Anda di halaman 1dari 3

Dewasa ini, proses pembelajaran dalam semua tingkat satuan pendidikan sedang

Topic tertuju pada penguasaan kompetensi-kompetensi abad 21. Menurut Morocco (Abidin,
yang 2014:182)“Dalam menghadapi abad ke-21 kompetensi yang paling penting adalah
dibahas kompetensi belajar dan berkehidupan yang ditandai dengan 4 kompetensi penting
yakni kompetensi pemahaman tingkat tinggi, kompetensi berpikir kritis, kompetensi
berkolaborasi dan berkomunikasi, serta komptensi berpikir kreatif”.Lebih lanjut
Morocco, et al. (2008: 5) menjelaskan bahwa keterampilan-keterampilan tersebut
dapat dibekalkan kepada siswa melalui pendidikan yang menitikberatkan pada
pengembangan kompetensi multiliterasi mencakup keterampilan membaca, menulis,
dan berbicara dalam berbagai disiplin ilmu dan lintas bidang ilmu. Pembelajaran
berbasis multiliterasi tentunya harus memperhatikan integrasi antar disiplin ilmu
dengan keterampilan berbahasa, karena literasi erat kaitannya dengan keterbacaan dan
kebermaknaan.
Salah satu pengembangan kompetensi multiliterasi adalah kompetensi literasi kritis.
Pada dasarnya, literasi kritis menurut Wisodo (dalam Tilaar, 2011:200) dapat dimaknai
sebagai “kemampuan membaca teks secara aktif dan reflektif dengan tujuan
memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang kekuasaan, ketidaksamaan atau
kesenjangan, dan ketidakadilan dalam relasi manusia”. Konsep dasar literasi kritis
berinduk pada teori kritis yang meyakini bahwa ada kepentingan tertentu (ideologi) di
balik teks (Priyatni, 2010 hlm 29), sehingga didalam kegiatan menganalisis teks tidak
akan terlepas dari fenomena sosial yang sedang terjadi di masyarakat. Pengembangan
kompetensi literasi kritis bisa diterapkah secara tematik dan integrative dengan
beragam disiplin ilmu diantaranya ilmu sosial, ilmu alam, ilmu matematika, ilmu
estetika, ilmu kewargenegaraan dan lain sebagainya.
Perlu diketahui konsep penelitian ini selaras dengan wacana mengenai ‘’Revolusi
Kondisi Mental yang dicanangkan oleh pemerintah presiden Jokowi. Pendidikan merupakan
ideal kunci utama dalam upaya merevolusi mental masyarakat Indonesia yang mulai
menjauh dari nilai-nilai karakter bangsa Indonesia. Melalui model pembelajaran
tematik berbasis literasi kritis diharapkan mampu melahirkan generasi-generasi kritis
yang memiliki kemampuan berpikir idealistik, utopis, dan futuristik untuk kemajuan
Indonesia.

Kondisi Mengacu pada studi pendahuluan, peneliti melakukan FGD dengan salah satu guru SD
Laboratorium UPI, mengacu pada hasil FGD tersebut dapat disimpulkan bahwa
factual
(maslaah)
pembelajaran tematik terpadu diselenggerakan dengan masih mengacu penuh pada
buku ajar kurikulum 2013. Guru hanya menjalankan petunjuk pembelajaran yang
sudah dikemas secara sistematis pada buku tematik pedoman guru yang sudah
disediakan oleh pemerintah. Sehingga inisiatif guru dalam mengembangkan
pembelajaran tematik berbasis literasi kritis belum nampak atau belum dilaksanakan
di sekolah dasar. Pembelajaran tematik di sekolah dasar masih belum menyentuh sisi
marjinal dalam fenomena problematika sosial ataupun sains. Pembelajaran tematik di
sekolah dasar masih belum mengusung kritisme dalam membuka gembok
ketidakadilan yang dilakukan oleh sebagian pemegang otoritas. (Rengganis, Ibrahim,
2018).

Gap antara Melihat situasi tersebut, sejatinya terdapat kekosongan pada konten buku ajar tematik
terpadu kurikulum 2013. Kekosongan tersebut adalah masih jarang ditemukan teks-
konndisi
teks berbasis literasi kritis yang merepresentasikan adanya ketidakadilan sosial
ideal dan ataupun ketidakseimbangan kehidupan alam yang disebabkan oleh keserakahan,
maslaah penyelahgunaan kekuasaan, marjinalisasi, ekploitasi serta tindakan penyimpangan
lainnya yang dilakukan oleh manusia. Sehingga ada kekhawatiran apabila kekosongan
Urgensi ini terus terjadi, profil sumber daya manusia dimasa yang akan datang berpotensi tidak
penelitian memiliki daya kritisme terhadap problematika sosial yang tengah terjadi.
Mengacu pada latar belakang tersebut, maka penelitian ini berusaha menawarkan salah
solusi satu solusi praktis dengan mengembangkan didaktis-metodis model pembelajaran
tematik berbasis literasi kritis dengan berfokus pada tema-tema problematika sosial
untuk membangun kesadaran utopis siswa sekolah dasar. Kesadaran utopis dapat
dimaknai sebagai bentuk kesadaran yang mampu memunculkan gagasan tentang
situasi atau kondisi lingkungan sosial-masyarakat dengan kategori ideal dan paripurna
dengan segala atribut kualitatifnya. Kesadaran utopis dibangun dengan sikap kritis
yang diantaranya mencakaup : 1) mampu membedah inti masalah, 2) mampu
mengidentifikasi penyebab masalah, 3) mampu memberikan gagasan tentang situasi
yang ideal, 4) mampu menuliskan harapan-harapan masa depan yang lebih baik, dan
4) mampu memberikan solusi pemecahan masalah. Penelitian ini terinspirasi dari karya
Kesuma & Ibrahim yang merangkum struktur fundamental pedagogik Paulo freire
terutama pada pendidikan literasi kritis (2016), konsep pedagogik Freire yaitu bukan
hanya reading the word tapi reading the world. Pedagogi Freire pada proyek literasi
bertujuan untuk mengembangkan kesadaran kritis demi pembebasan kaum tertindas
dari dehumanisasi. Pengembangan kesadaran kritis membuat orang-orang
mempertanyakan hakikat dari situasi historis dan sosial mereka – membaca the world
mereka – dengan tujuan bertindak sebagai subjek-subjek otonom berdaya
transformative menuju masyarakat yang demokratis. Pedagogik Paulo Freire dikenal
juga dengan pendidikan hadap masalah, yaitu pendidikan yang menjadikan masalah-
masalah kemanusiaan sebagai bahan refleksi untuk disikapi secara kritis.Penghadapan
masalah-masalah manusia dalam hubungannya dengan dunia secara sadar dan bersifat
intensionalitas.
Fokus penelitian ini adalah bagaimana merancang bangun didaktis-metodis
Tujuan pembelajaran tematik dengan menggunakan pendekatan literasi kritis. Peneliti akan
penelitian memadukan teks berbasis literasi kritis dengan disiplin ilmu yang relevan guna
menghasilkan pembelajaran tematik dengan bingkai kritisme yang kuat didalamnya.

Anda mungkin juga menyukai