Anda di halaman 1dari 17

Laporan Praktikum Ekotoksikologi

UJI PENDAHULUAN, UJI TOKSISITAS INSEKTISIDA SIPERMETRIN


TERHADAP MORTALITAS BIBIT IKAN NILA

Ditulis untuk memenuhi tugas laporan praktikum Ekotoksikologi


Dosen Pengampu : Rizka Apriani Putri, S.Si., M.Sc.

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENDIDIKAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2018
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis
dapat menyelesaikan laporan praktikum ekotoksikologi.

Adapun laporan praktikum ekotoksikologi ini telah kami usahakan


semaksimal mungkin dan dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat
memperlancar pembuatan laporan ini. Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan
banyak terima kasih kepada pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan
makalah ini. Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya
bahwa ada kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya maupun segi lainnya.
Oleh karena itu dengan lapang dada dan tangan terbuka kami membuka selebar-
lebarnya bagi pembaca yang ingin memberi saran dan kritik kepada kami
sehingga kami dapat memperbaiki laporan akhir praktikum ekotoksikologi ini.

Akhirnya penyusun mengharapkan semoga dari laporan ini, dapat diambil


hikmah dan manfaatnya terhadap pembaca.

Yogyakarta, 18 November 2018

Penulis
DAFTAR ISI

Bab Halaman
KATA PENGANTAR................................................................................ i
DAFTAR ISI................................................................................................ ii
DAFTAR TABEL....................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR................................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang…………………………………………………….. 1
1.2 Tujuan Praktikum………………………………………………….. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3
BAB III METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat………………………..……………………......
3.2Alat dan Bahan……………………………………………………... 4
3.2.1 Alat…………………………………………………………... 5
3.2.2 Bahan………………………………………………………… 7
3.3 ProsedurKerja……………………………………………………...

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil……………………………………………………………….. 10

4.2 Analisa Data dan Perhitungan……………………………………... 11

4.3 Pembahasan………………………………………………………... 11

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 11

5.1 Kesimpulan………………………………………………………... 13

5.2 Saran………………………………………………………………..

DAFTAR PUSTAKA 25

DAFTAR TABEL
Nomor Judul
Halaman

1. Data Uji
Pendahuluan...................................................................................3
2. Data Mortalitas............................................................................................ 4

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul
Halaman

3. Gambar ikan nila.......................................................................................


4. Gambar uji pendhuluan.......................................................................,,,,,,,
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Limbah yang masuk ke perairan, salah satunya adalah limbah yang


berasal dari pertanian yakni pestisida. Berbagai pestisida digunakan sebagai
pengendali hama untuk meningkatkan produksi pertanian. Pestisida yang
masuk dalam jumlah yang besar dapat bersifat racun bagi biota-biota yang
hidup di perairan, antara lain adalah ikan-ikan. (Wudianto 1994).
Jumlah kematian hewan uji dipakai sebagai ukuran untuk efek toksik
suatu bahan (kimia) pada sekelompok hewan uji. Jika dalam hal ini hewan uji
dipandang sebagai subjek, respon berupa kematian tersebut merupakan suatu
respon diskretik. Ini berarti hanya ada dua macam respon yaitu ada atau tidak
ada kematian (Deisy dkk 2010).
Sifat penting yang dimiliki pestisida adalah daya racun atau toksisitas.
Meski bahan kimia tersebut hanya dimaksudkan untuk mematikan suatu jenis
hama tertentu tetapi pada hakekatnya bersifat racun untuk semua mahluk
hidup. Hampir semua jenis pestisida tidak bersifat selektif dan mempunyai
spektrum yang luas sebagai racun sehingga merupakan sumber pencemaran
yang potensial khususnya bagi sumberdaya dan lingkungan perairan.
Penggunaan pestisida untuk memberantas hama ternyata menimbulkan
berbagai masalah lingkungan, antara lain terjadinya pencemaran lingkungan
perairan. Permasalahan tersebut berkaitan erat dengan sifat pestisida yang
beracun dan dapat mempengaruhi seluruh kelompok taksonomi biota,
termasuk biota bukan sasaran (non target). Selain itu pada umumnya pestisida
memiliki daya tahan yang relativ lama untuk didegradasi di lingkungan,
sehingga dapat mempengaruhi ekosistim dalam jangka panjang (Yudha 1999).
Dari uraian diatas, penulis ingin menguji toksisitas insektisida kanon
dimetoat terhadap mortalitas bibit ikan nila.
1.2 Rumusan Masalah
a. Bagaimana cara mengukur daya racun (toksisitas) suatu bahan pencemar?
b. Bagaimana mempelajari penentuan toksisitas suatu bahan kimia atau
bahan pencemar terhadap biota uji
c. Bagaimana mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
toksisitas suatu bahan pencemar.

1.3 Tujuan
a. Mendapatkan kisaran kadar suatu zat toksik yang akan digunakan pada uji
akut (uji toksisitas atau uji definitif)
b. Mendapatkan kadar suatu zat toksik yang menyebabkan kematin biota
50% biota uji dalam durasi perlakuan 48 jam (LC50-48 jam)
c. Mengetahui cara menentukan toksisitas suatu bahan kimia atau bahan
pencemar terhadap biota uji
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

2.1 Tinjauan Pustaka

Air merupakan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui, namun


air dapat dengan mudah terkontaminasi oleh aktivitas manusia. Air banyak
digunakan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan manusia sehari-hari
yang dapat menyebabkan pencemaran air seperti limbah rumbah tangga
ataupun limbah pabrik. Bahan pencemar seperti senyawa kimia organik,
anorganik atau mineral yang dibuang ke perairan dapat mengotori dan
bersifat toksik sehingga dapat mematikan ikan dan organisme air lainnya.
Toksisitas adalah kemampuan merusak suatu bahan kimia pada saat bahan
tersebut mengenai bagian dalam atau permukaan tubuh yang peka terhadap
bahan kimia tersebut (Probosunu, 2010).

Proses toksisitas terbagi atas beberapa fase yaitu fase awal


(kinetik) dan fase dinamik. Fase kinetik meliputi proses biologi yang
mempengaruhi absorbsi, penyebaran dan metabolisme zat. Fase dinamik
meliputi interaksi antara zat toksik dengan target dan tanggapan fisiologis
serta perilaku organisme (Connel dan Miller, 2006). Pengukuran kematian
(letalitas) seringkali digunakan untuk mencari tingkatan aman dari kontak
dengan racun. Uji-uji toksisitas seperti uji letalitas akut adalah berguna
untuk mengkaji berbahayanya zat kimia terhadap kehidupan di air (Cairns
et al., 1978). Lethal Concentration 50 (LC50) adalah konsentrasi yang
diturunkan secara statistik yang dapat diduga menyebabkan kematian 50%
dari populasi organisme dalam serangkaian kondisi percobaan yang telah
ditentukan. LC50 sering ditunjukkan dalam ukuran mg per volume dari
organisme uji. Suatu bahan kimia dikatakan sangat beracun apabila
memiliki nilai LC50 kecil dan sebaliknya (Argo, 2001).
Ikan yang digunakan ujikan yaitu Ikan Nila (Orechromis sp.). Ikan
nila merupakan spesies ikan tropis yang lebih suka hidup di air dangkal.
Secara morfologi ikan nila memiliki bentuk pipih, sisik besar dan kasar,
kepala relatif kecil, garis linea lateralis terputus dan terbagi dua, yaitu
bagian atas dan bawah, memiliki lima buah sirip. Toleransi ikan ini
terhadap perbedaan lingkungan sangat tinggi, dapat hidup pada salinitas 0-
29 permil, pada suhu 14-38° C, dan pH 5-11, merupakan omnivora yang
sangat menyenangi pakan alami berupa rotifera, Daphnia sp., bentos,
perifiton, dan fitoplankton, disamping itu bisa juga diberi pakan seperti
pelet dan dedak. Ikan ini dapat melakukan pemijahan sepanjang tahun dan
mulai memijah pada umur 6-8 bulan (Rochdianto, 2009).

Klasifikasi ikan Nila menurut Daelami (2001):

Kelas : Osteichthyes

Sub kelas : Actinopterigii

Ordo : Percomorphi

Sub ordo : Percoidea

Familia : Cichlidae

Genus : Oreochromis

Spesies : Oreochromis niloticus

Pada uji toksisitas ini digunakan insektisida kanon dimetoat dalam


mengetahui tingkat toksik yang ingin diamati pada ikan nila.

Toksisitas adalah suatu keadaan yang menandakan adanya efek


toksik/racun yang terdapat pada bahan sebagai sediaan single dose atau
campuran. Toksisitas akut ini diteliti pada hewan percobaan yang
menunjukkan evaluasi keamanan dari kandungan kimia untuk penggunaan
produk rumah tangga, bahan tambahan makanan, kosmetik, obat-obatan,
(Deisy dkk 2010).
Jumlah kematian hewan uji dipakai sebagai ukuran untuk efek
toksik suatu bahan (kimia) pada sekelompok hewan uji. Jika dalam hal ini
hewan uji dipandang sebagai subjek, respon berupa kematian tersebut
merupakan suatu respon diskretik. Ini berarti hanya ada dua macam respon
yaitu ada atau tidak ada kematian (Deisy dkk 2010). Berbagai senyawa
kimia organik, anorganik atau mineral yang dibuang ke dalam air dapat
mengotori dan bersifat toksik sehingga dapat mematikan ikan dan
organisme air lainnya.

Bahan toksik di perairan yang berupa zat-zat kimia beracun dapat


berasal dari kegiatan industri, air limbah tambang, erosi permukaan pada
tambang terbuka, pencucian herbisida dan insektisida serta akibat
kecelakaan seperti tumpahnya minyak atau pecahnya tanker kimia di laut
(Southwick 1976). Khusus tentang limbah yang berasal dari kegiatan
industri (Dix 1981) menyatakan bahwa pencemar yang dihasilkan sangat
dipengaruhi oleh jenis industri.

Sifat penting yang dimiliki pestisida adalah daya racun atau


toksisitas. Meski bahan kimia tersebut hanya dimaksudkan untuk
mematikan suatu jenis hama tertentu tetapi pada hakekatnya bersifat racun
untuk semua mahluk hidup. Hampir semua jenis pestisida tidak bersifat
selektif dan mempunyai spektrum yang luas sebagai racun sehingga
merupakan sumber pencemaran yang potensial khususnya bagi
sumberdaya dan lingkungan perairan. Penggunaan pestisida untuk
memberantas hama ternyata menimbulkan berbagai masalah lingkungan,
antara lain terjadinya pencemaran lingkungan perairan. Permasalahan
tersebut berkaitan erat dengan sifat pestisida yang beracun dan dapat
mempengaruhi seluruh kelompok taksonomi biota, termasuk biota bukan
sasaran (non target).

Pestisida berasal dari Bahasa Inggris yaitu pest berarti hama dan
cida berarti pembunuh. Pestisida merupakan zat yang dapat membunuh
atau mengendalikan berbagai hama dan penyakit tanaman. Menurut
Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1973 pestisida adalah semua zat kimia
dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk: (1)
memberantas hama dan penyakit yang merusak tanaman; (2) memberantas
rerumputan; (3) mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak
diinginkan; (4) mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman; (5)
memberantas hama pada hewan piaraan atau ternak, (6) memberantas
hama air; (7) memberantas binatang dan jasad renik dalam rumah tangga,
bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan; (8) memberantas binatang-
binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang
yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah, atau air.
(Djojosumarto, P. 2008.)

Dimetoat adalah insektisida yang termasuk dalam jenis


organofosfat yang digunakan secara luas. Senyawa ini dipatenkan dan
diperkenalkan pada 1950-an oleh Cyanamid Amerika. Seperti organofosfat
lainnya, dimethoate adalah inhibitor acetylcholinesterase yang
menonaktifkan cholinesterase, enzim yang penting untuk fungsi sistem
saraf pusat. Bertindak baik melalui kontak dan melalui konsumsi.
Senyawa aktif ini mudah diserap dan didistribusikan ke seluruh jaringan
tanaman, dan terdegradasi relatif cepat. (pmep.cce.cornell.edu)

Berikut gambar struktur kimia dimetoat :

https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov
Dimetoat (dimethoate) memiliki nama kimia O,O-dimethylS-
(Nmethylcarbamoylmethyl) phosphorodithioate dengan rumus empiris
C5H12NO3PS2, serta memiliki berat molekul 229,3 g/mol. Dimetoat
memiliki karakteristik yaitu berwarna kristal putih padat, berbau
merkaptan, dan titik didih 16 45–48 oC. Dimetoat memiliki tingkat
kelarutan 25 g/L pada suhu 21 oC, memiliki tingkat kelarutan yang tinggi
pada chloroform, methylene chloride, benzene, toluene, alkohol, ester, dan
keton, serta memiliki tingkat kelarutan yang rendah pada xylen, karbon
tetrachloride, dan aliphatik hidrokarbon.
(https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov)

Dalam bentuk murninya, insektisida dimethoate berbentuk


kristal putih. Insektisida ini bersifat stabil dalam air tetapi terhidrolisa
dalam kondisi basa. Sama halnya dengan Monocrotophos insektisida ini
bekerja sebagai racun kotak dan sistematik. Insektisida ini dapat
mengendalikan berbagai jenis serangga hama. Insektisida dimethoate
tergolong ke dalam kelompok yang sangat beracun, hal ini ditunjukkan
dengan nilai LDSD sebesar 50-500 mg/kg. Salah satu kelemahan
dimethoate adalah bahawa insektisida ini bersiat korosif terhadap logam,
sehingga sangat merusak alat-alat aplikasi uang terbuat dari logam.
Khusus di Amerika Serikat sejak tahun 1982, insektisida dimethoate tidak
diproduksi lagi. (Minton and Murray, 1988).

Organofosfat adalah racun pembasmi serangga yang paling


toksik terhadap binatang bertulang belakang seperti ikan, burung, kadal,
cicak, dan mamalia. Pestisida ini mengganggu pergerakan otot dan dapat
menyebabkan kelumpuhan. Organofosfat dapat menghambat aktifitas
enzim cholinesterase yang mempunyai peranan penting pada transmisi
saraf. Senyawa organofosfat adalah kelompok insektisida yang paling
banyak digunakan di dunia. Organofosfat tidak persisten atau
bioakumulasi di lingkungan. Senyawa organofosfat pertama dikenal pada
tahun 1854, namun karena sifatnya yang toksik maka senyawa ini baru
muncul kembali pada tahun 1930-an. Tetraethyl pyrophosphate (TEPP)
adalah insektisida organofosfat yang pertama kali digunakan. Senyawa
golongan organofosfat merupakan turunan dari asam fosfat yang dapat
dibedakan menjadi turunan alifatik seperti tetraetilpiriofosfat, azordin,
diklorovos, mevinfos, dan metamidofos, turunan fenil seperti parathon,
profenofos, sulprofos, dan turunan heterosoklik seperti diazinon,
azinfosmetil, klorpirifos (Minton and Murray, 1988).

Toksisitas pestisida organofosfat sangat tergantung pada


kandungan bahan aktifnya. Organofosfat dapat dikelompokkan kedalam
tiga kelompok, (a) kelompok yang sangat toksik, seperti chlorfenvinphos,
yang memiliki LD50 pada range 1-30 mg/kg, (b) kelompok yang memiliki
LD50 pada range 30-50 mg/kg, 13 seperti dichlorvos, dan (c) kelompok
toksik yang memiliki range 60-1300 mg/kg, seperti malathion (Minton and
Murray, 1988).

Organofosfat adalah racun pembasmi serangga yang paling


toksik terhadap binatang bertulang belakang seperti ikan, burung, kadal,
cicak, dan mamalia. Pestisida ini mengganggu pergerakan otot dan dapat
menyebabkan kelumpuhan. Organofosfat dapat menghambat aktifitas
enzim cholinesterase yang mempunyai peranan penting pada transmisi
saraf. Senyawa organofosfat bersifat tidak stabil, mudah terurai
dilingkungan dan bersifat lebih toksik dibandingkan senyawa organoklor,
dengan konsentrasi yang kecil mampu menyebabkan kematian (Afriyanto,
2008).

Senyawa organofosfat dapat mempengaruhi sistem saraf dan


menghambat fungsi enzim asetilkolin esterase, sehingga asetilkolin tidak
terhidrolisa. Keracunan pestisida golongan organofosfat disebabkan
asetilkolin yang berlebihan, mengakibatkan perangsangan terus menerus
saraf muskarinik, nikotinik, dan sistem saraf pusat. (US EPA, 2008)
Uji toksisitas dengan menggunakan organisme
memberikan dampak penting terhadap perkembangan manajemen budi
daya perikanan (Le et al. 2005). Uji toksisitas dilakukan untuk mengetahui
efek letal suatusenyawa toksik. Pengamatan efek letal, yaitu untuk
mengetahui kematian biota uji akibat konsentrasi senyawa kimia tertentu
yang terkandung dalam suatu limbah, dicatat sebagai median letal
concentration (LC50) (Al-Attar: 2005).

Aneka ragam faktor yang dapat mempengaruhi ketoksikan


racun, dapat digolongkan menjadi dua, yakni faktor yang berasal dari
racun ( faktor intrinsik racun ) dan yang berasal dari makhluk hidup
( faktor intrinsik makhluk hidup ). Faktor interistik racun merupakan
faktor yang berasal dari racun itu sendiri, dalam arti senyawa tersebut
memang bersifat racun. Racun merupakan bahan atau zat kimia yang
berbahaya tubuh. Karena itu, ketoksikannya tidak lepas dari sifat fisika
atau kimia bawaan dari racun tersebut. Dengan kata lain, faktor kimia
merupakan salah satu penentu ketoksikan racun.Efek toksik racun diawali
oleh masuknya racun tertentu ke dalam tubuh. Selain faktor kimia diatas
aneka ragam faktor yang berkaitan dengan kondisi pemejanan (exposure)
racun terhadap makhluk hidup, faktor pengolahan, faktor pengawetan
hingga faktor pengentalan, juga dapat mempengaruhi ketoksikannya suatu
senyawa.

Pada dasarnya, faktor intrinsik makhluk hidup adalah kondisi


makhluk hidup yang meliputi berbagai keadaan fisiologis serta patologis
yang dapat mempengaruhi ketoksikan suatu racun, melalui pengaruhnya
atas keefektifan translokasi racun di dalam tubuh, atau kerentanan tempat
aksi terhadap aksi racun. Faktor interinsik makhluk hidup dapat
disimpulkan sebagai faktor yang sangat di pengaruhi oleh kemampuan
tubuh dalam menerima toksik, semakin lemah tubuh dalam menerima
toksik maka ketoksikan racun semakin kuat dan sebaliknya. Beberapa
faktor ketoksikan suatu racun berdasarkan interistik makhluk hidup yaitu
pertama kapasitas fungsional cadangan yaitu kemampuan suatu organ
dalam menerima unsur toksik hingga mencapai keracunan; kedua faktor
genetika yaitu Tempat aksi racun dapat berupa enzim, reseptor, atau
protein.

Enzim dan protein nirenzim ada di dalam tubuh menurut ciri khas model
genetika masing-masing anggota populasi makhluk hidup, maka cacat
genetika dalam anggota suatu jenis makhluk hidup dapat menyebabkan
kekurangan jumlah atau ketidaksempurnaan molekul enzim.

Adanya cacat genetika ini dapat berdampak negative atau positif


terhadap ketoksikan racun; dan ketiga toleran dan resistensi yaitu Daya
tahan seseorang terhadap ketoksikan racun berbeda dengan yang lain.
Seseorang mungkin lebih tahan terhadap ketoksikan suatu racun daripada
yang lain, sehingga untuk menderita tingkat toksik yang sama diperlukan
takaran atau dosis yang lebih tinggi. Perbedaan daya tahan individu
terhadap ketoksikan racun dikenal sebagai toleransi dan resistensi.

Fungsi uji toksisitas berdasarkan maksud dan tujuan penelitian


adalah pemantauan kualitas air limbah, uji bahan atau satu jenis senyawa
kimia, penentuan toksisitas serta daya tahan dan pertumbuhan organisme
uji (Rossiana, 2006). Uji toksisitas digunakan untuk mengevaluasi polusi
air, karena uji kimia dan fisika sendiri tidak cukup dalam memperkirakan
pengaruh polutan terhadap toksikan. Kepekaanny terhadap racun dari
suatu spesies tergantung pada umur, ukuran, jenis kelamin, kondisi
reproduksi dan pemaparan oleh tekanan lain (Charpman1978).

Pada uji bioassay sering dilakukan dalam bentuk statis (air tidak
mengalir) dengan menggunakan spesies yang relatif tahan dalam jangka
waktu 48 atau 96 jam untuk memperolah daya akut dengan standar jumlah
ikan uji dalam wadah uji sekitar 2.5 liter per gram ikan.
2.2 Hipotesis
a. Memperoleh kisaran kadar pada uji definitif yaitu kadar diantara
Lc100-24 jam dan kadar Lc0-48 jam
b. Mendapatkan kadar suatu zat toksik yang mnyebabkan kematian 50%
biota uji dalam durasi perlakuan 48 jam (Lc50-48jam)
c. Mendapat gambaran daya toksis insektisida kanon dimetoat
DAFTAR PUSTAKA

Afriyanto. 2008. Kajian Keracunan Pestisida pada Petani Penyemprot Cabe di

Desa Candi Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang. [Thesis

Ilmiah] Semarang: Program Pascasarjana Universitas Diponegoro

Djojosumarto, P. 2008. Pestisida dan Aplikasinya. Jakarta: Agromedia.

Minton, N.A. and V.S.G. Murray. 1988. A Review of Organophosphate


Poisoning.

Medical Toxicology 3:350-375.

United States Environmental Protection Agency (US EPA). 2008. Revised Interim

Reregistration Eligibility Decisions for Dimethoate. EPA. Washington


DC.

64 United States Environmental Protection Agency (US EPA). 2008.

https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/dimethoate#section=Ecotoxicity-
Values diakses pada 21 November 2018 pukul 23.00 wib

http://pmep.cce.cornell.edu/profiles/extoxnet/dienochlor-glyphosate/dimethoate-
ext.html diakses pada 21 November 2018 pukul 23.00 wib

Anda mungkin juga menyukai