Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
Latar Belakang
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Tidur
Tidur merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang memiliki
fungsi perbaikan dan homeostatik (mengembalikan keseimbangan fungsi-
fungsi normal tubuh) serta penting pula dalam pengaturan suhu dan cadangan
energi normal. Rasa kantuk berkaitan erat dengan hipotalamus dalam otak.
Dalam keadaan badan segar dan normal, hipotalamus ini bekerja baik sehingga
mampu memberi respon normal terhadap perubahan tubuh maupun
lingkungannya. Namun, setelah badan lelah usai bekerja keras seharian,
ditambah jam rutin tidur serta sesuatu yang bersifat menenangkan di
sekelilingnya, seperti suara burung berkicau, angin semilir, kasur dan bantal
empuk, udara nyaman, dll., kemampuan merespon tadi berkurang sehingga
menyebabkan seseorang mengantuk. Disini yang berperan adalah suatu zat
yang disebut GABA (Gamma Aminobutyric Acid), merupakan asam amino
yang berfungsi sebagai neurotransmiter (penghantar sinyal saraf).
Sebenarnya tidur tidak sekedar mengistirahatkan tubuh, tapi juga
mengistirahatkan otak, khususnya serebral korteks, yakni bagian otak
terpenting atau fungsi mental tertinggi, yang digunakan untuk mengingat,
memvisualkan, serta membayangkan, menilai dan memberikan alasan sesuatu.
Dikatakan sehat dan normal bila begitu naik ke atas tempat tidur dengan
tatanan rapi, bantal enak dan empuk, kurang lebih selang 30 menit sudah
tertidur, bahkan ada orang begitu mencium bantal dalam 3-5 menit langsung
tertidur.
B. Fisiologi Tidur
Salah satu kriteria yang digunakan adalah “Siklus Kleitman”, yang
terdiri dari aktivitas bangun / aktivitas harian dan siklus tidur yang juga dikenal
sebagai activity / rest cycle. Siklus ini terdiri dari Rapid Eye Movement (REM)
2
dan Non-Rapid Eye Movement (NREM). Sebenarnya bentuk pola tidur dapat
dibedakan dengan memperhatikan pergerakan bola mata yang dimonitor
selama fase tidur. Secara obyektif, EEG dapat digunakan untuk mencatat fase
REM maupun NREM selama tidur. Tidur yang dipengaruhi oleh NREM
ditandai dengan gelombang EEG yang bervoltase tinggi tetapi berfrekuensi
rendah, sedangkan tidur yang dipengaruhi oleh REM ditandai oleh gambaran
EEG yang berfrekuensi tinggi tetapi bervoltase rendah.
Siklus dari Kleitman akan berulang selama periode tidur setiap
pengulangan diserati dengan pemendekan fase 3-4 dari NREM yang disebut
SWS (Slow Wave Sleep) sedangkan lama REM lebih panjang. Kenyenyakan
tidur sebenarnya tergantung pada lamanya fase-fase yang dilalui dari fase
pertama sampai fase empat dari NREM. Sedangkan fase ini berjalan cepat,
maka orang itu belum tidur nyenyak.
Pada usia lanjut, jumlah tidur yang dibutuhkan setiap hari akan makin
berkurang dan disertai fragmen-fragmen tidur yang banyak sehingga jumlah
SWS makin berkurang dan ini menunjukkan bahwa mereka mengalami masa
tidur yang tidak terlalu nyenyak.
3
detik. Aktivitas bola mata melambat, tonus otot menurun, berlangsung sekitar
3-5 menit. Pada stadium ini seseorang mudah dibangunkan dan bila terbangun
merasa seperti setengah tidur.
- Stadium 2 ditandai dengan gelombang EEG spesifik yaitu didominasi oleh
aktivitas teta, voltase rendah-sedang, kumparan tidur dan kompleks K.
Kumparan tidur adalah gelombang ritmik pendek dengan frekuensi 12-14
siklus per detik. Kompleks K yaitu gelombang tajam, negatif, voltase tinggi,
diikuti oleh gelombang lebih lambat, frekuensi 2-3 siklus per menit, aktivitas
positif, dengan durasi 500 mdetik. Tonus otot rendah, nadi dan tekanan darah
cenderung menurun. Stadium 1 dan 2 dikenal sebagai tidur dangkal. Stadium
ini menduduki sekitar 50% total tidur.
- Stadium 3 ditandai dengan 20%-50% aktivitas delta, frekuensi 1-2 siklus per
detik, amplitudo tinggi, dan disebut juga tidur delta. Tonus otot meningkat
tetapi tidak ada gerakan bola mata.
- Stadium 4 terjadi jika gelombang delta lebih dari 50%. Stadium 3 dan 4 sulit
dibedakan. Stadium 4 lebih lambat dari stadium 3. Rekaman EEG berupa delta.
Stadium 3 dan 4 disebut juga tidur gelombang lambat atau tidur dalam.
Stadium ini menghabiskan sekitar 10%-20% waktu tidur total. Tidur ini terjadi
antara sepertiga awal malam dengan setengah malam. Durasi tidur ini
meningkat bila seseorang mengalami deprivasi tidur.
4
Siklus tidur pada orang dewasa biasanya terjadi setiap 90 menit. Pada 90
menit pertama seluruh tahapan tidurnya adalah Non REM. Setelah 90 menit,
akan muncul periode tidur REM, yang kemudian kembali ke tahap tidur Non
REM. Setelah itu hampir setiap 90 menit tahap tidur REM terjadi. Pada tahap
awal tidur, periode REM sangat singkat, berlangsung hanya beberapa menit.
Bila terjadi gangguan tidur, periode REM akan muncul lebih awal pada malam
itu, setelah kira-kira 30-40 menit. Orang itu akan mendapatkan tidur tahap 3 &
4 lebih banyak. Selama tidur, tahapan tidur akan berpindah-pindah dari satu
tahap ke tahapan yang lain, tanpa harus menuruti aturan yang biasanya terjadi.
Artinya suatu malam, mungkin saja tidak ada tahap 3 atau 4. Tapi malam
lainnya seluruh tahapan tidur akan didapatkannya.
Karakteristik tidur REM meliputi : mata cepat tertutup dan terbuka, kejang
otot kecil, otot besar imobilisasi, pernapasan tidak teratur, kadang dengan
apnea, nadi cepat dan ireguler, tekanan darah meningkat atau fluktuasi, sekresi
gaster meningkat, metabolisme meningkat, temperatur tubuh naik, siklus tidur :
sulit di bangunkan.
5
kelamaan akan meningkat. Siklus tidur dewasa berlangsung 70-100 menit selama
masa remaja.
C. Pola tidur berubah sepanjang kehidupan seseorang
Pola tidur-bangun berubah sesuai dengan bertambahnya umur. Pada masa
neonatus sekitar 50% waktu tidur total adalah tidur REM. Lama tidur sekitar 18
jam. Pada usia satu tahun lama tidur sekitar 13 jam dan 30 % adalah tidur REM.
Waktu tidur menurun dengan tajam setelah itu. Dewasa muda membutuhkan
waktu tidur 7-8 jam dengan NREM 75% dan REM 25%. Kebutuhan ini menetap
sampai batas lansia.
Banyak penelitian menunjukkan bahwa peristiwa tidur dipengaruhi oleh
beberapa hormon antara lain serotonin, asetilkolin, dan dopamin yang saling
berinteraksi dalam menidurkan dan membangunkan seseorang.
Keadaan jaga atau bangun sangat dipengaruhi oleh sistim ARAS
(Ascending Reticulary Activity System). Bila aktifitas ARAS ini meningkat orang
tersebut dalam keadaan tidur. Aktifitas ARAS menurun, orang tersebut akan
dalam keadaan tidur. Aktifitas ARAS ini sangat dipengaruhi oleh aktifitas
neurotransmiter seperti sistem serotoninergik, noradrenergik, kholinergik,
histaminergik.
1. Sistem serotonergik
Hasil serotonergik sangat dipengaruhi oleh hasil metabolisme asam amino
trypthopan. Dengan bertambahnya jumlah tryptopan, maka jumlah serotonin yang
terbentuk juga meningkat akan menyebabkan keadaan mengantuk / tidur. Bila
serotonin dari trypthopan terhambat pembentukannya, maka terjadi keadaan tidak
bisa tidur / jaga. Menurut beberapa peneliti lokasi yang terbanyak sistem
serotogenik ini terletak pada nukleus raphe dorsalis di batang otak, yang mana
terdapat hubungan aktifitas serotonis dinukleus raphe dorsalis dengan tidur REM.
2. Sistem Adrenergik
Neuron-neuron yang terbanyak mengandung norepineprin terletak di
badan sel nukleus cereleus di batang otak. Kerusakan sel neuron pada lokus
cereleus sangat mempengaruhi penurunan atau hilangnya REM tidur. Obat-obatan
yang mempengaruhi peningkatan aktifitas neuron noradrenergik akan
6
menyebabkan penurunan yang jelas pada tidur REM dan peningkatan keadaan
jaga.
3. Sistem Kholinergik
Sitaram et al (1976) membuktikan dengan pemberian prostigimin intra
vena dapat mempengaruhi episode tidur REM. Stimulasi jalur kholihergik ini,
mengakibatkan aktifitas gambaran EEG seperti dalam keadaan jaga. Gangguan
aktifitas kholinergik sentral yang berhubungan dengan perubahan tidur ini terlihat
pada orang depresi, sehingga terjadi pemendekan latensi tidur REM. Pada obat
antikolinergik (scopolamine) yang menghambat pengeluaran kholinergik dari
lokus sereleus maka tamapk gangguan pada fase awal dan penurunan REM.
4. Sistem histaminergik
Pengaruh histamin sangat sedikit mempengaruhi tidur.
5. Sistem hormon
Pengaruh hormon terhadap siklus tidur dipengaruhi oleh beberapa hormon
seperti ACTH, GH, TSH, dan LH. Hormon hormon ini masing-masing disekresi
secara teratur oleh kelenjar pituitary anterior melalui hipotalamus patway. Sistem
ini secara teratur mempengaruhi pengeluaran neurotransmiter norepinefrin,
dopamin, serotonin yang bertugas mengatur mekanisme tidur dan bangun.
Beberapa orang secara normal adalah petidur yang normal yang
memerlukan tidur kurang dari enam jam setiap malam dan yang berfungsi secara
adekuat. Petidur lama adalah mereka yang tidur lebih dari sembilan jam setiap
malamnya untuk dapat berfungsi secara adekuat.
7
Gangguan tidur kronik (10-15%) disebabkan oleh gangguan psikiatri,
ketergantungan obat dan alkohol. Menurut data internasional of sleep disorder,
prevalensi penyebab-penyebab gangguan tidur adalah sebagai berikut: Penyakit
asma (61-74%), gangguan pusat pernafasan (40-50%), kram kaki malam hari
(16%), psychophysiological (15%), sindroma kaki gelisah (5-15%),
ketergantungan alkohol (10%), sindroma terlambat tidur (5-10%), depresi (65).
Demensia (5%), gangguan perubahan jadwal kerja (2-5%), gangguan obstruksi
sesak saluran nafas (1-2%), penyakit ulkus peptikus (<1%), narcolepsy
(mendadak tidur) (0,03%-0,16%). Klasifikasi dan penatalaksanaan gangguan tidur
masih terus berkembang seiring dengan penelitian yang ada.
Berikut ini adalah gangguan tidur menurut DSM-IV-TR.
a. Insomnia Primer
Insomnia adalah ketidakmampuan secara relatif pada seseorang untuk
dapat tidur atau mempertahankan tidur baik pada saat ingin tidur, “keadaan tidur
yang tenang/sedang tidur” ataupun bangun saat pagi sebelum waktunya (hal ini
dikenal sebagai insomnia jenis awal/initial, jenis intermediate dan jenis
terminal/late insomnia) atau jika orang tadi bangun dalam keadaan segar.
8
Gangguan insomnia biasa terjadi sebelum seseorang berusia 40 tahun
tetapi prevalensi tertinggi dijumpai pada usia di atas 65 tahun. Insomnia dapat
disebabkan oleh gangguan mental lainnya, penyakit organik atau akibat
penggunaan obat tertentu (insomnia sekunder) atau mungkin idiopatik (insomnia
primer).
Insomnia dikelompokan menjadi :
Insomnia primer, yaitu insomnia menahun dengan sedikit atau sama sekali
tidak berhubungan dengan berbagai stres maupun kejadian.
Insomnia sekunder, yaitu suatu keadaan yang disebabkan oleh nyeri,
kecemasan obat, depresi, atau stres yang hebat.
Insomnia primer cirinya ditandai dengan adanya kesulitan dalam memulai
atau mempertahankan tidur atau non restoratif atau tidur tidak nyenyak selama 1
bulan dan tidak disebabkan oleh gangguan mental, keadaan medikal umum, dan
penggunaan zat.
Insomnia sering terjadi di masyarakat umum dan lebih sering terjadi pada
pasien yang mengalami gangguan kejiwaan; meskipun hanya sedikit jumlah
orang-orang dengan insomnia yang berkonsultasi ke dokter. Kesulitan tidur lebih
sering terjadi pada orang tua, wanita, individu dengan pendidikan rendah dan
status ekonomi rendah, dan orang-orang dengan masalah medis kronis.
Transient insomnia sering terjadi pada orang yang biasanya tidur normal.
Bentuk insomnia ini terjadi bersamaan dengan adanya stres piskologis akut,
seperti saat kehilangan. Keadaan ini cenderung untuk sembuh sendiri.
Insomnia kronis adalah kesulitan tidur yang dialami hampir setiap malam
selama sebulan atau lebih. Salah satu penyebab kronik insomnia yang paling
umum adalah depresi. Penyebab lainnya adalah arthritis, gangguan ginjal, gagal
jantung, sleep apnea, sindrom restless legs, parkinson, dan hypertyroidism.
Namun demikian, insomnia kronis bisa juga disebabkan oleh faktor perilaku,
termasuk penyalahgunaan kafein, alkohol, dan substansi lain, siklus tidur/bangun
yang disebabkan oleh kerja lembur dan kegiatan malam hari lainnya, dan stres
kronik.
9
1) Penyebab
Insomnia bukan suatu penyakit, tetapi merupakan suatu gejala yang
memiliki berbagai penyebab, seperti kelainan emosional, kelainan fisik, dan
pemakaian obat-obatan.
Sulit tidur sering terjadi, baik pada usia muda maupun usia lanjut; dan
seringkali timbul bersamaan dengan gangguan emosional, seperti kecemasan,
kegelisahan, depresi, atau ketakutan. Kadang seseorang sulit tidur hanya karena
badan dan otaknya tidak lelah.
Pola terbangun pada dini hari lebih sering ditemukan pada usia lanjut.
Beberapa orang tertidur secara normal tetapi terbangun beberapa jam kemudian
dan sulit untuk tertidur kembali. Kadang mereka tidur dalam keadaan gelisah
dan merasa belum puas tidur. Terbangun pada dini hari, pada usia berapapun,
merupakan pertanda dari depresi.
Orang yang pola tidurnya terganggu dapat mengalami irama tidur yang
terbalik, mereka tertidur bukan pada waktunya tidur dan bangun pada saatnya
tidur. Selain itu, perilaku di bawah ini juga dapat menyebabkan insomnia pada
beberapa orang :
Higienitas tidur yang kurang secara umum (cuci muka)
Kekhawatiran tidak dapat tidur
Menkonsumsi kafein secara berlebihan
Minum alkohol sebelum tidur
Merokok sebelum tidur
Tidur siang/sore yang berlebihan
Jadwal tidur/bangun yang tidak teratur
2) Gejala
Penderita mengalami kesulitan untuk tertidur atau sering terjaga di malam
hari dan sepanjang hari merasakan kelelahan. Insomnia bisa dialami dengan
berbagai cara :
Sulit untuk tidur
10
Tidak ada masalah untuk tidur namun mengalami kesulitan untuk tetap
tidur (sering bangun)
Bangun terlalu awal
Kesulitan tidur hanyalah satu dari beberapa gejala insomnia. Gejala yang
dialami waktu siang hari adalah mengantuk, resah, sulit berkonsentrasi, sulit
mengingat, gampang tersinggung.
3) Diagnosis
Untuk mendiagnosa insomnia, dilakukan penilaian terhadap : pola tidur
penderita, pemakaian obat-obatan, alkohol, atau obat terlarang, tingkatan stres
psikis, riwayat medis, aktivitas fisik
Insomnia cenderung bertambah kronis jika terjadi stres psikologi
(contohnya : perceraian, kehilangan pekerjaan) dan juga penggunaan
mekanisme pertahanan yang keliru. Gangguan tidur seringkali timbul sebagai
eksaserbasi yang dapat memberi petunjuk apakah berkaitan dengan peristiwa
hidup tertentukah? Atau mungkin disebabkan oleh etiologi lainnya. Demikian
pula riwayat pola tidur maupun siklus harian (rest/activity cycle) sangat
bermanfaat dalam menentukan suatu diagnosis. Insomnia juga dapat menjadi
suatu keluhan dari pasien yang sebenarnya menderita sleep apnea atau
myoclonus-nocturnal.
Pada pasien dengan insomnia primer harus diperiksa riwayat medis dan
psikiatrinya. Riwayat medis harus dinilai secara seksama, mengenai riwayat
penggunaan obat dan pengobatan.
Pengukuran sleep hygiene digunakan untuk memonitor pasien dengan
insomnia kronis. Pengukuran ini meliputi :
1. Bangun dan pergi ke tempat tidur pada waktu yang sama setiap hari,
walaupun pada akhir pekan.
2. Batasi waktu ditempat tidur setiap harinya.
3. Tidak menggunakan tempat tidur sebagai tempat untuk membaca, nonton
TV atau bekerja.
4. Meninggalkan tempat tidur dan tidak kembali selama belum mengantuk
11
5. Menghindari tidur siang.
6. Latihan minimal tiga atau empat kali tiap minggu (tetapi bukan pada sore
hari, kalau hal ini akan mengganggu tidur).
7. Pemutusan atau pengurangan konsumsi alkohol, minuman yang
mengandung kafein, rokok dan obat-obat hipnotik-sedatif.
Banyak aspek dari program yang mungkin akan menyulitkan pasien.
Meskipun demikian, cukup banyak pasien yang termotivasi untuk
meningkatkan fungsinya dengan cara melakukan pengukuran ini.
4) Pengobatan
Meskipun pengobatan hipnotik-sedatif (misalnya pil tidur) tidak dapat
mencegah insomnia, tetapi dapat memberikan perbaikan secara bertahap.
Obat-obat tersebut seharusnya kita gunakan terutama untuk merawat transient
dan insomnia jangka pendek. Manfaat jangka panjang biasanya sulit untuk
dinilai dan kebanyakan pasien menjadi tergantung pada pengobatan ini.
Benzodiazepin merupakan obat pilihan pertama untuk alasan kenyamanan dan
manfaatnya. Benzodiazepin sebagai obat tidur meliputi estazolam, 1-2 mg
malam hari; flurazepan, 15-30 mg malam hari; quazepam, 7,5 – 15 mg malam
hari; temazepam, 15-30 mg malam hari dan triazolam, 0,25 – 0,25 mg malam
hari. Non benzodiazepin alternatif adalah zolpidem, 5-10 mg malam hari; dan
zaleplon, 10-20 mg malam hari, kedua obat ini menimbukan sedikit efek
ketergantungan, toleransi, dan cenderung untuk menyebabkan somnolen
seharian.
Obat-obat lain yang sering digunakan meliputi chloralhydrate (500-2000
mg), hipnotik-sedatif golongan non barbiturat akan meningkat potensinya
bila dikonsumsi bersama alkohol, antihistamin diphenhydramine (25-100 mg)
dan doxylamine (25-100 mg). Sedatif antidepresan seperti trazodone (50-20
mg) sering digunakan dalam dosis rendah sebagai hipnotik untuk pasien yang
menderita insomnia primer.
12
Kriteria Diagnostik untuk Insomnia Primer menurut DSM-IV-TR
A. Keluhan yang menonjol adalah kesulitan untuk memulai atau
mempertahankan tidur, atau tidur yang tidak menyegarkan, selama
sekurangnya satu bulan.
B. Gangguan tidur (atau kelelahan siang hari yang menyertai) menyebabkan
penderitaan yang bermakana secara klinis atau gangguan dalam fungsi
sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
C. Gangguan tidur tidak terjadi semata-mata selama perjalanan narkolepsi,
gangguan tidur berhubungan pernafasan, gangguan tidur irama sirkadian,
atau parasomnia.
D. Gangguan tidak terjadi semata-mata selama perjalanan gangguan mental
lain (misalnya, gangguan depresi berat, gangguan kecemasan umum,
delirium).
E. Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya,
obat yang disalahgunakan, medikasi) atau suatu kondisi medis umum.
b. Hipersomnia Primer
Hipersomnia primer terdapat pada 5% populasi dewasa, pria dan wanita
mempunyai kemungkinan sakit yang sama.
Yang dimaksud dengan hipersomnia primer adalah tidur yang berlebihan
atau terjadi serangan tidur ataupun perlambatan waktu bangun. Hipersomnia
mungkin merupakan akibat dari penyakit mental, penyakit organik (termasuk
obat-obatan) atau idiopatik. Gangguan ini merupakan kebalikan dari insomnia.
Seringkali penderita dianggap memiliki gangguan jiwa atau malas. Penderita
hipersomnia membutuhkan waktu tidur lebih dari ukuran normal. Pasien biasanya
akan tidur siang sebanyak 1-2 kali per hari, dimana setiap waktu tidurnya
melebihi
1 jam. Meski banyak tidur, mereka selalu merasa letih dan lesu sepanjang hari.
Gangguan ini tidak terlalu serius dan dapat diatasi sendiri oleh penderita dengan
menerapkan prinsip-prinsip manajemen diri.
13
Polysomnography memperlihatkan penurunan gelombang delta, peningka-
tan kesadaran, dan pengurangan masa laten REM pada pasien dengan hipersomnia
primer.
Pengobatan dari hipersomnia primer meliputi kombinasi antara pengu-
kuran sleep hygiene, obat-obatan stimulan, dan tidur siang untuk beberapa pasien.
Obat-obat stimulan dapat mempertahankan kesadaran; dextroamphetamine dan
methylphenidate keduanya mempunyai masa paruh yang singkat dan di minum
dalam dosis terbagi. Femoline, stimulan kerja lama, dapat juga digunakan.
Modafinil, yang digunakan untuk mengobati narkolepsi, dapat juga digunakan
untuk mengobati hipersomnia primer. Antidepresan trisiklik (seperti protriptyline)
dapat juga digunakan. Karena obat-obatan stimulan dapat menimbulkan
ketergantungan, maka penggunaannya harus benar-benar diawasi.
14
c. Narkolepsi
Narkolepsi adalah salah satu bentuk hipersomnia yang paling sering
terjadi. Narkolepsi adalah gangguan tidur yang diakibatkan oleh gangguan
psikologis dan hanya bisa disembuhkan melalui bantuan pengobatan dokter ahli
jiwa.
Narkolepsi ditandai dengan bertambahnya waktu tidur yang berhubungan
dengan keinginan tidur yang tidak dapat ditahan sebagai salah satu gejala, atau
kombinasi antara gejala seperti cataplexy, sleep paralysis, atau hypnagogic
hallucinations. Kelainan ini menyerang 1 diantara 2000 orang, jumlah penderita
pria yang sama dengan wanita. Narkolepsi mungkin merupakan penyakit
herediter karena setengah pasien narkolepsi mempunyai keluarga yang sakit
serupa.
Gejala dari narkolepsi adalah ditemukannya serangan tidur yang berakhir
dari beberapa detik hingga 30 menit atau lebih lama. Pasien narkolepsi juga dapat
mengalami serangan tidur pada saat bekerja, selama percakapan atau pada
keadaan normal lainnya. Narkolepsi dijumpai pada pasien yang berusia di bawah
25 tahun (90%). 80% pasien narkolepsi mengalami episode cataplexy, dimana
terjadi kehilangan kontrol otot secara tiba-tiba yang dapat menyebabkan orang
tersebut pingsan tanpa kehilangan kesadaran. Keadaan ini dapat terjadi sebagai
respon terhadap suatu keadaan emosional seperti mengalami kegembiraan atau
kejutan.
Sleep paralysis lebih jarang terjadi dibandingkan dengan cataplexy.
Sleepparalysis akan menyebabkan kehilangan muscle tone yang bersifat
sementara sehingga menimbulkan ketidakmampuan untuk bergerak.
Hyponagonichallucination merupakan penerimaan halusinasi yang
menyenangkan, biasanya melihat atau mendengar sesuatu yang terjadi ketika
orang-orang jatuh tidur (hypnopompic hallucinations terjadi hanya setelah
bangun). Gejala auxillary ini secara umum akan timbul beberapa tahun setelah
gangguan tidur.
Anamnesis mengenai riwayat tidur memegang peranan penting dalam
menegakkan narkolepsi. Polysomnography dengan MSLT digunakan untuk
15
menegakkan diagnosa narkolepsi dan membantu para dokter untuk menemukan
gangguan tidur lain seperti gangguan pernafasan yang berhubungan dengan
gangguan tidur. Pasien narkolepsi akan mengalami masalah-masalah psikologis,
yang akan mempengaruhi kehidupan keluarganya, lingkungan kerja, dan interaksi
sosial.
Penatalaksanaan dari narkolepsi mencakup pengobatan yang berbeda
untuk serangan tidur dan gejala auxilary. Stimulan adalah obat yang sering
digunakan untuk mengatasi serangan tidur karena mula kerjanya yang singkat dan
sedikitnya efek samping yang ditimbulkan. Sebagai contoh,
methylphenidatesangat tepat untuk mengatasi serangan tidur/sleep attack,
digunakan dalam dosis terbagi dengan dosis awal 5 mg, dosis tersebut dinaikkan
secara bertahap hingga 60 mg per hari. Dextroamphetamine dapat digunakan
dengan dosis yang serupa. Pemoline digunakan dengan dosis antara 18,75 sampai
150 mg, dengan dosis yang terbagi. Modafinil, merupakan obat baru yang
disetujui oleh U.S. Food and Drug Administration sebagai alternatif lain dalam
pengobatan narkolepsi. Obat tersebut toleransinya baik dan efek kardiovaskular-
nya sedikit; dosis hariannya 200 sampai 400 mg. Antidepresan trisiklik sering
digunakan untuk menangani cataplexy atau sleep paralysis tetapi mempunyai
sedikit efek pada serangan tidur; dosis yang digunakan untuk mengontrol gejala
ini lebih rendah dibandingkan dengan dosis yang digunakan untuk mengobati
depresi (misalnya, imipramin, 10 sampai 75 mg malam hari).
16
yang hebat, berkeringat pada malam hari dan pagi hari, sakit kepala. Gejala pada
siang hari meliputi keinginan untuk tidur yang sangat hebat atau serangan tidur.
Gangguan tersebut mempunyai efek psiklologis yang serius, meliputi proses
berfikir yang lambat, kerusakan ingatan, dan perhatian. Pasien sering merasa
cemas, dysphoric mood, keluhan fisik yang bervariasi. Pasien dengan sleep apnea
biasanya gemuk, usia pertengahan (dapat pula mengenai semua kelompok umur),
dan wanita. Apnea juga disebut penyakit “to fall asleep at the wheel” karena
sering terjadi ketika penderita sedang mengemudi mobil. Apnea terjadi karena
fluktuasi atau irama yang tidak teratur dari denyut jantung dan tekanan darah.
Ketika serangan datang, penderita seketika merasa mengantuk dan jatuh tertidur.
Penderita mengalami kesulitan bernafas, bahkan terheti pada saat tidur (dalam
bahaa Jawa disebut tindihan). Naik-turunnya denyut jantung dan tekanan darah
yang tinggi dapat menyebabkan kematian seketika pada penderita.
Pasien gemuk dianjurkan untuk mengurangi berat badan. Antidepresan
trisiklik (misalnya protriptyline, 10-60 mg malam hari) dapat digunakan untuk
mengatasi gangguan ini, buspirone dan fluoxetine juga bermanfaat untuk
mengatasi gangguan ini. Benzodiazepin sebaiknya tidak digunakan sebab akan
menekan pernafasan bila digunakan dalam dosis tinggi.
Continuous positive air ways pressure (CPAP) secara luas digunakan
untuk merawat pasien tersebut. Cara lain yaitu dengan melakukan
uvulopalatopharingoplasty, yang dilakukan untuk pasien-pasien dengan jaringan
oropharingeal yang berlebihan. Tracheostomy biasanya dilakukan pada pasien
yang tidak memberikan respon terhadap CPAP dan uvulopalatopharingoplasty.
17
perjalanan melintasi zona waktu yang berbeda. Penyebab lain dapat berupa
disfungsi ritmik biologik dasar.
Akibat tidak samanya siklus sirkadian, seseorang dengan gangguan ini
dapat mengeluh insomnia pada waktu tertentu (misalnya malam hari) dan tidur
berlebihan pada siang hari sehingga terjadi gangguan fungsi sosial, pekerjaan,
fungsi lainnya atau dapat menyebabkan penderitaan secara subyektif. Diagnosis
ditegakkan bila terjadi gangguan fungsi sosial, pekerjaan, atau penderitaan
subyektif secara signifikan. Kemampuan individu beradaptasi dengan perubahan
sirkadian bervariasi sangat luas. Kebanyakan individu dengan gejala ini tidak
mencari pertolongan karena gejalanya tidak berat.
Bagian-bagian yang berfungsi dalam pengaturan sirkadian antara lain temperatur
badan, plasma darah, urine, fungsi ginjal dan psikologi. Dalam keadaan normal
fungsi irama sirkadian mengatur siklus biologi irama tidur bangun, dimana
sepertiga waktu untuk tidur dan dua pertiga untuk bangun/aktivitas. Siklus irama
sirkadian ini dapat mengalami gangguan, apabila irama tersebut mengalami
peregseran. Menurut beberapa penelitian terjadi pergeseran irama sirkadian antara
onset waktu tidur reguler dengan waktu tidur yang irreguler (bringing irama
sirkadian). Perubahan yang jelas secara organik yang mengalami gangguan irama
sirkadian adalah tumor pineal. Gangguan irama sirkadian dapat dikategorikan
dua bagian:
1. Sementara (acut work shift, Jet lag)
2. Menetap (shift worker)
Keduanya dapat mengganggu irama tidur sirkadian sehingga terjadi perubahan
pemendekan waktu onset tidur dan perubahan pada fase REM. Berbagai macam
gangguan tidur gangguan irama sirkadianadalah sebagai berikut:
1. Tipe fase tidur terlambat (delayed sleep phase type) yaitu ditandai oleh waktu
tidur dan terjaga lebih lambat yang diinginkan. Gangguan ini sering
ditemukan dewasa muda, anak sekolah atau pekerja sosial. Orang-orang
tersebut sering tertidur (kesulitan jatuh tidur) dan mengantuk pada siang hari
(insomnia sekunder).
18
2. Tipe Jet lag ialah menangantuk dan terjaga pada waktu yang tidak tepat
menurut jam setempat, hal ini terjadi setelah berpergian melewati lebih dari
satu zone waktu. Gambaran tidur menunjukkan sleep laten panjang dengan
tidur yang terputus-putus.
3. Tipe pergeseran kerja (shift work type). Pergeseran kerja terjadi pada orang
tidak secara teratur dan cepat mengubah jadwal kerja sehingga akan
mempengaruhi jadwal tidur. Gejala ini sering timbul bersama-sama dengan
gangguan somatik seperti ulkus peptikum. Gambarannya berupa pola
irreguler atau mungkin pola tidur normal dengan onset tidur fase REM.
4. Tipe fase terlalu cepat tidur (advanced sleep phase syndrome).
Tipe ini sangat jarang, lebih sering ditemukan pada pasien usia lanjut,dimana
onset tidur pada pukul 6-8 malam dan terbangun antara pukul 1-3 pagi.
Walaupun pasien ini merasa cukup ubtuk waktu tidurnya. Gambaran tidur
tampak normal tetapi penempatan jadwal irama tidur sirkadian yang tdk
sesuai.
5. Tipe bangun-tidur beraturan
6. Tipe tidak tidur-bangun dalam 24 jam.
Gangguan tidur timbul sebagai akibat siklus tidur-bangun yang tidak
sinkron dengan jadwal tidur harian seseorang. Sebagai contoh, orang-orang
dengan kerja shift malam hari atau dimana mereka yang shift kerjanya sering
berubah (misalnya perawat, pekerja bangunan) dapat mengalami gangguan tidur
irama sirkadian. Orang-orang yang sering berpergian ke daerah dengan waktu
yang saling bersilangan akan menyebabkan gangguan tidur, dan dikenal dengan
jet lag. Orang-orang dengan gangguan ini tidak pernah dapat merasakan istirahat
penuh. Ketika mereka ingin tidur, mereka justru tidak dapat tidur dan ketika
mereka bangun, mereka justru ingin tidur dan mengantuk. Cara yang paling baik
adalah menghindari kerja shift.
Penatalaksanaan jet lag yaitu meliputi penyesuaian jam tidur dengan
waktu didaerah yang baru. Kebanyakan orang dewasa memerlukan satu hari
untuk menyesuaikan waktu ke arah timur dan sedikit lebih singkat jika perjalanan
tersebut ke arah barat. Para wisatawan dapat meminimalkan kekurangan tidurnya
19
dengan menggunakan obat-obat hipnotik (seperti : zolpidem, 5-10 mg saat akan
tidur malam) dan menghindari penggunaan alkohol dan zat-zat lain yang dapat
mempengaruhi jet lag.
I.2. Parasomnia
Yaitu merupakan kelompok heterogen yang terdiri dari kejadian-kejadian
episode yang berlangsung pada malam hari pada saat tidur atau pada waktu antara
bangun dan tidur. Kasus ini sering berhubungan dengan gangguan perubahan
tingkah laku dan aksi motorik potensial, sehingga sangat potensial menimbulkan
angka kesakitan dan kematian, Insidensi ini sering ditemukan pada usia anak
berumur 3-5 tahun (15%) dan mengalami perbaikan atau penurunan insidensi
pada usia dewasa (3%).
Ada 3 faktor utama presipitasi terjadinya parasomnia yaitu:
a. Peminum alkohol
b. Kurang tidur (sleep deprivation)
c. Stress psikososial
Kelainan ini terletak pada aurosal yang sering terjadi pada stadium
transmisi antara bangun dan tidur. Gambaran berupa aktivitas otot skeletal dan
perubahan sistem otonom. Gejala khasnya berupa penurunan kesadaran
(konfuosius), dan diikuti aurosal dan amnesia episode tersebut. Seringkali terjadi
pada stadium 3 dan 4.
Parasomnia terdiri dari mimpi buruk, ancaman tidur dan tidur berjalan
(atau somnambulism). Ketiga gangguan tersebut relatif sering terjadi pada anak-
anak. Gangguan ini biasanya akan berkurang pada akhir masa remaja teapi dapat
juga berlanjut ke masa dewasa.
20
Mimpi buruk cenderung terjadi selama REM tidur. Hal ini dapat terjadi
setiap waktu selama malam hari tetapi lebih sering terjadi pada setengah jam
kedua dari satu periode tidur, dimana siklus REM meningkat dalam frekuensi dan
lamanya. Pada anak-anak, mimpi buruk sering dihubungkan terhadap fase
perkembangan spesifik dan terjadi pada masa usia sebelum sekolah dan awal
sekolah. Pada kelompok usia tersebut, anak-anak mungkin tidak mampu untuk
membedakan kenyataan dari mimpi yang dialami.
Mimpi buruk juga sering dihubungkan dengan penyakit demam dan
delirium, terutama pada usia lanjut dan pada orang-orang yang menderita penyakit
kronis. Gejala putus obat, seperti benzodiazepin, akan juga menyebabkan mimpi
buruk. Peningkatan REM tidur setelah gejala putus obat barbiturat atau alkohol
sering dihubungkan dengan meningkatnya intensitas bermimpi dan mimpi buruk.
Saat ini, penggunaan inhibitor serotonin (seperti : citalopram, fluoxatine,
fluvoxamine, paroxetine, sertraline) dan gejala putus obat dapat dihubungkan
dengan mimpi buruk.
Diagnosis banding utama untuk gangguan mimpi buruk adalah penyakit
psikiatri mayor yang mempunyai kecenderungan untuk mimpi buruk (misalnya
mayor depression), efek pengobatan, dan putus obat atau alkohol.
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Mimpi Buruk menurut DSM-IV-TR
A. Terbangun berulang kali dari periode tidur utama atau tidur sejenak dengan
ingatan yang terinci tentang mimpi yang panjang dan sangat menakutkan,
biasanya berupa ancaman akan kelangsungan hidup, keamanan, atau harga
diri. Terjaga biasanya terjadi pada separuh bagian kedua periode tidur.
B. Saat terjaga dari mimpi menakutkan, orang dengan segera berorientasi dan
sadar (berbeda dengan konfusi dan disorientasi yang terlihat pada gangguan
teror tidur dan beberapa bentuk epilepsi.
C. Pengalaman mimpi, atau gangguan tidur yang menyebabkan terjaga,
menyebabkan penderitaan yang bermakna secara khas atau gangguan dalam
fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
D. Mimpi buruk tidak terjadi semata-mata selam perjalanan gangguan mental
lain (misalnya, delirium, gangguan stres pascatraumatik) dan bukan karena
21
efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat yang disalahgunakan,
medikasi) atau kondisi medis umum.
22
Mimpi buruk terjadi pada separuh akhir tidur. Penderita mampu mengingat dan
menggambarkan kembali mimpinya secara detail dan nyata.
Jika mimpi buruk terjadi pada akhir tidur, teror tidur terjadi di sepertiga
awal tidur. Episode teror ini berulang-ulang, dimana penderita bangun dan
berteriak ketakutan, mengalami kecemasan hebat dan hiperaktif. Namun,
penderita kurang bisa mengingat kejadian yang telah dialami. Penderita juga
mengalami disorientasi.
23
akan bertambah berat pada akhir masa remaja. Pada orang dewasa, tidur berjalan
sering berhubungan dengan gangguan kejiwaan yang berat seperti depresi.
Obat-obat yang dapat menekan tahap 3 dan 4 seperti benzodiazepin
(misalnya diazepam 5-10 mg tiap malam), dapat diberikan untuk orang dewasa
yang mengalami tidur berjalan dan mimpi buruk. Relaps dapat terjadi ketika
obat-obatan dihentikan atau pada waktu stres. Antidepresan trisiklik (misalnya
impramine, 50-100 mg malam hari) juga bermanfaat dalam mengurangi frekuensi
dari tidur berjalan dan mimpi buruk. Obat-obat juga dapat diberikan untuk anak-
anak meskipun dosis yang digunakannya lebih rendah.
24
gangguan kecemasan. Gangguan tidur juga dapat dihubungkan dengan keadaan
medis umum atau efek fisik langsung dari suatu zat (misalnya penyalahgunaan
obat, pengobatan).
1. Gangguan Psikotik
Gangguan tidur utama pada pasien psikotik adalah insomnia dan
hipersomnia. Pasien schizophrenia, misalnya dapat mengalami gangguan berat
pada tidur mereka selama terjadinya peristiwa psikotik. Perubahannya meliputi
pengurangan waktu tidur, variabilitas dalam waktu REM dan peningkatan densitas
REM. Berkurangnya tahap 4 NREM tidur merupakan bentuk yang paling sering
ditemukan.
2. Gangguan Afektif
Insomnia pada depresi digambarkan sebagai bangun sangat pagi sebelum
waktunya (misalnya bangun lebih awal dibanding biasanya dan kemudian tidak
dapat tidur kembali). Hipersomnia kadang-kadang perlu diobservasi, terutama
pada pasien dengan bipolar depresi atau dysthymia. Pasien dengan manic dan
hypomanic dapat tidak tidur dan tidur lebih singkat dibanding orang normal,
karena mereka hanya membutuhkan waktu tidur yang singkat.
Perubahan polysmonographic pada pasien depresi meliputi lamanya masa
tidur, meningkatnya kesadaran di malam hari, dan kesadaran di awal pagi, gelom-
bang tidur (tahap 3 dan 4); perubahan pada REM tidur, meliputi terjadinya REM
tidur lebih awal pada malam hari (Misalnya masa laten REM lebih pendek) dan
peningkatan frekuensi dari pergerakan bola mata selama REM tidur.
3. Gangguan Kecemasan
Gangguan cemas sering dihubungkan dengan masalah tidur yang ada.
Gambaran polysomnographic meliputi perubahan nonspesifik pada masa laten
tidur, penurunan efisiensi tidur, peningkatan sejumlah tahap 1 dan 2 tidur,
penurunan gelombang tidur.
Stress pasca trauma berperan penting dalam terjadinya insomnia dan
gangguan tidur, tetapi perubahan polysomnographic nya tidak spesifik. Gangguan
panik dapat dihubungkan dengan terbangun tiba-tiba dari tidur, yang sering
25
dikeluhkan pasien. Gambaran polysomnographic meliputi peningkatan masa laten
tidur dan penurunan efisiensi tidur.
4. Pemakaian Atau Ketergantungan Alkohol
Ketergantungan alkohol dapat berkembang menjadi insomnia atau
hipersomnia. Efek alkohol ini berbeda-beda, pada penggunaan akut akan
menimbulkan rasa ingin tidur dan mengurangi kesadaran selama 3-4 jam pertama
dari tidur, yang kemudian akan meningkatkan kesadaran dan mimpi yang
berhubungan dengan kecemasan pada pertengahan malam. Pada penggunaan
alkohol kronis, tidur menjadi terputus-putus dengan periode singkat dari tidur
dalam yang diselingi oleh periode terbangun singkat. Dengan abstinensi, tidur
pada awalnya akan terganggu; insomnia dan mimpi buruk dapat terjadi, tetapi
kemudian akan mengalami perbaikan bertahap.
26
gangguan tidur; sebagai contoh, pasien kejang yang diberikan karbamazepin
dilaporkan akan tidur berlebihan.
27
tidur. Akibatnya, lansia sering menghabiskan waktunya di tempat tidur atau
sebentar-sebantar tertidur di siang hari.
28
Hal-hal Umum
Edukasi tentang tidur malam perlu diberikan kepada lansia. Pasien
dianjurkan untuk membuat kontak sosial dan aktivitas fisik secara teratur di siang
hari. Pasien harus pula dibantu untuk menghilangkan kecemasannya. Membaca
sampai mengantuk merupakan salah satu cara untuk menghilangkan kecemasan
yang mengganggu tidur .
Gangguan tidur pada lansia
Gangguan tidur pada lansia dapat bersifat nonpatologik karena faktor usia
dan ada pula gangguan tidur spesifik yang sering ditemukan pada lansia. Ada
beberapa gangguan tidur yang sering ditemukan pada lansia.
1. INSOMNIA PRIMER
Ditandai dengan:
a) Keluhan sulit masuk tidur atau mempertahankan tidur atau tetap tidak
segar meskipun sudah tidur. Keadaan ini berlangsung paling sedikit satu
bulan.
b) Menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinik atau impairment
sosial, okupasional, atau fungsi penting lainnya.
c) Gangguan tidur tidak terjadi secara eksklusif selama ada gangguan mental
lainnya.
d) Tidak disebabkan oleh pengaruh fisiologik langsung kondisi medik umum
atau zat.
Seseorang dengan insomnia primer sering mengeluh sulit masuk tidur dan
terbangun berkali-kali. Bentuk keluhan tidur bervariasi dari waktu ke waktu.
Misalnya, seseorang yang saat ini mengeluh sulit masuk tidur mungkin suatu saat
mengeluh sulit mempertahankan tidur. Meskipun jarang, kadang-kadang
seseorang mengeluh tetap tidak segar meskipun sudah tertidur. Diagnosis
gangguan insomnia dibuat bila penderitaan atau impairmentnya bermakna.
Seorang penderita insomnia sering berpreokupasi dengan tidur. Makin
berokupasi dengan tidur, makin berusaha keras untuk tidur, makin frustrasi dan
makin tidak bisa tidur. Akibatnya terjadi lingkaran setan.
29
Insomnia kronik disebut juga insomnia psikofisiologik persisten.
Insomnia ini dapat disebabkan oleh kecemasan; selain itu, dapat pula terjadi
akibat kebiasaan atau pembelajaran atau perilaku maladaptif di tempat tidur.
Misalnya, pemecahan masalah serius di tempat tidur, kekhawatiran, atau pikiran
negatif terhadap tidur ( sudah berpikir tidak akan bisa tidur). Adanya kecemasan
yang berlebihan karena tidak bisa tidur menyebabkan seseorang berusaha keras
untuk tidur tetapi ia semakin tidak bisa tidur. Ketidakmampuan menghilangkan
pikiran-pikiran yang mengganggu ketika berusaha tidur dapat pula menyebabkan
insomnia psikofisiologik. Selain itu, ketika berusaha untuk tidur terjadi
peningkatan ketegangan motorik dan keluhan somatik lain sehingga juga
menyebabkan tidak bisa tidur. Penderita bisa tertidur ketika tidak ada usaha untuk
tidur. Insomnia ini disebut juga insomnia yang terkondisi.
Mispersepsi terhadap tidur dapat pula terjadi. Diagnosis ditegakkan bila
seseorang mengeluh tidak bisa masuk atau mempertahankan tidur tetapi tidak ada
bukti objektif adanya gangguan tidur. Misalnya, pasien mengeluh susah masuk
tidur (lebih dari satu jam), terbangun lebih lama (lebih dari 30 menit), dan durasi
tidur kurang dari lima jam. Tetapi dari hasil polisomnografi terlihat bahwa onset
tidurnya kurang dari 15 menit, efisiensi tidur 90%, dan waktu tidur totalnya lebih
lama. Pasien dengan gangguan seperti ini dikatakan mengalami mispersepsi
terhadap tidur.
Insomnia idiopatik adalah insomnia yang sudah terjadi sejak kehidupan
dini. Kadang-kadang insomnia ini sudah terjadi sejak lahir dan dapat berlanjut
selama hidup. Penyebabnya tidak jelas, ada dugaan disebabkan oleh
ketidakseimbangan neurokimia otak di formasio retikularis batang otak atau
disfungsi forebrain.
Lansia yang tinggal sendiri atau adanya rasa ketakutan yang dieksaserbasi
pada malam hari dapat menyebabkan tidak bisa tidur. Insomnia kronik dapat
menyebabkan penurunan mood (risiko depresi dan anxietas), menurunkan
motivasi, atensi, energi, dan konsentrasi, serta menimbulkan rasa malas. Kualitas
hidup berkurang dan menyebabkan lansia tersebut lebih sering menggunakan
fasilitas kesehatan.
30
Seseorang dengan insomnia primer sering mempunyai riwayat gangguan
tidur sebelumnya. Sering penderita insomnia mengobati sendiri dengan obat
sedatif-hipnotik atau alkohol. Anksiolitik sering digunakan untuk mengatasi
ketegangan dan kecemasan. Kopi dan stimulansia digunakan untuk mengatasi rasa
letih. Pada beberapa kasus, penggunaan ini berlanjut menjadi ketergantungan zat.
31
4. Pendekatan farmakologi
Dalam mengobati gejala gangguan tidur, selain dilakukan pengobatan
secara kausal, juga dapat diberikan obat golongan sedatif hipnotik. Pada dasarnya
semua obat yang mempunyai kemampuan hipnotik merupakan penekanan
aktifitas dari reticular activating system (ARAS) diotak. Hal tersebut didapatkan
pada berbagai obat yang menekan susunan saraf pusat, mulai dari obat anti
anxietas dan beberapa obat anti depres. Obat hipnotik selain penekanan aktivitas
susunan saraf pusat yang dipaksakan dari proses fisiologis, juga mempunyai efek
kelemahan yang dirasakan efeknya pada hari berikutnya (long acting) sehingga
mengganggu aktifitas sehari-hari. Begitu pula bila pemakaian obat jangka panjang
dapat menimbulkan over dosis dan ketergantungan obat. Sebelum
mempergunakan obat hipnotik, harus terlebih dahulu ditentukan jenis gangguan
tidur misalnya, apakah gangguan pada fase latensi panjang (NREM) gangguan
pendek, bangun terlalu dini, cemas sepanjang hari, kurang tidur pada malam hari,
adanya perubahan jadwal kerja/kegiatan atau akibat gangguan penyakit
primernya. Walaupun obat hipnotik tidak ditunjukkan dalam penggunaan
gangguan tidur kronik, tapi dapat dipergunakan hanya untuk sementara, sambil
dicari penyebab yang mendasari. Dengan pemakaian obat yang rasional, obat
hipnotik hanya untuk mengkoreksi dari problema gangguan tidur sedini mungkin
tanpa menilai kondisi primernya dan harus berhati-hati pada pemakaian obat
hipnotik untuk jangka panjang karena akan menyebabkan terselubungnya kondisi
yang mendasarinya serta akan berlanjut tanpa penyelesaian yang memuaskan.
Jadi yang terpenting dalam penggunaan obat hipnotik adalah
mengidentifikasi dari problem gangguan tidur sedini mungkin tanpa menilai
kondisi primernya danharus berhati-hati pada pemakain obat hipnotik untuk
jangka panjang karena akan menyebabkan terselubungnya kondisi yang
mendasarinya serta akan berlanjut tanpa penyelesaian yang memuaskan.
Jadi yang terpenting dalam penggunaan obat hipnotik adalah
mengidentifikasi penyebab yang mendasarinya atau obat hipnotik adalah sebagai
pengobatan tambahan. Pemilihan obat hipnotik sebaiknya diberikan jenis obat
32
yang bereaksi cepat (short action) dengan membatasi penggunaannya sependek
mungkin yang dapat mengembalikan pola tidur yang normal.
Lamanya pengobatan harus dibatasi 1-3 hari untuk transient insomnia, dan
tidak lebih dari 2 minggu untuk short term insomnia. Untuk long term insomnia
dapat dilakukan evaluasi kembali untuk mencari latar belakang penyebab
gangguan tidur yang sebenarnya. Bila penggunaan jangka panjang sebaiknya obat
tersebut dihentikan secara perlahan-lahan untuk menghindarkan terapi
withdrawal.
33
BAB III
KESIMPULAN
34
DAFTAR PUSTAKA
5. Sadock BJ. Normal sleep and Sleep disorders. Synopsis of Psychiatry, 10th ed,
Lippincott Williams & Wilkins. A Wolters Kluwer Co.; 2007.
35