Sejarah Indonesia
Sejarah Indonesia
Sejarah Indonesia
HABIBIE
Setelah Presiden Soeharto menyatakan berhenti dari jabtan sebgai Presiden Republik
Indonesia pada 21 Mei 1998, pada hari itu juga Wakil presiden B.J. Habibie di lantik menjadi
presiden RI ketiga di bawa pimpinan Mahkama Agung di istana Negara. Dasar hukum
mengatakan Habibie adalah berdasarkan TAP MPR No. VII/MPR/1973 yang berisi “jika Presiden
berhalangan, maka wakil Presiden di tetapkan menjadi Presiden .”
Ketika Habibie naik sebagai Presiden, indonesia sedang mengalami krisis ekonomi
terburuk da;am wktu 30 tahun terakhir, di sebabkan oleh krisis mata uang yang di dorong oleh
hutang luar negri yangb luar biasa besar sehingga menurunkan nilai rupiah menjadi seperempat
dari nilai tahun 1997. Krisis yang telah menimbulkan kebangrutan teknis terhadap sektor
industri dan manufaktur serta faktor finansial yang hampir ambruk, diperparah oleh musim
kemarau panjang yang di sebabkan oleh badai El Nino, yang mengakibatkan turunnya produksi
beras.
Pengunduran diri Soeharto telah membebaskan energi sosial dan politik serta frustasi
akibat tertekan selama 32 tahun terakhir, menciptakan perasaan senang secara umum akan
kemungkinan politik yang sekarang tampak seperti terjangkau. Kalangan mahasiswa dan
kelompok-kelompok pro demokrasi menuntut adanya demokratisasi sistem politik segera
terjadi,meminta pilihan umum segera di lakukan untuk memilih anggota parlemen dan PMR,
yang dapat memilih Presiden baru dan wakil dan wakil Presiden. Di samping tuntutan untuk
menyelenggarakan pemilihan umum secepat mungkin, pemerintah juga berda di bawa tekanan
kuat untuk menghapus korupsi, kolusi dan nepotisme yang menandai Orde Baru.
Tugas yang diembang oleh Presiden B.J. Hbibie adalah memimpin pemerintah
transisiuntuk menyiapkan dan melaksankan agenda reformasi yang menyeluruh dan mendasar,
serta sesegera mungkin mengatasi kemelut yang sedang terjadi. Nainya B.J. Habibie ke
singgasana kepemimpinan nasional di ibaratkan menduduki puncak gunungki puncak Gunung
Merapi yang siap meletus kapan saja. Gunung itu akan meletus jika berbagai persoalan politik,
sosial dan psikologis, yang merupakan warisan pemerintah lama tidak diatasi dengan segera.
Menjawab keritik-keritik atas dirinya yang di nilai sebagai orang tidak tepat mengenai
keadaan Indonesia yang sedang di landa krisis yang luar biasa. B.J. Habibie berkali-kali
menegaskan tentang komitmenya untuk melakukan reformasi di bidang politik, hukum dan
ekonomi. Secara tegas Habibie menyatakan bahwa kedudukan sebagi Presiden adalah sebuah
amanat konstitusi. Dalam menjalankan tugasnya ini ia berjanji akan menyusun pemerintahan
yang bertanggung jawab sesuai dengan tuntutan perubahan yang digulirkan oleh gerakan
reformasi tahun 1998. Pemerintahannya akan menjalankan reformasi secara bertahapdan
konstitutisional serta komitmen terhadap aspirasi rakyat untuk memulihkan kehidupan politik
yang demokratis dan meningkatkan kepastian hukum.
Diberlakunya otonomi daerah yang lebih demokratis dan semakin luas. Dengan
kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah serta perimbangan keuangan
antara pusat dan daerah, diharapkan akan meminimalkan ancaman disintegrasi
bangsa. Otonomi daerah di tetapkan melalui ketetapan MPR No. XV/MPR/1998.
Kebebasan berpolitik dilakukan dengan pencabutan pembatasan partai politik.
Sebelumnya, dengan adanya kebebasan untuk mendirikan partai politik, pada
pertengahan bulan Oktober 1998 sudah tercatat sebanyak 80 partai poliyik di
bentuk. Menjelang pemilihan umum, partai politik yang terdaftar mencapai 141
partai. Setelah diverifikasi oleh Komisi pemilihan Umum, menjadi sebanyak 95
partai, dan yang berhak mengikuti pemilihan umum sebanyak 48 partai saja.
Dalam hal kebebasan berpolitik, pemerintah juga telah mencabut larangan
mengeluarkan pendapat, berserikat, dan mengadakan rapat umum.
Pencabutan ketetapan untuk meminta surat izin Terbit (SIT) bagi media massa
cetak tidak lagi khawatir diberedel melalui mekanisme pencabutan surat izin
Terbit. Hal penting lainnya dalam kebebasan mengeluarkan pendapat bagi
pekerja media massa adalah diberi kebebasan untuk mendirikan kebebasan
untuk mendirikan organisasi-organisasi profesi. Pada era Soeharto, para
wartawan diwajibkan menjadi anggota satu-satunya organisasi persatuan
wartawan yang dibentuk oleh pemerintah. Sehingga merasa selalu merasa di
kontrol dan di kendalikan oleh pemerintah.
Dalam hal menghindari munculnya penguasa otoriter dengan masa kekuasaan
yang tidak terbatas, diberlakukan pembatasan masa jabatan Presiden. Seorang
warga negara Indonesia dibatasi menjadi presiden sebanyak dua kali masa
jabatan saja.
Sesuai dengan Tap MPR tentang poko-poko reformasi yang menetapkan dua
arah kebijakan poko di bidang ekonomi, yaitu pengeluaran kerisis ekonomi dengan
sasaran terkendalinya nilai rupiah dan tersedianya kebutuhan bahan pokok dan obat-
obatan dengan harga terjangkau, serta berputarnya roda prekonomian nasional, dan
pelaksanaan reformasi ekonomi.