Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN KASUS PROFESI FISIOTERAPI

MANAJEMEN FISIOTERAPI GANGGUAN AKTIFITAS GERAK REGIO

LUMBAL BERUPA NYERI DAN SPASME M. ERECTOR SPINE, M.

GLUTEUS, M. PIRIFORMIS, M. QUADRATUS LUMBORUM E.C.

SPONDYLOSIS LUMBAL SEJAK 2 MINGGU YANG LALU

OLEH :

ANDI AINUN ZULKIAH SURUR

R024191011

PROGRAM STUDI PROFESI FISIOTERAPI

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

i
2019

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Studi Profesi Fisioterapi di Klinik Physio Sakti dengan judul Manajemen

Fisioterapi Gangguan Aktifitas Gerak Regio Lumbal berupa Nyeri dan

Spasme M. Erector Spine, M. Gluteus, M. Piriformis, M. Quadratus

Lumborum E.C. Spondylosis Lumbal Sejak 2 Minggu Yang Lalu

pada tanggal 28 November 2019.

Mengetahui,

Instruktur Klinis Klinik Physio Sakti, Edukator Klinis Bagian Muskuloskeletal,

Dr. Djohan Aras S.ft, Physio, M.pd M.kes Irianto, S.Ft, Physio, M.Kes

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah

melimpahkan rahmat dan anugerah-nya, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan

kasus ini sebagai pembuka pintu menyelesaikan studi, laporan kasus berjudul

“Manajemen Fisioterapi Gangguan Aktifitas Gerak Regio Lumbal berupa Nyeri dan

Spasme M. Erector Spine, M. Gluteus, M. Piriformis, M. Quadratus Lumborum E.C.

Spondylosis Lumbal Sejak 2 Minggu Yang Lalu”

Sholawat dan taslim semoga tercurah atas Nabi Muhammad SAW beserta

keluarga dan sahabat-sahabatnya. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan

kasus ini masih banyak kekurangan dan keterbatasan, namun berkat do’a, bimbingan,

arahan dan motivasi dari berbagai pihak, kami mampu menyelesaikan satu tahapan

menyelesaikan studi. Harapan kami semoga laporan kasus yang diajukan ini dapat

diterima dan diberi kritikan serta masukan yang dapat semakin memperbaiki laporan

kasus ini. Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat-Nya kepada kami dan

semua pihak yang telah membantu dalam menyusun laporan kasus ini, besar harapan

dan do’a kami agar kiranya laporan kasus ini dapat diterima.

Makassar, 27 November 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

SAMPUL
LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………………… ii
KATA PENGANTAR……………………………………………………........... iii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………. iv
DAFTAR TABEL.................................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………. vi
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………….. 1
A. Latar Belakang..........................................................................................1
B. Anatomi dan Fisiologi...............................................................................2
BAB II ANALISIS KEPUSTAKAAN ………………………………………….. 6
A. Kerangka Teori.........................................................................................6
B. Definisi......................................................................................................7
C. Etiologi......................................................................................................8
D. Epidemiologi...........................................................................................10
E. Patomekanisme.......................................................................................11
F. ManifestasiKlinis.....................................................................................12
G. Pemeriksaan & Penegakan Diagnosis.....................................................13
H. Diagnosis Banding..................................................................................19
I. Penatalaksanaan Fisioterapi....................................................................21
BAB III PROSES DAN PENGUKURAN FISIOTERAPI…..………………… 23
A. Data Umum Pasien.................................................................................
23
B. Pemeriksaan Fisioterapi........................................................................ 23
C. Diagnosis Fisioterapi...................................................................….
27
D. Problem Fisioterapi.............................................................................
27
E. Tujuan Penanganan Fisioterapi.............................................................
27

iv
F. Intervensi Fisioterapi...........................................................................
28
G. Evaluasi Fisioterapi...........................................................................
29
H. Home Program...................................................................................
29

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………… 30

v
DAFTAR TABEL

Nomor halaman

2.1 Manual Muscle Test (MMT) .............................................................. 17

3.1 Inspeksi Statis Pada Tubuh.................................................................. 24

3.2 Intervensi Fisioterapi........................................................................... 28

3.3 Evaluasi Fisioterapi............................................................................. 29

vi
DAFTAR GAMBAR

Nomor halaman

2.1 Anatomi lumbal.................................................................................. 3

2.2 Otot lumbal......................................................................................... 5

2.3 Kerangka Teori................................................................................... 7

vii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Low Back Pain (LBP) atau nyeri pinggang bawah merupakan gangguan

muskuloskeletal yang disebabkan oleh berbagai penyakit dan aktivitas tubuh yang

kurang baik (Pinzon, 2012). Gejala utama low back pain adalah rasa nyeri di

daerah tulang belakang bagian punggung.Secara umum nyeri ini disebabkan

karenaperegangan otot dan bertambahnya usia yang akan menyebabkan intensitas

olahraga dan gerak semakin berkurang. Hal ini akan menyebabkan otot-otot

punggung dan perut akan menjadi lemah (Umami et al., 2014).

Prevalensi LBP di Indonesia sebesar 18%. Prevalensi LBP meningkat

sesuai dengan bertambahnya usia dan paling sering terjadi pada usia dekade

tengah dan awal dekade empat.  Penyebab LBP sebagian besar (85%) adalah non

spesifik, akibat kelainan pada jaringan lunak, berupa cedera otot, ligamen, spasme

atau keletihan otot. Penyebab lain yang serius adalah spesifik antara lain, fraktur

vertebra, infeksi dan tumor. Nyeri punggung bawah merupakan salah satu

gangguan muskuloskeletal, gangguan psikologis dan akibat mobilisasi yang salah

(Fitrina, 2018). Di Amerika Serikat lebih dari 80% penduduk pernah

mengeluhkan LBP sedangkan di Indonesia diperkirakan jumlahnya lebih banyak

lagi dan 90% kasus nyeri pinggang bawah bukan disebabkan oleh kelainan

organik, melainkan oleh kesalahan posisi tubuh dalam bekerja (Putranto, 2014).

1
Spondilosis lumbal adalah suatu kondisi pada tulang belakang dimana

discus intervertebralis mengalami degenerasi yang diikuti perubahan pada tulang

vertebra lumbal, sendi facet,dan jaringan lunak disekitarnya. Nyeri pada

2
2

spondilosis lumbal dapat disebabkan karena terbentuknya osteofit. Pasien dengan

spondilosis lumbal juga dapat mengalami kaku sendi, nyeri pada tungkai, dan rasa

tebal saat berdiri atau berjalan (zsazsa, 2018). Sekitar 90% dari kasus Spondylosis

Lumbal mengalami Low Back Pain yang disebabkan oleh faktor internal

(degenerasi), yang berpengaruh terhadap penyebabab perkembangan penyakit

spondylosis lumbal yaitu usia, obesitas, dan postur jelek dalam waktu yang lama.

Problematika yang timbul pada penderita Low Back Pain et causa Spondylosis

Lumbal adalah adanya nyeri pada punggung bawah, spasme otot, penurunan

kekuatan otot – otot lumbal, keterbatasan lingkup gerak sendi pada lumbal, dan

penurunan kemampuan aktivitas fungsional (Jupiter,2018).

a. Anatomi dan Fisiologi

1) Anatomi Lumbal Spine

Gambar 1.1 Anatomi lumbal


(Sumber: Spine Universe, 2013)

Vertebralis lumbalis adalah vertebra yang terbesar. Badannya lebih

besar dibandingkan badan vertebra lainnya dan berbentuk seperti ginjal.

Processus spinosusnya lebar, tebal, dan berbentuk seperti kapak kecil.

Processus transversusnya panjang dan langsing. Apophyseal joint dari

lumbal lebih ke posterior dari coronal plane. Foramen intervertebralis

dari lumbal berada di tengah dari sagital plane. Vertebra lumbal terdiri
3

dari dua komponen, yaitu komponen anterior yang terdiri dari corpus,

sedangkan komponen posterior yaitu arcus vertebralis yang terdiri dari

pedicle, lamina, processus transversus, processus spinosus dan processus

articularis. Setiap dua corpus vertebra dipisahkan oleh discus

intervertebralis dan ditahan serta dihubungkan satu dengan yang lain oleh

ligamentum. Foramina vertebralis lumbalis berbentuk segitiga, ukurannya

sedikit lebih besar dari vertebra thoracalis tapi lebih kecil dari vertebra

cervicalis. Foramen intervertebralis yang relatif besar sehingga terjadi

kompresi akar saraf akan lebih besar (Paulken,2013).

Gambar 1.2 Otot lumbal


(Sumber: Netter, 2014)

Columna vertebralis ini terbentuk oleh unit-unit fungsional yang

terdiri dari segmen anterior dan posterior (Inding, 2016). Sebagian besar

fungsi segmen amterior ini adalah sebagai penyangga badan. Segemen ini

meliputi korpus vertebrae dan diskus intervertebralis yang diperkuat oleh

ligamen longitudinale anterior di bagian depan dan ligamentum

longitunale posterior di bagian belakang, ligamen ini menutup seluruh

bagian belakang diskus. Ligamen ini menyempit, hingga pada daerah L5-

S1 lebar ligamen hanya tinggal separuh saja. Segmen posterior, dibentuk

oleh arkus, prosesus transverses dan prosesus spinosus. Dihubungkan oleh

sepasang artikulasi dan diperkuat oleh otot dan ligamen. Struktur lain pada
4

low back pain adalah discus intervertebra yang berfungsi sebagai

penyangga beban dan peredam kejut. Diskus ini terbentuk oleh annulus

fibrosus yang merupakan anyaman serat-serat fibrolastik. Tepi atas dan

bawah melekat pada “end plate” vertebra, hingga terbentuk rongga antar

vertebra yang berisi nukleus pulposus suatu bahan mukopolisakaridakental

yang banyak mengandung air posterior (Inding, 2016).

b. Fisiologi Lumbal

Setelah membahas struktur dari lumbal pada pembahasan anatomi

lumbal di atas, di sini juga akan dipaparkan tentang fungsi dari lumbal, yaitu

lumbal merupakan salah satu pusat gravitasi atau center of gravity dari tubuh

manusia. Ketika berdiri tegak, lumbal spine menumpu beban kompresi dari

tubuh bagian atas. Beban kompresi diterima oleh lumbal saat duduk dan

ditransmisikan ke pelvis, juga saat berdiri, berjalan dan berlari ditransmisikan

ke kedua kaki. Dalam posisi berdiri, nampak ada lengkungan pada daerah

lumbal yang disebut dengan lordosis, sedangkan saat duduk lordosis biasanya

hilang dan terjadi round back. Jika lordosis seringkali hilang dalam waktu yg

lama maka dapat timbul masalah pada punggung bawah (Guyton, 2011).

c. Biomekanik Lumbal

Biomekanik terbagi atas gerakan osteokinematik dan arthrokinematik.

Gerak osteokinematik merupakan gerakan yang berhubungan dengan Lingkup

Gerak Sendi. Pada lumbal spine melibatkan gerakan fleksi, ekstensi, rotasi dan

lateral fleksi. Sedangkan gerak arthrokinemetik merupakan gerakan yang

terjadi didalam kapsul sendi pada persendian. Pada lumbal spine gerakannya
5

berupa gerak slide atau glide terjadi pada permukaan persendian (Eliyana,

2017).

1) Osteokinematik

Gerakan osteokinematik pada fleksi dan ekstensi terjadi pada

sagital plane, lateral fleksi pada frontal plane, dan rotasi kanan-kiri terjadi

pada transverse plane. Sudut normal gerakan fleksi yaitu 65°- 85°, gerakan

ekstensi sudut normal gerakan sekitar 25°-40°, dan untuk gerakan lateral

fleksi 25°, sedangkan gerakan rotasi dengan sudut normal yang dibentuk

adalah 45° (Reese dan bandy, 2010).

2) Arthrokinematik

Pada lumbal, ketika lumbal spine bergerak fleksi discus

intervertebralis tertekan pada bagian anterior dan menggelembung pada

bagian posterior dan terjadi berlawanan pada gerakan ekstensi. Pada saat

lateral flexion, discus intervertebralis tertekan pada sisi terjadi lateral

fleksi. Misalnya, lateral fleksi ke kiri menyebabkan discus

intervertebralis tertekan pada sisi sebelah kiri. Secara bersamaan discus

intervertebralis sisi kanan menjadi menegang (Eliyana, 2017).


6

BAB II

ANALISIS KEPUSTAKAAN

A. Kerangka Teori

Penyebab Timbulnya Low Back Pain

Kongenital Traumatik

Neurotra Inflamasi Neoplasma


nsmitter Gangguan metabolik Degeneratif
Nyeri
Infeksi Psikoneurotik

Penekanan Pembuluh Darah

Suplai Darah ke Otot berkurang

Suplai O2 berkurang

Meningkatkan Kebutuhkan Energi

Metabolisme Karbohidrat Terhambat

Penimbunan Asam Laktat

Spasme otot punggung bawah

Penekanan Saraf

Proses Manajemen
Nyeri
Fisioterapi
Gambar 2.1. Kerangka teori

6
7

B. Definisi

Low Back Pain (LBP) adalah nyeri yang dirasakan pada daerah

punggung bawah, dapat berupa nyeri lokal maupun nyeri radikuler atau

keduanya. Nyeri ini terasa di antara sudut iga bagian bawah sampai lipatan

bokong bawah yaitu daerah lumbal dan lumbosacral (Kasjono et al., 2017).

Low back pain myogenic berhubungan dengan stress/strain otot punggung,

tendon, ligament yang biasanya ada bila melakukan aktivitas sehari-hari

berlebihan. Nyeri bersifat tumpul, intensitas bervariasi seringkali menjadi

kronik, dapat terlokalisir atau dapat meluas ke sekitar glutea. Nyeri ini tidak

disertai dengan hipertensi, parestesi, kelemahan atau defisit neorologis. Bila

batuk atau bersin tidak menjalar ke tungkai (Priyambodo dalam Pramita,

2014).

Spondilosis lumbal adalah suatu kondisi pada tulang belakang dimana

discus intervertebralis mengalami degenerasi yang diikuti perubahan pada

tulang vertebra lumbal, sendi facet,dan jaringan lunak disekitarnya. Nyeri

pada spondilosis lumbal dapat disebabkan oleh canal stenosisyang terjadi

akibat terbentuknya osteofit. Pasien dengan spondilosis lumbal juga dapat

mengalami kaku sendi, nyeri pada tungkai, dan rasa tebal saat berdiri atau

berjalan (zsazsa, 2018). Proses degenerasi umumnya terjadi pada segmen L4-

L5 dan L5-S1. Komponen-komponen veretebra yang seringkali mengalami

spondylosis adalah diskus intervertebralis, facet joint, corpus vertebra dan

ligamentum vlavum (Sisiani,2013).


8

Spondylosis lumbal merupakan penyakit degeneratif yang terjadi pada

bagian korpus vertebra atau diskus intervertebralis sehingga dapat

mengakibatkan iritasi atau peradangan pada persendian sehingga termasuk ke

dalam kelompok Osteoartritis yang menyebabkan perubahan degeneratif pada

intervertebra joint dan apophyseal joint (facet joint), perubahan degeneratif

pada lumbal dapat bersifat asimptomatik (tanpa gejala) dan simptomatik

(muncul gejala/keluhan) dengan gejala yang sering muncul ialah nyeri

punggung, spasme otot, dan keterbatasan gerak (Harsono, 2018).

C. Etiologi
Spondylosis lumbal muncul karena proses penuaan atau perubahan

degeneratif.  Spondylosis lumbal banyak pada usia 30 – 45 tahun dan paling

banyak pada usia 45 tahun. Kondisi ini lebih banyak menyerang pada wanita

daripada laki-laki. Faktor-faktor resiko yang dapat menyebabkan spondylosis

lumbal adalah :

a. Kongenital, misalnya Faset tropismus (asimetris), kelainan vertebra

misalnya sakralisasi, lumbalisasi, dan skoliosis serta sindrom ligamen

transforamina yang menyempitkan ruang untuk jalannya nervus spinalis

hingga dapat menyebabkan nyeri pinggang.

b. Trauma dan gangguan mekanik : Trauma dan gangguan mekanik

merupakan penyebab utama LBP. Orang yang tidak biasa melakukan

pekerjaan otot atau sudah lama tidak melakukannya dapat menderita LBP

akut, atau melakukan pekerjaan dengan sikap yang salah dalam waktu

lama akan menyebabkan LBP kronik. Hal yang sama juga bisa didapatkan

pada wanita hamil, orang gemuk, memakai sepatu dengan tumit terlalu
9

tinggi. Trauma dapat berbentuk lumbal strain (akut atau kronik), fraktur

(korpus vertebra, processus tranversus), subluksasi sendi faset (sindroma

faset), atau spondilolisis dan spondilolistesis.

c. Gangguan metabolik: Osteoporosis dapat disebabkan oleh kurangnya

aktivitas/imobilisasi lama, pasca menopouse, malabsorbsi/intake rendah

kalsium yang lama, hipopituitarisme, akromegali, penyakit cushing,

hipertiroidisme/ tirotoksikosis, osteogenesis imperfekta, gangguan nutrisi

misalnya kekurangan protein, defisiensi asam askorbat, idiopatik, dan lain-

lain. Gangguan metabolik dapat menimbulkan fraktur kompresi atau

kolaps korpus vertebra hanya karena trauma ringan. Penderita menjadi

bongkok dan pendek dengan nyeri difus di daerah pinggang.

d. Degenerasi, misalnya pada penyakit spondylosis (spondyloarthrosis

deforman), osteoartritis, hernia nukleus pulposus (HNP), dan stenosis

spinal.

e. Kelainan pada alat-alat visera dan retroperitoneum, pada umumnya

penyakit dalam ruang panggul dirasakan di daerah sakrum, penyakit di

abdomen bagian bawah dirasakan didaerah lumbal.

f. Infeksi : Infeksi dapat dibagi ke dalam akut dan kronik. LBP yang

disebabkan infeksi akut misalnya: disebabkan oleh kuman pyogenik

(stafilokokus, streptokokus, salmonella). LBP yang disebabkan infeksi

kronik misalnya spondilitis TB (penyakit pott), jamur, osteomielitis

kronik.

g. Problem psikoneurotik : LBP karena problem psikoneuretik misalnya

disebabkan oleh histeria, depresi, atau kecemasan. LBP karena masalah


10

psikoneurotik adalah LBP yang tidak mempunyai dasar organik dan tidak

sesuai dengan kerusakan jaringan atau batas-batas anatomis, bila ada

kaitan LBP dengan patologi organik maka nyeri yang dirasakan tidak

sesuai dengan penemuan gangguan fisiknya.

D. Epidemiologi

Sebanyak 266 juta orang (3,63%) di seluruh dunia ditemukan

memiliki penyakit degenerative lumbal dan low back pain setiap tahun.

Estimasi tertinggi dan terendah insiden ditemukan di Eropa (5,7%) dan

Afrika (2,4%). Berdasarkan ukuran populasi, dengan dengan penghasil

rendah dan menengah memiliki kasus 4 kali lebih banyak daripada negara

berpendapatan tinggi. Tiga puluh sembilan juta orang (0,53%) di seluruh

dunia ditemukan memiliki spondylolisthesis, 403 juta (5,5%) individu di

seluruh dunia dengan degenerasi disk simtomatik, dan 103 juta (1,41%)

individu di seluruh dunia dengan stenosis tulang belakang setiap tahun

(Ravindra, 2018). Jika dilihat dari struktur anatomi, fisiologi, biomekanik

dan fungsional dari lumbal, maka pada daerah lumbal akan rawan terhadap

cedera. Apabila dilihat secara struktur anatomi, vertebra lumbalis terdiri dari

korpus dari vertebra yang besar, diskus vertebra yang besar, facet pada

bidang sagital, sehingga gerakan yang terjadi pada lumbal adalah fleksi dan

ekstensi sehingga beban pada facet berat. Selain itu, kita harus melihat

lokasi dan penjalaran nyeri, posisi atau gerakan tubuh yang dapat

meningkatkan kualitas nyeri, pemeriksaan fisis yang memungkinkan adanya

keganasan, maupun pemeriksaan neurologis. Oleh sebab itu, seseorang yang

memiliki keluhan nyeri pinggang bawah harus dievaluasi secara detail untuk
11

mengetahui penyebab nyeri. Salah satu penyebab timbulnya nyeri pinggang

bawah adalah spondylolistesis. (Nitbani, 2016).

Menurut Jupiter dalam Jurnal Fisioterapi dan Rehabilitasi (2018),

Diantara kondisi tersebut telah di observasi bahwa sekitar 90% dari kasus

Spondylosis Lumbal mengalami Low Back Pain yang disebabkan oleh

faktor internal (degenerasi), yang berpengaruh terhadap perkembangan

spondylosis lumbal yaitu usia, obesitas, dan postur jelek dalam waktu yang

lama. Bila usia bertambah maka akan terjadi perubahan degeneratif pada

tulang belakang, yang terdiri dari dehidrasi dan kolaps nukleus pulposus

serta penonjolan ke semua arah dari anulus fibrosus. Anulus mengalami

klasifikasi dan perubahan hipertrofik terjadi pada pinggir tulang korpus

vertebra, membentuk osteofit atau spur atau taji. Dengan penyempitan

rongga intervertebra, sendi intervertebra dapat mengalami subluksasi dan

menyempitkan foramina intervertebra, yang dapat juga ditimbulkan oleh

osteofit (Kusumaningrum, 2014).

E. Patomekanisme

Nyeri punggung bawah biasanya berhubungan dengan peristiwa

traumatik spesifik (misalnya, mengangkat beban berat) atau stres mekanis

kontinu terhadap ligamen atau otot penyokong lumbo-sacral. Spasme otot

merupakan penyebab dari Low Back Pain. Spasme dapat terjadi karena

gerakan punggung yang terlalu sering berlebihan melampaui kekuatan otot-

otot tersebut. Di samping itu merupakan penyebab Low Back Pain yaitu

pengapuran tulang belakang dan atau pengikisan diskus intervertebral

lumbal yang mengakibatkan jepitan pada saraf yang bersangkutan


12

mengakibatkan nyeri punggung pada kondisi kronis dapat menimbulkan

kesemutan, adanya pengapuran disebabkan oleh faktor internal yaitu karena

proses degeneratif, adanya faktor eksternal yaitu Low Back Pain disebabkan

karena pada struktur anatomi normal menjadi abnormal karena digunakan

secara mekanikal berlebihan atau akibat dari trauma / deformitas yang

menimbulkan sprain atau strain otot, tendon, dan ligamen terjadi secara

cepat ataupun berulang dalam jangka waktu yang lama. Problematika yang

timbul pada penderita Low Back Pain et causa Spondylosis Lumbal adalah

adanya nyeri pada punggung bawah, spasme otot, penurunan kekuatan otot –

otot lumbal, keterbatasan lingkup gerak sendi pada lumbal, dan penurunan

kemampuan aktivitas fungsional (Karen, 2018).

F. Manifestasi Klinis

Berdasarakan pemeriksaan yang cermat, LBP dapat dikategorikan

ke dalam kelompok:

a. Simple Back Pain (LBP sederhana) dengan karakteristik :

1) Adanya nyeri pada daerah lumbal atau lumbosacral tanpa

penjalaran atau keterlibatan neurologis.

2) Nyeri mekanik, derajat nyeri bervariasi setiap waktu, dan

tergantung dari aktivitas fisik

3) Kondisi kesehatan pasien secara umum adalah baik.

b. LBP dengan keterlibatan neurologis, dibuktikan dengan adanya 1

atau lebih tanda atau gejala yang mengindikasikan adanya

keterlibatan neurologis.
13

1) Nyeri menjalar ke lutut, tungkai, kaki ataupun adanya rasa baal

di daerah nyeri.

2) Adanya tanda iritasi radikular, gangguan motorik maupun

sensorik/refleks.

c. Red flag LBP dengan kecurigaan mengenai adanya cedera atau kondisi

patologis yang berat pada spinal. Karakteristik umum :

1) Trauma fisik berat seperti jatuh dari ketinggian ataupun kecelakaan

kendaraan bermotor

2) Nyeri non mekanik yang konstan dan progresif

3) Ditemukan nyeri abdomen dan atau thoracal

4) Nyeri hebat pada malam hari yang tidak membaik dengan posisi

terlentang

5) Riwayat atau adanya kecurigaan kanker, HIV, atau keadaan

patologis lainnya yang dapat menyebabkan kanker

6) Penggunaan kortikosteroid jangka panjang

7) Penurunan berat badan yang tidak diketahui sebabnya, menggigil

dan atau demam

8) Fleksi lumbal sangat terbatas dan persisten

9) Saddle anestesi, dan atau adanya inkonentinensia urin


14

G. Pemeriksaan & Penegakan Diagnosis

a. Assesment

Assesment atau pemeriksaan merupakan komponen penting dalam

menejemen penatalaksanaan fisioterapi. Tindakan ini bertujuan untuk

menegakkkan diagnosis dan pedoman dalam pelaksaan terapi terhadap

keluhan yang dialami pasien. Baik berupa anamnesis maupun berupa

pemeriksaan dengan anamnesis dan pemeriksaan yang terarah dan

terstruktur dengan cara tanya jawab antara terapis dengan pasien atau

keluarga pasien, baik itu meliputi: nama, umur, jenis kelamin, serta

pekerjaan dan hal hal yang berkaitan dengan penderita

(Kusumaningrum, 2014).

Anamnesis biasanya terdiri dari pertanyaan-pertanyaan sebagai

berikut :

1) Keluhan utama merupakan keluhan yang di rasakan oleh pasien

sehingga mendorong pasien untuk mencari pengobatan atas apa

yang di deritanya.

2) Riwayat penyakit sekarang.

3) Riwayat pribadi dan keluarga.

4) Riwayat pribadi merupakan riwayat yang berhubungan

denganfaktor personal pasien yang berpengaruh dengan penyakit

yang di derita saat ini, dan hasil yang di peroleh dari riwayat pribadi

pasien.

5) Riwayat penyakit dahulu untuk menegakkan diagnosis apakah ada

kaitanya dengan penyakit yang di derita sekarang.


15

b. Pemeriksaan fisioterapi

1) Pemeriksaan fisik.

Pemeriksaan tanda tanda vital bertujuan untuk memantau dan

menilai fungsi fisiologis organ vital tubuh. Adapun pemeriksaan

yang dilakukan antara lain tekanan darah, denyut nadi, pernafasan,

temperature, tinggi badan, dan berat badan (Kusumaningrum,

2014). Pemeriksaan fisik meliputi:

a) Inspeksi

Inspeksi (statis dan dinamis) (posture, bengkak, gait, tropic,

change, dll). Inspeksi adalah pemeriksaan dengan cara

mengamati setiap pasien secara tepat dan dilakukan observasi

terhadap sikap tubuh. Pemeriksaan statis adalah mengamati

tubuh pasien dalam kondisi pasien diam sedangkan pemeriksaan

dinamis adalah mengamati pasien dalam kondisi tubuh pasien

bergerak (Kusumaningrum, 2014).

b) Palpasi

Palpasi (Nyeri, spasme, suhu lokal, tonus, bengkak, dan

lain-lain). Pemeriksaan dengan cara meraba dan menekan pada

bagian tubuh pasien untuk mengetahui adanya spasme otot,

perbedaan suhu lokal, adanya nyeri, kelainan tonus otot, dan

adanya bengkak dan lain-lain (Kusumaningrum, 2014).

2) Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar

Pemeriksaan gerak adalah pemeriksaan dengan cara

melakukan gerakan yang terdiri dari gerakan pasif, aktif dan


16

isometrik melawan tahanan (Kusumaningrum, 2014). Pemeriksaan

gerak pasif merupakan suatu cara pemeriksaan gerak yang di

lakukan dengan cara di bantu oleh terapis atau dari luar dalam

keadaan pasif dan rileks, pemeriksaan gerak aktif merupakan suatu

cara pemeriksaan gerak yang di lakukan dengan cara pasien yang

menggerakkan sendiri anggota tubuhnya, pemeriksaan gerak

isometrik melawan tahanan dimana pasien di minta menggerakkan

secara aktif, sementara terapis memberikan tahanan yang

berlawanan arah dengan gerakan yang di lakukan oleh penderita.

3) Pemeriksaan Khusus

Pemeriksaan ini bertujuan untuk memperjelas permasalahan

yang dihadapi pasien (Kusumaningrum, 2014).

A. VAS (Visual Analog Scale)

VAS digunakan untuk mengukur kwantitas dan kwalitas

nyeri yang pasien rasakan, dengan menampilkan suatu

kategoris nyeri mulai dari “tidak nyeri, ringan, sedang dan

berat” (Aras,2014).

a. Skala 0-4 mm : tidak nyeri ( tidak ada rasa sakit, merasa

normal)

b. Skala 5-44 mm : nyeri ringan ( masih bisa ditahan,

aktifitas tak terganggu

c. Skala 45 – 74 mm : nyeri sedang. Menggangu aktifitas

fisik
17

d. Skala 75 – 100 mm : nyeri berat ( tidak dapat melakukan

aktifitas secara mandiri)

B. Manual Mucle Test (MMT). Derajat dari MMT di nilai dalam

angka dari 0 sampai dengan 5. Faktor subjektif adalah penilaian

penguji pada tahanan yang di berikan pada pasien dalam test.

Sedangkan faktor objektif adalah kemampuan pasien untuk

memenuhi ROM atau melawan tahanan dan gravitasi

(Kusumaningrum, 2014).

0 Zero Tidak ada kontraksi otot sama sekali (baik dilihat


atau diraba)

1 Trace Kontraksi otot dapat terlihat/ teraba tetapi tidak


ada gerakan sendi

2 Poor Ada kontraksi otot, dapat menggerakkan sendi


secara penuh, tidak melawan gravitasi
3 Fair Kontraksi otot, dapat menggerakkan sendi
dengan penuh dan mampu melawan gravitasi
4 Good Kontraksi otot dengan sendi penuh, mampu
melawan gravitasi dengan tahanan minimal

5 Normal Kontraksi otot dengan gerakkan sendi penuh,


mampu
melawan gravitasi dan dengan tahanan optimum

Tabel 2.1. Tabel Manual Muscle Test (MMT)

(Sumber: Worthingham, D., Otot Testing Thecniques Of Manual Examination,2011)

C. Range Of Motion (ROM)

ROM merupakan pemeriksaan dasar untuk menilai

pergerakan dan mengidentifikasikan masalah gerak untuk

intervensi. Ketika sendi bergerak dengan ROM yang full atau

penuh, semua struktur dalam region sendi tersebut mulai dari


18

otot, ligament, tulang dan fasia ikut terlibat di dalamnya

(Kusumaningrum, 2014).

Berdasarkan International Standart of Measurement

(ISOM) bidang gerak sendi dibagi menjadi 4 yaitu sagital (S),

frontal (F), transversal (T), rotasi (R). Penulisan diawali dengan

bidang gerak dilanjutkan dengan luas lingkup gerak sendi.

Semua gerakan dituliskan dalam tiga angka dengan urutan luas

lingkup gerak sendi yang menjahui tubuh, posisi awal sendi, dan

gerakkan yang mendekati tubuh. Penulisan diawali dengan

menuliskan bidang gerak dimana gerakan terjadi. Kemudian

dilanjutkan dengan menuliskan luas lingkup gerak sendi. Semua

gerakan ditulis 3 angka dengan urutan ekstensi (dan semua

gerakan menjauhi tubuh) kemudian posisi awal (posisi netral/)

menyusul gerakan fleksi (dan semua gerakan mendekati tubuh)

(Suharti et al., 2018).

D. Spesifict Test (Aras, Ahmad, & ahmad, 2014)

a. Compression Vertebra Test

Untuk mendeteksi masalah pada diskus dan artikular.

b. Palpasi

Untuk melihat adanya spasme pada m.piriformis bilateral,

m.erector spine.

c. Piriformis Test

Untuk mendeteksi adanya spasme m.pirimormis dextra

.
19

d. SLR

Untuk mendeteksi adanya kompresi akar saraf.

e. Patrick Test

Untuk mendeteksi masalah pada SIJ anterior.

f. Antipatrick Test

Untuk mendeteksi masalah pada SIJ posterior.

g. Bridging Test

Untuk melihat kekuatan core muscles.

h. Slump Test

Untuk meneteksi masalah pada medula spinalis.

E. Diagnosis Penunjang

a. X-ray

Pemeriksaan awal untuk spondylolisthesis yaitu foto AP,

lateral, dan spot view radiografi dari lumbal dan lumbosacral

junction. Foto oblique dapat memberikan informasi tambahan,

namun tidak rutin dilakukan.

b. SPECT bone scintigraphy

SPECT dapat membantu mendeteksi stress injury pada

pars interartikularis pada nyeri pinggang bawah akibat

spondylolisthesis.

c. Magnetic resonance imaging (MRI)

MRI dapat memperlihatkan adanya edema pada lesi yang

akut. MRI juga dapat menentukan adanya kompresi saraf spinal

akibat stenosis dari kanalis sentralis.


20

F. Diagnosis Banding

a. Herniasi Diskus Servikal

Beberapa kondisi yang menyerupai manifestasi klinis hernia diskus

servikalis, yaitu : (Way, 2003).

1) Akibat trauma dan inflamasi, seperti bursitis subdeltoid atau

subakromial dan bahu terkilir.

2) Gangguan neurologis: Entrapment neuropathy di ekstremitas

atas, scanelus anticus syndrome, carpal tunnel syndrome,

tardy ulnar palsy.

3) Primary peripheral atau tumor sistem saraf pusat dari pleksus

brakialis, korda servikalis, atau sambungan servikomedularis.

4) Gangguan paru: coronary insufficiency dan angina pektoris;

neoplasma pada apeks paru.

5) Gangguan pada tulang: fraktur, dislokasi, atau subluksasi dari

spina servikal.

b. Herniasi Diskus Lumbal

HNP terjadi dikarenakan adanya nukleus pulposus (bahan pengisi

berupa zat yang kenyal seperti gell) yang keluar dari diskus

invertebralis (sendi tulang belakang). Karakteristik herniasi diskus

lumbal adalah nyeri punggung yang menyebar sampai ke kaki dan

mempunyai banyak penyebab, seperti: (Yudhiono, 2017).

1) Kelainan tulang, misalnya spondilolistesis, spondilosis, atau

paget’s disease.
21

2) Tumor primer dan metastatis dari cauda equina atau area

panggul.

3) Lesi degeneratif dari medulla spinalis dan neuropati perifer.

4) Penyakit oklusi vaskular perifer.

c. Cauda Equina Syndrome (CES)

CES merupakan penekanan pada cauda equina dengan gejala

klinis dapat berupa nyeri punggung bawah, skiatika unilateral atau

bilateral, kelemahan otot ekstremitas bawah dan gangguan sensoris

(Itradura, 2017).

d. Lumbar Degenerative Disc Disease (LDDD)

LDDD juga sering disebut spondilosis yang dapat menyebabkan

diskus berdegenerasi atau kehilangan fleksibilitas dan kurangnya

bantalan medula spinalis, sehingga medula spinalis tidak mendapatkan

aliran darah dan tidak dapat memperbaiki diri apabila ada kerusakan

(Bohinski, 2010).

e. Lumbar Stenosis

Gejala klinis yang paling sering muncul adalah nyeri pada

punggung bawah dan ekstremitas bawah, gangguan berjalan dan

disabilitas lainnya. Bentuk stenosis spinal yang didapat biasanya

bersifat degeneratif, tetapi dapat juga disebabkan oleh gabungan

stenosis kongenital dan degeneratif, stenosis spondylolisthetic atau

spondylolytic, stenosis iatrogenik (seperti stenosis pasca-laminektomi),

stenosis pasca-trauma, atau stenosis metabolik (Lee et al., 2015).


22

G. Penatalaksanaan Fisioterapi

a. TENS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulator)

Menggunakan stimulasi listrik untuk mengurangi sensasi nyeri

punggung bawah dengan mengganggu impuls nyeri yang dikirimkan

ke otak.

b. Ultrasound

Ultrasound merupakan suatu bentuk penghangatan di lapisan

dalam dengan menggunakan gelombang suara pada kulit yang

menembus sampai jaringan lunak dibawahnya. Ultrasound terutama

berguna dalam menghilangkan serangan nyeri akut dan dapat

mendorong terjadinya penyembuhan jaringan.

c. High frequency current (HFC)

Arus kontinu elektromagnetik (CEM) berfrekuensi 27 MHz dan

panjang gelombang 11,06 m, dapat memberikan efek lokal antara lain:

mempercepat resolusi inflamasi kronik, mengurangi nyeri, mengurangi

spasme, meningkatkan ekstensibilitas jaringan fibrous.

d. Bugnet Exercises

Bugnet exercises (terapi tahanan sikap) adalah metode

pengobatan berdasarkan kesanggupan dan kecenderungan manusia

untuk mempertahankan sikap badan melawan kekuatan dari luar.

Kemampuan mempertahankan sikap tubuh melibatkan aktivitas

sensomotorik dan mekanisme refleks sikap. Aktivitas motorik terapi

ini bersifat umum yang diikuti oleh fungsi sensorik untuk bereaksi

mempertahankan sikap tubuh.


BAB III

PROSES DAN PENGUKURAN FISIOTERAPI

A. Data Umum Pasien

Nama : Ny. H.

Usia : 52 tahun

JK : perempuan

Pekerjaan : PNS

Hobi : Traveling

B. Pemeriksaan Fisioterapi (CHARTS)

a. Chief of complaint

Nyeri pada pinggang bawah sebelah kiri

b. History taking

1) Nyeri dirasakan sejak 2 minggu yang lalu setelah melakukan

perjalanan jauh.

2) Pasien dirawat di RS dengan keluhan yang sama

3) Hasil MRI kesan spondylosis lumbalis dan osteoporosis

4) Pasien rutin minum obat penghilang rasa nyeri

5) Pasien memiliki riwayat kolestrol dan diabetes

6) Pasien memiliki riwayat HNP cervical

7) Tidakada keluhan lain

23
24

c. Assimetry

1) Inspeksi Statis

Ekspresi wajah pasien tampak cemas.

Tabel 3.1 Inspeksi Statis Pada Tubuh

Anterior Posterior
Lateral
Shoulder : Cervical :
Simetris
Cervical : Normal
Thoraks
Normal : Scapula :
Normal
Vertebrae : Simetris
Papilla
LordosisMamae : Vertebrae :
Simetris
Malleolus Lateral : Lordosis
Arm
Simetris : SIPS :
Simetris
Arcus : Simetris
SIAS
Normal : Fossa Poplitea :
Simetris
Cervical : Simetris
Patela
Normal : Calcaneus :
Simetris
Vertebrae : Simetris
Malleolus
Lordosis Medial : Cervical :
Simetris
Malleolus Lateral : Normal
Simetris

2) Inspeksi Dinamis

a) Tidak ada kelainan pola berjalan saat pasien datang

b) Saat dipersilahkan duduk posis pasien agak membungkuk dengan

memegang pinggang sebelah kiri

3) Palpasi

a) Kontur Kulit : Normal


b) Suhu Normal : Normal

c) Oedem : (-)

d) Tenderness : (+) m. Erector Spine, m. Gluteus, m.Piriformis,


Sendi Gerakan Aktif Pasif

Lumbal Fleksi T Terbatas,Nyeri,


25
e Elastic end feel
r
m.Quadratus lumborum b
4) PFGD
a
t
a
s
,
N
y
e
r
i
Ekstensi T Terbatas,Nyeri,
e Elastic end feel
r
b
a
t
a
s
,
N
y
e
r
i
Lateral T Terbatas,Nyeri
Fleksi e Elastic end feel
dextra r
b
a
t
a
s
,
N
y
e
26

d. Restrictive

1) ROM : Adanya keterbatasan gerak pada region lumbal.

2) ADL : Walking, Praying

3) Pekerjaan : Tergangggu karena sakit saat bekerja lama.

4) Rekreasi : Terganggu karena sakit saat berjalan dan duduk

lama.

e. Tissue Impairment

1) Musculotendinogen : m. Erector Spine, m. Gluteus,

m.Piriformis, m.Quadratus lumborum

2) Osteoartrogen : L5,S1,S2

3) Neurogen : suspect n.ishiadicus

4) Psikogenik : Kecemasan

f. Specific Test

1) Visual Analog Scale (VAS)

a) Nyeri Diam :2

b) Nyeri Tekan : 6

c) Nyeri Gerak :5

2) Skin Rolling: (+) spasme m quadratus lumborum

3) Straight Leg Raising (SLR): (-) Negatif tidak muncul rasa

nyeri.

4) Neri Test: (-) Negatif tidak ada gangguan pada duramater.


27

5) Bragard Test: (+) Nyeri, terdapat penguluran pada duramater

dan spinal cord

6) Patrick Test: (+)terdapat gangguan pada ligamen SIJ anterior

7) Antupatrick Test: (+) Ada gangguan pada ligamen SIJ

posterior.

8) William flexion: (+) Spasme pada erector spine

9) MRI: Spondylosis lumbal dan osteoporosis L4-S1, S1-S2

10) Tes Palpasi: spasme m. Erector Spine, m. Gluteus,

m.Piriformis, m.Quadratus lumborum

11) MMT:4

12) HRs-A: 12 (Kecemasan ringan)

13) Indeks Barthel : : 14 (Ketergantungan ringan)

C. Diagnosis Fisioterapi

Gangguan Aktifitas Gerak Regio Lumbal Berupa Nyeri Dan

Spasme E.C. Spondylosis Lumbal Sejak 2 Minggu Yang Lalu

D. Problem fisioterapi

1) Primer : Nyeri pada pinggang

2) Sekunder :

a) Gangguan kecemasan.

b) Limitasi ROM lumbal

c) Spasme pada m. Erector Spine, m. Gluteus, m.Piriformis,

m.Quadratus lumborum

3) Kompleks : Gangguan ADL Walking dan praying

E. Tujuan Fisioterapi
28

1) Tujuan Jangka Pendek :

a) Mengurangi nyeri

b) Meningkatkan ROM lumbal

c) Mengatasi kecemasan.

d) Mengatasi spasme Erector Spine, m. Gluteus, m.Piriformis,

m.Quadratus lumborum

2) Tujuan Jangka Panjang :

Mengatasi gangguan ADL berupa Walking dan praying

F. Intervensi Fisioterapi

Tabel 3.2 Intervensi Fisioterapi

No Problem Modalitas Dosis


. Terpilih
1. Kecemasan Komunikasi F : 1x/ hari
terapeutik I : Pasien
fokus
T :
Interpersona
l Approaach
T : Selama
proses FT
2. Pre IR F : 1x / hari
eleminary I : 30 Cm
dari kulit
T : Lokal
T: 10 Menit
3 Nyeri Interfensi F : 1x / hari
I : 35 mAh
T : Coplanar
T: 10 Menit
3. Nyeri Manual F : 1x/ hari
29

Therapy I : 3x
Repetisi
T: Friction,
Vibrasi
T : 2 Menit
4. Spasme Exercise F : 1x/ hari
Therapy I : 3x
Repetisi
T :
Myofascial
Release dan
Streching
T : 2 Menit
6. Spasme Exercise F : 1x/ hari
Therapy I : 5x
Repetisi
T :
Stretching
m. Erector
Spine, m.
Gluteus,
m.Piriformis
,
m.Quadratu
s lumborum
T : 2 Menit

G. Evaluasi

N Problem Parameter Intervensi Ket.


o. Sebelum Sesudah
1. Nyeri VAS Diam : 0 Diam :2 Terjadi
Teka Tekan : 3 penurunan
n:6 nyeri
30

Gerak : Gerak : 4
5
H.Spasme Palpasi Spasme Spasme Ada perubahan
tinggi berkurang
Tabel 3.3 Evaluasi Fisioterapi

H. Home program

1) Bugnet Exercise

2) Mc. kenzie Exercise

3) Self Stretching
30

DAFTAR PUSTAKA

Aras, D., Ahmad, H., & ahmad, arisandy. (2014). No Title (1st ed.). makassar:

physiocare publising.

Airaksinen, M., Otero, M.J., Schmitt, E., Cousins, D., Gustafsen, I., Hartmann,

M., Lyftingsmo, S., et al. 2006. Creation of a better medication safety

culture in Europe: Building up safe medication practices-Report. Expert

Group on Safe Medication Practices (P-SP-PH/SAFE). Diakses pada 18

September 2019, http://www.gs1health.net/downloads/medication.safety.

report.2007.pdf

Bridwell, Keith. 2010. Ligamen. Diakses: 15 September 2019. Pukul 14.00.

http://www.spineuniverse.com/anatomy/ligamens

Dorland, W.A.N., 2007. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 31. Jakarta : EGC,

1992.

Ekayuda,I. 2005. Neuroradiologi. Radiologi Diagnostik Edisi Kedua. Jakarta :

Balai Penerbit FK UI, 337.

Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, et al. Back and Neck Pain. Dalam

Harrison’s Principles of Internal Medicine. 17th Edition. New York:

McGrawHill, 2008.
31

Fessler R. G., 2013. Lower Back Pain Treatments. Diakses: 15 September 2019.

Pukul 16.00. www.spineuniverse.com/conditions/back-pain/low-

backpain/lower-back-pain-treatments.

Aras, D., Ahmad, H., & ahmad, arisandy. (2014). No Title (1st ed.). makassar:

physiocare publising.

Fitrina, R. (2018). No Title. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

zsazsa, claudia. (2018). William Flexion Exercise Terhadap Kasus Spondylosis

Lumbal Disertai Hipertensi Pada Lansia. Kesehatan.

Fibriani ,Indah Ayu, Eko Budi Prasetyo. 2018. Penatalaksanaan Fisioterapi Pada

Kondisi Low Back Pain Et Causa Spondylosis Lumbal Dengan Modalitas

Ultrasound, Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation Dan William’s

Flexion Exercise Di Rsud Kraton Pekalongan. Jurnal Fisioterapi dan

Rehabilitasi 2(2) : 104-114.

Guyton & Hall. 2011. Fisiologi Kedokteran. 12th ed. Singapura: Saunders

Elseiver

Kasjono, H, S, Yamtama, & Pandini, D,I. 2017. Faktor resiko manual handling

dengan keluhan nyeri punggung bawah pembuat batu bata. Jurnal

kesehatan 8(2) : 202-212.

Kusumaningrum, P.W. 2014. Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Low Back Pain

Akibat Spondylosis Lumbal Dan Scolisis Di Rsud Dr. Moewardi Surakarta.

Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta


32

Lubis I. Epidemiologi Nyeri Punggung Bawah. Dalam: Meliala L, Nyeri

Punggung Bawah, Kelompok Studi Nyeri Perhimpunan Dokter Spesialis

Saraf Indonesia. Jakarta, 2003.

Nitbani, E. (2016). Penambahan Core Stability Exercise Pada Intervensi

Ultrasound (Us) Dan Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (Tens)

Lebih Baik Dalam Mengurangi Nyeri Fungsional Pada Spondilolisthesis

Lumbal.

Pinzon, R. 2012. Jurnal Cermin Dunia Kedokteran: profil Klinis Pasien Nyeri

Punggung Bawah Akibat Hernia Nukleus Pulposus. CDK-198/ vol. 39 no.

10

Pramita, Indah 2014. Core Stability Exercise Lebih Baik Meningkatkan Aktivitas

Fungsional Dari Pada William’s Flexion Excercise pada Pasien Nyeri

Punggung Bawah Miogenik. Tesis : Universitas Udayana

Sisiani, Fita.2013. Penambahan Traksi Lumbal Indirect Lebih Dapat

Menurunkan Nyeri Daripada Micro Wave Diatermy (Mwd) Saja Pada

Kasus Spondyloarthrosis Lumbal. Skripsi. Fakultas Fisioterapi.

Universitas Esa Unggul: Jakarta

Umami AR, Hartatnti RI, Dewi A. 2014. Hubungan Antara Karakteristik

Responden dan Sikap Kerja Duduk dengan Keluhan Nyeri Punggung

Bawah Pada Pekerja Batik Tulis. e-Jurnal Pustaka Kesehatan. 2(1):72-8.


33

LAMPIRAN

Lampiran 1. Muscle Manual Test (MMT)

Nilai/ Skor Kategori Interpretasi


5 Normal Full ROM, menahan tahanan maksimum
4 Baik Full ROM, menahan tahanan sedang
3 Cukup Full ROM melawan gravitasi
2 Lemah Full ROM tanpa pengaruh gravitasi
1 Sangat Lemah Sedikit kontraksi (Inspeksi atau Palpasi), tanpa
ada gerakan sendi
0 Tidak ada kekuatan Tidak ada kontraksi sama sekali
sama sekali

Lampiran 2. Hamilton Depression scale-Anxiety

No. Kemampuan Penilaian Nilai


1. Keadaan Perasaan Sedih 0 : Tidak ada
(sedih, putus asa, tak berdaya, 1 : Perasaan ini hanya ada bila ditanya
tak berguna) 2 : Perasaan ini ditanyakan secara verbal spontan
3 : Perasan yang nyata tanpa komunikasi verbal,
misalnya ekspresi wajah, bentuk, suara, dan 4
kecenderungan menangis
4 :Pasien menyatakan perasaan yang sesunguhnya ini
dalam komunikasi baik verbal maupun non
verbal secara spontan
2. Perasaan Bersalah 0 : Tidak ada
1 : Menyalahkan diri sendiri dan merasa sebagai
penyebab penderitaan orang lain
2 : Ada ide-ide bersalah atau renungan tentang
kesalahan masa lalu
1
3 : Sakit ini sebagai hukuman, waham bersalah, dan
berdosa
4 : Ada suara-suara kejaran atau tuduhan dan
halusinasi pengihatan tentang hal-hal yang
mengancamnya
3. Bunuh Diri 0 : Tidak ada 0
1 : Merasa hidup tidak ada gunanya
2 : Mengharapkan kematian atau pikiran-pikiran lain
ke arah itu
34

3 : Ada ide-ide bunuh diri atau langkah-langkah ke


arah itu
4. Gangguan Pola Tidur 0 : Tidak ada
(Initial Insomnia) 1 : Ada keluhan, kadang-kadang sukar masuk tidur.
1
Misalnya >30 menit baru masuk tidur
2 : Ada keluhan, tiap malam sukar masuk tidur
5. Gangguan Pola Tidur 0 : Tidak ada
(Middle Insomnia) 1 : Pasien merasa gelisah dan terganggu sepanjang
malam 0
2 : Terganggu sepanjang malam (bangun dari tempat
tidur kecuali buang air kecil)
6. Gangguan Pola Tidur 0 : Tidak ada
(Late Insomnia) 1 : Bangun saat dini hari tetapi dapat tidur lagi 0
2 : Bangun saat dini hari tetapi tidak dapat tidur lagi
7. Kerja dan Kegiatan- 0 : Tidak ada
kegiatannya 1 : Berfikir tidak mampu, keletihan/ kelemahan yang
berkaitan dengan kegiatan kerja/ hobi
2 : Hilangnya minat terhadap pekerjaan/ hobi 3
3 : Berkurangnya waktu untuk aktivitas sehari-hari
atau produktivitas menurun
4 : Tidak bekerja karena sakitnya
8. Kelambanan 0 : Normal
(lambat dalam berfikir, 1 : Sedikit lamban dalam wawancara
berbicara, gagal 2 : Jelas lamban dalam wawancara
0
berkonsentrasi, dan 3 : Sukar diwawancarai; stupor (diam sama sekali)
aktivitas motorik
menurun)
9. Kegelisahan 0 : Tidak ada
1 : Kegelisahan ringan
2 : Memainkan tangan jari-jari, rambut, dan lain-lain
1
3 : Bergerak terus, tidak dapat duduk dengan tenang
4 :Meremas-remas tangan, menggigit kuku, menarik-
narik rambut, menggigt bibir
10. Kecemasan Sakit/nyeri pada otot, kaku, kedutan otot; gigi
(Ansietas somatik) gemeretak; suara tidak stabil; tinnitus (telinga
berdenging); penglihatan kabur; muka merah
atau pucat; perasaan ditusuk-tusuk.
0 : Tidak ada 1
1 : Ringan
2 : Sedang
3 : Berat
4 : Ketidakmampuan
11. Kecemasan 0 : Tidak ada 4
(Ansietas psikis) 1 : Ketegangan subyektif dan mudah tersinggung
2 : Mengkhawatirkan hal-hal kecil
3 : Sikap kekhawatiran yang tercermin di wajah atau
pembicaraaannya
35

4 : Ketakutan yang diutarakan tanpa ditanya


12. Gejala Somatik 0 : Tidak ada
(Pencernaan) 1 : Nafsu makan berkurang tetapi dapat makan tanpa
dorongan teman, merasa penutnya penuh
0
2 : Sukar makan tanpa bantuan teman, membutuhkan
pencahar untuk buang air besar atau obat-
obatan untuk saluran pencernaan
13. Gejala Somatik 0 : Tidak ada
(Umum) 1 :Anggota gerak, punggung, atau kepala terasa berat
Sakit punggung, kepala dan otot-otot, hilangnya 0
2 : kekuatan dan kemampuan

14. Kotamil Sering buang air kecil terutama malam hari di kala
(Genital) tidur, tidak haid, darah haid sedikit sekali,
tidak ada gairah seksual, ereksi hilang,
0 : impotensi 0
1 : Tidak ada
2 : Ringan
Berat
15. Hipokondriasis 0 : Tidak ada
(Keluhan somatic fisik yang 1 : Dihayati sendiri
berpindah-pindah) 2 : Preokupasi (keterpakuan) mengenai kesehtan
sendiri 0
3 :Sering mengeluh membutuhkan pertolongan orang
lain
4 : Delusi hipokondriasi
16. Kehilangan Berat Badan 0 : Tidak ada
1 : Berat badan berkurang berhubungana dengan
penyakitnya sekarang 0
2 : Jelas penurunan berat badan
3 : Tak terjelaskan lagi penurunan berat badan
17. Insight 0 : Mengetahui dirinya sakit dan cemas
(Pemahaman diri) 1 : Mengetahui sakit tapi berhubungan dengan
penyebab iklim, makanan, kerja berlebihan, 0
virus, perlu istirahat, dll
2 : Menyangkan bahwa ia sakit
18. Variasi Harian Adakah perubahan keadaaan yang memburuk pada
waktu malam atau pagi
0 : Tidak ada 0
1 : Buruk saat pagi
2 : Buruk saat malam
19. Depersonalisasi 0 : Tidak ada
(Perasaan Diri Berubah) 1 : Ringan
Dan Derelisiasi 2 : Sedang 0
(Perasaan tidak nyata – 3 : Berat
tidak realistis) 4 : Ketidakmampuan
20. Gejala Paranoid 0 : Tidak ada 0
36

1 : Kecurigaan
2 : Pikiran dirinya menjadi pusat perhatian peristiwa
3 : kejadian diluar tertuju pada dirinya (ideas
refence)Waham (delusi) dikejar/ diburu
21.Gejala Obsesi dan Kompulsi 0 : Tidak ada
1 : Ringan 0
2 : Berat
TOTAL NILAI 12

Interpretasi :

0-7 =  Normal

8 - 13 =  Depresi ringan Total Nilai : 12

14 - 18 =  Depresi sedang Interpretasi : Depresi ringan

Lampiran 3. Indeks Barthel

Pada pasien yang mengalami gangguan ADL dapat diukur menggunakan Indeks
Barthel. Indeks Barthel merupakan suatu instrument pengkajian yang berfungsi mengukur
kemandirian fungsional dalam hal perawatan diri dan mobilitas serta dapat juga
digunakan sebagai kriteria dalam menilai kemampuan fungsional bagi pasien-pasien yang
mengalami gangguan keseimbangan.
Kriteria Penilaian:
a. 0 – 4 : Sangat cacat berat (Ketergantungan sangat berat)
b. 5 – 9 : Cacat berat (Ketergantungan berat)
c. 10 – 14 : Cacat sedang (Ketergantungan sedang)
d. 15 – 19 : Cacat ringan (Ketergantungan ringan)
e. 20 : Bebas dan fungsional penuh (Mandiri)

No. Kemampuan Penilaian Skor

1. Dapat mengendalikan defekasi (buang air besar) 0 : Tak pernah


1 : Kadang-kadang
2 : Selalu 2

2. daDapat mengendalikan kencing (kandung kencing) 0 : tak pernah (dikateter & tak dapat
mengatur)
1 : Kadang-kadang
2
2 : Selalu

3. Mengenai Pemeliharaan diri (muka, rambut, gigi, 0 : Selalu 1


37

cukur), saya perlu bantuan 1 : Tak pernah


4. Menggunakan toilet, saya 0 : Tergantung pada orang lain
1 : Kalau perlu minta bantuan 2
2 : Bebas
5. Mengenai Makan, saya 0 : Tergantung orang lain
1 : Kalau perlu minta bantuan 2
2 : Bebas
6. Naik & turun dari kursi dan tempat tidur, saya 0 : Tak mampu duduk dan tergantung
pada orang lain untuk pindah
1 : Mampu duduk tapi perlu banyak
bantuan 3
2 : Perlu sedikit bantuan untuk pindah
3 : Bebas

7. Mengenai jalan, saya 0 : Tidak dapat, saya terbatas pada kursi


yang didorong orang lain

1 : Tidak dapat meskipun saya di kursi


roda, saya dapat menjalankan sendiri 3
2 : Dapat tetapi hanya dengan bantuan
fisik atau kata-kata dari orang lain
3 : Bebas penuh dan tak perlu bantuan
orang lain
8. Berpakaian, saya 0 : Tergantung oranglain
1 : Perlu bantuan
2 : Bebas, saya dapat mengancing baju, 2
ritsleting, menalikan sepatu dll

9. Mengenai naik tangga, saya 0 : Tak mampu


1 : Perlu bantuan 2
2 : Bebas
10. Mandi, saya 0 : Tergantung pada oranglain
1 : Bebas, saya tak perlu bantuan,
1
termasuk masuk dan keluar dari
kamar mandi
TOTAL SKOR 20
Interpretasi: Cacat ringan (Ketergantungan ringan)

Anda mungkin juga menyukai