Anda di halaman 1dari 58

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA Tn.

T DENGAN
GANGGUAN SISTEM NEUROLOGI : STROKE HEMORAGIK

Oleh :
Emma Pratiwi Manik. 200202016

PROGRAM STUSI NERS


FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSTAS SARI MUTIARA INDONESIA
TAHUN 2021

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Stroke hemoragik merupakan stroke yang disebabkan pecahnya pembuluh
darah dan mengganggu suplai darah ke otak yang menyebabkan gangguan
mobilisasi dan alih baring. Gangguan mobilisasi merupakan salah satu
indikator penyebab terjadinya luka tekan atau dekubitus, pada keadaan
tersebut suplai oksigen ke otak terganggu sehingga mempengaruhi kinerja
saraf di otak. (Galuh, 2021). 

World Health Organization (WHO) menjelaskan bahwa stroke merupakan


penyebab kematian utama secara global. Diperkirakan 17.7 juta orang
meninggal karena stroke pada tahun 2015 mewakili 31% dari semua
kematian global. Lebih dari tiga perempat kematian akibat stroke terjadi di
Negara dengan penghasilan rendah dan menengah (Organisation, W. H.O.
2015).

Prevalensi penyakit stroke di Indonesia semakin meningkat disetiap


tahunnya. Prevalensi kasus stroke di Indonesia sudah mencapai 10,9% per
mil, dibandingkan pada tahun 2013 angka kejadian stroke di Indonesia
mencapai 7,0%. Kasus stroke tertinggi yang terdiagnosis tenaga kesehatan
adalah usia 75 tahun keatas yaitu 50,2 % dan terendah pada kelompok usia
> 55 tahun yaitu sebesar 32,4 %. Prevalensi stroke berdasarkan jenis
kelamin lebih banyak pada laki-laki 11,0 % dibandingkan dengan
perempuan 10,9% berdasarkan RISKESDAS 2018 (Rahayu & Nuraini,
2020).

Storke adalah kerusakan pada otak yang terjadi ketika aliran darah atau
suplai darah ke otak tersumbat, adanya perdarahan atau pecahnya pembuluh
darah. Perdarahan atau pecahnya pembuluh darah pada otak dapat
menimbukan terhambatnya penyediaan oksigen dan nutrisi ke otak. Hal ini
dapat menyebabkan berbagai masalah diantaranya penurunan kesadaran dan
kelemahan otot. Penurunan kesadaran pada CVA (Cerebro vaskular
Accident) dapat menyebabkan ketidakefektifan perfusi jaringan serebral,
penanganan dan perawatan yang tepat pada pasien CVA (Cerebro vaskular
Accident) diharapkan dapat menekan serendah-rendahnya dampak negatif
yang ditimbulkan. Masyarakat cenderung menilai stroke terjadi hanya yang
memiliki riwayat hipertensi saja dan umumnya hanya dialami oleh lansia,
sedangkan mereka yang tidak memiliki riwayat hipertensi tidak akan
mengalami strok (Rahmadhani, Diana, Lestari & Riesmiyati, 2020). 

Stroke merupakan gangguan fisik otak akibat aliran darah ke otak. Penyakit
stroke adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berkurangnya
aliran darah dan oksigen ini dikarenakan sumbatan, penyempitan atau
pecahnya pembuluh darah di otak dengan gejala- gejala yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih (Dewi Rachmawati, 2019).

Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak berupa


kelumpuhan saraf (deficit neurologic) akibat terhambatnya aliran darah ke
otak. Secara sederhana stroke didefinisikan sebagai penyakit otak akibat
terhentinya suplai darah ke otak karena sumbatan (stroke iskemik) atau
perdarahan (stroke hemoragik). Stroke Hemoragik adalah pembuluh darah
otak yang pecah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah
merembes ke dalam suatu daerah di otak dan kemudian merusaknya. Jadi
kesimpulannya, stroke hemoragik adalah penyakit atau gangguan fungsional
otak berupa kelumpuhan saraf (deficit neurologic) akibat pembuluh darah
otak yang pecah sehingga aliran darah ke otak terhambat dan rusak (Nova,
2018).

Berdasarkan pengkajian yang telah dilakukan pada Tn. T di dapatkan hasil


bahwa pasien atas nama Tn.T mengalami stroke hemoragik yang dimana
pembuluh darah otak pecah sehingga menghambat aliran darah yang
normal.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah Bagaimana
Asuhan Keperawatan Kepada Tn. T?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui asuhan keperawatan yang akan diberikan
kepada Tn. T.
1.3.1 Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu memahami pengertian, tanda dan gejala,
etiologi, penatalaksanaan medis dan keperawatan Stroke
Hemoragic.
b. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada Tn. T dengan
Stroke Hemoragic.
c. Mahasiswa mampu melakukan menegakkan diagnosa pada Tn.
T dengan Stroke Hemoragic.
d. Mahasiswa mampu melakukan menetapkan perencanaan pada
Tn. T dengan Stroke Hemoragic.
e. Mahasiswa mampu melakukan implementasi pada Tn. T
dengan Stroke Hemoragic.
f. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi pada Tn. T dengan
Stroke Hemoragic.
g. Mendokumentasikan asuhan keperawatan yang diberikan pada
Tn. T dengan Stroke Hemoragic.

1.4 Manfaat
1. Pasien
Diharapkan tindakan yang telah di berikan dapat meningkatkan
perkembangan pasien untuk mendukung kelangsungan kesehatan
pasien.
2. Institusi Pendidikan
Bagi Institusi pendidikan diharapkan untuk menjadi acuan dalam
melakukan kegiatan kemahasiswaan dalam bidang keperawatan medikal
bedah.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Stroke Hemoragik


1. Pengertian Stroke Hemoragik
Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak berupa
kelumpuhan saraf (deficit neurologic) akibat terhambatnya aliran darah ke
otak. Secara sederhana stroke didefinisikan sebagai penyakit otak akibat
terhentinya suplai darah ke otak karena sumbatan (stroke iskemik) atau
perdarahan (stroke hemoragik) (Junaidi, 2011). Mulanya stroke ini dikenal
dengan nama apoplexy, kata ini berasal dari bahasa Yunani yag berarti
“memukul jatuh” atau to strike down. Dalam perkembangannya lalu
dipakai istilah CVA atau cerebrovascular accident yang berarti suatu
kecelakaan pada pembuluh darah dan otak.

Menurut Misbach (2011) stroke adalah salah satu syndrome neurologi


yang dapat menimbulkan kecacatan dalam kehidupan manusia. Stroke
Hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga menghambat
aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di
otak dan kemudian merusaknya (Adib, 2009)

2. Klasifikasi Stroke Hemoragik


a. Perdarahan intra serebral (PIS) Perdarahan Intra Serebral diakibatkan
oleh pecahnya pembuluh darah intraserebral sehingga darah keluar dari
pembuluh darah dan kemudian masuk ke dalam jaringan otak (Junaidi,
2011). Penyebab PIS biasanya karena hipertensi yang berlangsung
lama lalu terjadi kerusakan dinding pembuluh darah dan salah satunya
adalah terjadinya mikroaneurisma. Faktor pencetus lain adalah stress
fisik, emosi, peningkatan tekanan darah mendadak yang
mengakibatkan pecahnya pembuluh darah. Sekitar 60-70% PIS
disebabkan oleh hipertensi. Penyebab lainnya adalah deformitas
pembuluh darah bawaan, kelainan koagulasi. Bahkan, 70% kasus
berakibat fatal, terutama apabila perdarahannya luas (masif) (Junaidi,
2011).
b. Perdarahan ekstra serebral / perdarahan sub arachnoid (PSA)
Perdarahan sub arachnoid adalah masuknya darah ke ruang
subarachnoid baik dari tempat lain (perdarahan subarachnoid
sekunder) dan sumber perdarahan berasal dari rongga subarachnoid itu
sendiri (perdarahan subarachnoid primer). Penyebab yang paling
sering dari PSA primer adalah robeknya aneurisma (51-75%) dan
sekitar 90% aneurisma penyebab PSA berupa aneurisma sakuler
congenital, angioma (6-20%), gangguan koagulasi (iatronik/obat anti
koagulan), kelainan hematologic (misalnya trombositopenia, leukemia,
anemia aplastik), tumor, infeksi (missal vaskulitis, sifilis, ensefalitis,
herpes simpleks, mikosis, TBC), idiopatik atau tidak diketahui (25%),
serta trauma kepala (Junaidi, 2011) Sebagian kasus PSA terjadi tanpa
sebab dari luar tetapi sepertiga kasus terkait dengan stress mental dan
fisik. Kegiatan fisik yang menonjol seperti : mengangkat beban,
menekuk, batuk atau bersin yang terlalu keras, mengejan dan
hubungan intim (koitus) kadang bisa jadi penyebab (Junaidi, 2011).

3. Penyebab Stroke Hemoragik


Terhalangnya suplai darah ke otak pada stroke perdarahan (stroke
hemoragik) disebabkan oleh arteri yang mensuplai darah ke otak pecah.
Penyebabnya misalnya tekanan darah yang mendadak tinggi dan atau oleh
stress psikis berat. Peningkatan tekanan darah yang mendadak tinggi juga
dapat disebabkan oleh trauma kepala atau peningkatan tekanan lainnya,
seperti mengedan, batuk keras, mengangkat beban, dan sebagainya.
Pembuluh darah pecah umumnya karena arteri tersebut berdinding tipis
berbentuk balon yang disebut aneurisma atau arteri yang lecet bekas plak
aterosklerotik (Junaidi, 2011).
Selain hal-hal yang disebutkan diatas, ada faktor-faktor lain yang
menyebabkan stroke (Arum, 2015) diantaranya :

a. Faktor risiko medis


Faktor risiko medis yang memperparah stroke adalah:
1) Arteriosklerosis (pengerasan pembuluh darah)
2) Adanya riwayat stroke dalam keluarga (factor keturunan)
3) Migraine (sakit kepala sebelah)
b. Faktor risiko pelaku Stroke sendiri bisa terjadi karena faktor risiko
pelaku. Pelaku menerapkan gaya hidup dan pola makan yang tidak
sehat. Hal ini terlihat pada :
1) Kebiasaan merokok
2) Mengosumsi minuman bersoda dan beralkhohol
3) Suka menyantap makanan siap saji (fast food/junkfood)
4) Kurangnya aktifitas gerak/olahrag
5) Suasana hati yang tidak nyaman, seperti sering marah tanpa alasan
yang jelas
c. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi
1) Hipertensi (tekanan darah tinggi) Tekanan darah tinggi merupakan
peluang terbesar terjadinya stroke. Hipertensi mengakibatkan
adanya gangguan aliran darah yang mana diameter pembuluh darah
akan mengecil sehingga darah yang mengalir ke otak pun
berkurang. Dengan pengurangan aliran darah ke otak, maka otak
kekurangan suplai oksigen dan glukosa, lamakelamaan jaringan
otak akan mati
2) Penyakit jantung Penyakit jantung seperti koroner dan infark
miokard (kematian otot jantung) menjadi factor terbesar terjadinya
stroke. Jantung merupakan pusat aliran darah tubuh. Jika pusat
pengaturan mengalami kerusakan, maka aliran darah tubuh pun
menjadi terganggu, termasuk aliran darah menuju otak. Gangguan
aliran darah itu dapat mematikan jaringan otak secara mendadak
ataupun bertahap.
3) Diabetes mellitus Pembuluh darah pada penderita diabetes melltus
umumnya lebih kaku atau tidak lentur. Hal ini terjadi karena
adanya peningkatan atau oenurunan kadar glukosa darah secara
tiba-tiba sehingga dapat menyebabkan kematian otak.
4) Hiperkolesterlemia Hiperkolesterolemia adalah kondisi dimana
kadar kolesterol dalam darah berlebih. LDL yang berlebih akan
mengakibatkan terbentuknya plak pada pembuluh darah. Kondisi
seperti ini lama-kelamaan akan menganggu aliran darah, termasuk
aliran darah ke otak.
5) Obesitas Obesitas atau overweight (kegemukan) merupakan salah
satu faktor terjadinya stroke. Hal itu terkait dengan tingginya kadar
kolesterol dalam darah. Pada orang dengan obesitas, biasanya
kadar LDL (LowDensity Lipoprotein) lebih tinggi disbanding
kadar HDL (HighDensity Lipoprotein). Untuk standar
Indonesia,seseorang dikatakan obes jika indeks massa tubuhnya
melebihi 25 kg/m. sebenarnya ada dua jenis obesitas atau
kegemukan yaitu obesitas abdominal dan obesitas perifer. Obesitas
abdominal ditandai dengan lingkar pinggang lebih dari 102 cm
bagi pria dan 88 cm bagi wanita
6) Merokok Menurut berbagai penelitian diketahui bahwa orang-
orang yang merokok mempunyai kadar fibrinogen darah yang lebih
tinggi dibanding orang-orang yang tidak merokok. Peningkatan
kadar fibrinogen mempermudah terjadinya penebalan pembuluh
darah sehingga pembuluh darah menjadi sempit dan kaku. Karena
pembuluh darah menjadi sempit dan kaku, maka dapat
menyebabkan gangguan aliran darah.

d. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi


1) Usia
Semakin bertambahnya usia, semakin besar resiko terjadinya
stroke. Hal ini terkait dengan degenerasi (penuaan) yang terjadi
secara alamiah. Pada orang-orang lanjut usia, pembuluh darah
lebih kaku karena banyak penimbunan plak. Penimbunan plak
yang berlebih akan mengakibatkan berkurangnya aliran darah ke
tubuh, termasuk otak.
2) Jenis kelamin
Dibanding dengan perempuan, laki-laki cenderung beresiko lebih
besar mengalami stroke. Ini terkait bahwa laki-laki cenderung
merokok. Bahaya terbesar dari rokok adalah merusak lapisan
pembuluh darah pada tubuh.
3) Riwayat keluarga
Jika salah satu anggota keluarga menderita stroke, maka
kemungkinan dari keturunan keluarga tersebut dapat mengalami
stroke. Orang dengan riwayat stroke pada keluarga memiliki resiko
lebih besar untuk terkena stroke disbanding dengan orang yang
tanpa riwayat stroke pada keluarganya.
4) Perbedaan ras
Fakta terbaru menunjukkan bahwa stroke pada orang Afrika-
Karibia sekitar dua kali lebih tinggi daripada orang non-Karibia.
Hal ini dimungkinkan karena tekanan darah tinggi dan diabetes
lebih sering terjadi pada orang afrika-karibia daripada orang non-
Afrika Karibia. Hal ini dipengaruhi juga oleh factor genetic dan
faktor lingkungan.
4. Patofisiologi Stroke Hemoragik
Otak merupakan bagian tubuh yang sangat sensisitif oksigen dan glukosa
karena jaringan otak tidak dapat menyimpan kelebihan oksigen dan
glukosa seperti halnya pada otot. Meskipun berat otak sekitar 2% dari
seluruh badan, namun menggunakan sekitar 25% suplay oksigen dan
70%glukosa. Jika aliran darah ke otak terhambat maka akan terjadi
iskemia dan terjadi gangguan metabolism otak yang kemudian terjadi
gangguan perfusi serebral. Area otak disekitar yang mengalami
hipoperfusi disebut penumbra. Jika aliran darah ke otak terganggu, lebih
dari 30 detik pasien dapat mengalami tidak sadar dan dapat terjadi
kerusakan jaringan otak yang permanen jika aliran darah ke otak
terganggu lebih dari 4 menit. Untuk mempertahankan aliran darah ke otak
maka tubuh akan melakukan dua mekanisme tubuh yaitu mekanisme
anastomis dan mekanisme autoregulasi. Mekanisme anastomis
berhubungan dengan suplai darah ke otak untuk pemenuhan kebutuhan
oksigen dan glukosa. Sedangkan mekanisme autoregulasi adalah
bagaimana otak melakukan mekanisme/usaha sendiri dalam menjaga
keseimbangan. Misalnya jika terjadi hipoksemia otak maka pembuluh
darah otak akan mengalami vasodilatasi (Tarwoto, 2013)
a. Mekanisme anatomis
Otak diperdarahi melalui 2 arteri karotis dan 2 arteri vertebralis. Arteri
karotis terbagi manejadi karotis interna dan karotis eksterna. Karotis
interna memperdarahi langsung ke dalam otak dan bercabang kira-kira
setinggi kiasma optikum menjadi arteri serebri anterior dan media.
Karotis eksterna memperdarahi wajah, lidah dna faring, meningens.
Arteri vertebralis berasal dari arteri subclavia. Arteri vertebralis
mencapai dasar tengkorak melalui jalan tembus dari tulang yang
dibentuk oleh prosesus tranverse dari vertebra servikal mulai dari c6
sampai dengan c1. Masuk ke ruang cranial melalui foramen magnum,
dimana arteri-arteri vertebra bergabung menjadi arteri basilar. Arteri
basilar bercabang menjadi 2 arteri serebral posterior yang memenuhi
kebutuhan permukaan medial dan inferior arteri baik bagian lateral
lobus temporal dan occipital. Meskipun arteri karotis interna dan
vertebrabasilaris merupakan 2 sistem arteri yang terpisah yang
mengaliran darah ke otak, tapi ke duanya disatukan oleh pembuluh dan
anastomosis yang membentuk sirkulasi wilisi. Arteri serebri posterior
dihubungkan dengan arteri serebri media dan arteri serebri anterior
dihubungkan oleh arteri komunikan anterior sehingga terbentuk
lingkaran yang lengkap. Normalnya aliran darah dalam arteri
komunikans hanyalah sedikit. Arteri ini merupakan penyelamat
bilamana terjadi perubahan tekanan darah arteri yang dramatis.
b. Mekanisme autoregulasi Oksigen dan glukosa adalah dua elemen yang
penting untuk metabolisme serebral yang dipenuhi oleh aliran darah
secara terus-menerus. Aliran darah serebral dipertahankan dengan
kecepatan konstan 750ml/menit. Kecepatan serebral konstan ini
dipertahankan oleh suatu mekanisme homeostasis sistemik dan local
dalam rangka mempertahankan kebutuhan nutrisi dan darah secara
adekuat. Terjadinya stroke sangat erat hubungannya dengan perubahan
aliran darah otak, baik karena sumbatan/oklusi pembuluh darah otak
maupun perdarahan pada otak menimbulkan tidak adekuatnya suplai
oksigen dan glukosa. Berkurangnya oksigen atau meningkatnya
karbondioksida merangsang pembuluh darah untuk berdilatasi sebagai
kompensasi tubuh untuk meningkatkan aliran darah lebih banyak.
Sebalikya keadaan vasodilatasi memberi efek pada tekanan
intracranial. Kekurangan oksigen dalam otak (hipoksia) akan
menimbulkan iskemia. Keadaan iskemia yang relative pendek/cepat
dan dapat pulih kembali disebut transient ischemic attacks (TIAs).
Selama periode anoxia (tidak ada oksigen) metabolism otak cepat
terganggu. Sel otak akan mati dan terjadi perubahan permanen antara
3-10 menit anoksia.

5. Manifestasi Klinis Stroke Hemoragik


Menurut Tarwoto (2013), manifestasi klinis stroke tergantung dari sisi atau
bagian mana yang terkena, rata-rata serangan, ukuran lesi dan adanya
sirkulasi kolateral. Pada stroke hemoragik, gejala klinis meliputi:
a. Kelumpuhan wajah atau anggota badan sebelah (hemiparise) atau
hemiplegia (paralisis) yang timbul secara mendadak. Kelumpuhan
terjadi akibat adanya kerusakan pada area motorik di korteks bagian
frontal, kerusakan ini bersifat kontralateral artinya jika terjadi
kerusakan pada hemisfer kanan maka kelumpuhan otot pada sebelah
kiri. Pasien juga akan kehilangan kontrol otot vulenter dan sensorik
sehingga pasien tidak dapat melakukan ekstensi maupun fleksi.
b. Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan
Gangguan sensibilitas terjadi karena kerusakan system saraf otonom
dan gangguan saraf sensorik.
c. Penurunan kesadaran (konfusi, delirium, letargi, stupor, atau koma),
terjadi akibat perdarahan, kerusakan otak kemudian menekan batang
otak atau terjadinya gangguan metabolik otak akibat hipoksia
d. Afasia (kesulitan dalam bicara)
Afasia adalah defisit kemampuan komunikasi bicara, termasuk dalam
membaca, menulis dan memahami bahasa. Afasia terjadi jika terdapat
kerusakan pada area pusat bicara primer yang berada pada hemisfer
kiri dan biasanya terjadi pada stroke dengan gangguan pada arteri
middle sebelah kiri. Afasia dibagi menjadi 3 yaitu afasia motorik,
sensorik dan afasia global. Afasia motorik atau ekspresif terjadi jika
area pada area Broca, yang terletak pada lobus frontal otak. Pada afasia
jenis ini pasien dapat memahami lawan bicara tetapi pasien tidak dapat
mengungkapkan dan kesulitan dalam mengungkapkan bicara. Afasia
sensorik terjadi karena kerusakan pada area Wernicke, yang terletak
pada lobus temporal. Pada afasia sensori pasien tidak dapat menerima
stimulasi pendengaran tetapi pasien mampu mengungkapkan
pembicaraan. Sehingga respon pembicaraan pasien tidak nyambung
atau koheren. Pada afasia global pasien dapat merespon pembicaraan
baik menerima maupun mengungkapkan pembicaraan.
e. Disatria (bicara cedel atau pelo)
Merupakan kesulitan bicara terutama dalam artikulasi sehingga
ucapannya menjadi tidak jelas. Namun demikian, pasien dapat
memahami pembicaraan, menulis, mendengarkan maupun membaca.
Disartria terjadi karena kerusakan nervus cranial sehingga terjadi
kelemahan dari otot bibir, lidah dan laring. Pasien juga terdapat
kesulitan dalam mengunyah dan menelan.
f. Gangguan penglihatan, diplopia
Pasien dapat kehilangan penglihatan atau juga pandangan menjadi
ganda, gangguan lapang pandang pada salah satu sisi. Hal ini terjadi
karena kerusakan pada lobus temporal atau parietal yang dapat
menghambat serat saraf optik pada korteks oksipital. Gangguan
penglihatan juga dapat disebabkan karena kerusakan pada saraf cranial
III, IV dan VI.
g. Disfagia
Disfagia atau kesulitan menelan terjadi karena kerusakan nervus
cranial IX. Selama menelan bolus didorong oleh lidah dan glottis
menutup kemudian makanan masuk ke esophagus
h. Inkontinensia
Inkontinensia baik bowel maupun badder sering terjadi karena
terganggunya saraf yang mensarafi bladder dan bowel.
i. Vertigo, mual, muntah, nyeri kepala, terjadi karena peningkatan
tekanan intrakranial, edema serebri

6. Komplikasi
Menurut batticaca,2008 ada beberapa komplikasi yang meliputi :
a. Infark selebri
b. Gangguan otak berat
c. Epistaksis
d. Peningkatan TIK,tonus otot abnormal
e. Kematian bila tidak dapat mengontrol respon pernafasan atau
kardiovaskuler
7. PATHWAY STROKE HEMORAGI
Sumber (Huda, Amin dan Kusuma, 2016)
Hipertensi

Ruptur pembuluh darah serebral

Hemoragik serebral

Penambahan massa

Kompresi
Edema TIK ↑

Menekan jar. otak

Iskemia-hipoksia jar. serebral


Pada cerebelum Pada batang otak Pada serebrum
(ggn. perfusi serebral)

Defisit motorik Oblongata Kesadaran ↓ Refleks Ggn. fungsi Ggn. pusat Ggn. persepsi
tertekan batuk ↓ Metabolisme anaerob↑ motorik bicara sensori

Gerakan inkoordinasi
Apatis - Asam laktat ↑ Kelemahan Ggn. bicara Penglihatan ↓
Ggn. pola koma Ggn. bersihan anggota
Ggn. mobilitas fisik nafas jalan nafas gerak Peraba ↓
Nyeri Disfasia
Kematian Hemiplegi Pendengaran ↓
disartria
Ggn. ADL Tirah
baring lama Ggn. rasa nyaman Ggn. Perubahan
Gg mobilitas
komunikasi nutrisi:
Dekubitus fisik
verbal kurang dari
kebutuhan
Ggn. integritas kulit
BAB 3
TINJAUAN KASUS

Tgl pengkajian : 27-06-2021 No. Register : 2104270015


Jam pengkajian : 11.00 Wib Tgl. MRS :
Ruang/kelas :

Pengkajian
1) Identitas Pasien
Nama : Tn.T
Umur : 49 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Security
Gol darah :-
Alamat : Komp. Tni Au KR Sari I No. 20
2) Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny.D
Umur : 37 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Pegawai Perputakaan SMA
Alamat : Komp. Tni Au KR Sari I No. 20
Hub dengan klien : Istri

Keluhan Utama
1) Keluhan Utama
Pasien dengan penurunan kesadaran ± 3 jam, pasien mengalami muntah
dan lemah dibagian tubuh sebelah kiri (+).
2) Keluhan Saat Pengkajian
Keadaan pasien sekarang membuka mata dengan rangsang suara,
melakukan gerakan dengan melokalisir nyeri dan verbal pada pasien
tidak dapat diukur di karenakan terpasang trakeostomi, sehingga
penilaian GCS dilakukan dengan bahasa isyarat dari pada pasien. Pasien
sudah banyak mengalami perubahan selama di rawat di ruang ICU dari
memakai ventilator sampai tidak menggunakannya lagi. Pasien terpasang
Trakeostomi dan terpasang oksigen melalui T.Piece 8 L, Terdapat insisi
pasca bedah di kepala. Pasien tampak gelisah, Sputum (+), suara napas
Ronchi, Penurunan reflek menelan (nervus X), pasien tampak
menggunakan NGT, pasien mengalami penurunan kekuatan otot terasa
ada kontraksi otot tetapi tidak ada gerakan sendi, dan sulit melakukan
pergerakan.

Diagnosa Medis
Stroke Hemoragik

Riwayat Kesehatan
1) Riwayat penyakit sekarang
Penyakit yang di derita pasien pertama sekali hipertensi, pasien juga
mengalami muntah dan lemah dibagian tubuh sebelah kiri. Pasien
dibawa ke rumah sakit USU dengan penurunan kesadaran.
2) Riwayat kesehatan yang lalu
Klien memiliki riwayat Hipertensi sejak tahun 2020 sekitar 1 tahun
yang lalu, dan Istri pasien mengatakan Tn. T pernah mengalami stroke
sebagian sebelah kiri pada tahun 2020 sebelum masuk ke rumah sakit.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga pasien tidak pernah menderita penyakit yang menular seperti
TBC, HIV. Hanya saja keluarga pasien mempunya riwayat hipertensi.
Genogram

Keterangan :
: Laki

: Perempuan
: Meninggal
: Klien

: Orang yang tinggal serumah

Riwayat Pola Pemeliharaan Kesehatan Klien


1) Pola aktivitas sehari-hari
ADL RUMAH RUMAH SAKIT
Pola pemenuhan Makan/Minum Makan/Minum
kebutuhan nutrisi dan
Jumlah : 3 x 1 kali Jumlah : 200 cc
cairan (Makan dan
Minum) Jenis : Beragam Jenis : Diet sonde
vordiny (SV)
a. Nasi : secukupnya
b. Lauk : ikan a. Nasi : -
c. Sayur : Sayur bening b. Lauk : -
d. Minum : 1 L c. Sayur : -
d. Minum/infus : 40 cc
Pola eliminasi BAK : 4 x 1/hari, bening, BAK : 1200 cc, kuning,
khas khas
BAK : jumlah, warna,
bau, masalah cara
mengatasi
BAB : (-), cara mengatasi
BAB : jumlah, warna, diberikan obat dulcolax
BAB : 3 x 1/hari, kuning,
bau, konsistensi, sirup
khas
masalah, cara mengatasi
Pola istirahat tidur

a. Jumlah/waktu 8 jam, sepulang kerja


b. Gangguan tidur
Tidak ada gangguan Ketika ada penumpukan
c. Upaya mengatasi
secret
d. Hal-hal yang -

mempermudah tidur Melakukan suction yang


-
e. Hal-hal yang berulang

mempermudah
bangun -
Pola kebersihan diri
(PH)
Mandiri (2 x 1) Dengan bantuan
a. Frekuensi mandi
Mandiri (1 x 1 ) Dengan bantuan
b. Frekuensi mencuci
rambut
c. Frekuensi gosok gigi Mandiri (2 x 1) Dengan bantuan
d. Keadaan kuku
Bersih Bersih
e. Ganti baju
Aktivitas apa yang Mandiri Dengan bantuan
dilakukan klien untuk
Menonton Tv Tidak ada
mengatasi waktu luang

2) Riwayat psikologi
a. Status emosi
Labil
b. Gaya komunikasi
Pasien terpasang Trakeostomi dan pasien komunikasi menggunakan
dengan bahasa tubuh (misalnya melirik saat di ajak berbicara).
c. Pola pertahanan
Dukungan dari keluarga pasien
d. Dampak di rawat di rumah sakit
Perubahan fisik yang di alami pasien terpasang Trakeostomi, CVC,
post EVD, perubahan psikologis yang di alami pasien banyak
berdiam
e. Kondisi emosi/perasaan klien
Datar
3) Riwayat sosial
Keluarga yang dekat dengan pasien adalah sanak saudara dan istri.
Pasien tidak ada berinteraksi dengan keluarga maupun perawat yang
menangganinya.
4) Riwayat spiritual
Kebutuhan untuk beribadah pada saat dirumah sakit tidak terpenuhi, di
karenakan pasien bedrest total. Pemenuhan kebutuhan spiritual pasien
hanya dari keluarga yang mendoakan dan membacakan yasin.

Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Pasien tampak lemah dan tidak berdaya, kesadaran somnolen. Pasien
juga tampak sulit bernapas dikarenakan secret yang menumpuk.
2) Pemeriksaan tanda-tanda vital
TD : 125/83 mmHg Temp : 36,5℃
RR : 30 x/m SPO2 : 98%
HR : 102 x/m

3) Pemeriksaan wajah
a. Mata
Kesimetrisan mata (+), kelopak/palpebral oedem atau edema (-),
ptosis/dalam kondisi tidak sadar mata tetap membuka (-),
peradangan (-), luka (-), benjolan (-)
b. Hidung
Bentuk tulang hidung simetris dan tidak ada pembengkakan, neatus
tidak ada perdarahan, kotoran (-), pembesaran/polip (-)
c. Mulut
Bau mulut (khas), benda asing (tidak ada), warna lidah keputih-
putihan (kotor), perdarahan (-), abses (-), gigi palsu (-), warna bibir
hitam kepink, lesi (-), bibir pecah (-) dan kering
d. Telinga
Bentuk simetris, warna sawo matang, lesi (-), nyeri tekan (-),
peradangan (-), penumpukan serumen (-)
4) Pemeriksaan kepala dan leher
a. Kepala
Inspeksi : bentuk kepala lonjong dan ada bekas post EVD,
kesimetrisan (+), hidprochepalus (+), luka (+), darah (-)
Palpasi : Nyeri tekan (+)
b. Leher
Inspeksi : bentuk leher simetris dan Trakeostomi, peradangan (-),
jaringan parut (-), perubahan warna (-), massa (-)
Palpasi : pembesaran kelenjar limfe (-), kelenjar tiroid (-)
5) Pemeriksaan thorak/dada
a. Pemeriksaan paru
Inspeksi :
1) Bentuk thorak (Normal chest)
2) Susunan ruas tulang belakang (Normal)
3) Bentuk dada (Simetris)
4) Keadaan kulit (Tidak ada lesi/edema)
5) Retrasi otot bantu pernapasan : retrasi intercostal (-), pernapasan
cuping hidung (-)
6) Pola napas (Cheyne stokes)
7) Amati : Cianosis (-), batuk (produktif)
Palpasi :
Pemeriksaan tektil/vocal fremitus : getaran antara kanan dan kiri
(teraba/sama)
Perkusi :
Area paru (Sonor)
Auskultasi :
1. Suara tambahan : ronchi (+)
6) Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi :
Bentuk abdomen : datar, massa/benjolan (-), kesimetrisan (+), bayangan
pembuluh darah vena (-)
Palpasi :
Palpasi hepar : nyeri tekan (-), pembesaran (-), perabaan (lunak),
permukaan (halus)
Palpasi appendik : nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), nyeri menjalar
kontralateral (-)
7) Pemeriksaan genetalian
a. Genetalia pria
Inspeksi : terpasang kateter, rambut pubis (bersih), lesi (-), benjolan
(-), lubang uretra : penyumbatan (-), hipospadia (-), epispadia (-)
Palpasi : penis nyeri tekan (-), benjolan (-)
8) Pemeriksaan fungsi pendengaran/penghidu/tenggorokan
a. Uji ketajaman pendengaran : Tes bisik (pasien menoleh)
b. Uji ketajaman penciuman : -
c. Pemeriksaan tenggorokkan : didaerah Trakeostomi tidak terdapat
nyeri tekan, tidak ada massa (-), lesi (-), gangguan menelan (+)
dikarenakan terpasang NGT

9) Pemeriksaan penglihatan
a. Tanpa snelen cart : ketajaman penglihatan (baik)
b. Pemeriksaan lapang pandang : normal
10) Pemeriksaan kulit/integument
a. Integument (kulit)
Inspeksi : lesi (-), jaringan parut (-), warna kulit saomatang
Palpasi : tekstur (halus), turgor (normal), struktur (tegang), lemak
subcutan (tebal), nyeri tekan (-)
b. Rambut
Inspeksi dan palpasi : penyebaran (merata)
c. Kuku
Inspeksi dan palpasi : warna (putih ke pink), bentuk (simetris),
kebersihan kuku (bersih)
11) Pemeriksaan fungsi neurologis
a. Menguji tingkat kesadaran dengan GCS (glasgow coma scale)
Kesadaran (Somnolen) : Keadaan pasien sekarang membuka mata
dengan rangsang suara, melakukan gerakan dengan melokalisir nyeri
dan verbal pada pasien tidak dapat diukur di karenakan terpasang
trakeostomi, sehingga penilaian GCS dilakukan dengan bahasa
isyarat dari pada pasien.
b. Pemeriksaan peningkatan suhu tubuh (-), nyeri kepala (-), kaku
kuduk (-), mual dan muntah (-), kejang (-), penurunan tingkat
kesadaran (-)
c. Pemeriksaan nervus cranialis
1) Nervus I (Olfaktorius)
Keadaan hidung baik, penciuman klien tidak bisa dinilai karena
klien mengalami gangguan pada verbal
2) Nervus II (Optikus)
Klien mampu menggerakkan bola mata sesuai dengan instruksi
yang diberikan

3) Nervus III, IV, VI (Okulomotorius, Trochlearis, Abducen)


Pupil klien isokor yaitu 2 mm, kedua pupil kanan dan kiri
berespon terhadap rangsangan cahaya langsung maupun tidak
langsung, pupil menjadi lebih kecil saat mendapat rangsangan
cahaya dan menjadi lebih besar jika tidak direspon rangsangan
cahaya, pergerakan bola mata klien normal dapat melihat kekiri
dan kanan, keatas dan kebawah tanpa kepala klien ikut bergerak
4) Nervus V (Trigeminus)
Sensorik : klien dapat merasakan kapas yang disentuhkan pada
dahi, pipi, dan dagu ditandai dengan klien menggerakan bola
mata saat ditanyakan merasakan sentuhan kapas atau tidak.
Motorik: refleks terjadi lirikan mata secara spontan saat
digoreskan ujung kapas pada sklera.
5) Nervus VII (Fasialis)
Motorik : Klien tidak dapat tersenyum, klien tidak dapat
memencongkan mulut ke kanan dan kekiri, keadaan mata klien
terbuka.
Sensorik : tidak dapat dinilai karena klien mengalami gangguan
menelan dan klien terpasang NGT
6) Nervus VIII (Vestibulo Koklearis)
Pendengaran klien baik pada telinga kanan dan kiri, saat
dilakukan tes berbisik klien tidak dapat dinilai karena klien
mengalami gangguan pada verbal, tetapi klien juga dapat
mendengar ketika pasien dipanggil
7) Nervus IX (Gloso Faringeus), X (Vagus)
Refleks menelan klien lemah dan klien menggunakan alat bantu
yaitu NGT.
8) Nervus XI (Aksesorius)
Klien tidak dapat menggerakan kepala ke kiri dan ke kanan
karena klien menggunakan trakeostomi

9) Nervus XII (Hipoglosus)


Klien tidak dapat menonjolkan lidah tetapi dapat menggerakkan
lidah dengan baik dan mengalami gangguan menelan.

Tindakan Dan Terapi


a) Tindakan Keperawatan
1. Perawatan Trakeostomi
2. Oral hygiene dan memandikan pasien
3. Perawatan CVC
4. Monitoring cairan CVC
5. Monitoring intake & output
6. Melakukan suction
7. Melakukan nebul
8. Melakukan sonde
9. Monitoring TTV
b) Terapi
1. Cairan RL 20 gtt/i
2. Cairan NaCl 20gtt/i
3. Diet sonde 2100 kkal + protein 70 gr
4. Inj. Meropen 1gr/ 8 jam (IV)
5. Inj. Amikasin 1gr/ 24 jam (IV)
6. Inj. Paracetamol 1gr/8 jam k/p (IV)
7. Inj. Ranitidin 50 mg/ 12 jam (IV)
8. Inj. Manitol 125 mg/ 12 jam (IV)
9. Nebul ventolin 1 resp/ 6 jam
10. Nebul Acetyl sistein 1 amp/ 6 jam
11. Valsartan 1 x 160 mg (PO)
12. Ksr 2 x 600 mg (PO)
13. Codein 3x 10 mg (PO)
14. Vip Albumin 3x 2 caps (PO)

3.8 Analisa Data


NO DATA MASALAH ETIOLOGI
KEPERAWATAN
1 DS : - Perfusi jaringan Pendarahan
serebral tidak Otak
DO : Kesadaran Samnolen
efektif
- GCS : Keadaan pasien
sekarang membuka mata
dengan rangsang suara,
melakukan mampu
melokalisir nyeri dengan
bahasa tubuh dan verbal
pada pasien tidak dapat
diukur di karenakan
terpasang trakeostomi,
sehingga penilaian GCS
dilakukan dengan bahasa
isyarat dari pada pasien
- Pasien tampak gelisah,
Reflek pupil (+),

- Hasil CT-san Lacunar


infark thalamus
sinistra/

- Hasil pemeriksaan
terjadi masalah pada
Nervus III, IV, VI
(Okulomotorius,
Trochlearis, Abducen)

Pupil klien
isokor yaitu 2
mm, kedua
pupil kanan
dan kiri
berespon
terhadap
rangsangan
cahaya
langsung
maupun tidak
langsung, pupil
menjadi lebih
kecil saat
mendapat
rangsangan
cahaya dan
menjadi lebih
besar jika tidak
direspon
rangsangan
cahaya,
pergerakan
bola mata klien
normal dapat
melihat kekiri
dan kanan,
keatas dan
kebawah tanpa
kepala klien
ikut bergerak
- Nervus V
(Trigeminus)
Sensorik : klien
dapat
merasakan
kapas yang
disentuhkan
pada dahi, pipi,
dan dagu
ditandai
dengan klien
menggerakan
bola mata saat
ditanyakan
merasakan
sentuhan kapas
atau tidak.
Motorik:
refleks terjadi
lirikan mata
secara spontan
saat digoreskan
ujung kapas
pada sklera.
- Nervus VII (Fasialis)
Motorik : Klien
tidak dapat
tersenyum,
klien tidak
dapat
memencongkan
mulut ke kanan
dan kekiri,
keadaan mata
klien terbuka.
Sensorik : tidak
dapat dinilai
karena klien
mengalami
gangguan
menelan dan
klien terpasang
NGT
- Nervus VIII
(Vestibulo Koklearis)
Pendengaran
klien baik pada
telinga kanan
dan kiri, saat
dilakukan tes
berbisik klien
tidak dapat
dinilai karena
klien
mengalami
gangguan pada
verbal, tetapi
klien juga
dapat
mendengar
ketika pasien
dipanggil
- Nervus IX (Gloso
Faringeus), X (Vagus)
Refleks
menelan klien
lemah dan
klien
menggunakan
alat bantu yaitu
NGT.
- Nervus XI
(Aksesorius)
Klien tidak
dapat
menggerakan
kepala ke kiri
dan ke kanan
karena klien
menggunakan
trakeostomi

- Nervus XII
(Hipoglosus)
- Klien tidak dapat
menonjolkan lidah
tetapi dapat
menggerakkan lidah
dengan baik dan
mengalami gangguan
menelan.
2 DS : - Bersihan jalan nafas Penumpukkan
tidak efektif sekret
DO : - Tampak sekret dijalan
nafas dimana
konsistensi sekret
kental

- Bunyi nafas ronchi di


kedua lapang paru
- Klien menggunakan
trakeostomi
3 DS: - Resiko Infeksi Luka insisi post
op Craniotomy
D0 : -Terpasang Trakeaostomi
dan
- Terdapat insisi pasca Trakeostomi
bedah di kepala
- Hasil lab leukosit
adanya peningkatan
dengan hasil 25,10
103/µl
4. DS : - Gangguan mobilitas gangguan
DO : pasien mengalami fisik Neuromuscular
penurunan kesadaran, kekuatan
otot tampak lemah, dan sulit
melakukan pergerakan, ADL
dilakukan di tempat tidur dan
dilakukan oleh perawat.
5 Ds:- Resiko defisit Ketidak
Do: nutrisi mampuan
-klien tampak menggunakan menelan
NGT
- bibir tampak kering dan pecah-
pecah
- otot menelan lemah
- diet sonde 2100 kkal+ protein
70 gr
-valsartan 1x160 mg (po)
-codein 3x 10 mg (po)
- Vib albumin 3x 2 caps (Po)
-hasil Lab tanggal 29-april-
2021:
Hb: 11,9 (14,0-17,0 g/dL)
Ht: 35,00 (43-49 %)
Leokosit : 25.10 (4-11 103/µL)
Eritrosit : 3.98 (4,4-5,9 106/µL)
Trombosit: 582 (150-440
103/µL)
6 DS:- Risiko jatuh Riwayat jatuh
DO: - kesadaran somnolen
- Usia klien 49 thn
memiliki riwayat jatuh
di tempat kerja
- Klien mengalami
hemiparase sinistra
sebelum nya pada
tahun 2020

3.8 Diagnosa Keperawatan


1. Perfusi serebral b/d pendarahan Intracranial.
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d penumpukkan sekret
3. Resiko Infeksi b/d luka insisi post op Craniotomy dan Trakeostomi
4. Gangguan Mobilitas Fisik b/d gangguan neuromuscular
5. Resiko defisit nutrisi b/d ketidakmampuan menelan
6. Risiko jatuh ditandai dengan riwayat jatuh

3.9 Intervensi Keperawatan


NO Diagnosa Tujuan & KH Intervensi
Keperawatan
1 Perfusi serebral b/d Tujuan : setelah Observasi
pendarahan dilakukan intervensi
1. Monitor tanda/
Intracranial. selama 3 X 24 jam,
gejala
maka perfusi serebral
peningkatan TIK
meningkat dengan
(mual, muntah
Kriteria hasil : proyektil, papil
edema).
- Kesadaran
meningkat 2. Monitor intake
yaitu Compos dan output
mentis cairan.
- Tidak ada 3. Monitor tanda-
peningkatan tanda vital setiap
TIK : mual (-), 1 jam.
muntah Terapeutik
proyektil (-).
1. Pertahankan
- GCS Klien 15
posisi kepala 20
E : 4, V : 5, M 0
– 30 dengan
:6
posisi leher tidak
menekuk atau
fleksi.
2. Monitor tingkat
kesadaran, GCS
dan 12 nevus
kranial klien
Kolaborasi

1. Kolaborasi
pemberian
manitol
2. Kolaborasi
pemberian
amlodipin
3. Lakukan
pemeriksaan
laboratorium.
2. Bersihan jalan Tujuan : setelah Obsevasi
nafas tidak efektif dilakukan intervensi
1. Monitor pola
b/d penumpukkan selama 3 X 24 jam,
napas
sekret maka bersihan jalan
2. Monitor bunyi
napas tidak efektif
meningkat dengan napas tambahan.
3. Monitor sputum
Kreteria Hasil :
Terapeutik
- Produksi sputum
1. Posisikan klien
menurun
semi fowler
- Suara napas
2. Lakukan
vesikuler
suctiion/
- Pola napas
pengisapan jalan
membaik.
napas
3. Lakukan
fisiotherapy dada
4. Monitor TTV
setiap 1 jam.
Kolaborasi

1. Kolaborasi
pemberian
nebulazer.
3. Resiko Infeksi b/d Tujuan : setelah Observasi
luka insisi post op dilakukan intervensi
1. Batasi jumlah
Craniotomy dan keperawatan selama 3 X
pengunjung
Trakeostomi 24 jam, maka tingkat
2. Monitor TTV
infeksi menurun dengan
setiap 1 jam.
Kriteria Hasil : 3. Monitor tanda
dan gejala infeksi
- Klien terbebas
lokal dan
dari tanda dan
sistemik.
gejala infeksi
Terapeutik

1. Lakukan cuci
tangan sebelum
dan sesudah
kontak dengan
pasien dan
lingkungan
pasien
2. Lakukan
perawatan kulit
pada daerah
trakeostomi.
Kolaborasi

1. Kolaborasi
pemeriksaan
darah lengkap.
4 Gangguan Tujuan : setelah 1. Identifikasi
Mobilitas Fisik b/d dilakukan intervensi adanya nyeri atau
gangguan keperawatan selama 3 X keluhan lainnya
neuromuscular 24 jam, maka mampu
2. Monitoring
penurunan melakukan aktivitas
tanda-tanda vital
kekuatan Otot fisik sesuai dengan
setiap 1 jam
kemampuannya.
3. Identifikasi
Kriteria Hasil :
adanya
pergerakan ekstremitas,
kontraktus atau
kekuatan otot, rentang
attrofi
gerak (ROM) dapat
meningkat 4. Kaji kemampuan
motorik klien

5. Lakukan
pengobahan
posisi klien
setiap 2-4 jam
untuk miring kiri
dan miring kanan

6. Lakukan
massage secara
perlahan

7. Lakukan gerakan
sendi aktif
maupun pasif

8. Kolaborasi untuk
konsultasi
dengan ahli
fisioterapi secara
aktif
3.10 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

Diagnosa Hari, Tanggal, Implementasi Evaluasi


Keperawatan Jam
Perfusi serebral b/d selasa. 27- April- Mengobservasi S:-
pendarahan 2021. 1. Memonitoring tanda O:
Intracranial. gejala peningkatan TIK - Kesadaran = Somnolen : Keadaan pasien
(mual, muntah proyektil, sekarang membuka mata dengan rangsang
papil edema). suara, melakukan mampu melokalisir nyeri
2. Memonitoring Tanda- dengan bahasa tubuh dan verbal pada pasien
tanda vital tidak dapat diukur di karenakan terpasang
Mengterapeutik trakeostomi, sehingga penilaian GCS
1. Mempertahankan posisi dilakukan dengan bahasa isyarat dari pada
kepala 20- 300 dengan pasien
posisi leher tidak - Tanda-tanda vital:
menekuk atau fleksi. TD : 125/83 mmHg
Temp : 36,5 OC
RR : 30 x/m
SPO2 : 98%
HR : 102 x/m
- Tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK
seperti sakit kepala, mual muntah, gelisa atau
timbul perubahan prilaku, papil edema, dan
kejang
- terjadi masalah pada N.VII (Fasialis) motorik,
dimana klien tidak dapat menunjukkan
ekspresi apapun, pada Nervus IX dan X
(Vagus) yaitu refleks menelan klien lemah
dan klien menggunakan alat bantu yaitu NGT
- balance 150
A : Masalah perfusi jaringan serebral tidak efektif
belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
- Monitor tanda-tanda vital setiap 1 jam
- Monitor tanda-tanda peningkatan TIK
- Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian
obat manitol 125 mg/12jam
- Posisikan klien semi fowler dan pertahankan
posisi kepala 20-30o dengan posisi leher tidak
menekuk atau fleksi
- Monitor status cairan & elektrolit
Bersihan jalan nafas selasa, 27- April- Mengobservasi S:-
tidak efektif b/d 2021. 1. Memonitoring pola O:
penumpukkan sekret napas, bunyi mapas - Tanda-tanda vital
tambahan TD : 125/83 mmHg
2. Memonitoring sputum Temp : 36,5 OC
Mengterapeutik RR : 30 x/m
1. Memposisikan klien SPO2 : 98%
posisi semi fowler HR : 102 x/m
2. Melakukan suction - Suara napas ronchi di kedua lapang paru
3. Memonitoring TTV - Pola napas : takipnea
4. Melalukan pemberian - Klien terpasang trakeostomi dan T.Piece 8
nebulizer LPM
- Sekret banyak
A : Masalah bersihan jalan napas belum
teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
- Monitor tanda – tanda vital setiap 1 jam
- Lakukan fisioterapi dada
- Lakukan suction / pengisapan lendir
- Lakukan pemberian inhalasi sesuai terapi
- Monitor suara napas tambahan
- Monitor pola napas
Resiko Infeksi b/d luka selasa, 27 – Mengobservasi S:-
insisi post op April- 2021. 1. Memonitoring tanda dan O:
Craniotomy dan gejala infeksi lokal dan - Tanda-tanda vital
Trakeostomi sstemik. TD : 125/83 mmHg
2. Memonitoring TTV Temp : 36,5 OC
Menterapeutik RR : 30 x/m
1. Melakukan cuci tangan SPO2 : 98%
sebelum dan sesudah HR : 102 x/m
kontak dengan klien - Cairan yang keluar (-)
2. Melakukan perawatan - Perban di sekitar trakeostomi tampak bersih
trakeostomi - Klien terpasang CVC
- Klien terpasang tracheostomydan post EVP
- Klien terpasang kateter intermiten dan NGT
A : masalah risiko infeksi belum teratasi
P : intervensi dilanjutkan
- Monitor tanda-tanda vital setiap 1 jam
- Monitor tanda & gejala infeksi lokal &
sistemik
- Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien
- Lakukan perawatan luka trakeostomi dan CVC
- Kolaborasi pemeriksaan darah lengkap

Hari ke 2
Diagnosa Hari, Tanggal, Implamentasi Evaluasi
Keperawatan Jam
Perfusi serebral b/d Rabu. 28- April- Mengobservasi S:-
pendarahan 2021. 1. Memonitoring tanda O:
Intracranial. gejala peningkatan TIK - Kesadaran : Apatis : Keadaan pasien sekarang
(mual, muntah proyektil, membuka mata dengan rangsang suara,
papil edema). melakukan mampu melokalisir nyeri dengan
2. Memonitoring intake dan bahasa tubuh dan verbal pada pasien tidak
output cairan dapat diukur di karenakan terpasang
3. Memonitoring Tanda- trakeostomi, sehingga penilaian GCS
tanda vital dilakukan dengan bahasa isyarat dari pada
Mengterapeutik pasien
1. Mempertahankan posisi - Tanda-tanda vital:
kepala 20- 300 dengan TD : 138/92 mmHg
posisi leher tidak RR : 20 x/m
menekuk atau fleksi. SPO2 : 99%
HR : 100 x/m
T : 36,8 OC
- Tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK
seperti sakit kepala, mual muntah, gelisah
atau timbul perubahan prilaku, papil edema,
dan kejang
- terjadi masalah pada N.VII (Fasialis) motorik,
dimana klien tidak dapat menunjukkan
ekspresi apapun, pada Nervus IX dan X
(Vagus) yaitu refleks menelan klien lemah
dan klien menggunakan alat bantu yaitu NGT
A : Masalah perfusi jaringan serebral tidak efektif
belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
- Monitor tanda-tanda vital setiap 1 jam
- Monitor tanda-tanda peningkatan TIK
- Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian
obat manitol 125 mg/12jam
- Posisikan klien semi fowler dan pertahankan
posisi kepala 20-30o dengan posisi leher tidak
menekuk atau fleksi
- Monitor status cairan & elektrolit
Bersihan jalan nafas Rabu, 28- April- Mengobservasi S:-
tidak efektif b/d 2021. 1. Memonitoring pola O:
penumpukkan sekret napas, bunyi mapas - Kesadaran : Apatis (Keadaan pasien sekarang

tambahan membuka mata dengan rangsang suara,


2. Memonitoring sputum melakukan mampu melokalisir nyeri dengan
Mengterapeutik bahasa tubuh dan verbal pada pasien tidak
1. Memposisikan klien dapat diukur di karenakan terpasang
posisi semi fowler trakeostomi, sehingga penilaian GCS
2. Melakukan suction dilakukan dengan bahasa isyarat dari pada
3. Memonitoring TTV pasien)
4. Melalukan pemberian - Tanda-tanda vital
nebulizer TD : 136/93 mmHg
RR : 28 x/m
SPO2 : 98%
HR : 98 x/m
- Pola napas : takipnea
- Klien terpasang trakeostomi dan T.Piece 8
LPM
- Sekret banyak
- Ada batuk
A : Masalah bersihan jalan napas belum
teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
- Monitor tanda – tanda vital setiap 1 jam
- Lakukan fisioterapi dada
- Lakukan suction / pengisapan lendir
- Lakukan pemberian inhalasi sesuai terapi
- Monitor suara napas tambahan
- Monitor pola napas
Resiko Infeksi b/d luka Rabu, 28 – Mengobservasi S:-
insisi post op April- 2021. 1. Memonitoring tanda dan O:
Craniotomy dan gejala infeksi lokal dan - Kesadaran : Apatis
Trakeostomi sstemik. - GCS: E4 M6 V2
2. Memonitoring TTV - Tanda-tanda vital
Menterapeutik TD : 136/93 mmHg
1. Melakukan cuci tangan RR : 28 x/m
sebelum dan sesudah SPO2 : 98%
kontak dengan klien HR : 98 x/m
2. Melakukan perawatan - Cairan yang keluar (-)
trakeostomi - Perban di sekitar trakeostomi tampak bersih
- Klien terpasang CVC
- Klien terpasang tracheostomydan post EVP
- Klien terpasang kateter intermiten
- Hasil lab darah tgl 29/04/2021 nilai leukosit
klien 25.10 10^3/ul
A : masalah risiko infeksi belum teratasi
P : intervensi dilanjutkan
- Monitor tanda-tanda vital setiap 1 jam
- Monitor tanda & gejala infeksi lokal &
sistemik
- Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien
- Lakukan perawatan luka trakeostomi dan CVC
- Kolaborasi pemeriksaan darah lengkap

Hari ke 3
Diagnosa Hari, Tanggal, Implamentasi Evaluasi
Keperawatan Jam
Perfusi serebral b/d Kamis. 29- Mengobservasi S:-
pendarahan April- 2021. 4. Memonitoring tanda O:
Intracranial. gejala peningkatan TIK - Kesadaran : Apatis (Keadaan pasien sekarang
(mual, muntah proyektil, membuka mata dengan rangsang suara,
papil edema). melakukan mampu melokalisir nyeri dengan
5. Memonitoring intake dan bahasa tubuh dan verbal pada pasien tidak dapat
output cairan diukur di karenakan terpasang trakeostomi,
6. Memonitoring Tanda- sehingga penilaian GCS dilakukan dengan
tanda vital bahasa isyarat dari pada pasien)
Mengterapeutik - Tanda-tanda vital:
2. Mempertahankan posisi TD : 130/96 mmHg
kepala 20- 300 dengan RR : 22 x/m
posisi leher tidak SPO2 : 97%
menekuk atau fleksi. HR : 108 x/m
T : 36,8 OC
- Tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK seperti
sakit kepala, mual muntah, gelisah atau timbul
perubahan prilaku, papil edema, dan kejang
- terjadi masalah pada N.VII (Fasialis) motorik,
dimana klien tidak dapat menunjukkan
ekspresi apapun, pada Nervus IX dan X
(Vagus) yaitu refleks menelan klien lemah dan
klien menggunakan alat bantu yaitu NGT
A : Masalah perfusi jaringan serebral tidak efektif
belum teratasi
P : Intervensi dihentikan karena pasien dipindahkan ke
ruangan
Bersihan jalan nafas Kamis , 29- Mengobservasi S:-
tidak efektif b/d April- 2021. 3. Memonitoring pola O:
penumpukkan sekret napas, bunyi mapas - Kesadaran : Apatis(Keadaan pasien sekarang

tambahan membuka mata dengan rangsang suara,


4. Memonitoring sputum melakukan mampu melokalisir nyeri dengan
Mengterapeutik bahasa tubuh dan verbal pada pasien tidak dapat
5. Memposisikan klien diukur di karenakan terpasang trakeostomi,
posisi semi fowler sehingga penilaian GCS dilakukan dengan
6. Melakukan suction bahasa isyarat dari pada pasien)
7. Memonitoring TTV - Tanda-tanda vital:
8. Melalukan pemberian TD : 130/96 mmHg
nebulizer RR : 22 x/m
SPO2 : 97%
HR : 108 x/m
T : 36,8 OC
- Pola napas : eupnea
- Klien terpasang trakeostomi dan T.Piece 8 LPM
- Produksi sekret bertambah
A : Masalah bersihan jalan napas belum teratasi
P : Intervensi dihentikan karena pasien
dipindahkan ke ruangan rawat inap
Resiko Infeksi b/d luka Kamis, 28 – Mengobservasi S:-
insisi post op April- 2021. 3. Memonitoring tanda dan O:
Craniotomy dan gejala infeksi lokal dan - Kesadaran : Apatis(Keadaan pasien sekarang
Trakeostomi sstemik. membuka mata dengan rangsang suara,
4. Memonitoring TTV melakukan mampu melokalisir nyeri dengan
Menterapeutik bahasa tubuh dan verbal pada pasien tidak dapat
3. Melakukan cuci tangan diukur di karenakan terpasang trakeostomi,
sebelum dan sesudah sehingga penilaian GCS dilakukan dengan
kontak dengan klien bahasa isyarat dari pada pasien)
4. Melakukan perawatan - Tanda-tanda vital:
trakeostomi TD : 130/96 mmHg
RR : 22 x/m
SPO2 : 97%
HR : 108 x/m
T : 36,8 OC
- Cairan yang keluar (-)
- Perban di sekitar trakeostomi tampak bersih
- Klien terpasang CVC
- Klien terpasang tracheostomydan post EVP
- Klien terpasang kateter intermiten
- Hasil lab darah tgl 29/04/2021 nilai leukosit
klien 25.10 10^3/ul
A : masalah risiko infeksi belum teratasi
P : intervensi dihentikan karena pasien dipindahkan ke
ruangan rawat inap
BAB 4
Pembahasan

Setelah mahasiwa melaksanakan asuhan keperawatan medikal bedah kepada Tn.


T dengan dengan gangguan sistem kardiovaskuler dengan masalah keperawatan
stroke hemoragik di ruangan ICU rumah sakit universtas sumatera utara, maka
mahasiswa pada BAB ini akan membahas kesenjangan antara teoritis dan tinjauan
kasus. Pembahasan dimulai melalui tahapan prosess keperatan yaitu pengkajian,
diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evalusi.

4.1 Tahap Pengkajian

Selama pengkajian dilakukan pengumpulan data dari beberapa sumber yaitu


dari keluarga pasien dan perawat yang bertugas di ICU dan di dapat juga
data-data pasien melalui buku status pasien atas nama Tn. T. Adapun upaya
pendekatan yang dilakukan untuk membina saling percara kepada pasien
agar merasa nyaman dengan kedatangan kami untuk mengkajinya. Pada saat
pengkajian kedaan pasien sangat memprihatinkan dan tidak dapat bergerak
sama sekali dari tempat tidurnya atau gangguan mobilits fisik. Gangguan
mobilitas fisik pada pasien dipicu karena kekuatan otot yang melemah.
Gangguan mobilitas fisik bahwa dampak yang fatal bagi tubuh seseorang
diantaranya penurunan aktifitas fisik atau gangguan mobilitasi. Sumbatan
pada darah akan mengakibatkan penurunan suplai oksigen dan nutrisi
sehingga mengakibatkan gangguan pada sistem saraf pusat (Nurdiana,
2019).

4.2 Tahap Perencanaan

Perencanaan dalam proses keperawatan lebih di kenal dengan asuhan


keperawatan yang merupakan tahap selanjutnya setelah pengkajian dan
penentuan diagnosa keperawatan. Pada tahap perencanaan mahasiswa hanya
menyusun tindakan keperawatan yang akan diberikan kepada Tn. T. Pada
tahap ini antara tinjauan teoritis dan tinjauan kasus tidak terdapat
kesenjangan sehingga mahasiswa dapat melaksanakan tindakan didukung
oleh dengan seiringnya bimbingan dari pembimbing.

4.3 Tahap Implementasi

1. Pada tahap implementasi mahasiswa akan mengatasi masalah keperawatan


Perfusi serebral b/d pendarahan Intracranial. Dengan melakukan beberapa
intervensi yang sudah ditentukan seperti Mempertahankan posisi kepala
20- 300 dengan posisi leher tidak menekuk atau fleksi, memonitoring
tanda- tanda vital.
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d penumpukkan sekret dengan
melakukan suction pada Tn.T dan Nebulizer, mengposisikan Tn.T dengan
posisi Semifowler
3. Resiko Infeksi b/d luka insisi post op Craniotomy dan Trakeostomi
,melakukan perawatan trakeostomi dan memonitoring tanda dan gejala
infeksi, mencuci tangan sesudah dan sebelum menyentuh pasien.
4. Gangguan Mobilitas Fisik b/d gangguan neuromuscular penurunan
kekuatan Otot, melakukan Tindakan ROM dan Miring Kanan dan Miring
Kiri pada Tn. T

4.4 Tahap Evaluasi

Pada tinjauan kasus evaluasi yang dihasilkan ialah pasien mendapatkan


peningkatan kesehatan walaupun tidak seobtimal mungkin, tetapi tindakan
keperawatan dilanjutkan jika masih masalah belum teratasi.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN
Setelah melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien Tn.T yang
terdiagnosa Stroke Hemoregik selama 1 x 24 jam dari tanggal 28 April
sampai dengan 29 April 2021, penulis memperoleh pengalaman nyata dalam
melaksanakan asuhan keperawatan pada Tn.T dengan diagnosa Stroke
Hemoregik dengan menerapkan proses keperawatan yang meliputi
pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan
keperawatan dan evaluasi keperawatan serta mendokumentasikan dan
mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat dalam setiap proses
keperawatan. Adapun keseimpulannya sebagai berikut :

1. Pengkajian
Pengkajian Metode yang digunakan dalam pengkajian adalah
wawancara, observasi, pemeriksaaan fisik dan studi dokumentasi. Pada
saat pengkajian penulis memperoleh beberapa data antara lain Pasien
sudah di rawat di ICU kurang lebih 17 hari, dengan kesadaran
somnolen. Pasien sudah banyak mengalami perubahan selama di rawat
di ruang ICU dari memakai ventilator sampai tidak menggunakannya
lagi. Pasien terpasang Trakeaostomi dan terpasang oksigen 8 L.

2. Diangnosa Keperawatan
Pada pasien Tn.T dengan diagnosa Stroke Hemoregik didapatkan 4
diagnosa yang muncul berdasarkan kondisi pasien diantaranya adalah
Perfusi serebral b/d pendarahan Intracranial.

3. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan sesuai teori dengan memperhatikan situasi dan kondisi
pasien serta sarana dan prasarana di rumah sakit. Prioritas masalah
berdasarkan teori Hierarki Maslow, sedangkan penentuan tujuan
meliputi sasaran, kriteria waktu dan hasil dan rencana tindakan
keperawatan kasus ini berpedoman pada NANDA, NOC dan NIC.
Dengan menyesuaikan pada kondisi pasien. Dalam penyusunan
perencanaan keperawatan melibatkan pasien, keluarga dan tim
kesehatan lain yang mencakup 4 elemen yaitu observasi, tindakan
keperawatan mandiri, pendidikan kesehatan dan tindakan kolaborasi.

4. Pelaksanaan kepewatan
Pelaksanaan dari 4 diagnosa keperawatan antara lain Perfusi serebral
b/d pendarahan Intracranial. Cedera fisik dapat dilaksanakan sesuai
rencana yang telah disusun dengan adanya kerjasama yang baik dengan
pasien, keluarga pasien, perawat ruangan dan tim kesehatan lainnya.

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dari hasil asuhan keperawatan yang dilaksankan selam 1 x 24
jam, dari ke 4 diagnosa keperawatan, meliputi : Perfusi serebral b/d
pendarahan Intracranial., keempat diagnosa tersebut dapat teratasi
dengan baik.

a. SARAN
Berdasarkan hasil pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien dengan
Stroke Hemoregik, maka penulis ingin memberikan saran antara lain :
1. Bagi profesi kesehatan
Meningkatkan riset dalam bidang keperawatan medikal bedah agar pada
saat menentukan perencananaan sera pelaksanaan dalam pemberian
asuhan keperawatan lebih tepat dan lebih spesifik dengan melihat
respon pasien dan keluarga pasien.
2. Bagi institusi
a. Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara
1) Menanggapi keluhan pasien dengan segera untuk dilakukan
tindakan lanjut.
2) Memperhatikan dalam pembuatan dokumentasi keperawatan,
dengan maksud pendokumentasian bukan bersifat rutinitas.
b. Institusi pendidikan
1) Meningkatkan proses bimbingan belajar, seperti bimbingan
kepada mahasiswa yang akan melakukan penyusunan asuhan
keperawatan pada Tn.T. Dengan adanya bimbingan diharapkan
target untuk mencapai tujuan dalam penyelesaian tugas dapat
tercapai.
2) Menambah inventaris laboratorium untuk meningkatkan proses
belajar.
Menambah literatur-literatur baru, untuk mempermudah dalam proses belajar
mengajar maupaun penyelesaian tugas.
Daftar Pustaka
Batticaca,F.B 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Sistem Persarafan.
Jakarta : Salemba Medika

Dewi, R, Etika, M.U., Tri, C.S (2019). Pencegahan Dekubitus Pasien Stroke
Hemragik Setelah 24 Jam Serangan Di Stroke Center RSUD Ngudi
Waluto Wlingi. Jurnal Keperawatan Volume 7 No.2, hal. 118-127.

Galuh Nur Azizah, G. A. L. U. H., (2021). Asuhan Keperawatan Pada Pasien


Stroke Hemoragik Dalam Pemenuhan Kebutuhan Rasa Aman Dan
Nyamar (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS KUSMA HUSADA
SURAKARTA).

Nova Novianti. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Ny.R Dengan Stroke


Hemoragik di Bangsal Syaraf RSUP Dr. M. Djamil. Padang: Poltekkes
Kemenkes.

Nurdiana, L. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Stroke Non Hemoragik


Di Ruang Stroke Center Rsud Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.

Organisation, W. H.O. (2015). WHO: Stroke, Cerebrovascular accident. Stroke.

Rahmadhani, S. M. D., Diana, M., Lestari, M. D., & Riesmiyatiningdyah, R.


(2020).  Asuhan Keperawatan pada Ny. D dengan diagnosa medis
cerebro vaskular accident bleeding di ruang krissan RSUD Bangil
Pusuruhan (Doctoral dissertation, Akademi Keperawatan Kerta
Cendekia Sidoarjo).

Rahayu, E. S., & Nuraini, N. (2020). Effects of Passive Range Of Motion


(ROM) Exercise On Increases Muscle Strength in Non-Hemorrhagic
Stroke Patients in the Inpatient Room at RSUD Kota Tangerang. Jurnal
Ilmiah Keperawatan Indonesia [JIKI], 3(2), 41-50.

Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung:


Alfabeta

Tarwoto. 2013. Keperawatan Medikal Bedah, gangguan sistem persarafan.


Jakarta: CV.Sagung Seto.

Nursalam. 2011. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Pambudi, Hubertus Agung. 2008. Studi Fenomenologis: Kecemasan Keluarga


Pada Pasien Stroke . Jurnal Keperawatan Universitas Diponegoro
Semarang. http://digilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Journal-3642- ari
%20pambudi.pdf. Diakses pada tanggal 19 Januari 2017 pukul 09.00
wib

Robinson, J.M., & Saputra, L. 2014. Visual Nursing (Medikal-Bedah) Jilid 1


(Martha Ardiaria, Penerjemah). Tangerang: Binarupa Aksara

Saryono, & Anggreni, MD. (2013). Metodologi Penelitian Kuantitatif dan


Kualitatif. Yogyakarta : Nuha Medika

Anda mungkin juga menyukai