9179 30137 1 SM
9179 30137 1 SM
Abstrak: Debu (Total Suspended Particulate) merupakan salah satu jenis pencemar udara yang sering ditemukan.
Pajanan debu pada waktu lama dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk
menganalisis risiko pajanan debu di Unit Packer PT X. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan
menggunakan metode Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL). Variabel yang diteliti yaitu identifikasi bahaya
debu, analisis dosis-respons, analisis pajanan, dan karakteristik risiko. Konsentrasi debu rata-rata di Unit Packer
sebesar 7,01 mg/m3 sehingga masih di bawah NAB (Nilai Ambang Batas) yang telah ditetapkan oleh Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja
Perkantoran dan Industri. Intake terbesar yang diterima individu yaitu pada Unit Packer 1 yaitu 0,621 mg/kg/hari dan
RQ > 1 yang artinya populasi berisiko terhadap efek non karsinogenik dalam 30 tahun mendatang. Selain itu, adanya
debu di tempat kerja dapat menimbulkan efek ketidaknyamanan dalam bekerja dan apabila terhirup dalam waktu yang
lama juga dapat memberikan pengaruh negatif terhadap kesehatan tenaga kerja. Sehingga tetap perlu dikendalikan
sebagai upaya preventif yaitu dengan pengendalian sumber seperti perawatan pada alat penyaring debu, mengurangi
jumlah pajanan yaitu dengan memakai alat pelindung diri (APD) berupa respirator (masker anti debu), dan mengurangi
durasi pajanan debu seperti rotasi karyawan ke unit kerja lain.
Abstract: Dust (Total Suspended Particulate) is one type of air pollutant that often found. Dust exposure in long time
can cause health problems. The purpose of this study is to analyze the risk of dust exposure in the Unit Packer PT X.
This research is descriptive using Environmental Health Risk Assessment (EHRA). The variables were dust hazard
identification, dose-response analysis, exposure analysis, and risk characteristics. The average dust concentration in
Packer Unit 7.01 mg/m3 so it was below the TLV (Threshold Limit Value) of the Health Minister Decree of The Republic of
Indonesia No. 1405/Menkes/SK/XI/2002 concerning Requirements and Environmental Health Office Work Industry. Intake
received the largest individual that is on Packer Unit 1 is 0.621 mg/kg/day and RQ > 1, which means the population
is has a risk for non-carcinogenic effects in the next 30 years. In addition, the presence of dust in the workplace can
cause effects inconvenience in work and when inhaled for a long time can also be a negative impact on the health of
the workforce. So that, it needed to control as a preventive measure such as maintain the filters dust, reduce the number
exposure by wearing personal protective equipment (PPE) such as respirators (anti-dust masker), and reducing the
duration of dust exposure such as employee work rotation to other unit.
100
Siswati dan K C Diyanah, Analisis Risiko Pajanan Debu (Total Suspended Particulate) 101
serta pembangunan rumah rakyat dan seribu hari dan faktor penyerta yang potensial seperti
tower (Kemenperin, 2017). usia, gender dan kebiasaan merokok (Anes dkk,
Namun, perlu diketahui bahwa perkembangan 2015).
dan kemajuan industri ini juga membawa dampak Suma’mur (2009) mengelompokkan partikel
negatif baik terhadap lingkungan maupun debu menjadi debu organik (alamiah seperti fosil,
tenaga kerja. Salah satu bahan atau zat sisa bakteri, jamur, virus, sayuran, binatang dan sintetis
yang dihasilkan dari industri semen antara lain seperti plastik dan reagen) dan debu anorganik
yaitu debu. Debu merupakan salah satu bahan (silika bebas, silika, dan metal). Pada jenis debu
pencemar udara sehingga dapat mengakibatkan tersebut juga dipengaruhi oleh daya larut dan sifat
pencemaran di lingkungan tempat kerja. Selain itu, kimianya. Adanya perbedaan daya larut dan sifat
debu juga dapat mengakibatkan dampak negatif kimiawi yang dimiliki debu tersebut menimbulkan
bagi tenaga kerja yaitu gangguan pernapasan. kemampuan mengendapnya di paru juga akan
Gangguan pernapasan timbul sebagai akibat dari berbeda pula. Demikian juga tingkat kerusakan
pajanan bahan pencemar udara atau emisi yang yang ditimbulkannya juga akan berbeda pula.
dihasilkan selama proses produksi seperti debu. Adapun jenis debu industri yang berasal
Debu merupakan partikel padat yang ditimbulkan dari pembakaran arang, batu, semen, keramik,
akibat dari proses alam maupun hasil dari proses besi, penghancuran logam, batu, asbes dan
mekanis seperti pemotongan (cutting), pukulan, silika. Jenis debu tersebut merupakan debu
pemecahan (breaking), penghancuran (crushing), yang berukuran 3-10 mikron akan masuk melalui
peledakan, penghalusan (grindling), penggilingan saluran pernapasan dan mengendap di paru.
(drilling), pengayakan (shaking), pengepakan, Efek lama pajanan debu ini dapat menyebabkan
pengemasan, pengantongan dan lainnya yang paralysis cilia, hipersekresi dan hipertrofi kelenjar
timbul dari benda atau bahan baik organik mukus. Keadaan ini dapat mengakibatkan saluran
maupun anorganik (Suma’mur, 2009). pernapasan rentan terhadap infeksi dan timbulnya
Sedangkan menurut Sarudji (2010), debu gejala batuk menahun yang produktif (Yunus,
atau yang biasanya disebut dengan partikulat 1991).
merupakan sebagian besar dari komposisi emisi Fardiaz (1992) menyebutkan bahwa polutan
polutan yang berasal dari berbagai macam yang paling berbahaya bagi kesehatan adalah
sumber seperti mobil, truk, pabrik baja, pabrik partikel, dikuti dengan NO2, SO2, hidrokarbon, dan
semen, dan pembuangan sampah terbuka. CO (yang paling rendah toksisitasnya). Partikulat
Sumber debu (partikulat) dapat berasal dari udara, bersama polutan lain seperti ozon dan sulfur
tanah, aktivitas mesin maupun akibat aktivitas dioksida akan menimbulkan gangguan kesehatan
manusia yang tertiup angin. yang berupa penurunan faal paru, sedangkan
Debu total merupakan debu yang terdiri dari partikulat saja tidak menimbulkan gangguan faal
campuran berbagai elemen dan senyawa lain paru pada orang normal. Debu (Total Suspended
dengan berbagai ukuran partikel, mulai dari ukuran Particulate) yang terdapat di udara akan masuk
yang terkecil sampai dengan ukuran 100 mikron. pada tubuh manusia melalui inhalasi dan sebagian
Debu yang terdapat di lingkungan kerja berpotensi akan masuk ke dalam paru, mengendap di alveoli
menimbulkan gangguan kesehatan pada hidung dan dapat menurunkan fungsi kerja paru. Sirait
dan tenggorokan yang dapat mengakibatkan (2010) menyatakan bahwa timbulnya gangguan
selesma dan infeksi lain. Faktor yang dapat faal paru tidak hanya disebabkan oleh kadar debu
memengaruhi timbulnya penyakit dan gangguan yang tinggi, tapi juga dipengaruhi oleh beberapa
pernapasan yang diakibatkan oleh pajanan debu faktor lain seperti karakteristik dari individu itu
adalah faktor debu dan faktor individu. Faktor sendiri.
debu yang meliputi ukuran partikel, bentuk, Adapun efek lain dari udara pada lingkungan
konsentrasi, daya larut dan sifat kimiawi, serta kerja sering tercemar oleh adanya faktor kimia
lama pajanan. Faktor individu seperti mekanisme yaitu partikel dalam bentuk gas, uap, debu dan
pertahanan paru, anatomi dan fisiologi saluran lainnya dapat mengurangi produktivitas kerja
pernapasan serta faktor imunologi. Adapun hal serta dapat mengakibatkan gangguan saluran
yang harus dipertimbangkan dalam melakukan pernapasan ataupun fungsi paru (Suma’mur,
penilaian pajanan agen risiko terhadap manusia 2009).
antara lain sumber pajanan, lamanya pajanan, Data International Labour Organization (2013)
pajanan dari sumber lain, pola aktivitas sehari- menyebutkan bahwa penyakit saluran pernapasan
102 Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 9, No. 1 Januari 2017: 100–110
merupakan penyakit urutan ketiga setelah penyakit detector untuk diperiksa dan menuju ke truk untuk
kanker dan kecelakaan yang dapat menyebabkan didistribusikan.
kematian yang diakibatkan oleh pekerjaan yaitu Hasil dari pengantongan semen, baik dalam
sebesar 21%. Untuk penyakit kanker menempati bentuk kantong semen ukuran standar atau 40 kg,
urutan pertama dengan persentase sebesar 34%, jumbo pack, maupun bentuk curah didistribusikan
kecelakaan sebesar 25%, penyakit kardiovaskular melalui angkutan laut dan angkutan darat. Dari
sebesar 15% dan faktor lain sebesar 5%. kegiatan yang ada di Unit Packer tersebut dapat
Menurut Wiguna (2006), menyatakan bahwa diketahui bahwa di Unit Packer mempunyai faktor
partikulat yang berasal dari tungku industri bahaya yang dapat mengganggu kesehatan
pengolahan menjadi penyumbang terbesar yaitu karyawannya karena konsentrasi debu total yang
51,27%. Sedangkan kegiatan industri semen dihasilkan di Unit Packer PT X rata-rata lebih tinggi
berkontribusi terhadap total emisi partikulat jika dibandingkan dengan konsentrasi debu yang
dan menyumbang 5% pada emisi CO2 global. ada di unit lainnya.
Selain itu, pada industri semen dalam proses Berdasarkan uraian masalah di atas maka
produksinya banyak menghasilkan partikulat yang rumusan masalah dari penelitian ini adalah
mengandung silika, ferro, dan timbal. Keadaan bagaimana risiko pajanan debu di Unit Packer
yang berbeda ini juga dapat memberikan risiko PT X. Sedangkan tujuan penelitian ini untuk
kesehatan yang berbeda juga pada tubuh menganalisis risiko pajanan debu di Unit Packer
manusia (Zeleke dkk, 2010). PT X.
PT X merupakan salah satu industri terbesar
di Indonesia yang bergerak dalam bidang
METODE PENELITIAN
produksi berbagai jenis semen. Dalam proses
produksinya, industri semen melibatkan tenaga Penelitian ini dilakukan di Unit Packer PT
manusia dan lingkungan tempat kerja. X pada bulan September 2016. Penelitian ini
Industri semen berpotensi menimbulkan termasuk jenis penelitian observasional. Data yang
kontaminasi atau pencemaran di udara berupa digunakan yaitu data sekunder yang meliputi data
debu. Debu yang dihasilkan oleh kegiatan industri laporan hasil pengukuran lingkungan kerja seksi
semen terdiri dari debu yang dihasilkan pada pemantauan lingkungan Triwulan III Tahun 2016 di
saat pengadaan bahan baku, selama proses Unit Packer PT X.
pembakaran dan pengangkutan produk jadi ke Pengukuran konsentrasi debu yang ada di
luar pabrik termasuk pengantongannya. Adapun Unit Packer PT X dilakukan pada saat produksi
salah satu unit yang mempunyai kadar konsentrasi sedang berlangsung sehingga diasumsikan hasil
debu tinggi jika dibandingkan dengan unit lain pengukuran dapat mewakili pajanan terdapap
yaitu Unit Packer. karyawan saat bekerja. Pengukuran dilakukan
Unit Packer PT X merupakan tempat menggunakan alat High Volume Dust Sampler
untuk melakukan proses produksi pada (HVDS) dengan Filter Silica Glass.
tahap pengantongan semen. Dimana proses Teknik analisis data menggunakan metode
pengantongan dimulai dari pengeluaran Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL)
produk semen yang tersimpan di dalam silo yaitu metode yang biasa digunakan untuk
semen sampai dengan masuknya semen ke memperkirakan besarnya risiko yang akan diterima
bin yang kemudian langsung ditransportasikan oleh pekerja di Unit Packer PT X akibat pajanan
ke Unit Packer untuk dilakukan pengantongan debu yang dihasilkan saat produksi. Adapun jenis
menggunakan mesin rotary packer. ARKL yang digunakan adalah ARKL meja karena
Proses pengisian semen ke sak semen sumber data yang digunakan merupakan data
dilakukan menggunakan bantuan tekanan udara. sekunder hasil pengukuran konsentrasi debu di
Sehingga sak semen yang masuk pada bagian Unit Packer Triwulan III PT X.
injeksi semen, akan secara otomatis terisi oleh Metode ARKL ini bukan merupakan kajian
semen melalui lubang yang terdapat pada sudut epidemiologi untuk mencari hubungan tingkat
kantong. Apabila terisi penuh, lubang kantong pencemaran udara dengan gangguan kesehatan.
tersebut akan menutup dengan sendirinya, setelah Namun, hanya untuk memperkirakan secara
itu sak semen dilempar ke belt conveyor menuju kualitatif besarnya risiko kesehatan pada populasi
ke belt weight untuk ditimbang. Setelah itu, sak terpajan debu. Adapun rumus untuk menghitung
semen melewati belt conveyor menuju mesin jumlah asupan agen risiko yang masuk melalui
Siswati dan K C Diyanah, Analisis Risiko Pajanan Debu (Total Suspended Particulate) 103
jalur inhalasi (intake) dan RQ (Risk Quotient) nilai numerik RQ tidak melebihi 1 (Rahman dkk,
sesuai dengan rumus Kemenkes (2012) yaitu 2008).
sebagai berikut:
C * R * te * fe * Dt HASIL DAN PEMBAHASAN
Ink =
(Wb* tavg )
Konsentrasi debu (Total Suspended Partikulat)
Keterangan: Trimester III Tahun 2016 di Unit Packer PT X
Ink : Intake (asupan), jumlah risk agent yang Berdasarkan data dokumen seksi
masuk (mg/kg/hr) pemantauan lingkungan trimester III Tahun 2016
C : Konsentrasi risk agent, (mg/m3) untuk dapat diketahui bahwa konsentrasi debu (Total
medium udara, (mg/L) untuk air minum, Suspended Particulate) di lingkungan kerja Unit
(mg/kg) untuk makanan/ pangan Packer PT X seperti pada Tabel 1.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan
R Laju (rate) asupan untuk udara (dewasa:
20 m3/hari atau 0,83 m3/jam, anak-anak: Republik Indonesia Nomor 1405/MENKES/
12 m3/hari atau 0,5 m3/jam) SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri, dapat
te : waktu pajanan harian (24 jam/hari untuk
dilihat bahwa hasil pengukuran pada empat lokasi
pajanan pada pemukiman, 8 jam/hari
pengukuran tidak ada yang melebihi NAB yaitu
untuk pajanan pada tempat kerja)
dengan nilai rata-rata konsentrasi debu pada
fe : Frekuensi pajanan tahunan (Pajanan Unit Packer sebesar 7,01 mg/m 3. Walaupun
pada pemukiman: 350 hari/tahun) dan konsentrasi debu (Total Suspended Particulate)
(Pajanan pada lingkungan kerja: 250 ini masih berada di bawah NAB yang telah
hari/ tahun)
ditetapkan, tetapi estimasi risiko akibat pajanan
Dt : Durasi pajanan, real time atau proyeksi debu (Total Suspended Particulate) dapat terjadi
untuk residensial (pemukiman/pajanan karena adanya perbedaan karakteristik responden
seusia hidup), dewasa: 30 tahun, anak- dan pola pajanan.
anak: 6 tahun
Analisis Risiko Pajanan Debu
Wb : Berat badan, dewasa 70 kg/55 kg ( 70
kg untuk Eropa dari US-EPA 1990, 55 kg Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan
untuk Asia dari Nukman, et al. 2005) (ARKL) merupakan suatu model kajian untuk
tavg : Periode waktu rata-rata, 30 tahun x 365 mendeskripsikan, memahami, dan memprediksi
hari/tahun (non karsinogen) atau 70 kondisi dan karakteristik lingkungan yang
tahun x 365 hari/tahun (karsinogen) mempunyai potensi atau dapat menimbulkan
risiko kesehatan manusia. ARKL bertujuan untuk
Sedangkan untuk menghitung karakteristik
memberikan dan menyediakan informasi secara
risiko kesehatan dinyatakan sebagai Risk
Quotient (RQ atau Tingkat Risiko) untuk efek non
Tabel 1.
karsinogenik dihitung dengan rumus:
Hasil Pengukuran Kadar Debu di Unit Packer PT X
Ink Triwulan III Tahun 2016
RQ =
RfC Keputusan Menteri
Lokasi Konsentrasi Kesehatan RI No.
Keterangan: Pengukuran Debu (mgr/m3) 1405/MENKES/SK/
RQ : Risk Quotient XI/2002
lengkap dan pemegang kebijakan khususnya response assessment), (c) analisis pemajanan
kepada pemerintah sebagai bahan pertimbangan (exposure assessment) dan (d) karakterisasi risiko
untuk proses dalam mengambil kebijakan (risk characterization).
(Kemenkes, 2012).
Berdasarkan Kepmenkes No.876/MENKES/ Identifikasi Bahaya
SK/VIII/2001 tentang Pedoman Teknis Analisis Debu (Total Suspended Particulate) memiliki
Dampak Kesehatan Lingkungan mendeskripsikan risiko kesehatan non karsinogenik yaitu dapat
Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan merupakan menyebabkan gangguan pernapasan khususnya
salah satu metode atau cara untuk melakukan pneumokoniosis. Pneumokoniosis merupakan
pendekatan dalam mencermati besarnya potensi penyakit yang disebabkan oleh adanya partikel
bahaya risiko. Pelaksanaan ARKL dimulai dengan debu yang masuk dan mengendap di paru.
melakukan identifikasi permasalahan lingkungan Penyakit pneumokoniosis banyak jenisnya,
yang telah dikenal dan melibatkan pihak yang tergantung dari jenis partikel (debu) yang masuk
berkewajiban dalam penetapan risiko pada atau terhisap ke dalam paru. Beberapa jenis
kesehatan manusia yang berhubungan dengan penyakit pneumokoniosis yang banyak dijumpai
permasalahan lingkungan yang bersangkutan. di daerah yang memiliki banyak kegiatan industri
Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL) dan teknologi, yaitu silikosis, asbestosis, bisinosis,
biasanya berhubungan dengan masalah antrakosis, dan beriliosis (Wardhana, 2004).
lingkungan yang terjadi pada saat ini atau di masa PT X dalam proses produksinya
yang telah lalu. menggunakan bahan baku utama berupa batu
International Program on Chemical Safety kapur 81%, tanah liat 9%, pasir silika 9% dan pasir
(IPCS) Risk Assessment Terminology dalam besi 1%. Data hasil pengukuran menunjukkan
panduan atau petunjuk teknis Analisis Risiko bahwa konsentrasi debu (Total Suspended
Kesehatan Lingkungan (ARKL) Dirjen PP dan Particulate) di Unit Packer PT X pada empat
PL Kementerian Kesehatan Republik Indonesia lokasi pengukuran masih di bawah NAB namun
tahun 2011 mendefinisikan Analisis Risiko apabila debu tersebut terhirup setiap hari dapat
Kesehatan Lingkungan (ARKL) sebagai suatu menimbulkan gangguan pernapasan. Karena
proses yang bertujuan untuk menghitung atau sumber pajanan debu pada Unit Packer selain
memperkirakan risiko pada kesehatan manusia, dari proses pengantongan juga berasal dari
termasuk juga identifikasi pada keberadaan lingkungan luar seperti emisi gas kendaraan
faktor ketidakpastian, penelusuran pada pajanan bermotor yang keluar masuk Unit Packer untuk
tertentu, memperhitungkan karakteristik yang mengangkut semen yang siap didistribusikan.
melekat pada agent yang menjadi perhatian dan Sebagian besar debu yang ada di lingkungan
karakteristik dari sasaran yang spesifik. kerja tempat pengukuran ditimbulkan oleh aktivitas
Perlu diketahui bahwa dalam melakukan proses pengantongan yang berupa debu semen.
penilaian risiko banyak hal yang bersifat tidak Menurut Suma’mur (2009) debu semen te jenis
pasti, namun penilaian risiko perlu dilakukan untuk termasuk dalam jenis debu anorganik golongan
menyediakan informasi mengenai identifikasi silika. Pajanan debu silika dalam waktu yang lama
bahaya dan membedakan antara faktor yang dapat berisiko menderita penyakit silikosis.
berpengaruh terhadap lingkungan dan bahayanya
terhadap kesehatan manusia serta kelestarian Analisis Dosis Respon
lingkungan, menganalisis risiko saat ini dan Analisis dosis respons merupakan tahap
memperkirakan perubahan yang mungkin terjadi yang digunakan untuk menentukan hubungan
akibat paparan faktor risiko tersebut. Sehingga antara besarnya dosis atau level pajanan bahan
dengan adanya analisis risiko tersebut dapat kimia dengan terjadinya efek yang merugikan bagi
digunakan sebagai informasi untuk melakukan kesehatan manusia. Dimana tahap ini merupakan
tindakan pencegahan (Kepmenkes, 2001). tahapan untuk menetapkan kualitas toksisitas
Menurut Rahman dkk (2008) risiko berada agen risiko mempunyai potensi menimbulkan efek
di antara pasti tidak terjadi dan pasti terjadi yang dapat merugikan kesehatan pada populasi
(0 < risiko < 1). Analisis risiko terbagi menjadi yang berisiko.
empat langkah yaitu (a) identifikasi bahaya (hazard Adapun toksisitas agen risiko dinyatakan
identification), (b) analisis dosis-respons (dose- dalam dosis referensi. Untuk pajanan inhalasi
Siswati dan K C Diyanah, Analisis Risiko Pajanan Debu (Total Suspended Particulate) 105
yang bersifat non karsinogenik dinyatakan dengan dan 40 jam/minggu untuk 5 hari kerja/minggu.
Reference Concentration (RfC). Dosis referensi Penetapan jam kerja yang ada di PT X juga telah
tersebut digunakan untuk memperkirakan jumlah sesuai dengan Undang-Undang No.13 Tahun
paparan setiap harinya pada populasi manusia 2003 tentang Ketenagakerjaan. Sehingga hasil
yang dapat diterima tanpa menimbulkan efek perhitungan analisis pajanan untuk pada pekerja
berbahaya selama masa hidupnya. yaitu sebagai berikut:
Untuk toksisitas dari debu (Total Suspended C * R * te * fe * Dt
Particulate) yang merupakan salah satu agen Ink TSP Packer 1=
(Wb * tavg )
risiko dengan efek non karsinogenik inhalasi maka
dosis respons dinyatakan dengan Reference 7,51
mg
m3
mg
* 0,83 m * 8 jam * 250 hr * 30 th
3
Tabel 2. Tabel 3.
Hasil Perhitungan Intake Risk Debu yang Masuk ke Hasil Perhitungan RQ (Risk Quotient) di Unit Packer PT
dalam Tubuh di Unit Packer PT X tahun 2016 X Triwulan III Tahun 2016
jumlah agen risiko yang masuk ke dalam tubuh yang bisa menjadi faktor penyerta sehingga dapat
dan risiko untuk terjadi efek gangguan kesehatan memengaruhi timbulnya gangguan kesehatan
semakin besar pula. Pada penelitian Deviandhoko, atau penyakit yang diakibatkan oleh pajanan
dkk (2012) menyatakan bahwa ada hubungan debu antara lain seperti usia, jenis kelamin,
yang bermakna antara konsentrasi debu di udara perilaku, gaya hidup, faktor imunologi individu
dengan kejadian fungsi paru meskipun konsentrasi dan sebagainya.
debu masih di bawah NAB, yaitu sebanyak 24,4%
responden mempunyai gangguan fungsi paru Manajemen Risiko
meskipun kadar debu masih di bawah Nilai Manajemen risiko adalah pilihan yang
Ambang Batas. dilakukan untuk memperkecil dampak pajanan
Berdasarkan penelitian Yulaekah (2007), suatu agen risiko terhadap kesehatan pekerja
menyebutkan bahwa pajanan debu berhubungan dengan cara mengubah nilai faktor pajanan
dengan kejadian gangguan fungsi kesehatan sehingga jumlah asupan yang masuk ke dalam
terutama pada paru. Hasil penelitian membuktikan tubuh lebih kecil atau minimal sama dengan
nilai α= 0,02 yang berarti terdapat hubungan dosis referensi toksisitasnya (Rahman, 2007).
yang signifikan antara pajanan debu yang terhirup Berdasarkan hasil perhitungan risiko non
atau yang masuk ke tubuh terhadap terjadinya karsinogenik pajanan debu (Total Suspended
gangguan fungsi paru. Sedangkan nilai OR= Particulate) pada pekerja di Unit Packer PT X
5,833 yang berarti pajanan debu yang masuk dengan RQ yang tercantum dalam Tabel 3,
ke dalam tubuh atau terhirup oleh pekerja dengan tingkat pencemaran seperti saat diukur
mempunyai risiko 6 kali lebih besar mengalami (Pengukuran Triwulan III Tahun 2016) risiko
gangguan fungsi paru. Pada penelitian Khairiah kesehatan disemua lokasi Unit Packer tidak aman
(2012), membuktikan bahwa ada hubungan atau berisiko non karsinogenik untuk 30 tahun
antara konsentrasi debu di pemukiman warga mendatang. Sehingga pengendalian risiko untuk
sekitar pabrik semen di desa kuala indah dengan melindungi pekerja dari risiko kesehatan tersebut
timbulnya penyakit atau keluhan kesehatan. sangat perlu dilakukan sebagai upaya preventif.
Sebanyak 19 responden dari 56 responden Beberapa pengendalian risiko yang
mengalami keluhan kesehatan. Dengan keluhan mungkin dilakukan untuk mengurangi risiko non
kesehatan terbanyak yang dialami oleh responden karsinogenik pajanan debu (TSP) pada pekerja
berupa iritasi kulit sebesar 73,7%. Sedangkan di Unit Packer PT X yaitu mengurangi konsentrasi
menurut penelitian Anes, dkk (2015) menunjukkan debu, mengurangi waktu pajanan dan mengurangi
bahwa adanya hubungan yang signifikan antara frekuensi pajanan. Adapun perhitungannya seperti
pajanan debu dan kejadian gangguan fungsi berikut:
paru dengan nilai ρ=0,023. Sedangkan Nilai OR=
Konsentrasi Aman Debu
8,444 yang artinya debu semen memiliki risiko
8,444 kali mengalami gangguan fungsi paru jika
RfC * Wb * tavg
dibandingkan dengan responden yang tidak atau CTSP aman =
jarang terpajan oleh debu semen. R * te * fe * Dt
Pada penelitian Simanjuntak, dkk (2015) 0,020 mg/kg/hari * 55 kg * 30 th * 365 hr
=
menunjukkan bahwa ada hubungan signifikan mg
0,83 m3 * 8 hr * 250 * 30 th
antara pajanan kadar debu dengan kejadian
pneumokoniosis pada pekerja pengumpul semen = 12045
di unit pengantongan semen PT. Tonasa Line 49800
Kota Bitung dengan nilai odds ratio (OR) sebesar = 0,242 mg/m3
7,2 yang artinya pekerja yang terpajan dengan Dari perhitungan angka diatas dapat diketahui
kadar debu tinggi (> 3 mg/m3) mempunyai risiko bahwa konsentrasi debu (TSP) di seluruh
terjadi pneumokoniosis sebesar 7,2 kali lebih Unit Packer dengan nilai seperti pada Tabel 1.
besar dibandingkan dengan pekerja yang terpajan Walaupun masih di bawah standar NAB yang telah
dengan kadar debu rendah (≤ 3 mg/m3). Namun, ditentukan. Namun, konsentrasi tersebut harus
selain pajanan debu ada beberapa faktor lain dilakukan pengurangan konsentrasi debu TSP
108 Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 9, No. 1 Januari 2017: 100–110
akan diproses kembali sebagai material produksi. Diri) yang sesuai dengan jenis pekerjaannya, serta
Melakukan pelatihan kepada operator tentang melakukan perpindahan atau rotasi karyawan jika
K3, in house keeping, SOP unit operasi maupun sudah bekerja di Unit Packer selama 1 tahun
kondisi emergency. Melakukan rotasi pekerja ke sehingga dapat mengurangi waktu pajanan.
unit lain. Penerapan peralatan K3 di lokasi pabrik
khususnya di lokasi packer.
DAFTAR PUSTAKA
Komunikasi risiko dilakukan sebagai tindak
lanjut dari pelaksanaan ARKL yang berperan Anes, N.I., Umboh, J.L., dan Kawatu, P.T. (2015). Faktor-
Faktor yang Berhubungan dengan Gangguan Fungsi
untuk menginformasikan kepada pekerja secara Paru pada Pekerja di PT. Tonasa Line Kota Bitung.
transparan dan bertanggung jawab tentang Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sam
proses dan hasil karakteristik risiko serta pilihan Ratulangi Manado , Vol. 5, No. 3 Juli 2015.
manajemen risiko kepada pihak yang relevan. Deviandhoko, Endah, N., dan Nurjazuli. (2012). Faktor-
Adapun pilihan manajemen risiko sebagai upaya Faktor yang Berhubungan dengan Gangguan Fungsi
Paru pada Pekerja Pengelasan di Kota Pontianak.
preventif sebagian besar PT sudah melakukan Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia, Universitas
pengendalian tersebut. Sehingga upaya Diponegoro Vol. 11 No. 2 Oktober 2012.
pengendalian tersebut lebih ditingkatkan lagi. Fardiaz, S. (1992). Polusi air dan udara. Jakarta:
Cara lain untuk meminimalkan tingkat pajanan Kasinus.
tersebut dengan segera meninggalkan lokasi International Labour Organization. (2013). Press release
international labour Organization diakses dari http://
kerja jika pekerjaan sudah selesai. www.ilo.org/global/about-the-ilo/media-centre/
press-release/ WCMS_211627/lang-en/index.htm.
Kemenkes RI. (2001). Keputusan Menteri Kesehatan
KESIMPULAN DAN SARAN
Republik Indonesia Nomor 876/Menkes/SK/ VIII/2001
Hasil analisis risiko dari pajanan debu di tentang Pedoman Teknis Analisis Dampak Kesehatan
Lingkungan. Jakarta.
semua lokasi pengukuran menunjukkan bahwa
Kemenkes RI. (2002). Keputusan Menteri Kesehatan
besaran risiko kesehatan RQ > 1. Selain itu, Republik Indonesia Nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002
adanya partikel debu di tempat kerja dapat tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja
memberikan efek ketidaknyamanan dalam Perkantoran dan Industri. Jakarta.
bekerja. Adapun pajanan debu dalam waktu Kemenkes RI. (2012). Kementerian Kesehatan Direktorat
Jenderal PP dan PL. 2012. Pedoman Analisis Risiko
yang lama dapat memberikan pengaruh negatif
Kesehatan Lingkungan. Jakarta.
terhadap kesehatan tenaga kerja dan lebih Kemenperin RI. (2017). Industri semen fokus
meningkatkan program yang sudah ada sehingga pasar domestik. http://www.kemenperin.go.id/
upaya pengendalian sebagai upaya preventif artikel/10042/industri-semen-fokus-pasardomestik.
lebih maksimal. Khairiah. (2012). Analisis konsentrasi debu dan keluhan
pada masyarakat di sekitar pabrik semen di desa
Upaya preventif yang dapat dilakukan
kuala indah kecamatan sei suka kabupaten batu
yaitu dengan pengendalian sumber seperti bara. Skripsi. Medan: Universitas Sumatra Utara
pemeliharaan dan perawatan pada alat yang diakses dari http://repository.usu.ac.id/
penyaring debu, Melakukan monitoring dan alat bitstream/123456789/35251/7/Cover.pdf.
pengendalian emisi secara rutin agar sistem Meo, S.A., Al-Dress, A.M., Masri, A.A., Al Rouq, F., and
Azeem, M.A. (2013). Effect of duration of exposure
penyaringan yang dilakukan dapat berjalan
to cement dust on respiratory function of non-
dengan baik dan mengontrol emisi partikulat pada smoking cement mill workers. International Journal of
standar yang telah ditetapkan. Mengurangi jumlah Environmental Research and Public Health, Volume
pajanan yaitu dengan memakai Alat Pelindung 10, pp. 390–398. Diakses dari https://www.ncbi.nlm.
diri (APD) yang berupa respirator (masker anti nih.gov/pmc/articles/PMC3564149/.
Nukman, A., Rahman, A., Warouw, S., Setiadi, M. I.,
debu), serta melakukan pengendalian secara Akib, C.R. (2005). Analisis dan manajemen risiko
administratif dengan cara mengurangi waktu dan kesehatan pencemaran udara: studi kasus di
frekuensi pajanan debu seperti rotasi karyawan sembilan kota besar padat transportasi. Jurnal
ke unit kerja lain. Ekologi Kesehatan. Vol. 2: 270–289.
Sebaiknya PT X melakukan sosialisasi Rahman, A. (2005). Prinsip-prinsip dasar, metode, tehnik
dan prosedur analisis risiko kesehatan lingkungan.
mengenai bahaya dan dampak pajanan debu Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
(Total Suspended Particulate) kepada pekerja. Indonesia.
Selain itu, meningkatkan kesadaran karyawan Rahman, A. (2007). Analisis risiko secara kuantitatif,
akan pentingnya memakai APD (Alat Pelindung makalah seminar Depok: Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia.
110 Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 9, No. 1 Januari 2017: 100–110
Rahman, A., Nukman, A., Setyadi., Akib, C.R., Sofwan, Bitung. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas
Jarot. (2008). Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan Sam Ratulangi Manado. Vol. 5, No. 2b April 2015.
Pertambangan Batu Kapur di Sukabumi, Cirebon, Sirait, M. (2010). Hubungan Karakteristik Karyawan
Tegal, Jepara dan Tulungagung. Jurnal Ekologi dengan Faal Paru di Kilang Padi Kecamatan Porsea.
Kesehatan Vol. 7 No. 1. Skripsi. Medan: Universitas Sumatra Utara.
Republik Indonesia. (2003). Undang-undang No. 13 Tahun Suma’mur, P.K. (2009). Hygiene Perusahaan dan
2003 tentang Ketenagakerjaan. Jakarta: Setkab RI. Kesehatan Kerja. Jakarta: Gunung Agung.
Salim, R.N. (2012). Analisis Risiko Kesehatan Pajanan Wardhana, W.A., (2004). Dampak pencemaran lingkungan
Benzena pada Karyawan di SPBU “X” Pancoramas (Edisi Revisi), Yogyakarta: Andi Offset.
Depok Tahun 2011. Skripsi. Depok: Fakultas Wiguna, O. (2006). Jakarta Kota Polusi Menggugat Hak
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Atas Udara Bersih. Jakarta: LP3ES Indonesia.
Saputro, N.I.R. (2015). Analisis Risiko Kesehatan dengan Yulaekah, S. (2007). Paparan Debu Terhirup dan
Parameter Udara Lingkungan Kerja dan Gangguan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Batu
Faal Paru pada Pekerja (Studi Kasus di Bagian Plant Kapur. Thesis. Magister Kesehatan Lingkungan
N2O PT Aneka Gas Industri Region V Jawa Timur. Program Pascasarjana. Semarang: Universitas
Skripsi. Jember: Universitas Jember. Diponegoro.
Sarudji, D. (2010). Kesehatan Lingkungan, Cetakan Yunus, F. (1991). Diagnosa penyakit paru kerja. Cermin
Pertama, Bandung: CV Karya Putra. Dunia Kedokteran No. 70: 18–23.
Simanjuntak, M.L., Pinontoan, O.R., Pangemanan, J.M., Zeleke K.Z. (2010). Cement Dust Exposure and Acute
(2015). Hubungan antara kadar debu, masa kerja, Lung Function: A Cross Shift Study. bmc pulmonary
penggunaan masker dan merokok dengan kejadian medicine, diakses dari https://www.ncbi.nlm.nih.gov/
pneumokoniosis pada pekerja pengumpul semen pubmed/20398255.
di unit pengantongan semen PT Tonasa Line Kota