Anda di halaman 1dari 4

Tafa Nanda Resta

F1F018052

Review Hotel Rwanda

Review film kali ini sedikit spesial, karena film ini berkenaan dengan tema Perdamaian.
Banyak sekali film-film yang berkisah tentang peperangan, tentang bagaimana
menyeramkannya perang, tentang bagaimana teknologi-teknologi canggih dalam peperangan
mempermudah manusia untuk membunuh sesamanya, juga tentang bagaimana peperangan
hanya akan menghasilkan dendam yang pada akhirnya akan menimbulkan peperangan lagi.
Konflik-konflik yang terjadi dalam film ini akan menyadarkan kita, bagaimana pentingnya arti
kedamaian dan HAM.

Republik Rwanda adalah sebuah negara di benua Afrika bagian tengah yang berbatasan
dengan Republik Demokratik Kongo, Uganda, Burundi dan Tanzania. Negeri ini juga dikenal
sebagai “negeri seribu bukit” karena memang kondisi geografisnya yang terdiri dari banyak
bukit dan merupakan wilayah yang subur. Masyarakat Rwanda didominasi oleh dua etnis besar
yaitu Hutu dan Tutsi.

Film Hotel Rwanda merupakan sebuah film yang ceritanya diangkat berdasarkan kisah
nyata yang terjadi lebih dari duapuluh tahun yang lalu, yaitu pada tahun 1994. Dengan setting
di tahun 1994, di Kigali-Rwand dalam film Hotel Rwanda menceritakan sebuah konflik yang
terjadi antara suku Tutsi dan Hutu. Selain menceritakan kegilaan perang antar suku, film ini juga
menceritakan bagaimana jahatnya kolonialisme yang tentunya sangat bertentangan dengan
nilai-nilai perdamaian.

Potensi konflik disetiap masyarakat selalu ada. Setiap perbedaan dalam negara
menyimpan adanya potensi konflik. Bagi negara yang menganut sistem demokratis,
keanekaragaman merupakan hal yang dianggap sangat wajar. Disitulah pentingnya peran partai
politik, sehingga dapat menekan potensi terjadinya konflik seminim mungkin. Tetaapi hal ini
menjadi sulit untuk diaplikasikan oleh Rwanda karena model pemerintah yang ditetapkan oleh
Presiden Habyarimana bersifat diktator dan semakin memperbesar gaps antara dua suku yang
berseteru.

Pada masa itu, suku Hutu merasa berkuasa dan berniat untuk membunuh semua orang
Tutsi diikarenakan suku Hutu merasa suku Tutsi pernah bekerjasama dengan Belgia dan
membuat mereka menderita, sehingga mereka membalas dendam terhadap suku Tutsi.
Kecemburuan sosial juga menjadi awal bagi mereka untuk membenci dan membeda-bedakan
satu sama lain. Padahal hanya satu orang yang membunuh presiden di Rwanda, tetapi hal itu
menjadi perang yang berkepanjangan yang menewaskan jiwa-jiwa yang tidak bersalah. Mereka
juga menganggap bahwa pernikahan campur antara suku Tutsi dan Hutu seharusnya tidak ada.

Bila dilihat dari sejarahnya, konflik antara suku mayoritas, hutu dan suku minoritas,
berawal ketika Belgia menguasai wilayah ini. Awalnya kedua suku ini hidup dengan damai,
namun kemudian Belgia mengkelaskan antara suku mayoritas dengan suku minoritas. Suku
tutsi berada dikelas teratas, karena bila dilihat dari segi fisik, warna kulit tutsi berwarna lebih
cerah dari hutu, dan bentuk hidung tutsi juga relative lebih kecil bila dibandingkan tutsi,
sehingga Belgia mengatakan bahwa suku tutsi masih mempunyai hubungan relatifitas yang
lebih dekat.dengan bangsa Eropa. Kemudian Belgia mulai mendiskriminasi antara dua suku
tersebut. Posisi-posisi tinggi di pemerintahan diberikan kepada suku tutsi, suku tutsi juga
diperlakukan dengan lebih baik oleh Belgia. Namun setelah Rwanda memperoleh
kemerdekaannya, kekuasaan atas kontrol pemerintahan malah diberikan semuanya oleh suku
hutu. Sehingga memberikan kesempatan kepada suku hutu untuk membalaskan diskriminasi
sikap yang terjadi di masa lalu. Efek dari tindakan balas dendam suku hutu ini mengakibatkan
terbentuknya kelompok pemberontak tutsi.

Dalam film tersebut diceritakan ada seorang Hutu yang bernama Paul Rusesabagina yang
merupakan manajer di Hotel des Mille Collines. Ia mempunyai seorang istri yang bernama
Tatiana yang berasal dari suku Tutsi. Ia juga mempunyai 2 anak perempuan dan 1 anak laki-laki.
Suatu malam, terjadi kerusuhan dan ia melihat para tetangganya diseret, sambil dipukuli
dengan kejam oleh tentara Hutu. Hal ini dikarenakan telah terbunuhnya Presiden Habyarimana
yang pada saat itu sedang mengusahakan perdamaian antara kedua suku yang berseteru.
Namun proses perdamaian terhenti karena presiden ditembak ketika berada di pesawat oleh
pasukan pemberontak Tutsi sehingga menyebabkan kerusuhan semakin parah. Keesokan
harinya kerusuhan semakin parah, terjadi pembakaran rumah dan pembunuhan.

Dalam film ini mereka tidak peduli apakah seseorang mempunyai kelakuan yang baik atau
tidak. Dalam pembantaian tersebut, mereka membunuh semua suku Tutsi, bahkan kebanyakan
dari mereka tidak bersalah. Anak-anak pun dibunuh dengan alasan ingin menghentikan
generasi berikutnya dari suku Tutsi. Semua orang yang di tanda pengenalnya diidentifikasi
sebagai warga Tutsi akan langsung disiksa, diperkosa, dan ujungnya akan dibunuh oleh
kelompok Hutu. Keadaan tersebut tentu membuat stabilitas Rwanda gonjang ganjing. Untuk
minta perlindungan, beberapa tetangga Paul mengungsi ke tempatnya. Dengan perjuangan
harta dan nyawa Paul berhasil membawa para tetangga dan istrinya ke Hotel tempatnya
bekerja untuk perlindungan sementara.

Tapi masalah belum selesai sampai disitu. ratusan pengungsi lain juga turut meminta
perlindungan ke hotel yang dianggap mereka aman itu. Colonel Oliver, seorang pemimpin
penjaga perdamaian PBB juga membawa pengungsi ke hotel itu. Akan tetapi, colonel Oliver
tidak dapat bertindak karena penjaga perdamaian PBB dilarang untuk ikut campur dalam
masalah itu. Selain dikarenakan anggota pasukan yang semakin sedikit, perhatian serta
dukungan dunia terhadap konflik Rwanda pun cenderung surut. Hal ini ditandai dari penarikan
pasukan ke perbatasan dan pengiriman pasukan internasional yang hanya mengamankan dan
memulangkan para warga asing di Rwanda, termasuk para jurnalis, sedangkan warga asli
Rwanda dibiarkan walaupun kematian mendekati mereka. Yang menyedihkan, ketika melihat
tentara gabungan ‘barat’ tidak disebutkan apa saja negara yang tergabung, namun di dalamnya
yang jelas ada Amerika Serikat dan sekutunya datang ke Rwanda hanya untuk mengevakuasi
kaum kulit putih. Disinilah Paul harus menguatkan dirinya. Ia harus bisa tetap bisa berperan
sebagai manajer hotel yang baik di tengah berbagai kekacauan tersebut. Namun tugasnya tak
hanya seputar itu, ia juga harus menerima ancaman bahaya yang lebih besar karena dianggap
sebagai pihak berkhianat dengan melindungi Tutsi yang menginap di hotelnya. Sosok pahlawan
memang cocok dilekatkan pada Paul. Selain sebagai manajer hotel, Paul juga bekerja
mengusahakan perdamaian dengan kontak PBB di hotelnya.

Beberapa minggu kemudian, Oliver membawa berita baik bahwa para pengungsi sudah
bisa meninggalkan Rwanda dan sudah diberikan izin untuk menggungsi ke beberapa negara di
Eropa dan Afrika. Dengan banyak perjuangan, pengorbanan, dan darah, Paul akhirnya berhasil
membawa pengungsi yang ada di hotelnya ke garis aman. Paul, Tati, dan anak-anaknya akhirnya
menemukan keponakan yang mereka cari dan mereka pun bersama-sama untuk meninggalkan
Rwanda.

Sepanjang film kita akan melihat betapa tragisnya kejadian yang meminta korban lebih
dari 1 juta orang itu. Permusuhan membuat nyawa seakan tidak ada artinya lagi. Dari berbagai
kisah genosida yang terjadi di Rwanda. Kita patut mengacungi jempol terhadap tokoh utama di
film ini yaitu Paul Rosesabagina. Ia tidak membeda-bedakan suku dan tidak peduli siapapun
yang ia akan selamatkan. Selama itu memang harus ia lakukan, ia dapat menerima resiko yang
dihadapinya. Ia rela meskipun ia bisa saja dibunuh kapan saja oleh sukunya sendiri.

Dalam hidup kita, akan sangat baik jika kita dapat mencontoh Paul Rosesabagina. Kita
seringkali membeda-bedakan setiap orang yang berinteraksi dengan kita. Kita sering
memperlakukan orang lain berbeda-beda, sesuai dengan “kelas” yang kita anggap merupakan
kelompok kelas yang pantas untuk mereka. Mungkin masih sulit bagi kita untuk sampai
mengorbankan nyawa seperti Paul. Tetapi tidak ada salahnya jika kita pelan-pelan mengubah
pola pikir kita dalam menghadapi situasi sehari-hari saat kita berhadapan dengan setiap orang
di sekitar kita. Saya percaya bahwa semakin kita bisa menganggap setiap anggota masyarakat
memiliki tingkat yang setara, maka akan semakin tentram hubungan sosial kita dan masyarakat.

Kesimpulan
Berdasarkan analisis dari film Hotel Rwanda diatas maka dapat ditarik kesimpulannya
yaitu pertama film tersebut diangkat dari kisah nyata tentang peristiwa berdarah yang terjadi di
Rwanda pada tahun 1994 yang merupakan salah satu peristiwa genosida terbesar di dunia.
Yang kedua yaitu masalah etnsitas merupakan faktor utama penyabab konflik tersebut. Konflik
yang terjadi antara etnis Hutu dan Tutsi ini bukan disebabkan oleh faktor material, namun lebih
kepada karena adanya politisasi etnisitas yang berperan penting dalam memicu dan
memperkeruh konflik. Ketika masuk ke ranah politik, keragaman etnis ini justru banyak
dipandang sebagai salah satu perbedaan negatif yang dimana menyebabkan terjadinya
kesenjangan dan persaingan yang dilakukan oleh sekelompok orang-orang yang memiliki
kepentingan untuk berkuasa dapat menimbulkan peristiwa berdarah seperti genosida di
Rwanda yang merupakan salah satu hasilnya.

Banyak pihak menilai, genosida di Rwanda ini sebenarnya tidak perlu terjadi seandainya
PBB mau bertindak untuk melakukan intervensi dari sejak awal. Pada konteks ini, dipandang
dari segi apapun, kasus di Rwanda adalah titik terendah kegagalan PBB dalam melakukan
peranannya. Tidak hanya Majelis Umum PBB yang memalingkan muka dari terjadinya genosida
ini, tetapi juga pasukan PBB yang dikirim ke wilayah ini turut bertanggung jawab terhadap
sejumlah pembunuhan yang terjadi.

Anda mungkin juga menyukai