Anda di halaman 1dari 2

Ringkasan Buku Spiritual dan Akhlak

DEFINISI TAUBAT

َ ‫ َت َو‬yang bermakna kembali. Dia bertaubat, artinya ia


Secara Bahasa, at-Taubah berasal dari kata ‫ب‬
kembali dari dosanya (berpaling dan menarik diri dari dosa). Taubat adalah kembali kepada Allâh
dengan melepaskan hati dari belenggu yang membuatnya terus-menerus melakukan dosa lalu
melaksanakan semua hak Allah Azza wa Jalla . Secara Syar’i, taubat adalah meninggalkan dosa
karena takut pada Allâh, menganggapnya buruk, menyesali perbuatan maksiatnya, bertekad kuat
untuk tidak mengulanginya, dan memperbaiki apa yang mungkin bisa diperbaiki kembali dari
amalnya.

HAKIKAT TAUBAT

Hakikat taubat yaitu perasaan hati yang menyesali perbuatan maksiat yang sudah terjadi, lalu
mengarahkan hati kepada Allâh Azza wa Jalla pada sisa usianya serta menahan diri dari dosa.
Melakukan amal shaleh dan meninggalkan larangan adalah wujud nyata dari taubat. Taubat
mencakup penyerahan diri seorang hamba kepada Rabbnya, inabah (kembali) kepada Allâh Azza wa
Jalla dan konsisten menjalankan ketaatan kepada Allâh. Jadi, sekedar meninggalkan perbuatan dosa,
namun tidak melaksanakan amalan yang dicintai Allâh Azza wa Jalla , maka itu belum dianggap
bertaubat. Seseorang dianggap bertaubat jika ia kembali kepada Allâh Azza wa Jalla dan melepaskan
diri dari belenggu yang membuatnya terus-menerus melakukan dosa. Ia tanamkan makna taubat
dalam hatinya sebelum diucapkan lisannya, senantiasa mengingat apa yang disebutkan Allâh Azza
wa Jalla berupa keterangan terperinci tentang surga yang dijanjikan bagi orang-orang yang taat, dan
mengingat siksa neraka yang ancamkan bagi pendosa. Dia berusaha terus melakukan itu agar rasa
takut dan optimismenya kepada Allâh semakin menguat dalam hatinya. Dengan demikian, ia berdoa
senantiasa kepada Allâh Azza wa Jalla dengan penuh harap dan cemas agar Allâh Azza wa Jalla
berkenan menerima taubatnya, menghapuskan dosa dan kesalahannya.

SYARAT-SYARAT TAUBAT

Dalam kitab Majâlis Syahri Ramadhân, setelah membawakan banyak dalil dari al-Qur’an dan as-
Sunnah yang mendorong kaum Muslimin untuk senantiasa bertaubat dan beberapa hal lain tentang
taubat, Syaikh Muhammad bin Shalih Utsaimin t mengatakan, “Taubat yang diperintahkan Allâh Azza
wa Jalla adalah taubat nasuha (yang tulus) yang mencakup lima syarat: Pertama : Hendaknya taubat
itu dilakukan dengan ikhlas. Artinya, yang mendorong dia untuk bertaubat adalah kecintaannya
kepada Allâh Azza wa Jalla , pengagungannya terhadap Allâh, harapannya untuk pahala disertai rasa
takut akan tertimpa adzab-Nya. Ia tidak menghendaki dunia sedikitpun dan juga bukan karena ingin
dekat dengan orang-orang tertentu. Jika ini yang dia inginkan maka taubatnya tidak akan diterima.
Karena ia belum bertaubat kepada Allâh Azza wa Jalla namun ia bertaubat demi mencapai tujuan-
tujuan dunia yang dia inginkan. Kedua : Menyesali serta merasa sedih atas dosa yang pernah
dilakukan, sebagai bukti penyesalan yang sesungguhnya kepada Allâh dan luluh dihadapan-Nya serta
murka pada hawa nafsunya sendiri yang terus membujuknya untuk melakukan keburukan. Taubat
seperti ini adalah taubat yang benar-benar dilandasi akidah, keyakinan dan ilmu. Ketiga : Segera
berhenti dari perbuatan maksiat yang dia lakukan. Jika maksiat atau dosa itu disebabkan karena ia
melakukan sesuatu yang diharamkan, maka dia langsung meninggalkan perbuatan haram tersebut
seketika itu juga. Jika dosa atau maksiat akibat meninggalkan sesuatu yang diwajibkan, maka dia
bergegas untuk melakukan yang diwajibkan itu seketika itu juga. Ini apabila hal-hal wajib yang
ditinggalkan itu bisa diqadha’, misalnya zakat atau haji.
Kritik untuk buku ini:

Menurut saya buku ini bagus sekali untuk dibaca dan materinya semua lengkap mulai dari definisi,
pembagian-pembagiannya dll., Dan buku ini sangat cocok untuk dijadikan buku referensi.

Anda mungkin juga menyukai