Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

KENDALA PENGEMBANGAN PROFESI GURU

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Profesi Kependidikan
yang di ampu oleh Dr. Chairil Faif Pasani, M.Si, Juhairiah, S.Pd., M.Pd.,
dan Rahmita Noorbaiti, S.Pd., M.Pd.

Disusun oleh:
KELOMPOK 10
Alfitania Alfatihah Rizki (NIM 2010118120010)
Elli Siah Asmayani (NIM 2010118320019)
Fina Arumanisa (NIM 2010118320012)
Muhammad Fitrian (NIM 2010118310017)
Nor Rahmilia Sari (NIM 2010118220027)
Nurul Atifah (NIM 2010118320006)
Verliani Nor Rahmad (NIM 2010118320007)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
2021
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL......................................................................................................... i
DAFTAR ISI..................................................................................................................... ii
KENDALA PENGEMBANGAN PROFESI GURU........................................................ 1
A. Pentingnya Pengembangan Profesi Guru.............................................................. 1
B. Problematika Profesi Guru.................................................................................... 4
C. Kendala dan Tantangan yang Dihadapi dalam Pengembangan Profesi Guru....... 7
D. Upaya yang Dilakukan untuk Membantu Pengembangan Profesi Guru............... 12
KESIMPULAN ................................................................................................................ 17
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 18
KENDALA PENGEMBANGAN PROFESI GURU

A. Pentingnya Pengembangan Profesi Guru


Pengembangan profesi dan karir guru adalah sesuatu hal yang mutlak dilakukan untuk
mendapatkan rasa nyaman dan puas bagi guru itu sendiri. Hal ini sesuai dengan teori
Maslow yang menempatkan kebutuhan aktualisasi diri sebagai kebutuhan puncak atau
tertinggi setelah kebutuhan-kebutuhan lainnya. Bila guru mampu mengekspresikan dan
mengaktualisasikan dirinya maka ia akan bekerja dengan rasa senang dan nyaman tanpa
memiliki rasa khawatir ataupun gelisah. Selain itu kegiatan ini mempunyai sisi ekonomis
yang sangat penting dalam mencukupi kebutuhan lainnya yaitu dengan adanya
peningkatan penghasilan bagi guru yang meningkatkan pencapaiannya dalam profesi dan
karir.
Dalam meniti karir tentu tidak mungkin langsung menuju titik puncak karir tersebut,
melainkan harus melalui proses dan tahapan-tahapan tertentu. Menurut Saomah terdapat
lima tahapan/sintaks seseorang dalam meniti karir pekerjaannya:
a. Growth level
Tahapan Growth merupakan tahap perkembangan kapasitas, sikap, minat, dan
kebutuhan yang diasosiasikan dengan konsep diri.
b. Exploratory level
Tahap Exploratory merupakan fase tentatif yang didalamnya pilihan
dipersempit tapi tidak final.
c. Establishment level
Tahap Establishment merupakan tahap coba-coba dan stabilisasi melalui
pengalaman kerja
d. Maintenance level
Tahap Maintenance merupakan proses penyesuaian yang terus menerus untuk
meningkatkan posisi dan situasi kerja.
e. Decline level
Tahap Decline merupakan tahap pertimbangan pra pensiun, keluar kerja, dan
pensiun.
Pembinaan dan pengembangan guru meliputi pembinaan dan pengembangan profesi
dan karier. Pembinaan dan pengembangan profesi guru meliputi kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Pembinaan dan
pengembangan karir guru dilakukan melalui jabatan fungsional. Pembinaan dan
pengembangan karier guru tersebut meliputi penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi.
Upaya yang dapat dilakukan guru untuk meningkatkan kompetensi dan karirnya adalah
berpartisipasi dalam forum atau kegiatan ilmiah profesional; membuat karya tulis ilmiah
/ populer, karya seni, dan karya teknologi; dan melaksanaka penelitian / pengkajian kerja
profesionalnya baik secara individual maupun kolaboratif.
Apa pun jenis pengembangan profesi guru tidak akan berjalan dengan sempurna bila
tidak memiliki fokus materi dan tujuan yang jelas. Sebab, sistem pendidikan dalam 4.0
menuntut spesialisasi keilmuan dari guru pengajar di kelas. Oleh karena itu, pelatihan
atau workshop harus dibagi berdasarkan tingkat serta jenis pendidikannya.
1. Guru Pendidikan Dasar
Dalam pendidikan tingkat dasar, sebaiknya guru tidak memberikan materi
yang sangat spesifik. Sebab, pada level ini, siswa lebih diharapkan untuk memahami
dasar serta mengembangkan minat terhadap spesialisasi pendidikan selanjutnya.
Pemberian materi yang luas namun memiliki korelasi dengan tujuan dari pendidikan
4.0 haruslah menjadi fokus dalam pelatihan para guru sekolah dasar.
2. Guru Pendidikan Menengah Umum
Guru tingkat sekolah menengah harus memiliki kemampuan yang sangat baik
serta spesifik. Pada tingkat ini, kualifikasi keilmuan sangatlah penting. Sebab, siswa
yang telah memiliki minat pada sebuah bidang perlu mendapatkan bimbingan lebih
intensif dari guru yang ahli. Oleh karena itu, seorang guru tidak hanya harus
mengajar sesuai keilmuan yang mereka miliki, tetapi juga harus memiliki
kemampuan setara dengan para profesional.
3. Guru Pendidikan Menengah Kejuruan
Walaupun memiliki tingkat yang sama dengan sekolah menengah umum,
namun guru di sekolah kejuruan haruslah memiliki kemampuan teori yang kuat serta
teknik dan metodologi setara profesional di industri. Selain itu, seorang guru sekolah
kejuruan juga harus memiliki pengalaman dan pemahaman yang baik tentang dunia
kerja. Khususnya dalam industri 4.0 dan apa saja yang dibutuhkan.
Secara umum, pengembangan profesi guru dan tendik dirancang agar guru dan tendik
bisa memberikan materi serta pengetahuan sesuai standar pendidikan dan kurikulum
yang dibuat oleh pemerintah.Akan tetapi, program pelatihan dan pengembangan profesi
guru tidaklah hanya sebatas pemenuhan standar.
Berikut beberapa hal yang akan didapatkan oleh guru yang mengikuti pelatihan
program profesi guru:
1. Memperkaya Know-How
Guru dan tendik yang mengikuti program pelatihan setidak-tidaknya akan
mendapatkan pengetahuan tentang know-how dari para profesional yang didatangkan
sebagai pemateri. Bila tidak, tentu akan menjadi masalah di masa depan. Sebab,
seorang guru harus mengajarkan semua hal, baik teori maupun praktik. Dalam
pelajaran TIK misalnya, bilamana dalam silabus yang diterbitkan oleh pemerintah
meminta siswa untuk mampu membuat sebuah website, maka guru harus menguasai
ilmu tersebut sebelum diajarkan pada siswa. 
2. Meningkatkan Kreativitas Mengajar
Guru dan tendik yang berhasil lulus dalam program pelatihan profesi baik dari
lembaga swasta maupun pemerintah seharusnya bisa menjadi lebih kreatif dalam
membuat materi belajar. Sebab, dalam pelatihan bukan hanya memberikan
kemampuan pada guru untuk cara-bagaimana, tetapi juga membuka wawasan guru
menjadi lebih luas.
3. Problem Solving
Tugas guru bukan hanya sebagai pengajar, tetapi juga sebagai pengembang
bakat dari siswa di sekolah. Oleh karena itu, seorang guru juga harus memiliki
kemampuan yang baik dalam hal problem solving untuk mengetahui masalah dari
setiap keunikan siswanya. Selain itu, seorang guru dituntut untuk dapat menemukan
penyelesaian masalah yang logis, beralasan, serta bisa memberikan solusi dengan
cara berpikir yang mudah diterima oleh siswa.
4. Kemampuan Berpikir Strategis
Dalam program pengembangan profesi, guru juga akan dilatih bagaimana cara
membuat rencana mengajar yang efektif dan efisien tanpa melakukan eliminasi pada
kelompok siswa minor. Selain itu, para guru juga akan dilatih tentang metode
pembuatan tujuan atau goal dari materi yang diajarkan pada setiap siswa. Sebab,
perwujudan dari pendidikan 4.0 adalah pengembangan kemampuan kognitif personal
dari siswa, dan bukan lagi bagaimana pemenuhan siswa dapat mencapai kaku yang
ditetapkan sebelumnya.
5. Melatih Penyampaian Tacit Knowledge
Tacit knowledge adalah sebuah pengetahuan unik yang hanya dimiliki oleh
satu orang saja. Sebab, sumber dari pengetahuan ini berasal dari seluruh informasi
dan kesimpulan yang dianalisis secara personal di dalam otak masing-masing
manusia. Beberapa pihak menyebut kemampuan ini sebagai “pengalaman”. Namun,
pengalaman tidak jarang memiliki nilai lebih tinggi daripada teori yang diajarkan
melalui buku atau diktat. Masalahnya adalah, bagaimana cara menyampaikan
pengalaman tersebut ke dalam kalimat dan kata-kata yang bisa dimengerti oleh siswa.
Oleh karena itu, guru akan diberikan metode penyampaian informasi dari tacit
knowledge menjadi sebuah kalimat, trik, atau definisi baru tentang sebuah objek atau
fenomena yang tidak pernah tertulis di buku manapun.
6. Meningkatkan Kemampuan Riset
Seorang guru haruslah membuat kesimpulan atau opini yang berdasarkan pada
data. Oleh karena itu, guru perlu memiliki kemampuan riset yang baik agar materi
pengajaran menjadi lebih bernilai. Akan tetapi, kemampuan riset bukanlah ilmu yang
mudah didapatkan dan tidak bisa dipelajari dalam beberapa hari saja. Untuk itulah
guru memerlukan bimbingan dari para peneliti profesional dari dunia pendidikan
selama pelatihan program profesi.
7. Meningkatkan Kemampuan Decision Making
Guru yang telah menjalani program pelatihan juga diharapkan memiliki
kemampuan pembuatan keputusan yang baik. Sebab, tidak jarang siswa meminta
pendapat dari guru untuk menentukan masa depan atau profesi apa yang tepat bagi
mereka. Namun, terkadang pendapat dari guru dipakai oleh beberapa siswa untuk
menentukan masa depan mereka. Oleh karena itu, seorang guru juga harus bisa
memberikan keputusan terbaik bagi siswanya.

B. Problematika Profesi Guru


Secara umum problem yang dialami oleh para guru dapat dibagi menjadi 2 kelompok
besar, yaitu problem yang berasal dari diri guru yang bersangkutan dan problem yang
berasal dari dalam diri guru lazim disebut problem internal, sedangkan yang berasal dari
luar disebut problem eksternal.
1. Problem Internal
Menurut Nana Sudjana (1998: 41), bahwa problem internal yang dialami oleh
guru pada umumnya berkisar pada kompetensi profesional yang dimilikinya, baik
bidang kognitif seperti penguasaan bahan/materi, bidang sikap seperti mencintai
profesinya (kompetensi kepribadian) dan bidang perilaku seperti keterampilan
mengajar, menilai hasil belajar siswa (kompetensi pedagogis) dan lain-lain.
a. Menguasai bahan/materi
Menguasai materi harus dimulai dengan merancang dan menyiapkan bahan
ajar/materi pelajaran yang merupakan faktor penting dalam pelaksanaan kegiatan
pembelajaran dari guru kepada anak didiknya. Agar proses pembelajaran dapat
berlangsung dengan baik, rancangan dan penyiapan bahan ajar harus cermat, baik
dan sistematis. Rancangan atau persiapan bahan ajar/materi pelajaran berfungsi
sebagai pemberi arah pelaksanaan pembelajaran, sehingga proses belajar mengajar
dapat terarah dan efektif. Namun hendaknya dalam merancang dan menyiapkan
bahan ajar disertai pula dengan gagasan/ide dan perilaku guru yang kreatif,
dengan memperhatikan segenap hal yang terkandung dalam makna belajar peserta
didik (Iskandar Agung, 2010: 54).
b. Mencintai profesi keguruan
Bertolak dari kompetensi guru yang harus dimiliki oleh guru dan adanya
keinginan kuat untuk menjadi seorang guru yang baik, persoalan profesi guru di
sekolah terus menarik untuk dibicarakan, didiskusikan, dan menuntut untuk
dipecahkan, karena masih banyak guru yang punya anggapan bahwa mengajar
hanyalah pekerjaan sambilan, padahal guru merupakan faktor dominan dalam
pendidikan formal pada umumnya karena bagi siswa, guru sering dijadikan
teladan dan tokoh panutan. Untuk itu guru seyogyanya memiliki perilaku dan
kemampuan yang memadai dalam mengembangkan peserta didik secara utuh.
Peran guru adalah perilaku yang diharapkan (expected behavior) oleh masyarakat
dari seseorang karena status yang disandangnya. Status yang tinggi membuat
seorang guru mengharuskan tampilnya perilaku yang terhormat dari
penyandangnya. Menurut Tilaar (2002: 296), dewasa ini masyarakat tetap
memgharapkan perilaku yang paling baik dan terhormat dari seorang guru.
c. Keterampilan mengajar
Guru harus memiliki beberapa komponen keterampilan mengajar agar proses
pembelajaran dapat tercapai, di antaranya yaitu 10 kompetensi guru yang
merupakan profil kemampuan dasar bagi seorang guru. Adapun 10 kompetensi
guru tersebut menurut Depdikbud (dalam Mulyasa, 2006: 4-5), meliputi:
1) Menguasai bahan,
2) Mengelola program belajar mengajar,
3) Mengelola kelas,
4) Penggunaan media atau sumber,
5) Mengelola interaksi belajar mengajar,
6) Menilai prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran,
7) Mengenal fungsi layanan bimbingan dan penyuluhan (BP),
8) Mengenal menyelenggarakan administrasi sekolah
9) Memahami prinsip-prinsip
10) Menafsirkan hasil penelitian pendidikan guru untuk keperluan pengajaran.
d. Menilai hasil belajar siswa
Evaluasi diadakan bukan hanya ingin mengetahui tingkat kemajuan yang telah
dicapai siswa saja, melainkan ingin mengetahui sejauh mana tingkat pengetahuan
siswa atau peserta didik yang telah dicapai. Menurut Syaiful Bahri Djamarah
(2005: 20) evaluasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan data
tentang sejauh mana kerberhasilan anak didik dalam belajar dan keberhasilan guru
dalam mengajar. Pelaksanaan evaluasi dilakukan oleh guru dengan memakai
instrument penggali data seperti tes perbuatan, tes tertulis dan tes lisan.
2. Problem eksternal
Problem eksternal yaitu problem yang berasal dari luar diri guru itu sendiri.
Menurut Nana Sudjana (1998: 42-43) mengemukakan bahwa kualitas pengajaran juga
ditentukan oleh karakteristik kelas dan karakteristik sekolah.
a. Karakteristik kelas seperti besarnya kelas, suasana belajar, fasilitas dan sumber
belajar yang tersedia.
b. Karakteristik sekolah yang dimaksud misalnya disiplin sekolah, perpustakaan
yang ada di sekolah memberikan perasaan yang nyaman, bersih, rapi dan teratur.
Dalam konteks pertimbangan faktor eksternal, terutama yang menyangkut
lingkungan kerja, secara rinci dikemukakan oleh M. Arifin (dalam Muhaimin, 2002:
119) bahwa ada beberapa hal yang mempengaruhi semangat kerja, yaitu:
a. Volume upah kerja yang dapat memenuhi kebutuhan.
b. Suasana kerja yang menggairahkan atau iklim.
c. Pemahaman sikap dan pengertian di kalangan pekerja.
d. Sikap jujur dan dapat di percaya dari kalangan pemimpin terwujud dalam
kenyataan.
e. Penghargaan terhadap hasrat dan kebutuhan yang berprestasi (Need for
Achievement).
f. Sarana yang menunjang bagi kesejahteraan mental dan fisik, seperti tempat olah
raga, masjid dan rekreasi.
Problem pertama guru yang terlihat jelas sekarang ini adalah kurangnya minat
guru untuk meneliti. Banyak guru yang malas untuk meneliti di kelasnya sendiri dan
terjebak dalam rutinitas kerja sehingga potensi ilmiahnya tak muncul kepermukaan.
Banyak guru menganggap kalau meneliti itu sulit. Sehingga karya tulis mereka dalam
bidang penelitian tidak terlihat sama sekali. Padahal setiap tahun, depdikbud selalu
rutin melaksanakan lomba keberhasilan guru dalam pembelajaran (LKGDP) atau
Lomba Kreativitas Guru (LKG) tingkat nasional yang diselenggarakan oleh direktorat
Profesi Guru.
Biasanya para guru akan sibuk meneliti bila mereka mau naik pangkat saja.
Karenanya guru harus diberikan bekal agar dapat melakukan sendiri Penelitian
Tindakan Kelas (PTK). PTK adalah sebuah penelitian yang dilakukan oleh guru di
kelasnya sendiri dengan jalan merencanakan, melaksanakan, dan merefleksikan
tindakan secara kolaboratif dan partisipatif dengan tujuan untuk memperbaiki
kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat.
Problem kedua guru adalah masalah kesejahteraan. Guru sekarang masih banyak
yang belum sejahtera. Terlihat jelas dikotomi antara guru berplat merah (Baca PNS)
dan guru berplat hitam (baca Non PNS). Banyak guru yang tak bertambah
pengetahuannya karena tak sanggup membeli buku. Boro-boro buat membeli buku,
untuk biaya hidupnya saja mereka sudah kembang kempis.
Kenyataan di masyarakat banyak pula guru yang tak sanggup menyekolahkan
anaknya hingga ke perguruan tinggi, karena kecilnya penghasilan yang didapatnya
setiap bulan. Dengan adanya sertifikasi guru dalam jabatan, semoga kesejahteraan
guru ini dapat terwujud.

C. Kendala dan Tantangan yang Dihadapi dalam Pengembangan Profesi Guru


1. Tantangan Profesi Guru
Ada beberapa faktor yang berkaitan dengan beratnya tantangan yang dihadapi
oleh profesi keguruan dalam usaha untuk meningkatkan kewibaannya di mata
masyarakat seperti yang dikemukakan oleh Dedi Supriadi, (1999: 104-106) sebagai
berikut:
a. Berkenaan dengan definisi profesi keguruan, masih ada kekurang-jelasan tentang
definisi keguruan, bidang garapannya yang khas, dan tingkat keahlian yang
dituntut dari pemegang profesi ini. Profesi keguruan berbeda dengan profesi lain,
misalnya dengan profesi kedokteran yang bidang tugas dan tingkat keahlian yang
dituntutnya telah begitu jelas serta dirinci sedemikian rupa.
b. Kenyataan yang terjadi sepanjang sejarah profesi keguruan yang menunjukan
bahwa adanya desakan kebutuhan masyarakat dan sekolah akan guru, maka
profesi ini tidak cukup terlindungi dari terjadinya “gangguan” dari luar. Di masa
lalu bahkan hingga sekarang ini, ada kesan bahwa siapapun boleh berdiri di muka
kelas untuk mengajar tanpa memperdulikan latar belakang dan tingkat
pendidikannya. Di zaman kemerdekaan, asal seseorang bisa menulis, membaca,
dan berhitung dan mau membagikan kemauannya kepada orang lain, dapat
langsung berdiri di muka kelas. Pengaruh dari masa lalu itu masih terasa hingga
sekarang. Di samping itu, kualifikasi pendidikan guru kita amat beragam, mulai
hanya lulusan SLTP hingga S-3. Dapat dibayangkan betapa sulitnya menarik suatu
generalisasi utuh tentang tingkat profesionalisme guru. Sekali lagi, bandingkan
misalnya dengan profesi kedokteran yang anggotanya hanya terdiri atas dokter
dengan kualifikasi pendidikan yang jelas dan seragam.
c. Penambahan jumlah guru secara besar-besaran membuat sulitnya standar mutu
guru dikendalikan dan dijaga. Hal ini terjadi hampir pada setiap jenjang dan jenis
pendidikan. Akibatnya, ada anggapan seakan-akan tidak ada relevansinya untuk
berbicara tentang profesionalisme guru di tengah mendesaknya kebutuhan akan
guru dalam jumlah besar.
d. PGRI sendiri cenderung bergerak di “ pertengahan” antara pemerintah dan guru-
guru. PGRI belum banyak aktif melakukan kegiatan-kegiatan yang secara
sistematis dan langsung berkaitan dengan profesionalisme guru; misalnya melalui
penerbitan profesional dan kegiatan ilmiah lainnya. Kurangnya dana, langkanya
tenaga profesional dan potensi “pasar” untuk mengkonsumsi penerbitan
profesional, menjadi sebab sulitnya PGRI bergerak ke arah itu. Hal serupa juga
berlaku dalam upaya memperjuangkan nasib para guru. Diakui bahwa pada
beberapa tahun terakhir PGRI makin aktif menyuarakan aspirasi guru, namun
secara umum tidak berlebihan bila dikatakan bahwa PGRI masih harus berbuat
banyak untuk menjadi penyalur dan penyambung lidah para guru dalam
menyampaikan aspirasinya untuk perbaikan statusnya.
Baik sebagai wahana untuk meningkatkan profesionalisme maupun untuk
memperjuangkan nasib guru, PGRI memang masih belum “secanggih” oraganisasi
serupa di negara lain. Misalnya, NEA (National Education Assocoation) di Amerika
Serikat benar-benar aktif melakukan pembinaan terhadap profesionalisme guru,
sedangkan AFT (American Federation of Teacher) lebih berurusan dengan upaya
memperjuangkan hak-hak guru. Guru-guru yang kurang puas dengan kondisi kerja
banyak bergabung dengan AFT. Di Inggris, NUT (National Teacher Union)
merupakan kekuatan yang ampuh baik sebagai sarana untuk pembinaan
profesionalisme guru maupun dalam mempengaruhi opini publik tentang pendidikan
dan guru.
Tuntutan dan harapan masyarakat yang terus meningkat dan berubah membuat
guru makin tertantang. Perubahan yang terjadi dalam masyarakat melahirkan
tuntutan-tuntutan baru terhadap peran (Role Expectation) yang seharusnya dimainkan
oleh guru. Akibatnya, setiap penambahan kemampuan guru selalu berpacu dengan
meningkatnya kemampuan dan harapan masyarakat tersebut yang kadang-kadang
lebih cepat dari kemampuan guru untuk memenuhinya. Masalah terjadi apabila
harapan atas peran guru bertambah, sementara kemampuan untuk memenuhinya
terbatas. Bila dimasa lalu guru menjadi sumber utama untuk menjawab ketidaktahuan
siswa, sekarang bukan lagi. Di rumah tersedia radio, televisi, surat kabar, bahkan
komputer dan internet. Dalam situasi demikian, tidak mudah menegakkan profesi
keguruan. Jadi, inilah betapa peliknya problematik dan betapa beratnya tantangan
yang dihadapi profesi keguruan.
Di tengah tuntutan, tantangan serta berbagai persoalan kegagagalan dunia
pendidikan, sosok guru merupakan pihak yang paling tertuduh. Sosok guru
merupakan orang yang paling dimintai pertanggung jawabannya. Bahkan tidak ada
alasan apa pun, yang dapat diberikan oleh seorang guru untuk membela dirinya.
Maka, ketika ujian nasional diterapkan dengan standar kelulusan yang cukup fantastis,
sosok guru pulalah, yang mula-mula merasa cemas. Ia mesti bertanggung jawab atas
apa yang akan terjadi pada peserta didik, seperti: frustasi, stress, depresi dan segala
keputus-asaan mental generasi bangsa ini.
Selanjutnya, ketakutan dan keminderan seorang guru dalam melakukan ekpresi
merupakan salah satu tumor pendidikan yang mendesak untuk disembuhkan. Seorang
guru sudah seharusnya yakin bahwa setiap guru dapat berinovasi dalam
pembelajarannya. Seorang guru seharusnya yakin bahwa perbuatan-perbuatan
kecilnya yang teliti, semisal mencatat perubahan tentang cara dan gaya mengajar
setiap hari akan melahirkan hasil yang besar. Seorang guru juga seharusnya terbuka
menerima saran dan kritik dari guru lain, bila pola pembelajaran yang
disampaikannya sama seperti yang kemarin.
2. Kendala Profesionalisme Guru
Krisis profesionalisme guru dalam dunia pendidikan merupakan problematika
tersendiri bagi dunia pendidikan dalam menciptakan mutu yang baik yang disebabkan
oleh kurangnya kesadaran guru akan jabatan dan tugas yang diembannya serta
tanggung-jawab keguruannya. Guru hanya menganggap “mengajar” sebagai kegiatan
untuk mencari nafkah semata agaknya akan berbeda dengan cara seseorang yang
memandang tugas atau pekerjaannya sebagai calling profesio dan amanah yang
hendak dipertanggung jawabkan di hadapan Tuhan (Muhaimin, 2002: 17).
Tugas utama seorang guru cukup kompleks dan berat, karena itu untuk
menjamin tingkat keberhasilan dalam menjalankan tugas utamanya guru harus
berkualitas dan mempunyai kompetensi yang memadai. Tugas yang diemban guru
adalah mencapai efektivitas pembelajaran yang memuaskan, yang meliputi beberapa
dimensi manajemen pengajaran, antara lain: tugas-tugas ajar, manajemen perilaku,
manajemen waktu dan perlengkapan. Secara keseluruhan, keberhasilan tugas
mengajar perlu didukung oleh seperangkat kompetensi dasar yang selanjutnya
digunakan untuk merancang strategi pengembangan pendidikan.
Untuk mewujudkan profesionalisme dalam pribadi seorang guru tidaklah
mudah, karena hal tersebut memerlukan proses yang cukup panjang dan biaya yang
cukup banyak. Disamping itu, diperlukan pula penyadaran akan tugas dan tanggung
jawabnya sebagai panggilan profesi yang harus terus dibina agar supaya apa yang
menjadi harapan dan cita-cita dari masyarakat terhadap hasil pembelajarannya yang
dilakukan bersama muridnya dapat tercapai, sehingga tercipta kualitas dan mutu
output yang bisa dipertanggung-jawabkan secara intelektual, memiliki keterampilan
yang tinggi dan memiliki akhlaqul karimah yang mapan.
Problematika profesionalisme guru disebabkan oleh kurangnya kesadaran guru
akan jabatan dan tugas yang diembannya serta tanggung-jawab keguruannya secara
vertikal maupun horizontal dan munculnya sikap malas dan tidak disiplin waktu
dalam bekerja yang mengarah pada lemahnya etos kerja.
Adapun problematika tersebut yakni:
a. Kurangnya minat guru untuk meneliti
Banyak guru yang malas untuk meneliti di kelasnya sendiri. Banyak guru yang
terjebak dalam rutinitas kerja sehingga potensi ilmiahnya tak muncul
kepermukaan. Biasanya para guru akan sibuk meneliti bila mereka mau naik
pangkat saja. Karenanya guru harus diberikan bekal agar dapat melakukan sendiri
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang bertujuan memperbaiki kualitas
pembelajarannya di sekolah.

b. Masalah kesejahteraan
Guru sekarang masih banyak yang belum sejahtera. Banyak guru yang tak
bertambah pengetahuannya karena tak sanggup membeli buku. Untuk biaya
hidupnya saja mereka sudah kembang kempis apalagi memiliki buku. Banyak
pula guru yang tak sanggup menyekolahkan anaknya hingga ke perguruan tinggi,
karena kecilnya penghasilan yang didapatnya setiap bulan. Dengan adanya
sertifikasi guru dalam jabatan, semoga kesejahteraan guru ini dapat terwujud.
c. Kurang kreatifnya guru dalam membuat alat peraga dan media pembelajaran
Profesionalitas guru dalam menciptakan proses dan luaran pendidikan yang
bermutu merupakan prasyarat terwujudnya sumber daya manusia Indonesia yang
kompetitif dan mandiri di masa datang. Oleh karena itu diperlukan upaya yang
sungguh-sungguh dan kontinyu bagi peningkatan dan pengembangan kemampuan
profesional guru.
d. Kepribadian dan dedikasi
Setiap guru memilki kepribadian masing-masing sesuai ciri-ciri pribadi yang
mereka miliki. Ciri-ciri inilah yang membedakan seorang guru dari guru lainnya.
Kepribadian sebenarnya adalah suatu masalah abstrak, yang hanya dapat dilihat
dari penampilan, tindakan ucapan, cara berpakaian, dan cara menghadapi setiap
persoalan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Zakiah Dahrajat (Djamarah SB,
1994) bahwa kepribadian yang sesungguhnya adalah abstrak, sukar dilihat atau
diketahui secara nyata, yang dapat diketahui adalah penampilan atau bekasnya
dalam segala segi dan aspek kehidupan misalnya dalam tindakannya, ucapan,
caranya bergaul, berpakaian dan dalam menghadapi setiap persoalan atau masalah
yang ringan maupun yang berat.
e. Kemampuan mengajar
Untuk melaksanakan tugas-tugas dengan baik, guru memerlukan kemampuan
merencanakan pengajaran, menuliskan tujuan pengajaran, menyajikan bahan
pelajaran, memberikan pertanyaan kepada siswa, mengajarkan konsep,
berkomunikasi dengan siswa, mengamati kelas, dan mengevaluasi hasil belajar.
Titik tekannya adalah kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran bukanlah
apa yang harus dipelajari, guru dituntut mampu menciptakan dan menggunakan
keadaan positif untuk membawa mereka ke dalam pembelajaran agar anak dapat
mengembangkan kompetensinya.

f. Antar hubungan dan komunikasi


Pentingnya komunikasi bagi organisasi tidak dapat dipungkiri. Dengan adanya
komunikasi yang baik, suatu organisasi dapat berjalan dengan lancar dan berhasil
dan begitu pula sebaliknya. Misalnya kepala sekolah tidak menginformasikan
kepada guru-guru mengenai kapan sekolah dimulai sesudah libur maka besar
kemungkinan guru tidak datang mengajar.
g. Hubungan dengan masyarakat
Sekolah merupakan lembaga sosial yang tidak dapat dipisahkan dari
masyarakat lingkungannya, sebaliknya masyarakat pun tidak dapat dipisahkan
dari sekolah sebab keduanya memiliki kepentingan. Sekolah merupakan lembaga
formal yang diserahi mandat untuk mendidik, melatih, dan membimbing generasi
muda bagi peranannya dimasa depan, sementara masyarakat merupakan pengguna
jasa pendidikan itu.
Setiap aktivitas guru dapat diketahui oleh masyarakat sehingga guru akan
berupaya menampilkan kinerja yang lebih baik. Hal ini dipertegas Pidarta (1999)
yang menyatakan bahwa bila guru tidak mau belajar dan tidak mampu
menampilkan diri sangat mungkin masyarakat tidak menghiraukan mereka.
Keadaan ini seringkali menimbulkan cap kurang baik terhadap guru.
h. Kedisiplinan
Kedisiplinan yang baik seorang guru dalam melaksanakan tugas dan
kewajibannya akan memperlancar pekerjaan guru dan memberikan perubahan
dalam kinerja guru ke arah yang lebih baik dan dapat dipertanggung-jawabkan.
Kondisi ini bukan saja berpengaruh pada pribadi guru itu sendiri dan tugasnya
akan tetapi akan berimbas pada komponen lain sebagai suatu cerminan dan acuan
dalam menjalankan tugas dengan baik dan menghasilkan hasil yang memuaskan.

D. Upaya yang Dilakukan untuk Membantu Pengembangan Profesi Guru


1. Landasan Hukum Pengembangan Profesi Guru
Dalam konteks Indonesia dewasa ini, nampak kecenderungan makin
menguatnya upaya pemerintah untuk terus mengembangkan profesi pendidik sebagai
profesi yang kuat dan dihormati sejajar dengan profesi lainnya yang sudah lama
berkembang. Hal ini terlihat dari lahirnya UU No 14 tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen yang menggambarkan bagaimana pemerintah mencoba mengembangkan
profesi pendidik melalui perlindungan hukum dengan standard tertentu yang
diharapkan dapat mendorong pengembangan profesi pendidik.
Perlindungan hukum memang diperlukan terutama secara sosial agar civil
effect dari profesi pendidik mendapat pengakuan yang memadai. Hal tersebut tidak
serta-merta menjamin berkembangnya profesi pendidik secara individu, sebab dalam
konteks individu justru kemampuan untuk mengembangkan diri sendiri menjadi hal
yang paling utama yang dapat memperkuat profesi pendidik. Oleh karena itu upaya
untuk terus memberdayakannya merupakan suatu keharusan agar kemampuan
pengembangan diri para pendidik makin meningkat.
Dengan demikian, dapatlah dipahami bahwa meskipun perlindungan hukum
itu penting, namun pengembangan diri sendiri lebih penting dan strategis dalam upaya
pengembangan profesi, ini didasarkan beberapa alasan, yaitu:
a. Perlindungan hukum penting dalam menciptakan kondisi dasar bagi penguatan
profesi pendidik, namun tidak dapat menjadikan substansi pengembangan profesi
pendidik secara otomatis.
b. Perlindungan hukum dapat memberikan kekuasan legal (legal power) pada
pendidik, namun akan sulit menumbuhkan profesi pendidik dalam pelaksanaan
peran dan tugasnya di bidang pendidikan.
c. Pengembangan diri sendiri dapat menjadikan profesi pendidik sadar dan terus
memberdayakan diri sendiri dalam meningkatkan kemampuan berkaitan dengan
peran dan tugasnya di bidang pendidikan.
d. Pengembangan diri sendiri dapat memberikan kekuasaan keahlian (expert power)
pada pendidik, sehingga dapat menjadikan pendidik sebagai profesi yang kuat dan
penting dalam proses pendidikan bangsa.
Oleh karena itu, pendidik mesti terus berupaya untuk mengembangkan diri sendiri
agar dalam menjalankan peran dan tugasnya dapat memberikan kontribusi yang
signifikan dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi
kepentingan pembangunan bangsa yang maju dan bermoral sesuai dengan tujuan
pendidikan nasional.
2. Upaya Pemerintah Meningkatkan Profesionalisme Guru
Pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan profesionalisme guru. Upaya
tersebut dilakukan dengan meningkatkan kualifikasi dan persyaratan jenjang
pendidikan yang lebih tinggi bagi tenaga pengajar mulai tingkat persekolahan sampai
perguruan tinggi. Program penyetaraan Diploma II bagi guru-guru SD, Diploma III
bagi guru-guru SLTP dan Strata I (sarjana) bagi guru-guru SLTA. Meskipun demikian
penyetaraan ini tidak bermakna banyak, kalau guru tersebut kurang memiliki daya
untuk melakukan perubahan.
Selain diadakannya penyetaraan guru-guru, upaya lain yang dilakukan
pemerintah adalah program sertifikasi sesuai amanat UU No. 14 Tahun 2005 pasal 42.
Selain sertifikasi upaya lain yang telah dilakukan di Indonesia untuk meningkatkan
profesionalisme guru, misalnya dengan mengaktifkan PKG (Pusat Kegiatan Guru,
MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran), maupun KKG (Kelompok Kerja Guru)
yang memungkinkan para guru untuk berbagi pengalaman dalam memecahkan
masalahmasalah yang mereka hadapi dalam kegiatan mengajarnya.
Profesionalisasi harus dipandang sebagai proses yang terus menerus. Dalam
proses ini, pendidikan prajabatan, pendidikan dalam jabatan termasuk penataran,
pembinaan dari organisasi profesi dan tempat kerja, penghargaan masyarakat terhadap
profesi keguruan, penegakan kode etik profesi, sertifikasi, peningkatan kualitas calon
guru dan kesejahteraan secara bersama-sama menentukan pengembangan
profesionalisme. Dengan demikian usaha meningkatkan profesionalisme guru
merupakan tanggung jawab bersama antara LPTK sebagai penghasil guru, instansi
yang membina guru (dalam hal ini Depdiknas atau yayasan swasta), PGRI dan
masyarakat.
Dari beberapa upaya yang telah dilakukan pemerintah di atas, faktor yang
paling penting agar guru-guru dapat meningkatkan kualifikasi dirinya yaitu dengan
menyetarakan banyaknya jam kerja dengan gaji guru. Program apapun yang akan
diterapkan pemerintah tetapi jika gaji guru rendah, jelaslah untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya guru akan mencari pekerjaan tambahan untuk mencukupi
kebutuhannya. Tidak heran kalau guru-guru di negara maju kualitasnya tinggi atau
dikatakan profesional, karena penghargaan terhadap jasa guru sangat tinggi.
3. Upaya-upaya Guru Meningkatkan Profesionalisme
Menurut Purwanto (2002), untuk meningkatkan profesionalisme guru harus selalu
berusaha untuk melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. Memahami tuntutan standar profesi yang ada,
b. Mencapai kualifikasi dan kompetensi yang dipersyaratkan,
c. Membangun hubungan kesejawatan yang baik dan luas termasuk lewat organisasi
profesi,
d. Mengembangkan etos kerja atau budaya kerja yang mengutamakan pelayanan
bermutu tinggi kepada konstituen,
e. Mengadopsi inovasi atau mengembangkan kreatifitas dalam pemanfaatan
teknologi komunikasi dan informasi mutakhir agar senantiasa tidak ketinggalan
dalam kemampuannya mengelola pembelajaran.
Upaya memahami tuntutan standar profesi yang ada harus ditempatkan sebagai
prioritas utama jika guru kita ingin meningkatkan profesionalismenya. Hal ini
didasarkan kepada beberapa alasan. Pertama, persaingan global sekarang
memungkinkan adanya mobilitas guru secara lintas negara. Kedua, sebagai
profesional seorang guru harus mengikuti tuntutan perkembangan profesi secara
global, dan tuntutan masyarakat yang menghendaki pelayanan yang lebih baik. Cara
satu-satunya untuk memenuhi standar profesi ini adalah dengan belajar secara terus
menerus sepanjang hayat, dengan membuka diri yakni mau mendengar dan melihat
perkembangan baru di bidangnya. Kemudian upaya mencapai kualifikasi dan
kompetensi yang dipersyaratkan juga tidak kalah pentingnya bagi guru. Dengan
dipenuhinya kualifikasi dan kompetensi yang memadai maka guru memiliki posisi
tawar yang kuat dan memenuhi syarat yang dibutuhkan. Peningkatan kualitas dan
kompetensi ini dapat ditempuh melalui in-service training dan berbagai upaya lain
untuk memperoleh sertifikasi.
Upaya membangun hubungan kesejawatan yang baik dan luas dapat dilakukan
guru dengan membina jaringan kerja atau networking. Guru harus berusaha
mengetahui apa yang telah dilakukan oleh sejawatnya yang sukses. Sehingga bisa
belajar untuk mencapai sukses yang sama atau bahkan bisa lebih baik lagi. Melalui
networking inilah guru memperoleh akses terhadap inovasi-inovasi di bidang
profesinya. Jaringan kerja guru bisa dimulai dengan skala sempit, misalnya
mengadakan pertemuan informal kekeluargaan dengan sesama teman, sambil
berolahraga, silaturahmi atau melakukan kegiatan sosial lainnya. Pada kesempatan
seperti itu, guru bisa membincangkan secara leluasa kisah suksesnya atau sukses
rekannya sehingga mereka dapat mengambil pelajaran lewat obrolan yang santai. Bisa
juga dibina melalui jaringan kerja yang lebih luas dengan menggunakan teknologi
komunikasi dan informasi, misalnya melalui korenspondensi dan mungkin melalui
intenet untuk skala yang lebih luas. Apabila korespondensi atau penggunaan intemet
ini dapat dilakukan secara intensif akan dapat diperoleh kiat-kiat menjalankan profesi
dari sejawat guru di seluruh dunia. Pada dasarnya networking/jaringan kerja ini dapat
dibangun sesuai situasi dan kondisi serta budaya setempat.
Selanjutnya upaya membangun etos kerja atau budaya kerja yang mengutamakan
pelavanan bermutu tinggi kepada konstituen merupakan suatu keharusan di zaman
sekarang. Semua bidang dituntut untuk memberikan pelayanan prima. Guru pun harus
memberikan pelayanan prima kepada konstituennya yaitu siswa, orangtua dan sekolah
sebagai stakeholder. Terlebih lagi pelayanan pendidikan adalah termasuk pelayanan
publik yang didanai, diadakan, dikontrol oleh dan untuk kepentingan publik. Oleh
karena itu guru harus mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada
publik.
Satu hal lagi yang dapat diupayakan untuk peningkatan profesionalisme guru
adalah melalui adopsi inovasi atau pengembangan kreatifitas dalam pemanfaatan
teknologi pendidikan yang mendayagunakan teknologi komunikasi dan informasi
mutakhir. Guru dapat memanfaatkan media dan ide-ide baru bidang teknologi
pendidikan seperti media presentasi, komputer (hard technologies) dan juga
pendekatan-pendekatan baru bidang teknologi pendidikan (soft technologies).
Upayaupaya guru untuk meningkatkan profesionalismenya tersebut pada akhirnya
memerlukan adanya dukungan dari semua pihak yang terkait agar benar-benar
terwujud. Pihak-pihak yang harus memberikan dukungannya tersebut adalah
organisasi profesi seperti PGRI, pemerintah dan juga masyarakat.
KESIMPULAN

Pengembangan profesi dan karir guru adalah sesuatu hal yang mutlak
dilakukan untuk mendapatkan rasa nyaman dan puas bagi guru itu sendiri. Bila guru
mampu mengekspresikan dan mengaktualisasikan dirinya maka ia akan bekerja dengan
rasa senang dan nyaman tanpa memiliki rasa khawatir ataupun gelisah.
Apa pun jenis pengembangan profesi guru tidak akan berjalan dengan
sempurna bila tidak memiliki fokus materi dan tujuan yang jelas. Sebab, sistem
pendidikan menuntut spesialisasi keilmuan dari guru pengajar di kelas. Oleh karena itu,
pelatihan atau workshop harus dibagi berdasarkan tingkat serta jenis pendidikannya. Ada
banyak hal yang akan didapatkan oleh guru apabila mengikuti pelatihan program profesi
guru. Beberapa hal tersebut di antaranya yaitu meningkatkan kreativitas mengajar,
memperkaya Know-How, meningkatkan kemampuan riset, dan yang lainnya.
Dalam pengembangan profesi guru pada kenyataannya tidak lepas dari
berbagai permasalahan atau problematika. Secara umum problem yang dialami oleh para
guru dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu problem yang berasal dari diri guru
yang bersangkutan dan problem yang berasal dari dalam diri guru lazim disebut problem
internal, sedangkan yang berasal dari luar disebut problem eksternal. Salah satu
permasalahan yang terjadi adalah tuntutan dan harapan masyarakat terhadap profesi guru
yang terus meningkat dan berubah sementara kemampuan guru untuk memenuhi harapan
tersebut terbatas. Selain kurangnya minat guru untuk meneliti, kurang kreatifnya guru
dalam membuat alat peraga dan media pembelajaran, masalah kesejahteraan, dan yang
lainnya juga merupakan permasalahan yang terus menghantui dalam pengembangan
profesi guru.
Dalam konteks Indonesia dewasa ini, nampak kecenderungan makin
menguatnya upaya pemerintah untuk terus mengembangkan profesi pendidik sebagai
profesi yang kuat dan dihormati. Upaya pemerintah tersebut salah satunya adalah dengan
meningkatkan kualifikasi dan persyaratan jenjang pendidikan yang lebih tinggi bagi
tenaga pengajar mulai tingkat persekolahan sampai perguruan tinggi. Selain upaya yang
dilakukan oleh pemerintah, terdapat beberapa upaya yang dilakukan oleh guru itu sendiri
dalam menangani masalah pengembangan profesi guru tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Dwiyanto. 2017. Pentingnya Pengembangan Profesi dan Karir Guru Demi Terwujudnya Guru
yang Sejahtera dan Bermartabat. http://dwiyanto1001.blogs.uny.ac.id/wp-
content/uploads/sites/15390/2017/10/PENTINGNYA_PENGEMBANGAN_PROFE
SI_GURU_DEMI_TERWUJUDNYA_GURU_YANG_SEJAHTERA1.doc (diakses
pada 13 April 2021)

Kusumah, Wijaya. 2009. Profesi Guru dan Problematika yang Dihadapinya.


https://www.kompasiana.com/wijayalabs/54fd5a07a33311872050fc5c/profesi-guru-
dan-problematika-yang-dihadapinya (diakses pada 13 April 2021)

Pintek.id. 2020. Manfaat Pengembangan Profesi Guru dalam Pendidikan 4.0.


https://pintek.id/blog/pengembangan-profesi/#:~:text=Manfaat%20Pengembangan
%20Profesi%20Guru%20dan,kurikulum%20yang%20dibuat%20oleh
%20pemerintah. (diakses 13 April 2021)

Supriadi, Dedi. 1999. Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Jakarta: Adicita Karya Nusa.

Wibowo, Catur Hari. Problematika Profesi Guru dan Solusinya bagi Peningkatan Kualitas
Pendidikan, Jurnal Surakarta, 2014.

Anda mungkin juga menyukai