pupil

5) Kedalaman Dangkal Normal N


BMD
6) Tekanan Tinggi Rendah Normal
intraokular
7) Sekret - - -
8) Kelenjar pre- - - -
aurikular

(Sidharta, 2009)

BAB III
PEMBAHASAN

Berdasarkan anamnesis, hasil pemeriksaan fisik dan penunjang, penulis menduga bahwa
gejala dan tanda yang terdapat pada penderita berhubungan satu sama lain. Gejala dan tanda
pada mata kanan lebih mengarah pada glaukoma akut. Sedangkan gejala dan tanda pada mata
kiri mengarah pada uveitis anterior. Berikut ini adalah penjelasan lebih lanjut mengenai
patogenesis dan patofisiologi masing-masing gejala.
Bila seorang penderita datang dengan keluhan mata merah disertai penurunan visus
mendadak, maka diagnosa bandingnya antara lain keratitis, ulkus kornea, glaukoma akut, dan
uveitis. Adanya rasa nyeri di sekitar bola mata dan pembengkakan palpebra dapat merupakan
indikator bahwa telah terjadi inflamasi (Ilyas, 2009).
Selain oleh keluhan utama, dugaan terjadi glaukoma akut juga ditunjang oleh hasil
pemeriksaan TIO yang sangat tinggi yaitu 45 mmHg (normal: 10-22 mmHg). Glaukoma akut
biasanya bersifat unilateral. Penyebab glaukoma akut (glaukoma primer sudut tertutup) belum
diketahui, tetapi orang-orang dengan sudut bilik mata sempit berisiko besar terkena penyakit
ini. Usia penderita (65 tahun) merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya glaukoma
akut. Hal itu disebabkan oleh pada usia di atas 40 tahun, orang cenderung menderita
hipermetropi. Itu berarti bulbus oculi makin pendek sehingga COA (camera oculi
anterior/anterior chamber) menjadi dangkal. Semakin berat hipermetrop maka COA
semakin dangkal sehingga sudut bilik mata juga makin sempit. Pada sudut bilik mata yang
sempit, lensa terletak lebih dekat ke iris sehingga aliran humor aqueos dari COP (camera oculi
posterior) ke COA terhambat (hambatan pupil). Hal tersebut menyebabkan tekanan di COP
meningkat dan mendorong iris ke depan. Dorongan iris pada sudut bilik mata yang sudah
sempit menyebabkan penutupan trabekula Meshwork dan kanalis Schlemm oleh akar iris.
Akibatnya aliran humor aqueos terhambat dan TIO makin meninggi. Peningkatan TIO
mendadak akan disertai rasa sakit dan penurunan visus yang tiba-tiba. Selain itu juga
terdapat tanda-tanda kongesti seperti mata merah dan palpebra bengkak. Sebelum mendapat
serangan akut, penderita akan mengalami serangan prodorma (meskipun tidak selalu). Fase
prodorma/fase nonkongestif ditandai oleh penglihatan kabur, melihat halo (gambaran pelangi)
disertai sakit kepala, sakit pada mata, dan kelemahan akomodasi. Serangan terjadi selama ½-2
jam dan setelah itu keluhan biasanya hilang kecuali penurunan visus. Itulah yang
menyebabkan penderita glaukoma akut sering berganti kacamata. Stadium kongestif/fase
glaukoma akut menyebabkan visus cepat menurun, nyeri hebat di dalam mata yang menjalar
sepanjang nervus trigeminus (N. V), sakit kepala, muntah, nausea, dan tampak pelangi di
sekitar lampu. Pada pemeriksaan, palpebra tampak edema dan mata terlihat merah
(hiperemia kongestif) akibat kemosis, injeksi silier, injeksi konjungtiva, dan injeksi sclera.
TIO yang makin meninggi akan mendorong kornea sehingga kornea menjadi edema. Kornea
yang edema akan mengganggu refraksi cahaya sehingga terjadi gambaran halo (gambaran
pelangi di sekitar lampu). Selain itu, pupil tampak mid dilatasi bahkan midriasis total
dengan reflek cahaya yang lamban atau tidak ada sama sekali. Keadaan tersebut berbaya
karena mid dilatasi pupil menyebabkan trabekula Meshwork dan kanalis Schlemm makin
tertutup. Itu artinya TIO akan semakin tinggi (Wijaya, 2003; Zunilda, 2007).
Seperti yang sudah disebutkan di atas bahwa pada mata kiri terjadi uveitis. Uveitis
biasanya unilateral dan dapat disebabkan oleh efek langsung infeksi atau reaksi alergi.
Namun, penyebab uveitis tidak dapat diketahui hanya dengan melihat gambaran klinisnya.
Infeksi piogenik biasanya mengikuti trauma tembus oculi. Penulis menduga pada awalnya
terjadi trauma pada kornea. Karena kornea bersifat avaskuler, wandering cells dan sel-sel
pada stromalah yang befungsi sebagai makrofag. Setelah itu terjadi dilatasi pembuluh darah di
limbus yang tampak sebagai injeksi perikornea. Kemudian terjadi infiltrasi sel-sel PMN yang
menyebabkan timbulnya infiltrat yang tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh, batas
tidak jelas, dan permukaan tidak licin (tampak pada uji placido). Lama-kelamaan epitel
menjadi rusak dan terjadi ulkus kornea. Lebar dan dalam ulkus diukur dengan tes fluoresen,
yaitu dengan memasukkan kertas yang mengandung fluoresen steril ke dalam saccus
konjungtiva inferior (sebelumnya diberi anestesi lokal dahulu). Kemudian pasien disuruh
mengedip beberapa waktu dan kertas fluoresinnya dicabut. Daerah ulkus memberikan warna
hijau. Pada peradangan hebat tanpa perforasi, toksin peradangan kornea sampai ke iris dan
badan siliar melalui membran Descement sehingga iris dan badan siliar meradang
(iridosiklitis). Peradangan iris dan badan siliar merusak Blood Aqueos Barrier sehingga
terjadi peningkatan protein, fibrin, dan sel-sel radang dalam humor aqueos yang pada
pemeriksaan biomicroscop slitlamp tampak sebagai flare dan cell. Pada awalnya fibrin
bertujuan untuk menghambat gerakan kuman, tetapi justru akhirnya menyebabkan perlekatan
iris ke permukaan lensa (sinekia posterior). Adanya peradangan merangsang otot sphincter
pupil berkontraksi sehingga terjadi miosis. Kombinasi miosis dengan timbunan fibrin
menyebabkan seklusio maupun oklusio. Seklusio dan oklusio pupil total menyebabkan cairan
di COP tidak dapat mengalir sama sekali ke COA. Akibatnya tekanan bilik mata belakang
lebih besar dari bilik mata depan dan iris terdorong ke depan (iris bombe). Selain itu juga
terjadi hipofungsi badan siliar sehingga produki aqueous humor menurun. Itu artinya TIO
juga menurun. Naik turunnya TIO juga dipengaruhi oleh asetilkolin dan prostaglandin
(Perdami, 2002; Wijaya, 2003; Ilyas, 2009).
Penatalaksanaan untuk glaukoma akut meliputi terapi medikamentosa dan operatif. Terapi
medikamentosa bertujuan untuk memperkecil prolaps iris dan menghindari perdarahan selama
operasi. Beberapa obat yang dapat diberikan antara lain miotika, systemic carbonic anhydrase
inhibitors, hyperosmotic agent, antiemetik, dan analgetik (demerol, pethidine, dan morphine).
Terapi operatif bertujuan melepas hubungan iris dan trabekula meshwork. Tindakan ini harus
dilakukan secepatnya pada kedua mata karena kecenderungan mata kontralateral untuk
terkena glaukoma pada 5 tahun mendatang sekitar 60-70%. Penatalaksanaan untuk uveitis
anterior antara lain sulfas atropin 1% sebagai midriatikum. Hal yang perlu diingat adalah
midriasis menghambat outflow humor aqueous sehingga menimbulkan serangan glaukoma.
Bila terjadi glaukoma, pemberian atropin dikombinasikan dengan diamox. Midriatitkum yang
lebih kuat adalah sol sulfas atropin 1% + kokain 5% atau injeksi subkonjungtival atropin atau
adrenalin 1 ‰. Tetes mata steroid diberikan 4-6x/hari tergantung berat penyakit. Antibiotik
diberikan bila mikroorganisme penyebab diketahui (Perdami, 2002; Soeroso, 2009).

BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
a. Pasien dalam skenario menderita glaukoma akut (pada mata kanan) dan
uveitis anterior (pada mata kiri).
b. Usia pasien (65 tahun) merupakan faktor risiko terjadinya glaukoma akut
karena bulbus oculi yang lebih pendek.
c. Penatalaksanaan glaukoma akut meliputi terapi medikamentosa dan operatif.
Untuk uveitis anterior dapat diberikan midriatikum, tetes mata steroid, dan antibiotik
bila mikroorganisme penyebab telah diketahui.

B. Saran
a. Tindakan operatif pada mata kontralateral (yang saat ini tidak terkena
glaukoma akut) harus dilakukan secepatnya karena kecenderungan mata kontralateral
untuk terkena glaukoma pada 5 tahun mendatang sekitar 60-70%.
b. Dokter harus mewaspadai serangan glaukoma dalam penggunaan midriatikum
(sulfas atropin) pada terapi uveitis anterior.
DAFTAR PUSTAKA

 Ilyas, Sidharta, Prof, dr. H. Sp.M. 2009. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: FKUI.

 Arif Mansjoer. dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius, FK-UI, 2001

 Dorland. 2006. Kamus Kedokteran Edisi 29. Jakarta: EGC.


 Guyton, A. C., J. E. Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC.

 Hendrawati, Rita, dr. Sp.M. 2008. Pemeriksaan Mata dalam CatKul MATA Smt8.

Surakarta: FKUNS.

 Hodge, William G. 2000. Traktus Uvealis dan Sklera In: Vaughan, Daniel G [et. al].

2000. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Widya medika, Jakarta. Pp: 155-167

 Ilyas, Sidharta, Prof, dr. H. Sp.M. 2009. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: FKUI.

 Perdami. 2002. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Sagung Seto.

 Soeroso, Admadi. 2009. Glaukoma. Disampaikan pada Kuliah KBK Blok Mata

Semester V. Surakarta: FK UNS.

 Wibawati, Hilda. 2009. Disampaikan pada Kuliah Uveitis Blok Mata Semester V

Fakultas Kedokteran UNS tanggal 20 oktober 2009

 Wijaya, Nana. 2003. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta:

Anda mungkin juga menyukai