Anda di halaman 1dari 79

MANAJEMEN MUTU LULUSAN DI SMP YOGYAKARTA

Oleh

IKE PRASTYA UTAMI


18703251016

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2021

1
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dengan persaingan yang semakin ketat pada era globalisasi saat ini

maka yang tidak lepas dari sorotan adalah pendidikan, dimana pendidikan

menjadi dasar awal manusia untuk menjadi lebih baik dan lebih

bermanfaat. Melalui pendidikan, orang akan mampu membedakan mana

yang dikerjakan, mana yang harus diberikan dan mana yang harus

ditinggalkan. Pendidikan merupakan salah satu yang sangat penting bagi

setiap individu, karena melalui pendidikan seseorang akan memiliki

pengetahuan yang dapat membentuk pola pikir yang berguna bagi

kehidupannya.

Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif

mengembangkan potensi dan diri untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,

keterampilan bagi dirinya sendiri, masyarakat, bangsa dan Negara. Sampai

saat ini instrumen untuk memajukan suatu bangsa didapatkan pada

lingkungan sekolah Sonhadji & Huda (2015). Saat ini diperlukan adanya

dukungan manajemen yang efektif dan efesien dalam organisasi

pendidikan, karena semakin besarnya perhatian dan pengakuan dari

berbagai pihak.

2
Peserta didik perlu dibangun mentalitasnya sehingga mampu berpikir

kreatif dan mampu mengembangkan minat serta bakatnya untuk mampu

bersaing didunia kerja dan bisa bekerja secara professional dan berdedikasi

yang tinggi terhadap profesinya. Lembaga pendidikan akan lebih efektif

dalam memberikan pendidikan yang baik pada peserta didiknya apabila

lembaga pendidikan dikelola dengan baik. Hal ini membuktikan bahwa

mutu manajemen dan kepemimpinan merupakan salah satu hal terpenting

untuk mengetahui suatu sekolah telah berhasil.

Namun bangsa Indonesia saat ini masih mengalami permasalahan

pendidikan yaitu rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan

satuan pendidikan, khususnya pendidikan dasar hingga menengah.

Pemerintah telah melakukan berbagai cara untuk meningkatkan mutu

pendidikan dimulai dari pengembangan kurikulum nasional dan lokal,

peningkatan kompetensi guru melalui pelatihan, pengadaan buku dan alat

pelajaran, pengadaan dan perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, dan

peningkatan mutu manajemen sekolah. akan tetapi masih banyak sekolah

belum di fasilitasi dengan sarana dan prasarana yang memadai.

Sekolah harus benar-benar menerapkan manajemen yang efektif

untuk menyelenggarakan pendidikan yang bermutu dan dapat dirasakan

oleh konsumen pendidikan tersebut. Senada dengan penelitian Apud

(2018) yang menyatakan upgrade sumber daya manusia merupakan

langkah penting dalam proses peningkatan mutu pendidikan. Untuk

menciptakan pendidikan yang berkualitas harus ada pelayanan yang terus

3
menerus menjaga standar mutunya dan tentu adanya kerjasama antara

pihak internal dan eksternal sekolah yang dilakukan secara baik serta

terencana.

Oleh sebab itu tuntutan terhadap peningkatan kualitas pendidikan

semakin meningkat, melalui peningkatan kualitas pendidikan dapat

meningkatkan mutu sumber daya manusia serta daya saing pada tingkat

global. Masih banyak sekolah di Indonesia belum berhasil menunjukkan

peningkatan yang berarti terutama di dalam kota, hanya sebagian sekolah

saja yang dapat menunjukkan peningkatan mutu pendidikan cukup berhasil

sedangkan beberapa sekolah lainnya masih memprihatinkan. Pendidikan

seharusnya mampu mendukung terwujudnya suasana, proses belajar serta

mengembangkan potensi para peserta didik karena perkembangan zaman

yang semakin maju maka sekolah dituntut memberikan pendidikan yang

bermutu.

Melihat hal tersebut, mutu produk, jasa dan layanan pendidikan juga

harus selalu ditingkatkan dan dikembangkan. Masalah mutu pendidikan

yang dihadapi Indonesia secara umum mencakup berbagai hal, seperti

mutu pendidik, mutu layanan, mutu pengajaran dan lain sebagainya.

Kondisi tersebut menunjukkan perlunya berbagai upaya perbaikan untuk

meningkatkan mutu pendidikan melalui manajemen yang tepat, sesuai

dengan kebutuhan masyarakat dan pembangunan.

Mutu pendidikan di sekolah seringkali diukur hanya dengan mutu

lulusan. Padahal untuk menghasilkan lulusan yang bermutu diperlukan

4
proses yang bermutu pula. Sedangkan proses yang bermutu sangat

dipengaruhi oleh banyak faktor penunjang, seperti sumber daya manusia

yang bermutu, sarana dan prasarana pembelajaran yang memadai dan

bermutu, biaya yang memadai, manajemen yang tepat, kepemimpinan yang

kuat dan handal serta lingkungan yang mendukung.

Rendahnya mutu lulusan juga menjadi permasalahan tersendiri

dimasa yang akan datang. Mutu dari hasil pendidikan berupa lulusan tidak

sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Masyarakat dan dunia kerja

menerima sumber daya manusia sesuai dengan tinggi rendahnya mutu

lulusan. Mutu lulusan merupakan pilar untuk menghasilkan sumber daya

manusia yang baik dan handal, dengan begitu harus selalu berusaha usaha

secara terus menurus dalam meningkatkan mutu lulusan (Muzakar, 2014).

Untuk mencapai pendidikan bermutu tidak hanya berfokus pada aspek

input dan output saja, namun yang lebih penting adalah aspek proses.

Sebagaimana pendapat Hamalik (1991:1), bahwa pentingnya perbaikan

proses pendidikan agar lebih bermutu yaitu diawali dengan perbaikan

tenaga pendidikan karena ini merupakan hal yang sangat mendasar.

Pendidikan yang bermutu merupakan sebuah cara untuk sukses dalam

membangun manusia yang kompeten dan beradab. Dengan demikian

tercapailah pendidikan yang lebih baik dan lebih maju yang mampu

bersaing dengan pendidikan nasional maupun internasional.

Sekolah merupakan salah satu intuisi pendidikan yang berfungsi

sebagai agent of change bertugas untuk membangun peserta didik agar

5
sanggup menyelesaikan setiap permasalah nasional (internal) dan

memenangkan persaingan internasional (eksternal). Hal ini harus dimulai

dengan menyelenggarakan proses pembelajaran yang bermutu dan

menghasilkan lulusan yang berwawasan luas, unggul, dan memiliki

pandangan kedepan, serta memiliki kepercayaan diri dan harga diri yang

tinggi.

Untuk mencapai keberhasilan tentunya peran seorang kepala sekolah

sangat dibutuhkan pada sebuah keberhasilan dalam pencapaian standar

mutu lulusan dan tenaga kependidikan guna meningkatkan kualitas serta

mutu lulusan pada sebuah lembaga pendidikan. Kemampuan manajerial

yang dimiliki seorang pemimpin mampu membawa unsur-unsur lembaga

secara terstruktur berdasarkan acuan standar mutu sehingga sesuai dengan

visi, misi, dan tujuan lembaga yang dipimpinnya.

Keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan membutuhkan kecakapan

dan kemampuan kepala sekolah, tidak hanya kecakapan teknis dan

konsepsional, tetapi yang jauh lebih penting dibutuhkan adalah dimilikinya

kompetensi-kompetensi yang distandarkan (Andang, 2014: 55).

Kompetensi yang dimaksud adalah kompetensi kepribadian, manajerial,

supervisi, kewirausahaan, dan sosial, (PP No. 13 Tahun 2007). Apabila

seorang kepala sekolah memahami dan menguasai hal tersebut maka

sekolah yang dipimpinnya akan menghasilkan lulusan yang sesuai standar

kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang

mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan standar

6
nasional yang telah disepakati. Peserta didik dapat dinyatakan lulus dalam

proses pendidikan, jika memenuhi standar kompetensi lulusan yang telah

ditetapkan.

Pada kenyataanya beberapa dari usaha yang dilakukan belum

maksimal serta persoalan mutu lulusan bukanlah sebuah pencapaian yang

istan, mudag dab bisa terjadi begitu saja, tetapi hal tersebut merupakan

proses yang harus dicapai melalui pihak yang kompeten terutama upaya

yang dilakukan oleh kepala sekolah. Muzakar (2014: 110-113)

menyebutkan bahwa kurangnya pelaksanaan oleh tugas dan fungsi kepala

sekolah dapat mempengaruhi mutu lulusan. Kekuatan sentral yang dimiliki

kepala sekolah hendaknya menjadi kekuatan penggerak kehidupan sekolah

dimana seorang kepala sekolah harus memahami tugas dan fungsi mereka

demi keberhasilan sekolah, serta memiliki kepedulian terhadap para staf

dan peserta didik (Wahjosumidjo, 2005). Kepala sekolah merupakan kunci

dalam menggerakkan kehidupan sekolah dalam mencapai tujuannya.

Seperti halnya kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan serta

stakeholder atau orang tua tentunya juga memiliki peran penting dalam

mencapai keberhasilan sekolah. Salah satu cara untuk mencapai

keberhasilan sekolah diantaranya dengan memfasilitasi para guru seperti

memberikan pelatihan mengenai kurikulum dan sebagainya serta

mengikutsertakan stakeholder atau orang tua dalam pengambilan

keputusan kebijakan sekolah.

7
Kesempatan yang diberikan oleh kepala sekolah kepada para guru

mengikuti berbagai pelatihan terutama dalam pemahaman kurikulum

sangat penting agar guru paham apa yang perlu mereka lakukan pada saat

menyiapkan bahan ajar disisi lain menunjukkan bahwa kepala sekolah

tersebut memiliki kinerja yang baik. Berdasarkan hasil penelitian yang

disampaikan oleh Tien (2015: …..) bahwa dalam meningkatkan mutu

lulusan diupayakan dapat melengkapi perangkat pembelajaran sesuai

dengan kurikulum yang berlaku saat ini adar proses pembelajaran dapat

berjalan dengan baik. Perangkat pembelajaran yang dimaksud untuk

meningkatkan mutu lulusan yaitu Kurikulum, Program Tahunan, Program

smester, Silabus dan RPP serta dilengkapi dnegan media pembelajaran

yang memadai dalam kegiatan belajar mengajar. Karena pada dasarnya,

dalam meningkatkan mutu lulusan perangkat pembelajaran sangat

membantu dan mendukung tercapainya Visi dan Misi sekolah.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari yogyakarta.siap.web.id

(Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta) terdapat dua sekolah di Yogyakarta

yang mempunyai ciri khas tersendiri seperti dipercaya untuk menjadi

model atau contoh bagi sekolah setara lainnya sehingga peneliti tertarik

untuk meneliti lebih jauh mengenai manajemen mutu lulusan yaitu SMPN

8 Yogyakarta dan SMP Muhammadiyah 3 Depok Yogyakarta. Pada SMPN

8 Yogyakarta yang berlokasi di JL. Kahar Muzakir No. 2, Kel, Terban

Yogyakarta berakreditasi A sejak ditetapkan pada tanggal 21 desember

2013 berdasarkan SK No 21.01/BAP SM/TU/XII/2013. Selain itu

8
Wakasek Kurikulum SMP N 8 Yogyakarta sangat professional sehingga

mutu lulusan SMP N 8 Yogyakarta dapat dikategorikan unggul.

SMPN 8 Yogyakarta juga merupakan sekolah model untuk penerapan

Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) pada tahun 2015 dan sekolah

tersebut juga ditetapkan sebagai sekolah sehat, sekolah adiwiyata, sekolah

literasi, sekolah ramah anak dan lingkungan. Hal ini didukung oleh hasil

Survey Kepuasan Masyarakat (SKM) SMPN 8 Yogyakarta Tahun

Pelajaran 2019/2020 rata-rata mendapatkan skor akhir dengan nilai 83,49

dengan kategori baik. Oleh karenanya, sekolah ini menjadi sekolah

percontohan penerapan SPMI untuk beberapa SMP di Yogyakarta.

Disisi lain SMPN 8 Yogyakarta merupakan sekolah yang menjunjung

tinggi nilai-nilai religious. Selain menjungjung tinggi nilai religious,

dengan melaksanakan proses manajemen mutu dengan baik maka prestasi

yang dimiliki oleh SMPN 8 Yogyakarta diperoleh seperti juara 1

Padmanaba Science Competition (PSC), juara 3 Cerdas Cermat, juara 2

OSN Matematika dan sebagian prestasi non akademik para siswa SMPN 8

Yogyakarta pernah menjuarai Musik Tradisonal pada tingkat kota,

kemudian juara 1 FLSSN Tari Tradisonal pada tingkat kota dan provinsi.

Berdasarkan hal-hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa manajemen mutu

lulusan di SMPN 8 Yogyakarta berjalan optimal. Manajemen mampu

membuat sekolah ini unggul dan juga mempertahankan keunggulannya.

SMP Muhammadiyah 3 Depok Yogyakarta Unggul dalam prestasi

dan berwawasan lingkungan. Sekolah ini berada di Jl. Rajawali 10

9
Demangan Baru, Caturtunggal, Depok, Sleman, Yogyakarta. SMP

Muhammadiyah 3 Depok Yogyakarta memiliki beberapa program

unggulan untuk menambah kualitas sekolah mereka. Sekolah ini juga

dilengkapi dengan fasilitas penunjang atau sarana dan prasarana untuk

mendukung proses pembelajaran siswa, guru yang mengajar juga

menyandang sertifikat dan berpengalaman.

Siswa SMP Muhammadiyah 3 Depok Yogyakarta disebut sebagai

pelaksana manajemen mutu lulusan dengan baik. Hal ini dibuktikan

berdasarkan pelaksanaan manajemen mutu dilakukan melalui

perencanaan yang dilakukan terhadap kerangka kerja dengan melibatkan

bimbingan atau mengarahan terhadap internal sekolah, sehingga

mencapai tujuan organisasional dengan baik. Dengan adanya pelaksanaan

manajemen mutu tersebut, maka hasil yang diperoleh berupa juara 1

Nasional lomba Robotika piala bergilir kementrian riset dan teknologi

pada tahun 2015, kompetisi robot internasional di Malaysia tahun 2019,

juara 3 tapak suci tingkat kabupaten. Selain itu, sekolah juga memupuk

siswa mereka agar menjadi manusia yang dapat memberikan manfaat

baik terhadap masyarakat ketika mereka sudah lulus dari sekolah tersebut

dengan cara mengajarkan siswa bagaimana beretika yang baik, disiplin,

mandiri dan bertanggung jawab.

Meskipun kedua sekolah SMP tersebut seperti memiliki kemiripan

dalam hal mendidik siswa, namun metode penerapan dalam manajemen

mutu lulusan yang digunakan sekolah berbeda. Berdasarkan penjelasan di

10
atas maka dapat disimpulkan bahwa SMPN 8 Yogyakarta dan SMP

Muhammadiyah 3 Depok Yogyakarta memliki manajemen mutu lulusan

tentang implementasi manajemen mutu lulusan pada kedua sekolah

tersebut, sehingga peneliti memiliki ketertarikan meneliti terkait dengan

“Manajemen Mutu Lulusan di SMPN 8 Yogyakarta dan SMP

Muhammadiyah 3 Depok Yogyakarta”

B. Identifikasi Masalah

Dari penjelasan latar masalah di atas, maka dapat di identifikasikan

sebagai berikut:

1. Rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang pendidikan dasar dan

menengah, sehingga banyak output yang berlum siap bersaing di dunia

kerja.

2. Mutu pendidikan di sekolah di ukur merdasarkan lulusan, bukan

berdasarkan proses pelaksanaan, sehingga menghasilkan mutu lulusan

yang kurang maksimal.

3. Pemimpin sekolah yang masih rendah dalam melaksanakan fungsi

amanjemen yang menyebabkan rendahnya kualitas pemimpin sekolah.

4. Rendahnya mutu lulusan disebabkan oleh rendahnya mutu pendidik,

mutu layanan, mutu pengajaran di sekolah, oleh akrena itu mutu lulusan

semakin menurun.

5. Tidak ada keterlibatan masyarakat dalam kegiatan pengambilan

keputusan di sekolah seperti pelaksanaan kegiatan sekolah, sehingga

11
masyarakat tidak memiliki tanggung jawab atas setiap kegiatan di

sekolah.

6. Saranan dan Prasarana yang terbatas dalam kegiatan belajar mengajar di

sekolah yang mengakibatkan keterbatasan medi pembelajaran yang

berdampak pada kegiatan belajar mengajar yang berdampak pada mutu

lulusan selanjutnya.

C. Fokus Penelitian

Fokus penelitian ini adalah tentang manajemen mutu lulusan

sekolah di SMPN 8 Yogyakarta dan SMP Muhammadiyah 3 Depok

Yogyakarta yang dijabarkan dalam sub-sub fokus sebagai berikut:

1. Manajemen mutu lulusan di SMPN 8 Yogyakarta dan SMP

Muhammadiyah 3 Depok Yogyakarta

2. Faktor pendukung dan penghambat manajemen mutu lulusan di SMPN

8 Yogyakarta dan SMP Muhammadiyah 3 Depok Yogyakarta

D. Rumusan Masalah

Beberapa pertanyaan yang akan dicari jawabannya melalui

penelitian ini, adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pelaksanaan manajemen mutu lulusan di SMPN 8

Yogyakarta dan SMP Muhammadiyah 3 Depok Yogyakarta?

2. Apa hambatan dan tantangan sekolah dalam meningkatkan mutu

lulusan di SMPN 8 Yogyakarta dan SMP Muhammadiyah 3 Depok

Yogyakarta?

12
3. Bagaimana kebijakan dan startegi yang dilakukan dalam pelaksanaan

manajemen mutu lulusan di SMPN 8 Yogyakarta dan SMP

Muhammadiyah 3 Depok Yogyakarta?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan fokus penelitian di atas maka penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui:

1. Untuk mendeskripsikan bagaimana pelaksanaan manajemen mutu

lulusan yang terjadi di SMPN 8 Yogyakarta dan SMP Muhammadiyah 3

Depok Yogyakarta?

2. Untuk mendeskripsikan bagaimana hambatan dan tantangan sekolah

meningkatkan mutu lulusan di SMPN 8 Yogyakarta dan SMP

Muhammadiyah 3 Depok Yogyakarta?

3. Untuk mengetahui kebijakan dan startegi yang dilakukan dalam

pelaksanaan manajemen mutu lulusan di SMPN 8 Yogyakarta dan SMP

Muhammadiyah 3 Depok Yogyakarta?

F. Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Manfaat secara teoritis

a. Secara teoritis penelitian ini dapat bermanfaat untuk

mengembangkan keilmuan dalam bidang manajemen pendidikan,

khususnya manajemen mutu pendidikan.

13
b. Diharapkan pula penelitian ini dapat memberikan konstribusi

keilmuan untuk menjadi bahan kajian bagi penelitian-penelitian

selanjutnya terutama mengenai manajemen mutu lulusan.

a. Manfaat secara praktis

a. Bagi kepala SMPN 8 Yogyakarta dan SMP Muhammadiyah 3

Depok Yogyakarta dapat mengukur sejauh mana keberhasilan

proses pendidikan dalam mengupayakan manajemen mutu lulusan

di sekolah yang dipimpinnya.

b. Bagi SMPN 8 Yogyakarta dan SMP Muhammadiyah 3 Depok

Yogyakarta, dapat memberikan sumbang sih yang berharga kepada

para guru dan tenaga kependidikan terutama dalam usaha

meningkatkan kualitas lulusan peserta didik yang diampunya.

c. Bagi lembaga yang menaungi lembaga pendidikan SMPN 8

Yogyakarta dan SMP Muhammadiyah 3 Depok Yogyakarta untuk

mengetahui sejauh mana keberhasilan proses pendidikan yang

dilaksanakan, dan dapat mempertimbangkan kebijakan-kebijakan

yang efektif untuk mencapai tujuan pendidikan di SMPN 8

Yogyakarta dan SMP Muhammadiyah 3 Depok Yoggyakarta.

d. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi lembaga

pendidikan yang ingin meningkatkan mutu pendidikan melalui

manajemen mutu lulusan peserta didik atau mutu lulusan.

14
BAB II

KAJIAN TEORI

D. Manajemen Mutu Pendidikan

1. Pengertian Mutu Pendidikan

Setiap para ahli menyampaikan pengertian mutu dengan cara yang

berbeda, namun tetap pada tujuan dan makna yang sama. Sallis (2015: 30)

dalam bukunya Total Quality Management in Education, mutu adalah

sebuah hal yang berhubungan dengan gairah dan harga diri. Mutu

merupakan sebuah cara untuk menentukan apakah suatu produk sesuai

dengan standar yang telah ditentukan atau belum. Secara luas mutu dapat

diartikan sebagai karakteristik dari produk atau jasa yang memuaskan

kebutuhan konsumen/pelanggan. Karakteristik mutu dapat diukur secara

kuantitatif dan kualitatif.

Dalam dunia pendidikan, mutu dapat didefinisikan sebagai sesuatu

yang memuaskan dan melampaui keinginan dan kebutuhan pelanggan.

Mutu pendidikan didukung oleh komponen pendidikan yang apabila

terorganisir dengan baik, maka akan tercapai kualitas yang baik pula.

Komponen tersebut adalah input, proses, dan output. Menurut Sallis (2007)

bahwa sekolah dengan mutu yang ideal adalah sekolah dengan ciri-ciri

berikut: (1) nilai moral dan karakter positif yang tinggi, (2) prestasi unggul

dan sesuai harapan, (3) dukungan dari berbagai stakeholders, (4) sumber

daya melimpah, (5) pelaksanaan teknologi yang inovatif, (6)

15
kepemimpinan yang visioner, (7) rasa kepedulian terhadap peserta didik,

(8) kurikulum memiliki relevansi dengan perubahan jaman.

Selain itu mutu mencerminkan suatu keberhasilan atas proses belajar.

Dengan perkembangan zaman yang semakin maju membuat persaingan

semakin kuat dan sangat kompetitif, maka standar mutu sangat diperlukan.

Persaingan yang semakin kuat menuntut keharusan agar semua institusi

pendidikan dituntut agar mampu membuat produk yang bermutu.

Pendidikan yang dijalani oleh suatu masyarakat menentukan baik dan

buruknya peradaban masyarakat tersebut, Fathurrohman (2016: 112).

Secara umum, mutu merupakan gambaran dan karakteristik secara

menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya

dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan.

Jadi kualitas merupakan sesuatu yang berkaitan erat dengan produk,

servis, orang, proses dan lingkungan. Prinsipnya bahwa komitmen yang

harus dibangun dalam setiap diri kualitas adalah pemahaman bahwa: (1)

Kualitas merupakan kunci ke arah program yang berhasil. Kurang

perhatian terhadap kualitas akan mengakibatkan kegagalan dalam jangka

panjang, (2) perbaikan-perbaikan kualitas menuntut komitmen manajemen

sepenuhnya untuk dapat berhasil, (3) perbaikan kualitas adalah kerja keras.

Tidak ada jalan pintas atau perbaikan cepat. Menuntut perbaikan budaya

bagi organisasi secara keseluruhan, (4) perbaikan kualitas menuntut banyak

pelatihan, (5) perbaikan kualitas menuntut keterlibatan semua karyawan

secara aktif.

16
Konsep kualitas dalam pengelolaan lembaga pendidikan seharusnya

benar-benar tanggap dan konsisten terhadap kualitas, baik kualitas

manajemen yang dilihat dari proses maupun kualitas kegiatan pendidikan

dan produk pelayanan jasa pendidikan. Manajemen mutu pendidikan dapat

dinyatakan sebagai karakteristik yang harus dipelihara secara terus

menerus guna memenuhi kebutuhan dan kemauan pelanggan atau

masyarakat.

Adanya manajemen mutu pendidikan agar dapat memberikan

kepuasan pada pelanggan melalui jaminan mutu juga supaya tidak terjadi

keluhan-keluhan serta kekhawatiran para orangtua dan masyarakat. Bagi

peserta didik, sekolah adalah sarana untuk belajar dan di dalamnya terdapat

sistem yang terdiri dari input, proses dan output. Dengan begitu agar siswa

dapat mengembangkan potensi dalam diri mereka, maka sekolah berperan

sangat penting untuk mewujudkan suasana proses pembelajaran yang baik

atau mungkin juga menyenangkan sehingga siswa dengan senang hati

untuk mengikuti pembelajaran.

Perkembangan pendidikan semakin terbantu dengan adanya

pembangunan infrastruktur sekolah yang dilakukan oleh pemerintah dan

juga swasta. Keseimbangan antara pembangunan infrastruktur dengan

kualitas sumber daya manusia harus seimbang. Dalam proses

pembangunan, peningkatan mutu sumber daya manusia harus dilakukan

dengan terencana, terarah, intensif, efisien, dan efektif, Zazin (2017: 74).

Sumber daya manusia yang dimaksudkan yaitu segala komponen-

17
komponen pendidikan, diantaranya siswa, guru, kepala sekolah, dan tenaga

administrasi. Hal ini dilakukan supaya dapat bersaing dalam era

globalisasi.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa mutu

pendidikan adalah output atau jasa yang dikeluarkan dapat memuaskan

pelanggan atau konsumen dalam bentuk kapasitas kualitatif dan kuantitatif.

Selain itu, mutu yang baik menggambarkan kesuksesan dalam belajar serta

kegiatan manajemen pendidikan yang baik, sehingga memiliki karakteristik

yang baik serta dapat memenuhi kebutuhan masyarakat atau konsumen

terhadap jasa yang diberikan melalui lulusan sekolah.

2. Konsep Dasar Manajemen Mutu Pendidikan

Muru dalam pendidikan dapat dilihat dari segi relevansinya dengan

kebutuhan masyarakat, dapat tidaknya lulusan dapat melanjutkan kejenjang

selanjutnya bahkan sampai memperoleh suatu pekerjaan yang baik, serta

kemampuan seseorang di dalam mengatasi perseolah hidup. Mutu

pendidikan dapat ditinjau dari kemanfaatan pendidikan bagi individu,

masyarakat dan bangsa atau Negara. Secara spesifik ada yang melihat mutu

pendidikan dari segi tinggi dan luasnya pengetahuan yang ingin dicapai

oleh seseorang yang menempuh pendidikan.

Mutu pendidikan adalah faktor kunci untuk meningkatkan mutu

pendidikan dan memperkuat keunggulan kompotetitif (Wijaya, 2016).

Akses ke pendidikan dan pendidikan bermutu harus dianggap sebagai

kebutuhan dan hak yang saling bergantung dan tidak terpisahkan.

18
Kurangnya pendidikan adalah penyebab utama kemiskinan. Pendidikan

juga merupakan sarana yang sangat strategis dalam melestarikan sistem

nilai yang berkembang dalam kehidupan.

Mutu harus secara sadar dikelola oleh untuk memenuhi tuntutan

masyarakat. Oleh karena itu, manajemen mutu pendidikan adalah bagian

integral dari manajemen yang berperan untuk mencapai sasaran mutu, yang

tercermin tidak hanya berperan memberikan tetapi juga dalam

meningkatkan mutu. Hal ini dicapai dengan mengelola kegiatan yang

berasal dari mutu yang mapan. Kebijakan dan rencana, dan dilakukan

dalam sistem mutu.

Manajemen mutu pendidikan dipandang sebagai suatu bidang

pengetahuan yang secara sistematik berusaha memahami mengapa dan

bagaimana orang bekerja sama dalam satuan pendidikan. Manajemen

menjadi suatu ilmu, jika teori-teorinya mampu menuntun manajer dengan

memberi kejelasan bahwa apa yang harus dilakukan pada situasi tertentu

dan memungkinkan mereka meramalkan akibat-akibat dari tindakannya

(Gulick, 1960). Seorang pimpinan harus mampu membaca masa depan, apa

yang menjadi kecenderungan manusia di kemudian hari.

Pengertian manajemen mutu dalam pendidikan dari sudut fungsinya

yaitu proses kegiatan, perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,

pelaksanaan dan pengendalian sumber daya organisasi untuk mencapai

tujuan secara efektif dan efisien. Berdasarkan aktifitasnya, manajemen

merupakan proses merencanakan, mengorganisasikan, memimpin, dan

19
mengendalikan upaya organisasi dengan segala aspeknya agar tujuan

organisasi tercapai secara efektif dan efisien.

Dalam lembaga pendidikan cara mengatasi dan menjalankan

Manajemen Mutu tentu berbeda dengan layanan jasa dan pedagang

lainnya, karena tugas pendidik agar siswa memiliki berbagai nilai yang

beragam dan kepercayaan yang semuanya sulit untuk diukur, dalam

layanan jasa atau perdagangan mudah untuk dihitung berapa modal, berapa

barang terjual, dan berapa keuntungan yang diperoleh akan tetapi berbeda

sekali dalam pendidikan yang mana tidak dapat diukur seperti halnya

perdagangan, melainkan menggunakan aspek yang dapat diukur seperti

prestasi dan kecerdasan kognitif para siswa.

Namun hal tersebut bisa saja diperoleh oleh siswa secara otodidak

tidak hanya melalui upaya-upaya yang telah dilakukan oleh lembaga

pendidikan. Kedua, tujuan pendidikan termasuk yang sukar diukur tingkat

ketercapaianya pada saat siswa selesai proses belajar mengajarnya di

sekolah. Ketiga, peserta didik di satu pihak sebagai pelanggan yang harus

diberikan pelayanan pendidikan dan pembelajaran terbaik dan di satu sisi

nya sebagai manusia dapat menentukan sendiri pilihan terbaiknya.

Keempat, kepala sekolah dan guru memiliki profesi yang sama yaitu latar

belakang guru. Sistem koordinasi antara kepala sekolah dan guru.

3. Standar Manajemen Mutu Pendidikan

Dalam upaya pelaksanaan manajemen pendidikan sesuai pada

Undang-Undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

20
(SISDIKNAS) sebagai substansi dari Undang-undang SISDIKNAS

tersebut terdapat visi yakni terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata

sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga

Negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga

mampu menjawab tantangan zaman.

Berdasarkan UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan

Nasional pada BAB IX menjelaskan bahwa Standar Pendidikan Nasional

yaitu: standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar

tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan,

standar pembiayaan dan standar penilaian pendidikan yang harus

ditingkatkan secara terencana dan berkala.

Yusuf (2008: 21) menjelaskan bahwa pada proses pendidikan, mutu

pendidikan berkaitan dengan bahan ajar, metodologi, sarana dan prasarana,

ketenagaan, pembiayaan,lingkungan dan sebagainya. Namun pada hasil

pendidikan, mutu berkaitan dengan prestasi yang dicapai sekolah dalam

kurun waktu tertentu yang dapat berupa tes kemampuan akademi, seperti

ulangan umum, raport,ujian nasional, dan prestasi non akademi seperti

dibidang olahraga, seni atau keterampilan. Standar mutu pendidikan

pengacu pada:

a. Mutu masukan dapat dilihat dari kondisi baik atau tidaknya masukan

sumber daya manusia, seperti kepala sekolah, guru, laboran, staf, dan

siswa. Memenuhi atau tidaknya kriteria masukan material berupa alat

peraga, buku-buku, kurikulum, sarana prasarana, dan lain-lain.

21
Memenuhi atau tidaknya perangkat lunak pendidikan, seperti peraturan,

instruktur organisasi dan deskripsi kerja. Mutu masukan yang berupa

harapan, seperti visi, motivasi, ketekunan serta cita-cita.

b. Mutu proses meliputi kemampuan sumber daya sekolah

mentrasformasikan multi jenis masukan dan situasi untuk mencapai

derajat nilai tambah tertentu bagi siswa. Seperti, kesehatan, kedisiplinan,

kepuasan, keakraban, dan lain-lain

c. Mutu keluaran, yakni hasil pendidikan di pandang bermutu jika mampu

melahirkan keunggulan akademi (nilai) dan ekstrakurikuler (aneka jenis

keterampilan) pada peserta didik yang dinyatakan lulus untuk satu

jenjang pendidikan atau menyelesaikan program pembelajaran tertentu,

(Danim: 2008: 53).

Berdasarkan langkah-langkah yang dilakukan dengan menggunakan

totatl Quality Management (TGM) dalam pendidikan, maka standar mutu

pendidikan tidak terlepas dari 8 standar pendidikan yang dituangkan dalam

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005 Standar Nasional

pendidikan (SNP). Standar yang dimaksud meliputi:

a. Standar kompetensi lulusan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang

mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

b. Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang

dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi

bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang

22
harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan

tertentu.

c. Standar proses adalah SNP yang terkait langsung atau tidak langsung

dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk

mencapai standar kompetensi lulusan.

d. Standar guru dan tenaga kependidikan adalah kriteria pendidikan

prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam

jabatan.

e. Standar sarana dan prasarana adalah SNP yang terkait langsung atau

tidak langsung dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat

berolah raga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel

kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber

belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran,

termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.

f. Standar pengelolaan adalah SNP yang terkait langsung atau tidak

langsung dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan atau

kepenyediaan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan,

kabupaten/ kota, provinsi, atau nasional agar tercapai efisiensi dan

efektivitas penyelenggaraan pendidikan.

g. Standar pembiayaan adalah standar yang mengatur komponen dan

besarnya biaya operasional satuan pendidikan yang berlaku selama satu

tahun.

23
h. Standar penilaian pendidikan adalah SNP yang terkait langsung atau

tidak langsung dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian

hasil belajar peserta didik.

Berdasarkan langkah-langkah peningkatan mutu melalui manajemen

Total Quality Management (TQM) tidak lepas dari delapan standar

pendidikan yaitu: standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses,

standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana,

standar pengelolaan, standar pembiayaan pendidikan, dan standar penilaian

pendidikan. Berdasarkan delapan standar tersebut, maka dapat menerapkan

manajemen Total Quality Management (TQM).

Dari pengertian dan penjelasan tersebut disimpulkan bahwa mutu

pendidikan tidak hanya berada pada unsur masukan (input), tetapi juga

proses, kinerja Sumber Daya Manusia yang mengelola, kreativitas dan

produktivitas mereka, terutama unsur keluaran atau lulusan (output) agar

dapat memuaskan dan memenuhi harapan serta kebutuhan masyarakat

sebagai pelanggan pendidikan. Dengan menggunakan konsep sistem maka

input, proses, dan output yang ada dalam pendidikan memiliki hubungan

yang saling mempengaruhi untuk dapat mencapai kepuasan dan memenuhi

kebutuhan masyarakat.

4. Tujuan Manajemen Mutu Pendidikan

Untuk menjawab berbagai permasalahan yang ada di lingkungan

pendidikan tersebut terletak pada manajemen mutu pendidikan yang akan

memberikan solusi profesional pendidikan untuk menjawab tantangan

24
masa kini dan masa depan. Manajemen mutu pendidikan dapat membentuk

masyarakat responsive terhadap perubahan tuntutan masyarakat di era

globalisai ini. Manajemen mutu pendidikan juga dapat membentuk sekolah

yang tanggap dan mampu merespon perubahan yang terjadi dalam

pendidikan demi memberikan kepuasan kepada stakeholder (Tjipto, 1995:

24).

Husaini Usman (2009: 572) menyatakan bahwa agar dapat

menerapkan manajemen mutu pendidikan dengan baik tentunya diperlukan

prinsip-prinsip dan komponen yang harus ada sehingga nantina manajemen

mutu pendidikan dapat diukur berhasil atau tidaknya melalui:

a. Kepuasaan pelanggan: Pendidikan harus memberikan pelayanan kepada

pelanggannya, dimana yang dimaksud dengan pelanggan pendidikan ini

meliputi pelanggan internal dan pelanggan ekternal. Pelanggan internal

adalah siswa, guru dan staf tata usaha, sedangkan pelanggan ekternal

adalah orangtua siswa, pemerintah dan masyarakat termasuk komite

sekolah.

b. Respek terhadap semua orang: Jadi semua orang yang ada di sekolah

dianggap memiliki potensi, sehingga setiap orang yang ada di organisasi

diperlakukan dengan sebaik-baiknya dan diberi kesempatan untuk

berprestasi, berkarir dan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.

c. Kepemimpinan (Leadership).

25
d. Perbaikan terus-menerus, agar sukses sekolah atau madrasah harus

berusaha untuk melakukan proses sistematis dalam melakukan

perbaikan secara berkesinambungan.

Arcaro (2005: 76) berpendapat bahwa erdapat beberapa tujuan

manajemen mutu pendidikan sebagai berikut:

a. Untuk memelihara dan meningkatkan kualitas secara berkelanjutan

(sustainable) yang dijalankan secara sistemik untuk memenuhi

kebutuhan stakeholders. Pencapaian ini membutuhkan sebuah

manajemen yang efektif agar tujuan tersebut tidak mengecewakan bagi

para pelanggan atau masyarakat. Karena itu lembaga pendidikan harus

mengambil peran aktif mewujudkan keinginan stakeholders.

b. Memperoleh masukan agar konsep manajemen ini dapat

diimplementasikan dengan mudah dan sesuai dengan kondisi

lingkungan Indonesia yang memiliki keragaman kultur, sosial ekonomi

masyarakat dan kompleksitas geografis.

c. Menggalang kesadaran bahwa peningkatan mutu manajemen merupakan

tanggung jawab semua komponen masyarakat, dengan fokus

peningkatan mutu yang berkelanjutan pada tataran lembaga pendidikan.

d. Membangun manajemen mutu pendidikan harus menjadi agenda dan

kerja nyata untuk meningkatkan kualitas pendidikan dengan visi dan

misi baru.

Masyarakat selalu menilai suatu keberhasilan secara umum dari

penerapan manajemen mutu pendidikan melalui angka hasil ujian atau

26
bagaimana cara para siswa atau alumni mengaplikasikan ilmu yang telah

mereka peroleh dibangku sekolah terhadap lingkungan masyarakat seperti

kemampuan kognitif, psikomotorik, afektik serta tingkah laku mereka.

Dalam artian, masyarakat membutuhkan bukti nyata untuk membuktikan

bahwa pendidikan yang para siswa atau alumni tersebut dapatkan, memang

menghasilkan mutu yang baik dan berguna untuk masyarakat.

Secara umum dapat dijelaskan bahwa tujuan manajemen pendidikan,

adalah menyediakan dasar konseptual dengan mendefinisikan manajemen

dengan mengimplementasikannya dalam kegiatan pendidikan. Penyediaan

dasar konseptual ini untuk membentuk pemahaman dan memiliki

ketrampilan dalam bidang administrasi pendidikan. Pemahaman dan

ketrampilan ini perlu dimiliki, untuk menunjang efektifitas dan efisiensi

tugasnya sebagai pengambil kebijakan pendidikan, guru atau pimpinan

sekolah, dengan memahami kebutuhan-kebutuhan sekolah yang harus

disediakan oleh pemerintah, penyelenggaraan program sekolah, dan

bagaimana sekolah itu dikelola sampai pada batas kualitas yang ditentukan.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan

pokok mempelajari manajemen pendidikan adalah untuk memperoleh cara,

teknik, metode yang digunakan sebaik-baiknya sehingga sumber-sumber

yang terbatas (seperti: tenaga, biaya dll) dapat dimanfaatkan secara efektif,

efesien dan produktif untuk mencapai tujuan pendidikan.

27
B. Mutu Sekolah

1. Pengertian Mutu Sekolah

Sekolah atau lembaga pendidikan lainnya termasuk perguruan tinggi

dipandang oleh masyarakat sebagai lembaga yang memproduksi atau

menjual jasa kepada para pelanggannya. Pelanggan pendidikan tersebut

meliputi pelanggan internal dan pelanggan eksternal. Pelanggan internal

adalah pengajar atau guru dan tenaga administratif, sedangkan pelanggan

eksternal dipilah-pilah menjadi pelanggan primer, sekunder dan tersier.

Pelanggan eksternal primer sekolah adalah peserta didik, pelanggan

sekundernya adalah pemerintah, orang tua atau masyarakat yang

membiayai pendidikan, dan pelanggan tersier adalah lembaga pendidikan

pada jenjang berikutnya atau para pemakai lulusan (Mohammad Ali, 2007:

346). Konsep ini menunjukkan bahwa mutu sekolah ditentukan dari sejauh

mana para pelanggan baik internal maupun eksternal itu merasa puas

terhadap layanan yang diberikan oleh sekolah tersebut. Hal ini berarti

bahwa sekolah bermutu adalah sekolah yang memberikan pelaksanaan

pendidikannya atau pelayanan sesuai atau melebihi harapan dan kepuasan

para pelangganya dalam berbagai kategori tersebut.

Terdapat beberapa definisi kriteria penilaian dalam menilai mutu

suatu sekolah seperti hasil belajar, pembelajaran, materi pembelajaran dan

pengelolaan. Pada hasil belajar dapat dipandang sebagai dimensi keluaran

atau output, sedangkan pengelolaan dan pembelajaran dapat dipandang

sebagai dimensi proses, sementara itu bahan pembelajaran merupakan

28
sebuah dimensi masukan atau input. Semua dimensi tersebut akan menjadi

faktor penting dalam melakukan penilaian terhadap mutu suatu sekolah.

Sekolah bermutu adalah lembaga yang mampu memberi layanan yang

sesuai atau melebihi harapan guru, karyawan, peserta didik, penyandang

dana (orang tua, masyarakat dan pemerintah), dan pemakai lulusan

(lembaga pendidikan pada jenjang di atasnya atau dunia kerja)

(Mohammad Ali, 2007: 346).

Secara historis, sekolah merupakan lembaga pendidikan modern yang

dikembangkan untuk membantu keluarga dan masyarakat dalam memenuhi

kebutuhan pendidikan. Keluarga dan masyarakat menaruh harapan mereka

terhadap sekolah, sekolah dipercaya dapat menyediakan layanan

pendidikan yang tidak mungkin semua hal diperoleh dari lingkungan

sekitar agar para generasi muda dapat memiliki kemampuan-kemampuan

yang dibutuhkan dalam menjalani kehidupan sebagai anggota masyarakat.

Dalam konteks pendidikan di Indonesia, fungsi sekolah adalah membantu

setiap peserta didik untuk memperoleh dan mengembangkan kompetensi-

kompetensi yang terkait dengan a) moralitas (keagamaan), b) akademik, c)

vokasional (ekonomik), dan d) sosial- pribadi (Mohammad Ali, 2007:

360).

Atas dasar tersebut, mutu sekolah dapat dielaborasi sebagai berikut

kurikulum/proses belajar mengajar, manajemen sekolah,

organisasi/kelembagaan sekolah, sarana dan prasarana, ketenagaan,

pembiayaan, peserta didik/siswa, peran serta masyarakat dan

29
lingkungan/kultur sekolah. Dalam konteks penilaian mutu, sifat-sifat dari

semua dimensi dapat dipandang sebagai komponen penilaian mutu

sekolah. Atas dasar tersebut, maka pengelompokan dimensi berdasarkan

komponen penilaian mutu tersebut adalah:

a. Sumber daya pendukung, meliputi dimensi tenaga (guru dan staf

administasi), pembiayaan, sarana dan prasarana.

b. Kegiatan atau layanan pendukung, meliputi dimensi pembinaan

organisasi dan kelembagaan sekolah, pembinaan peran serta

masyarakat.

c. Kepemimpinan dan manajemen sekolah, meliputi dimensi

kepemimpinan kepala sekolah, manajemen sekolah.

Kegiatan atau layanan inti, meliputi dimensi implementasi kurikulum

dan proses belajar mengajar, penciptaan lingkungan/kultur sekolah serta

hasil pendidikan sekolah yang meliputi dimensi kompetensi peserta didik

(moralitas, akademik, vokasional dan sosial-pribadi) (Mohammad Ali,

2007: 362).

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa mutu

sekolah adalah tujuan yang akan dicapai melalui peroses secara sistematis

yang terus menerus meningkatkan kualitas proses belajar mengajar dan

faktor-faktor yang berkaitan dengan hal tersebut, dengan tujuan agar

menjadi target sekolah dapat dicapai dengan lebih efektif dan efisien.

30
D. Manajemen Mutu Lulusan

1. Pengertian Mutu Lulusan

Dalam dunia pendidikan Mutu atau kualitas merupakan sebuah

gambaran dan karakteristik secara menyeluruh dari barang atau jasa untuk

menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang

diharapkan atau yang tersirat. Pengertian mutu dalam konteks pendidikan

mencakup input, proses dan output pendidikan. Input pendidikan

merupakan sesuatu yang penting dimana segala hal harus tersedia karena

pada saat berlangsungnya proses akan sangat mempengaruhi hasilnya.

Maka dari itu, tinggi rendahnya mutu input dapat diukur dari seberapa

besar tingkat kesiapan input tersebut. Semakin tinggi tingkat kesiapan

input, maka akan semakin tinggi pula mutu input tersebut. Oleh sebab

perencanaan secara matang dalam mencapai mutu pendidikan sangat

diperlukan apabila ingin mencapai tujuannya.

Perencanaan strategi yang matang sebelum tahap pelaksanaannya

sangat diperlukan karena dapat meningkatkan suatu mutu. Sallis (2015)

mengemukan bahwa mutu adalah sesuatu yang memuaskan dan melampaui

kebutuhan pelanggan. Defenisi ini disebut juga dengan istilah mutu sesuai

persepsi “quality in perception”. Artinya, pada akhirnya yang mengambil

keputusan bahwa suatu mutu memiliki nilai baik atau tidak ada pada para

pelanggan.

Seperti pernyataan Ihsana (2017: 1) belajar merupakan akibat adanya

interaksi antara stimulus dan respons. Seseorang dianggap telah belajar

31
sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilaku nya. Teori tersebut

dapat diartikan bahwa belajar merupakan hal penting dimana stimulus

berarti sebuah input dan respons yang berarti sebuah output. Kemudian

dapat disimpulkan bahwa belajar adalah sebagai bentuk dari sebuah usaha

sadar yang dilakukan oleh setiap individu untuk perubahan tingkah laku

baik dengan melalui latihan ataupun dengan melalui pengalaman yang

menyangkut aspek kognitif, afektif dan psikomotor untuk memperoleh

tujuan tertentu.

Dalam melaksanakan proses input tersebut kepala sekolah, guru,

siswa, kurikulum dan lainnya memiliki peran yang harus seimbang dan

harmonis agar menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan

sehingga terciptalah motivasi serta minat belajar para peserta didik.

Dengan strategi dan koordinasi yang tepat sebuah proses dikatakan

bermutu tinggi. Namun pada akhirnya sesuatu yang bermutu tinggi dalam

pendidikan dinilai saat lulusan berlangsung hingga setelahnya, manfaat

seperti apa yang diberikan untuk kepada keluarga, lingkungan masyarakat

dan tentunya bagi diri mereka sendiri.

Umumnya outcome pendidikan sekolah dasar dan menengah adalah

siswa dapat melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi.

Sedangkan beberapa siswa yang tidak dapat melanjutkan sekolah memilih

mencari nafkah dengan bekerja kepada orang lain atau mandiri, tidak

sedikit pula dari mereka yang berhasil hidup layak, dapat bersosialisasi dan

bermasyarakat meskipun tidak melanjutkan pendidikan di bangku sekolah.

32
Dalam artian institusi, pendidikan dapat dikatakan berkualitas, jika

institusi pendidikan itu mencapai tingkat produktivitas tertentu.

Produktivitas mengandung arti efektivitas dan efisiensi. Pendidikan tinggi

dapat dikatakan berkualitas jika produk pendidikan dapat langsung diserap

oleh pemakai lulusan itu, sebagai sisi lain dari upaya melihat kualitas

pendidikan. Namun demikian, kualitas pendidikan tidak hanya dilihat

secara ekonomis. Pendidikan juga membentuk manusia yang bertaqwa

kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki kepribadian dan semangat

kebangsaan, cinta tanah air dan seterusnya, yang pada akhirnya dapat

membangun diri sendiri.

Dalam konsep mutu lulusan mengacu pada Standar Nasional

pendidikan (NSP) yang di dalamnya terdapat indikator mutu berikut

penjabaran yang dapat dijadikan kriteria penilaian penilaian mutu atau

kualitas sekolah. Seperti misalnya dalam Standar Kompetensi Lulusan

(SKL) terdapat pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan peserta

didik. Hal-hal yang diatur dalam SKL mencakup standar kompetensi

lulusan minimal satuan pendidikan, standar kompetensi lulusan minimal

kelompok mata pelajaran, dan standar kompetensi lulusan minimal mata

pelajaran. Disamping itu di dalam SKL juga terdapat indikator mutu yang

dibagi dalam kompetensi pengetahuan, keterampilan, serta sikap.

Pemenuhan dari indikator tersebut yang nantinya dijadikan dasar penilaian

untuk penilaian mutu sebuah sekolah.

33
2. Konsep Mutu Lulusan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, mutu adalah “ukuran baik

buruk suatu benda; kadar; taraf atau derajat (kepandaian, kecerdasan, dan

sebagainya), kualitas.” Secara terminologi, istilah mutu memiliki

pengertian yang cukup beragam, mengandung banyak tafsir dan

bertentangan. Hal ini disebabkan karena tidak ada ukuran yang baku

tentang mutu itu sendiri. Mutu adalah konsep yang kompleks yang telah

menjadi salah satu daya tarik dalam semua teori manajemen.

Dalam konteks pendidikan, apabila seseorang mengatakan sekolah

itu bermutu, dapat diartikan bahwa penilaian tersebut berdasarkan lulusan

yang dihasilkan oleh sekolah yang dimaksud, memiliki guru yang

berkualitas baik, gedung yang baik, dan lain sebagainya. Pendidikan yang

bermutu adalah pendidikan yang menghasilkan lulusan yang sesuai

kebutuhan atau sesuai dengan harapan masyarakat.

Prestasi yang telah dicapai atau hasil pencapaian siswa dapat berupa

hasil test kemampuan akademik misalnya ulangan umum dan ujian

nasional. Tetapi bisa juga dinilai melalui prestasi di bidang lain seperti

prestasi pada cabang olah raga, seni atau keterampilan tambahan tertentu

seperti komputer, beragam jenis teknik dan jasa. Di suatu sisi mutu dapat

dipahami sebagai konsep absolut dan pada sisi lain dapat di pahami sebagai

konsep yang bersifat relatif (Widodo, 2011).

34
a. Konsep Absolut

Mutu sebagai konsep absolut memungkinkan kepala sekolah

untuk merumuskan standar maksimal, yang pada kenyataannya akan

sulit untuk direalisasikan. Dalam pemahaman seperti ini, kepala sekolah

akan berpikir bahwa sekolah yang dipimpin harus dapat menjadi

sekolah unggulan baik bertaraf nasional maupun internasional. Mutu

akan menjadi simbol status bagi pelanggan internal maupun pelanggan

eksternal, sehingga stakeholder/pemilik akan merasa bangga dan merasa

puas, khususnya bagi orang tua peserta didik.

b. Konsep Relatif

Mutu sebagai konsep relatif, sangat mengikuti keinginan

pelanggan. Mutu ditentukan oleh spesifikasi standar yang telah

ditetapkan dan selalu disesuaikan dengan kebutuhan pelanggan. Mutu

pada kondisi sekarang belum tentu menjadi ukuran mutu di masa yang

akan datang. Kepala sekolah harus bisa merancang kebutuhan masa

depan dengan visi dan misi sekolah yang menantang. Untuk itu sekolah

harus merumuskan program-programnya terlebih dahulu dengan

kejelasan target yang akan dicapai.

Setiap orang yang berperan penting dalam dunia pendidikan

menyadari bahwa kualitas mutu merupakan suatu keharusan yang harus

mereka raih sebaik mungkin dan menyampaikannya pada peserta didik.

Salis (2006) mengatakan sesungguhnya, ada banyak sumber mutu dalam

pendidikan, misalnya gedung yang bagus, guru yang terkemuka, nilai

35
moral yang tinggi, hasil ujian yang memuaskan, spesialisasi atau kejuruan,

dorongan orang tua, bisnis dan komunikasi lokal, sumber daya yang

melimpah, aplikasi teknologi mutakhir, kepemimpinan yang baik dan

efektif, perhatian terhadap pelajar dan anak didik, kurikulum yang

memadai, atau juga kombinasi dari faktor-faktor tersebut.

Mansur dan Mahfud (2005) bahwa setidaknya ada tiga indikator

utama yang dapat menentukan tinggi rendahnya kualitas pendidikan, yaitu:

1. Dana pendidikan, 2. Kelulusan pendidikan, dan 3. Prestasi yang dicapai

dalam membaca komprehensif. Pertama, pendidikan yang berkualitas tidak

mungkin dicapai tanpa dana yang cukup. Kedua, pendidikan yang

berkualitas cenderung dapat menghasilkan angka kelulusan yang cukup

tinggi. Tentu saja kriteria kelulusan ini dengan angka yang sudah

distandarkan. Ketiga, kemampuan membaca komprehensif di negara

berkembang cenderung lebih rendah daripada di negara maju, hal ini

disebabkan kebiasaan anak-anak menghafal dalam belajar.

Lebih lanjut Mansur (2008) merumuskan bahwa kualitas pendidikan

dapat dilihat dari segi proses dan produknya. Pertama, suatu pendididkan

disebut bermutu dilihat dari segi proses, juga sangat dipengaruhi ole

kualitas masukannya atau disebut input. Proses belajar mengajar dapat

dikatakan efektif, apabila selama proses pembelajaran berlangsung, peserta

didik mengalami proses pembelajaran yang bermakna. Kedua, pendidikan

disebut berkualitas dari segi produk, jika peserta didik menunjukkan ciri-

ciri di antaranya penguasaan yang tinggi teradap tugas-tugas belajar, hasil

36
pendidikannya sesuai atau relevan dengan tuntutan lingkungan, khususnya

dunia kerja.

Menurut Nurdin (2015) menyatakan bahwa ada beberapa indikator

pendidikan yang bermutu antara lain:

a. Hasil akhir pendidikan merupakan tujuan akhir pendidikan. Dari hasil

tersebut diharapkan para lulusannya dapat memenuhi tuntutan

masyarakat bila ia bekerja atau melanjutkan studi ke lembaga

pendidikan yang lebih tinggi.

b. Hasil langsung pendidikan berupa; (a)pengetahuan, (b)sikap, dan

(c)keterampilan. Hasil inilah yang sering digunakan sebagai kriteria

keberhasilan pendidikan.

c. Proses pendidikan merupakan interaksi antara raw input, instrumental

input, dan lingkungan, untuk mencapai tujuan pendidikan. Pada proses

ini, tidak berbicara mengenai wujud gedung sekolah dan alat-alat

perlajaran, akan tetapi bagaimana mempergunakan gedung dan fasilitas

lainnya agar siswa dapat belajar dengan baik.

d. Instrumental input terdiri dari tujuan pendidikan, kurikulum, fasilitas

dan media pendidikan, sistem administrasi pendidikan, guru, sistem

penyampaian, evaluasi, serta bimbingan dan penyuluhan. Instrumental

input tersebut harus dapat berinteraksi dengan raw input (siswa) dalam

proses pendidikan.

e. Raw input dan lingkungan, juga mempengaruhi kualitas mutu

pendidikan.

37
3. Proses Manajemen Mutu Lulusan

Proses pada manajemen mutu lulusan sangat berarti dalam

menghasilkan ouput yang berkualitas. Dengan demikian sekolah harus

membuat aturan dan target yang akan mereka capai pada setiap tahunnya

secara jelas. Berbagai input dan proses harus selalu mengacu pada mutu

hasil (output) yang ingin dicapai. Engkoswara & Komariah (2010: 75)

menjelaskan bahwa pencapaian mutu dalam proses pendidikan dapat

digambarkan sebagai berikut:

Input Proses
Output

a. Perencanaan Proses Prestasi


dan evalusasi Belajar Peserta
b. Kurikulum Mengajar Didik
c. Ketenagaan
d. Fasilitas
e. Keuangan
f. Kesiswaan
g. Hub. Sekolah
h. Hub.masyarakat
i. Iklim sekolah

Gambar 1. proses pendidikan

Menurut Hari Sudrajad sebagaimana disampaikan oleh Fathurahman

(2012) bahwa pendidikan yang bermutu adalah pendidikan yang mampu

menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan atau kompetensi, baik

kompetensi akademik maupun kompetensi kejuruan yang dilandasi oleh

38
kompetensi personal dan sosial, yang secara menyeluruh disebut kecakapan

hidup (life skill).

Sejalan dengan proses pendidikan di atas, Shaleh sebagaimana ditulis

oleh Fathurrahman menggambarkan diagram ruang lingkup proses

peningkatan mutu sebagai berikut:

Instrumental Input
Kurikulum, Guru, Staf, Media, Sumber Belajar

INPUT PROSES OUTPUT


Bimbingan
Pembelajaran

ENVIRONMENTAL OUTPUT
Lingkungan Fisik Sekolah, Iklim Sosial, Budaya Religi, Lingkungan
Masyarakat

Gambar.2. proses pendidikan

Sebuah sistem pendidikan dapat difungsikan dan dikembangkan

bila dipahami secara mendalam, mengenali serta mengkaji setiap

permasalahan, kelemahan dalam mencapai tujuan secara efektik dan

efisien. P.H. Coombs (1968) menggambarkan sistem pendidikan, sebagai

berikut:

39
PROSES PENDIDIKAN
1. Tujuan dan prioritas
2. siswa/Peserta didik
3. Manajemen
4. Struktur dan jadwal
5. Isi
MASUKAN 6. Guru/Pendidik HASIL
SUMBER 7. Alat bantu belajar PENDIDIKA
8. Fasilitas N
9. Teknologi
10. Pengawasan mutu
11. Penelitian
12. Biaya

Gambar.3. Komponen Pokok Sistem Pendidikan

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan faktor-faktor penting yang

terlibat dalam mempengaruhi proses manajemen mutu lulusan, yaitu:

a. Kepala Sekolah

Sukses tidaknya pendidikan dan pembelajaran di sekolah sangat

dipengaruhi oleh kemampuan kepala sekolah dalam mengelola setiap

komponen sekolah. Melalui proses interaksi berkualitas yang dinamis

antara kepala sekolah, guru, tenaga administrasi, dan peserta didik

memainkan peran sangat penting, terutama dalam penyesuaian berbagai

aktivitas sekolah dengan tuntutan globalisasi, perubahan masyarakat,

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tuntutan situasi,

kondisi dan lingkungannya Mulyasa (2017). Sehingga hal tersebut

memungkinkan terciptanya interaksi yang berkualitas antara kepala sekolah

dan semua yang berkaitan dengan sekolah.

40
b. Guru

Dalam UU RI, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang

Sistem Pendidikan Nasional. Guru sebagai pendidik merupakan tenaga

profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses

pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan bimbingan dan

pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat,

terutama bagi para pendidik di jenjang pendidikan tinggi. Guru yang

professional adalah guru yang mampu memberikan serta menampilkan ide

secara utuh sebagai seorang pendidik.

Guru harus memiliki kompetensi tertentu yang berkaitan dengan

tugas profesionalnya, yaitu:

1) Kompetensi Pedagogik

Seorang guru adalah sekaligus sebagai pendidik. Oleh karena itu

guru yang profesional harus memiliki bekal ilmu pengetahuan yang

memadai dalam hal pedagogik atau ilmu pendidikan. Pada penjelasan

PP No. 19/2005 ditegaskan, bahwa yang dimaksud dengan kompetensi

pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peseta didik

yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan

pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan

peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang

dimilikinya.

41
2) Kompetensi Kepribadian (Personal)

Pada bagian penjelasan PP No. 19/2005 ditegaskan, bahwa yang

dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah kemampuan

kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi

teladan yang baik bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Memiliki

kompetensi personal artinya memiliki sikap kepribadian yang mantap,

jujur, adil dan penuh dedikasi, sehingga mampu menjadi contoh bagi

peserta didik. Dalam kata lain memiliki kepribadian yang patut

diteladani, sehingga mampu melaksanakan kepemimpinan yang baik

dalam kegiatan belajar mengajar.

3) Kompetensi Sosial

Kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik sebagai bagian

dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan

peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali

peserta didik, dan masyarakat sekitar. Memiliki kompetensi sosial

artinya ia menunjukkan kemampuan berkomunikasi sosial yang baik,

memiliki seni pergaulan yang baik, baik pergaulan dengan murid-

muridnya, maupun dengan sesama guru dan dengan kepala sekolah,

bahkan dengan masyarakat luas. Maksudnya adalah setiap guru dituntut

agar memiliki kemampuan beradaptasi dengan cepat sehingga dapat

dengan mudah menyesuaikan diri dalam kondisi apapun saat melayani

masyarakat.

42
4) Kompetensi Profesional

Pada bagian penjelasan PP No. 19/2005 ditegaskan, bahwa yang

dimaksud dengan kompetensi profesional adalah kemampuan

penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang

memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar

kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan.

Memiliki kompetensi profesional artinya ia memiliki pengetahuan dan

keterampilan yang luas, baik dalam kaitan dengan bidang studi/mata

pelajaran yang akan diajarkan beserta penunjangnya, metodologi

pengajarannya, dan dapat mengevaluasi dan mengembangkan materi

yang baik (Mahsyud, 2014).

c. Peran Guru dalam Proses Pembelajaran

Guru merupakan salah satu variabel input yang sangat berpengaruh

terhadap pencapaian mutu pembelajaran. Proses pembelajaran akan

menunjukkan hasil yang berkualitas tinggi apabila didukung oleh segala

input termasuk kinerja guru yang maksimal dalam kegiatan pembelajaran.

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional, pasal 1 angka 1 menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha

sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan

dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

43
Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016, Lampiran Tentang Standar

Proses Pendidikan Dasar dan Menengah, Proses Pembelajaran pada satuan

pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,

menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta

memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian

sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis

peserta didik. Untuk itu setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan

pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran serta penilaian proses

pembelajaran untuk meningkatakan efisiensi dan efektivitas ketercapaian

kompetensi lulusan.

Peranan guru dalam proses pembelajaran yaitu merencanakan

pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran, dan menilai hasil

pembelajaran.

d. Perencanaan Pembelajaran

Perlunya perencanaan pembelajaaran dimaksudkan agar dapat

dicapai berbaikan pembelajaran. Uno (2016) Upaya perbaikan

pembelajaran ini dilakukan dengan asumsi:

1) Untuk memperbaiki kualitas pembelajaran perlu diawali dengan

perencanaan pembelajaran yang diwujudkan dengan adanya desain

pembelajran;

2) Untuk merancang suatu pembelajaran perlu menggunakan pendekatan

sistem;

44
3) Perencanaan desain pembelajaran diacukan pada bagaimana seseorang

belajar;

4) Untuk merencanakan suatu desain pembelajaran diacukan pada siswa

secara perorangan;

5) Pembelajaran yang dilakukan akan bermuara pada ketercapaian tujuan

pembelajaran, dalam hal ini akan ada tujuan langsung pembelajaran, dan

tujuan pengiring pembelajaran;

6) Sasaran akhir dari perencanaan desain pembelajaran adalah mudahnya

siswa untuk belajar;

7) Perencanaan pembelajaran harus melibatkan semua variabel

pembelajaran;

8) Inti dari desain pembelajaran yang dibuat adalah penetapan metode

pembelajaran yang optimal untuk mencapai tujuan yang telah

ditetapkan.

Perencanaan pembelajaran dirancang dalam bentuk Silabus dan

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang mengacu pada Standar Isi.

Perencanaan Pembelajaran meliputi penyusunan rencana pelaksanaan

pembelajaran dan penyiapan media dan sumber belajar, perangkat

penilaian pembelajaran, dan skenario pembelajaran. Permendikbud Nomor

22 Tahun 2016, Penyusunan silabus dan RPP disesuaikan pendekatan

pembelajaran yang digunakan.

45
1) Silabus

Silabus merupakan acuan penyusunan kerangka pembelajaran

untuk setiap bahan kajian mata pelajaran. Silabus paling sedikit

memuat:

a) Identitas mata pelajaran (khusus SMP/MTs/SMPLB/Paket B dan

SMA/MA/SMALB/SMK/MAK/PaketC/PaketC Kejuruan);

b) Identitas sekolah meliputi nama satuan pendidikan dan kelas;

c) Kompetensi inti, merupakan gambaran secara kategorial mengenai

kompetensi dalam aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang

harus dipelajari pesera didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan

mata pelajaran;

d) Kompetensi dasar, merupakan kemampuan spesifik yang mencakup

sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang terkait muatan atau matak

pelajaran;

e) Tema (khusus SD/MI/SDLB/Paket A);

f) Materi pokok; memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang

relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuaidengan rumusan

indikator pencapaian kompetensi;

g) Pembelajaran, yaitu kegiatan yang dilakuakn oleh pendidik dan

peserta didik untuk mencapai kompeensi yang diharapkan;

h) Penilaian, merupakan proses pengumpulan dan pengolahan informasi

untuk menentukan pencpaian hasil belajar peserta didik;

46
i) Alokasi waktu sesuai dengan jumlah jam pelajaran dalam struktur

kurikulum untuk satu semester atau satu tahun; dan

j) Sumber belajar, dapat berupa buku, media cetak dan elektronik, alam

sekitar atau sumber belajar lain yang relevan.

2.) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adaah rencana kegiatan

pembelajaran tatap muka untuk satu pertemuan atau lebih. RPP

dikembangakan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan pembelajaran

peserta didik dalam upaya mencapai Kompetensi Dasa (KD). Setiap

pendidik pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara

lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif,

inspiratif, menyenangkan, menantang, efisien, memotivasi peserta didik

untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi

prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan

perkembangan fisik serta psikologi peserta didik.

RPP disusun berdasarkan KD atau subtema yang dilaksanakan kali

pertemuan atau lebih. Komponen RPP terdiri atas:

a) Identitas sekolah yaitu nama satuan pendidikan;

b) Identitas mata pelajaran atau tema/subtema;

c) Kelas/semeste;

d) Materi Pokok;

47
e) Alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk pencapaian

KD dan beban belajar dengan mempertimbangkan jumlah jam pelajaran

yang tersedia dalam silabus dan KD yang harus dicapai;

f) Tujuan Pembelajaran yang dirumuskan berdasarkan KD, dengan

menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur,

yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan;

g) Kompetensi dasar dan indikator pencapaian kompetensi;

h) Materi pembelajaran, memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang

relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan

indikator ketercapaian kompetensi;

i) Metode pembelajran, digunakan oleh pendidik untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mencapai

KD yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan KD yang

akan dicapai;

j) Media pembelajaran, berupa alat bantu proses pembelajaran untuk

menyampaikan materi pelajaran;

k) Sumber belajar, dapat berupa buku, media cetak dan elektronik, alam

sekitar, atau sumber belajar lain yang relevan;

l) Langkah-langkah pembelajaran dilakukan melalui tahapan pendahuluan,

inti, dan penutup; dan

m) Penilaian hasil pembelajaran.

48
e. Kurikulum

Dalam UU RI, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 menyatakan

bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai

tujuan, isi dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedoman

penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan

tertentu.

1) Kedudukan dan Fungsi Kurikulum

Mutu lulusan, dipengaruhi oleh mutu kegiatan belajar mengajar,

sedangkan mutu kegiatan belajar mengajar ditentukan oleh berbagai

faktor, antara lain input peserta didik, kurikulum, pendidik dan tenaga

kependidikan, sarana prasaranan, dana, manajemen, dan lingkungan

yang saling terkait satu sama lain, yang merupakan subsistem dalam

sistem pembelajaran. Kurikulum mempunyai kedudukan yang sangat

strategis dalam seluruh proses pendidikan.

Kurikulum mengarahkan segala bentuk aktivitas pendidikan demi

tercapainya tujuan pendidikan tertentu. Artinya ciri utama pendidikan

yang ada pada sekolah adalah kurikulum (Widyastono, 2015). Fungsi

kurikulum dalam pendidikan yaitu, mengarahkan guru, kepala sekolah,

pengawas, orang tua, dan peserta didik sesuai dengan peran dan

tugasnya masing-masing.

2) Sarana dan Prasarana Pendidikan

49
3. Standar Mutu Lulusan

Lulusan sebagai output sekolah merupakan bagian darai sistem dalam

manajemen mutu pendidikan. Mutu lulusan tidak dapat dipisahkan dari

contect input, proses, output dan outcome. Untuk itu, mutu lulusan yang

sesuai dengan keinginan pelanggan pendidikan adalah output yang

mempunyai kriteri sebagai outcomes yaitu dapat melanjutkan ke sekolah

yang lebih tinggi dan siap untuk bekerja. Mutu lulusan menurut Immegart

sebagaimana dikutip Widodo dirumuskan dalam bentuk kepentingan yaitu:

(1) Sinergi dengan rumusan tujuan, kepentingan pimpinan sekolah,

ekstekutif, pendukung dan petugas sekolah. (2) Sinergi dengan kepentingan

rumusan pelanggan sekolah.

Pendidikan dikatakan relevan apabila peserta didik menjadi

berkompeten dan mampu memenuhi lapangan pekerjaan. Sehingga kepala

sekolah harus bisa mengelola program sekolah dengan cara

mempertemukan keinginan masyarakat dan kebutuhan peserta didik.

Peserta didik harus mampu menonjolkan potensinya, dan guru dapat

melakukan pembinaan untuk meningkatakan potensi peserta didiknya. Di

sini, guru mempunyai lebih banyak kesempatan untuk mengelola

pembelajaran. Menurut Jenkins (1994), sekolah yang baik adalah sekolah

yang mampu menghasilkan lulusan yang siap dipakai, tingkat kelulusan

peserta didik tinggi, dan banyak lulusan yang melanjutkan pendidikan ke

jenjang yang lebih tinggi.

50
Setelah kurikulum disusun dan direncanakan, langkah selanjutnya

adalah merealisasikan RPP dalam proses pembelajaran, dengan menyusun

standar lulusan per mata pelajaran dan lulusan keseluruhan atau disebut

indikator belajar. Jika indikator itu mencerminkan mutu, mutu itu harus

cukup untuk mewujudkan kompetensi lulusan yang pendidik harapkan

pada mata pelajaran tersebut.

Beberapa hal yang menjadi indikator dalam menentukan dan mencapai

mutu lulusan adalah sebagai berikut:

a. Standar mutu kompetensi lulusan minimal sama dengan standar nasional

pendidikan.

b. Standar kompetensi dan kompetensi dasar yang jelas.

c. Memiliki visi dan misi yang jelas.

d. Target kebijakan mutu sekolah dalam standar isi dan penilaian.

e. Tujuan pendidikan tiap mata pelajaran.

f. Ruang lingkup materi pada tiap mata pelajaran.

g. Deskripsi profil lulusan yang diharapkan dapat terwujud tiap mata

pelajaran.

Hendaknya, setiap mata pelajaran berorientasi dan memberikan

kontribusi mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu bertakwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,

mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung

jawab.

51
Profil mutu lulusan di sekolah/madrasah merupakan komponen

utama yang menunjang mutu lembaga pendidikan. Jadi, prinsip utama agar

semua guru mampu bekerja dengan baik mewujudkan mutu lulusan di

masing-masing mata pelajaran dengan menerapkan standar adalah dengan

adanya target yang terstruktur dengan jelas. Definisi mutu lulusan dapat

dijabarkan sesuai Permendiknas Nomor 78 Tahun 2009, yaitu agar target

mutu lulusan dijabarkan dari standar nasional yang dipadukan dengan cita-

cita sekolah. Penjabaran tersebut dapat dilihat tabel berikut.

Tabel 1. Mutu Lulusan

No Indikator Operasional Target Mutu


Lulusan
1 Mencapai target Kriteria Standar KKM 7,5
Ketuntasan Minimal (KKM)

2 Mencapai target rata-rata Standar Nilai UN 75


nilai UN
3 Mencapai target kelulusan Standar Jumlah Lulus
UN 100%
4 Mencapai target jenjang Target siswa yang
pendidikan atasnya/masuk PT diterima 80%
5 Memiliki potensi yang setara Materi pelajaran yang
dengan negara-negara maju dikuasasi setara dengan
sekolah unggul di
kabupataen/kota,
provinsi, nasional, dan
menjadi pengguna TIK
yang setara dengan
negara maju
6 Memiliki daya saing Lulusan siswa
komparatif dalam menampilkan karya
menampilkan keunggulan kreasi lokal di forum
lokal pada tingat nasional dan lokal, nasional, regional,
internasional dan internasional

52
Peserta didik dinyatakan lulus jika memenuhi standar mutu lulusan

(SKL) yang telah ditetapkan sesuai dengan permendikbud no 20 tahun

2016. Oleh sebab itu mutu atau kualitas yang baik akan terwujud dan

tercipta dimana sekolah atau lembaga tersebut dilihat dari berbagai aspek

yang mempunyai mutu dan kualitas yang baik pula makan akan terwujud

dan menciptakan mutu lulusan yang baik dari mutu atau kualitasnya.

Dengan demikian, definisi mutu lulusan yang jelas membantu semua

pihak menentukan arah dan mengukur harapannya sesuai dengan

kemampuan masing masing pada tiap mata pelajaran. Penentuan target

mutu lulusan dapat dijabarkan dari standar nasional yang dipadukan

dengan cita-cita sekolah Tenaga pendidik, lokasi sekolah, SPP dan uang

gedung, aktivitas ekstra kulikuler favorit, penghargaan yang banyak di

dapat oleh sekolah atas perlombaan dan olimpiade yang di dapat, dan

bermacam-macam kriteria lainya yang dimiliki oleh sekolah.

D. Manajemen Mutu

Kata mutu adalah kualitas. Kata kualitas diadopsi dari bahasa Inggris

yakni Quality. Hal ini dapat kita baca antara lain dalam kalimat Quality

Management yang berarti manajemen kualitas atau manajemen mutu. Total

Quality Management diterjemahkan secara bebas menjadi Manajemen Mutu

Terpadu. Menurut Syafaruddin, (2002: 28) menyatakan bahwa:

Istilah utama yang terkait dengan kajian Total Quality Management (TQM)
ialah continues improvement (perbaikan terus-menerus) dan quality
improvement (perbaikan mutu). Sebagai upaya untuk mengelola perubahan
dalam organisasi, ada beberapa slogan yang diungkapkan, kepuasan

53
pelanggan terpadu, kegagalan nol, proses pengendalian secara statistik,
diagram Ishikawa dan tim perbaikan mutu.

Semua slogan diatas menghadirkan filsafat mutu, program, dan teknik

berbeda yang digunakan oleh berbagai organisasi bisnis, industri dan jasa dalam

upaya pengembangan kultur mutu. Oleh karena itu, manajemen mutu terpadu

merupakan salah satu strategi manajemen untuk menjawab tantangan eksternal

suatu organisasi guna memenuhi kepuasan pelanggan.

Di Indonesia perihal Penjaminan Mutu diatur oleh Peraturan Pemerintah

No.19 /2005, pasal 91 meliputi:

1. Setiap satuan pendidikan pada jalur formal dan nonformal wajib melakukan

penjaminan mutu pendidikan.

2. Penjaminan mutu pendidikan dimaksud pada ayat 1 bertujuan untuk memenuhi

atau melampaui Standar Nasional Pendidikan.

3. Penjaminan mutu pendidikan dilakukan secara bertahap, sistematis dan

terencana dalam suatu program penjaminan mutu yang memiliki target dan

kerangka waktu yang jelas.

Pemerintah melakukan akreditasi pada setiap jenjang dan satuan pendidikan

untuk menentukan kelayakan program atau satuan pendidikan. Apa yang menjadi

esensi akreditasi adalah sebagai bentuk Akuntabilitas Publik yang dilakukan

secara objektif, adil, transparan dengan menggunakan instrumen dan kriteria yang

mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.

1. Komponen Mutu

54
Komponen-komponen mutu merupakan bagian-bagian yang harus ada

dalam upaya untuk mewujudkan mutu. Bagian-bagian ini merupakan

pendukung dan menjadi prasyarat dimilikinya mutu. Menurut Dadang

Suhardan, dkk (2009: 302) mengemukakan beberapa komponen mutu meliputi:

1) Kepemimpinan yang berorientasi pada mutu.


Dalam implementasi TQM sebagai kunci proses manajemen, manajer
puncak berperan sebagai penasehat, guru dan pimpinan.
2) Pendidikan dan Pelatihan (Diklat).
Diklat terkait dengan ketrampilan pokok dan ketrampilan pendukung kedua-
duanya menjadi utama dalam membentuk pegawai yang kompeten.
3) Struktur Pendukung.
Manajer puncak memerlukan dukungan untuk melakukan perubahan yang
dianggap perlu dalam melaksanakan strategi pencapaian mutu. Dukungan
semacam ini mungkin diperoleh dari luar melalui konsultan atau tim mutu,
akan tetapi lebih baik kalau diperoleh dari dalam organisasi itu sendiri
4) Komunikasi
Komunikasi dalam suatu oragnisasi yang berorientasi mutu perlu ditempuh
dengan cara yang bervariasi agar pesan yang dikomunikasikan dapat
tersampaikan secara efektif.
5) Ganjaran dan Pengakuan
6) Jadi pada dasarnya pegawai yang berhasil mencapai mutu tertentu harus
diakui dan diberi ganjaran agar dapat menjadi panutan/contoh bagi pegawai
lainnya.
7) Pengukuran Hasil pengukuran merupakan informasi umpan balik bagi
manajer puncak mengenai kondisi riil bagaimana gambaran proses mutu
yang ada dalam organisasi.

Komponen mutu merupakan bagian dari memenuhi standar sistem

manajemen mutu sesuai kebutuhan dan harapan dalam proses pengelolaan

manajemen organisasi dengan meninjau kienerja organisasi.

D. Penelitian Relevan

Muzakar (2014) dalam penelitian ini berjudul Kinerja Kepala Sekolah

Dalam Meningkatkan Mutu Lulusan Pada Madrasah Tsanawiyah Negeri

Meureubo, menemukan pendapat tentangKinerja kepala sekolah merupakan

55
salah satu upaya kepala sekolah dalam meningkatkan mutu lulusan. Tujuan

penelitian ini untuk mendeskripsikan kinerja kepala sekolah dalam

meningkatkan mutu lulusan pada Madrasan Tsanawiyah Negeri Meureubo.

Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan

kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu teknik observasi,

wawancara, dan studi dokumentasi. Subjek penelitian terdiri dari kepala

sekolah, TU, dan Dewan Guru. Hasil penelitian ini menemukan: a.

Kemampuan kepala sekolah terhadap peningkatan mutu sudah memenuhi

kriteria lulusan karena kepala sekolah telah menjalankan beragam

kemampuan yang dapat menunjang terhadap pencapaian peningkatan mutu

lulusan tersebut, baik kemampuan sebagai pendidik, manager, administrator,

supervisor, leader, maupun innovator. b. Dalam pelaksanaannya tentu saja

memerlukan motivasi (kemauan) kepala sekolah dan semua warga sekolah

untuk mewujudkan kualitas lulusanyang bermutu. c. Kepala sekolah mampu

mengidentifikasi berbagai kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang

dihadapi sekolah, sehingga hal tersebut dapat dijadikan sebagai acuan dalam

pengambilan keputusan yang menyangkut peningkatan mutu lulusan. Dalam

pelaksanaan terebut tentu saja berbagai upaya memerlukan sebuah komitmen

bersama dari semua warga sekolah agar tercapainya mutu lulusan secara

optimal di sekolah tersebut.

Brigitta Putri Atika Tyagita (2015) dalam penelitian yang berjudul

Edupreneur Dalam Meningkatkan Mutu Lulusan SMK, menemukan pendapat

bahwa kajian ini bertujuan untuk menganalisa mutu lulusan SMK (Sekolah

56
Menengah Kejuruan) didunia kerja. Metode yang digunakan dalam penelitian

ini adalah deskriptif dengan menganalisa data lulusan SMK. SMK adalah

suatu pendidikan yang mempersiapkan siswa-siswinya untuk siap terjun

dalam dunia kerja sesuai bidang yang dipelajarinya. Didirikannya SMK

bertujuan untuk mempersiapkan mutu lulusan SMK untuk bekerja sesuai

keahliannya dan mengembangkan keprofesionalitasan. SMK juga bertujuan

untuk menciptakan lulusan yang mampu berdaya saing dan wirausahawan

yang produktif, adipatif, dan kreatif. Dalam mendukung lulusan SMK yang

mampu berwirausaha, maka berikanlah pendidikan kewirausahaan yang

sejalan dengan kurikulum SMK. Pendidikan kewirausahaan ini diterapkan

untuk membangun jiwa wirausaha para siswa SMK dan membantu para siswa

SMK untuk mampu berwirausaha dan tidak lagi tergantung pada perusahaan

tertentu untuk bekerja. Hasil analisis menunjukkan, pendidikan kewirausahaan

yang dilaksanakan di sekolah dirasa masih kurang, sehingga banyak lulusan

SMK yang belum mampu berwirausaha, atau mereka mampu berwirausaha

setelah mereka bekerja beberapa tahun ditemapt usaha. Dari hasil analisis ini

didapatkan beberapa usulan yaitu, pendidikan kewirausahaan di SMK lebih

diperdalam atau diadakannya ekstrakurikuler kewirausahaan yang menunjang

pendidikan kewirausahaan yang ada di sekolah. Selain itu, diberikan

pendidikan tambahan pendidikan pemasaran, sehingga siswa mampu

memasarkan usahanya dengan baik di masyarakat. Selain itu, peran guru juga

berpengaruh terhadap kemandirian siswanya. Sehingga guru juga harus

mendorong dan memotivasi siswa untuk dapat mandiri dan berwirausaha.

57
Maulana, dkk (2019) dalam penelitian yang berjudul strategi

peningkatan mutu lulusan madrasah menggunakan diagram fishbone yang

mana tujuan dari penelitian ini yakni 1) menganalisis faktor apa yang menjadi

akar masalah dalam peningkatan mutu lulusan madrasah, dan 2) mengetahui

strategi dalam peningkatan mutu lulusan di MA Muhammadiyah 1 Plus

Malang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif.

Penelitian ini dilakukan di MA Muhammadiyah 1 Plus Malang. Penelitian ini

dalam pengumpulan data menggunakan teknik wawancara, studi dokumentasi

dan observasi. Hasil Penelitian ini yakni 1) Faktor penyebab rendahnya mutu

lulusan madrasah yakni material, tools (sarana dan prasarana), metode

pembelajaran, dan man (sumber daya manusia); dan 2) Strategi yang

dirumuskan untuk peningkatan mutu lulusan di MA Muhammadiyah 1 Plus

Malang adalah, pengadaan pelatihan pembuatan bahan ajar dan media

pembelajaran, pengaturan waktu kegiatan belajar dan menjajar dengan tepat,

pemanfaatan ruangan perpustakaan untuk pembelajaran, pengadaan dan

perbaikan alat peraga yang rusak, pemaksimalan penggunaan wifi madrasah,

pengadaan pelatihan guru untuk mengembangkan metode pembelajaran yang

variatif dan sesuai kebutuhan siswa, pengadaan pelatihan pada jam luang yang

dipandu oleh guru yang sudah menguasai teknologi informasi, dan pengadaan

pelatihan guru untuk pengembangan silabus.

D. Kerangka Pikir

Manajemen mutu lulusan adalah pengordinasian dan sumber daya yang

dilakukan oleh sekolah melalui sejumlah input manajemen yang akan

58
berpengaruh terhadap mutu lulusan. Sumber daya sekolah yang dimaksud

tidak harus berupa barang, tetapi dapat juga berupa perangkat dan harapan-

harapan sebagai pemandu bagi berlangsungnya manajemen mutu lulusan.

Mutu lulusan yang baik bergantung dari input dan proses sehingga

menghasilkan ouput yang baik, demikian juga input pada SMP Negeri 8

Yogyakarta dan SMP Muhammadiyah 3 Depok Yogyakarta yang meliputi

kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana dan sumber

dana. Penyelenggaraan kegiatan-kegiatan dengan cara memaksimalkan semua

tenaga pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana sekolah

serta semua warga yang perduli terhadap pendidikan di sekitar sekolah

dalam rangka mencapai prestasi sekolah sebagai bentuk output yang

diharapkan.

Proses dalam implementasi manajemen mutu lulusan merupakan

sesuatu yang berpengaruh terhadap berlangsungnya proses disebut

sebagai input dan sesuatu yang dihasilkan berupa output. Proses yang

dimaksud dalam sekolah meliputi pengambilan keputusan yang melibatkan

seluruh stakeholder, proses pengelolaan program (perencanaan,

pengembangan kurikulum, pengembangan proses belajar mengajar,

pengelolaan sumber daya manusia, pelayanan siswa, pengelolaan sarana dan

prasarana, pengelolaan sumber dana, perbaikan program dan hubungan antara

masyarakat dan sekolah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan

berikut:

59
E. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka pikir dalam penelitian ini,

maka untuk mengetahui manajemen mutu lulusan di SMP Negeri 8

60
Yogyakarta dan SMP Muhammadiyah 3 Depok Yogyakarta telah disusun

pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana pelaksanaan manajemen mutu lulusan di SMPN 8 Yogyakarta

dan SMP Muhammadiyah 3 Depok Yogyakarta?

2. Apa hambatan dan tantangan sekolah dalam meningkatkan mutu lulusan di

SMPN 8 Yogyakarta dan SMP Muhammadiyah 3 Depok Yogyakarta?

3. Bagaimana kebijakan dan startegi yang dilakukan dalam pelaksanaan

manajemen mutu lulusan di SMPN 8 Yogyakarta dan SMP

Muhammadiyah 3 Depok Yogyakarta?

4. Bagaimana cara tenaga pendidik dalam implementasi manajemen mutu

lulusan di SMP Negeri 8 Yogyakarta dan SMP Muhammadiyah 3 Depok

Yogyakarta?

5. Apa faktor pendukung dalam manajemen mutu lulusan di SMP Negeri 8

Yogyakarta dan SMP Muhammadiyah 3 Depok Yogyakarta?

6. Apa faktor penghambat dalam manajemen mutu lulusan di SMP Negeri 8

Yogyakarta dan SMP Muhammadiyah 3 Depok Yogyakarta?

7. Bagaimana pihak sekolah mengatasi hambatan dalam pelaksanaan

manajemen mutu lulusan SMP Negeri 8 Yogyakarta dan SMP

Muhammadiyah 3 Depok Yogyakarta?

61
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Kualitatif merupakan

suatu pendekatan dalam melakukan penelitian yang berorientasi pada

fenomena atau gejala yang bersifat alami. Sifatnya alami serta tidak bisa

dilakukan di laboratorium, melainkan di lapangan. Bogdan dan Taylor (1995)

mendefinisikan “metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-

orang dan perilaku yang dapat diamati”. Metode ini menggambarkan kondisi

dan situasi obyek penelitian sesuai dengan keadaan lapangan. Peneliti hanya

akan mendeskripsikan keadaan dan fenomena yang ada dengan metode

pengumpulan data kualitatif.

Menurut peneliti pendekatan kualitatif ini sangat relevan dalam

penelitian ini karena bertujuan untuk mengetahui bagaimana upaya dan faktor

dalam manajemen mutu lulusan di SMPN 8 Yogyakarta dan SMP

Muhammadiyah 3 Depok Yogyakarta. Beberapa pertimbangan peneliti dalam

memutuskan untuk menggunakan metode kualitatif dalam penelitian ini

karena pendekatan kualitatif merupakan suatu penelitian untuk

mendeskripsikan peristiwa, perilaku orang atau suatu keadaan pada tempat

tertentu secara rinci dan mendalam dalam suatu bentuk narasi secara alami,

sebagaimana adanya. Sebagaimana dijelaskan oleh Sugiyono (2008: 15)

mengemukakan bahwa metode penelitian kualitatif sering disebut metode

62
penelitian naturalistik karena penelitian dilakukan pada kondisi yang alami.

Data dalam penelitian kualitatif berupa kata-kata, kalimat-kalimat, paragraf-

paragraf dan dokumen. Pada obyek penelitian tidak diperlakukan secara

khusus sehingga data yang diperoleh tetap berada pada kondisi alami. Oleh

karna itu, penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Jadi jenis penelitian

ini memahami pendekatan kualitatif dikarnakan melalui pendekatan kualitatif

lebih tepat untuk mengidentifikasi manajemen peningkatan mutu lulusan di

SMP Negeri 8 Yogyakarta dan SMP Muhammadiyah 3 Depok Yogyakarta.

Penelitian ini akan mengungkap dan menjelaskan bagaimana makna

atau konsep serta fenomena kegiatan manajeme mutu lulusan di SMP Negeri

8 Yogyakarta dan SMP Muhammadiyah 3 Depok Yogyakarta atas kesadaran

partisipan yang meliputi kepala sekolah, wakil kepala sekolah bidang

kurikulu, wakil kepala sekolah bidang sarpras dan guru dalam melaksnakan

kegiatan manajemen mutu lulusan di sekolah.

B. Setting Penelitian

Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengkasi upaya apa yang

akan dilakukan oleh internal sekolah dalam kegiatan manajemen mutu lulusan

dengan melihat perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan

yang dilakukan dalam manajemen mutu lulusan di SMP Negeri 8 Yogyakarta

dan SMP Muhammadiyah 3 Depok Yogyakarta. Penelitian dilakukan di dua

sekolah dikarenakan memiliki pelaksanaan manajemen mutu lulusan yang

baik di tingkat SMP berdasarkan prestasi lulusan yang diperoleh dari kedua

63
sekolah tersebut. Sedangkan waktu penelitian dilakukan pada saat semester

ganjil tahun ajaran 2021/2022 tepatnya pada bulan Februari sampai Mei 2021.

C. Fokus Penelitian

Penelitian ini memfokuskan kepada manajemen mutu lulusan di dua

sekolah yang menjadi sumber rujukan berdasarkan informasi yang dipereloh

dari jurnal dan media masa yang dilihat dari berbagai prestasi yang diraih

sekolah tersebut. Bagaimana terkait dengan perencanaan, pengorganisasian,

pelaksanaan dan pengawasan tentang manajemen mutu lulusan di sekolah

sehingga dapat menjawab pertanyaan penelitian yang berhubungan dengan

pelaksanaan manajemen mutu lulusan, hanbatan dan tantangan yang dihadapi

sekolah dalam melaksanakan manajemen mutu lulusan, dan bagaimana

kebijakan dan startegi yang dilakukan kepala sekolah dalam melaksanakan

dalam manajemen mutu lulusan.

D. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini yaitu para pengelola sekolah yang

terlibat dalam manajemen mutu lulusan berjumlah 12 orang dengan rincian

satu kepala sekolah, satu wakil kurikulum, satu wakil sarana prasarana dan

tiga orang guru pada sekolah SMP Negeri 8 Yogyakarta dan SMP

Muhammadiyah 3 Depok Yogyakarta. Informan dipilih berdasarkan

rekomendasi kepala sekolah. Adapun spesipikasi terkait dengan subjek

penelitian tersebut adalah sebagai berikut:

1. Kepala Sekolah SMP Negeri 8 Yogyakarta dan kepala sekolah SMP

Muhammadiyah 3 Depok Yogyakarta sebagai top leader yang bertugas

64
sebagai pemegang kendali terkait kebijakan mengenai manajemen mutu

lulusan di sekolah.

2. Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum SMP Negeri 8 Yogyakarta dan

SMP Muhammadiyah 3 Depok Yogyakarta sebagai pengamat kurikulum

serta kegiatan pembelajaran apakah kurikulum yang digunaka sesuai

dengan visi dan misi sekolah yang berfokus kepada mutu lulusan.

3. Wakil kepala sekolah bidang sarana dan prasarana SMP Negeri 8

Yogyakarta dan SMP Muhammadiyah 3 Depok Yogyakarta yang bertugas

sebagai mengatur kelengkapan fasilitas yang digunakan dalam kegiatan

belajar mengajar.

4. Komite sekolah SMP Negeri 8 Yogyakarta dan SMP Muhammadiyah 3

Depok Yogyakarta sebagai administrasi yang berhubungan dengan

masyarakat sekolah khususnya peserta didik dan lulusan/alumni.

5. Lulusan (alumni) SMP Negeri 8 Yogyakarta dan SMP Muhammadiyah 3

Depok Yogyakarta sebagai objek dan jejak sekolah sebagai bukti bahwa

sekolah sukses dalam melaksanakan manajemen mutu lulusan.

Subjek penelitian ini bisa dilaksanakan dengan cara snow ball sampling

yaitu cara menggali sumber data atau informan lain, membandingkan dan

mengecek ulang derajat kepercayaan data yang diperoleh dengan

menggunakan sumber lain atau informan yang berbeda. Informan kunci akan

menunjuk orang-orang yang mengetahui masalah yang akan diteliti untuk

melengkapi keterangannya, dan orang-orang yang ditunjuk akan menunjuk

orang lain bila keterangan yang diberikan kurang memadai, begitu seterusnya,

65
dan proses ini akan berhenti jika data yang akan digali diantara informan yang

satu dengan yang lainnya ada kesamaan, sehingga data dianggap cukup dan

tidak ada data yang baru. Data yang diperoleh dalam penelitian ini, melalui

berbagai sumber dan teknik. Data yang berupa dokumen, akan digunakan

dengan teknik dokumenter, data tentang peristiwa, dan perilaku sehari-hari,

akan digunakan dengan teknik pengamatan langsung atau observasi.

Sedangkan data realitas simbolik, sebagaimana difikirkan, difahami, dan

dihayati oleh orang-orang yang ada di dalam lingkungan obyek penelitian,

akan digunakan dengan wawancara yang mendalam.

E. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

Gatherinr Marshall dalam Sugiyono (2015: 309) mengemukakan bahwa

“The fundamental methods relied on by qualitative researchers for gathering

information are, participation in the setting, direct observation, in-depth

interviewing, document review” yang berarti bahwa cara dalam pengumpulan

data yang pokok dalam penelitian kualitatif adalah dengan ikut berperan serta

ditempat pelaksanaan penelitian, observasi secara langsung dengan

wawancara mendalam dan dokumentasi. Tehnik pengumpulan data

merupakan langkah yang paling penting dalam sebuah penelitian, karena

tujuan utama dalam penelitian adalah mendapatkan data. Tehnik-tehnik

pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Observasi

66
Penggunaan metode observasi dalam penelitian yang dilakukan ini

bertujuan untuk menggali data-data langsung yang ada dari objek

penelitian dari manajemen mutu lulusan di SMPN 8 Yogyakarta dan SMP

Muhammadiyah 3 Depok Yogyakarta. Untuk memperoleh data peneliti

menggunakan metode observasi yang dilakukan dengan cara mengamati

dan mencatat terhadap sesuatu yang muncul pada objek penelitian baik

secara langsung maupun tidak langsung, hal tersebut dilakukan ketika

responden melaksanakan pengembangan diri guru. Agar peneliti dapat

memperoleh data melalui observasi, peneliti terjun langsung mengikuti

kegiatan pengembangan diri guru guna mendapatkan data terkait dengan

penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Peneliti menggunakan tehnik ini

guna memperoleh data sekaligus mengecek terhadap data lain sehingga

hasil pengamatan dapat di maknai dan di interpretasikan lebih lanjut

berdasarkan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. Pada

penelitian ini, peneliti menggunakan alat bantu catatan, perekam suara dan

kamera. Buku catatan dan alat perekam suara digunakan untuk mencatat

dan merekam hal- hal penting yang ditemui selama melakukan pengamatan

seperti kondisi, jumlah serta pemanfaatan sarana dan prasarana, sedangkan

kamera digunakan peneliti untuk mengabadikan beberapa momen yang

relevan dengan fokus penelitian.

Observasi secara garis besar dapat diartikan sebagai kegiatan

penelitian melalui pengamatan, pencatatan secara sistematik terhadap

berbagai gejala yang tampak pada objek penelitian. Observasi dilakukan

67
dengan memperhatikan sesuatu dengan menggunakan mata atau

pengamatan yang meliputi kegiatan, pemusatan perhatian terhadap objek

menggunakan seluruh panca indra atau secara garis besar dapat diartikan

sebagai interaksi sosial, dimana akan memakan waktu yang cukup lama

antara peneliti dengan lingkungan subyek dan selama itu data dalam bentuk

catatan lapangan dikumpulkan secara sistematis (Moleong, 2007: 117).

Data dari observasi ini digunakan peneliti sebagai bahan analisis untuk

mengetahui sejauh mana manajemen mutu lulusan di SMPN 8 Yogyakarta

dan SMP Muhammadiyah 3 Depok Yogyakarta.

2. Wawancara

Wawancara adalah teknik pengumpulan data dengan mengajukan

pertanyaan kepada responden dan mencatat atau merekam jawaban-

jawaban responden. Dalam hal ini penulis melakukan wawancara dengan

kepala sekolah, wakil kurikulum, wakil sarana prasarana, serta guru SMPN

8 Yogyakarta dan SMP Muhammadiyah 3 Depok Yogyakarta. Penulis juga

membuat kisi-kisi wawancara untuk mendapatkan informasi yang

dibutuhkan yaitu mengenai manajemen mutu lulusan, kemudian

menyiapkan alat untuk merekam dan alat tulis.

3. Dokumentasi

Penggunaan metode dokumentasi digunakan dalam penelitian ini

untuk mencari data mengenai hal-hal yang diperlukan terkait hasil dan

catatan pendukung bagi program program manajemen mutu lulusan di

SMPN 8 Yogyakarta dan SMP Muhammadiyah 3 Depok Yogyakarta. Data

68
dokumen ini diperlukan untuk mendukung hasil data dari metode

wawancara dan observasi guna memperkuat data yang diperoleh peneliti.

Dokumen-dokumen yang dibutuhkan dalam penelitian ini secara langsung

diperoleh baik dari hasil program yang berlangsung dan data dari kepala

sekolah. Secara garis besar dokumen dapat diartikan sebagai catatan

peristiwa yang sudah dilalui dengan bentuk tulisan atau gambar atau karya-

karya monumental dari seseorang. Hal tersebut sesuai dengan yang

dipaparkan oleh Arikunto (2013: 274) yang mengatakan bahwa

dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal yang berupa catatan,

transkip, buku, surat kabar, manajalah dan sebagainya. Hasil penelitian dari

observasi dan wawancara akan lebih kredibel ketika disertai dengan

dokumentasi, sehingga dengan kata lain dokumentasi merupakan

pelengkap dari data hasil observasi dan wawancara (Sugiyono, 2015: 329).

Arikunto (1988: 126) mengemukakan bahwa instrumen penelitian

merupakan sebuah alat atau bisa dikatakan fasilitas yang digunakan dalam

penelitian ketika mengumpulkan data dengan tujuan untuk memperoleh

hasil yang lebih baik. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah

pedoman wawancara, instrumen observasi, dan instrumen evaluasi

pelaksanaan program pengembangan diri guru.

F. Keabsahan Data

Pemeriksaan keabsahan data dapat meliputi uji kredibilitas,

transferability, dependability dan confirmability. Pemeriksaan keabsahan data

dilakukan dengan tujuan untuk dapat menunjukkan bahwasanya penelitian

69
yang sedang dilakukan benar-benar ilmiah dan hasilnya dapat

dipertanggungjawabkan. Maka dari itu data yang diperoleh pada saat proses

penelitian harus kredibel. Agar data dalam penelitian kualitatif dapat

dipertanggung jawabkan sebagai peneliti ilmiah perlu dilakukan uji keabsahan

data, adapun uji keabsahan data yang digunakan pada penelian ini adalah Uji

kredibilitas atau uji kepercayaan terhadap data hasil penelitian yang disajikan

oleh peneliti agar hasil penelitian tidak diragukan sebagai sebuah karya

ilmiah. Uji kredibilitas data dilakukan dengan cara yaitu:

1. Perpanjangan pada pengamatan atau penelitian dimana peneliti melakukan

pengamatan wawancara lagi dengan narasumber.

2. Meningkatkan ketekunan pada saat penelitian yang berarti melakukan

pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan dan hal tersebut

dapat dilakukan dengan cara membaca berbagai referensi buku maupun

hasil penelitian atau dokumentasi yang terkait dengan hasil temuan

penelitian.

3. Triangulasi dimana triangulasi dalam pengujian kredibilitas diartikan

sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan

berbagai waktu. Didalam penelitian kualitatif terdapat tiga macam

triangulasi, yaitu:

a. Triangulasi dengan sumber, dalam hal ini peneliti membandingkan dan

mengecek balik derajat kepercayaan informasi tentang pengembangan

diri guru dalam meningkatkan profesionalisme guru Sekolah Menengah

70
Pertama Negeri di Kabupaten Sumenep yang diperoleh melalui metode

dan alat yang berbeda.

b. Triagulasi dengan teknik melakukan dengan dua cara, yaitu yang

pertama pengecekan derajat kepercayaan penemuan dengan hasil

penelitian beberapa teknik pengumpulan data dan yang kedua

pengeckan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode

yang sama.

c. Triangulasi dengan teori, dimana dalam hal ini peneliti melakukan

pengecekan data dengan membandingkan teori-teori yang dihasilkan

para ahli yang sesuai dan sepadan melalui penjelasan banding (rival

esplanation) dan hasil dari penelitian ini dikonsultasikan lebih lanjut

dengan subjek penelitian.

4. Analisis kasus negatif dimana peneliti mencari data yang berbeda

dengan data yang telah ditemukan, bila tidak ada lagi data yang berbeda

atau bertentangan dengan temuan berarti data yang ditemukan sudah

dapat dipercaya.

5. Menggunakan bahan referensi dimana bahan referensi digunakan

sebagai pendukung untuk memuktikan data yang telah ditemukan oleh

peneliti, misalnya data hasil wawancara perlu didukung oleh data dari

rekaman.

6. Member chek dimana proses pengecekan data yang diperoleh peneliti

kepada pemberi data atau informan, hal tersebut bertujuan untuk

mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai dengan yang

71
diberikan oleh pemberi data dan apabila data yang diperoleh disepakati

atau dibenarkan oleh informan maka data tersebut dapat dikatakan data

valid (Sugiyono, 2008: 275-276).

Dalam menguji keabsahan data pada penelitian ini, peneliti

menggunakan 3 analisis yang disebut di atas ialah memperpanjang

pengamatan apabila peneliti belum menemukan jawaban yang sesuai

dengan pertanyaan yang ada pada kegiatan lapangan dan pedoman

wawancara, sehingga pengamatan akan semakin diperpanjang sampai data

yang dapat menjawab rumusan masalah benar-benar ditemukan, dan yang

kedua melakukan triangulasi data berupa pengecekan data yang ditemukan

apakah sudah sesuai dengan jawaban yang disampaikan oleh masing-

masing informan terkait dengan rumusan masalah dan pedoman

wawancara.

G. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan suatu proses mencari dan menyusun secara

sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, observasi, catatan, dan

dokumentasi yang dikumpulkan oleh peneliti guna meningkatkan pemahaman

tentang kasus yang diteliti (Sugiyono, 2008: 335). Tehnik analisis data secara

garis besar digunakan untuk meneliti, memeriksa, mempelajari,

membandingkan data yang diperoleh dilapangan sehingga dapat

diinterprestasikan. Bodgan dalam Moleong (2007: 248) mengatakan bahwa

“Analisis data kualitatif meruapakan salah satu upaya yang dilakukan dengan

jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan atau mengelola data, memilah-

72
milah menjadi satuan agar mudah dan dapat dikelola, mensintesiskannya

mencari dan menemukan pola, menentukan apa yang penting dan apa yang

harus dipelajari” sehingga data mudah untuk dipahami. Analisis data

kualitataif dilakukan dengan menggunakan tehnik analisis data interaktif.

Teknik analisis ini pada dasarnya menggunakan tiga komponen yaitu reduksi

data, penyajian data serta penarikan kesimpulan, berikut penjelasa tentang tiga

komponen tersebut:

1. Reduksi data secara garis besar dapat diartikan sebagai proses

pengumpulan data penelitian kemudian diseleksi data yang relevan yang

berfokus pada masalah yang sedang diteliti, dari data yang telah terkumpul

kemudian dilakukan reduksi dan dipilih serta difokuskan pada tema-tema

yang penting sesuai dengan yang dibutuhkan pada penelitian. Data yang

terkumpul masih tercampur aduk dan butuh direduksi, dimana reduksi data

adalah sebuah aktifitas memilih data. Data-data yang perlu di reduksi yaitu

hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi tentang manajemen mutu

lulusan di SMPN 8 Yogyakarta dan SMP Muhammadiyah 3 Depok

Yogyakarta

2. Penyajian data merupakan proses analisis dari berbagai data yang di miliki

untuk disusun secara sistematis sehingga data yang diperoleh dapat

menjelaskan atau menjawab masalah yang diteliti. Analisis data penelitian

ini adalah analisis kualitatif. Penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk

ringkasan atau uraian singkat, bagan, hubungan dan sejenisnya. Melalui

penyajian data, maka data akan terorganisasikan tersusun dalam pola

73
hubungan. Kegiatan penyajian data ini bertujuan untuk memudahkan dan

memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan

apa yang telah di pahami. Penyajian data pada penelitian ini memiliki

tujuan untuk memudahkan peneliti dalam memahami hasil penelitian yang

didapat. Peneliti akan menyajikan hubungan yang diperoleh antar data

yang telah direduksi mulai dari observasi, wawancara dan dokumentasi

menjadi sebuah narasi agar mudah dipahami. Apabila ternyata data yang

disajikan belum dapat disimpulkan, maka data tersebut direduksi kembali

untuk diperbaiki sajiannya agar dapat disimpulkan dengan baik.

3. Mengambil kesimpulan, kesimpulan yang diharapkan dalam penelitian

kualitatif adalah temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada, temuan

yang di maksud dapat berupa deskripsi atau gamabaran suatu obyek yang

sebelumnya masih belum jelas, sehingga setelah diteliti menjadi lebih jelas

dan dapat berupa hipotesis ataupun teori. Setelah melakukan reduksi dan

display data atau penyajian data maka tahap ahir dari analisis data yaitu

verivikasi data, didalam pengambilan keputusan peneliti masih menerima

saran atau masukan sebelum keputusan final dibuat. Untuk menguji

kebenaran kesimpulan data yang dimiliki maka diuji kembali dengan uji

triangulasi. Setelah data selesai diuji untuk melihat kebenaran ilmiah yang

di capai maka peneliti dapat menarik kesimpulan sebagai laporan

penelitian. Kesimpulan ahir baru dapat diperoleh pada waktu data telah

terkumpul dengan cukup yang dapat diwujudkan sebagai gambaran dari

sasaran penelitian yang dilakukan. Dengan demikian kesimpulan dari

74
penelitian ini mungkin dapat menjawab ruusan masalah yang dirumuskan

sejak awal, akan tetapi mungkin juga tidak, karena seperti yang telah

dikemukakan bahwa masalah dan rumusan masalah dalam penelitian

kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah penelitian

berada dilapangan. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif yang diharapkan

adalah berupa temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan

dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya masih

remang-remang sehingga setelah diteliti menjadi lebih jelas.

75
DAFTAR PUSTAKA

Amirul A. Maulana dkk (2019). Strategi Peningkatan Mutu Lulusan Madrasah


Menggunakan Diagram Fishbone. Tarbawi: Jurnal Keilmuan Manajemen
Pendidikan. Vol. 5 No. 01, Juni 2019, 11-22

Andang. (2014). Manajemen dan Kepemimpinan Kepala Sekolah. Jogjakarta:


ArRuzz Media.

Apud. (2018). Manajemen Mutu Pendidikan MAN Insan Cendekia (Analisis


Terhadap Pengelolaan Mutu Program Akademik di MAN Insan Cendekia
Serpong Tangerang Selatan. Tarbawi: Jurnal Keilmuan Manajemen
Pendidikan. 4 (02): 171-190 Tahun 2018. Terdapat pada laman:
http://jurnal.uinbanten.ac.id/index.php/tarbawi/article/view/1229/964

Arcaro, J. S. (2005). Pendidikan Berbasis Mutu: Prinsip-Prinsip Perumusan Dan


Tata Langkah Penerapan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Arikunto, S. (1988). Penilaian program pendidikan. Jakarta: Departemen


Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek
Pembangunan Lembaga Pendidikan dan Tenaga Kependidikan.

Bush, T. & Coleman, M. (2000). Leadership and Strategic Management in


Education, London: EMDU University of Leicester
Choirul Fuad Yusuf, C. F. (2008). Budaya sekolah dan Mutu Pendidikan.
Jakarta: PT. Pena Citrasatria

Coombs, P. (1968). The world educational crisis. New York: Oxford University
Press Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Undang-undang no. 20
tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Jakarta: Depdikbud

Eliason, C dan Jenkins, L. (1994). Practical Guide to Early Childhood


Curriculum. New York; Merril Print of Mac Millan Colleg.

Engkoswara, Komariah, A. (2010), Administrasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta:


2010.

Fadhli, M. (2017). Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan. Jurnal Studi


Manajemen Pendidikan, 1(2), 215-240. DOI: 10.29240/jsmp.v1i2.295

Fatah, N. (2011). Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: Remaja


Rosdakarya

Fatah, S. (2013). Manajemen Pendidikan Berbasis pada Madrasah. Semarang:


Pustaka Rizki Putra

76
Fathurrohman, M & Sulistiyorini. (2012). Implementasi Manajemen
Peningkatan Mutu Pendidikan Islam. Yogyakarta: Teras

Fathurrohman, M. (2016). Pengembangan Budaya Religius dalam Meningkatkan


Mutu Pendidikan. Jurnal Pendidikan Islam, 4(1). DOI:
10.21274/taalum.2016.4.1.19-42

George R. Terry & Leslie W. Rue. (2000). Dasar-Dasar Manajemen, terj. G.A
Ticoalu. Cet. Ketujuh, Jakarta: Bumi Aksara

Hamzah B. U. (2016). Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara

Khuluqo, I. E. (2017). Belajar dan Pembelajaran Konsep Dasar Metode dan


Aplikasi Nilai-Nilai Spiritualitas dalam Proses Pembelajaran. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar

Luther, G. (1960). Paper on the Science of Administration. Routledge; Reprint


edition

M. Sulthon Masyhud, Manajemen Profesi Kependidikan, (Yogyakarta: Kurnia


Kalam Semesta, 2014), 16-21

Made, P. (2004). Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Mansur, J. M. (2005). Rekontruksi Sejarah Pendidikan Islam Indonesia. Jakarta:


Departemen Agama

Moelong, L. J. (2013). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja


Rosdakarya

Moleong, L. J. (2007). Metode penelitian kualitatif. Bandung: PT. Rosdakarya.

Mulyasa, E. (2017). Manajemen dan Kepemimpinan Kepala Sekolah. Jakarta:


Bumi Aksara

Muslic, M. (2008). Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. Jakarta:


Bumi Aksara

Muzakar. (2014). Kinerja Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Mutu Lulusan.


Jurnal Ilmiah Islam Futura. Vol. 14. No. 1, Agustus 2014, 110-133

Muzakar. (2014). Kinerja Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Mutu Lulusan


Pada Madrasah Tsanawiyah Negeri Meureubo. Jurnal Ilmiah ISLAM
FUTURA. Vol. 14. No. 1, Agustus 2014, 110-133

77
Nurdin, D. Sibaweh, I. (2015). Pengelolaan Pendidikan Dari Teori Menuju
Implementasi. Jakarta: Rajawali Press

Oemar, H. (1991) Pendidikan Pendidik. Bandung: Remaja Rosdakarya

Peraturan Pemerintah (PP). (2010). Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar


Nasional Pendidikan (SNP), dikutip dari Sudarwan Danim, Otonomi
Manajemen Sekolah, Alfabeta, Bandung

Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016, Lampiran Tentang Standar Proses


Pendidikan Dasar dan Menengah, 1

Sallis, E. (2015). Total Quality Management in Education. (IRCiSoD);


Yogyakarta.

Sonhadji, A., & Huda, M, A.Y. (2015). Asesmen Kebutuhan, Pengambilan


Keputusan, dan Perencanaan: Matarantai dalam Manajemen Pendidikan.
Malang: Universitas Negeri Malang.

Sudjana, N. (2005). Dasar-dasar Proses\Belajar Mengajar. Bandung. Sinar Baru


Algensindo.

Sugiyono. (2008). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan R&D. Bandung:


Alfabeta.

. (2012). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta

∆(2015). Metode penelitian pendidikan dengan pendekatan kuantitatif,


kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:


Alfabeta
Suparno Eko Widodo, S. E. (2011). Manajemen Mutu Pendidikan (Untuk Guru
dan Kepala Sekolah. Jakarta: Ardadizya Jaya

Suryosubroto. (2010). Manajemen Pendidikan di Sekolah. Jakarta: PT. Rineka


Cipta

Tien, Y.C. (2015). Manajemen Peningkatan Mutu Lulusan. Manajer Pendidikan.


Volume 9, Nomor 4, Juli 2015, hlm. 579-587

Tjipto, F & Diana A. (1995). Total Quality manajement, Yogyakarta, Andi


Offset.

UU RI, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan


Nasional pasal 1 angka 19 (Jakarta: Dharma Bhakti, tt), 5

78
UU RI, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional (Jakarta: Dharma Bhakti, tt), 24

Wahjosumidjo. (2005). Kepemimpinan Kepala sekolah: Tinjauan Teoritik dan


Permasalahannya. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Widyastono, H. (2015). Pengembangan Kurikulum di Era Otonomi Daerah:


Dari Kurikulum 2004, 2006, ke Kurikulum 2013. Jakarta: Bumi Aksara

Wijaya, C. & Rifa’i, M. (2015). Dasar-Dasar Manajemen. Medan: Penerbit


Perdana Mulya Sarana

Zazin, N. (2017). Gerakan Menata Mutu Pendidikan Teori & Aplikasi.


Yogyakarta: Ar-Ruzz Media

79

Anda mungkin juga menyukai