Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

HAK CIPTA

ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI

Oleh:
ZULKARNAIN HABIBI
10.02.2.1759

UNIVERSITASSAMUDR

AFAKULTASEKONOMIJ

URUSANPEMBANGUNA

NLANGSA

2015
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Puji dan syukur, kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena rahmat-
Nya, kami dapat menyelesaikan makalah Aspek Hukum Dalam Ekonomi ini. Selain sebagai
tugas, makalah yang kami buat ini bertujuan memberi informasi kepada para pembaca
tentang “Hak Cipta”.
Pembuatan penyusunan makalah dengan materi “Hak Cipta” diharapkan dapat
memberikan manfaat & wawasan pengetahuan bagi rekan-rekan mahasiswa juga para
pembaca untuk lebih memahami materi mengenai hak cipta.
Kami menyadari banyak hambatan dalam penyusunan makalah ini, baik itu masalah
waktu, sarana, dan lain sebagainya. Selesainya makalah ini semata-mata bukan hanya atas
kemampuan kami sendiri, tetapi banyak pihak yang mendukung dan membantu kami dalam
penyusunan makalah ini. Dalam kesempatan ini pula, kami mengucapkan terima kasih
kepada pihak-pihak yang telah membantu kami dalam penyusunan makalah ini.
Kami berharap agar makalah ini berguna bagi para pembaca, agar lebih
meningkatkan kesadaran untuk menghargai hasil karya cipta seseorang dan benar-benar
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan
makalah ini terdapat banyak kesalahan. Oleh sebab itu, kritik dan saran yang membangun
sangat kami butuhkan agar di masa yang akan datang, kami bisa lebih baik lagi.

Idi, 22 Desember 2015


Penyusun

ZULKARNAIN HABIBI

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................. i
DAFTAR ISI .............................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ 1

1.1. Latar Belakang............................................................................................ 1

1.2. Rumusan Masalah...................................................................................... 1


1.3. Tujuan Penulisan ........................................................................................ 2
1.4. Metode Penelitian ....................................................................................... 2
1.5. Sistematika Penulisan................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................... 4

2.1. Pengertian Hak Cipta.................................................................................. 4

2.2. Istilah-istilah dalam Hak Cipta..................................................................... 4


2.3. Pengaturan Tentang Hak Cipta................................................................... 5
2.4. Undang-undang Hak Cipta.......................................................................... 8
2.5. Prosedur Pendaftaran Hak Cipta ................................................................ 8
2.6. Jangka Waktu Perlindungan Hak Cipta....................................................... 8
2.7. Pengelompokan Jenis Ciptaan ................................................................... 9
2.8. Pelanggaran Hak Cipta............................................................................... 10
BAB III PEMBAHASAN.......................................................................................... 16

3.1. Kasus Pembajakan Software ...................................................................... 16

3.2. Kasus Pembajakan Buku............................................................................ 17


3.3. Kasus Peniruan Motif Batik ......................................................................... 18
BAB IV PENUTUP .................................................................................................. 19

4.1. Kesimpulan................................................................................................. 19
4.2. Saran.......................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 21

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Begitu banyaknya kasus pelanggaran hak cipta yang terjadi di Indonesia, tentunya
merupakan suatu hal yang meresahkan para pencipta suatu karya. Suatu bentuk kreativitas
seseorang yang harusnya dihargai, justru dijadikan sebagai kesempatan untuk mencari
keuntungan bagi berbagai pihak yang tidak bertanggung jawab.
Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman etnik/suku bangsa dan
budaya serta kekayaan di bidang seni dan sastra dengan pengembangan-
pengembangannya yang memerlukan perlindungan hak cipta terhadap kekayaan intelektual
yang lahir dari keanekaragaman tersebut. perkembangan di bidang perdagangan, industri,
dan investasi telah sedemikian pesat sehingga memerlukan peningkatan perlindungan bagi
pencipta dan pemilik hak terkait dengan tetap memperhatikan kepentingan masyarakat luas.
Melihat pemberitaan yang disampaikan oleh Vivanews pada tanggal 1 Mei 2012
menyatakan bahwa Amerika Serikat kembali menggolongkan Indonesia dalam daftar negara
yang sangat bermasalah dalam pelanggaran hak cipta atau kekayaan intelektual. Amerika
Serikat berkepentingan dalam penyusunan daftar ini mengingat sebagian besar ekspor
mereka terkait dengan hak cipta.
Amerika Serikat tahun ini, menggolongkan Indonesia dalam daftar "priority watch list"
untuk pelanggaran hak cipta. Daftar negara yang paling bermasalah dengan pelanggaran
hak cipta ini tidak berakibat munculnya sanksi. Namun, sekadar untuk membuat efek malu
bagi pemerintah negara yang bersangkutan untuk lebih giat lagi memberantas pembajakan
dan pemalsuan merek dagang serta memperbaiki penegakan hukum masing-masing di
bidang perlindungan kekayaan intelektual.
Indonesia yang sebenarnya memiliki banyak kreativitas daya cipta, memang tidak
terlepas dari adanya realita bahwa memang ada sebagian masyarakat yang memiliki mental
plagiatisme.
Semakin hari, kasus pelanggaran hak cipta di Indonesia, semakin meningkat. Kasus
ini harusnya dijadikan kasus utama yang harus segera diatasi, bukan dianggap sebagai
sesuatu yang tidak penting. Sebagian besar masyarakat mungkin tidak memandang hal ini
sebagai suatu masalah besar, sehingga masalah ini tidak segera diatasi dan memberikan
sanksi jera bagi si pelanggar hak cipta.
Atas pemikiran tersebut dan untuk memenuhi tugas mata kuliah Aspek Hukum dalam
Ekonomi, maka penulis menyusun makalah “Hak Cipta” ini, dengan memberikan penjelasan
mengenai berbagai hal yang menyangkut hak cipta, yang disertai dengan contoh kasus
pelanggaran hak cipta yang akan kami bahas.

1
1.2. RUMUSAN MASALAH

Permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah :


1.2.1. Apakah yang dimaksud dengan hak cipta?
1.2.2. Apa saja istilah-istilah dalam hak cipta?
1.2.3. Bagaimana pengaturan tentang hak cipta?
1.2.4. Undang-undang manakah yang menjadi Undang-Undang Hak Cipta?
1.2.5. Bagaimana prosedur pendaftaran hak cipta?
1.2.6. Berapa lama jangka waktu perlindungan hak cipta?
1.2.7. Bagaimana pengelompokan jenis ciptaan?
1.2.8. Apakah yang dimaksud dengan pelanggaran hak cipta?

1.3. TUJUAN PENULISAN

Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka tujuan yang hendak dicapai dalam
penulisan makalah ini adalah :
1.3.1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Aspek Hukum Dalam Ekonomi.
1.3.2. Untuk mengetahui pengertian hak cipta.
1.3.3. Untuk mengetahui istilah-istilah dalam hak cipta.
1.3.4. Untuk mengetahui tentang pengaturan tentang hak cipta.
1.3.5. Untuk mengetahui Undang-Undang Hak Cipta.
1.3.6. Untuk mengetahui prosedur pendaftaran hak cipta.
1.3.7. Untuk mengetahui jangka waktu perlindungan hak cipta.
1.3.8. Untuk mengetahui pengelompokan jenis ciptaan.
1.3.9. Untuk mengetahui pelanggaran hak cipta.

1.4. METODE PENELITIAN

Dalam penyusunan makalah ini, penulis menggunakan metode studi pustaka dalam
hal pengumpulan data sebagai sumber utama. Metode studi pustaka yang kami lakukan
adalah dengan cara membaca dan mempelajari bahan-bahan materi pada beberapa buku
dan sumber lainnya (dari media internet).

1.5. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan makalah ini merupakan garis besar penyusunan yang


mempermudah pemikiran dalam memahami secara keseluruhan isi makalah. Sistematika
penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan : Bab ini berisi latar belakang penulisan, perumusan masalah, tujuan
penulisan, metode penelitian dan sistematika penulisan.

2
Bab II Landasan Teori : Bab ini menguraikan tentang pengertian hak cipta, istilah-istilah
dalam hak cipta, pengaturan tentang hak cipta, undang-undang hak
cipta, prosedur pendaftaran hak cipta, jangka waktu perlindungan
hak cipta, pengelompokan jenis ciptaan, dan pelanggaran hak cipta.
Bab III Pembahasan : Bab ini menguraikan tentang contoh kasus pelanggaran hak cipta
yang disertai dengan analisa terhadap contoh kasus tersebut.
Bab IV Penutup : Bab ini berisi kesimpulan dan saran.

3
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. PENGERTIAN HAK CIPTA

Berdasarkan Undang-Undang No. 19 Tahun 2002, pengertian hak cipta adalah hak
khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak
ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-
pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini menunjukkan
bahwa hak cipta itu hanya dapat dimiliki oleh si pencipta atau si penerima hak. Hanya
namanya yang disebut sebagai pemegang hak khususnya yang boleh menggunakan hak
cipta dan ia dilindungi dalam penggunaan haknya terhadap subjek lain yang menggangu
atau yang menggunakannya tidak dengan cara yang diperkenankan oleh aturan hukum.
Hak cipta merupakan hak ekslusif, yang memberi arti bahwa selain pencipta maka
orang lain tidak berhak atasnya kecuali atas izin penciptanya. Hak itu muncul secara
otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan. Hak cipta tidak dapat dilakukan dengan cara
penyerahan nyata karena ia mempunyai sifat manunggal dengan penciptanya dan bersifat
tidak berwujud videnya penjelasan pasal 4 ayat 1 dalam Undang-Undang No. 19 Tahun
2002. Sifat manunggal itu pula yang menyebabkan hak cipta tidak dapat digadaikan, karena
jika digadaikan itu berarti si pencipta harus pula ikut beralih ke tangan kreditur.
Menurut Wikipedia, hak cipta (lambang internasional: ©, Unicode: U+00A9) adalah
hak eksklusif pencipta atau pemegang hak cipta untuk mengatur penggunaan hasil
penuangan gagasan atau informasi tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan "hak
untuk menyalin suatu ciptaan". Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut
untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak cipta
memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas.

2.2. ISTILAH-ISTILAH DALAM HAK CIPTA

2.2.1. Pencipta
Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas
inspirasinya lahir suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, cekatan,
keterampilan atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.

2.2.2. Pemegang hak cipta


Pemegang hak cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta, atau pihak yang
menerima hak tersebut dari pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari
pihak yang menerima hak tersebut.

4
2.2.3. Ciptaan
Ciptaan adalah hasil setiap karya pencipta dalam bentuk yang khas dan
menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, dan sastra.

2.3. PENGATURAN TENTANG HAK CIPTA

Sejak zaman Belanda, hak cipta diatur pada Auteurswet tahun 1912 Stb. No. 600.
Aturan tentang hak cipta ini tampaknya sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan
masyarakat serta cita-cita Hukum nasional, sehingga auteurswet ini disebut. Untuk pertama
kalinya setelah Indonesia merdeka hak cipta diatur pada Undang-Undang No. 6 Tahun 1982,
yang diubah UUHC No. 7 tahun 1987, selajutnya diubah kembali dengan UUHC No. 12
Tahun 1997 tentang Hak Cipta terakhir kali diundangkan UUHC No. 19 Tahun 2002.
Undang-Undang ini dikeluarkan untuk merealisasi amanah Garis Besar Haluan Negara
(GBHN) dalam rangka pembangunan di bidang hukum, dimaksudkan untuk mendorong dan
melindungi pencipta dan hasil karya ciptaanya diharapkan penyebarluasan hasil kebudayaan
dibidang karya ilmu seni dan sastra dapat dilindungi secara yuridis yang pada gilirannya
dapat mempercepat proses pertumbuhan kecerdasan kehidupan bangsa.

2.3.1. Pengaturan Hak Cipta Menurut Konvensi Internasional


Perhatian dunia internasional terhadap masalah hak cipta telah melahirkan beberapa
konvensi internasional di bidang hak cipta. Sejak pertama kali disepakati pemberian
perlindungan terhadap karya sastra dan karya seni dalam Berne Convention 1886, telah
mengilhami lahirnya beberapa konvensi susulan yang. merupakan kesepakatan antar
negara" dalam mengatur masalah hak cipta secara lebih spesifik, termasuk di dalamnya
pemberian perhatian terhadap karya cipta yang dihasilkan karena perkembangan teknologi,
misalnya karya cipta di bidang phonograms, distribution programme carrying signals
transmitted by Satelite.
Beberapa kesepakatan bersama antar negara yang mengatur masalah hak cipta
antara lain :
2.3.1.1. Bern Convention for the Protection af Uteraray 2nd Artistic Works 1886.
2.3.1.2. Universal Copyright Conventian 1955.
2.3.1.3. Rome Canventian far tile Pratection af Performers, Producers of Phonograms and
Broadcasting Organizations 1961.
2.3.1.4. WIPO Copyright Treaty (WC7) 1996.
2.3.1.5. WIPO Performances and Phanograms Treaty(WPP7) 1996.
2.3.1.6. (Brussels Convention relating to the Oisirioution of Prograrnme carrying signals
transmitted by Satelite 1974.
2.3.1.7. Convention for tile Protection of Producers of Phonograms Against Unauthorized
Duplication of Their Phonograms 1971.
2.3.1.8. Treah on the International registration of Audiovisual Works (Film Register Treaty)
1991.

5
Selain itu, terdapat pula konvensi internasional yang mengatur juga masalah hak
cipta sebagai bagian dari hak milik intelektual pada umumnya, yaitu :
2.3.1.1. Trips (Marakesh Agreement 15-04-1994)
2.3.1.2. OAPI (Bangui Agreement Revising Extracts 24-02-1999)
2.3.1.3. OAPI (Bangui Agreement 02-03-1977)
2.3.1.4. NAFTA (Intellectual Property Excerpts 08-12-1993)
Dari rangkaian kesepakatan bersama di bidang hak cipta maka Bern Convention
merupakan konvensi tertua yang mengatur masalah hak cipta. Konvensi Bern ditandatangani
di Bern, ibukota Swidzerland, pada tanggal 9 September 1886 oleh sepuluh negara peserta
asli (Belgium, France, Germany, Great Britain, Haiti, ltaly, Liberia, Spain, Swidzerland,
Tunisia) dan tujuh negara yang menjadi peserta dengan cara aksesi (Denmark, Japan,
Luxemburg, Monaco, Montenegro, Norway, Sweden).
Dalam mukadimah naskah asli Bern Convention, para kepala negara waktu itu
menyatakan bahwa yang melatarbelakangi diadakannya konvensi ini adalah : …………being
equaily animated by the desire to protec, in as effective and uniform a manner as possible,
the right of authors in their literary and artistic works.
Berdasarkan dasar pemikiran yang demikian ini. ternyata konvensi Bern semenjak
ditandatangani sampai dengan 1 Januari 1996 telah 117 negara yang meratifikasinya.
Belanda yang menjajah Indonesia pada 1 November 1912 juga memberlakukan
keikutsertaannya pada konvensi Bern berdasarkan asas konkordansi bagi lndonesia.
Dengan perkataan lain Indonesia semenjak tahun 1912 telah mempunyai UU hak cipta
(Auteuresvlet 1912) berdasarkan UU Belanda tanggal 29 Juni 1911 (Staatbled Belanda No.
197) yang memberi wewenang pada Ratu Belanda untuk memberlakukan bagi negara
Belanda sendiri dan negara-negara jajahannya konvensi Bern 1886 berikut revisi yang
dilakukan pada 13 November 1908 di Berlin.
Namun demikian, semenjak 15 Maret 1958 Indonesia menyatakan berhenti menjadi
anggota konvensi Bern berdasarakan surat No.15.140 XII tanggal 15 Maret 1958. Menteri
luar negeri, Soebandrio waktu itu menyatakan pada Direktur Biro Bern Convention
menyatakan tidak menjadi anggota The Bern Convention. Dalam kurun waktu hampir 100
tahun keberadaan konvensi Bern, tercatat lima negara anggota yang menyatakan berhenti
menjadi anggota konvensi, yaitu : Haiti (1887-1943), Montenegro (1893-1900), Liberia (1908-
1930), lndonesia (1913-1960), Syiria (1924-1962). Tiga puluh tujuh tahun kemudian,
tepatnya 7 Mei 1997, lndonesia menyatakan ikut serta kembali menjadi anggota konvensi
Bern dengan melakukan ratifikasi dengan Keppres Rl No.16 tahun 1997, hal ini sebagai
konsekuensi keikutsertaan Indonesia dalam forum WTO, yang diratifikasi dengan UU No.7
tahun 1994.

2.3.2. Pengaturan Hak Cipta dalam Hukum Nasional


Sejak Indonesia menyatakan berdaulat penuh pada 17 Agustus 1945 diikuti dengan
dibuatnya UUD 45 tanggal 18 Agustus, maka berdasarkan pasal 2 Aturan Peralihan UUD 45
maka semua peraturan perundangan peninggalan zaman kolonial Belanda tetap langsung
berlaku sepanjang belum dibuat yang baru dan tidak bertentangan dengan UUD 1945.

6
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka khusus yang berkaitan dengan pengaturan
hak cipta diberlakukan Auteurswef 1912 peninggalan kolonial Belanda. Tiga puluh tahun
kemudian, tepatnya tahun 1982 baru Pemerintah RI dapat membuat UU hak cipta nasional
yang dituangkan dalam UU No.6 tahun 1982 tentang hak cipta ini banyak mengalami
perubahan serta penambahan peraturan pelaksana, sbb.
2.3.2.1. UU No.6 tahun 1982 tentang hak cipta.
2.3.2.2. UU No.7 tahun 1987 tentang perubahan UU No. 6 tahun 1982 tentang hak cipta.
2.3.2.3. UU No.12 tahun 1997 tentang perubahan UU No. 6 tahun 1982 sebagaimana diubah
dengan UU No.7 tahun 1987 tentang hak cipta.
2.3.2.4. UU No.19 tahun 2002 tentang hak cipta yang menyatakan mencabut UU lama
tentang hak cipta.
2.3.2.5. UU No.4 tahun 1990 tentang wajib serah simpan karya cetak dan karya rekam.
Selain diatur dalam UU maka sebagai kelengkapan pengaturan hak cipta juga diatur
dalam beberapa peraturan pelaksanaan, yaitu :
2.3.2.1. PP No.14 tahun 1986 dan PP No.7 tahun 1989 tentang dewan hak cipta.
2.3.2.2. PP No.1 tahun 1989 tentang penerjemahan dan perbanyakan ciptaan untuk
kepentingan pendidikan, ilmu pengetahuan. penelitian dan pengembangan.
2.3.2.3. Keppres RI No.18 tahun 1997 tentang pengesahan Berne Convention for the
Protection of Literaray and Artistic works.
2.3.2.4. Keppres RI No.17 tahun 1988 tentang pengesahan persetujuan mengenai
perlindungan hukum secara timbal balik terhadap hak cipta atas rekaman suara
antara RI dengan masyarakat Eropa.
2.3.2.5. Keppres RI No.25 tahun 1989 tentang pengesahan persetujuan mengenai
perlindungan hukum secara timbal balik terhadap hak cipta antara RI dengan
Amerika Serikat.
2.3.2.6. Keppres RI No.38 tahun 1993 tentang pengesahan persetujuan perlindungan
hukum secara timbai balik terhadap hak cipta antara Rl dengan Australia.
2.3.2.7. Keppres RI No.56 tahun 1994 tentang pengesahan persetujuan mengenai
perlindungan terhadap hak cipta antara RI dengan lnggris.
2.3.2.8. Peraturan Menteri Kehakiman Rl No. M.01-HC.03.01 tahun 1987 tentang
pendaftaran ciptaan.
2.3.2.9. Keputusan Menteri Kehakiman Rl No. M.04.PW.07.03 tahun 1988 tentang
penyidikan hak cipta.
2.3.2.10. Surat Edaran Menteri Kehakiman RI No. M.01.PW 07.03 tahun 1990 tentang
kewenangan menyidik tindak pidana hak cipta.
2.3.2.11. Surat Edaran Menteri Kehakiman RI No. M.02 .IC.03.01 tahun 1991 tentang
kewajiban melampirkan NPWP dalam permohonan pendaftaran ciptaan dan
pencatatan pemindahan hak cipta terdaftar.

2.4. UNDANG-UNDANG HAK CIPTA

7
Undang-Undang Hak Cipta yang berlaku di Indonesia adalah UU No. 19 Tahun 2002,
yang sebelumnya UU ini berawal dari UU No. 6 Tahun 1982 menggantikan Auteurswet 1982.
Undang-undang ini dikeluarkan sebagai upaya pemerintah untuk rombak sistem
hukum yang ditinggalkan oleh Pemerintah Hindia Belanda kepada suatu sistem hukum yang
dijiwai falsafah negara Indonesia, yaitu Pancasila. Pekerjaan membuat satu perangkat materi
hukum yang sesuai dengan hukum yang dicita-citakan bukanlah suatu pekerjaan yang
mudah. Undang-Undang hak cipta 1982 yang diperbaharui dengan UU No. 7 Tahun 1987
dan diperbaharui lagi dengan UU No. 12 Tahun 1997, terakhir dengan UU No. 19 Tahun
2002.

2.5. PROSEDUR PENDAFTARAN HAK CIPTA

Permohonan pendaftaran hak cipta diajukan kepada Menteri Kehakiman melalui


Direktorat Jenderal HAKI dengan surat rangkap dua, ditulis dalam bahasa Indonesia di atas
kertas folio berganda. dalam surat permohonan itu tertera :
2.5.1. Nama, kewarganegaraan, dan alamat pencipta.
2.5.2. Nama, kewarganegaraan, dan alamat pemegang hak cipta.
2.5.3. Nama, kewarganegaraan, dan alamat kuasa.
2.5.4. Jenis dan judul ciptaan.
2.5.5. Tanggal dan tempat ciptaan diumumkan untuk pertama kali.
2.5.6. Uraian ciptaan rangkap tiga.
Apabila surat permohonan pendaftaran ciptaan telah memenuhi syarat-syarat
tersebut, ciptaan yang dimohonkan pendaftarannya didaftarkan oleh Direktorat Hak Cipta,
Paten, dan Merek dalam daftar umum ciptaan dengan menerbitkan surat pendaftaraan
ciptaan dalam rangkap 2. Kedua lembaran tersebut ditandatangi oleh Direktur Jenderal HAKI
atau pejabat yang ditunjuk, sebagai bukti pendaftaran, sedangkan lembar kedua surat
pendaftaran ciptaan tersebut beserta surat permohonan pendaftaran ciptaan dikirim kepada
pemohon dan lembar pertama disimpan di Kantor Direktorat Jenderal HAKI.

2.6. JANGKA WAKTU PERLINDUNGAN HAK CIPTA

Jangka waktu perlindungan hak cipta, yaitu :


2.6.1. Ciptaan buku, ceramah, alat peraga, lagu, drama, tari, seni rupa, arsitektur, peta, seni
batik terjemahan, tafsir, saduran, berlaku selama hidup pencipta ditambah 50 tahun
setelah pencipta meninggal dunia.
2.6.2. Ciptaan program komputer, sinematografi, fotografi, database, karya hasil
pengalihwujudan berlaku selama 50 tahun sejak pertama kali diumumkan.
2.6.3. Ciptaan atas karya susunan perwajahan karya tulis yang diterbitkan, berlaku selama
25 tahun sejak pertama kali diterbitkan.
2.6.4. Ciptaan yang dimiliki atau dipegang oleh badan hukum berlaku selama 50 tahun sejak
pertama kali diumumkan.

8
2.6.5. Ciptaan yang dipegang atau dilaksanakan oleh negara berdasarkan ketentuan pasal
10 ayat (2) huruf b, berlaku tanpa batas.

2.7. PENGELOMPOKAN JENIS CIPTAAN

Pemerintah telah mengelompokkan beberapa jenis ciptaan yang dilindungi dan tidak
termasuk dalam perlindungan hak cipta, antara lain :
Ciptaan yang Dilindungi Tidak ada Perlindungan Hak Cipta
(Pasal 12 UU Hak Cipta) (Pasal 13 UU Hak Cipta)
 Buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay
 Hasil rapat terbuka lembaga-
out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil
lembaga negara.
karya tulis lain.
 Ceramah, kuliah, pidato dan ciptaan lain yang sejenis  Peraturan Perundang-
dengan itu. undangan.
 Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan  Pidato kenegaraan atau pidato
pendidikan dan ilmu pengetahuan. pejabat Pemerintah.
 Putusan pengadilan atau
 Lagu atau musik dengan atau tanpa teks.
penetapan hakim.
 Keputusan badan arbitrase
 Drama atau drama musikal, tari, koreografi,
atau keputusan badan-badan
pewayangan, dan pantomime.
sejenis lainnya.
 Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis,
gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat,seni
patung, kolase, dan seni terapan.
 Arsitektur.
 Peta.
 Seni batik.
 Fotografi.
 Sinematografi.
 Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai,
database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.

2.8. PELANGGARAN HAK CIPTA

Suatu pelanggaran terhadap sebuah karya ciptaan terjadi apabila :


 Terjadi pengeksploitasian (pengumuman, penggandaan dan pengedaran) untuk
kepentingan komersial sebuah karya cipta tanpa terlebih dahulu meminta izin atau
mendapatkan Lisensi dari penciptanya/atau ahli warisnya. Termasuk di dalamnya
tindakan penjiplakan.
 Peniadaan nama pencipta pada ciptaannya.
 Penggantian atau perubahan nama pencipta pada ciptaannya yang dilakukan tanpa
persetujuan dari pemilik hak ciptanya.
9
 Penggantian atau perubahan judul sebuah ciptaan tanpa persetujuan dari penciptanya
atau ahli warisnya.
Di dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta diatur pula tentang
dianggap atau tidak dianggapnya sebagai suatu pelanggaran terhadap ciptaan, antara lain
terhadap :
Tidak Dianggap Sebagai Pelanggaran Dengan Syarat Dicantumkan Sumbernya
(Pasal 14 UU Hak Cipta) (Pasal 15 UU Hak Cipta)
 Pengumuman dan atau perbanyakan  Penggunaan ciptaan pihak lain untuk
lambang negara dan lagu kebangsaan kepentingan pendidikan, penelitian,
menurut sifatnya yang asli. penyusunan laporan, penulisan karya
ilmiah, penulisan kritik atau tinjauan
suatu masalah dengan tidak
merugikan kepentingan yang wajar
dari pencipta.
 Pengumuman dan atau perbanyakan segala  Pengambilan ciptaan pihak lain, baik
sesuatu yang diumumkan dan atau seluruhnya maupun sebagian, guna
diperbanyak oleh atau atas nama Pemerintah, keperluan pembelaan di dalam atau
kecuali apabila hak cipta itu dinyatakan di luar pengadilan.
dilindungi, baik dengan peraturan perundang-
undangan maupun dengan pernyataan pada
ciptaan itu sendiri atau ketika ciptaan itu
diumumkan dan atau diperbanyak.
 Pengambilan berita aktual baik seluruhnya  Pengambilan ciptaan pihak lain, baik
maupun sebagian dari kantor berita, Lembaga seluruhnya maupun sebagian, guna
Penyiaran, dan surat kabar atau sumber lain, keperluan:
dengan ketentuan sumbernya harus  Ceramah yang semata-mata untuk
disebutkan secara lengkap. tujuan pendidikan dan ilmu
pengetahuan; atau
 Pertunjukan atau pementasan yang
tidak dipungut bayaran dengan
ketentuan tidak merugikan
kepentingan yang wajar dari
pencipta.
 Perbanyakan suatu ciptaan bidang ilmu
pengetahuan, seni, dan sastra dalam huruf
Braille guna keperluan para tunanetra, kecuali
jika perbanyakan itu bersifat komersial.
 Perbanyakan suatu ciptaan selain program
komputer, secara terbatas dengan cara atau
alat apapun atau proses yang serupa oleh
perpustakaan umum, lembaga ilmu
pengetahuan atau pendidikan, dan pusat
dokumentasi yang nonkomersial semata-mata
10
untuk keperluan aktivitasnya.

 Perubahan yang dilakukan berdasarkan


pertimbangan pelaksanaan teknis atas karya
arsitektur, seperti ciptaan bangunan.

 Pembuatan salinan cadangan suatu program


komputer oleh pemilik program computer
yang dilakukan semata-mata untuk digunakan
sendiri.
Pelanggaran terhadap suatu hasil ciptaan selain dilakukan oleh orang perorangan,
dalam kenyataannya banyak dilakukan pula oleh korporasi (corporate) atau badan hukum.
Pertanggungjawaban pidana terhadap suatu korporasi yang melakukan perbuatan melawan
hukum dengan melanggar hak cipta seseorang atau badan hukum dapat dikenakan kepada
badan hukum yang bersangkutan, dalam hal ini adalah pengurus dari badan hukum tersebut
sesuai dengan pertanggung-jawabannya menurut AD/ART dari badan hukum tersebut.
Undang-Undang Hak Cipta juga telah menyediakan dua sarana hukum, yang dapat
dipergunakan untuk menindak pelaku pelanggaran terhadap hak cipta, yaitu melalui sarana
instrumen hukum pidana dan hukum perdata, bahkan dalam Undang-Undang Hak Cipta,
penyelesaian sengketa di bidang hak cipta dapat dilakukan di luar pengadilan melalui
arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa lainnya. Dalam pasal 66 Undang-Undang
Hak Cipta No. 19 Tahun 2002 dinyatakan bahwa: “hak untuk mengajukan gugatan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 55, pasal 56, dan pasal 65 tidak mengurangi hak
negara untuk melakukan tuntutan terhadap pelanggaran hak cipta”.

2.8.1. Bentuk-bentuk Pelanggaran Hak Cipta


Bentuk-bentuk pelanggaran hak cipta antara lain berupa pengambilan, pengutipan,
perekaman, pertanyaan, dan pengumuman sebagian atau seluruh ciptaan orang lain dengan
cara apapun tanpa izin pencipta/pemegang hak cipta, bertentangan dengan undang-undang
atau melanggar perjanjian. Dilarang undang-undang artinya undang-undang hak cipta tidak
memperkenankan perbuatan itu dilakukan oleh orang yang tidak berhak, karena tiga hal
yakni :
 Merugikan pencipta,/pemegang hak cipta, misalnya memfotokopi sebagian atau
seluruhnya ciptaan orang lain kemudian dijualbelikan kepada masyarakat luas ;
 Merugikan kepentingan negara, misalnya mengumumkan ciptaan yang bertentangan
dengan kebijakan pemerintah di bidang pertahanan dan keamanan atau ;
 Bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan, misalnya memperbanyak dan
menjual video compact disc (VCD) porno.
Pelanggaran hak cipta menurut ketentuan Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) pada
tanggal 15 Februari 1984 dapat dibedakan dua jenis, yakni :
 Mengutip sebagian ciptaan orang lain dan dimasukkan ke dalam ciptaan sendiri seolah-
olah ciptaan sendiri atau mengakui ciptaan orang lain seolah-olah ciptaan sendiri.

11
Perbuatan ini disebut palgiat atau penjiplakan yang dapat terjadi antara lain pada karya
cipta berupa buku, lagu, dan notasi lagu, dan;
 Mengambil ciptaan orang lain untuk diperbanyak dan diumumkan sebagaimana yang
aslinya tanpa mengubah bentuk isi, pencipta, dan penerbit/perekam. Perbuatan ini
disebut dengan piracy (pembajakan) yang banyak dilakukan pada ciptaan berupa buku,
rekaman audio/video seperti kaset lagu dan gambar (VCD), karena menyangkut dengan
masalah a commercial scale.
Pasal 72 UU No.19 Tahun 2002 menentukan pula bentuk perbuatan pelanggaran hak
cipta sebagai delik undang-undang yang dibagi tiga kelompok, yakni :
 Dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan, memperbanyak suatu ciptaan atau
memberi izin untuk itu. Termasuk perbuatan pelanggaran ini antara lain melanggar
larangan untuk mengumumkan, memperbanyak atau memberi izin untuk itu setiap
ciptaan yang bertentangan dengan kebijaksanaan pemerintah di bidang pertahanan dan
keamanan negara, kesusilaan, dan ketertiban umum;
 Dengan sengaja memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan
atau barang-barang hasil pelanggaran hak cipta. Termasuk perbuatan pelanggaran ini
antara lain penjualan buku dan VCD bajakan;
 Dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan
komersial suatu program komputer.

2.8.2. Unsur-unsur Pelanggaran Hak Cipta


Berdasarkan rumusan pasal 72 ayat (1), (2), (3) Undang-Undang Hak Cipta No. 19
Tahun 2002, maka unsur-unsur pelanggaran adalah sebagai berikut :

2.8.2.1. Barang siapa


Unsur ini menandakan yang menjadi subjek delik adalah siapapun. Kalau menurut
KUH Pidana yang berlaku sekarang, hanya manusia yang menjadi subyek delik, sedangkan
badan hukum tidak menjadi subyek delik. Tetapi dalam undang-undang khusus seperti
Undang-Undang Tindak Pidana Ekonomi, badan hukum atau korporasi termasuk juga
menjadi subyek delik. Dalam hal ini, barang siapa termasuk pula badan hukum atau
korporasi.
Dalam Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002, barang siapa bisa
ditujukan, antara lain kepada pelaku dan produser rekaman suara. Pelaku adalah aktor,
pemusik, penari, atau mereka yang menampilkan, memperagakan, mempertunjukkan,
menyanyikan, menyampaikan, mendeklamasikan, atau memainkan karya musik, drama, tari,
sastra, folklor, atau karya seni lainnya. Produser rekaman suara adalah orang atau badan
hukum yang pertama kali merekam dan memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan
perekaman suara atau bunyi, baik perekaman dari suatu pertunjukkan maupun perekaman
suara atau perekaman bunyi lainnya.

2.8.2.1. Dengan sengaja


Unsur ini menandakan kebanyakan tindak pidana mempunyai dasar kesengajaan
atau opzet bukan unsur culpa (kelalaian). Ini adalah layak, oleh karena biasanya yang
pantas mendapat hukuman pidana itu ialah orang yang melakukan sesuatu dengan sengaja.

12
2.8.2.2. Tanpa hak
Mengenai arti tanpa hak dari sifat melanggar hukum, dapat dikatakan, bahwa
mungkin seseorang, tidak mempunyai hak untuk melakukan suatu perbuatan, yang sama
sekali tidak dilarang oleh suatu peraturan hukum.
Menurut pasal 1 ayat (4) Undang-Undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002, pemegang
hak cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta atau pihak yang menerima hak tersebut
dari pencipta. Pemilik hak cipta dapat mengalihkan atau menguasakan sebagian atau
seluruh haknya kepada orang/badan hukum baik melalui perjanjian, surat kuasa maupun
dihibahkan atau diwariskan. Tanpa pengalihan tersebut, maka tindakan itu adalah
merupakan tanpa hak.

2.8.2.3. Mengumumkan, memperbanyak, menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau


menjual
Unsur perbuatan dapat diklasifikasikan dalam bentuk mengumumkan, menurut pasal
1 ayat (5) Undang-Undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002, pengumuman adalah pembacaan,
penyiaran, pameran, penjualan, pengedaran, atau penyebaran suatu ciptaan dengan
menggunakan alat apapun, termasuk media internet, atau melakukan dengan cara apapun,
sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar, atau dilihat orang lain; dan unsur
memperbanyak (perbanyakan), menurut pasal 1 ayat (6) Undang-Undang Hak Cipta No. 19
Tahun 2002, adalah penambahan jumlah suatu ciptaan, baik secara keseluruhan maupun
sebagian yang sangat substantial dengan menggunakan bahan-bahan yang sama ataupun
tidak sama, termasuk mengalihwujudkan secara permanen atau temporer.

2.8.2.4. Hak cipta dan hak terkait


Menurut pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002, adalah hak
eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak
ciptaannya atau memberi izin untuk itu, dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hak terkait menurut pasal 1 ayat (9)
Undang-Undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002, adalah hak yang berkaitan dengan hak
cipta, yaitu hak eksklusif bagi pelaku untuk memperbanyak atau menyiarkan pertunjukannya;
bagi produser rekaman suara untuk memperbanyak atau menyewakan karya rekaman suara
atau rekaman bunyinya; dan bagi lembaga penyiaran untuk membuat, memperbanyak, atau
menyiarkan karya siarannya.

2.8.3. Referensi Hukum Atas Hak Cipta


2.8.3.1. Undang-Undang Hak Cipta Republik Indonesia
 UU No. 7 Tahun 1987 tentang Perubahan atas UU No. 6 Tahun 1982 tentang Hak
Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1987 Nomor 42).
 UU No. 12 Tahun 1997 tentang Perubahan UU No. 6 Tahun 1982 sebagaimana
telah diubah dengan UU No. 7 Tahun 1987 (Lembaran Negara RI Tahun 1997 No.
29).
 UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.

13
2.8.3.2. Peraturan Pemerintah Bidang Hak Cipta
 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 7 Tahun 1989 tentang Perubahan
atas Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1986 tentang Dewan Hak Cipta
ditetapkan Tanggal 5 April 1989.
 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 1 Tahun 1989 tentang
Penterjemahan dan atau Perbanyakan Ciptaan untuk Kepentingan Pendidikan,
Ilmu Pengetahuan, Penelitian dan Pengembangan ditetapkan Tanggal 14 Januari
1989.
 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 14 Tahun 1986 tentang Dewan Hak
Cipta ditetapkan Tanggal 6 Maret 1986.
 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 29 Tahun 2004 tentang Sarana
Produksi Berteknologi Tinggi Untuk Cakram Optik (optic Disc) ditetapkan Tanggal
5 Oktober 2004 .
2.8.3.3. Keputusan Presiden Republik Indonesia
 Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 74 Tahun 2004 tentang Pengesahan
WIPO Performances and Phonograms Treaty, 1996/Traktat WIPO Mengenai
Pertunjukan dan Perekam Suara.
 Traktat WIPO Mengenai Pertunjukan dan Perekaman Suara.

2.8.4. Ketentuan Sanksi Pidana Pelanggaran Hak Cipta


Berdasarkan pasal 56 Undang-Undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002, bahwa hak
untuk mengajukan gugatan ganti rugi sebagaimana diatur dalam pasal 66 ayat (1) Undang-
Undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002, tidak mengurangi hak negara untuk melakukan
tuntutan pidana pada setiap pelanggaran hak cipta. Negara berkewajiban mengusut setiap
pelanggaran hak cipta yang terjadi. Hal ini didasarkan pada kerugian yang ditimbulkan oleh
tindakan pelanggaran hak cipta, yang tidak saja diderita oleh pemilik atau pemegang hak
cipta dan hak terkait, tetapi juga oleh negara, karena kurangnya pendapatan negara yang
seharusnya bisa didapat dari pemegang hak cipta atau hak terkait. Selain itu negara harus
melindungi kepentingan pemilik hak, agar haknya jangan sampai dilanggar oleh pihak-pihak
yang tidak bertanggung jawab.
Perlindungan melalui ketentuan-ketentuan pidana, seperti yang diatur dalam pasal
382 bis KUH Pidana yang lazim dikenal sebagai persaingan curang (oneerlijke concurrentie).
Persaingan curang merupakan perbuatan untuk menyesatkan khalayak umum atau
seseorang tertentu dengan maksud untuk mendapatkan, melangsungkan, atau memperluas
debit perdagangan atau perusahaan kepunyaan sendiri atau orang lain.
Dengan Undang-Undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002, pengaturan mengenai
ketentuan pidana telah berubah secara mendasar. Pada Undang-Undang Hak Cipta
sebelumnya tidak ada ketentuan yang mengatur tentang hukuman penjara minimum. Jika
terdakwa dinyatakan terbukti bersalah oleh pengadilan, maka terdakwa dapat dipidana
penjara paling singkat satu bulan atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah).
Di samping itu, juga terdapat kenaikan denda yang sangat tinggi dari Rp 100.000.000,-
menjadi Rp 5.000.000.000,-. Kenaikan hukuman denda yang sangat besar itu dimaksudkan
agar ada efek jera bagi mereka yang melakukan pelanggaran, karena denda Rp

14
100.000.000,- dianggap masih ringan oleh para pelanggar, karena keuntungan (profit gain)
yang diperoleh jauh lebih besar dibandingkan denda yang dijatuhkan.
Bentuk pelanggaran hak cipta yang pertama adalah dengan sengaja dan tanpa hak
mengumumkan, memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu. Termasuk
perbuatan pelanggaran ini antara lain melanggar larangan untuk mengumumkan,
memperbanyak atau memberi izin untuk itu setiap ciptaan yang bertentangan dengan
kebijaksanaan pemerintah di bidang pertahanan dan keamanan negara, kesusilaan, dan
ketertiban umum. Pelanggaran hak cipta ini melanggar pasal 72 ayat (1).
Pasal 72 ayat (1) menyebutkan, bahwa bagi yang tanpa hak mengumumkan atau
memperbanyak suatu ciptaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49
ayat (1) dan ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling singkat atau pidana minimum 1
(satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) atau pidana
penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,- (lima
milyar rupiah).
Bentuk pelanggaran hak cipta yang kedua adalah dengan sengaja memamerkan,
mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang-barang hasil
pelanggaran hak cipta. Termasuk perbuatan pelanggaran ini antara lain penjualan buku dan
VCD bajakan. Pelanggaran hak cipta ini melanggar pasal 72 ayat (2).
Pasal 72 ayat (2), kemudian menyatakan, bahwa bagi yang sengaja menyiarkan,
memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil
pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
Bentuk pelanggaran hak cipta yang ketiga adalah dengan sengaja dan tanpa hak
memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu program komputer.
Pelanggaran hak cipta ini melanggar pasal 73 ayat (1).
Selanjutnya pasal 72 ayat (3), menyebutkan, bahwa bagi yang tanpa hak
memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu program komputer dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling banyak Rp
500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).

15
BAB III

PEMBAHASAN

3.1. KASUS PEMBAJAKAN SOFTWARE

Menurut laporan Business Software Alliance (BSA) dalam Studi Pembajakan


Software Global 2011, sekitar 59 persen pengguna komputer di Indonesia mengaku bahwa
mereka memperoleh software (piranti lunak) bajakan. Sebagian pengguna mengatakan
mereka selalu atau sering menggunakan software bajakan. Sebagian lainnya mengatakan
hanya pada saat tertentu atau sesekali saja menggunakan software bajakan. Hal ini yang
membuat tingkat pembajakan software di Indonesia tahun lalu mencapai 86 persen, artinya
lebih dari 8 dari 10 program yang diinstal oleh pengguna komputer adalah tanpa lisensi. Nilai
komersial dari pembajakan ini sebesar US$ 1.467 milyar (sekitar Rp12,8 triliun).
Dari 59 persen responden di Indonesia yang mengaku memperoleh software secara
ilegal, 5 persen mengatakan mereka “selalu” memperolehnya secara ilegal, 14 persen
mengatakan mereka “sering”, 23 persen mengatakan hanya “pada saat tertentu”, sedangkan
17 persen lainnya mengatakan hanya “sesekali” memperoleh software secara ilegal. Studi ini
juga menemukan bahwa pengguna yang mengaku menggunakan software bajakan di
Indonesia didominasi perempuan dengan rentang usia 25 hingga 34 tahun.
“Jika 59 persen konsumen mengaku mereka mencuri dari toko, para aparat penegak
hukum seyogyanya bereaksi dengan meningkatkan jumlah pengamanan dan denda.
Pembajakan software juga seharusnya mendapat reaksi yang sama untuk mendidik
masyarakat dan menegaskan penegakan hukum yang ketat,” kata Tarun Sawney, Direktur
Senior Anti Pembajakan, Asia Pasifik, Business Software Alliance.

3.1.1. Analisa Kasus


Mengamati kasus ini, dapat disimpulkan bahwa cukup banyak masyarakat Indonesia
yang tidak peduli dan tidak menyadari bahwa hal tersebut adalah salah satu bentuk
pelanggaran atas hak cipta. Dengan persentase yang cukup tinggi, yaitu sebesar ± 59
persen pengguna komputer di Indonesia menggunakan software bajakan, menunjukkan
bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia masih kurang menghargai hasil karya cipta
seseorang dan kurang memahami isi Undang-Undang Hak Cipta, sehingga mereka
melakukan tindakan tersebut. Dapat disimpulkan pula bahwa sebagian besar masyarakat
Indonesia memiliki mental pembajak.
Data di atas yang menunjukkan persentase penggunaan software bajakan di
Indonesia yang cukup tinggi, bukanlah kasus yang mudah untuk diselesaikan. Namun
tentunya kasus ini dapat diselesaikan, jika semua kalangan masyarakat ikut berpartisipasi
dengan pemerintah untuk segera menyelesaikan kasus ini.

16
3.2. KASUS PEMBAJAKAN BUKU

Mesin foto copy yang masuk ke Indonesia di tahun 2010 sudah jauh lebih canggih.
Tidak hanya hitam putih lagi, Ada yang berwarna. Mampu menyimpan data atas apa yang di-
copy. Jadi, kalau ingin meng-copy sebuah buku teks, simpan dahulu datanya lalu di-copy
sesuai dengan permintaan. Langsung bolak-balik dua halaman juga bisa. Sampul buku bisa
di-copy persis aslinya. Tukang foto copy ini bekerja siang-malam. Banyak yang sampai pagi
hari. Coba saksikan di daerah Rawamangun. Inilah yang membuat pembajakan buku versi
foto copy semakin meraja-lela melengkapi pembajakan buku lewat proses pencetakan
dengan mesin cetak . Sungguh-sungguh Print On Demand. Kita bisa melihat usaha fotocopy
jenis ini di kawasan pinggiran kampus-kampus.
Bisa dimaklumi apabila para penerbit yang bergerak di bidang penerbitan buku teks
untuk perguruan tinggi merasa kesal. Begitu mengeluarkan buku terbaru, dalam waktu
singkat buku bajakannya dan bajakan versi fotocopy sudah muncul di mana-mana.
Penjualan jeblok, target omset tidak tercapai.
Penerbit yang menangisi nasib seperti ini tidak saja dari Indonesia. Para penerbit AS
dan Singapura yang mempunyai cabang atau perwakilan di Jakarta juga mengalaminya. Tim
PMPB IKAPI DKI Jakarta menjadi tempat mengadu dan salah satu sumber harapan agar
menolong menindak para pelakunya. Penegak hukum sudah kewalahan juga. Lagi pula,
para penerbit sudah tidak sabar dengan berbagai persyaratan yang diminta. Terkadang
malah sulit dipenuhi. Minta bukti ini atau itu.
Mulai bulan Oktober 2009, Tim PMPB menerapkan pendekatan baru. Di samping
masih tetap bekerja sama dengan pihak penegak hukum, dilakukan juga sidak langsung ke
lapangan dengan mengajak para penerbit buku teks yang sudah menjadi korban. Gerakan
dimulai dari Proyek Senen. Polsek Senen membantu penggerebegan ini. Beberapa pelaku
langsung ditangkap beserta barang buktinya. Semuanya dibawa ke Polsek Senen.
Sudah menjadi pemandangan umum, apabila anda berada di kawasan pusat
penjualan buku bajakan di proyek Senen, kita pasti akan bisa melihat “salesman” buku
bajakan yang membawa barang haram itu dengan sepeda motor. Buku itu dibungkus kertas
koran atau kertas semen coklat.
Tak akan pernah paket buku itu terbungkus dengan merk penerbitnya. Sembilan
puluh sembilan proses kemungkinannya paket buku itu adalah bajakan. Maka, ketika Tim
PMPB dan Polisi sedang memeriksa barang-barang bukti, lewatlah seorang porter
membawa dos besar. Tim PMPB langsung mencegat. Dan ketika dos dibuka, Tim PMPB
menemukan buku bajakan Pengantar Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis terbitan
Gramedia dalam jumlah ratusan eksemplar. Si porter langsung diminta menunjukkan truk
yang membawa barang itu yang diparkir di Proyek Senen. Ketika truk yang berasal dari
Bandung itu dibuka, Tim PMPB menemukan lagi beberapa dos buku bajakan dari berbagai
penerbit.

3.2.1. Analisis Kasus


Mengamati kasus pembajakan buku seperti yang telah diungkapkan di atas, dapat
disimpulkan bahwa kasus ini merupakan kasus pelanggaran hak cipta. Memperbanyak suatu
ciptaan tanpa seizin si pencipta, untuk kepentingan komersial adalah tindakan yang jelas-
17
jelas melanggar hak cipta. Si pembajak buku harus menerima sanksi atas tindakan yang
telah dilakukannya. Sanksi yang diberikan harus sesuai dengan peraturan atau ketentuan
hukum yang berlaku.
Suatu karya cipta yang telah diciptakan seseorang, harusnya dihargai dengan
membeli karya yang telah diciptakannya secara legal. Meskipun harga buku asli yang
dikenakan jauh lebih mahal dibanding membeli buku bajakan. Daya kreativitas seseorang
sudah seharusnya kita hargai sejak dini. Supaya setiap orang berkompetisi untuk semakin
meningkatkan daya kreativitasnya. Bukan disambut dengan tindakan-tindakan illegal seperti
membajak buku.

3.3. KASUS PENIRUAN MOTIF BATIK

Di Salatiga tahun 2009 hadir Batik Selotigo. Motif dasarnya sama bergambar motif
batu, hanya saja divariasi dengan motif lain. Setiap orang awam yang memperhatikan motif
itu, bila tidak membaca tulisan labelnya akan beranggapan itu kain Batik Plumpungan.

Ciri-ciri dasarnya sama. Adanya kesamaan itu, patut diduga batik itu meniru,
menjiplak motif dasar Batik Plumpungan, divariasi, bukan hasil kreativitas ide orisinil pribadi
pembuatnya. Juga pada batik buana dan batik intyas.

Melalui event pameran internasional di Pameran Batik Internasional 2 Pekalongan,


Solo Batik Carnival 2, Festival Borobudur Internasional, Batik Plumpungan mulai dikenal
khas dari Salatiga. Perintis dan pelopor batik motif batu Indonesia akan mengangkat
Salatiga.

Adanya duplikasi corak dasar batik motif batu dari satu daerah, beda nama, telah
mengaburkan nama Plumpungan, yang telah menjadi ikon batik yang mulai dikenal melalui
promosi dan publikasi batik. Dalam sejarah, nama Selotigo itu setara legenda. Perlu ada
perhatian pemerintah untuk sepakati satu nama. Selotigo misalnya layak untuk merek
dagang seperti produsen batik keris atau semar.

3.3.1. Analisis Kasus


Dalam kasus ini, terdapat suatu kontroversi, dimana kasus ini dapat dikatakan
sebagai tindakan pelanggaran hak cipta dan juga tidak merupakan tindakan pelanggaran hak
cipta.
 Dikatakan kasus ini merupakan tindakan pelanggaran hak cipta, karena motif dasar batik
Selotigo sama dengan motif dasar batik Plumpungan, hanya saja sedikit diberi variasi.
Adanya kesamaan tersebut, dapat dikatakan bahwa batik Selotigo meniru atau menjiplak
motif dasar Batik Plumpungan, bukan hasil kreativitas asli si penciptanya.
 Dikatakan kasus ini bukan merupakan pelanggaran hak cipta, karena terdapat
perbedaan antara batik Selotigo dengan batik Plumpungan, yaitu pada variasinya.
Sebagian masyarakat Pekalongan berpendapat bahwa menjiplak atau meniru motif batik
adalah hal biasa. Jadi, tidak perlu dibesar-besarkan karena seni batik merupakan
peninggalan nenek moyang dan orang sekarang bisa membatik juga hasil meniru
pendahulunya.
18
BAB IV

PENUTUP

4.1. KESIMPULAN

Hak cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk
mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan
tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Hak cipta merupakan hak ekslusif, yang memberi arti bahwa selain pencipta maka
orang lain tidak berhak atasnya kecuali atas izin penciptanya.
Pengaturan mengenai hak cipta dimuat dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2002
yang bertujuan untuk merealisasi amanah Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dalam
rangka pembangunan di bidang hukum, dimaksudkan untuk mendorong dan melindungi
pencipta dan hasil karya ciptaanya.
Berbicara mengenai hak cipta, tentunya tidak terlepas mengenai pelanggaran hak
cipta. Suatu pelanggaran terhadap sebuah karya ciptaan terjadi apabila :
 Terjadi pengeksploitasian (pengumuman, penggandaan dan pengedaran) untuk
kepentingan komersial sebuah karya cipta tanpa terlebih dahulu meminta izin atau
mendapatkan Lisensi dari penciptanya / atau ahli warisnya. Termasuk di dalamnya
tindakan penjiplakan.
 Peniadaan nama pencipta pada ciptaannya.
 Penggantian atau perubahan nama pencipta pada ciptaannya yang dilakukan tanpa
persetujuan dari pemilik hak ciptanya.
 Penggantian atau perubahan judul sebuah ciptaan tanpa persetujuan dari penciptanya
atau ahli warisnya.
Dengan mengamati ketiga kasus yang kami bahas dalam makalah ini, dapat
disimpulkan bahwa begitu banyak kasus pelanggaran hak cipta yang terjadi di Indonesia.
Masih banyak kasus-kasus pelanggaran hak cipta lainnya yang belum kami bahas dalam
makalah ini. Dari pembahasan kasus yang telah kami jelaskan, kita dapat melihat masih
kurangnya kesadaran masyarakat Indonesia terhadap ketentuan hak cipta yang telah
diberlakukan.

4.2. SARAN

Adapun saran yang dapat kami sampaikan mengenai kasus pelanggaran hak cipta di
Indonesia, yaitu sebagai berikut :

- Pemerintah harus memberikan sosialisasi kepada semua masyarakat untuk menghargai


hasil karya cipta seseorang.

19
- Pemerintah harus bertindak tegas untuk menghukum pelaku yang terlibat dalam kasus
pelanggaran hak cipta di Indonesia.

- Pemerintah mengharuskan setiap pencipta suatu karya untuk segera mendaftarkan karya
ciptaannya, agar tidak terjadi plagiatisme atau pembajakan terhadap hasil karyanya.

- Pemerintah mempermudah pencipta suatu karya untuk mendaftarkan karya ciptaannya,


melalui prosedur-prosedur yang sederhana dan tidak berbelit-belit.

- Setiap masyarakat ikut berpartisipasi menerapkan peraturan mengenai hak cipta yang
berlaku.

- Setiap masyarakat, khususnya konsumen atau pengguna suatu karya, harusnya membeli
karya cipta orang yang orisinil, bukan membeli barang-barang atau produk bajakan.

- Setiap masyarakat yang melihat adanya tindakan berupa pembajakan atau plagiatisme
terhadap suatu karya, sebaiknya melapor kepada aparat yang berwajib untuk segera
menangani kasus tersebut.

20
DAFTAR PUSTAKA

Tamotsu Hozumi. 2006. Asian Copyright Handbook (Buku Panduan Hak Cipta Asia Versi
Indonesia). Jakarta : IKAPI

Rachmadi Usman, S.H.2003. Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual (Perlindungan dan
Dimensi Hukumnya di Indonesia). Bandung : PT.Alumni

Mulyatno. 2000. Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta : Rineka Cipta

Situs Internet:
http://www.kemenkumham.go.id/attachments/article/156/uu19_tahun%202002.pdf
http://www.dgip.go.id/hak-cipta/referensi-hukum-cipta
http://id.wikipedia.org/wiki/Hak_cipta
http://www.bnn.go.id/portal/_uploads/perundangan/2006/08/25/hak-cipta-ok.pdf
http://hakintelektual.com/hak-cipta/prosedur-pendaftaran-ciptaan/
http://hakintelektual.com/hak-cipta/masa-berlaku-hak-cipta/
http://dunia.vivanews.com/news/read/309208-as--ri-masuk-daftar-pelanggaran-hak-cipta
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24918/3/Chapter%20II.pdf
http://pusdiklat.kemenperin.go.id/index.php?option=com_docman&task=doc_download&gid=
167&Itemid=353
http://eprints.undip.ac.id/17575/1/UNING_KUSUMA_HIDAYAH.pdf
http://www.bsa.org/country/News%20and%20Events/News%20Archives/global/05152012-
idc-globalpiracystudy.aspx
http://portal.bsa.org/globalpiracy2011/downloads/study_pdf/2011_BSA_Piracy_Study-
Standard.pdf
http://www.ikapi.org/entertainment/entertainment-news/movies/1554-jangan-takut-
menghadapi-mafia-pembajakan-buku.html
http://www.mediasionline.com/readnews.php?id=2864

21

Anda mungkin juga menyukai