Anda di halaman 1dari 35

Kata Pengantar

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha


Pengasih Lagi Maha Penyayang, penulis panjatkan puji dan
syukur kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya dalam proses penulisan buku ini, sehingga dapat
diselesaikan tepat pada waktunya. Buku yang berjudul
“Bimbingan Pranikah Untuk Meningkatkan Kesiapan Calon
Pengantin” ini merupakan salah satu tugas yang harus
diselesaikan pada mata kuliah Kapita Selekta.

Penulis merasakan kebanggan tersendiri saat buku ini


bisa selesai dengan hasil yang baik. Dengan segala
keterbatasan penulis dalam memilah kata dan mengolah teori,
sehingga cukup banyak hambatan yang penulis hadapi. Oleh
karena itu, jika penulisan buku ini akhirnya bisa diselesaikan
dengan baik, maka hal itu tentulah dikarenakan oleh bantuan
dari berbagai pihak terkait yang ikut membantu.

Ucapan terima kasih saja, mungkin tak cukup atas


bantuan yang telah diberikan. Namun, hanya ucapan terima
kasih dan do’a terbaik yang bisa penulis ucapkan dan sudah
semestinya penulis sampaikan, kepada :

1. Allah SWT.
2. Dosen Pengampu Mata Kuliah Kapita Selekta Dr. Hj.
Lilis Satriah, M.Pd dan Novi Hidayati Afsari,
S.Kom.i., M.Ag.
3. Orang tua, keluarga, dan teman-teman yang sudah
mendukung, memberi saran serta semangat setiap
harinya.

i | Bimbingan Pranikah Untuk Meningkatkan Kesiapan Calon Pengantin


4. Semua pihak yang telah membantu, baik secara
langsung maupun tidak langsung.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan


dari segi kalimat dan tata bahasa yang digunakan. Oleh karena
itu, penulis sangat menerima segala saran dan kritik yang positif
dari para pembaca. Akhir kata, penulis berharap bahwa buku
ini bermanfaat dan bisa menambah pengetahuan bagi siapa
saja yang membacanya.

Sumedang, Juli 2021

Penulis

ii | Bimbingan Pranikah Untuk Meningkatkan Kesiapan Calon Pengantin


Siap berarti sudah bersedia. Dalam hal ini, berarti
sudah bersedia untuk melangkah ke tahap kehidupan baru
yakni pernikahan dengan pasangan masing-masing. Menikah
adalah ibadah seumur hidup yang dijalani oleh pasangan
suami istri. Setiap pasangan pasti menginginkan untuk
membina keluarga bahagia dan harmonis. Untuk mewujudkan
kehidupan pernikahan yang bahagia itu banyak hal yang perlu
dipersiapkan sebelum melangsungkan suatu pernikahan.
Pasangan harus siap fisik, siap mental, siap materi dan siap
yang lainnya. Untuk membentuk kesiapan itu berarti pasangan
memerlukan bantuan dan bimbingan. Maka dari itu pasangan
dianjurkan untuk mengikuti bimbingan pranikah untuk
membentuk kesiapan dalam menjalani kehidupan berumah
tangga agar tercipta kehidupan rumah tangga yang bahagia.

iii | Bimbingan Pranikah Untuk Meningkatkan Kesiapan Calon Pengantin


Daftar Isi
KATA PENGANTAR .................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................. iv


BAB I Pernikahan
A. Pengertian Pernikahan ................................................ 1
B. Tujuan Pernikahan ....................................................... 2
C. Hak dan Kewajiban Suami Istri ..................................... 5

BAB II Bimbingan Pranikah


A. Pengertian Bimbingan.................................................. 8
B. Pengertian Bimbingan Pranikah ................................. 11
C. Tujuan Bimbingan Pranikah........................................ 13
D. Materi Bimbingan Pranikah ........................................ 15
E. Aturan Pelaksanaan Bimbingan Pranikah .................. 17
BAB III Kesiapan Calon Pengantin
A. Kesiapan Fisik/ Biologis ............................................. 22
B. Kesiapan Mental/ Psikis .............................................. 23
C. Kesiapan Psikososial/ Spiritual ................................... 25
Daftar Pustaka ....................................................................... 28

iv | Bimbingan Pranikah Untuk Meningkatkan Kesiapan Calon Pengantin


BAB I
PERNIKAHAN
A. Pengertian Pernikahan

Di Indonesia istilah pernikahan sering juga disebut


dengan perkawinan. Dua kata tersebut mengandung arti yang
sama yakni suatu ikatan yang sah baik secara hukum ataupun
agama antara laki-laki dan perempuan. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI), perkawinan berasal dari kata kawin
yang artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis,
bersuami atau beristri. Istilah kawin digunakan secara umum,
baik untuk tumbuhan, hewan dan manusia yang menunjukkan
proses generatif secara alami. Sedangkan nikah hanya
digunakan pada manusia karena dianggap memiliki keabsahan
secara hukum nasional, adat istiadat dan terutama menurut
agama. Makna nikah adalah akad atau ikatan, karena dalam
suatu proses pernikahan terdapat ijab (pernyataan penyerahan
dari pihak perempuan) dan kabul (pernyataan menerima dari
pihak laki-laki).

Dalam Undang-undang RI tentang pernikahan No. 1


tahun 1974 pasal 1 ayat (1). Pernikahan merupakan ikatan lahir
batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai
suami istri dengan tujuan membentuk keluarga rumah tangga
yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa.1

1
Rim Redaksi BIP, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan, (Jakarta: Bhuana Ilmu Populer,
2017), hal. 2.
1 | Bimbingan Pranikah Untuk Meningkatkan Kesiapan Calon Pengantin
Secara etimologis, perkawinan adalah pencampuran,
penyelarasan atau ikatan. Dapat dikatakan, bahwa sesuatu
dinikahkan dengan sesuatu yang lain maka itu berarti bahwa
keduanya saling dikaitkan. Allah SWT berfirman dalam QS. Ad-
Dhukhan: 54, yang artinya (Demikianlah dan kami kawinkan
mereka dengan bidadari).2 Sedangkan nikah secara etimologis
digunakan untuk mengungkapkan arti persetubuhan, akad dan
pelukan.

Pernikahan adalah ibadah yang dijalankan seumur


hidup oleh pasangan suami istri. Pernikahan juga disebut
sebagai suatu ikatan suci dan pasangan yang telah menikah
harus menjaga kesucian pernikahannya. Pernikahan bukan
hanya ijab qabul lalu pasangan bebas melakukan apapun. Tapi
dalam pernikahan ada tanggung jawab yang harus dijalankan
oleh masing-masing pasangan.

B. Tujuan Pernikahan

Pernikahan merupakan salah satu hal yang penting


dilakukan untuk membentuk sebuah keluarga yang bahagia
dan merupakan cara yang legal untuk mendapatkan keturunan.
Dalam Islam, pernikahan dipandang sebagai suatu hal yang
luhur dan sakral, bernilai ibadah kepada Allah, mengikuti
sunnah Rasulullah dan dilaksanakan atas dasar keikhlasan,
tanggung jawab dan mengikuti ketentuan-ketentuan hukum
yang harus diindahkan.3

2
Luluk E. Nurrokhmah. Perbandingan Hukum Perkawinan
Berdasarkan Hukum Adat Biak dan Undang-Undang No. 1 Tahun
1974. Jurnal Gema Kampus. Vol. XI, Oktober 2016. Hlm. 73.
3
Wahyu Wibisana. Pernikahan Dalam Islam. Jurnal Pendidikan
Agama Islam-Ta’lim. Vol. 14. No. 2. 2016. Hlm. 185.
2 | Bimbingan Pranikah Untuk Meningkatkan Kesiapan Calon Pengantin
Tujuan perkawinan menurut hukum Islam terdiri dari: 4

1. Berbakti pada Allah.


2. Memenuhi atau mencukupkan kodrat hidup manusia
yang telah menjadi hukum bahwa antara pria dan
wanita saling membutuhkan.
3. Mempertahankan keturunan umat manusia.
4. Melanjutkan perkembangan dan ketentraman hidup
rohaniah antara pria dan wanita.
5. Mendekatkan dan saling menimbulkan pengertian
antar golongan manusia untuk menjaga
keselamatan hidup.

Tujuan perkawinan ini berdasarkan pada QS. Ar-Rum:


21 yang mengandung arti “Ia jadikan bagi kamu dari jenis kamu,
jodoh-jodoh yang kamu bersenang-senang kepadanya, dan ia
jadikan di antara kamu percintaan dan kasih sayang
sesungguhnya hal itu menjadi bukti bagi mereka yang berpikir”.

Adapun pentingnya perkawinan bagi kehidupan


manusia, khususnya bagi orang Islam yaitu:5

1. Dengan melakukan perkawinan yang sah dapat


terlaksana pergaulan hidup manusia baik secara
individual maupun kelompok antara pria dan wanita
secara terhormat dan halal, sesuai dengan kedudukan
manusia sebagai makhluk yang terhormat di antara
makhluk-makhluk Tuhan lainnya.

4
Santoso. Hakekat Perkawinan Menurut Undang-Undang
Perkawinan Hukum Islam dan Hukum Adat. Jurnal Pemikiran dan
Penelitian Sosial Kegamaan. Yudisia. Vol. 7. No. 2. Desember 2016.
Hlm. 417.
5
Soemiyati. Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang
Perkawinan (Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan).
(Yogyakarta, Liberty, 1997). Hlm. 4.
3 | Bimbingan Pranikah Untuk Meningkatkan Kesiapan Calon Pengantin
2. Dengan melaksanakan perkawinan dapat terbentuk
satu rumah tangga di mana kehidupan dalam rumah
tangga dapat terlaksana secara damai dan tenteram
serta kekal dengan disertai rasa kasih sayang di antara
suami istri.
3. Dengan melaksanakan perkawinan yang sah, dapat
diharapkan akan memperoleh keturunan yang sah
dalam masyarakat sehingga kelangsungan hidup dalam
rumah tangga dan keturunannya dapat berlangsung
terus secara jelas dan bersih.
4. Dengan terjadinya perkawinan maka timbullah sebuah
keluarga yang merupakan inti dari pada hidup
bermasyarakat, sehingga diharapkan dapat timbul suatu
kehidupan masyarakat yang teratur dan berada dalam
suasana damai.
5. Melaksanakan perkawinan dengan mengikuti
ketentuan-ketentuan yang telah diatur dalam Al-Qur’an
dan Sunnah Rasul adalah salah satu ibadah bagi orang
Islam.

Sejatinya, setiap pasangan yang memutuskan untuk


menikah berkeinginan untuk mewujudkan suatu keluarga
impian mereka masing-masing, keluarga yang bahagia,
harmonis dan saling mendukung satu sama lain. Namun,
mewujudkan hal itu bukanlah hal yang mudah, karena
pernikahan berarti menyatukan dua orang yang berbeda,
berbeda karakter, berbeda kepribadian, beda budaya hingga
berbeda gaya hidupnya. Maka dari itu, saat memutuskan untuk
menikah berarti keduanya siap untuk menyatukan setiap
perbedaan yang ada, saling menyayangi, menghargai,
menghormati, mendukung, percaya dan berkomunikasi dengan
baik agar tercipta keluarga bahagia seperti yang diharapkan.

4 | Bimbingan Pranikah Untuk Meningkatkan Kesiapan Calon Pengantin


C. Hak dan Kewajiaban Suami Istri

Hak dan kewajiban selalu berjalan beriringan. Hak


seseorang adalah kewajiban seseorang, begitupun sebaliknya.
Jadi agar kita mendapatkan hak kita dengan baik dan sesuai
maka kita juga harus melakukan kewajiban kita dengan baik
dan sesuai pula agar terjadi keseimbangan dalam hidup yang
dijalani.

Dalam membangun rumah tangga suami isteri harus


sama-sama menjalankan tanggungjawabnya masing-masing
agar terwujud ketentraman dan ketenangan hati sehingga
sempurnalah kebahagiaan hidup berumah tangga.6 Hak dan
kewajiban suami isteri adalah hak isteri yang merupakan
kewajiban suami dan sebaliknya kewajiban suami yang menjadi
hak isteri.7

Menurut Sayyid Sabiq hak dan kewajiban isteri ada tiga


bentuk, yaitu:

1. Hak istri atas suami

Hak isteri atas suami terdiri dari dua macam. Pertama,


hak finansial, yaitu mahar dan nafkah. Kedua hak nonfinansial,
seperti hak untuk diperlakukan secara adil (apabila sang suami
menikahi perempuan lebih dari satu orang) dan hak untuk tidak
disengsarakan.8 Hak-hak istri yang berupa non finansial antara

6
Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2014),
155.
7
Beni Ahmad Saebani, Fikih Munakahat 2, (Bandung : CV Pustaka
Setia, 2010), 11.
8
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Jilid 3, (Jakarta: Tinta Abadi Gemilang,
2013), hlm. 412.
5 | Bimbingan Pranikah Untuk Meningkatkan Kesiapan Calon Pengantin
lain: (1) Mempergauli istri dengan baik; (2) Menjaga istri; dan
(3) Mencampuri istri.

2. Hak suami atas Istri

Suami mempunyai beberapa hak yang menjadi


kewajiban isteri terhadap suaminya. Diantaranya adalah:

a. Taat kepada suami


b. Tidak durhaka kepada suami
c. Memelihara kehormatan dan harta suami
d. Berhias untuk suami
3. Hak bersama suami istri
a. Baik dalam berhubungan. Allah Swt.,
memerintahkan untuk menjaga hubungan baik
antara suami isteri. Mendorong masingmasing
dari keduanya untuk menyucikan jiwa,
membersihkannya, membersihkan iklim
keluarga, dan membersihkan dari sesuatu yang
berhubungan dengan keduanya dari berbagai
penghalang yang mengeruhkan kesucian.9
b. Adanya kehalalan untuk melakukan hubungan
suami isteri dan menikmati pasangan. Kehalalan
ini dimiliki bersama oleh keduanya. Halal bagi
suami untuk menikmati dari isterinya apa yang
halal dinikmati oleh sang isteri dari suaminya.
Kenikmatan ini merupakan hak bersama suami
isteri dan tidak didapatkan, kecuali dengan
peran serta dari keduanya.
c. Adanya keharaman ikatan perbesanan. Maksud
dari itu, sang isteri haram bagi ayah dari sang
suami, kakek-kakeknya, anak-anak laki-lakinya,

9
Ali Yusuf As-Subki, Fiqh Keluarga, Jakarta: Amzah, 2010, hlm. 201.
6 | Bimbingan Pranikah Untuk Meningkatkan Kesiapan Calon Pengantin
serta anak-anak laki-laki dari anak-anak laki-laki
dan anak perempuannya, sebagaimana sang
suami haram bagi ibu dari sang isteri, nenek-
neneknya, serta anak-anak perempuan dari
anak-anak laki-laki dan anak-anak
perempuannya.
d. Tetapnya pewarisan antara keduanya setelah
akad terlaksana. Apabila salah seorang dari
keduanya meninggal seteah akad terlaksana,
maka pasangannya menjadi pewais baginya,
meski mereka belum melakukan percampuran.
e. Tetapnya nasab dari anak suaminya yang sah.10

10
Sayyid Sabiq, Fiqi Sunnah (Terjemahan), 2013, Jakarta, Tinta Abadi
Gemilang, hlm. 412.
7 | Bimbingan Pranikah Untuk Meningkatkan Kesiapan Calon Pengantin
BAB II

Bimbingan Pranikah
A. Pengertian Bimbingan

Secara etimologis kata bimbingan merupakan


terjemahan dari bahasa Inggris “guidance”. Kata “guidance”
adalah kata dalam bentuk mashdar (kata benda) yang berasal
dari kata kerja “to guide” artinya menunjukkan, membimbing,
atau menuntun orang lain ke jalan yang benar. Jadi, kata
“guidance” berarti pemberian petunjuk, pemberian bimbingan
atau tuntunan kepada orang lain yang membutuhkan.11

Menurut Prayitno dan Erman Amti, bimbingan adalah


proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli
kepada seseorang atau beberapa orang individu, baik anak-
anak, remaja, atau orang dewasa, agar orang yang dibimbing
dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri
dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada
dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang
berlaku.12

Sementara itu, Bimo Walgito mengartikan bimbingan


sebagai bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada
individu atau sekumpulan individu untuk menghindari atau
mengatasi kesulitan-kesulitan hidupnya agar individu dapat
mencapai kesejahteraan dalam kehidupannya.13

11
Samsul Munir Amin, Bimbingan Konseling Islam, (Jakarta: Amzah,
2010), hlm. 3
12
Sulistyarini, Moh. Jauhar, Dasar-dasar Konseling, (Jakarta: Prestasi
Pustaka, 2014), hlm. 25.
13
Sulistyarini, Moh. Jauhar, Dasar-dasar Konseling, (Jakarta: Prestasi
Pustaka, 2014), hlm. 25.
8 | Bimbingan Pranikah Untuk Meningkatkan Kesiapan Calon Pengantin
Menurut W.S Winkel bimbingan adalah pemberian
bantuan kepada seseorang kepada sekelompok orang dalam
membuat pilihanpilihan secara bijaksana dan dalam
mengadakan penyesuaian diri terhadap tuntutan hidup,
bantuan itu bersifat psikologis dan tidak berupa pertolongan
finansial, medis dan sebagainya.14

Bimbingan dapat diberikan, baik untuk menghindari


ataupun mengatasi berbagai persoalan atau kesulitan yang
dihadapi oleh individu di dalam kehidupannya, ini berarti bahwa
bimbingan dapat diberikan, baik untuk mencegah kesulitan itu
tidak atau jangan timbul, dan juga dapat diberikan untuk
mengatasi berbagai kesulitan yang telah menimpa individu.15

Jadi, lebih bersifat memberikan korektif atau


penyembuhan daripada sifat pencegahan. Di samping itu, di
dalam memberikan bimbingan dimaksudkan agar individu atau
sekumpulan individu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya
(life welfare), sesuai dengan petunjuk yang dikehendaki Allah,
dan di sinilah letak tujuan dari bimbingan yang sebenarnya.16

Apabila definisi tentang bimbingan tersebut diperhatikan


secara seksama, pengertian bimbingan mengandung unsur-
unsur sebagai berikut :

1. Bimbingan merupakan suatu proses

14
W.S. Winkel, Bimbingan dan Konseling di Sekolah, (Jakarta:
Gramedia, 1989), hlm. 17.
15
Samsul Munir Amin, Bimbingan Konseling Islam, (Jakarta: Amzah,
2010), hlm. 8.
16
Ibid, hlm.10.
9 | Bimbingan Pranikah Untuk Meningkatkan Kesiapan Calon Pengantin
Kata proses menunjuk pada aktifitas yang terus
menerus, berencana, bertahap, dan teratur atau sistematis.
Kegiatan bimbingan membutuhkan teknik atau metode tertentu.

2. Bimbingan mengandung makna bantuan atau


pelayanan

Hal ini mengandung pengertian bahwa bimbingan


mengakui adanya potensi pada setiap individu. Kesukarelaan
individu dibutuhkan dalam layanan dan pembimbing tidak boleh
memaksakan kehendaknya untuk membimbing individu,
melainkan pembimbing harus menciptakan suasana agar
individu menyadari bahwa dirinya butuh bimbingan. Di sini
terkandung asas demokratis dalam bimbingan.

3. Bantuan bimbingan diperuntukkan bagi semua individu


yang memerlukannya

Bimbingan tidak hanya ditujukan pada individu yang


bermasalah, tetapi untuk semua individu agar dapat
berkembang secara optimal dalam proses perkembangannya.

4. Layanan bimbingan memperhatikan posisi seorang


anak bimbing sebagai makhluk individu dan sosial

Layanan bimbingan ditujukan untuk perkembangan


optimal seseorang sebagai individu agar ia dapat berkembang
sebagai pribadi yang utuh, tangguh, dan kuat secara realistis.
Dan membantu penyesuaian diri seorang anak bimbing agar ia
dapat hidup harmonis bersama orang lain secara harmonis,
bahagia, menyenangkan, dan bersifat realistis.

5. Layanan bimbingan memperhatikan adanya perbedaan


individu

10 | Bimbingan Pranikah Untuk Meningkatkan Kesiapan Calon Pengantin


Aktivitas layanan bimbingan menggunakan
teknik/metode pendekatan yang sesuai dengan karakteristik
atau ciri khusus individu yang bersifat unik. Di samping itu,
layanan bimbingan juga disesuaikan dengan kebutuhan
individu masing-masing yang di bimbing. Dengan demikian,
layanan bimbingan lebih menekankan pada pendekatan yang
bersifat individual.

6. Kegiatan bimbingan memiliki dua sasaran, yaitu


sasaran jangka pendek dan sasaran jangka panjang

Sasaran jangka pendek dimaksudkan agar selama dan


setelah memperoleh bimbingan, individu dapat mencapai
perkembangan secara optimal, yaitu dapat memahami dan
menolong dirinya, memecahkan persoalan-persoalan yang
dihadapi, membuat pilihan-pilihan dan dapat mengadakan
penyesuaian dengan lingkungan sesuai dengan tahap
perkembangannya. Sedangkan sasaran jangka panjang
bimbingan adalah agar individu yang telah mendapatkan
layanan bimbingan dapat memperoleh kebahagiaan hidup,
yang berkaitan dengan kesejahteraan mental yang optimal.17

B. PENGERTIAN BIMBINGAN PRANIKAH

Pranikah adalah masa sebelum adanya perjanjian


antara laki-laki dan perempuan, tujuannya untuk bersuami istri
dengan resmi berdasarkan undang-undang perkawinan,
agama maupun pemerintah.18

17
Samsul Munir Amin, Bimbingan Konseling Islam, (Jakarta: Amzah,
2010), hlm. 10-11.
18
Rista Endriani, Bimbingan Pernikahan Bagi Calon Pengantin Dalam
Mewujudkan Keluarga Sakinah (Studi Tentang BP-4 Kantor Urusan
Agama Kecamatan Kuantan Tengah Kabupaten Kuantan Singingi,
UIN SUSKA RIAU, Bimbingan Penyuluhan Islam, 2014.
11 | Bimbingan Pranikah Untuk Meningkatkan Kesiapan Calon Pengantin
Bimbingan perkawinan dapat diartikan sebagai petunjuk
atau penjelasan mengenai hakikat pernikahan yang mencakup:
pengertian nikah dan tujuannya, serta tuntunan mewujudkan
keluarga sakinah. Program bimbingan perkawinan pranikah
merupakan rancangan mengenai petunjuk dan tuntunan
tentang hakikat pernikahan bagi calon pengantin yang akan
membangun rumah tangga. Program bimbingan perkawinan
pranikah menjadi program unggulan Direktorat Jenderal BIMAS
Islam Kementrian Agama yang dituangkan dalam Kepdirjen
Bimas Islam Nomor 379 Tahun 2018 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Bimbingan Perkawinan Pranikah Bagi Calon
Pengantin, yang meliputi: regulasi, alokasi anggaran,
pengorganisasian, serta materi berikut substansi dan metode
pembelajarannya.19

Menurut Aunur Rahim Faqih, bimbingan pernikahan dan


keluarga Islami adalah proses pemberian bantuan terhadap
individu agar dalam menjalankan pernikahan dan kehidupan
berumah tangganya bisa selaras dengan ketentuan dan
petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di
dunia dan di akhirat.20

Bimbingan Pranikah juga merupakan upaya pemberian


bantuan untuk membantu calon suami dan istri oleh
pembimbing, sehingga mereka dapat berkembang dan mampu
memecahkan masalah yang dihadapinya dalam rumah tangga
melalui cara-cara yang menghargai, toleransi dan dengan
komunikasi yang penuh pengertian, sehingga tercapai motivasi

19
Abdul Jalil, Implementasi Program Bimbingan Pranikah Bagi Calon
Pengantin Di KUA Kecamatan Cilandak Kota Jakarta Selatan, Jurnal
Diklat Teknis Pendidikan dan Keagamaan, Vol. 7, No. 2, Desember
2019, hlm. 186.
20
Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam,
(Yogyakarta: UII Press, 2001), hlm. 86.
12 | Bimbingan Pranikah Untuk Meningkatkan Kesiapan Calon Pengantin
keluarga, perkembangan, dan kesejahteraan seluruh anggota
keluarga.21

Jadi, bimbingan pranikah adalah bimbingan yang


diberikan oleh pembimbing (penghulu) kepada calon pengantin
sebelum pernikahan dengan tujuan untuk membekali calon
pengantin dasar-dasar mengenai bagaimana mengarungi
kehidupan berumah tangga.

C. TUJUAN BIMBINGAN PRANIKAH

Bimbingan pranikah ditujukan untuk menambah


pemahaman calon pasangan mengenai kehidupan pernikahan
dan hal-hal mengenai pernikahan. Selain itu juga untuk
membantu calon pasangan agar bisa mewujudkan keluarga
yang sakinah, mawwadah dan warrahmah, juga untuk
mengurangi angka perceraian. Diketahui bahwa banyak dari
kasus perceraian yang terjadi karena adanya perselisihan antar
pasangan, kurang komunikasi, kurang kepercayaan pada
pasangan dan tidak menghargai satu sama lain. Hal itu terjadi
karena pasangan tidak memahami hak dan kewajiban masing-
masing yang harus dijalani selama pernikahan. Untuk itu maka
diadakan bimbingan pranikah yang diharapkan bisa
mengurangi angka perceraian yang terjadi.

Menurut Aunur Rahim Faqih, tujuan bimbingan pranikah


adalah sebagai berikut:

1. Membantu individu mencegah timbulnya problem-


problem yang berkaitan dengan pernikahan dengan
jalan:

21
Willis, Konseling Keluarga (Familly Counseling), (Bandung:
Alfabeta, 2009), hlm. 156.
13 | Bimbingan Pranikah Untuk Meningkatkan Kesiapan Calon Pengantin
a. Membantu individu memahami tujuan pernikahan
menurut Islam.
b. Membantu individu memahami hakikat pernikahan
dalam Islam.
c. Membantu individu memahami persyaratan-
persyaratan pernikahan menurut Islam.
d. Membantu individu memahami kesiapan dirinya
untuk menjalankan pernikahan.
e. Membantu individu melaksanakan pernikahan
sesuai dengan ketentuan (syariat) Islam.
2. Membantu individu mencegah timbulnya problem-
problem yang berkaitan dengan kehidupan rumah
tangganya, antara lain:
a. Membantu individu memahami melaksanakan
pembinaan kehidupan berumah tangga sesuai
dengan ajaran Islam.
b. Membantu individu memahami cara-cara membina
kehidupan berkeluarga yang sakinah, mawaddah
warahmah menurut ajaran Islam.
3. Membantu individu memecahkan masalah-masalah
yang berkaitan dengan pernikahan dan kehidupan
berumah tangga, antara lain dengan jalan:
a. Membantu individu memahami problem yang
dihadapinya.
b. Membantu individu memahami dan menghayati
cara-cara mengatasi masalah pernikahan dan
rumah tangga menurut ajaran Islam.
c. Membantu individu memahami kondisi dirinya dan
keluarga serta lingkungannya.
4. Membantu individu memelihara situasi dan kondisi
pernikahan dan rumah tangga agar tetap baik dan
mengembangkannya agar jauh lebih baik, yaitu:

14 | Bimbingan Pranikah Untuk Meningkatkan Kesiapan Calon Pengantin


a. Memelihara situasi dan kondisi pernikahan dan
kehidupan berumah tangga yang semula pernah
terkena problem dan telah teratasi agar tidak
menjadi permasalahan kembali.
b. Mengembangkan situasi dan kondisi pernikahan
berumah tangga menjadi lebih baik (sakinah,
mawaddah, dan rahmah).22
D. MATERI BIMBINGAN PRANIKAH

Materi-materi yang menjadi karakteristik bimbingan


pranikah lebih spesifiknya tentunya lebih mengarah pada tujuan
kebahagiaan hidup dalam berkeluarga. Hasil penelitian Dadang
Hawari menunjukkan bahwa kebahagiaan hidup di dalam
keluarga ternyata erat kaitannya dengan komitmen agama,
sebagai berikut:23

1. Pasangan yang berpegang teguh kepada ajaran agama


dalam kehidupan berkeluarga menduduki peringkat
tertinggi bagi keberhasilan dan kebahagiaan dalam
berumah tangga.
2. Pasangan yang tidak berpegang kepada ajaran agama
dalam kehidupan sehari-hari menduduki peringkat
tertinggi untuk kegagalan dan tidak bahagia dalam
kehidupan berumah tangga.
3. Rumah tangga yang tidak mempunyai komitmen
agama, mempunyai resiko empat kali lebih besar untuk
mengalami brokenhome.

22
Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam,
(Yogyakarta: UII Press, 2001), hlm. 87-88.
23
Ulfatmi, (mengutip Dadang Hawari Dimensi Religi dalam Praktek
Psikiatri dan Psikologi), Bimbingan Konseling Pernikahan Keluarga
Islami: Peluang Dakwah Kini dan Mendatang, (Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2002), hal. 349.
15 | Bimbingan Pranikah Untuk Meningkatkan Kesiapan Calon Pengantin
Sedangkan menurut Aunur Rahim Faqih, segala liku-
liku pernikahan dan kehidupan berkeluarga pada dasarnya
menjadi objek bimbingan pranikah dan keluarga Islami, oleh
sebab itu calon pengantin yang akan menikah diberi penjelasan
oleh pembimbing mengenai:24

1. Pengertian pernikahan
2. Tujuan pernikahan
3. Hikmah pernikahan
4. Pelaksanaan pernikahan
5. Hubungan suami dan istri
6. Hubungan antar anggota keluarga
7. Harta dan warisan
8. Pemaduan (poligami)
9. Perceraian, talak dan rujuk
10. Pembinaan sikap saling menghormati antara suami dan
istri
11. Pembinaan kemauan berusaha mencari nafkah yang
halal

Adapun bentuk-bentuk bimbingan pranikah yang


biasanya diberikan oleh pengulu pada calon pengantin
diantaranya:

1. Memberikan materi tentang Undang-Undang


Perkawinan bahwa setiap calon pengantin yang akan
mengadakan perkawinan diberikan bimbingan tentang
peraturan perkawinan yang diatur dalam UU seperti
dasar perkawinan, syarat-syarat perkawinan,
pencegahan perkawinan, batalnya perkawinan,
perjanjian perkawinan, hak dan kewajiban suami istri,

24
Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam,
(Yogyakarta: UII Press, 2001), hlm. 94.
16 | Bimbingan Pranikah Untuk Meningkatkan Kesiapan Calon Pengantin
harta benda dalam perkawinan, putusnya perkawinan
serta akibatnya, kedudukan anak, hak dan kewajiban
antara orang tua dan anak serta perwalian.
2. Memberikan materi tentang do’a untuk calon pengantin,
seperti do’a pada setelah akad nikah, do’a sebelum
melakukan hubungan badan, do’a bersuci ketika
mengeluarkan air mani, dan do’a bersuci setelah
melakukan hubungan badan.
3. Memberikan materi tentang keluarga sakinah. Di dalam
mewujudkan kemantapan calon pengantin untuk
membentuk keluarga yang sakinah maka calon
pengantim harus mengetahui tuntunan bagaimana cara
membentuk keluarga sakinah menurut agama Islam.
Sakinah berarti mewujudkan harmonisasi hubungan
antara suami dan istri dengan memiliki sikap saling
pengertian, saling menerima kelemahan, saling
menyesuaikan diri, saling memaafkan dan
melaksanakan musyawarah jika terjadi permasalahan.
4. Memberikan materi tentang hak dan kewajiban sebagai
suami istri bahwa setiap calon pengantin yang akan
mengadakan pernikahan diberikan materi mengenai
hak dan kewajiban suami istri. 25
E. Aturan Pelaksanaan Bimbingan Pranikah

Program bimbingan perkawinan (BIMWIN) pranikah


bagi calon pengantin yang diselenggarakan oleh Kantor Urusan
Agama (KUA) saat ini dibagi pada dua format, yaitu: bimbingan

25
Melisa Iryanti Masaid. Bimbingan Pranikah Terhadap Calon
Pengantin Untuk Mewujudkan Keluarga Sakinah Di Kantor Urusan
Agama (KUA) Kecamatan Paletang Kabupaten Pinrang. (Skripsi:
Sarjana Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar).
Tahun 2013.

17 | Bimbingan Pranikah Untuk Meningkatkan Kesiapan Calon Pengantin


tatap muka dan bimbingan mandiri. Bimbingan tatap muka
dilaksanakan selama 16 jam pelajaran (JP) sesuai dengan
modul yang diterbitkan oleh Kementerian Agama, yang
materinya mencakup:

1. Paparan kebijakan bimbingan perkawinan sebanyak 2


jam pelajaran;
2. Perkenalan, pengutaraan harapan, dan kontak belajar
sebanyak 1 jam pelajaran;
3. Mempersiapkan keluarga sakinah sebanyak 2 jam
pelajaran;
4. Membangun hubungan dalam keluarga sebanyak 3 jam
pelajaran;
5. Memenuhi kebutuhan keluarga sebanyak 2 jam
pelajaran;
6. Menjaga kesehatan reproduksi sebanyak 2 jam
pelajaran;
7. Mempersiapkan generasi berkualitas sebanyak 2 jam
pelajaran;
8. Refleksi, evaluasi, dan post test sebanyak 2 jam
pelajaran.

Seluruh proses bimbingan perkawinan pranikah selama


16 JP, wajib diampu oleh minimal dua orang narasumber
terbimtek (fasilitator) yang telah mengikuti dan mendapatkan
sertifikat Bimbingan Teknis (Bimtek) Fasilitator Bimbingan
Perkawinan Pranikah Bagi Calon Pengantin yang
diselenggarakan oleh Kementerian Agama atau lembaga lain
yang telah mendapatkan izin Kementerian Agama. Materi
kebijakan bimbingan perkawinan disampaikan oleh
narasumber dari unsur Kantor Wilayah Kementerian Agama
Provinsi atau Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota.

18 | Bimbingan Pranikah Untuk Meningkatkan Kesiapan Calon Pengantin


Sedangkan, materi menjaga kesehatan reproduksi
dapat disampaikan oleh narasumber dari unsur Puskesmas.
Peserta bimbingan perkawinan pranikah bagi calon pengantin
minimal berjumlah 25 pasang atau 50 orang. Karena itu, bila
kurang dari 25 pasang/50 orang, maka pelaksanaannya dapat
digabung dengan beberapa Kecamatan, dan dikoordinasikan
oleh Kepala Seksi Bimas Islam Kabupaten/Kota setempat. Hal
ini didasarkan pada Keputusan Direktorat Jenderal Bimbingan
Masyarakat Islam Nomor 379 Tahun 2018 Tentang Petunjuk
Pelaksanaan Bimbingan Perkawinan Pranikah Bagi Calon
Pengantin.

Sedangkan bimbingan mandiri dilakukan jika calon


pengantin tidak dapat mengikuti bimbingan tatap muka. Di
sinilah peran penghulu atau penyuluh agama Islam yang telah
diberi tugas memberikan konseling kepada calon pengantin
secara personal. Sejak calon pengantin mendaftar ke KUA
Kecamatan, pembekalan pranikah menyangkut dasar-dasar
perkawinan, membangun keluarga sakinah, dan peraturan
perundangan yang berhubungan dengan masalah keluarga
diberikan oleh penghulu yang memeriksa dokumen persyaratan
nikah.26

26
Abdul Jalil, Implementasi Program Bimbingan Pranikah Bagi Calon
Pengantin Di KUA Kecamatan Cilandak Kota Jakarta Selatan, Jurnal
Diklat Teknis Pendidikan dan Keagamaan, Vol. 7, No. 2, Desember
2019, hlm. 191.
19 | Bimbingan Pranikah Untuk Meningkatkan Kesiapan Calon Pengantin
BAB III

KESIAPAN CALON PENGANTIN


Sebelum melangkah dalam suatu ikatan pernikahan dan
membentuk sebuah keluarga yang bahagia diperlukan berbagai
persiapan yang matang. Kesiapan mental dan fisik yang
matang sudah pasti harus disiapkan oleh masing-masing
individu untuk menjadi satu pasangan. Pasangan harus sudah
dewasa, baik secara biologis maupun psikologis.

Pria yang akan menjadi kepala keluarga sudah harus


siap untuk memikul tanggung jawabnya yang akan memberi
nafkah kepada anggota keluarga. Bagi seorang wanita, ia harus
sudah siap untuk menjadi seorang ibu rumah tangga yang
bertugas untuk mengatur rumah tangganya, melahirkan,
mendidik dan mengasuh anak-anaknya dengan baik. Kesiapan
ini diperlukan karena pernikahan bukan hanya untuk dilakukan
dalam satu atau dua tahun, melainkan seumur hidup mereka
dan bahkan akan dipertanggung jawabkan di akhirat nanti.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kesiapan


berarti keadaan siap. Menurut kamus psikologi, kesiapan
berarti tingkat perkembangan dari kematangan atau
kedewasaan yang menguntungkan untuk mempraktekkan
sesuatu.27

Menurut Slameto, kesiapan adalah keseluruhan kondisi


yang membuatnya siap untuk memberi respon atau jawaban di
dalam cara tertentu terhadap sutau situasi. Penyesuaian
kondisi pada suatu saat akan berpengaruh pada

27
Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, (Jakarta: PT. raja Grafindo
Persada, 2006),hlm. 419.
20 | Bimbingan Pranikah Untuk Meningkatkan Kesiapan Calon Pengantin
kecenderungan untuk memberi respon.28Jadi dapat
disimpulkan bahwa kesiapan adalah suatu kondisi dimana
seseorang telah mampu untuk melakukan suatu hal dengan
baik dengan dukungan segala aspek yang ada dalam dirinya,
mulai dari aspek mental, fisik, sosial hingga emosionalnya.

Sebelum melakukan pernikahan, banyak hal yang harus


disiapkan agar pernikahan tersebut bisa berjalan dengan
sesuai harapan dan kehidupan yang dijalani selama pernikahan
menghadirkan banyak kebahagiaan. Menurut Slameto, suatu
kondisi dikatakan siap setidaknya mencakup beberapa aspek
yang mempengaruhi kesiapan, yaitu:

1. Kondisi fisik, mental dan emosional;


2. Kebutuhan atau motif tujuan;
3. Keterampilan, pengetahuan dan pengertian yang lain
yang telah dipelajari.

Slameto juga mengungkapkan tentang prinsip-prinsip


readiness atau kesiapan yaitu:

1. Semua aspek perkembangan berinteraksi (saling


pengaruh mempengaruhi)
2. Kematangan jasmani dan rohani adalah perlu untuk
memperoleh manfaat dari pengalaman
3. Pengalaman-pengalaman mempunyai pengaruh yang
positif terhadap kesiapan
4. Kesiapan dasar untuk kegiatan tertentu terbentuk dalam
periode tertentu selama masa pembentukan dalam
masa perkembangan.29

28
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2010), hlm. 13.
29
Ibid, hlm. 14-15.
21 | Bimbingan Pranikah Untuk Meningkatkan Kesiapan Calon Pengantin
Adapun hal-hal yang harus dipersiapkan sebelum
melangsungkan pernikahan diantaranya:

A. Kesiapan Fisik/ Biologis


Menurut WHO (World Health Organization) tentang
persiapan perkawinan yang ditulis oleh Hawari di dalam
bukunya, aspek fisik dan biologiknya, meliputi:

1. Usia yang Ideal menurut kesehatan dan juga


program KB, maka usia antara 20-25 tahun bagi
wanita dan usia antara 25- 30 tahun bagi pria adalah
masa yang paling baik untuk berumah tangga.
Lazimnya usia pria lebih daripada usia wanita,
perbedaan usia relatif sifatnya.
2. Kondisi fisik bagi mereka yang hendak berkeluarga
amat dianjurkan untuk menjaga kesehatan, sehat
jasmani dan sehat rohani. Kesehatan fisik meliputi
kesehatan dalam arti orang itu tidak menghidap
penyakit (apalagi penyakit menular) dan bebas dari
penyakit keturunan.30

Sedangkan menurut Muhammad Zuhaily pula mengenai


persiapan pranikah dari aspek fisik dan biologis adalah:

a. Perawan (virgin)

Disunahkan menikah dengan wanita yang masih gadis


(virgin / perawan), yaitu seorang wanita yang belum pernah
menikah sama sekali, karena sifat pemalu dari gadis perawan
itu masih tetap dominan, juga karena ia jauh (asing) dari

30
H. Dadang Hawari, Al-Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan
Jiwa (Jakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1999), hal. 107
22 | Bimbingan Pranikah Untuk Meningkatkan Kesiapan Calon Pengantin
perbuatan-perbuatan atau perkataan-perkataan keji terhadap
suami, dan dia akan rela jika dipandang sang suami.

b. Subur (produktif)

Hal yang termasuk karakter yang dituntut dalam


pernikahan adalah, hendaknya wanita yang akan dinikah
termasuk wanita yang subur (produktif). Andaikata wanita
tersebut masih perawan, maka sifat tersebut bisa diketahui
melalui kerabat-kerabatnya, misalnya melalui saudara
perempuan dan bibinya. Adapun karakter laki-laki yang subur
juga bisa diketahui melalui kerabat-kerabatnya.31

B. Kesiapan Mental/ Psikologis

Banyak pengantin pria yang merasa gugup dan menjadi


gagap ketika mengucapkan kalimat qobul. Mereka tidak mampu
menetralisir ketegangan yang ada di dalam hati. Alhasil,
mereka terpaksa harus mengulang berkali-kali mengucapkan
akad di hadapan wali, saksi dan para tamu undangan. Hal
semacam itu tidak hanya dialami oleh orang yang
berpendidikan rendah. Secara umum, kejadian tersebut bisa
terjadi pada siapa saja.

Cara sederhana mempersiapkan mental adalah dengan


menyakinkan diri kita bahwa pernikahan itu adalah sebuah
ibadah yang harus dikerjakan dengan niat ikhlas. Mantapkan
niat menikah sebagai bagian dari ibadah, insya Allah akan
membantu terinstalnya sikap mental yang kuat, sehingga tidak

31
Muhammad Zuhaily, Fiqih Munakahat Kajian: Kajian Fiqih
Pernikahan Dalam Perspektif Madzhab Syafi’i. Terjemahan oleh
Mohammad Kholison (Surabaya: CV. IMTIYAZ, 2010), hal. 42-44.
23 | Bimbingan Pranikah Untuk Meningkatkan Kesiapan Calon Pengantin
mudah goyah hanya karena sedikit ketakutan yang tak
beralasan.32

a. Kepribadian

Aspek kepribadian sangat penting karena hal ini akan


mempengaruhi pasangan dalam kemampuan beradaptasi
antar pribadi. Pasangan yang memiliki kematangan pribadi
akan memiliki kemampuan yang baik dalam memberikan
kebutuhan afeksional sebagai unsur penting dalam berumah
tangga. Kenyataannya, tidak ada orang yang memiliki
kepribadian ideal yang sempurna, tapi paling tidak masing-
masing pasangan bisa saling memahami dan menghargai
kelebihan dan kelemahan masing-masing, sehingga
diharapkan akan bisa saling mengisi dan melengkapi.

b. Pendidikan

Tingkat kecerdasan dan pendidikan masing-masing


pasangan hendaknya diperhatikan. Umumnya taraf kecerdasan
dan pendidikan pria lebih tinggi dari wanita, meskipun tidak
menutup kemungkinan terjadi hal yang sebaliknya. Kalaupun
hal ini terjadi, hendaknya keduanya memiliki kemampuan
adaptasi dan saling menghargai yang cukup tinggi, karena
walau bagaimanapun, laki-lakilah yang kelak manjadi pemimpin
dalam rumah tangganya, sebagai pihak yang nantinya akan
banyak mengambil keputusan penting dalam keluarga.
Karenanya, laki-laki dituntut memiliki kemampuan berfikir yang
cukup baik dan alangkah lebih baiknya lagi apabila tingkat
kecerdasan baik kecerdasan intelektual, emosional, terlebih

32
Asadullah Al-Faruq, Aku Terima Nikahnya (Solo: As-Salam, 2011),
hal.72.
24 | Bimbingan Pranikah Untuk Meningkatkan Kesiapan Calon Pengantin
lagi kecerdasan spiritual (dalam hal iini tingkat pemahaman
terhadap agama) laki-laki lebih tinggi daripada wanita.33

C. Kesiapan Psikososial/ Spiritual


a. Beragama dan Berakhlak Mulia

Beragama dan berakhlak mulia berarti memiliki nilai


keagamaan yang baik, konsisten pada hukum-hukum syara‟,
mengerjakan ketaatan dan amal shalih, jauh dari perkara-
perkara yang diharamkan, akhlak yang terpuji, dan perilaku
yang lurus. Semua itu demi terjaminnya kesuksesan interaksi
yang baik dan keawetan berumah tangga di atas jalan yang
benar, agar laki-laki yang hendak meminang dan hendak
dipinang sama-sama agamis dan berakhlak mulia.

b. Nasab (Keturunan yang baik)

Hendaknya pasangan yang akan dinikahi berasal dari


keturunan yang baik, karena nasab itu memiliki pengaruh kuat
terhadap etika dan perilaku seseorang. Umumnya orang yang
berlatar belakang dari keturunan yang baik, akan terhindar dari
kehinaan, kerendahan dan penyimpangan (jatuhnya buah tidak
akan jauh dari pohonnya). Nasab yang baik merupakan media
untuk memperoleh keturunan yang baik dan lebih mendekati
pergaulan yang baik.34

c. Latar Belakang Budaya

Perbedaan suku bangsa bahkan perbedaan


kebangsaan bukanlah halangan untuk bisa melakukan

33
Depag, Korps Penasihatan Perkawinan dan Keluarga Sakinah
(Jakarta: Dapartemen Negara RI, 2004), hal. 73-74.
34
Muhammad Zuhaily, Fiqih Munakahat Kajian: Kajian Fiqih
Pernikahan Dalam Perspektif Madzhab Syafi’i. Terjemahan oleh
Mohammad Kholison (Surabaya: CV. IMTIYAZ, 2010), hal. 38-40.
25 | Bimbingan Pranikah Untuk Meningkatkan Kesiapan Calon Pengantin
pernikahan, asalkan masih seagama/ seaqidah. Meskipun
demikian, tetap memperhatikan faktor adat istiadat / budaya
yang berlaku diantara keduanya untuk diketahui masing-
masing pihak agar dapat saling menghargai dan menyesuaikan
diri dengan ralatif muda.

d. Pergaulan

Sebagai persiapan menuju pernikahan, sudah tentu


masing-masing pasangan harus saling mengenal terlebih
dahulu. Tapi perlu diperhatikan bahwa dalam pergaulan
keseharian antar calon pengantin harus tetap memegang nilai-
nilai moral, etika dan kaidah agama yang berlaku.35

Selain pergaulan untuk mengenal pasangan masing-


masing, calon pasangan juga harus memperhatikan pergaulan
dengan lingkungan sekitar karena setelah menikah aka nada
perbedaan dalam hal pergaulan baik dengan teman atau
dengan lingkungan sekitar. Akan ada batasan-batasan dalam
pergaulan yang harus dijaga oleh pasangan agar terhindar dari
hal-hal yang mungkin akan menjadi pertengkaran dengan
pasangan. Misalnya seperti tidak boleh terlalu dekat dengan
teman yang berlawanan jenis karena hal itu dikhawatirkan bisa
mengganggu pasangan.

e. Persiapan Material

Islam tidak menghendaki kita berfikiran materialistik,


yaitu hidup hanya berorientasi pada materi. Akan tetapi bagi
seorang suami, yang akan mengemban amanah sebagai
kepala keluarga, maka diutamakan adanya kesiapan calon

35
Depag, Korps Penasihatan Perkawinan Dan Keluarga Sakinah
(Jakarta: Dapartemen Negara RI, 2004), hal. 77-78.
26 | Bimbingan Pranikah Untuk Meningkatkan Kesiapan Calon Pengantin
suami untuk menafkahi. Sedangkan bagi pihak wanita, adanya
kesiapan untuk mengelola keuangan keluarga.36

Persiapan material juga perlu dipikirkan dan


dipersiapkan dengan matang, karena saat memutuskan untuk
membina rumah tangga berarti pasangan telah siap untuk
menjalankan kehidupannya bersama pasangan dengan
mandiri dalam segala hal dan tidak bergantung pada orang tua
lagi.

36
Nur, Aisyah Albantany, Panduan Praktis Menikah Untuk Wanita
Menurut Al-Qur’an dan As-Sunah (Jakarta: Sealova Media, 2014), hal.
57
27 | Bimbingan Pranikah Untuk Meningkatkan Kesiapan Calon Pengantin
Daftar Pustaka
Albantany, Nur Aisyah. (2014). Panduan Praktis Menikah Untuk
Wanita Menurut Al-Qur’an dan As-Sunah. Jakarta:
Sealova Media.

Al-Faruq, Asadullah. 2011. Aku Terima Nikahnya. Solo: As-


Salam.

Amin, Samsul Munir. (2010). Bimbingan Konseling Islam.


Jakarta: Amzah.

As-Subki, Ali Yusuf. (2010). Fiqh Keluarga. Jakarta: Amzah.

Chaplin, J.P. (2006). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT.


Raja Grafindo Persada.

Departemen Agama. (2004). Korps Penasihatan Perkawinan


dan Keluarga Sakinah. Jakarta: Dapartemen Negara RI.

Endriani, Rista. (2014). Bimbingan Pernikahan Bagi Calon


Pengantin Dalam Mewujudkan Keluarga Sakinah (Studi
Tentang BP-4 Kantor Urusan Agama Kecamatan
Kuantan Tengah Kabupaten Kuantan Singingi. UIN
SUSKA RIAU: Bimbingan Penyuluhan Islam.

Faqih, A.R. (2001). Bimbingan dan Konseling dalam Islam.


Yogyakarta. UII Pers.

Ghozali, Abdul Rahman. (2014). Fiqh Munakahat. Jakarta:


Kencana.

Hawari, Dadang. (1999). Al-Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan


Kesehatan Jiwa. Jakarta: Dana Bhakti Prima Yasa.

Jalil, Abdul. Implementasi Program Bimbingan Pranikah Bagi


Calon Pengantin Di KUA Kecamatan Cilandak Kota

28 | Bimbingan Pranikah Untuk Meningkatkan Kesiapan Calon Pengantin


Jakarta Selatan. Jurnal Diklat Teknis Pendidikan dan
Keagamaan. Vol. 7. No. 2. Desember 2019.

Masaid, Melisa Iryanti. Bimbingan Pranikah Terhadap Calon


Pengantin Untuk Mewujudkan Keluarga Sakinah Di
Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Paletang
Kabupaten Pinrang. (Skripsi: Sarjana Fakultas Dakwah
dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar). Tahun 2013.

Nurrokhmah, Luluk E. Perbandingan Hukum Perkawinan


Berdasarkan Hukum Adat Biak dan Undang-Undang No.
1 Tahun 1974. Jurnal Gema Kampus. Vol. XI, Oktober
2016.

Sabiq, Sayyid. (2013). FiqiH Sunnah (Terjemahan). Jakarta:


Tinta Abadi Gemilang.

Saebani, Beni Ahmad. (2010). Fikih Munakahat 2. Bandung :


CV Pustaka Setia.

Santoso. Hakekat Perkawinan Menurut Undang-Undang


Perkawinan Hukum Islam dan Hukum Adat. Jurnal
Pemikiran dan Penelitian Sosial Kegamaan. Yudisia. Vol.
7. No. 2. Desember 2016.

Slameto. (2010). Belajar dan Faktor-Faktor yang


Mempengaruhi. Jakarta: Rineka Cipta.

Soemiyati. (1997). Hukum Perkawinan Islam dan Undang-


Undang Perkawinan (Undang-Undang No.1 Tahun 1974
tentang Perkawinan). Yogyakarta: Liberty.

Sulistyarini, Moh. Jauhar. (2014). Dasar-dasar Konseling.


Jakarta: Prestasi Pustaka.

29 | Bimbingan Pranikah Untuk Meningkatkan Kesiapan Calon Pengantin


Tim Redaksi BIP. (2017). Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Jakarta:
Bhuana Ilmu Populer.

Ulfatmi. (2002). Bimbingan Konseling Pernikahan Keluarga


Islami: Peluang Dakwah Kini dan Mendatang. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Wibisana, Wahyu. Pernikahan Dalam Islam. Jurnal Pendidikan


Agama Islam-Ta’lim. Vol. 14. No. 2. Tahun 2016.

Willis, S. (2009). Konseling Keluarga (Familly Counseling).


Bandung: Alfabeta.

Winkel, W.S. (1989). Bimbingan dan Konseling di Sekolah.


Jakarta: Gramedia.

Zuhaily, Muhammad. (2010). Fiqih Munakahat Kajian: Kajian


Fiqih Pernikahan Dalam Perspektif Madzhab Syafi’i.
Terjemahan oleh Mohammad Kholison. Surabaya: CV.
IMTIYAZ.

30 | Bimbingan Pranikah Untuk Meningkatkan Kesiapan Calon Pengantin

Anda mungkin juga menyukai