Anda di halaman 1dari 29

5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Jembatan

Jalan dan jembatan merupakan bagian dari sistem transportasi nasional

mempunyai peranan penting terutama dalam mendukung bidang ekonomi,

sosial dan budaya serta lingkungan yang dikembangkan melalui pendekatan

pengembangan wilayah agar tercapai keseimbangan dan pemerataan

pembangunan antar daerah. (UU 38 Tahun 2004). Jembatan secara umum

adalah suatu konstruksi yang berfungsi untuk menghubungkan dua bagian

jalan yang terputus oleh adanya rintangan-rintangan seperti lembah yang

dalam, alur sungai, danau, saluran irigasi, kali, jalan kereta api, jalan raya

yang melintang tidak sebidang dan lain-lain.

Menurut Ir. H. J. Struyk, jembatan merupakan suatu konstruksi yang gunanya

untuk meneruskan jalan melalui suatu rintangan yang berada lebih rendah.

Rintangan ini biasanya jalan lain (jalan air atau lalu lintas biasa). Jembatan

adalah jenis bangunan yang apabila akan dilakukan perubahan konstruksi,

tidak dapat dimodifikasi secara mudah, biaya yang diperlukan relatif mahal

dan berpengaruh pada kelancaran lalu lintas pada saat pelaksanaan pekerjaan.

Jembatan dibangun dengan umur rencana 100 tahun untuk jembatan besar.

Minimum jembatan dapat digunakan 50 tahun. Ini berarti, disamping

kekuatan dan kemampuan untuk melayani beban lalu lintas, perlu

diperhatikan juga bagaimana pemeliharaan jembatan yang baik.


6

2.2. Jembatan Kereta Api

Konstruksi jembatan kereta api pada dasarnya sama dengan konstruksi

jembatan jalan raya. Jembatan kereta api ada yang terbuat dari tipe rangka

baja dan tipe beton. Struktur jembatan kereta api memiliki dua bagian yaitu

bangunan atas (upper structure) dan bangunan bawah (sub structure).

Bangunan atas adalah konstruksi yang berhubungan langsung dengan beban–

beban lalu lintas yang bekerja. Sedangkan bangunan bawah adalah konstruksi

yang menerima beban– beban dari bangunan atas dan meneruskannya ke

lapisan pendukung (tanah keras) di bawahnya.

2.3. Daerah Aliran Sungai

Daerah Aliran Sungai merupakan daerah dimana semua airnya mengalir ke

dalam suatu sungai yang dimaksudkan. Daerah ini umumnya dibatasi oleh

batas topografi, yang berarti tidak ditetapkan berdasarkan air bawah tanah

karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat

kegiatan pemakaian. Nama sebuah DAS ditandai dengan nama sungai yang

bersangkutan dan diatasi oleh titik kontrol yang umumnya merupakan statsiun

hidrometri. Dalam praktek, penetapan batas DAS ini sangat diperlukan untuk

menetapkan batas – batas DAS yang akan dianalisis (Sri Harto, 1993)

Cakupan luas suatu DAS bervariasi mulai dari beberapa puluh meter persegi

sampai dengan ratusan ribu hektar yang memiliki komponen-komponen

masukan yaitu curah hujan, komponen output yaitu debit aliran dan

polusi/sedimen, dan komponen proses yaitu manusia, vegetasi, tanah, iklim

dan topografi, sehingga Asdak (2002), menyatakan pengelolaan DAS adalah


7

suatu proses formulasi dan implementasi kegiatan atau program yang bersifat

manipulasi sumber daya alam dan manusia yang terdapat di DAS untuk

memperoleh manfaat produksi dan jasa tanpa menyebabkan terjadinya

kerusakan sumber daya tanah dan air.

2.4. Analisis Hidrologi

Data hidrologi adalah kumpulan keterangan atau fakta mengenai fenomena

hidrologi (hydrologic phenomena). Data hidrologi merupakan bahan

informasi yang sangat penting dalam pelaksanaan inventarisasi potensi

sumber-sumber air, pemanfaatan dan pengelolaan sumber-sumber air yang

tepat dan rehabilitasi sumbersumber alam seperti air, tanah dan hutan yang

telah rusak. Fenomena hidrologi seperti besarnya : curah hujan, temperatur,

penguapan, lama penyinaran matahari, kecepatan angin, debit sungai, tinggi

muka air sungai, kecepatan aliran dan konsentrasi sedimen sungai akan selalu

berubah menurut waktu. Dengan demikian suatu nilai dari sebuah data

hidrologi itu hanya dapat terjadi lagi pada waktu yang berlainan sesuai

dengan fenomena pada saat pengukuran nilai itu dilaksanakan.

Kumpulan data hidrologi dapat disusun dalam bentuk daftar atau tabel. Sering

pula daftar atau tabel tersebut disertai dengan gambar-gambar yang biasa

disebut diagram atau grafik, dan dapat disajikan dalam bentuk peta tematik,

seperti peta curah hujan dan peta tinggi muka air dengan maksud supaya lebih

dapat menjelaskan tentang persoalan yang dipelajari.


8

Secara umum analisis hidrologi merupakan satu bagian analisis awal dalam

perancangan bangunan-bangunan hidraulik. Pengertian yang terkandung di

dalamnya adalah bahwa informasi dan besaran-besaran yang diperoleh dalam

analisis hidrologi merupakan masukan penting dalam analisis selanjutnya.

Bangunan hidraulik dalam bidang teknik sipil dapat berupa gorong-gorong,

bendung, bangunan pelimpah, tanggul penahan banjir, dan sebagainya.

Ukuran dan karakter bangunan-bangunan tersebut sangat tergantung dari

tujuan pembangunan dan informasi yang diperoleh dari analisis hidrologi.

Sebelum informasi yang jelas tentang sifat-sifat dan besaran hidrologi

diketahui, hampir tidak mungkin dilakukan analisis untuk menetapkan

berbagai sifat dan besaran hidrauliknya. Demikian juga pada dasarnya

bangunan- bangunan tersebut harus dirancang berdasarkan suatu standar

perancangan yang benar sehingga diharapkan akan dapat menghasilkan hasil

rancangan yang dapat berfungsi baik structural maupun fungsional dalam

jangka waktu yang ditetapkan.

Analisis hidrologi diperlukan untuk mengetahui karakteristik hidrologi daerah

pengaliran loksdi kegiatan serta menentukan besarnya debit banjir rencana

pada suatu perencanaan bangunan air. Data untuk penentuan debit banjir

rencana pada diperoleh dari hasil olahan data curah hujan, dimana curah

hujan merupakan salah satu dari beberapa data yang dapat digunakan untuk

memperkirakan besarnya debit banjir rencana. Adapun langkah-langkah

dalam analisis hidrologi adalah sebagai berikut :

1. Menentukan Daerah Aliran Sungai ( DAS ) beserta luasnya.


9

2. Menentukan luas pengaruh daerah stasiun-stasiun hujan.

3. Menentukan curah hujan maksimum harian rata-rata DAS dari data curah

hujan yang ada.

4. Menganalisis curah hujan rencana dengan periode ulang T tahun.

5. Menghitung debit banjir rencana berdasarkan besarnya curah hujan

rencana di atas pada periode ulang T tahun.

2.5. Penentuan Curah Hujan Maksimum

Curah hujan harian maksimum adalah curah hujan harian tertinggi dalam

tahun pengamatan pada suatu stasiun tertentu. Data ini biasanya dipergunakan

untuk perencanaan bangunan hidrolik sungai seperti bending, bendungan,

tanggul pengamatan sungai dan drainase. Curah hujan bulanan adalah jumlah

curah hujan harian dalam satu bulan pengamatan pada suatu stasiun curah

hujan tertentu. Data ini biasanya dipegunakan untuk simulasi kebutuhan air

dan menentukan pola tanam. Curah hujan tahunan adalah jumlah curah hujan

bulanan dalam satu tahun pengamatan pada suatu stasiun curah hujan tertentu.

Dalam perolehan data-data hujan memerlukan tingkat ketelitian baik sehingga

menghasilkan interpretasi yang mendekati keadaan sesungguhnya. Akan

tetapi ada beberapa faktor penyebab terjadinya kesalahan, misalnya

bersumber dari alat ukur, cara pengukuran dan cara perhitungan sehingga

mengakibatkan kesalahan pada hasil analisa. Hal-hal yang perlu dilakukan

dalam persiapan data curah hujan untuk mendapatkan debit sintetik adalah

sebagai berikut:
10

1. Perhitungan hujan kawasan

Perhitungan hujan kawasan dilakukan untuk memberi nilai curah hujan

secara time series pada setiap kawasan (area rainfall) yang dapat berupa

daerah pengaliran sungai berdasarkan data hujan dari stasiun hujan yang

ada (point rainfall). Tujuan mencari hujan rata-arata adalah merubah titik

hujan menjadi hujan wilayah atau mencari suatu nilai yang dapat mewakili

pada suatu darah aliran dan disebut nilai rata-rata. Pengolahan data dalam

hidrologi diantaranya adalah pengolahan data untuk mencari hujan rata-

rata suatu daerah tangkapan air dan bagaimana melengkapi data-data yang

hilang. Hujan rata-rata untuk suatu daerah tangkapan air atau curah hujan

representative dapat dihitung dengan cara sebagai berikut :

1. Metode rata-rata Aljabar

Metode ini merupakan perhitungan rata-rata huajan secara aljabar

biasa, dengan cara menjumlahkan sesuai data yang ada dari

sejumlah stasiun hujan untuk waktu tertentu kemudian dibagi

dengan jumlah stasiun hujan tadi. Lebih jelasnya diformulasikan

sebagai berikut :

Ri = ……………………………… (1)

2. Metode Poligon Thiesen

Metode ini memperhitungkan bobot dari masing-masing stasiun

yang mewakili luasan di sekitarnya. Pada suatu luasan di dalam

DAS dianggap bahwa hujan adalah sama dengan yang terjadi pada

stasiun yang terdekat, sehingga hujan yang tercatat pada suatu


11

stasiun mewakili luasan tersebut. Metode ini digunakan apabila

penyebaran stasiun hujan di daerah yang ditinjau tidak merata,

pada metode ini stasium hujan minimal yang digunakan untuk

perhitungan adalah tiga stasiun hujan. Hitungan curah hujan rata-

rata dilakukan dengan memperhitungkan daerah pengaruh dari tiap

stasiun.

Metode poligon Thiessen banyak digunakan untuk menghitung

ujan rata-rata kawasan. Poligon Thiessen adalah tetap untuk suatu

jaringan stasiun hujan tertentu. Apabila terdapat perubahan jaringan

stasiun hujan seperti pemindahan atau penambahan stasiun, maka

harus dibuat lagi poligon yang baru (Triatmodjo, 2008).

Rata-rata terbobot (weighted average), masing-masing stasiun

hujan ditentukan luas daerah pengaruhnya poligon yang dibentuk

(menggambarkan garis-garis sumbu pada garis-garis penghubung

antara dua stasiun hujan yang berdekatan). Cara ini diperoleh

dengan membuat poligon yang memotong tegak lurus pada tengah-

tengah garis penghubung dua stasiun hujan. Dengan demikian tiap

stasiun penakar Rn akan terletak pada suatu poligon tertentu An.

Dengan menghitung perbandingan luas untuk setiap stasiun

yang besarnya = An/A, dimana A adalah luas daerah

penampungan atau jumlah luas seluruh areal yang dicari tinggi

curah hujannya. Curah hujan rata-rata diperoleh dengan cara

menjumlahkan pada masing-masing penakar yang mempunyai


12

daerah pengaruh yang dibentuk dengan menggambarkan garis-garis

sumbu tegak lurus terhadap garis penghubung antara dua pos

penakar.

2. Analisis frekuensi dan probabilitas.

Analisis frekuensi diperlukan untuk menelaah seri data hujan yang

diperoleh dari pos penakar hujan. Analisis frekuensi ini didasarkan pada

sifat statistik data kejadian yang telah lalu untuk memperoleh probabilitas

besaran hujan di masa yang akan datang. Tujuan analisis frekuensi data

hidrologi adalah berkaitan dengan besaran peristiwa-peristiwa ekstrim

yang berkaitan dengan frekuensi kejadiannya melalui penerapan distribusi

kemungkinan. Data hidrologi yang dianalisis diasumsikan tidak

bergantung, terdistribusi secara acak, dan bersifat stokastik (Suripin, 2004).

Dalam statistik dikenal beberapa parameter yang berkaitan dengan analisis data

yang meliputi rata-rata, simpangan baku, koefisien variasi dan koefisien skewness.

a. Rata-rata

……………………………….. (2)

b. Simpangan baku

……………………. (3)

c. Koefisien variasi

……………………………………... (4)

d. Koefisien skewness

……………………………… (5)
13

Analisis frekuensi yang sering digunakan dalam bidang hidrologi adalah

sebagai berikut.

a. Distribusi Normal

Distribusi normal atau kurva normal disebut juga distribusi Gauss.

Perhitungan curah hujan rencana menurut metode distribusi normal,

mempunyai persamaan sebagai berikut.

……………………………………. (6)

XT : Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T

tahunan

X : Nilai rata-rata hitung variat

S : Deviasi standar nilai variat

KT : Faktor Frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau periode ulang

dan tipe model matematik disrtibusi peluang yang digunakan untuk

analisis peluang

Untuk mempermudah perhitungan distribusi normal, sudah tersedia nilai

variabel reduksi Gauss seperti yang terdapat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Nilai variabel reduksi Gauss

No. Periode ulang, T Peluang KT


(tahun)
1 1,001 0,999 -3,05
2 1,005 0,995 -2,58
3 1,010 0,990 -2,33
4 1,050 0,950 -1,64
5 1,110 0,900 -1,28
6 1,250 0,800 -0,84
7 1,330 0,750 -0,67
8 1,430 0,700 -0,52
9 1,670 0,600 -0,25
10 2,000 0,500 0
11 2,500 0,400 0,25
12 3,330 0,300 0,52
14

13 4,000 0,250 0,67


14 5,000 0,200 0,84
15 10,000 0,100 1,28
16 20,000 0,050 1,64
17 50,000 0,020 2,05
18 100,0 0,010 2,33
19 200,0 0,005 2,58
20 500,0 0,002 2,88
21 1000,0 0,001 3,09
Sumber : Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan, Suripin, 2004

b. Distribusi Log Normal

Dalam distribusi l og normal data X diubah ke dalam bentuk

logaritmik Y = log X. Jika variabel acak Y = log X terdistribusi secara

normal, maka X dikatakan mengikuti distribusi log normal. Perhitungan

curah hujan rencana menggunakan persamaan berikut ini.

……………………………….. (7)

Keterangan :

YT : Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T-

Y : Nilai rata-rata hitung variat

S : Deviasi standar nilai variat

KT : Faktor Frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau periode ulang

dan tipe model matematik disrtibusi peluang yang digunakan untuk

analisis peluang

c. Distribusi Log Pearson III

Perhitungan curah hujan rencana menurut metode Log Pearson

III, mempunyai langkah-langkah perumusan sebagai berikut.

1) Mengubah data dalam bentuk logaritmis

……………………………………. (8)
15

2) Menghitung harga rata-rata

…………………………….. (9)

3) Menghitung harga simpangan baku

……………………. (10)

4) Menghitung koefisien skewness

………………………… (11)

5) Menghitung logaritma hujan atau banjir dengan periode ulang T

…………………………. (12)

Nilai K adalah variabel standar untuk X yang besarnya tergantung

koefisien kemencengan

d. Distribusi Gumbel

Perhitungan curah hujan rencana menurut Metode Gumbel,

mempunyai perumusan sebagai berikut.

…………………………………. (13)

Keterangan :

X : Harga rata-rata sampel

S : Standar deviasi (simpangan baku) sampel

Nilai K (faktor probabilitas) untuk harga-harga ekstrim Gumbel dapat

dinyatakan dalam persamaan berikut.

………………………………………… (14)

Keterangan :

Yn : Reduced mean yang tergantung jumlah sample/data n (Tabel 2.2)

Sn : Reduced standard deviation yang juga tergantung pada jumlah


16

sample/data n (Tabel )

YTr : Reduced variate, yang dapat dihitung dengan persamaan :

………………………………... (15)

Tabel 2.2 Reduced Variate, YTr sebagai fungsi periode ulang

Periode Reduced variate Periode Reduced variate


ulang, YTr YTr
Tr (tahun)
2 0,3668 100 4,6012
5 1,5004 200 5,2969
10 2,2510 250 5,5206
20 2,9709 500 6,2149
25 3,1993 1000 6,9087
50 3,9028 5000 8,5188
75 4,3117 10000 9,2121
Sumber : Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan, Suripin, 2004

3. Perhitungan Curah Hujan Rancangan.

Perhitungan curah hujan rencana digunakan untuk meramal besarnya

hujan dengan periode ulang tertentu. Berdasarkan curah hujan rencana

tersebut kemudian dicari intensitas hujan yang digunakan untuk

mencari debit banjir rencana (Sosrodarsono dan Takeda, 1977).

Dalam ilmu statistik dikenal beberapa macam distribusi frekuensi dan

empat jenis distribusi yang banyak digunakan dalam bidang hidrologi,

yaitu distribusi normal, distribusi Log-Normal, distribusi Log-Person

III, dan distribusi Gumbel. Sebelum menghitung curah hujan wilayah

dengan distribusi yang ada dilakukan terlebih dahulu pengukuran

dispersi untuk mendapatkan parameter-parameter yang digunakan dalam

perhitungan curah hujan rencana (Suripin, 2004).


17

2.6. Perhitungan Debit Banjir Rencana

Debit banjir rencana dihitung dengan menggunakan persamaan rasional :

Q = 0,278 c x I X A………………………………………… (16)

Dimana :

C = koefisisen pengaliran

I = intensitas hujan

A = Luas Das

1. Koefisien Pengaliran

Koefisien pengaliran ditentukan berdasarkan nilai yang ada pada tabel


di bawah ini.
Tabel 2.3 Koefisien Pengaliran untuk Rumus Rasional

Deskripsi lahan/ Karakter Permukaan Koefisien Pengaliran


Bisiness :
 Perkotaan 0,70 – 0,95
 Pinggiran 0,50 – 0,70
Perumahan
 Rumah Tinggal 0,30 – 0,50
 Multiunit, terpisah 0,40 – 0,60
 Multiunit, tergabung 0,60 – 0,75
 Perkampungan 0,25 – 0,40
 Apartemen 0,50 – 0,70
Perkerasan
 Aspal dan Beton 0,70 – 0,75
 Batu bata, paving 0,50 – 0,70
Halaman Berpasir
 Datar (2%) 0,05 – 0,10
 Curam (7%) 0,15 – 0,20
Halaman Tanah
 Dasar (2%) 0,13 – 0,17
 Curam (7%) 0,18 – 0,22
Hutan
 Dasar 0 – 5% 0,10 – 0,40
 Bergelombang 5 – 10% 0,25 – 0,50
 Berbukit 10 – 30% 0,30 – 0,60
Sumber : Suripin, 2004
18

2. Analisis Intensitas Hujan

Intensitas hujan adalah tinggi air hujan per satuan waktu. Sifat umum

hujan adalah makin singkat hujan yang berlangsung, intensitasnya

cenderung semakin tinggi dan periode ulangnya makin besar

intensitasnya. Hubungan antara intensitas, lama hujan, dan frekuensi

hujan dinyatakan dengan lengkung Intensitas-Durasi-Frekuensi (IDF =

Intensity, Duration, Frequency Curve). Ada beberapa rumus yang

dapat digunakan untuk membuat lengkung IDF.

a. Rumus Talbot

Rumus ini banyak digunakan karena mudah diterapkan dan

tetapan

tetapan a dan b ditentukan dengan harga-harga yang terukur.

……………………………………. (17)

Keterangan :

I : intensitas hujan (mm/jam)

t : lamanya hujan (jam)

a dan b : konstanta yang tergantung pada lamanya hujan yang

terjadi di DAS

……………………… (18)

…………………………. (19)

b. Rumus Mononobe
19

Rumus ini digunakan apabila data hujan jangka pendek tidak

tersedia,

yang ada hanya data hujan harian.

……………………….. (20)

Keterangan :

I : intensitas hujan (mm/jam)

t : lamanya hujan (jam)

R24 : curah hujan maksimum harian selama 24 jam (mm)

2.7. Perencanaan Hidrolika

1. Jenis Aliran

Aliran air dalam suatu saluran dapat berupa aliran pada saluran terbuka

(open channel flow) maupun pada saluran tertutup (pipe channel flow).

1. Aliran air pada saluran terbuka

Saluran terbuka adalah saluran yang memungkinkan air mengalir

dengan muka air bebas sehingga permukaannya bersentuhan

dengan udara. Tekanan yang ada di permukaan air adalah tekanan

atmosfer. Pengaliran pada suatu pipa yang tidak penuh masih

disebut aliran pada saluran terbuka.

a) Aliran permanen (steady flow)

Aliran permanen adalah aliran di mana variabel-variabel

alirannya seperti debit, kedalaman, viskositas, rapat massa

tidak berubah terhadap waktu.


20

b) Aliran seragam (uniform flow)

Aliran seragam adalah aliran dengan tinggi muka air sama

di setiap penampang. Aliran ini dapat terjadi di saluran

irigasi yang panjang dan tidak mengalami perubahan

tampang lintang serta jauh dari bangunan irigasi. Aliran

seragam tidak dapat terjadi bila kecepatan aliran terlalu

besar atau kemiringan saluran terlalu curam.

c) Aliran tak seragam (non uniform flow)

Aliran tak seragam adalah aliran dengan kedalaman air

berubah di sepanjang saluran. Di dalam aliran tak seragam,

garis energi tidak sejajar dengan garis muka air dan dasar

saluran. Aliran ini dapat terjadi bila tampang lintang

saluran tidak konstan. Aliran tak seragam dapat dibedakan

menjadi dua yaitu sebagai berikut.

 Aliran berubah beraturan (gradually varied flow)

Aliran berubah beraturan adalah aliran di mana

parameter hidraulis (kecepatan, tampang basah dan

sebagainya) berubah secara beraturan dari satu tampang

ke tampang lainnya.

 Aliran berubah cepat (rapidly varied flow)

Aliran berubah cepat adalah aliran di mana parameter

hidraulisnya berubah secara mendadak dan terkadang

tidak kontinu.
21

d) Aliran tidak permanen (unsteady flow)

Aliran tidak permanen adalah aliran di mana variabel-

variabel alirannya seperti debit, kedalaman, viskositas,

rapat massa berubah terhadap waktu.

2. Aliran air pada saluran pipa

Pipa adalah saluran tertutup yang digunakan untuk mengalirkan

fluida dengan tampang aliran penuh. Tekanan yang berada di

dalam pipa dapat lebih besar atau lebih kecil dari tekanan

atmosfer. Apabila zat cair di dalam pipa tidak penuh, maka aliran

tersebut tergolong dalam aliran pada saluran terbuka.

2. Elemen Tampang Saluran

Aliran pada saluran terbuka memanfaatkan gaya gravitasi untuk

mengalirkan air di dalamnya. Jadi dasar saluran harus mempunyai

kemiringan tertentu searah aliran. Tampang saluran yang tegak lurus

dengan arah aliran disebut tampang melintang saluran. Saluran dengan

tampang melintang dari kemiringan dasar saluran yang konstan disebut

saluran prismatis. Gambar 5. menunjukkan penampang melintang dan

profil memanjang dari suatu saluran.

Gambar 2.1 Penampang melintang dan profil memanjang saluran


22

Keterangan :

1) h = Y = kedalaman aliran (depth of flow), adalah jarak vertikal

dari dasar saluran ke permukaan.

2) d = Y cos  = kedalaman tampang aliran (depth of flow section),

adalah kedalaman aliran yang diukur tegak lurus arah aliran.

3) B = lebar dasar (bottom width), adalah lebar tampang saluran di

bagian dasar.

4) A = luas basah (water area), adalah luas tampang aliran yang

tegak lurus arah aliran.

5) P = keliling basah (wetted perimeter), adalah panjang

permukaan melintang saluran yang kontak dengan air.

6) R = jari-jari hidraulis (hydraulic radius), adalah perbandingan

antara luas basah dan keliling basah.

7) D = kedalaman hidraulis (hydraulic depth), adalah perbandingan

antara luas basah dengan lebar puncak.

8) S = kemiringan hidraulis (hydraulic slope), adalah kemiringan

atau gradien garis energi total.

9) I = kemiringan dasar saluran (slope of channel bed), adalah

perbandingan antara beda elevasi dasar saluran di bagian hulu

dan hilir dengan panjang horizontal saluran.


23

2.8. Analisis Hidrolika dengan Software HEC – RAS

Perhitungan tinggi Muka air banjir dilakukan dengan menggunakan bantuan

program HEC RAS versi 5.1.0 Peniruan geometri sungai diperoleh dari data

hasil pengukuran topografi. Pemodelan aliran dan kecepatan aliran pada

berbagai kedalaman juga disimulasikan sesuai dengan interpretasi kondisi

eksisting di lapangan. Keunggulan menggunakan program ini dikarenakan

aplikasi yang dapat mengintegrasikan fitur analisis hidrolik yang dapat

diakses setelah hitungan profil muka air berhasil di lakukan. Analisis

hiraulika yang digunakan dengan menggunakan kondisi aliran steady flow

dengan modul aliran didasarkan pada persamaan energi (satu dimensi).

Pemodelan hidrolika dengan menggunakan bantuan software HEC RAS

dilakukan untuk memberikan informasi ketinggian air di saluran pada saat

banjir. Pemodelan dilakukan berdasarkan input geometri rencana saluran

dengan data debit berdasarkan hasil perhitungan dan analisis data hidrologi.

Pada kasus sungai alam, tipe aliran yang ada adalah aliran tidak seragam (non

uniform flow). Aliran sungai alam bisa dianggap sebagai aliran mantap

(steady flow) maupun aliran tidak mantap (unsteady flow). Pada kajian ini,

terori hidrolika yang akan digunakan mengganggap aliran yang terjadi adalah

aliran mantap (steady flow).

Profil muka air dihitung dengan cara membagi saluran menjadi bagian-bagian

saluran yang pendek, lalu dihitung secara bertahap dari satu ujung ke ujung

saluran lainnya. Cara ini biasa disebut sebagai metode tahapan langsung

(Direct Step Methods). Gambar di bawah ini menggambarkan bagian saluran


24

sepanjang tinggi energi total di kedua penampang 1 dan penampang 2

disamakan sebagai berikut (Ven Te Chow, 1985):

.......................... (21)

…………………………………… (22)

……………………………………. (23)

Dengan energi spesifik dan dianggap α1 = α2 = α3 di mana:

y = kedalaman aliran (m)

V = kecepatan rata-rata (m/dtk)

α = Koefisien energi

So = Kemiringan dasar

Sf = Kemiringan geser

Gambar 2.2 Profil Saluran dan Garis Energi


25

Bila dipakai rumus Manning:

…………………………… (24)

di mana R merupakan jari-jari hidrolis, sehingga besarnya nilai v

pada kedua penampang dihitung dengan persamaan sebagai berikut.

.................................. (25)

di mana:

V = Kecepatan aliran pada penampang (m/dtk)

Q = Debit aliran (m3/dtk)

A = Luas penampang (m2)

Running program dan hasil visual 1 dimensi tinggi muka air banjir

pada masing-masing penampang sungai. Hasil pehitungan dalam

kajian ini disajikan dalam bentuk grafik yang menampilkan

tampang lintang di suatu River Reach.

1. Kajian Profil Muka Air dengan Bantuan Program HEC RAS

Simulasi profil aliran yang akan dikaji pada penelitian ini yaitu pada

saluran terbuka (open channel). Simulasi dilakukan secara nyata dengan

mengalirkan air ke saluran yang umumnya dibuat dalam skala

laboratorium (model fisik) atau secara virtual dengan melakukan

serangkaian hitungan hidraulik yang umumnya diwadahi dalam suatu

perangkat program aplikasi komputer (model matematik). Melalui model

fisik, sejumlah fenomena fisik aliran di saluran atau sungai nyata rototipe)

ditirukan di saluran atau sungai yang dibuat dengan ukuran yang lebih
26

kecil (model). Interpretasi terhadap fenomena yang diamati atau diukur di

model akan memberikan petunjuk terhadap fenomena yang (seolah-olah)

terjadi di prototype (Istiarto, 2014).

Salah satu program bantuan untuk menganalisa hidrolika aliran pada

saluran terbuka adalah dengan HEC RAS. Satu elemen penting dalam

HEC-RAS adalah keempat komponen tersebut memakai data geometri

yang sama, routine hitungan hidraulika yang sama, serta beberapa fitur

desain hidraulik yang dapat diakses setelah hitungan profil muka berhasil

dilakukan. Tahap analisis hidrolika dengan HEC RAS dilakukan dengan

prosedur sebagai berikut ;

a. Membuka program HEC RAS

b. Melakukan input geometri sungai

c. Melakukan input data debit berdasarkan hasil perhitungan

Gambar di bawah ini menunjukkan tampilan program dan proses analisis

dengan menggunakan HEC RAS

Gambar 2.3 Tampilan Layar Awal Program HEC RAS


27

Gambar 2.4 Tampilan Layar Input Geometri Saluran

Gambar 2.5 Tampilan Layar Input Data Debit


28

Gambar 2.6 Tampilan Layar Hasil Running Muka Air Pada Salah Satu Saluran

Gambar 2.7 Tampilan Layar Hasil Running Muka Air Pada Seluruh Saluran
29

2.9. Penelitian Sejenis

1. Analisis Debit Banjir dan Tinggi Muka Air Banjir Sungai Sario di

Titik Kawasan Citraland oleh Dewi Parwati Suadnya pada Jurnal

Sipil Statik Vol. 5 No.3 Mei 2007 (143-150) ISSN : 2337-6732

menyebutkan bahwa Sungai Sario adalah salah satu sungai di kota

Manado, Sulawesi Utara, bermuara di Teluk Manado, memiliki

panjang kurang lebih 15 km, dan merupakan salah satu sungai yang

rawan terhadap banjir. Sungai ini melintasi kawasan perumahan

Citraland dan pernah terjadi banjir di kawasan perumahan ini akibat

luapan air sungai Sario. Analisis curah hujan rencana dihitung dengan

menggunakan metode Log Pearson III. Untuk menghitung debit banjir

sungai Sario di titik kawasan Citraland ini digunakan data curah hujan

di stasiun Winangun dan stasiun Tinoor dengan periode pencatatan

tahun 1996 s/d 2015. Untuk perhitungan debit banjir menggunakan

program HEC-HMS dan untuk perhitungan tinggi muka air menggunakan

program HEC-RAS. Dari hasil analisis, debit banjir rencana dengan

berbagai kala ulang menggunakan program HECHMS memberikan hasil

yang beragam. Dan untuk hasil tinggi muka air yang menggunakan

program HEC-RAS pada kala ulang 5 tahun tidak ada air yang meluap di

setiap titik, kala ulang 10 tahun air yang meluap pada titik P72, P73, dan

P74, kala ulang 50 tahun dan 100 tahun air yang meluap pada titik P72,

P73, P74, P75, P76, dan P77.


30

2. Analisis Tinggi Muka Air Banjir DAS Belawan dengan

Menggunakan Software HER RAS oleh Asril Zevri dimuat pada

Jurnal Teknik Sipil Universitas Syah Kuala Volume 7, Nomor 1,

Mei 2018 menyebutkan bahwa Curah hujan yang tinggi dapat

mengakibatkan limpasan sehingga menimbulkan tinggi muka air banjir di

sekitar dataran penampang sungai. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mensimulasi tinggi muka air banjir DAS Belawan dengan debit banjir

periode kala ulangnya. Lingkup kegiatan dalam penelitian ini yaitu

menganalisa curah hujan harian maksimum rata-rata DAS Belawan dan

menganalisa debit banjir kala ulang 2 sampai dengan 100 tahun,

mensimulasi tinggi muka air banjir dengan HEC RAS. Hasil studi

menunjukan potensi tinggi muka air banjir DAS Belawan terjadi akibat

debit banjir periode kala ulang 25 sampai dengan 100 tahun khususnya di

bagian tengah sampai hilir penampang sungai yaitu berkisar antara 0.7 m

sampai dengan 3.3 m.

3. Kajian Debit Rancangan Banjir dan Kapasitas Penampang Sungai

Baki oleh Dony Azhari pada e-Journal Teknik Sipil halaman 407 –

416 Juni 2017 menyebutkan bahwa Metode yang digunakan untuk

mengetahui debit banjir maksimum di Sungai Baki adalah metode

Rasional. Sedangkan metode yang digunakan dalam perhitungan profil

muka air yaitu metode tahapan standar. Dalam perhitungannya panjang

sungai acuan di Bengawan Solo dibagi menjadi beberapa pias. Data yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu data sekunder bulan Desember 2007.
31

Hasil analisis dan perhitungan debit maksimum di Sungai Baki dengan

metode Rasional sebesar 1.138,858 m3/detik. Debit yang mengalir di

Bengawan Solo diketahui dari lengkung debit sebesar 1.904,7 m3/detik.

Perhitungan elevasi muka banjir di pertemuan sungai dengan metode

tahapan standar sebesar 11,388 m. Berdasarkan analisis dengan program

HEC RAS, dapat dilihat bahwa profil muka air yang terjadi di sungai Baki

lebih tinggi dari tanggul sekitar. Oleh karena itu, dalam penelitian

melakukan skenario simulasi pengendalian banjir dengan pemasangan

tanggul dan kolam retensi yang dikombinasikan dengan pemasangan

tanggul.

4. Perkiraan Tinggi Standar Lantai Jembatan Terhadap Pegaruh

Muka Air Banjir oleh Mursid MA pada Jurnal Politeknologi Vo.

19 No. 1 Januari 2020 halaman 17-24 menyebutkan bahwa Analisa

hidrolika dilakukan menggunakan bantuan softwere HEC-RAS 4.1.0.

Dalam analisis hidrolika terdiri dari dua simulasi, pertama simulasi

kalibrasi model Sungai Ciliwung Hilir pada kondisi eksisting

berdasarkan kejadian banjir pada tanggal 4 Februari 2007 (Q2007) dan

kedua simulasi diskenariokan dengan beberapa kala ulang banjir 5, 10,

20,50, 100 tahun. Setiap hasil simulasi dievaluasi untuk mendapatkan t

inggi standard lantai jembatan dari muka air banjir yang memenuhi syarat.

Dari hasil analisa hidrologi untuk hujan maksimum harian digunakan

distribusi Log Perarson III dan dari nilai maksimum hidrogaf satuan maka

dilakukan analisis hidrolika dengan softwere HEC-RAS diperoleh masing-


32

masing elevasi muka air banjir dilokasi jembatan.Dari hasil analisis tersebut

ditentukan elevasi lantai jembatan yang ideal. Elevasi lantai jembatan

standar sesuai kala ulang banjir 2, 5, 10, 20, 50, 100 tahunan, banjir 2007

sebagai berikut +19.50, +20.50, +21.00, +21.10, +21.80, + 22.10 dan

22.00 meter.

5. Hubungan Tinggi Muka Air dan Debit Aliran Sungai Karang

Mumus di Lokasi Desa Pampang Kota Samarinda oleh Dewa Made

Wiadnyana dimuat pada Jurnal Geosains Kutai Basin Volume 2

Nomor 2, Agustus 2019 menyebutkan untuk mengetahui debit aliran

dan tinggi muka air sunai pampang kota Samarinda kita melakukan

pengukuran yang dilaksanakan tahun 2004 sampai 2015, di Sungai

Pampang nilai debit minimum adalah 2.1 m3/detik dan maksimum 16,67

m3/detik, dengan rerata 6,7 m3/detik. Di Sungai Selindung dan S. Binangat

pada saat musim kemarau telah terjadi debit aliran nol. Untuk Sungai

Karang Mumus (hilir) di jembatan Tepian Lempake rerata debit aliran 2.7

m3/detik, sedangkan minimum dan maksimumnya adalah 2,73 m3/detik

dan 39,67 m3/detik atau memiliki indeks regim debit aliran sebesar 14,53.

Sungai Karang Asam Kecil (SKAK) dan Sungai Karang Asam Besar

(SKAB) memiliki rerata debit aliran SKAK mencapai 0.3 m3/detik,

dengan nilai minimum 0.00 m3/detik dan nilai maksimum 1.5 m3/detik,

sedangkan untuk SKAB nilai reratanya 3.50 m3/detik dan nilai

minimum-maksimumnya adalah 0.70 m3/detik dan 5.20 m3/detik. Dari

semua titik pengukuran, kurva polinomial pada grafik debit aliran


33

merupakan kurva terbaik dengan R2 tertinggi untuk penggambaran

hubungan debit aliran sebagai fungsi dari tinggi muka air untuk seluruh

titik pengukuran, dengan nilai korelasi seluruhnya siginifikan.

Anda mungkin juga menyukai